Anda di halaman 1dari 20

PEMEKARAN DAERAH

MAKALAH
Untuk memenuhi tugas Mata Kuliah Hukum Pemerintahan Daerah

Dosen Pengampu:

Arif Wijaya S.Hi. M.H

Disusun oleh:

M. Anang Hardiansyah (C04217024)

Darmawan (C94217075)

Samudera Bharata Y.H (C94217099)

PROGRAM STUDI HUKUM TATA NEGARA

FAKULTAS SYARIAH DAN HUKUM

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI

SUNAN AMPEL

SURABAYA

2020

KATA PENGANTAR

1
Puji syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT karena dengan rahmat,

karunia serta taufik dan hidayah-Nya kami dapat menyelesaikan makalah ini yang

kali ini mengambil tema “wasiat” dengan baik meskipun banyak kekurangan

didalamnya. Selanjutnya, kami juga ucapkan banyak terima kasih kepada

Bapak/Ibu Guru yang telah memberikan tugas ini kepada kami selaku pra syarat

kelulusan.

Kami sangat berharap makalah ini dapat berguna dalam rangka menjadi

prasyarat kelulusan serta untuk menambah wawasan serta pengetahuan kita

mengenai “wasiat”. Kami juga menyadari sepenuhnya bahwa didalam makalah ini

terdapat kekurangan dan jauh dari kata sempurna. Oleh sebab itu, kami berharap

adanya kritik dan saran demi perbaikan makalah yang akan kami buat mendatang,

mengingat tidak ada sesuatu yang sempurna tanpa saran yang membangun.

Bojonegoro, 15 April 2020

Penyusun

2
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR
DAFTAR ISI
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang ...........…………….…………………..... 1
B. Rumusan Masalah ..........……….……………………….... 1
C. Tujuan Masalah ................................................................. 2
BAB II PEMBAHASAN
1. Pengertian dan latar belakang pemekaran daerah ................... 3
2. Faktor yang mempengaruhi pemekaran daerah ........................ 6
3. Tinjauan pemekaran daerah ...................................................... 8
4. Prosedur pemekaran daerah ...................................................... 9
5. Solusi Pengaturan Daerah Pemekaran Yang di Anggap Gagal
Dalam Melaksanakan Otonomi Daerah ................................

13

BAB III KESIMPULAN ....………………………………………….... 17


DAFTAR PUSTAKA ........................................................................... 18

BAB I

3
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Indonesia adalah negara kesatuan yang berbentuk republik dengan


asas desentralisai dengan otonomi daerahnya, yangberarti memberikan
keluasan kepada daerah untuk mengurus urusan rumah tangganya sesuai
dengan kondisi masyarakat setempat. Hal ini dapat membantu daerah
untuk mengeploitasi potensi daerah untuk memajukan daerahnya masing-
masing.

Tidak jarang ada beberapa daerah yang memiliki karakter khas


tersendiri yang memungkinkan untuk membentuk sebuah daerah otonom
sendirri yang bebas dan merdeka agar potensi yang dimiliki bisa
dikembangkan, dan bebas dari intervensi daerah yang lain. daerah-daerah
yang sebelumnya menjadi bagian kecil dari satuan daerah yang lebih besar
ingin melepaskan diri dan mendirikan sebuah daerah sendiri yang biasa
disebut dengan pemekaran daerah baik daerah provinsi maupun
Kabupaten/Kota.

B. Rumsan Masalah

1. Bagaimana sejarah dan latar belakang pemekaran daerah?

2. Apa saja faktor yang mempengaruhi pemekaran daerah?

3. Bagaimana tinjauan pemekaran daerah?

4. Bagaimana prosedur pemekaran daerah?

5. Bagaiaman Solusi Pengaturan Daerah Pemekaran Yang di Anggap


Gagal Dalam Melaksanakan Otonomi Daerah?

C. Tujuan Makalah

1. Mengetahui sejarah dan latar belakang pemekaran daerah.

2. Mengetahui faktor yang mempengaruhi pemekaran daerah.

4
3. Mengetahui tinjauan pemekaran daerah.

4. Mengetahui prosedur pemekaran daerah.

5. Mengetahui Solusi Pengaturan Daerah Pemekaran Yang di Anggap


Gagal Dalam Melaksanakan Otonomi Daerah.

