Anda di halaman 1dari 27

ANALISIS TENTANG LAPORAN REALISASI ANGGARAN

DAN SILPA DI DESA PATONDONG SALU KECAMATAN


MAIWA KABUPATEN ENREKANG

PROPOSAL

Oleh
RAHMADIAN
NIM 105721110317

JURUSAN MANEJEMEN
FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH
MAKASSAR 2021
FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MAKASSAR
Jl. Sultan Alauddin No. 259 Gedung Iqra Lt.7 Tel. (0411) 866 972 Makassar

HALAMAN PERSETUJUAN
Judul Penelitian :“Analisis Tentang Laporan Realisasi Anggaran dan
SiLPA di Desa Patondong Salu Kecamatan Maiwa
Kabupaten Enrekang”

Nama Mahasiswa : RAHMADIAN


No. Stambuk/NIM : 105721110317
Program Studi : Manajemen
Fakultas : Ekonomi dan Bisnis
Perguruan Tinggi : Universitas Muhammadiyah Makassar

Telah diujikan dan di seminarkan pada tanggal


Makassar, februari 2021

Menyetujui,
Pembimbing I Pembimbing II

Prof. Dr. Abd Rahman Rahim, S.E., M.M. Ismail Rosulong, S.E., M.M.
NIDN: 0925086302 NIDN: 0905107302
Mengetahui,
Ketua Jurusan Manajemen

Muh. Nur Rasyid, S.E.,M.M.


NBM: 1085576
DAFTAR ISI

SAMPUL.......................................................................................i
HALAMAN PERSETUJUAN .......................................................ii
DAFTAR ISI .................................................................................iii
DAFTAR TABEL ..........................................................................iv
DAFTAR GAMBAR......................................................................v

I. PENDAHULUAN................................................................1
A. Latar Belakang ...................................................................
B. Rumusan Masalah .............................................................
C. Tujuan Penelitian ................................................................
D. Manfaat Penelitian ..............................................................
II. TINJAUAN PUSTAKA ......................................................
A. Tinjauan Teori ..............................................................
B. Tinjauan Empiris ..........................................................
C. Kerangka konsep .........................................................
III. METODE PENELITIAN......................................................
A. Jenis Penelitian ............................................................
B. Fokus Penelitian ...........................................................
C. Tempat dan Lokasi Penelitian .....................................
D. Sumber Data ................................................................
E. Instrumen Penelitian ....................................................

DAFTAR PUSTAKA ....................................................................


I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Indonesia merupakan Negara kesatuan yang berbentuk

Republik terdiri dari beberapa wilayah (daerah) provinsi,

kabupaten/kota, di bawah kabupaten/kota terdiri beberapa

kelurahan dan desa. Desa merupakan bagian terkecil dari struktur

pemerintah yang ada dalam struktur kepemerintahan di Indonesia,

desa memiliki wewenang dalam merencanakan pembangunan

guna memajukan dan meningkatkan kesejahteraan masyarakat.

Keberadaan desa seacara yuridis formal diakui dalam Undang-

Undang Nomor 6 Tahun 2014 Pasal 1 (1) Tentang Desa,

pengertian desa adalah kesatuan masyarakat hukum yang yang

memiliki batas wilayah yang berwenang untuk mengatur dan

mengurus urusan pemerintahan, kepentingan masyarakat setempat

berdasarkan praksara masyarakat, hak asal usul dan hak

tradisional yang diakui dan dihormati dalam sistem pemerintahan

Negara Kesatuan Republik Indonesia. Dari penjelasan mengenai

arti desa yang telah di kemukakan desa ditetapkan sebagai satu

organisasi pemerintah yang secara politis mempunyai wewenang

dalam mengatur dan mengurus urusan di dalam desa itu sendiri. Di

dalam pemerintahan desa, mempunyai hak untuk penyelenggaraan

urusan pemerintahan dan kepentingan masyarakat setempat dalam

sistem pemerintahan Negara Kesatuan Republik Indonesia.


