Anda di halaman 1dari 18

Makalah Mata Kuliah Akuntansi Sektor Publik II

“Akuntansi Desa”

Disusun Oleh :

Kelompok 6
Anggota Kelompok :

1. Lalu Ariel Azmar Vivaldi (A1C021093)


2. M. Iqbal Fansyuri (A1C021102)
3. Muhammad Abdul Rajib (A1C021112)
4. Muhammad Muzaki (A1C021115)
5. Muhammad Rafli Fahreza (A1C021116)
6. Muhammad Rifki Ardiansyah (A1C021117)

S1 Akuntansi Fakultas
Ekonomi dan Bisnis
Universitas Mataram
2023/2024
KATA PENGANTAR

Dengan memanjatkan puji syukur kehadirat Allah SWT., atas berkat rahmat
dan hidayah-Nya sehingga kami dapat menyelesaikan tugas makalah yang berjudul
“Akuntansi Desa” sebagai salah satu tugas dalam mata kuliah Akuntansi Sektor Publik II
sesuai dengan waktu yang telah ditentukan tanpa ada hambatan yang berarti.
Makalah ini dapat kami selesaikan karena mendapat bantuan atau dorongan dari
berbagai pihak, maka tak lupa kami ucapkan terimakasih kepada pihak-pihak yang telah
membantu kami dalam penyelesaian makalah ini.
Kami berharap, dengan membaca makalah ini dapat memberi manfaat bagi kita
semua serta menambah wawasan mengenai Akuntansi Sektor Publik yang berhubungan
dengan Akuntansi desa. Walaupun makalah ini sudah diusahakan dengan sebaik-baiknya,
namun tentu tak luput dari kekurangan. Oleh karena itu, kami mengharapkan pembaca dapat
memberikan kritik yang membangun.
Kami juga berharap semoga makalah ini dapat diterima dan memberikan hasil nilai
yang terbaik.

Mataram, 21 September 2023

Penyusun
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR.................................................................................................................
2
BAB I .........................................................................................................................................
4
PENDAHULUAN ..................................................................................................................... 4

1.1 Latar Belakang ............................................................................................................ 4


1.2 Rumusan Masalah ....................................................................................................... 5
1.3 Tujuan.......................................................................................................................... 5

BAB II........................................................................................................................................ 6
PEMBAHASAN ........................................................................................................................
6

2.1 Konsep Pemerintahan Desa.............................................................................................. 6


2.2 Tantangan Dengan Adanya UU No. 6 Tahun 2014 Tentang Desa ...................................
6
2.3 Asas Pengelolaan Keuangan Desa.................................................................................... 9
2.4 Unsur – Unsur Keuangan Desa ...................................................................................... 10
2.5 Laporan Keuangan Desa ................................................................................................ 11

A: Laporan Realisasi Anggaran Desa (LRA) ................................................................... 11


B. Laporan Kekayaan Milik Desa .................................................................................... 12
C. Catatan atas Laporan Keuangan Desa.......................................................................... 12

2.6 Perencanaan dan Penganggaran Keuangan Desa ........................................................... 13


2.7 Pelaksanaan APB Desa................................................................................................... 14
2.8 Pelaporan dan Pertanggungjawaban Keuangan Desa .................................................... 15

BAB III .................................................................................................................................... 17


PENUTUP................................................................................................................................ 17

3.1 Kesimpulan..................................................................................................................... 17
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Desa merupakan perwujudan geografis yang ditimbulkan oleh unsur-unsur fisiografis,