BAB II

5
PEMBAHASAN

A. Pengertian dan Latar Belakang Pemekaran Daerah

Pemekaran daerah di Indonesia adalah pembentukan wilayah


administratif baru di tingkat provinsi maupun kota dan kabupaten dari
induknya. Landasan hukum terbaru untuk pemekaran daerah di Indonesia
adalah UU No 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah. 1UUD 1945
tidak mengatur perihal pembentukan daerah atau pemekaran suatu wilayah
secara khusus, namun disebutkan dalam Pasal 18B ayat (1): “Negara
mengakui dan menghormati satuan-satuan pemerintahan daerah yang
bersifat khusus atau bersifat istimewa yang diatur dengan undang-
undang.”14 Selanjutnya, pada ayat (2) pasal yang sama tercantum kalimat
sebagai berikut. “Negara mengakui dan menghormati kesatuan-kesatuan”.

Menurut Peraturan Pemerintah No 78 Tahun 2007, pemekaran


daerah/wilayah adalah pemecahan suatu pemerintah baik propinsi,
Kabupaten/Kota, Kecamatan, Desa / Kelurahan menjadi dua daerah atau
lebih.Menurut Peraturan Pemerintah No. 129 Tahun 2000, tentang
persyaratan pembentukan dan kriteria pemekaran, penghapusan dan
pengabungan daerah, pada pasal2 menyebutkan pemekaran daerah/wilayah
bertujuan untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat melalui:1

1. Percepatan pelayanan kepada masyarakat

2. Percepatan pertumbuhan kehidupan demokrasi

3. Percepatan pertumbuhan pembangunan ekonomi daerah

4. Percepatan pengelolaan potensi daerah

5. Peningkatan keamanan dan ketertiban

6. Peningkatan hubungan yang serasi antara pusat dan daerah.

Terdapat beberapa alasan kenapa pemekaran wilayah sekarang


menjadi salah satu pendekatan yang cukup diminati dalam kaitannya
1
Sirajudin, Hukum Pelayanan Publik (Malang: Setara Press, 2011), 24

6
dengan penyelenggaraan pemerintahan daerah dan peningkatan
pelayanan publik, yaitu:

1) Keinginan untuk menyediakan pelayanan publik yang lebih


baik dalam wilayah kewenangan yang terbatas/terukur.
Pendekatan pelayanan melalui pemerintahan daerah yang baru
diasumsikan akan lebih dapat memberikan pelayanan yang lebih
baik dibandingkan dengan pelayanan melalui pemerintahan
daerah induk dengan cakupan wilayah pelayanan yang lebih luas
melalui proses perencanaan pembangunan daerah pada skala
yang lebih terbatas, maka pelayanan publik sesuai kebutuhan
lokal akan lebih tersedia.

2) Mempercepat pertumbuhan ekonomi penduduk setempat


melalui perbaikan kerangka pengembangan ekonomi daerah
berbasiskan potensi lokal. Dengan sdikembangkannya daerah
baru yang otonom, maka akan memberikan peluang untuk
menggali berbagai potensi ekonomi daerah baru yang selama ini
tidak tergali.

3) Penyerapan tenaga kerja secara lebih luas di sektor pemerintah


dan bagi-bagi kekuasaan di bidang politik dan pemerintahan.
Kenyataan politik seperti ini juga mendapat dukungan yang
besar dari masyarakat sipil dan dunia usaha, karena berbagai
peluang ekonomi baru baik secara formal maupun informal
menjadi lebih tersedia sebagai dampak ikutan pemekaran
wilayah.2

Pemekaran wilayah kabupaten/kota menjadi beberapa


wilayah kabupaten baru pada dasarnya merupakan upaya untuk
meningkatkan kualitas pelayanan dan kesejahteraan masyarakat. Dari
segi pengembangan wilayah, calon kabupaten baru yang dibentuk
diperlukan keseimbangan antara basis sumberdaya antara satu

2
Poltak Sinambela, Reformasi Pelayanan Publik, (Jakarta: Bumi Aksara, 2006), 35-36

7
dengan yang lainnya. Hal ini perlu diupayakan agar tidak terjadi
disparitas yang mencolok di masa yang akan datang. Selanjutnya,
dalam usaha pembentukan wilayah pemekaran perlu dibentuk ruang
publik baru yang merupakan kebutuhan kolektif masyarakat di suatu
wilayah pemekaran.

