Anda di halaman 1dari 19

MAKALAH

Strategi Reformasi Pemerintahan Daerah dan Desa


dalam Teori dan Norma Konstitusi
(Negara Bagian dan Pemerintahan Lokal)

Oleh
Decy Mutia Suhartini, S.Pi
NIM 530077976

UNIVERSITAS TERBUKA
JURUSAN MAGISTER ADMINISTRASI PUBLIK
UPBJJ SAMARINDA
KATA PENGANTAR

Segala puji dan juga syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT, karena telah
memberikan rahmat dan kasih sayang- Nya sehingga penulisan makalah tentang Strategi
Reformasi Birokrasi Pemerintahan Daerah dan Pemerintahan Desa berdasarkan sains dan
Norma Konstitusi dapat terselesaikan tepat pada waktunya.

Pembahasan makalah tentang Pemerintahan di Daerah ini terkait bagaimana atau


langkah-langkah yang dilakukan untuk mereformasi penyelenggaraan pelayanan publik
di pemerintahan daerah dan desa jika dilihat berdasarkan keilmuan atas teori-teori dan
aturan-aturan dalam perundnag-undangan serta aplikasi di lapangan yang seringkali
menunjukkan permasalahan yang berkenaan dengan strategi yang harus dilakukan.

Ucapan terima kasih yang sebesar-besarnya atas bimbingan dan petunjuk dari
semua pihak yang telah membantu hingga tersusunnya makalah ini. Penulis juga
menyadari, makalah ini masih jauh dari kesempurnaan, untuk itu kami harapkan atas
kritik serta saran sebagai masukan dalam rangka perbaikan sangat diharapkan.

Tana Paser, 25 November 2022

Penulis

i
DAFTAR ISI

Halaman
KATA PENGANTAR
DAFTAR ISI
BAB I. PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang ............................................................................................ 1
1.2. Manfaat dan Tujuan Penulisan...................................................................... 5

BAB II. PEMBAHASAN


2.1. Landasan Teori ............................................................................................ 6
2.2. Analisis Permasalahan .................................................................................. 12
2.3. Peningkatan Kapasitas Pemerintahan Daerah dan Desa ................................ 12
2.4. Efektifitas Pengelolaan Dana Desa ............................................................... 12
2.5. Kedudukan Desa secara Hukum ................................................................... 13

BAB III. PENUTUP


3.1. Kesimpulan .................................................................................................. 15
3.2. Saran ...................................................................................................... 15

DAFTAR PUSTAKA

ii
BAB I. PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang


Konsep reformasi birokrasi merupakan sebuah konsep yang menghadirkan pola
pikir dan budaya kerja aparatur negara dan organisasi untuk melakukan pembaharuan dan
perubahan mendasar terhadap sistem penyelenggaraan pemerintahan yang meliputi aspek
kelembagaan (organisasi), ketatalaksanaan dan sumber daya manusia. Inti dari reformasi
birokrasi pada organisasi publik adalah proses pemberian pelayanan publik berupa
pemenuhan hak-hak sipil dan kebutuhan mendasarnya yang menjadi keperluan
masyarakat banyak. Pelayanan publik merupakan tujuan dari penyelenggaraan
pemerintahan, tugas ini harus dikerjakan oleh pemerintah secara optimal dalam rangka
untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat di daerah. Berbagai permasalahan dalam
penyelenggaraan pelayanan diantaranya terkait faktor sumber daya manusia, komitmen
pimpinan, kualitas dan moralitas SDM serta sistem kerja.
Dalam rangka mewujudkan reformasi birokrasi disektor pelayanan publik, maka
gagasam-gagasan tersebut pelaksanaan reformasi diarahkan pada pencapaian tujuan
pembangunan nasional, baik sosial maupun ekonomi, maka konsep reformasi birokrasi
hendaknya mencakup :
1). Menekankan pada program-program prioritas pemerintah
2). Sikap dan perilaku atau kode etik pelayanan publik
3). Reformasi birokrasi ditingkat manajemen dan komunikasi aktif
4). Efisiensi dan efektivitas penggunaan anggaran atau sumber daya
5). Mengurangi perananan pekerjaan rutin yang cukup longgar di struktur APBD
Desa merupakan otoritas paling bawah dalam struktur kenegaraan, kedudukan
desa di dalam tatanan pemerintahan lokal terbilang cukup unit, selain merupakan struktur
terkecil, desa juga mempunyai hak kewenangan sebagai daerah otonom untuk
penyelenggaraan pembangunan pada tingkat wilayahnya, fakta bahwa desa merupakan
suatu kesatuan wilayah adat dan mempunyai karakteristik tersendiri dalam unsur
pemerintahannya menjadikan tantangan tersendiri bagi desa dalam menyelesaikan
pembangunan dengan problem-problem pemberdayaan masyarakat dan upaya
kemandiriannya. Maka program prioritas Desa adalah pembangunan ekonomi desa
dengan bertumpu pada kekuatan yang dimilikinya, potensi serta sumber daya alam dan