Menjadi daerah otonom terendah di dalam sistem

pemerintahan Indonesia, desa memiliki keterbatasan dalam hal

pembiayaan segala urusan pemerintahannya. Desa mempunyai

otonomi asli berdasarkan hukum adat, dapat menentukan susunan

pemerintahan, mengatur dan mengurus rumah tangga sendiri

dengan berdasarkan potensi yang dimiliki untuk mencapai

pembangunan desa, serta memiliki kekayaan dan asset. Otonomi

desa merupakan pemberian ruang gerak bagi desa dan

pengembangan praksara-praksara desa termasuk sinergi berbagai

aturan dengan potensi dan budaya lokal yang dimiliki desa. Dengan

adanya otonomi desa akan berdampak pada perubahan sistem

pemerintahan desa.

Menurut sutono eko (2015), di tata pemerintahan Indonesia,

Desa merupakan organisasi pemerintahan yang paling kecil, paling

bawah, paling depan dan paling dekat dengan masyarakat. Maka

dari itu desa harus diperhatikan oleh pemerintah pusat atau Negara

karena mayoritas dari penduduk Indonesia bertempat tinggal di

desa. Bisa dikatakan desa adalah unit terpenting dalam

pemerintahan suatu Negara dapat dikatakan Negara itu sejahtera,

adil dan bermartabat atau tidak, jika masalah-masalah di desa

dapat di tangani.

Kabupaten Enrekang merupakan salah satu kabupaten terdiri

dari beberapa desa-desa yang ada di Indonesia, dan disetiap desa


pasti dipimpin oleh kepala desa yang bertugas sebagai

penyelnggara pemerintahan desa yang dipilih langsung oleh

masyarakat melalui pemilihan kepala desa (Undang-Undang

Nomor 6 Tahun 2014 Pasal 34 ayat 1). Kepala desa dalam

penyelenggaraan pemerintahan desa dibantu oleh perangkat desa

yaitu sekertaris desa dan perangkat desa lainnya. Lembaga yang

terlibat dalam pemerintah desa adalah Badan Permusyawaratan

Desa (BPD). BPD mempunyai peran dalam penyelenggaraan

pemerintahan desa, termaksuk pengelolaan keuangannya.

Keuangan desa merupakan hak dan kewajiban desa yang

dapat dinilai dengan uang serta segala sesuatu berupa uang dan

barang yang berhubungan dengan pelaksanaan hak dan kewajiban

desa (Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014 Pasal 71 ayat 1).

Keuangan desa dimaksudkan untuk pembiayaan program kegiatan

yang dimiliki. Keuangan desa berasal dari sumber dari pendapatan

desa yang meliputi pendapatan asli desa, bagi hasil pajak dan

retribusi daerah, bagian dana perimbangan keuangan pusat dan

daerah, bantuan dari pemerintah propinsi, bantuan pemerintah

kabupaten sumbangan pihak ketiga dan pinjaman desa.

Salah satu bentuk penanggungjawaban pengelolaan keuangan

desa yaitu berupa laporan pertanggung Realisai pelaksanaan

anggaran pendapatan dan belanja desa (APBD). Laporan

penanggungjawaban ini berasarkan anggaran dan Realisasi untuk


pendapatan, belanja dan pembiayaan selama satu periode tahun

anggaran. Laporan ini memperlihatkan selisih lebih antara Realisasi

penerimaan dan Realisasi pengeluaran anggaran selama satu

periode tahun anggaran. Laporan Realisasi Anggaran (LRA) adalah

laporan yang menyajikan perbandingan antara Realisasi

pendapatan dan belanja dengan estimasi pendapatan dan pagu

anggarannya yang telah ditetapkan pada awal tahun. Selisih

lebih/kurang antara Realisasi pendapatan LRA dan belanja, serta

penerimaan dan pengeluaran pembiayaan dalam APBN/APBD

selama satu periode laporan tersebut dinamakan SiLPA (Sisa Lebih

Perhitungan Anggaran). SiLPA yang ada pada laporan ini disebut

dengan SiLPA tahun berjalan, yang akan menjadi penerimaan

pembiayaan di APBD tahun anggaran berikutnya.

Dalam siklus pengelolaan keuangan desa, proses

pembentukan SiLPA dimulai dari proses perencanaan yaitu

penyusunan APBD sampai dengan proses pertanggungjawaban

dari siklus tersebut maka SiLPA dapat dibentuk antara lain karena

adanya pelampauan penerimaan pendapatan terhadap belanja.