Pada prinsipnya pemekaran wilayah bertujuan untuk


meningkatkan kesejahteraan masyarakat, dengan meningkatkan dan
mempercepat pelayanan, demokrasi, perekonomian daerah,
pengelolaan potensi daerah, keamanan dan ketertiban, hubungan
yang serasi antara pusat dan daerah. Pada hakekat tujuan pemekaran
wilayah sebagai upaya peningkatan sumber daya berkelanjutan,
meningkatkan keserasian dan perkembangan antar sektor,
memperkuat integrasi nasional. Untuk mencapai tujuan itu semua
perlu adanya peningkatkan kualitas sumber daya aparatur disegala
bidang karena peran sumber daya manusia diharapkan dapat
meningkatkan kinerja organisasi dalam memberikan pelayanan
prima kepada masyarakat serta mendukung dalam pengembangan
wilayah didaerah. Strategi pengembangan sumber daya manusia
yang dilakukan secara konsisten dan berkesinambungan melalui
proses akumulasi dan utilisasi modal manusia telah terbukti memiliki
peran strategis bagi upaya peningkatan kesejahteraan masyarakat
luas. Ini menjelaskan pentingnya penerapan dan penegakan strategi
manajemen sumber daya manusia yang berorientasi investasi
sumberdaya manusia pada level organisasi sehingga mampu
berkontribusi bagi peningkatan daya saing bangsa secara
berkesinambungan.3

Salah satu hambatan yang cukup serius yang sering dihadapi


oleh Pemerintah Kabupaten/Kota baru hasil dari pemekaran daerah
yaitu pelaksanaan pemerintahan dan pembangunan serta pemberian
pelayanan kepada masyarakat belum sesuainya kualitas kerja

3
Satjipto Raharjo, Ilmu Hukum (Bandung: Alumni, 1986), 12

8
aparatur dengan apa yang diinginkan masyarakat, kurang tersedianya
tenaga manusia dalam hal ini sumber daya manusia yang ahli dan
sesuai dengan bidang kerjanya, kurang terampilnya aparatur
pemerintah daerah dalam menangani tugas-tugas yang dibebankan
kepadanya, dan kondisi kapasitas administratif pegawai yang tidak
memadai. Maka dari pada itu perlu dilakukan pengembangan sumber
daya manusia aparatur karena dapat meningkatkan kemampuan
aparatur baik kemampuan profesionalnya, kemampuan wawasannya,
kemampuan kepemimpinannya maupun kemampuan pengabdiannya
sehingga pada akhirnya akan meningkatkan kinerja seorang
aparatur.4

B. Faktor Yang Mempengaruhi Pemekaran Daerah

Eugene Bardach di dalam bukunya yang sangat provokatif yaitu


The Implementation Game menyatakan bahwa sulit untuk membuat
sebuah program dan kebijakan umum yang kelihatannya bagus di atas
kertas. Lebih sulit lagi merumuskannya dalam kata-kata dan slogan-slogan
yang kedengarannya mengenakkan bagi telinga para pemimpin dan para
pemilih yang mendengarkannya. Dan lebih sulit lagi untuk
melaksanakannya dalam bentuk dan cara yang memuaskan semua orang
termasuk mereka yang dianggap sebagai klien. Bardach bermaksud
melukiskan kesulitan-kesulitan dalam mencapai kesepakatan di dalam
proses kebijakan publik dan menerapkan kebijakan tersebut. Hal ini
terlihat pada pelaksanaan kerja serta pemindahan dari tujuan yang
disepakati ke proses pencapaian tujuan tersebut.

Jones sendiri menilai bahwa dalam Implementasi Kebijakan,


pergeseran atau pemindahan yang dimaksudkan oleh Bardach tadi
merupakan salah satu masa tenggang yang populer dalam proses kebijakan
publik, yaitu pergeseran dari aspek politik ke aspek administrasi. Dengan
demikian cukup penting untuk diakui bahwa tidak ada gambaran yang
jelas tentang kebijakan umum di dalam praktik. Pada bagian akhir dari
4
Jimly, Hukum Pemerintahan Daerah (Jakarta: Gramedia, 2011), 24

9
penjelasannya, Bardach juga mengatakan bahwa proses kesepakatan untuk
menyetujui suatu program tertentu jarang memecahkan masalah yang
memuaskan bagi setiap orang.5