1
potensi sumber daya manusia untuk menjadi modal dalam meningkatkan ekonomi desa.
Sebagaimana diatur dalam UU nomor 6 tahun 2014, menyebutkan bahwa desa merupakan
wilayah dengan kesatuan hukum yang dibentuk atas prakarsa masyarakat dan
keberadaannya diakui oleh Pemerintah Negara Republik Indonesia. Maka konsep
pembangunan yang menjadi prioritas pembangunan di desa adalah pemberdayaan
ekonomi masyarakat desa dalam menunjang pembangunan secara menyuluruh di seluruh
wilayah negara Indonesia. Untuk itu berdasarkan pada hak otonomi daerah maka dengan
diundangkagnnya tentang Desa berdasarkan UU nomor 6 tahun 2014, pemerintah desa
mendapatkan ha katas pengelolaan anggaran desa melalui dana desa serta pengelolaan
sumber-sumber kekayaan daerah untuk menunjang ekonomi desa. Dengan keistimewaan
karakteristik pemerintahan desa, maka dalam mewujudkan kemandirian, sinergitas
anatara program pemerintah pusat dan daerah sangat diperlukan. Pemerintah pusat
mendorong pemerintah daerah hingga desa untuk mewujudkan program-program
prioritas di masyarakat, demikian juga desa mengegrakkan masyarakat untuk bersama-
sama menciptakan kehidupan yang kreatif, sehat dan berdaya saing untuk merangsang
pertumbuhan ekonomi di desa.
Berdasarkan kewenangan desa sebagaimana termuat dalam UU nomor 6 tahun
2014 tentang Desa dan UU nomor 24 tentang Peraturan Pelaksanaan UU Nomor 6 tahun
2014 tentang Desa, selain menyebutkan kewenangan akan hak desa, maka kewenangan
pelayanan yang juga diberikan kepada desa meliputi :
- Pelayanan dasar fisik yang terkait dengan infrastruktur, sarana dan prasarana umum
seperti jalan, tempat ibadah, tempat ekonomi seperti pasar desa, tempat sampah dan
lain sebagainya sesuai dengan kebutuhan prioritas sarana umum di desa
- Pelayanan administrasi kependudukan yang merupakan perpanjangan dari pelayanan
kecamatan atas urusan kabupaten/kota, untuk mempermudah jangkauan layanan di
desa, maka penyerahan penyelenggaraan layanan yang ada di desa antara lain
pelayanan perizinan tingkat desa seperti surat pengantar IMB, surat rekomendasi
pendirian bangunan, pelayanan non perizinan seperti surat keterangan mohon ijin
galian C, surat keterangan warga tidak mampu/miskin, surat keterangan penduduk
atau domisili dan lain-lain.
- Pelayanan sosial, pelayanan sosial yang dilakukan oleh desa masih sangat terbatas
pada kemampuan dan swadaya oleh masyarakat, sehingga relatif sangat sederhana

2
merupakan langkah awal tindakan keselamatan pertama sebelum mendapat rujukan
atau bantuan langsung dari pemerintah kabupaten atau yang di atasnya.
- Pelayanan lainnya seperti pelayanan dalam rangka mendapatkan bantuan
pemerintah, data, pembagian kartu atau pembuatan surat keterangan untuk
membantu melaksanakan pelimpahan tugas prioritas dari pemerintah pusat atau
daerah.
Desa, sebagaimana dijelaskan dalam UU nomor 6 yahun 2014 bahwa merupakan
satu kesatuan hukum yang mempunyai kewenagan untuk mengatur dan mengurus
penyelenggaraan daerahnya sendiri dalam bagian wilayah kabupaten yang berdasarkan
UU nomor 23 tahun 2014 tentang desentralisasi dalam pelaksanaan otonomi daerahnya,
maka pengelolaan daerah juga diikuti dengan pelimpahan kewenangan dalam mengatur
urusan keuangan daerah tak terkecuali desa. Dalam struktur APBN terdapat alokasi
TKDD atau Tansfer ke Daerah dan Dana Desa, yang merupakan alokasi dana
perimbangan ynag diberikan pemerintah pusat untuk membantu dalam pemerataan
pembangunan di daerah. TKDD terdiri atas Dana Alokasi Umum (DAU), Dana Alokasi
Khusu (DAK), Dana Bagi Hasil (DBH), Dana Otonomi Khusus (Otsus), Dana
Keistemewaan (Dais) dan Dana Desa. Alokasi atau ketentuan besaran dana desa yang
diberikan sebesar 10% dari dana perimbangan setelah dikurangi dana DAK.
Permendes nomor 21 tahun 2015 secara jelas mengamanatkan penggunaan dana
desa diprioritaskan pada pembangunan dan pemberdayaan masyarakat desa dan
dilaksanakan secara terencana dan terprogram dengan mengacu pada rencana kerja dan
rancangan belanja desa yang tertuang dalam RPJMDes. Dalam Peraturan Menteri Desa
Tertinggal, dan Transmigrasi nomor 7 tahun 2921, maka prioritas program pembangunan
dan pemberdayaan desa ditujukan pada :
- Pemulihan kegiatan ekonomi secara nasional yang meliputi upaya penanggulangan
kemiskinan, pembentukan, pengelolaan dan peningkatan kapasitas BUMDes serta
pengembangan usaha kreatif warga;
- Program prioritas lingkup nasional sesuai dengan kewenangan desa yang meliputi
pendataan. Pemetaan, penemoatan potensi desa serta pengelolaan tekhnologi
informasi, penguatan ketahanan pangan, pengembangan desa wisata, program
stunting dan desa inklusi)
- Mitigasi dan upaya pencegahan bencana non alam dalam kewenangan desa