sosial, ekonomis politik, serta kultural setempat dalam hubungan dan pengaruh timbal balik
dengan daerah lain (R. Bintarto dalam Indra Bastian 2015:6), untuk itu dalam pelaksanaan
kegiatannya memerlukan pengawalan, maka pemerintah bersama legislatif mengesahkan
UndangUndang No.6 Tahun 2014 tentang Desa dan Permendagri No.35 Tahun 2007 tentang
Pedoman Umum Tata Cara Pelaporan dan Pertanggungjawaban Penyelenggaraan Pemerintah
Desa, maka pemerintah desa memiliki wewenang untuk menyelenggarakan kegiatan
pemerintahannya secara luas dan bertanggungjawab. Pemerintah desa merupakan tingkat
pemerintahan terkecil yang berhadapan langsung dengan rakyat maka pemerintah desa dapat
membantu pemerintah pusat dalam melaksanakan pembangunan, pelayanan publik dan
pemberdayaan kepada masyarakat secara langsung. Selanjutnya pengertian desa menurut
Permendagri RI Nomor 113 Tahun 2014 BAB 1 Pasal 1 ayat 1 tentang Pengelolaan
Keuangan Desa disebutkan bahwa: desa adalah desa dan desa adat atau yang disebut dengan
nama lain, selanjutnya disebut Desa, adalah kesatuan masyarakat hukum yang memiliki batas
wilayah yang berwenang untuk mengatur dan mengurus urusan pemerintahan, kepentingan
masyarakat setempat berdasarkan prakarsa masyarakat, hak asal usul, dan/atau hak tradisional
yang diakui dan dihormati dalam sistem pemerintahan Negara Kesatuan Republik Indonesia.
Mengacu pada pengertian di atas, menempatkan desa sebagai suatu organisasi
pemerintahan yang secara politis memiliki kewenangan tertentu untuk mengurus dan
mengatur warga atau komunitasnya. Sejalan dengan kewenangan tersebut pemerintah desa
diharapkan dapat mengatur dan mengurus rumah tangganya sesuai dengan kewenangan yang
telah diberikan oleh pemerintah pusat. Untuk melaksanakan kewenangan tersebut pemerintah
desa memiliki sumber-sumber penererimaan yang digunakan untuk membiayai kegiatan-
kegiatan yang dilakukan. Pemerintah desa perlu melakukan pertanggungjawaban atas
kegiatan-kegiatan yang telah dilakukan tersebut dengan menyusun laporan keuangan.
Laporan keuangan yang disajikan harus memuat informasi yang berkualitas agar dapat
bermanfaat bagi pemakainya. Informasi yang berkualitas ialah informasi yang relevan, andal,
dapat diperbandingkan. Informasi dikatakan relevan apabila informasi tersebut memiliki
umpan balik, memiliki nilai
prediktif serta disampaikan tepat waktu, sehingga dapat berpengaruh dan berguna dalam
pengambilan keputusan. Informasi dikatakan andal apabila informasi dalam laporan
keuangan bebas dari pengertian yang menyesatkan dan kesalahan material, menyajikan
setiap fakta secara jujur, serta dapat diverifikasi. Ketepatan waktu menunjukkan kecepatan
atau rentang waktu antara permintaan dan frekuensi pelaporan informasi yang diinginkan.
Informasi yang tepat waktu akan menjadikan manajer mampu menghadapi ketidakpastian
lingkungan yang dihadapinya secara efektif (Gordon dan Narayanan dalam jurnal
Desmiyawati, 2014) agar memudahkan dalam pengambilan keputusan.

1.2 Rumusan Masalah

1. Bagaimana konsep pemerintahan desa?


2. Apa tantangan dengan adanya UU no. 6 Tahun 2014 tentang desa?
3. Apa asas pengelolaan keuangan desa?
4. Apa unsur-unsur keuangan desa?
5. Bagaimana laporan keuangan desa?
6. Bagaimana perencanaan dan penganggaran keuangan desa?
7. Bagaimana pelaksanaan APB desa?
8. Bagaimana pelaporan dan pertanggungjawaban keuangan desa?

1.3 Tujuan

Untuk mengetahui lebih banyak tentang akuntansi desa serta menambah wawasan seputar
materi akuntansi desa.
BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Konsep Pemerintahan Desa

Pemerintahan Desa adalah penyelenggaraan urusan pemerintahan oleh Pemerintah


Desa dan Badan Permusyawaratan Desa dalam mengatur dan mengurus kepentingan
masyarakat setempat berdasarkan asal-usul dan adat istiadat setempat yang diakui dan
dihormati dalam sistem Pemerintahan Negara Kesatuan Republik Indonesia. Pemerintah Desa
atau yang disebut dengan nama lain adalah Kepala Desa dan Perangkat Desa sebagai unsur
penyelenggara pemerintahan desa (Nurcholis, 2011).
Menurut Peraturan Pemerintah Nomor 43 Tahun 2014 tentang Peraturan Pelaksanaan
Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa, pemerintahan desa terdiri atas
pemerintah desa dan badan bermusyawaratan desa. Pemerintah desa terdiri dari kepala desa
dan perangkat desa. Kepala desa mempunyai tugas menyelenggarakan urusan pemerintahan,
pembangunan, dan kemasyarakatan.
Dalam melaksanakan tugas dan kewajibannya Kepala Desa bertanggung jawab
kepada rakyat melalui surat keterangan persetujuan dari BPD dan menyampaikan laporan
pelaksanaan tugasnya kepada Bupati dengan tembusan camat. Adapun Perangkat Desa dalam
melaksanakan tugasnya bertanggung jawab kepada Kepala Desa.Dalam melaksanakan
tugasnya Kepala Desa dan Perangkat Desa berkewajiban melaksanakan koordinasi atas
segala pemerintahan desa, mengadakan pengawasan, dan mempertanggungjawabkan
pelaksanaan tugas masing-masing secara berjenjang. Apabila terjadi kekosongan perangkat
desa, maka Kepala Desa atas persetujuan BPD mengangkat pejabat perangkat desa (Syukri,
2014).
Pasal 26 ayat (1) Undang-Undang No. 6 Tahun 2014, menyatakan bahwa Kepala
Desa bertugas menyelenggarakan Pemerintahan Desa, melaksanakan Pembangunan Desa,
pembinaan kemasyarakatan desa, dan pemberdayaan masyarakat desa. Kepala Desa
merupakan pimpinan penyelenggaraan pemerintahan desa berdasarkan kebijakan yang
ditetapkan bersama Badan Permusyawaratan Desa (BPD) (Syukri, 2014).