Hogwood dan Gunn menyatakan secara garis besar menjelaskan


bahwa kegagalan suatu kebijakan (policy failure) dapat dikelompokkan
menjadi dua katagori. Pertama, yaitu tidak terimplementasikannya
kebijakan itu (non implementation gap) dan Implementasi Kebijakan yang
tidak berhasil (unsuccesfull implementation). Tidak terimplementasinya
kebijakan berarti bahwa suatu kebijakan tidak berjalan sesuai dengan
harapan, bahkan bisa diakibatkan karena pihak-pihak yang bertanggung
jawab dalam implementasi tidak bersedia bekerjasama, atau sedemikian
luasnya jangkauan yang ingin dicapai oleh kebijakan. Masih menurut
Hogwood dan Gunn, agar implementasi kebijakan dapat dilaksanakan
dengan baik maka harus memperhatikan faktor-faktor berikut ini yaitu:

1. kondisi eksternal yang dihadapi organisasi dan instansi pelaksana


tidak akan menimbulkan gangguan dan kendala.
2. untuk melaksanakan kebijakan harus tersedia waktu dan sumber-
sumber yang memadai;
3. keterpaduan antar sumber daya yaitu manusia, dana dan fasilitas-
fasilitas pendukung lainnya;
4. kebijakan yang di implementasikan harus didasari hubungan
kausalitas yang erat;
5. hubungan kausalitas harus bersifat langsung dan hanya sedikit mata
rantai penghubungnya;
6. hubungan saling ketergantungan harus kecilpemahaman yang
mendalam;
7. kesepakatan terhadap tujuan;
8. tugas-tugas harus terperinci dan ditempatkan pada urutan yang tepat;
9. komunikasi dan koordinasi yang sempurna;dan

5
Ibid, 45

10
10. pihak-pihak yang memiliki wewenang dapat menuntut dan
memperoleh kepatuhan kewenangan.
Menurut Mazmanian dan Sabatier dalam rangka
memformulasikan penelitian tentang Implementasi Kebijakan hal
terpenting adalah merancang dan mengidentifikasikan variabel-
variabel yang dianggap penting, kemudian menetapkan varibel mana
yang paling mempengaruhi dalam menentukan berhasil atau
gagalnya suatu kebijakan. Masih menurut kedua ahli tadi, Sabatier
dan Mazmanian, bahwa variabel-variabel yang dapat mempengaruhi
berhasil atau gagalnya suatu kebijakan adalah sebagai berikut:

1) mudah atau tidaknya masalah yang akan dikerjakan;

2) kemampuan keputusan kebijakan untuk menstrukturkan secara


tepat proses implementasi kebijakan;dan

3) pengaruh langsung berbagai variabel politik terhadap


keseimbangan dukungan bagi tujuan yang termuat dalam
keputusan tersebut.6

C. Tinjauan Pemekaran Daerah

Pemekaran daerah adalah suatu proses membagi satu daerah


administratif (daerah otonom) yang sudah ada menjadi dua atau lebih
daerah otonom baru berdasarkan Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014
Tentang Pemerintahan Daerah. Landasan pelaksanaannya didasarkan pada
PP nomor 78 Tahun 2007 Tentang Tata Cara Pembentukan, Penghapusan,
dan Penggabungan Daerah.

Untuk melihat perkembangan suatu daerah pemekaran, diperlukan


adanya perbandingan kinerja daerah tersebut sebelum dan sesudah
pemekaran. Dari hal ini akan terlihat, apakah terjadi perubahan (kemajuan)
yang signifikan pada suatu daerah setelah dimekarkan. Pendekatan
semacam ini dapat dianggap kurang tepat bila tidak ada pembanding yang
setara. Di samping itu, perbandingan dapat dilakukan antara daerah induk
6
Mahfud MD, Pemekaran Daerah dalam Konsep Desentralisasi (Yogyakarta:UII Press), 152

11
dan DOB sehingga dapat dilihat bagaimana dampak yang terjadi di kedua
daerah tersebut setelah pemekaran. Perbandingan juga dilakukan terhadap
perkembangan rata-rata daerah kabupaten/kota dalam satu propinsi yang
sama. Hal ini dimaksudkan untuk melihat secara umum kondisi daerah
DOB, daerah induk. maupun daerah sekitarnya.7

Perbandingan perkembangan pemekaran wilayah dapat dilihat pada


beberapa aspek yaitu:

1) kinerja perekonomian daerah.