3
Berbagai program prioritas di atas, maka dalam rangka mewujudkan sinergitas
dengan program nasional maka pengelolaan dana desa harus berada pada rambu-rambu
di atas, dengan menggunakan asas efektivitas dan efisiensi serta partisipasi masyarakat
dalam pelaksanaannya.
Isu-isu strategis yang telah dikemukan di atas, terkait dengan upaya percepatan
reformasi birokrasi hingga ke lingkup desa maka diperlukan strategi yang meliputi
kolaborasi dari semua pihak. Deputi Bidang Reformasi Birokrasi, Akuntabilitas Aparatur
dan Pengawasan Kementerian PANRB menjelaskan setidaknya ada 2 (dua) hal yang
perlu diperhatikan yakni pertama, diperlukan adanya Kerjasama semua pihak dalam
membina dan mengawal program RB sampai dengan ke daerah termasuk mekanisme
penghargaan (reward) dan pengakuan (acknowledgement), kemudian kedua, penguatan
kapasitas Tim Asistensi Daerah Kerjasama dengan akademisi untuk melakukan kajian
strategi. Berikut disimpulkan permasalahan dalam implementasi reformasi birokrasi di
daerah, antara lain :
1. Aplikasi reformasi birokrasi di daerah masih bersifat formalitas hanya sebatas
pemenuhan dokumen
2. Pelaksanaan RB tidak berfokus dan lokus pada akar permasalahan di daerah
3. Sinergitas strategi reformasi birokrasi tidak terintegrasi dari level atas sampai ke level
pimpinan bawah
4. Komitmen pimpinan kepala daerah hingga ke bawah yang belum optimal terhadap
permasalahan RB
Berkenaan dengan permasalahan dalam implementasi secara umum di daerah,
maka menjadi urgen terlebih dengan keistimewaan keberadaan desa sebagai kesatuan
otonomi yang memiliki banyak keterbatasan dalam pelaksanaannya. Untuk itu
pembahasahan terkait pembenahan reformasi birokrasi di tingkat desa dimulai dari aspek
kelembagaan (organisasi), ketatalaksanaan dan sumber daya aparatur. Pembenahan
aspek-aspek tersbeut perlu dilakukan untuk meningkatkan kepercayaan masyarakat akan
perangkat desa dan pada akhirnya akan mampu memberikan pengaruh positif terhadap
perubahan dan kemauan masyarakat untuk berpartisipasi dalam pembangunan
pemberdayaan di masyarakat daerah dan desa.

4
1.2. Manfaat dan Tujuan Penulisan
Manfaat penulisan makalah ini adalah untuk meningkatkan pemahaman terhadap
upaya mereformasi birokrasi pemerintahan desa terutama jika dikaji berdasarkan sains
atau keilmuan dan secara legitimasi konstitusi dalam konsep otonomi daerah. Sedangkan
tujuan penulisan makalah ini adalah selain sebagai upaya pemenuhan tugas mata kuliah
Pemerintah Daerah semester 2 program studi Manajemen Administrasi Publik pada
Universitas Terbuka, juga dalam upaya menjawab rumusan masalah sebagaimana
disebutkan di atas bahwa implementasi reformasi birokrasi sangat diperlukan karena
mempunyai peran yang strategis dalam ujung tombak pelayanan dan pembangunan serta
peningkatan kesejahteraan masyarakat di daerah dan desa, untuk itu diperlukan strategi-
strategi yang mampu mengungkit aspek reformasi birokrasi yang menjadi permasalahan
prakteknya di tingkat daerah.