2.2 Tantangan Dengan Adanya UU No. 6 Tahun 2014 Tentang Desa

Problem Politik
Dari aspek politik, UU desa ini menegaskan adanya kemauan pemerintah untuk
memberikan otonomi dan kemandirian yang lebih pada desa untuk mengatur dan
menjalankan pemerintahan desa, pembangunan desa dan pemberdayaan masyarakat desa
berdasarkan prakarsa masyarakat, hak asal usul dan adat istiadat desa. Peluang yang
diberikan pada desa ini harus dimanfaatkan semaksimal mungkin dengan memperkuat
perencanaan pembangunan dan kinerja pemerintahan desa. Di samping itu, UU Desa ini
secara politis memperkuat kehidupan berdemokrasi di desa, misalnya melalui musyawarah
desa, pengembangan kelembagaan desa baik untuk kepentingan ekonomi maupun sosial
budaya masyarakat. Kemudian juga melalui kewenangan yang dimilikinya kepala desa harus
mampu meningkatkan peran serta masyarakat dalam setiap kegiatan desa dengan semangat
transparansi dan akuntabel.
Jika diperhatikan secara seksama pasal demi pasal, baik Undang Undang maupun
Peraturan Pemerintah, desentralisasi kewenangan dari pemerintah pusat dan yang ada di
bawahnya ke pemerintahan Desa tidak serta merta desa bisa leluasa untuk merencanakan
program dan pengalokasian anggaran secara mandiri, sebab dalam penyusunan anggaran dan
prioritas program, kepala desa masih diharuskan untuk berkonsultasi pada bupati dan bupati
berhak untuk melakukan pendampingan. Hal ini berarti bahwa sesungguhnya pemerintah
masih menyimpan kekhawatiran ketidakmampuan pemerintah desa untuk mengelola dana
desa yang jumlahnya sangat besar tersebut. Atau sesungguhnya pemerintah ingin
menjalankan transisi desentralisasi kewenangan dan pengelolaan keuangan pada
pemerintahan desa secara baik, sehingga tidak ada penyimpangan-penyimpangan akibat salah
prosedur dan salah kelola keuangan.
Problem Ekonomi
Sekalipun desa memperoleh anggaran keuangan yang sangat besar (antara 700 juta
hingga 1,4 milyar rupiah per tahun), justru menuntut tanggungjawab yang sangat besar dari
kepala desa. Dana besar yang diperoleh dari Alokasi Dana Desa dan Dana Desa tersebut akan
memperkuat sumber pendapatan APBDesa. APBDesa yang besar tersebut merupakan
peluang sekaligus tantangan bagi pemerintah desa. Desa dalam hal ini kepala desa dituntut
untuk mampu melakukan tata kelola keuangan yang baik mulai dari perencanaan,
implementasi, pengawasan hingga pertanggungjawabannya. Kompetensi tersebut harus
dimiliki oleh pemerintah desa agar terhindar dari segala penyimpangan keuangan dan tidak
terserapnya seluruh anggaran keuangan. Kompetensi tersebut bersinergi dengan komposisi
perangkat desa yang dimiliki oleh setiap desa. Perbaikan sistem manajemen dan tata kelola
pemerintahan desa merupakan syarat mutlak yang harus dilakukan oleh desa. Untuk
melaksanakan semuanya ini tentu dibutuhkan adanya petunjuk teknis pelaksanaan
khususnya berkaitan dengan
pengangkatan dan pemberhentian perangkat desa. Namun apabila petunjuk teknis
pelaksanaan sudah diterbitkan, maka kepala desa harus melakukan rekruitmen perangkat
desa secara transparan dan akuntabel, dan bukannya menciptakan nepotisme baru dengan
mengangkat orang-orang yang dekat dengan kepala desa, baik keluarga maupun anggota tim
suksesnya.
Jumlah dana yang besar tersebut sesungguhnya memberi peluang bagi pemerintah
desa untuk meningkatkan kesejahteraan warganya melalui peningkatan potensi ekonomi
desa. Misalnya, melalui pembentukan Badan Usaha Milik Desa (BUMDes) untuk
menggerakkan potensi ekonomi yang ada di desa serta pelayanan masyarakat desa.
Problem ekonomi dari penerapan UU Desa ini adalah keragu-raguan publik akan
kemampuan Kepala Desa dalam mengelola keuangan sehingga potensi terjerat kasus korupsi
semakin besar. Ini salah satu ketakutan yang dihadapi oleh kepala desa. Ada beberapa kepala
desa di Jawa Timur yang mengatakan bahwa jumlah anggaran yang besar tersebut justru
menimbulkan pandangan yang negatif dari masyarakat desa terhadap kepala desa.
Masalah lainnya adalah pasal yang mengatakan kepala desa beserta perangkat desa
mendapatkan penghasilan tetap yang diambilkan dari anggaran keuangan desa. Tidak semua
kepala desa menanggapi dengan senang hal itu, karena adanya penafsiran dari kepala desa
bahwa seluruh tanah kas desa yang selama ini dikenal dengan tanah bengkok dan dibagi-bagi
kepada kepala desa beserta perangkat desa sebagai penghasilan jabatan akan ditarik dan
menjadi tanah kas desa (TKD) dan dikelola untuk menambah penghasilan desa.