2) kinerja keuangan daerah;

3) kinerja pelayanan publik; serta

4) kinerja aparatur pemerintah daerah.8

D. Prosedur Pemekaran Daerah

UndangUndang Nomor 23 Tahun 2014 menentukan bahwa dalam


pelaksanaan desentralisasi dilakukan penataan daerah. Pasal 31 ayat (3)
UU No, 23 Tahun 2014 menentukan bahwa penataan daerah terdiri dari
atas pembentukan daerah dan penyesuaian daerah. Adapun tujuan
dilakukanya penataan daerah adalah mewujudkan efektifitas
penyelenggaraan pemerintahan daerah, mempercepat peningkatan
kesejahteraan masyarakat, mempercepat peningkatan pelayanan
masyarakat, meningkatkan kualitas tata kelola pemerintahan,
meningkatkan daya saing daerah dan daya saing nasional, dan memelihara
keunkan adat istiadat, tradisi, budaya daerah.9

Pasal 32 UU No. 23 Tahun 2014 menentukan bahwa pembentukan


daerah berupa pemekaran daerah dan penggabungan daerah. Berdasarkan
ketentuan pasal tersebut, maka dapat diketahui bahwa pembentukan daerah
7
Mochtar Kusumaatmadja, Pembinaan Hukum Dalam Rangka Pembangunan Nasional (Bandung:
Bina Cipta, 1986), 29
8
Lihat UU No, 23 Tahun 2014

9
Lihat Pasal 31 ayat (1) – (4) UU No, 23 Tahun 2014

12
dapat dilakukan dengan pembentukan daerah melalui pemekaran daerah,
dan pembentukan daerah melalui penggabungan daerah. Berkaitan dengan
pemekaran daerah, Pasal 33 Ayat (1) UU No. 23 Tahun 2014 menentukan
bahwa pemekaran daerah berupa pemecahan daerah provinsi atau daerah
kabupaten/kota untuk menjadi 2 (dua) daerah atau lebih daerah baru atau
penggabungan bagian daerah dari daerah yang bersanding dalam 1 (satu)
daerah provinsi menjadi satu daerah. Adapun untuk memekarkan satu
daerah provinsi maupun kabupaten/kota UU No. 23 Tahun 2014
menentukan bahwa daerah yang akan dimekarkan harus melalui tahapan
daerah persiapan selama 3 (tiga) tahun, dengan tujuan agar nantinya
daerah baru yang akan dimekarkan ketika menjadi satu daerah baru benar-
benar siap dalam mengurus dan mengatur kepentingan daerahnya dan
tidak membebani daerah induknya.10

Secara umum, pembentukan daerah persiapan sebagaimana yang


dimaksud dalam Pasal 33 Ayat (1) UU No. 23 tahun 2014, harus
memenuhi 2 (dua) persyaratan, yaitu persyaratan pertama, persayaratan
dasar yang dimana persyaratan dasar terbagi atas persayaratan dasar
kewilayahan yang meliputi luas wilayah minimal, jumlah penduduk
minimal, batas wilayah, cakupan wilayah, batas usia minimal daerah
provinsi, daerah kabupaten/kota, dan kecamatan.11

Persayaratan dasar kedua yang harus dipenuhi adalah


persyaratan kapasitas daerah yang meliputi:

1. Geografi,

2. Demografi,

3. Keamanan,

4. Sosial politik, adat istiadat, dan tradisi,

5. Potensi ekonomi,
10
Ibid, 34

11
Lihat Pasal 35 UU No. 23 Tahun 2014

13
6. Keuangan daerah,

7. Kemampuan penyelenggaran pemerintahan.12

Persyaratan kedua yang harus dipenuhi untuk pembentukan daerah


persiapan adalah persyaratan administratif, yang dimana dalam
persyaratan administratif terbagi lagi atas persyaratan administratif untuk
pembentukan daerah persiapan provinsi dan pembentukan daerah
persiapan kabupaten/kota. Adapun persyaratan administratif untuk
pembentukan daerah persiapan provinsi adalah sebagai berikut:

1. Persetujuan bersama DPRD kabupaten/kota yang akan menjadi cakupan


wilayah daerah persiapan,

2. Persetujuan bersama DPRD provinsi induk dan gubernur daerah


provinsi induk.