5
BAB II. PEMBAHASAN

2.1. Landasan Teori


Otonomi daerah dalam konsep menurut UU nomor 32 tahun 2004 menuntut peran
pemerintah daerah untuk professional dalam mengelola birokrasi pemerintahannya.
Berdasarkan etymology istilah birokrasi yang berasal dari Yunani memiliki arti mengarah
pada administrasi dan manajemen. Reformasi merupakan proses yang sistematis, terpadu
dan komprehensif untuk merealisasikan tata pemerintahan dan baik (good governance).
Dalam kontek good governance maka Reformasi Birokrasi memiliki arti :
- Perubahan dalam pola pikir, sikap dan tingkah laku
- Perubahan mindset dilayani menjadi melayani
- Tanggung jawab atau prosefionalitas kerja
- Berorientasi pada outcome bukan pada kerja
- Perubahan manajemen organisasi
Langkah-langkah yang dapat dilakukan dalam upaya untuk mewujudkan
reformasi birokrasi pada level organisasi dapat dilakukan dengan cara :
a. Retrospeksi
Merupakan kegiatan atau upaya untuk melihat atau mengkaji Kembali kebijakan dan
program kerja yang telah diselenggarakan dalam penyelenggaraan pelayanan publik.
Seiring berjalannya waktu, kondisi politik dan sosial yang tidak stabil, perubahan
program prioritas nasional, perubahan peran pelaku pelayanan publik, kemajuan
tekhnologi, kesemuanya hal tersebut berdampak semakin banyaknya tuntutan
masyarakat, sehingga organisasi pemerintah daerah membutuhkan perubahan pola
kerja agar lebih responsive, adaptif, peka dan produktif dalam memberikan layanan
yang berkualitas
b. Reorientasi
Perubahan paradigma publik akan posisi daerah dan desa sebagai satu kesatuan
daerah otonomi berdasarkan asas desentralisasi, maka sistem pemerintahan tidak lagi
bersifat konvergensi namun lebih bersifat devergensi. Konvergensi merupakan
sistem pemerintahan sentralistik dengan peran pemerintah pusat yang lebih dominan
berbeda dengan konsep devergensi yakni lebih mengedepakan peran pemerintah
daerah, meskipun demikian dalam hal pengelolaannya tetap berpedoman pada aturan

6
Pemerintah agar terintegrasi sehingga arah pembangunan tetap dalam satu arah
tujuan.
c. Reposisi
Adanya pengaruh politik dan unsur kebijakan dalam manajemen pemerintahan pada
sektor publik dapat memberi dampak ketidakproporsionalan organisasi dalam
melaksanakan tugasnya, administrasi birokrasi menjadi lebih dominan dalam
penyelenggaraan pelayanan maka jurang ketimpangan jasa pelayanan publik akan
semakin timpang jika dibandingkan dengan kemampuan peran swasta dalam
memperoleh simpati masyarakat. Maka reposisi dianggap perlu dilakukan, pertama
dengan melakukan penyesuaian dan penataan Kembali struktur organisasi perangkat
daerah melalui cara pelembagaan, kemudian pengoptimalan peran sumber daya
manusia dalam jabatan tertentu dalam hal pemberdayaan. Reposisi bearti
meletakkna Kembali dasar atau segala hal yang memang sejak semula menjadi
tempatnya sehingga peran pemerintah dalam pelayanan merupakan kesadaran murni
atas tugas dan fungsi organisasi sebagai pelayan publik.
d. Reorganisasi
Reorganisasi dimaksudkan untuk mendapatkan efektivitas dan efisiensi dalam
penyelenggaraan pemerintahan. Perubahan struktur organisasi dimaksudkan untuk
memperpendek rentang birokrasi, memaksimalkan potensi sumber daya manusia,
meningkatkan professionalisme dan fungsi layanan lebih meningkat.
Keempat rekomendasi di atas, kemudian disimpulkan oleh Sofyan Effendi dalam
Sedarmayanti (2009) dalam melakukan reformasi birokrasi yakni reformasi birokrasi
dirahkan pada perbaikan kemampuan, professionalitas dna netralitas birokrasi publik
serta besarnya intervensi pemerintahan dalam kegiatan ekonomi mengakibatkan
penyelenggaraan pemerintahan rentan inefisiensi dalam anggaran.
Berdasarkan UU nomor 6 tahun 2014 tentang Desa, maka anggaran desa
dialokasikan untuk mengefektifkan program dan kegiatan yang menjadi prioritas desa.
Hooessien (2001c) menyatakan bahwa desentralisasi memiliki dua elemen yakni
pertama, pembentukan daerah otonom dan kedua, penyerahan pemerintahan kepada
daerah otonom tersebut. Otonomi daerah memberikan keleluasaan pemerintah dalam
penyelenggaraan pemerintahan daerah, pelaksanaan pembangunan dan peningkatan
kualitas layanan publik di daerah. Kompetensi daerah otonom dimanifestasikan dalam

7
pelayanan publik sesuai dengan amanat Undang-Undang Dasar 1945 dan TAP MPR No.
IV/MPR /2000.