Berkaitan dengan penelitian ini, Negara Kesatuan Republik

Indonesia (NKRI) bukan hanya terdiri dari Pemerintah Pusat dan

Pemerintah Daerah, namun juga terdiri dari Pemerintah desa yang

berperan dalam menjalankan roda pemerintahan di Indonesia.

Kelangkaan informasi tentang keuangan desa terutama SiLPA


(Sisa Lebih Perhitungan Anggaran) pemerintah desa sudah

seharusnya menjadi perhatian khusus. Penelitain tentang SiLPA

menjadi penting dikarenakan SiLPA dapat memberikan gambaran

tentang banyak hal seerti pengelolaan keuangan desa, penyerapan

anggaran, kas bebas dan kinerja di pemerintah desa. Sehubungan

dengan yang diuraikan diatas, maka penulis tertarik untuk

mengadakan penelitian dengan mengangkat judu.

“ANALISIS TENTANG REALISASI ANGGARAN DAN SILPA DI

DESA PATONDONG SALU KECAMATAN MAIWA KABUPATEN

ENREKANG”

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan dari latar belakang yang telang dikemukakan

diatas, maka dapat ditarik permsalahan berikut:

1. Apakah pendapatan asli desa berpengaruh terhadap sisa ebih

perhitungan anggaran (SiLPA) ?

2. Apakah dana alokasi desa berpengaruh terhadap sisa lebih

perhitungan anggaran (SiLPA) ?

C. Tujuan Penelitian

Sesuai dengan rumusan masalah penelitian di atas maka

tujuan penelitian sebagai berikut :

1. Untuk menguji dan menganalisis pengaruh pendapatan asli

desa terhadap sisa lebih perhitungan anggaran (SiLPA).


2. Untuk menganalisis pengaruh alokasi dana desa terhadap sisa

lebih perhitungan anggaran (SiLPA).

D. Manfaat Penelitian

Setiap penelitian diharapkan dapat bermanfaat bagi semua

pihak yang membacanya maupun yang secara langsung terkait

didalamnya. Adapun manfaat dalam penelitian ini yaitu:

a. Manfaat Teoritis

Hasil adari penelitian ini diharapkan dapat memberikan

manfaat untuk dipergunakan sebagai bahan acuan referensi

bagi penelitian selanjutnya dalam rangka mengkaji serta

mengembangkannya.

b. Manfaat Praktis

1. Bagi Peneliti

Penelitian ini diharapkan memberikan pengalaman dalam

menerapkan dan memperluas wawasan atau pengetahuan

tetang Sisa Lebih Perhitungan Anggaran (SiLPA) dalam

pemerintah desa.

2. Bagi Akademis

Hasil penelitian ini diharapkan menjadi sumber referensi bagi

penelitian selanjutnya yang mengkaji aspek Realisasi

Anggaran dan SiLPA.


II TINJAUAN PUSTAKA

A. Tinjauan Teori

1.1 Anggaran Pendapatan Belanja Daerah (APBD)

Anggaran Pendapatan Belanja Derah (ABPD) di Indonesia

disusun menurut tahun Anggaran yang dimulai pada tanggal 1

Januari dan berakhir 31 Desember. Undang-undang No. 33 tahun

2004, sumber penerimaan daerah antara lain:

a. Pendapatan Asli Daerah (PAD) yang terdiri dari beberapa pos

pendapatan antara lain pajak daerah, bagian laba usaha

daerah dan lain-lain pendapatan yang sah.

b. Dana perimbanggan antara pemerintah pusat dengan

pemerintah daerah yang terdiri dari pendapatan bagi hasil

pajak bukan pajak, dana alokasi umum dan dana alokasi

khusus.

c. Bagian dari pembiayaan daerah yang terdiri dari bagian sisa

lebih perhitungan anggaran daerah, pinjman daerah, dana

cadangan daerah dan hasil penjualan kekayaan daerah yang

dipisahkan.

Undang-undang Republik Indonsia Nomor 23 Tahun 2014

tentang pemerintahan daerah, pasal 1 menyebutkan bahwa

Anggaran Pendapatan dan Belanja Daeerah selanjutnya disebut

APBD, adalah rencana keuangan tahunan pemerintah daerah yang

di tetapkan dengan peraturan daerah. Anggaran Pendapatan dan


Belanja Daerah (APBD) pada hakekatnya merupakan salah satu

instrumen kebijakan yang dipakai sebagai alat untuk meningkatkan

pelayanan umum dan kesejahteraan masyarakat di daerah.