Sedangkan persyaratan administrative untuk pembentukan daerah


persiapan kabupaten/kota meliputi:

1) Keputusan musyawarah desa yang akan menjadi cakupan wilayah


daerah kabupaten/kota,
2) Persetujuan bersama DPRD kabupaten/kota induk dengan
bupati/walikota daerah induk,
3) Persetujuan bersama DPRD provinsi dengan gubernur dari daerah
provinsi yang akan mencakupi daerah persiapan kabupaten/kota yang
akan dibentuk.13
Berkaitan dengan prosedur pemekaran daerah persiapan satu
daerah sebagaimana dimaksud dalam pasal 33 Ayat (2), daerah persiapan
diusulkan oleh gubernur kepada pemerintah pusat, DPR RI, dan DPRD RI
dengan melampirkan persyaratan dasar kewilayahan dan persyaratan
administratif yang telah dipenuhi sebagai syarat pembentukan daerah
persiapan provinsi maupun kabupaten/kota. Berdasarkan usulan tersebut,

12
Lihat Pasal 36 UU No. 23 Tahun 2014

13
Lihat UU No. 23 Tahun 2014

14
pemerintah pusat melakukan penilaian terhadap pemenuhan syarat-syarat
yang telah disebutkan sebelumnya, hasil penilaian tersebut disampaikan
oleh pemerintah pusat kepada DPR RI untuk mendapat persetujuan. Dalam
hal DPR RI menyetujui usulan pembentukan daerah persiapan tersebut
pemerintah pusat membentuk Tim Kajian Independen untuk melakukan
kajian terhadap persyaratan dasar kapasitas daerah. selanjutnya hasil kajian
Tim Independen disampaikan kepada pemerintah pusat. Selanjutnya oleh
pemerintah pusat dikonsultasikan kepada DPR RI. Berdasarkan hasil
konsultasi tersebut dijadikan dasar pertimbangan oleh pemerintah pusat
dalam menentapkan kelayakan pembentukan satu daerah persiapan, dan
perlu diketahui bahwa untuk menetapkan satu daerah persiapan, ditetapkan
dengan Peraturan Pemerintah.
Berkaitan dengan ditetapkan satu daerah persiapan dengan
peraturan pemerintah, maka selama daerah persiapan menjalani tahapan
daerah persiapan, UU No.23 Tahun 2014 menentukan bahwa pemerintah
pusat wajib melakukan pengawasan, pembinaan, dan mengevaluasi daerah
persiapan tersebut dan menyampaikan hasil pengawasan, pembinaan dan
hasil evaluasi tersebut kepada DPR RI. Berkaitan dengan lembaga negara di
atas, UU No. 23 Tahun 2014 juga menentukan wajib melakukan
pengawasan pada daerah persiapan yang telah terbentuk.
Berdasarkan penjelasan sebelumnya, diketahui bahwa jangka
waktu yang harus dilalui oleh satu daerah persiapan untuk dibentuk menjadi
satu daerah baru adalah 3 (tiga) tahun dan paling lama 5 (lima) tahun, oleh
karena itu UU No. 23 Tahun 2014 menentukan bahwa setelah satu daerah
persiapan melalui jangka waktu yang ditentukan, maka pemerintah pusat
wajib melakukan evaluasi akhir dalam hal ini untuk menentukan apakah
daerah persiapan tersebut layak atau tidak untu dijadikan satu daerah baru.
Apabila daerah persiapan tersebut dinyatakan layak, maka pembentukan
daerah tersebut ditetapkan dengan undang- undang pembentukan daerah.
Dan apabila daerah tersebut tidak layak, maka statusnya sebagai daerah
persiapan dicabut dengan peraturan pemerintah dan dikembalikan ke daerah
induknya.

15
E. Solusi Pengaturan Daerah Pemekaran Yang di Anggap Gagal Dalam
Melaksanakan Otonomi Daerah
Berbicara mengenai solusi pengaturan bagi daerah yang dianggap
gagal dalam melaksanakan otonomi daerah, maka secara otomatis ada hal
yang menyebabkan satu daerah tersebut gagal. Untuk itu sebelum lebih jauh
membahas solusi pengaturan terhadap daerah yang dinyatakan gagal,
terlebih dahulu harus diketahui penyebab terjadinya satu daerah dimekarkan
dan penyebab gagalnya satu daerah pemekaran melaksanakan otonomi
daerah. Adapun penyebab satu daerah dimekarkan secara umum dapat
dipetakan sebagai berikut:
1. Keadaan wilayah yang luas serta jumlah penduduk. Luas daerah dan
bentuk geografis Indonesiayang merupakan kepulauan membutuhkan
rentang kendali yang panjang, serta jumlah penduduk yang banyak
akann mengakibatkan pelayanan terhadap masyarakat tidak efektif dan
efesien, sehingga pemerintah perlu memperpendek rentang kendali
pemerintahan tersebut dengan cara memekarkan satu daerah dengan
tujuan.
2. Perbedaan etnis (budaya) dalam satu wilayah pemerintahan.
3. Untuk mendapatkan keadilan.
4. Timpangnya pemerataan pembangunan.
5. Untuk mendapatkan status kekuasaan.
Adapun faktor-faktor yang menyebabkan satu daerah gagal melaksanakan
otonomi daerah adalah sebagai berikut:
1) Kinerja aparat pemerintahan Daerah (SDM),
2) Usia penyelenggaraan pemerintahan daerah satu yang akan dimekarkan,
3) Longgarnya peraturan perundang-undangan yang ada.
4) Motivasi pemekaran daerah dari cara yang salah.
Pemahaman yang keliru pada kelompok elit adalah pembentukan
daerah melalui penggabungan maupun pemekaran daerah dimaksudkan
sebagai jalan keluar untuk mewujudkan bentuk identitas yang berbeda atau
sebagai akibat reaktif perlakuan daerah induk yang tidak adil, untuk
memperoleh Dana Alokasi Umum (DAU), Sehingga tuntutan tuntutan