2.2. Analisis Permasalahan


2.2.1. Penataan Kelembagaan Birokrasi Daerah dan Desa
Dalam menjalankan fungsinya sebagai pelayanan publik, pemerintahan Desa
merencanakan pengembangan kapasitas atau capacity building, maka efektivitas dalam
usaha untuk pencapaian tujuan maka terdapat tiga fokus kegiatan salah staunya adalah
dimensi penguatan organisasi. Berdasarkan UU nomor 32 tahu 2004 menjadi petunjuk
bagi desa untuk melakukan penataan kelembagaan terhadap desa agar dapat berlajan
efektif, dan efisien serta rasional. Adapun tujuan penataan kelembagaan sebagaimana
dimaksud dalam pasa 7 ayat (1) yakni :
- Meningkatkan efektivitas pelayanan pemerintahan di desa
- Percepatan peningkatan kesejahteraan masyarakat desa
- Meningkatkan kualitas pelayanan
- Meningkatkan kualitas tata Kelola pemerintahan desa
- Meningkatkan daya saing
Berdasarkan struktur organisasi menurut UU nomor 6 tahun 2014 tentang Desa, maka
terdapat 2 (dua) lembaga yang berada di bawah pertanggung jawaban desa yakni BPD
(Badan Permusyawaratan Desa) dan LPM yakni Lembaga Permberdayaan Masyarakat.
Badan Permusyawaratan Desa,
BPD merupakan Lembaga kemasyarakatan yang ada di desa, yang didirikan dengan
tujuan membuat aturan atau pedoman terkait sistem pengendalian sosial di masyarakat.
Sebagai contoh adalah membuat rancangan peraturan desa, membentuk panitia pemilihan
kepala desa, membuat atau menyusun tatib desa, menyelenggarakan kegiatan
penghimpunan aspirasi masyarakat desa, serta pengawasan terhadap aturan desa dan
kepala kepala desa.
Dewasa ini, peran Lembaga kesmayarakatan sangat rentan terhadap pengaruh paham atau
intimidasi terhadap kekuasaan. Dalam upaya mereformasi peran dan fungsi BPD dalam
masyarakat di Desa maka diperlukan Tindakan reposisi dan reorientasi dalam rangka
membantu pemerintah desa mengembalikan peran dan posisinya serta mengubah cara
pandang terhadap tugas dan fungsi BPD sebagai Lembaga pengawasan desa.

8
Kemudian secara konstitusi peran BPD sebagai Lembaga pengawasan tertuang dalam UU
nomor 6 tahun 2014 pasal 55 bahwa BPD mempunyai tugas membahas dan menyepakati
rancangan peraturan desa Bersama kepala desa, mendengarkan dan menyampaikan
aspirasi masyarakat desa serta melakukan pengawasan dan penilaian terhadap
penyelenggaraan pembangunan desa. Hal tersebut juga telah diatur dalam Permendagri
nomor 110 tahun 2016 tentang BPD.

Lembaga Pemberdayaan Masyarakat (LPM)


Peran Lembaga Pemberdayaan Masyarakat (LPM) menurut Permendagri nomor 5 tahun
2007 tentang penataan Lembaga Kemasyarakatan adalah sebagai Lembaga desa yang
mempunyai tugas dalam perencanaan, pelaksanaan dan pengendalian program
pembangunan di desa (pasal 211). Dalam PP nomor 72 tahun 2005 tentang Desa juga
disebutkan bahwa pengelolaan pembangunan dan pemberdayaan harus dapat
mewujudkan demokratisasi dan transparansi pembangunan pada tingkat masyarakat dan
mampu mendorong masayarakat desa untuk berperan aktif dalam pembangunan. Saat
ini peran LPM sebagai Lembaga yang mempunyai tugas dan fungi dalam mengawal
pembangunan dan pemberdayaan masayarakat desa masih dirasa sangat kurang. Dalam
tugas dan fungsinya tersebut, setidaknya LPM dapat berperan sebagai fasilitator, mediator
dan dinamisator.
Peran LPM sebagai lembaga fasilitator, hal ini dimaksudkan, LPM mampu memfaslitasi
kegiatan pemberdayaan di masyarakat desa yang telah diusulkan dalam program dan
kegiatan pembangunan di dalam rencana APBDes nya. Fasilitasi kegiatan pemberdayaan
yang dimaksud seperti melakukan pendampingan kegiatan peningkatan kapasitas sumber
daya aparatur desa atau masyarakat desa, menyediakan sarana dan prasarana kegiatan
pemberdayaan, fasilitator terhadap penyampaian aspirasi-aspirasi masyarakat daerah dan
desa pada Lembaga atau organisasi lain. Seringkali peran LPM hanya terbatas pada
memfasilitasi tempat serta mendengarkan usulan dari masyarakat atau kegiatan rutin desa
yang sudah umum dilakukan, namun belum banyak berbuat pada arah merencanakan
kegiatan pemberdayaan, memfasilitasi kegiatan peningatan ekonomi kerakyatan,
penambahan wawasan masyarakat dan minat.
Peran LPM sebagai lembaga mediator dalam pembangunan daerah atau desa, maksudnya
adalah LPM berperan dalam menyampaikan hasil usulan rencana pembangunan kepada