Menurut sihar (2014:262) Anggaran Pendapatan Belanja

Daerah (APBD) adalah rencana keuangan tahunan pemerintah

daerah yang dibahas dan disetujui bersama oleh pemerintah

daerah dan DPRD, dan ditetapkan dengan peraturan daerah.

Menurut Muhammad (2017:496) anggaran pendapatan pendapatan

dan belanja daerah (APBD) adalah rencana keuangan tahunan

pemerintah daerah di Indonesia yang disetujui oleh dewan

perwakilan rakyat daerah (DPRD). APBD ditetapkan dengam

peraturan daerah. (Lis Djanuar, Ida Zuraida 2018)

Halim (2007) mengungkapkan bahwa setelah APBD

ditetapkan dengan peraturan daerah, pelaksanaannya dituangakan

lebih lanjut dengan keputusan Walikota. Dalam melaksanakan

APBD, Pemerintah Daerah menyusun Laporan Realisasi semester

pertama APBD prognosis untuk 6 bulan berikutnya. Laporan

tersebut disampaikan kepada DPRD selambat-lambatnya pada

akhir juli tahun anggaran yang bersangkutan untuk dibahas

bersama antara DPRD dan Pemerintah Daerah. (Umar B, Sutjipto

N. 2017)

2.1 Laporan Realisasi Anggaran (LRA)


Laporan Realisasi Anggaran adalah laporan yang berisi

informasi mengenai realisasi pendapatan, belnja dan pembiayaan

dari suatu etitas yang dibandingkan dengan anggaran ketiga pos

tersebut. Melalui laporan realisasi anggaran dapat diketahui

prediksi tentang sumber daya ekonomi yang akan diterima untuk

mendanai kegiatan pemerintah pusat dan daerah serta resiko

ketidakpastian atas sumber daya ekonomi tersebut.

Tujuan standar Laporan Realisasi Anggaran adalah untuk

menerapkan dasar-dasar penyimpanan Laporan Realisasi

Anggaran bagi pemenrintah dalam rangka memenuhu tujuan

manajemen sebagaimana ditetapkan oleh peraturan perundang-

undangan.

PP No. 71 tahun 2010 Laporan Realisasi Anggaran (LRA)

menyediakan informasi yang berguna dalam memprediksi sumber

daya yang akan diterima untuk mendanai kegiatan pemerintah

pusat dan daerah dalam periode mendatang dengan cara

menyajikan laporan secara komperaif. Selain itu Laporan Realisasi

Anggaran (LRA) juga dapat menyediakan informasi kepada para

pengguna laporan keuangan pemerintah tentang indikasi perolehan

dan penggunaan sumber daya ekonomi dalam penyelenggaraan

fungsi pemerintahan, sehingga apakah nilai satu kegiatan telah

dilaksanaakan secara efesien, efektif dan hemat sesuai dengan


anggarannya (APBN/APBD), dan sesuai dengan peraturan

perundang-undangan.

Laporan Realisasi Anggaran (LRA) merupaka salah satu

komponen laporan keuangan pemerintah yang menyajikan

informasi realisasi dan anggaran entitas pelaporan secara

tersanding untuk suatu periode tertentu. Penyanding antara

anggaran dan realisasi menunjukkan tingkat capaian target-target

yang disepakati antara legislatif dan eksekutif sesuai dengan

peraturan perundang-undangan.

Menurut Yuda, Nova, dkk. 2012. laporan anggaran berisi

realisasi terhadap pelaksanaan anggaran yang umumnya selalu

terjadi perbedaan dengan anggaran yang telah disusun. Laporan

meliputi berbagai anggaran persial, mulai dari anggaran penjualan

sampai dengan seluruh biaya. (Mega L, Faridah, Mariantha. 2019)

Laporan Realisasi Anggaran disajikan sedimikian rupa

sehingga menonjolkan berbagai unsur pendapatan, belanja dan

pembiayaan yang diperlukan untuk penyajian yang wajar. Laporan

Realisasi Anggaran menyediakan pendapatan, belanja dan

pembiayaan dengan anggarannya.

