Anda di halaman 1dari 29

PEMBANGUNAN DESA TERHADAP PEMBANGUNAN

PARIWISATA KAMPUNG NAGA DI DESA NEGLASARI,


KECAMATAN SALAWU, KABUPATEN TASIKMALAYA

“Diajukan Untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Pembagunan Wilayah Perkotaan Dan
Perdesaan”
Oleh :

Mochammad Rifqi Rustandi 202010105


Ferry Renaldy 202010133

PROGRAM STUDI ILMU ADMINISTRASI PUBLIK

FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK

UNIVERSITAS PASUNDAN

BANDUNG

2023
KATA PENGANTAR

Kata Pengantar Puji syukur peneliti panjatkan kepada Allah SWT, karena atas

limpahan ramhat, karunia, dan kasih sayangnya, kami dapat menyelesaikan usulan

penelitian untuk laporan tugas Sistem Administrasi Publik yang berjudul

“Pembangunan Desa Terhadap Pembangunan Pariwisata Kampung Naga Di Desa

Neglasari, Kecamatan Salawu, Kabupaten Tasikmalaya” Kami mengucapkan

terima kasih kepada Bapak Regan Vaughan S.I.kom M.AP. selaku Dosen mata

kuliah pembangunan wilayah perkotaan dan pedesaan yang telah memberikan tugas

ini kepada kami.

Ucapan terima kasih juga disampaikan kepada saya yang telah semangat dan

pantang menyerah dalam menyelesaikan tugas makalah ini dan mampu

menyelesaikan dengan tepat waktu. Saya menyadari bahwa penulisan usulan

penelitian laporan tugas ini jauh dari kata sempurna, maka kami sangat terbuka

untuk menerima kritik dan saran yang bersifat konstruktif demi perbaikan penulisan

ini. Saya juga mengucapkan terimakasih kepada semua pihak yang telah membagi

sebagian pengetahuannya sehingga saya dapat menyelesaikan makalah ini.

Akhirnya, kami mengharapkan semoga makalah ini dapat memberikan

manfaat,khususnya bagi kami dan umumnya bagi pembaca.

Bandung, 27 September 2023

2
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR .............................................................................................. 2


DAFTAR ISI ........................................................................................................... 3
BAB I ...................................................................................................................... 4
PENDAHULUAN .................................................................................................. 4
1.1 Latar Belakang ......................................................................................... 4
1.2 Rumusan Masalah .................................................................................... 6
1.3 Tujuan Penelitian ...................................................................................... 6
1.4 Manfaat Penelitian .................................................................................... 6
BAB II ..................................................................................................................... 7
TINJAUAN PUSTAKA .......................................................................................... 7
2.1 Kajian Pustaka .......................................................................................... 7
2.1.1 Kajian Administrasi ................................................................................ 7
2.1.2 Kajian Administrasi Publik ..................................................................... 8
2.1.3.Kajian Organisasi .................................................................................... 9
2.1.4 Pembangunan Perdesaan...................................................................... 10
2.1.5 Pedesaan................................................................................................ 13
2.1.6 Konsep Partisipasi Masyarakat Dalam Pembangunan Perdesaan ........ 14
BAB III ................................................................................................................. 18
METODE PENELITIAN ...................................................................................... 18
3.1 Jenis Penelitian ....................................................................................... 18
3.2 Fokus Penelitian ..................................................................................... 19
BAB IV ................................................................................................................. 20
HASIL DAN PEMBAHASAN ............................................................................. 20
4.1 Gambaran Umum Kampung Naga ......................................................... 20
4.2 Pembangunan Pariwisata dan Respons Masyarakat Kampung Naga..... 21
4.3 Makna Pariwisata Menurut Masyarakat Kampung Naga ....................... 23
BAB V ................................................................................................................... 26
PENUTUP ............................................................................................................. 26
5.1 Kesimpulan ............................................................................................. 26
DAFTAR PUSTAKA ............................................................................................ 28

3
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Pembangunan merupakan hal yang tidak asing lagi bagi suatu Negara.Tujuan

pembangunan sendiri adalah untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat.

Dengan begitu, pembangunan dilaksanakan secara terus-menerus sebagai suatu

proses agar mampu tercapai keadaan masyarakat yang semakin baik. Pembangunan

pedesaan merupakan bagian yang penting dari pembangunan Nasional. Selama ini

banyak program pembangunan yang dilakukan di Desa dirancang oleh Pemerintah.