9
masyarakat, penyampaian juga harus diiringi dengan tetap memberikan ruang partisipasi
bagi masyarakat, seringkali usulan pembangunan tidak serta merta dapat dipenuhi untuk
itu perlu pemahaman kepada masyarakat, sehingga masyarakat juga memahami
bagaimana proses alur perencanaan pembangunan, dan apa yang bisa mereka lakukan
dalam rangka penyempuranaan sehingga usulan pembangunan yang telah diusulkan
melalui Badan permusyawaratan Desa dapat dipahami konsekuensi dan tindak lanjutnya
bagi semua unsur di masyarakat. Seringkali usulan pembangunan tidak diketahui secara
penuh bahkan tidak diketahui oleh semua unsur masyarakat, sehingga kadangkala terjadi
konflik kepentingan dan ketidakpedulian terhadap daerah atau desanya karena adanya
perasaan terabaikan.
Peran LPM sebagai lembaga motivator, dimaksudkan bahwa LPM dapat melakukan
pendekatan – pendekatan kepada masyarakat, dalam rangka menggali kreatifitas, ide atau
potensi yang akan menguntungkan bagi daerah atau desa. Selain memberikan dorongan
dalam kreatifitas warganya, tugas LPM juga melakukan pembimbingan dalam rangka
peningkatan kualitas mutu kehidupan masyarakatnya maupun kegiatan ekonomi dan
pembangunan desa. Seringkali peran sebagai motivator justru terabaikan karena hal-hal
tersebut selalu diidentikkan dengan bahwa LPM merasa tidak yakin dengan tindak lanjut
usulan atau ide-ide yang nantinya akan diberikan. Untuk itu perlunya pemahaman bagi
Lembaga LPM bahwa, kegiatan motivasi akan memberikan pengaruh yang cukup besar
dalam meningkatkan kepercayaan diri masyarakat yang dapat menciptakan kemandirian
desa.
Peran LPM sebagai dinamisator, dalam mengawal pembangunan dan pemberdayaan
masyarakat desa, maka kemampuan LPM dalam memberikan pendampingan, fasilitasi
dan motivasi harus juga mempunyai kemampuan komunikasi dan adaptasi yang baik di
lingkungan masyarakat. Keberagaman masyarakat dari segi usia, latar belakang ada
istiadat, agama dan suku seringkali memerlukan keahlian tersendiri dalam melakukan
pendekatan terhadap masyarakat sehingga apa yang akan dilakukan, apa yang diharapkan
dapat tersampaikan dan dipahami dengan baik. Kemampuan sebagai lembaga yang
dinamis juga memberikan rasa perhatian bagi masyarakat, menumbuhkan rasa percaya
dan hubungan timbal balik antara pemerintah desa dengan masyarakat.

10
2.2.2. Penguatan Kualitas Tata Kelola Layanan Publik Daerah
Daerah atau desa yang merupakan ujung tombak pelayanan dan pembangunan,
merupakan garda terdepan dalam memberikan dan merasakan secara langsung dampak
perencanaan pembangunan dan penyelenggaraan pemerintahan. Reformasi birokrasi di
daerah dan desa dilaksanakan dalam rangka mewujudkan pembangunan dan pelayanan
dimasyarakat. Desa sebagai salah satu organisasi publik yang juga memberikan
pelayanan sebagaimana dalam PP nomor 7 tahun 2005 tentang Desa, bahwa urusan
pemerintahan dan kewenangan desa terdiri atas : (1) uruasn pemerintah terkait asal usul
desa, (2) urusan pemerintahan yang menjadi kewenangan kabupaten/kota yang
diserahkan kepada pemerintah desa, dan (3) Tugas pembangunan dari pemerintah pusat,
provinsi ataupun Kabupaten.kota serta 94) urusan pemerintahan yang diserahkan
ketentuan peraturan perundang-undangan.
Beberapa bentuk layanan administrasi yang dilakukan oleh Pemerintah Desa
antara lain kepengurusan surat pengantar Kartu Tanda Penduduk, surat pengantar ijin
mendirikan bangunan, surat pernyataan berdomisili, surat pengantar pembuatan surat
kematian, surat pengantar pembuatan akta tanah, surat keterangan pundah, surat
pengantar Surat Keterangan kehilangan dan lain-lain.
Beberapa kendala yang sering dirasakan baik dari aparatur pelaksana layanan
ataupun masyarakat penerima layanan antara lain fasilitas yang kurang memadai,
kecepatan dan ketepatan layanan, kesejahteraan aparatur, kualitas sumber daya aparatur
hingga kualitas infrastruktur bangunan ataupun jalan sebagai akses utama masih sangat
membutuhkan perhatian semua pihak.
Beradasarkan tugas penyelenggaraan pelayanan yang juga dilakukan oleh Desa
sebagai struktur organisasi terdepan dalam struktur pemerintahan dan kewenangannya
dalam desentralisasi fiskal daerah, maka kekurangan atau kendala-kendala yang dihadapi
masyarakat desa seharusnya dapat diminimalisir atau dapat ditingkatkan. Hal tersebut
dikarenakan sebagai berikut :
- Belum optimalnya upaya reformasi birokrasi administrasi pemerintahan daerah atau
desa
- Pemahaman dan kualitas SDM aparatur memberi pengaruh besar dalam pengelolaan
keuangan dan penyelenggaraan pelayanan

11
- Masih kurangnya perhatian pemerintah pusat, provinsi dan kabupaten dalam hal tata
Kelola pemerintahan desa.