16
pemekaran daerah seakan-akan dimaknai sebagai hak asasi daerah untuk
menentukan identitasnya.14
Berkaitan dengan solusi pengaturan bagi daerah yang gagal
melaksanakan otonomi daerah, UU No. 23 tahun 2014 menentukan bahwa
suatu daerah hasil pemekaran apabila tidak mampu menyelenggarakan
otonomi daerah, maka daerah tersebut dapat digabungkan kembali dengan
daerah induknya ataupun dengan daerah lain. Ketentuantentang daerah
dapat digabungkan apabila tidak dapa menyelenggarakan otonomi daerah
bukan hanya terdapat dalam ketentuan UU No. 23 Tahun 2014
saja,melainkan undang-undang pemerintahan daerah sebelum UU No.
23 Tahun 2014 telah menentukan daerah yang tidak dapat
menyelenggarakan otonomi daerah dapat dihapus dan digabungkan dengan
daerah lain. Namun, jika kita melihat sejarah pemerintahan negara indonesia
dan sejarah pemerintahan daerah dari tahun 1945 sampai sekarang ini, dapat
diketahui bahwa pemerintah Negara Indonesia belum pernah melakukan
penggabungan daerah sebagaimana yang dimaksud dalam UU No.23 Tahun
2014 tersebut atau undang-undang pemerintahan daerah sebelumnya.
Sehingga terkesan bahwa pemerintah selama ini hanya terfokus melakukan
pemekaran daerah provinsi dan pemekaran kabupaten/kota. Maka
berdasarkan penjelasan sebelumnya maka solusi yang ditawarkan oleh
penulis adalah sebagai berikut:
Pertama, dari segi peraturan perundang-undangan yang mengatur
tentang pemekaran daerah yaitu UU No. 23 Tahun 2014 maupun aturan
pelaksana dari UU No. 23 Tahun 2014, seharusnya mencantumkan tentang
sanksi yang tegas bagi pengusul pemekaran daerah yang data-datanya
tidak sesuai dengan kondisi yang ada di daerah. mengimplementasikan
ketentuan dari Pasal 47 Ayat (1) UU No. 23 Tahun 2014 yang dimana
dikatakan bagi daerah yang tidak mampu menyelenggarakan otonomi
daerah, maka daerah tersebut harus digabungkan dengan kembali dengan
daerah induknya atau dengan daerah lain. Ketiga, dari segi pembinaan dan
pengawasan. Seharusnya pemerintah lebih mengefesienkan pembinaan dan