3.1 Tujuan Realisasi Anggaran (LRA)

Tujuan penyusunan Laporan Realisasi Anggaran yaitu

membantu pemerintah mencapai tujuan fiskal dan meningkatkan

koordinasi antar bagian dalam lingkungan pemerintah, membantu


menciptakan efesien dan keadilan dalam menyediakan barang dan

jasa publik melalui proses pemrioritasan dan memungkinkan bagi

pemerintah untuk memenuhi prioritas dalam belanja.

4.1 Manfaat Laporan Realisasi Anggran (LRA)

Laporan Realisasi Anggaran menyediakan informasi yang

berguna dalam memprediksi sumber daya ekonomi yang akan

diterima untuk menandai kegiatan pemerintah pusat dan daerah

dalam periode mendatang dengan cara menyajikan laporan secara

komperatif.

5.1 Pendapatan Asli Daerah (PAD)

Pendapatan daerah adalah hak daerah yang diakui sebagai

penambah nilai kekayaan bersih dalam periode tahun bersangkutan

dan tidak perlu dibayar kembali oleh daerah. Pendapatan daerah

meliputi semua penerimaan uang melalui rekening kas umum

daerah yang menambah ekuitas dana.

Menurut Undang-undang Nomor 28 Tahun 2009 adalah yaitu

sumber keuangan daerah yang digali dari wilayah daerah yang

bersangkutan yang terdiri dari hasil pajak daerah, hasil retribusi

daerah, hasil pengelolaan kekayaan daerah yang dipisahkan dan

lain-lain pendapatan asli daerah yang sah. Pendapatan Asli Daerah

(PAD) merpakan salah satu sumber keuangan yang dimiliki oleh


daerah. Pendapatan berasal dari berbagai komponen seperti pajak

daerah, retribusi daerah, pendapatan lain-lain yang sah.

Pendapatan Asli Daerah (PAD) terdiri dari:

a) Pajak Daerah

b) Retrbusi Daerah

c) Hasil Pengelolaan Kekayaan Daerah yang dipisahkan

d) Lain-lain PAD yang sah

 Dana Perimbangan

a) Dana Alokasi Umum

b) Dana Alokasi Khusus

c) Dana Bagi Hasil

 Pendapatan lain-lain yang sah

a) Pendapatan hibah tidak meningkat

b) Pendapatan dan darurat

c) Dana bagi hasil pajak dari provinsi

d) Bantuan keuangan dari provinsi atau dari pemerintah

daerah lainnya

e) Dan penyusaian dan dana otomatis khusus

Pendapatan Asli Daerah (PAD) meruakan semua penerimaan

daerah yang berasal dari sumber ekonomi asli daerah. No. 23

Tahun 2014 tentang pemerintahan daerah menyebutkan bahwa

kelompok PAD dipisahkan menjadi empat jenis pendapatan, yaitu:


1. Pendapatan pajak daerah, yaitu punguta yang dilakukan oleh

pemerintah daerah berdasarkan peraturan perundang-

undangan yang berlaku ditetapkan melalui peraturan daerah.

2. Pendapatan retribusi daerah, yaitu pungutan daerah sebagai

pembayaran karena memperoleh jasa yang diberikan oleh

daerah atau dengan kata lain retribusi daerah adalah pungutan

yang dilakukan sehubungan dengan satu jasa atau fasilitas

yang diberikan secara lansgsung dan nyata.

3. Pendapatan pengelolaan kekayaan daerah yang dipisahkan,

yaitu penerimaan daerah yang berasal dari pengelolaan

kekayaan daerah yang dipisahkan, mencakup bagaian laba

atas penyertaan modal pada perusahaan milik darah atau

BUMD dan negara BUMN, swasta atau kelompok usaha

masyarakat.

4. Lain-lain PAD yang sah, yaitu penerimaan daerah yang berasal

dari lain-lain milik pemda, seperti hasil penjualan aset daerah

yang tidak dipisahkan, jasa giro, pendapat bunga, dan lain-lain.