2.3. Peningkatan Kapasitas Pemerintahan Daerah dan Desa


Untuk mewujudkan good governance sebuah organisasi perlu melakukan
penguatan organisasi sebagaimana dinyatakan oleh Grindle bahwa insentif, perlengkapan
personil, kepemimpinan , komunikasi dan struktur manajerial merupakan unsur yang
harus dipenuhi. Salah satu unsur penting dalam penguatan organisasi terletak pada
kualitas sumber daya aparatur. Pada praktek di lapangan seringkali kesalahan atau
maladministrasi seringkali terjadi, hal tersebut tentu akan sangat mempengaruhi kualitas
layanan, menghilangkan kepercayaan dan dapat berdampak mengakibatkan kerugian.
Terjadinya hal-hal seperti maladministrasi tersebut mengindikasikan lemahnya
pengawasan di tingkat aparatur desa. Konsep reformasi birokrasi dalam pelayanan
memang seharusnya didukung oleh pemberdayaan SDM pemerintahan desa, peran aparat
desa sebagai pelayan dan wakil dari masyarakat.
Menurut Maharjan (2014), kurangnya sumber daya dan anggaran membuat
aparatur pemerintahan desa memiliki kapasitas yang masih kurang memadai. Hal
tersebut tentu sangat ironis mengingat fakta bahwa desa merupakan ujung tombak
pelayanan, kemampuan desa dalam hal pengelolaan anggaran yang penuh, peraturan
terkait desa diatur tersendiri dan terpisah dari organisasi pemerintahanan lainnya. Untuk
itu, pemerintah desa perlu mendapatkan sosialiasi dan peningkatan kapasitas sumber daya
aparaturnya untuk meningkatkan pemahaman untuk meningkatkan kapabilitasnya
sebagai pelayann dan penyelenggara pembangunan di desa, hal tersebut bisa didapatkan
melalui pengembangan karir, peningkatan keterampilan, ketangguhan dalam pekerjaan
melalui diklat dan bimbingan tekhnis, peningkatan pengetahuan pengelolan keuangan dan
anggaran.

2.4. Efektifitas Pengelolana Dana Desa


Alokasi dana desa merupakan dana yang diterima desa setiap tahunnya yang
berasal dari dana perimbangan dalam struktur APBD. Sebagaimana amanat UU nomor
6 tahun 2014 tentang Desa menyebutkan bahwa keuangan desa adalah merupakan hak
dan kewenangan desa yang berhubungan dengan uang dan barang yang berhubungan

12
dengan pelaksanaan hak dan kewajibannya. Disebutkan dalam UU tersebut adanya hak
dan kewajiban desa. Hak desa dalam hal ini adalah hak untuk mengelola keuangan dan
pemerintahannya serta mengajukan usul atas keistemewaan atas kekayaan adat dan aturan
dalam pelaksanaannya, sedangkan kewajiban yaitu sebagai organisasi yang tetap berada
di bawah pemerintah kabupaten dan pemerintah pusat, wajib tunduk mengikuti peraturan
terkecuali yang terkait pengelolaan desa yang telah diatur sebelumnya dalam peraturan
tentang desa. Hak dan kewajiban ini kemudian memunculkan adanya pendapatan
pemerintahan desa dan pengeluaran atau pembiayaan pelayanan, pembangunan dan
pemberdayaan masyarakat. Namun pemberian hak dalam wujud desentralisasi fiskal
melalui otonomi daerah kepada desa, bukan tanpa kendala, laporan dari Kementerian
Keuangan Negara Republik Indonesia dari penggunaan dana desa diketahui sejumlah
permasalahan dalam pengelolaannya seperti pengadaan yang tidak tepat sasaran,
kelebihan penghitungan perencanaan proyek, penyalahgunaan anggaran desa,
pemangkasan anggaran, penggelapan, hingga pembuatan laporan keuangan fiktif.
Sejumlah kasus tersebut membuat akuntabilitas kinerja keuangan dan pembangunan di
desa masih rendah.
Upaya reformasi birokrasi dalam rangka efektifitas dan efsisiensi pengelolaan
dana desa dapat dilakukan dengan cara sebagai berikut :
- Peningkatan kualitas perencanaan dan penganggaran
- Peningkatan kualitas SDM aparatur
- Peningkatan pengawasan dan pertanggungjawaban
- Transparansi penggunaan anggaran pembangunan
- Sistem informasi keuangan daerah/desa terintegras

2.5. Kedudukan Desa secara Hukum


Berdasarkan Undang-Undang nomor 6 tahun 2014 tentang desa, menyebutkan
bahwa tugas kepala desa dalam melaksanakan tugas dan wewenang penyelenggaraan
urusan pemerintahan sedikit banyak meninggalkan beberapa permasalahan. Jika ditinjau
berdasarkan isi UU no. 6 tahun 2014 tersebut secara jelas menyebutkan bahwa kedudukan
desa sebagai sebuah organisasi pemerintahan, maka hal tersebut bertentangan dengan
pengertian desa dalam undang-undang tersebut yang disebut sebagai satu kesatuan adat
dengan mekanisme penyelenggaraan pemerintahan yang berada di luar sistem

13
pemerintahan. Berbagai permasalahan yang terjadi yang menunjukkan masih belum
optimalnya reformasi birokrasi pada level daerah atau desa dalam hal ini, juga merupakan
dampak secara tidak langsung dari ketidakjelasan struktur desa dalam pemerintahan.
Secara hukum, aturan yang mengikat di dalam penyelenggaran pemerintahan
diatur oleh pemerintah sebagaimana organisasi pemerintah umuimnya, namun dalam hal
pengelolaan, desa masih berfungsi sebagai Lembaga hukum adat. Hal ini tentu akan terus
memberi ruang untuk ketertinggalan jika secara tidaklangsung status desa sebagai bagian
pemerintahan masih menjadi pertanyaan, di lain pihak keinginan untuk terus
menampilkan sisi keistimewaan desa sebagai bagian dari kesatuan hukum adat di
mayarakat tampaknya juga tidak cukup mendapat perhatian, sehingga terkesan menjadi
pembiaran. Untuk itu upaya reformasi birokrasi daerah khususnya desa, maka peraturan
perundang-undangan terkait mekanisme penyelenggaraan pemerintaha desa hendaknya
harus dibenahi untuk bisa membedakan perlakukan, sehingga tidak menimbulkan
kebingunan karena adanya benturan dalam peraturan.