Problem Sosial Budaya


Undang Undang Desa no.6/2014 secara tegas memberi pengakuan atas nilai-nilai
budaya dan adat istiadat di tingkat lokal. Undang Undang Desa mengamanahkan pentingnya
melestarikan nilai-nilai budaya dan adat istiadat yang hidup di desa. Banyak adat istiadat
yang pernah hidup dan berkembang di desa dapat dihidupkan kembali sesuai dengan
kebutuhan masyarakat desa. Misalnya, kesenian tradisional yang dimiliki oleh suatu
kelompok di desa dapat dikembangkan lagi jika memang masih ada pendukungnya.
Demikian pula dengan berbagai adat kebiasaan yang ada di desa seperti upacara bersih
desa, upacara petik laut, Nyadran, dan beberapa tradisi lainnya.
Problem yang acapkali terjadi dan tidak sesuai dengan semangat pelestarian nilai-
nilai budaya seperti yang diamanhkan dalam UU Desa adalah tekanan kelompok tertentu di
desa yang menganggap adat istiadat dan tradisi yang dimiliki oleh desa tidak sesuai deng an
nilai- nilai keislaman (tahayul, bid’ah dan qurofat). Meskipun jumlahnya kecil di desa
namun mereka pada umumnya sangat militan dan pantang menyerah. Hal ini terjadi di
beberapa desa
di Bondowoso, dimana ada beberapa kesenian tradisional dan upacara adat yang diminta oleh
kelompok agama tertentu untuk dihilangkan.
Problem sosial budaya lainnya adalah masih banyak masyarakat desa yang memiliki
pendidikan rendah dan bahkan belum pernah sekolah. Rendahnya pendidikan dan
pengetahuan warga masyarakat akan menghambat partisipasi mereka dalam pembangunan
desa. Mereka cenderung apatis dengan semua program pemerintah desa jika tidak secara
langsung berhubungan dengan dirinya.