6.1 Sisa Lebih Pembiayaan Anggaran (SiLPA)

Menurut Aulia Rahmawati dan Dr. Susilo, SE.MS tahun 2015,

SiLPA adalah Sisa Lebih Perhitungan Anggaran, yaitu selisih lebih

realisasi penerimaan dan pengeluaran anggaran selama ssatu

periode anggaran. Sisa lebih anggaran tahun sebelumnya yang

menjadi penerima pada tahun berjalan (SiLPA) merupakan sumber


penerimaan internal Pemerinytah Daerah (pemda) yang dapat

didgunakan untuk menandai kegiatan-kegiatan tahun berjalan.

Bentuk penggunaan SiLPA ada dua, yaitu:

a. Untuk melanjutkan kegiatan yang belum selesai dikerjakan

pada tahun sebelumnya. Kegiatan lanjutan atau luncuran dari

tahun sebelumnya dilaksanakan pada awal tahun berjalan

dengan menggunakan sisa anggaran yang belum habis dengan

terlebih dahulu menempatkan Dokumen Pelaksanaan

Anggaran Lanjutan pada akhir tahun sebelumnya.

b. Membiayai kegiatan baru yang tidak teranggarkan dalam APBD

murni. Dalam perubahan APBD, penambahan kegiatan baru

dimungkinkan sepanjang dapat di selesaikan sampai pada

akhir tahun anggaran, kecuali dalam keadaan mendesak atau

darurat (dengan persyaratan tertentu).

Sumber atau cakupan SiLPA tahun anggaran tertentu dapat

dikelompokkan ke dalam SiLPA Aktif dan SiLPA Pasif. SiLPA Aktif

terdiri dari kewajiban kepada pihak ketiga sampai sampai dengan

akhir tahun belum terselesikan dan sisa dana kegiatan lanjutan.

SiLPA Aktif diartikan sebagai sisah lebih realisasi penerimaan dan

pengeluaran anggaran satu periode anggaran atau Sis lebih

Perhitungan Anggaran Tahun Sebelumnya yang sudah jelas

perunukkannya atau pemanfaatannya dan sudah diataur di dalam


peraturan perundang-undangan SiLPA Aktif diartikan juga sebagai

anggaran “beraturan yang ada pemiliknya”.

Sedangkan SiLPA Pasif terdiri dari pelampauan penerimaan

Pendapatan Asli Desa (PAD), pelampauan penerimaan dana

perimbangan, pelampauan penerimaan lain-lain pendapatan

daerah yang sah, pelampauan penerimaan pembiayaan dan

penghematan belanja. SiLPA Pasif diartikan sebagai selisih lebih

realisasi penerimaan dan pengeluaran anggaran selama satu

periode anggaran atau Sisa Lebih Perhitungan Anggaran Tahun

Sebelumnya yang belum jelas peruntukkannya atau

pemanfaatannya. SiLPA Pasif dapat diartikan sebagai anggaran

“tidak bertuan atau tidak ada pemiliknya”.

Menurut Lis Djuniar dan Ida Zuraida tahun 2018, Sisa Lebih

Pembiayaan Anggaran (SiLPA) ini menurut pemerintah Nomor 58

Tahun 2005 merupakan selisih lebih realisasi penerimaan dan

pengeluaran anggaran selama satu periode anggaran. Peraturan

menteri dalam Negeri (pemendagri) 13 Tahun 2006 pasal 137

menyatakan Sisa Lebih Pembiayaan Anggaran (SiLPA) tahun

sebelumnya merupakan pembiayaan yang digunakan untuk:

a. Menutupi defisit anggaran apabila realisasi pendapatan lebih

kecil dari pada realisasi belanja.

b. Mendanai pelaksanaan kegiatan lanjutan atas beban belanja

langsung.
c. Mendanai kewajiban laiinya yang sampai dengan akhir tahun

anggaran lelum di selenggarakan.

Menurut Ratri Paramita Laksmi dan Syamsul Hadi 2013.

Sebagian besar SiLPA disumbangkan ke belanja lansung berupa

Belanja Modal yang secara langsung menyentuh kebutuhan

masyarakat. Jumlah Belanja Langsung berupa pembangunan

infrastruktur, pengadaan aset, dan sebagainya yang didalamnya

juga terdapat Belanja Tidak Langsung lebih kecil dari jumlah

Belanja Tidak Langsung.