Dalam rangka menyelenggarakan pemerintahan, Negara Indonesia terdiriatas

daerah Provinsi yang terdiri dari beberapa Kabupaten/ Kota, sedangkan daerah

Kabupaten/ Kota terbagi atas Desa dan Kelurahan yang merupakan satuan

pemerintahan terendah. (Nurcholis, 2011: 1). Desa merupakan kesatuan geografis

terdepan dimana hampir sebagian besar penduduk bermukim. Desa yang

merupakan kesatuan masyarakat hukum juga memiliki kewenangan sekalipun

kewenangannya tidak seluas kewenangan milik pemerintah daerah. (Eko et al,2014:

91).

Pembangunan Desa merupakan kegiatan yang mencakup seluruh aspek

kehidupan dalam masyarakat Desa. Tujuan pembangunan Desa adalah untuk

meningkatkan kesejahteraan masyarakat Desa, serta untuk meningkatkan kualitas

hidup manusia dan untuk penanggulangan kemiskinan. Hal ini sesuai dengan pasal

78 ayat 1 Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa. Oleh karena itu,

4
salah satu usaha untuk meningkatkan pembangunan Desa sesuai yang diamanatkan

Undang-Undang Desa dapat dilakukan dengan memberikan kewenangan kepada

pemerintah Desa untuk mengelola daerahnya sendiri secara mandiri.

Hal ini sesuai dengan yang diamanatkan dalam Undang-undang Nomor

6Tahun 2014 Tentang Desa yang menyebutkan bahwa Desa memiliki

wewenanguntuk mengatur urusan pemerintahannya sendiri sesuai prakarsa

masyarakatsetempat. Berdasarkan hal tersebut dalam menyelenggarakan

pemerintahannya,Desa sebagai daerah otonom memiliki kewenangan dalam

mengatur danmengurus kepentingan masyarakat setempat berdasarkan prakarsa

sendiri yangsesuai dengan aspirasi masyarakat. Kewenangan tersebut sudah

dimandatkan olehUndang-undang yakni salah satunya dengan membentuk dan

menjalankan BadanUsaha Milik Desa (BUM Desa).

Pembangunan pariwisata pada hakikatnya bertujuan untuk mensejahterakan

masyarakat. Oleh karena itu, hasil pembangunannya harus dapat dimanfaatkan oleh

masyarakat, terutama di tempat dilakukannya pembangunan. Untuk itu, masyarakat

harus dilibatkan dalam pembangunan itu. Masyarakat harus menjadi subjek

pembangunan, bukan objek pembangunan. Dalam konteks pariwisata, hal tersebut

selaras dengan asas pembangunan pariwisata seperti yang tercantum dalam

Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2009 tentang Kepariwisataan. Dalam undang-

undang tersebut juga dinyatakan bahwa penyelenggaraan kepariwisataan, harus

menjunjung tinggi prinsip norma agama dan nilai budaya. Menurut Goeldner dan

Ritchie (2012), penyelenggaraan kepariwisataan dengan memperhatikan nilai-nilai

budaya masyarakat lokal di destinasi akan menjadi dasar keberlanjutan

5
pembangunan pariwisata di suatu destinasi. . Nilai budaya terdapat dalam adat

istiadat yang diusung oleh masyarakatnya. Oleh karena itu, adat istiadat menjadi

kata kunci untuk terlaksananya pembangunan pariwisata.

1.2 Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang tersebut muka dapat dirumuskan permasalahan

sebagai berikut: ”Bagaimana respons masyarakat Kampung Naga terhadap

pembangunan pariwisata di Desa Neglasari, Kecamatan Salawu, Kabupaten

Tasikmalaya?”

1.3 Tujuan Penelitian

Adapun tujuan dari penelitian ini, yaitu: ”Untuk mengetahui bagaimana

Pembangunan Pariwisata terhadap Masyarakat Kampung Naga di Desa Neglasaru,

Kecamatan Salawu, Kabuypaten Tasikmalaya”

1.4 Manfaat Penelitian

Adapun manfaat yang diharapkan dan dapat diperoleh dari hasil penelitian

ini adalah sebagai berikut:

1. Secara praktis, yakni memberikan informasi dan data yang berguna bagi

semua kalangan terutama meraka yang secara serius mengamati jalannya

partisipasi masyarakat, serta memberikan

2. Secara Akademis, yakni penelitian ini diharapkan dapar memberikan

konstribusi baik secara langsung atau tidak bagi kepustakaan jurusan ilmu

Administrai Publik dan bagi kalangan penulis lainnya yang tertarik untuk

6
mengeskporasi kembali kajian tentang model partisipasi publik dalam

proses perencanaan pembangunan di daerah lain.