2.3 Asas Pengelolaan Keuangan Desa

Asas pengelolaan keuangan desa adalah nilai-nilai yang


menjiwai Pengelolaan Keuangan Desa. Asas dimaksud melahirkan prinsip-prinsip yang
menjadi dasar dan harus tercermin dalam setiap tindakan Pengelolaan Keuangan Desa.
Asas dan prinsip tidak berguna bila tidak terwujud dalam tindakan. Sesuai Permendagri
No. 113
Tahun 2014, Keuangan Desa dikelola berdasarkan asas-asas, yaitu:
- Transparan
Terbuka – keterbukaan, dalam arti segala kegiatan dan informasi terkait
Pengelolaan Keuangan Desa dapat diketahui dan diawasi oleh pihak lain yang berwenang.
Tidak ada sesuatu hal yang ditutup-tutupi (disembunyikan) atau dirahasiakan. Hal itu
menuntut kejelasan siapa, berbuat apa serta bagaimana melaksanakannya.
Transparan dalam pengelolaan keuangan mempunyai pengertian bahwa
informasi keuangan diberikan secara terbuka dan jujur kepada masyarakat guna memenuhi
hak masyarakat untuk mengetahui secara terbuka dan menyeluruh atas pertanggungjawaban
pemerintah dalam pengelolaan sumber daya yang dipercayakan kepadanya dan ketaatannya
pada peraturan perundang-undangan (KK, SAP,2005).
Kurangnya transparansi dalam pengelolaan keuangan dapat dilihat daritidak tertatanya
administrasi keuangan dengan tertib dan baik, adanya aliran dana tertentu (non budgeter/dana
taktis/dana yang tidak masuk dalam anggaran), yang hanya diketahui segelintir orang,
merahasiakan informasi, dan ketidaktahuan masyarakat akan dana-dana tersebut. Hal itu
memberikan keleluasaan terjadinya penyimpangan/penyelewengan oleh oknum aparat yang
berakibat fatal bagi masyarakat maupun aparat yang bersangkutan.
Dengan demikian, asas transparan menjamin hak semua pihak untuk mengetahui seluruh
proses dalam setiap tahapan serta menjamin akses semua pihak terhadap informasi terkait
Pengelolaan Keuangan Desa. Transparansi dengan demikian, berarti Pemerintah Desa pro
aktif
dan memberikan kemudahan bagi siapapun, kapan saja untuk
mengakses/mendapatkan/mengetahui informasi terkait Pengelolaan Keuangan Desa.
- Akuntabel
Mempunyai pengertian bahwa setiap tindakan atau kinerja pemerintah/lembaga dapat
dipertanggungjawabkan kepada pihak-pihak yang memiliki hak atau berkewenangan
untuk meminta keterangan akan pertanggungjawaban (LAN, 2003). Dengan denikian,
pelaksanaan kegiatan dan penggunaan anggaran harus dapat dipertanggungjawabkan dengan
baik, mulai dari proses perencanaan hingga pertanggungjawaban.
Asas ini menuntut Kepala Desa mempertanggungjawabkan dan melaporkan pelaksanaan
APBDesa secara tertib, kepada masyarakat maupun kepada jajaran pemerintahan di atasnya,
sesuai peraturan perundang-undangan.
- Partisipatif
Mempunyai pengertian bahwa setiap tindakan dilakukan dengan mengikutsertakan
keterlibatan masyarakat, baik secara langsung maupun tidak langsung melalui lembaga
perwakilan yang dapat menyalurkan aspirasinya.
Pengelolaan Keuangan Desa, sejak tahap perencanaan, pelaksanaan, penatausahaan,
pelaporan dan pertanggugjawaban wajib melibatkan masyarakat para pemangku kepentingan
di desa serta masyarakat luas, utamanya kelompok marjinal sebagai penerima manfaat dari
program/kegiatan pembangunan di Desa.
- Tertib dan disiplin anggaran
Mempunyai pengertian bahwa anggaran harus dilaksanakan secara konsisten dengan
pencatatan atas penggunaannya sesuai dengan prinsip akuntansi keuangan di desa. Hal ini
dimaksudkan bahwa pengelolaan keuangan desa harus sesuai dengan Peraturan Perundang-
undangan yang berlaku.

2.4 Unsur – Unsur Keuangan Desa

• Keuangan Desa adalah semua hak dan kewajiban Desa yang dapat dinilai dengan
uang serta segala sesuatu berupa uang dan barang yang berhubungan dengan
pelaksanaan hak dan kewajiban Desa. Terdiri atas hasil usaha, hasil aset, swadaya
dan partisipasi, gotong royong, dan lain-lain pendapatan asli Desa; Alokasi APBN;
Bagian dari hasil Pajak Daerah dan Retribusi Daerah Kab./Kota; Alokasi Dana Desa
yang merupakan bagian dari dana perimbangan yang diterima Kab./Kota.
• Pengelolaan Keuangan Desa adala keseluruhan kegiatan yang meliputi
perencanaan, pelaksanaan, penatausahaan, pelaporan, dan pertanggungjawaban
keuangan Desa.
• Pengelolaan keuangan Desa dilakukan dengan Basis Kas, merupakan pencatatan
transaksi pada saat kas diterima atau dikeluarkan dari rekening kas Desa
• APB Desa merupakan dasar pengelolaan keuangan Desa dalam masa 1 tahun
anggaran mulai tanggal 1 Januari sampai dengan tanggal 31 Desember.