SiLPA tahun sebelumnya yang merupakan penerimaan

pembiayaan digunakan untuk menutupi defisit anggaran apabila

realisasi pendapatan lebih kecil daripada realisasi belanja,

menandai pelaksanaan kegiatan lanjutan atas beban belanja

langsung (belnja barang dan jasa, belanja modal dan belanja

pegawai) dan menandai kewajiban lainnya yang sampai dengan

tahun anggaran belum diselesaikan. Sisa Lebih Pembiayaan

Anggaran (SiLPA) berpengaruh positif terhadap besaran anggaran

Pembangunan.

Pemerintah daerah dapat mengevaluasi kinerja keuangan

daerah melalui laporan realisasi anggaran, apakah realisasi

anggaran tersebut sudah sesuai dengan anggaran yang telah

dibuat, sehingga akan mempengaruhi penyusunan anggaran tahun

berikutnya. Semakin tinggi realisasi anggaran tahun lalu akan


bedampak pada semakin rendahnya SiLPA. Realisasi Anggaran

berpengaruh negatif terhadap Sila Lebih Pembiayaan Anggran

(SiLPA).

Menurut Sudarsana dalam Sri (2017:63) menyatakan bahwa

belanja modal yang besaer merupakan cerminan dari banyaknya

infrastruktur dan sarana yang dibangun. Sehingga semakin banyak

pembangunan yang dilakukan akan meningkatkan pelayanan

kepada masyarakat sehingga kinerja daerah akan lebih baik.

Belanja modal merupakan pengeluaran untuk pembayaran

perolehan aset atau menambah nilai aset tetap lainnya yang

memberikan manfaat lebih dari satu periode dan melebihi batas

minimal kapasitasi aset tetap lainnya yang ditetapkan pemerintah.

Selain Pendapatan Asli Daerah (PAD) dan belanja modal

dalam Laporan Realisasi Anggran (LRA) dalam pemerintah daerah

juga terdapat dana SiLPA sebagai anggaran penentuan defisit satu

daerah sehingga SiLPA sangat mempengaruhi APBD suatu

daerah. Menurut mentri dalam negeri No. 13 Tahun 2006 dana Sisa

Lebih Perhitungan Anggaran (SiLPA) adalah selisih lebih realisasi

penerimaan dan engeluaran anggaran selama satu periode

anggaran. (Lis Djuniar dan Ida Zuraida tahun 2018)

B. Tinjauan Empiris

Tabel 1.1

PENELITIAN TERDAHULU
No Nama/Tahun Judul Metode Hasil Penelitian

penelitia

n
1. Runik Puji Analisis atas laporan Metode Kinerja Dinas Pekerjaan

Rahayu (2016) realisasi anggaran Kuantitatif Umum Bina Marga

untuk mengukur kinerja pemerintah kabupaten

keuangan pemerintah Pemekasan dalam

Kabupaten Pamekasan penyelenggaraan tugas-

tugas pemerintahan,

pembangunan, dan

penyelenggaraan sosial

kepada masyarakat pada

tahun 2012-2013

mengalami penurunan

kinerja yaitu sebesar

61,02%, sedangkan tahun

2013-2014 mengalami

kenaikan kinerja yaitu

116,54%. Meskipun

demikian Pendapatan Asli

Daerah sudah efektif.


2. Ratri Paramita Pengaruh PAD, DAU, Metode Variabel SiLPA

Laksmi dan SiLPA, Realisasi regresi dipengaruhi oleh realisasi

Syamsul Hadi anggaran dan tanggal linier Anggaran namun tidak


(2013) penetapan APBD berganda dipengaruhi oleh tanggal

terhadap anggaran pendapatan pada APBD.

pembangunan pada Sedangkan besaran

pemerintah anggaran pembangunan

Kabupaten/Kota tahun berikutnya

Provinsi Jawa Tengah- dipengaruhi paling kuat

D.I Yogyakarta periode oleh SiLPA dan

2007-2010 dipengaruhi secara

moderat oleh PAD.

Besaran anggaran

pembangunan tahun

berikutnya dipengaruhi

secara lemah (nyaris tidak

signifikan) oleh DAU.