14
BAB III. PENUTUP

3.1. Kesimpulan
Berdasarkan hasil pembahasan terkait upaya mereformasi pemerintahan daerah
dan pemerintahan desa berdasarkan sains dan norma konstritusi, maka dapat diambil
beberapa kesimpulan sebagai berikut :
- Aspek permasalahan aplikasi reformasi birokrasi di daerah dan desa pada
umumnya terletak pada aspek kelembagaan, ketatalaksanaan, dan sumber daya
manusia serta komitmen pimpinan
- Pelaksanaan reformasi birokrasi belum mengarah pada upaya perbaikan yang
mengarah pada akar masalah di daerah
- Perlunya strategi peningkatan implementasi reformasi birokrasi secara
terintegrasi dan menyeluruh dari pusat hingga ke daerah.

3.2. Saran
Dari uaraian permasalahan, upaya-upaya atau langkah-langkah reformasi
pemerintahan daerah dan desa serta kendala-kendala yang dihadapi serta kesimpulan
yang ada maka diperlukan sinergitas antara pemerintah pusat hingga daerah hal tersbeut
dikarenakan adanya perbedaan dalam peraturan perundang-undangan serta tugas dan
fungsi yang berbeda sehingga menyebabkan perlunya keselarasan Gerakan pembangunan
sehingga daerah atau desa mampu mengejar ketertinggalan. Selain itu, langkah-langkah
reformasi birokrasi sebagaimana diutarakan di atas sedikit banyak semoga dapat menjadi
pertimbangan dan menjadi bahan masukan baik untuk peningkatan bahan penelitian
ilmiah selanjutnya ataupun sebagai rekomendasi pembangunan yang lebih sempurna.

15
DAFTAR PUSTAKA

Arry. 2019. Peningkatan Kapasitas Pemerintahan Desa dalam Mewujudkan Good


Governance. Jurnal demokrasi dan Otonomi Daerah. Volume 17 Nomor 2.
Universitas Riau. Pekanbaru.

Arsyad, Kemas Somad. 2012. Reformasi Birokrasi Desa Menuju Pemerintahan Desa
yang Demokratis. Fakultas Hukum Universiyas Indonesia. MMH, Jilid 41 Nomor
4. Jambi

Fajar, Nur. 2020. Peran Lembaga Pemberdayaan Masyarakat Desa Mewadahi Partisipasi
Masyarakat dalam Pembangunan di Desa Balassuka Kecamatan Tombolo Pao
Kabupaten Gowa. Vol. 1 Nomor 2.

Hidayatullah, Arif. 2021. Efeketivitas Pengelolaan Alokasi Dana Desa pada


Pemberdayaan Masyarakat di Desa Leu Kecamatan Bolo Kabupaten Bima.
Skripsi-Program Studi Ilmu Administrasi Negara Fakultasi Sosial Ilmu Politik
Universitas Muhammadiyah Makassar.

Kumayadi, Edi. 2011. Reformasi Birokrasi di Tingkat Desa (Studi Komparasi


Pelaksanaan Reformasi Birokrasi dan Pelayanan Publik di Desa Sukakerta dan
Desa Setiawangi Kecamatan Jatiwaras Kabupaten Tasikmalaya). Aliansi Vol. 3
Nomor 2.

Nur Muhammad B. 2017. Reformasi Birokrasi Pemerintahan Lokal dalam Pelayanan


Publik di Indonesia.

Rudy. 2022. Hukum Pemerintahan Desa. Penerbit AURA CV. Anugrah Utama Raharja
Anggota IKAPI. Bandar Lampung.

Satria, Augi dan Titik R. 2021. Pemberdayaan SDM Aparatur Pemerintahan Desa.
Manajemen Untan. Proceeding Seminar Bisnis V.

Sutjiatmi, Sri. Reformasi Birokrasi di Era Otonomi Daerah, efektivitas add (189)
Ramadan, Egi. Peran Lembaga Pemberdayaan Masyarakat (LPM) di Desa Senambah
Kecamatan Muara Bengkal Kabupaten Kutai Timur. E-Jurnal Ilmu Pemerintahan.
2017. Fisip Unmul

Yulianti, Rachmi. 2018. Reformasi Tata Kelola Pemerintahan Desa melalui Penataan
Kelembagaan. Jurnal SAWALA. Vol. 6 No. 1. Serang Banten.

16

Anda mungkin juga menyukai