2.5 Laporan Keuangan Desa

Secara umum, laporan keuangan desa terdiri dari laporan keuangan desa yang memiliki
komponen kurang lebih sama dengan laporan neraca disebut Laporan Kekayaan Milik Desa
yang dapat menggambarkan selisih aset yang dimiliki dengan kewajiban desa.
Jenis kedua adalah laporan keuangan desa yang penyajiannya sama dengan laporan laba rugi
perusahaan yaitu Laporan Pertanggungjawaban Realisasi Anggaran Pendapatan Belanja
Desa. Laporan keuangan desa adalah bentuk pertanggungjawaban pengelolaan keuangan desa
selama periode waktu tertentu. Informasi akuntansi ini disusun untuk disampaikan kepada
pihak-pihak yang membutuhkan, yaitu:
1: Internal, yaitu pihak-pihak yang berada dalam struktur penyelenggara urusan
pemerintahan desa, yakni Kades, Sekdes, Bendahara dan Kaur atau kepala seksi.
2: Badan Permusyawaratan Desa (BPD), yaitu pihak yang bertanggungjawab terhadap
realisasi penggunaan Anggaran Pendapatan Belanja Desa atau APB Desa.
3: Pemerintah, adalah pemerintah kabupaten/kota, propinsi, dan pusat. Pihak-pihak tersebut
merupakan penanggungjawab penyaluran dan pelaksanaan dana desa yang berasal dari
APBN dan APBD.
4: Pihak Lainnya, yakni pihak-pihak selain yang telah disebutkan di atas, antara lain LSM
(lembaga swadaya masyarakat) atau NGO (non governmental organization).

Laporan keuangan desa terdiri dari:


A: Laporan Realisasi Anggaran Desa (LRA)
Pegertian Laporan Realisasi Anggaran Desa adalah laporan keuangan yang menyajikan
jumlah anggaran dan realisasi dari penerimaan, belanja, dan pembiayaan dari pemerintah
desa selama periode pelaporan.
Hal-hal yang perlu disajikan dalam laporan realisasi anggaran desa atau LRA antara
lain:
1: Penerimaan Desa, contohnya Pendapatan Asli Daerah (PAD), Pendapatan Transfer,
dan
Pendapatan Lain-Lain
2: Kebutuhan Belanja Desa, antara lain: Belanja Pegawai, Belanja Barang dan Jasa, Belanja
Modal dan Belanja Tak Terduga (berdasarkan jenis belanja)
3: Hasil perhitungan antara penerimaan dengan kebutuhan belanja deda adalah
berupa
Surplus/Defisit.
4: Penerimaan dana untuk membiayai operasional desa.
5: Penyajian saldo akhir Pembiayaan Anggaran Desa, dan antara realisasi, selisih ini
bisa negatif atau positif.
6: Anggaran Desa, serta penerimaan dan pengeluaran pembiayaan dalam Anggaran Desa
selama satu periode pelaporan
7: Informasi Kas : Saldo Awal Kas, Penerimaan Kas, Pengeluaran Kas, dan Saldo Akhir Kas

B. Laporan Kekayaan Milik Desa

Pengertian laporan kekayaan milik desa adalah laporan yang menyajikan informasi tentang
aktiva atau kekayaan, utang pemerintah desa pada tanggal tertentu, misalnya 31 Desember
202X dan pelaporan perubahan kekayaan selama periode akuntansi, contohnya dari tanggal
1
Januari 202X sampai dengan 31 Desember 202X.
Informasi-informasi yang disampaikan ini dibutuhkan oleh user untuk melakukan analisis dan
penilaian terhadap kinerja pemerintah desa dalam mengelola dan menyelenggarakan aktivitas
pemerintahan desa di waktu sekarang dan masa yang akan datang.

C. Catatan atas Laporan Keuangan Desa

Pemerintah Desa harus mengungkapkan semua informasi penting, baik yang telah tersaji
dalam Neraca dan LRA maupun yang tidak tersaji, pada Catatan atas Laporan Keuangan
Desa.
➢ Informasi Umum tentang Entitas Pemerintah Desa
➢ Informasi tentang geografis dan kondisi umum Desa, potensi dan sumber pendapatan
masyarakat
➢ Ikhtisar pencapaian target keuangan selama tahun pelaporan berikut kendala dan
hambatan yang dihadapi dalam pencapaian realisasi pendapatan dan realisasi belanja
➢ Rincian dan penjelasan masing-masing pos yang disajikan pada LRA dan Neraca
➢ Informasi lainnya yang diperlukan untuk penyajian yang wajar, yang tidak
disajikan dalam LRA dan Neraca
➢ Catatan atas Laporan Keuangan Desa disajikan secara sistematis. Setiap pos dalam
Laporan Keuangan Desa harus mempunyai referensi silang dengan informasi terkait
dalam Catatan atas Laporan Keuangan Desa