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Kajian Pustaka

Kajian pustaka adalah istilah yang sering digunakan dalam dunia penelitian

dan akademik untuk merujuk pada tinjauan atau penelaahan terhadap berbagai

pustaka, termasuk buku, jurnal ilmiah, artikel, laporan penelitian, dan sumber-

sumber lainnya yang relevan dengan topik atau masalah yang ingin diteliti.

Kegiatan kajian pustaka dilakukan untuk mengumpulkan informasi terkini dan

terpercaya tentang topik yang akan diteliti. Tujuan dari kajian pustaka adalah untuk

memahami status terkini pengetahuan tentang topik tersebut, melihat

perkembangan yang telah terjadi, dan mengidentifikasi kesenjangan atau celah

pengetahuan yang dapat diisi melalui penelitian baru.

2.1.1 Kajian Administrasi

Berdasarkan etimologis, administrasi berasal dari bahasa yunani, yaitu

administrare yang berarti melayani atau membantu. Sedangkan dalam bahasa

inggris yaitu administrastion yang berasal dari dua kata, yaitu “ad” (intensive) dan

“Ministrate” (to serve). Maka dari itu pengertian dari administrasi ialah melayani

dengan baik. Pemahaman administrasi secara sempit dikemukakan oleh Silalahi

(2016 : 5) bahwa :

“Administrasi merupakan penyusunan dan pencatatan data dan


informasi secara sistematis dengan maksud untuk menyediakan
keterangan serta memudahkan memperolehnya kembali secara

7
keseluruhan dan dalam hubungannya satu sama lain. Administrasi
dalam arti sempit lebih tepat disebut tata usaha (clerical work,
office work).”
Merujuk dalam definisi menurut menurut administrasi secara sempit dapat

disimpulkan bahwa dalam arti sempit sebagai kegiatan catat mencatat yang

dilakukan sebagai bahan informasi bagi kepentingan organisasi.

Sementara itu pemahaman administrasi dalam arti luas didefinisikan oleh

Silalahi (2016) sebagai kegiatan kerja sama yang dilakukan manusia atau

sekelompok orang sehingga tercapai tujuan yang diinginkan. Definisi yang senada

dikemukakan oleh Siagian (2003) bahwa administrasi adalah keseluruhan proses

kerja sama antara dua orang manusia atau lebih yang didasarkan atas rasionalitas

tertentu untuk mencapai tujuan yang telah ditentukan sebelumnya.

Merujuk pada beberapa definisi para ahli terkait administrasi, dapat ditarik

kesimpulan bahwa administrasi dalam arti luas adalah kegiatan kerja sama yang

dilakukan untuk mencapai tujuan yang diinginkan dalam organisasi.

2.1.2 Kajian Administrasi Publik

Roosenbloom dalam Suryadi (2007 : 3) menjelaskan definisi dari administrasi

publik sebagai berikut :

“Public administration-is the action part of government, the


means by which the purpose and goals of government are
realized. Public administration sa a field is meanly concern with
the means for implementing political value”.
Mengacu pada kutipan diatas, administrasi publik dijelaskan sebagai bagian

dari aktivitas pemerintah artinya tujuan dan sasaran yang telah ditenntukan oleh

8
pemerintah dapat terealisasikan. Administrasi juga sebagai wilayah kajian yang

konsen dengan nilai – nilai implementasi kebijakan politik.

Definisi diatas menunjukkan bahwa administrasi publik memiliki perhatian

terhadap program-program manajemen publik. Peranan administrasi publik dalam

mewujudkan kebijakan-kebijakan politik serta mewujudkan rasa aman dan

kesejahteraan masyarakat, melalui kegiatan yang bersifat rutin maupun

pembangunan. Peran administrasi publik merupakan proses dalam perumusan

kebijakan sebagaimana pendapat Nigro dan Nigro dalam Bachtiar (2011 : 26) yaitu

‘Public administration has and important role formulating of public policy and thus

a part of political process’ atau diartikan dengan administrasi publik mempunyai

peranan penting dalam perumusan kebijakan pemerintah dan karenanya merupakan

sebagian dari proses politik.