14
Bagir Manan, Menyongsong Fajar Otonomi Daerah (Yogyakarta: UII Press, 2001), 147

17
pengawasan dari tahap daerah persiapan sampai pada tahap pemekaran
daerah dengan membentuk satu lembaga yang berwenang melakukan
pengawasan serta memberikan pembinaan kepada daerah-daerah
pemekaran, dan bertanggung jawab kepada presiden. Keempat, sebaiknya
pengajuan usulan pemekaran daerah sebaiknya dilakukan melalui satu pintu
yakni pemerintah.15
Berdasarkan penjelasan di atas, maka langkah-langkah yang harus
dilakukan oleh pemerintah adalah sebagai berikut:
1. Dalam peraturan perundang-undangan pemerintahan daerah
mencantumkan sanksi yang tegas bagi yang mengusulkan pemekaran
daerah yang data-data yang dicantumkan dalam pemekaran daerah
tidak sesuai dengan kondisi daerah yang sebenarnya.
2. Segera melakukan penggabungan daerah bagi daerah yang dinyatakan
gagal melaksanakan otonomi daerah, dengan dasar Pasal 47 Ayat (1)
UU No. 23 Tahun 2014.
3. Menutup pintu DPR dan DPD dalam hal pengajuan permohonan untuk
memekarkan daerah, menjadi satu pintu yaitu pemerintah pusat.
4. Memperkuat fungsi kontrol terhadap pemerintah daerah yang dilakukan
oleh masyarakat, pemerintah pusat dan lembaga legislatif daerah,
meningkatkan mutu pendidikan sehingga memunculkan sumber daya
manusia yang berkualitas (berkaitan dengan kinerja aparatur pemerintah
daerah), dalam memahamani asas-asas umum pemerintahan yang baik
meliputi:
a. Asas persamaan
b. Asas Kepercayaan
c. Asas Kepastian Hukum
d. Asas Kecermatan
e. Asas Pemberian Alasan
f. Asas Larangan bertindak kesewenang-wenangan
5. Membentuk netralitas tim independen yang memberikan penilaian atas
pemekaran daerah, untukmenghindari kemungkinan perbenturan
15
Stefanus, Perkembangan Kekuasaan Pemerintah Negara (Yogyakarta: Univ Atmajaya, 1998),
38

18
pandangan politik antara pihak-pihak tertentu dalam daerah ataupun
pimpinan pemerintahan daerah dan aparatur birokrasi, serta masyarakat
daerah induknya.16

BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Pemekaran daerah/wilayah bertujuan untuk meningkatkan
kesejahteraan masyarakat melalui Percepatan pelayanan kepada
masyarakat, Percepatan pertumbuhan kehidupan demokrasi, Percepatan
pertumbuhan pembangunan ekonomi daerah, Percepatan pengelolaan
potensi daerah, Peningkatan keamanan dan ketertiban.

faktor-faktor berikut ini yaitu, kondisi eksternal yang dihadapi


organisasi dan instansi pelaksana tidak akan menimbulkan gangguan dan
kendala, untuk melaksanakan kebijakan harus tersedia waktu dan sumber-
sumber yang memadai, keterpaduan antar sumber daya yaitu manusia,
dana dan fasilitas-fasilitas pendukung lainnya, kebijakan yang di
implementasikan harus didasari hubungan kausalitas yang erat, hubungan
kausalitas harus bersifat langsung dan hanya sedikit mata rantai
penghubungnya, hubungan saling ketergantungan harus kecilpemahaman
yang mendalam, kesepakatan terhadap tujuan, tugas-tugas harus terperinci
dan ditempatkan pada urutan yang tepat, komunikasi dan koordinasi yang
sempurna;dan, pihak-pihak yang memiliki wewenang dapat menuntut dan
memperoleh kepatuhan kewenangan.
16
Jimly, Pilar-Pilar Hukum Tata Negara dan Demokrasi (Jakarta: Konstitusi Press, 2005), 44

19
Perbandingan perkembangan pemekaran wilayah dapat dilihat pada
beberapa aspek yaitu, kinerja perekonomian daerah, kinerja keuangan
daerah, kinerja pelayanan publik; serta, kinerja aparatur pemerintah
daerah.

persayaratan dasar kewilayahan yang meliputi luas wilayah


minimal, jumlah penduduk minimal, batas wilayah, cakupan wilayah,
batas usia minimal daerah provinsi, daerah kabupaten/kota, dan
kecamatan.

DAFTAR PUSTAKA

Sirajudin, 2011, Hukum Pelayanan Publik, Malang: Setara Press.

Sinambela Poltak, 2006, Reformasi Pelayanan Publik, Jakarta: Bumi Aksara.

Raharjo Satjipto, 1986, Ilmu Hukum Bandung: Alumni.

Jimly, 2011, Hukum Pemerintahan Daerah, Jakarta: Gramedia.

Mahfud MD, 2014, Pemekaran Daerah dalam Konsep Desentralisasi,


Yogyakarta: UII Press.

Kusumaatmadja Mochtar, 1986, Pembinaan Hukum Dalam Rangka


Pembangunan Nasional, Bandung: Bina Cipta.

Manan Bagir, 2001, Menyongsong Fajar Otonomi Daerah, Yogyakarta: UII


Press.

Stefanus, 1998, Perkembangan Kekuasaan Pemerintah Negara, Yogyakarta: Univ


Atmajaya.

Jimly, 2005, Pilar-Pilar Hukum Tata Negara dan Demokrasi, Jakarta: Konstitusi
Press.

20

Anda mungkin juga menyukai