2.6 Perencanaan dan Penganggaran Keuangan Desa

Proses perencanaan dan penganggaran keuangan Desa tak dapat dipisahkan satu sama
lain. Keduanya merupakan sebuah rangkaian proses yang terintegrasi sehingga output dari
perencanaan keuangan adalah penganggaran. Ini merupakan bagian penting dari perencanaan
arah dan kebijakan pembangunan desa tahunan dan rencana anggaran tahunan (APBDes).
Pada hakikatnya hal ini merupakan perencanaan instrumen kebijakan publik sebagai upaya
meningkatkan pelayanan kepada masyarakat. Karena itulah perencanaan
anggaran/penyusunan anggaran menjadi hal yang mendasar dalam penyelenggaraan
pemerintahan desa.
APBDesa adalah sebuah dokumen resmi yang merupakan hasil kesepakatan antara
pemerintah Desa dengan Badan Permusyawaratan Desa. Dokumen ini, pada dasarnya
mengatur tentang belanja yang ditetapkan untuk melaksanakan kegiatan pemerintahan dan
pendapatan yang diharapkan untuk menutup keperluan belanja tersebut. Termasuk di
dalamnya pengaturan pembiayaan yang diperlukan apabila diperkirakan akan terjadi defisit
atau surplus.
Secara umum, proses perencanaan anggaran APBDesa juga harus mengikuti siklus
anggaran yang meliputi tiga tahap. Tahap pertama adalah tahap persiapan anggaran dimana
dilakukan taksiran atau perkiraan pengeluaran atas dasar taksiran pendapatan yang tersedia.
Dalam tahap ini, hal penting yang perlu diperhatikan adalah akurasi perkiraan.
Artinya, sebelum taksiran pengeluaran disetujui, terlebih dulu harus dilakukan penaksiran
pendapatan dengan akurat.
Tahap berikutnya disebut sebagai tahap pelaksanaan anggaran. Setelah APBDes
disetujui, pemerintah desa memasuki tahap pelaksanaan anggaran. Ini merupakan tahap yang
sangat penting. Dalam tahap ini, pemerintah desa harus memperhatikan pentingnya memiliki
sistem informasi akuntansi dan pengendalian manajemen yang baik agar memudahkan
pelaksanaan serta transparansi anggaran.
Selanjutnya setelah tahap pelaksanaan, pemerintah desa memasuki tahap terakhir dari
siklus anggaran, yaitu tahap pelaporan dan evaluasi. Dalam tahap persiapan dan
pelaksanaan
anggaran, pemerintah desa berurusan dengan aspek operasional anggaran sedangkan dalam
tahap pelaporan dan evaluasi lebih banyak terkait dengan aspek akuntabilitas. Dengan
menerapkan ketiga tahap tersebut, APBDesa akan lebih sistematis dalam mengkoordinasik
an aktivitas belanja pemerintah sekaligus menjadi landasan bagi upaya perolehan pendapatan
dan pembiayaan oleh pemerintah Desa untuk suatu periode tertentu.
Dalam setiap tahapan harus dipahami betul prinsip dasar penganggaran dalam
penyusunan APBDesa yaitu: (1) Semua penerimaan, baik uang tunai, barang dan/atau jasa
harus dianggarkan dalam APBDesa. (2) Seluruh pendapatan dan belanja dianggarkan secara
bruto. (3) Jumlah pendapatan merupakan perkiraan terukur dan dapat dicapai serta
berdasarkan ketentuan perundang-undangan. (4) Penganggaran pengeluaran harus didukung
oleh kepastian tersedianya jumlah penerimaan yang mencukupi dan harus ada dasar
hukumnya. Itulah prinsip dasar dalam tehnik penganggaran yang harus diterapkan dalam
penyusunan APBDesa.

2.7 Pelaksanaan APB Desa

Alur tahapan pelaksanaan keuangan desa dapat digambarkan dengan bagan siklus di bawah
ini:

- Tahap pertama, pelaksanaan keuangan desa adalah pelaksanaan APB Desa


yang meliputi kegiatan : sosialisasi Perdes APB Desa, penyusunan DPA/RAB,
pelaksanaan penerimaan, pelaksanaan belanja.
- Tahap kedua, pelaksanaan kegiatan yang meliputi: mekanisme pelaksanaan
pembangunan dan pihak-pihak yang terlibat, pelaksanaan pengadaan barang dan jasa,
permintaan pendanaan, dan pencairan.
- Tahap ketiga, perubahan APB Desa yang meliputi kegiatan penyusunan rancangan
Perubahan APB Desa, Penetapan Perubahan APB Desa dan sosialisasi peraturan
tentang Perubahan APB Desa.

2.8 Pelaporan dan Pertanggungjawaban Keuangan Desa

➢ Tahap, dan Prosedur Penyampaian Laporan


Pelaporan yang dimaksud dalam Pengelolaan Keuangan Desa adalah penyampaian laporan
realisasi/pelaksanaan APB Desa secara tertulis oleh Kepala Desa (Pemerintah Desa) kepada
Bupati/Walikota sesuai ketentuan yang telah ditetapkan dalam peraturan perundang-
undangan yang dipilah dalam dua tahap:
▪ Laporan Semester Pertama disampaikan oleh Kepala Desa kepada
Bupati/Walikota paling lambat pada akhir bulan Juli tahun
berjalan
▪ Laporan Semester Kedua/Laporan Akhir disampaiakan oleh Kepala Desa kepada
Bupati/Walikota paling lambat pada akhir bulan Januari tahun
berikutnya.