Berdasarkan definisi dari para ahli yang telah dipaparkan di atas mengenai

admnistrasi publik, maka dapat ditarik kesimpulan bahwa pengertian administrasi

administrasi publik adalah seluruh kegiatan atau aktivitas yang dilakukan oleh

pemerintah untuk mencapai sasaran dan tujuan yaitu kepentingan publik yang

dalam hal ini yaitu kebutuhan – kebutuhan masyarakat.

2.1.3.Kajian Organisasi

Organisasi menurut Waldo (1971) adalah struktur hubungan-hubungan

diantara orang berdasarkan wewenang dan bersifat tetap dalam suatu sistem

administrasi. Hal senada dikemukakan oleh Herbert G. Hicks (1972) bahwa ‘an

organization is structured process which persons iteract for objetives’ atau yang

9
diartikan bahwa organisasi adalah proses terstruktur dimana orang berinteraksi

untuk suatu tujuan. Masih senafas dengan kedua definisi di atas, Siagian dalam

Rahayu (2016) memberikan pemahaman lebih luas mengenai organisasi, yaitu :

“Setiap bentuk persekutuan antara dua orang atau lebih yang


bekerja sama untuk mencapai suatu tujuan bersama dan terikat
secara formal dalam suatu ikatan hierarki dimana selalu terdapat
hubungan antara seorang atau sekelompok orang yang disebut
pimpinan dan seorang atau sekelompok yag disebut bawahan”.
Merujuk pada beberapa pengertian dari para ahli mengenai organisasi yang

telah dipaparkan di atas, maka dapat ditarik sebuah pemahaman bahwa organisasi

itu merupakan suatu tempat atau wadah berkumpulnya sekelompok orang secara

terstruktur untuk melaksanakan administrasi.

2.1.4 Pembangunan Perdesaan

Pembangunan (development) sering dirumuskan sebagai proses perubahan

yang terencana dari suatu situasi nasional yang satu ke situasi nasional yang lain

yang dinilai lebih tinggi (Katz, 2001 dalam Sangian, dkk 2018). Pembangunan

adalah upaya untuk mengubah keadaan dari yang kurang dikehendaki menuju

keadaan yang lebih baik (Ruopp dalam Sangian, dkk 2018).

Pembangunan adalah proses perubahan yang direncanakan untuk

memperbaiki berbagai aspek kehidupan masyarakat. Dimana dalam hal ini

pembangunan dapat diartikan sebagai suatu proses perubahan yang mencakup

seluruh aspek sistem sosial, politik, ekonomi, infrastruktur, pertahanan, pendidikan,

teknologi, kelembagaan, dan budaya yang direncanakan untuk memperbaiki

berbagai aspek kehidupan masyarakat (Alexander dalam Sangian dkk, 2018).

Peryataan serupa terkait pembangunan yaitu pembangunan merupakan suatu proses

10
perubahan, demi tercapainya tingkat kesejahteraan atau mutu hidup suatu

masyarakat (dan individu-individu di dalamnya) yang berkehendak dan

melaksanakan pembangunan itu (Riyadi dan Deddy 2003, dalam Sangian dkk,

2018).

Dari uraian tersebut di atas, maka dapat disimpulkan bahwa pembangunan

desa adalah merupakan suatu proses perubahan kearah yang lebih baik dengan

menggunakan metode dan rencana untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan.

Kemudian dalam proses pembangunan perdesaan terdapat beberapa prinsip prinsip

dasar yang harus jalankan untuk menyukseskan pembangunan tersebut. Prinsip-

prinsip tersebut antara lain: (1) transparansi (keterbukaan), partisipatif (2) dapat

dinikmati masyarakat, (3) dapat dipertanggungjawabkan (akuntabilitas), dan (4)

berkelanjutan (sustainable) (Adisasmita,2013).

Pembangunan menurut Bryant dan White (di dalam Mahardhani 2014: 2)

yang mendefinisikan pembangunan sebagai salah satu upaya yang dilakukan untuk

meningkatkan kemampuan manusia, untuk mempengaruhi masa depannya. Bryant

dan White (di dalam Mahardhani, 2014: 2) menyebutkan bahwa terdapat 5

implikasi yang perlu diperhatikan dalam definisi pembangunan, yaitu :

1. Pembangunan berarti membangkitkan kemampuan optimal manusia, baik

individu atau kelompok (capacity).