3. Lis Djuniar dan Pengaruh pendapatan Metode Pengaruh pendapatan asli

Ida Zuraida asli daerah (PAD), asosiatif daerah (PAD), belanja

(2018) belanja modal dan sisa modal dan sisa lebih

lbih pembiayaan pembiayaan anggaran

anggaran (SiLPA) (SiLPA) Kabupaten/Kota

terhadap kinerja Provinsi Sumatera

pemerintah daerah Selatan tahun 2012-2016

Kabupaten/Kota dengan jumlah sampel

provinsi sumatera yang digunakan sebanyak

selatan 15 sampel dengan


kesimpulan tidak ada

pengaruh antara

pendapatan asli daerah

(PAD) terhadap kinerja

pemerintah daerah

Kabupaten/Kota.

Terdapat pengaruh

dengan arah yang negatif

antara sisa lebih

pembiayaan anggran

(SiLPA) terhadap kinerja

pemerintah dengan

demikian jika ada

perubahan antara PAD,

belanja modal dan SiLPA

maka akan

mempengaruhi juga

penilaian kinerja

pemeerintah daerah

Kabupaten/Kota provinsi.
4. Rusdi (2018) Analisis laporan Metode Anggaran pendapatan

realisasi anggaran kuantitatif lebih tinggi daripada

pendapatan dan realisasi pendapatan

belanja daerah pada maka yang menghasilkan


pemerintah daerah selisih bertambah.

Kabupaten Enrekang Semakin besar tingkat

realisasi pendapatan

dibandingkan dengan

target yang dianggarkan,

maka semakin tinggi

tingkat efektifnya,

sedangkan anggaran

belanja berbanding

terbalik dengan anggaran

pendapatan. Jika

anggaran belanja lebih

besar dari pada realisasi

maka dapat dikatan

bahwa pemerintah daerah

mampu mengefisienkan

belanjanya.
5. Aulia Analisis terbentuknya Metode Pendapatan daerah

Rahmawati sisa lebih perhitungan kuantitatif berpengaruh signifikan

(2015) anggaran (SiLPA) positif terhadap

sebelum dan setelah terbentuknya SiLPA pada

reformasi keuangan pemerintah kabupaten

daerah pada malang. Maka terjadi

pemerintah kabupaten perbedaan terbentuknya


malang SiLPA pada saat sebelum

dan setelah reformasi

keuangan daerah dimana

pendapatan daerah

berpengaruh lebih tinggi

terhadap terbrntuknya

SiLPA pada saat setelah

reformasi keuangan

daerah. Belanja daerah

berpengaruh signifikan

positif terhadap

terbentuknya SiLPA pada

pemerintah Kabupaten

Malang. Maka terjadi

perbedaan terbentuknya

SiLPA pada saat sebelum

dan setelah reformasi

keuangan daerah dimana

belanja daerah

berpengaaruh lebih tinggi

erhadap terbentuknya

SiLPA pada saat setelah

reformasi keuangan
daerah. Kas dan

anggaran kas daerah

berpengaruh signifikan

positif terhadap

terbentuknya SiLPA.
C. Kerangka Konsep

Berdasarkan skema kerangka ini dilakukan dengan metode

analisis kuantitatif. Faktor yang menyebabkan adanya SiLPA dari

komponen APBD itu sendiri berupa pelampauan pendapatan

daerah. Belanja modal dan non modal sebagaimana beberapa

penelitian sebelumnya yang menekankan pada faktor-faktor

penyebab SiLPA yang mengacu pada komponen APBD. Kerangka

konsep dapat digambarkan sebagai berikut:

Proses Perencanaan dan Penganggaran

Penyusunan APBD (Pendapatan dan Belanja Daerah)

Implementasi dan Pertanggung jawaban APBD (APBD Murni dan Perubahan)

Perbedaan antara Anggaran dan Realisasi

Terbentuknya Sisa Lebih


Perhitungan Anggaran (SiLPA)

Pelampauan Pendapatan Sisa Belanja Hubungan Kinerja Keuangan


Belanja Daerah Daerah

Sisa Blanja Sisa Belanja Non Opini Badan Pemeriksaan


Modal Modal Keuangan (BPK)
Dummy Kemampuan
Mempertahankan WTP

Sisa Lebih Perhitungan Anggaran (SiLPA)

Anda mungkin juga menyukai