➢ Dokumen
Dokumen laporan yang disampaikan adalah
1. Form Laporan Realisasi Pelaksanaan APBDesa Semester I, untuk Laporan Semester I
2. Form Realisasi Laporan Akhir, Untuk laporan akhir

➢ Laporan Pertanggungjawaban
Laporan Pertanggungjawaban ini pada dasarnya adalah laporan realisasi pelaksanaan
APBDesa yang disampaikan oleh Kepala Desa kepada Bupati/Walikota setelah tahun
anggaran berakhir pada 31 Desember setiap tahun. Laporan pertanggungjawaban ini harus
dilakukan oleh Kepala Desa paling lambat pada akhir bulan Januari tahun berikutnya.
Laporan Pertanggungjawaban ini ditetapkan dengan Peraturan Desa dengan menyertakan
lampiran:
1. Laporan Pertanggungjawaban Realisasi Pelaksanaan APB Desa sesuai Form
yang ditetapkan.
2. Laporan Kekayaan Milik Desa, dan
3. Laporan Program Sektoral dan Program Daerah yang masuk ke Desa.

➢ Pertanggungjawaban Kepada Masyarakat


Sejalan dengan prinsip transparansi, akuntabel, dan partisipatif yang merupakan ciri dasar
tata kelola pemerintahan yang baik (Good Governance), maka pertanggungjawaban tidak
hanya disampaikan kepada pemerintah yang berwenang, tetapi juga harus disampaikan
kepada masyarakat baik langsung maupun tidak langsung.
Secara langsung, pertanggungjawaban kepada masyarakat bisa disampaikan melalui
Musyawarah Desa sebagai forum untuk membahas hal-hal strategis, yang dihadiri BPD dan
unsur-unsur masyarakat lainnya. Selain itu, laporan pertanggungjawaban juga dapat
disebarluaskan melalui berbagai sarana komunikasi dan informasi: papan Informasi Desa,
web site resmi pemerintah kabupaten atau bahkan desa.

➢ Penyampaian Informasi Laporan Kepada Masyarakat


Ditegaskan dalam asas pengelolaan keuangan adanya asas partisipatif. Hal itu berarti dalam
pengelolaan keuangan desa harus dibuka ruang yang luas bagi peran aktif masyarakat. Sejauh
yang ditetapkan dalam Permendagri, Laporan realisasi dan laporan pertanggungjawaban
realisasi/pelaksanaan APBDesa wajib diinformasikan secara tertulis kepada masyarakat
dengan menggunakan media yang mudah diakses oleh masyarakat.
Maksud pokok dari penginformasian itu adalah agar seluas mungkin masyarakat yang
mengetahui berbagai hal terkait dengan kebijakan dan realisasi pelaksanaan APBDesa.
Dengan demikian, masyarakat dapat memberikan masukan, saran, koreksi terhadap
pemerintah desa, baik yang berkenaan dengan APBDesa yang telah maupun yang akan
dilaksanakan.
BAB III
PENUTUP

3.1 Kesimpulan
Akuntansi desa adalah instrumen penting dalam pengelolaan keuangan desa atau
kelurahan. Dengan menerapkan prinsip-prinsip akuntansi yang baik, desa dapat mengelola
keuangan mereka dengan efisien, menjaga transparansi, dan memberikan pelayanan yang
lebih baik kepada masyarakat setempat. Akuntansi desa juga membantu dalam
pertanggungjawaban dan pemantauan oleh pihak-pihak yang berkepentingan, sehingga
mempromosikan tata kelola yang baik di tingkat desa.
DAFTAR PUSTAKA

Konsep Pemerintah Desa dan Dana Desa. (n.d.).


Santoso, P. (n.d.). Problematika Penerapan UU No. 6/2014 tentang Desa.
Sumarna, A. (n.d.). Asas Pengelolaan Keuangan Desa.
Pemberdayaan Masyarakat Dan Desa Pengendalian Penduduk Dan Keluarga Berencana
Kabupaten Kulon Progo, D. (n.d.). POKOK POKOK PENGELOLAAN KEUANGAN DESA.
Wadiyo, S. E. (n.d.). Laporan Keuangan Desa: Pengertian, Format, Cara Membuat
Beserta Contohnya.
Desa, D. (n.d.). Tahapan Penganggaran Keuangan Desa.
Desa, K. (n.d.). Pelaksanaan Keuangan Desa.
Pelaporan dan Pertangggungjawaban Pengelolaan Keuangan Desa. (n.d.).

Anda mungkin juga menyukai