2. Pembangunan berarti mendorong tumbuhnya kebersamaan dan pemerataan

sistem nilai serta kesejahteraan.

3. Pembangunan berarti mendorong kepercayaan terhadap masyarakat untuk

membangun dirinya sesuai kemampuan yang yang ada padanya.

11
Kepercayaan ini dinyatakan dalam bentuk kesepakatan yang sama,

kebebasan memilih, dan kekuasaan untuk memutuskan (empowerment).

4. Pembangunan berarti membangkitkan kemampuan dan membangun secara

mandiri (sustainability).

5. Pembangunan berarti mengurangi ketergantungan negara yang satu

terhadap negara yang lain dengan menciptakan hubungan saling

menguntungkan (simbiosis mutualis) dan saling menghormati

(interdependensi).

Pembangunan sebagai suatu proses mempunyai beberapa unsur, antara lain

yaitu proses perubahan, upaya yang terencana, tujuan yang lebih baik, dengan nilai

dan norma tertentu. (Hariyono, 2010: 21). Berdasarkan beberapa definisi

pembangunan yang telah dikemukakan oleh tokoh-tokoh diatas, pada dasarnya

dapat ditarik kesimpulan bahwa pembangunan merupakan suatu proses terus-

menerus yang dilakukan untuk menuju ke arah yang lebih baik dari sebelumnya

yang bertujuan untuk meningkatkan kehidupan masyarakat yang lebih baik.

Sedangkan tujuan pembangunan sendiri secara garis besar yaitu memiliki

arah pertumbuhan ekonomi yang tinggi, pemerataan hasil pembangunan, dan

campuran antara pertumbuhan ekonomi tinggi dan pemerataan. (Hariyono, 2010:

23). Tujuan-tujuan yang hendak dicapai itu dilakukan secara terus menerus agar

didapatkan hasil yang maksimal. Dalam pembangunan, tidak hanya dibutuhkan

peran pemerintah saja namun perlu adanya kerjasama dengan masyarakat. Sebisa

mungkin masyarakat selalu dilibatkan dalam setiap proses pembangunan.

12
2.1.5 Pedesaan

Sebagian besar wilayah Indonesia terdiri dari daerah pedesaan. Terdapat

berbagai pengertian yang merujuk pada istilah pedesaan yang dikemukakan oleh

beberapa tokoh. Pengertian pedesaan menurut Balai Pustaka (2003) yang dikutip

dalam Asnudin (2009: 293) yaitu wilayah permukiman yang dipengaruhi oleh

beberapa hal, yaitu kondisi tanah dan air sebagai syarat penting untuk terwujudnya

pola kehidupan agraris penduduk di tempat itu.

Terdapat pendapat lain yang mengemukakan tentang pengertian pedesaan.

Salah satunya adalah Wisadirana (2004: 21) yang menyebutkan pedesaan yaitu

daerah masyarakat hukum terbawah dibawah kecamatan, sumber ekonomi

utamanya yaitu pertanian, dan usaha sampingan adalah memelihara ternak,

sedangkan masyarakat ditandai dengan pergaulan yang akrab, dan masih

memegang teguh adat istiadat setempat.

Desa sendiri berasal dari bahasa Sansekerta yaitu deshi yang berarti tanah

kelahiran atau tanah tumpah darah. (Mahardhani, 2015: 40). Kedudukan Desa

berada di bawah wilayah Kabupaten/ kota. Dalam konteks Undang-Undang Nomor

32 Tahun 2004 Tentang Pemerintahan Daerah, desa dibedakan dengan kelurahan.

Desa yaitu kesatuan masyarakat hukum yang mempunyai batas wilayah yang

berwenang untuk mengatur dan mengurus kepentingan masyarakat setempat

berdasar asalusul dan adat istiadat setempat, sedangkan kelurahan yaitu

administrasi pemerintahan di bawah kecamatan yang merupakan wilayah

pelayanan administrasi kabupaten/ kota. (Nurcholis, 2011: 2-3).

13
Menurut Dirjen Pengembangan Desa, Kementrian Pekerjaan Umum

Republik Indonesia yang dikutip oleh Mahardhani (2014: 41) menyebutkan ciri-ciri

wilayah Desa antara lain :

a. Perbandingan lahan dengan manusia cukup besar (lahan desa lebih luasdari

jumlah penduduknya, kepadatan rendah).

b. Lapangan kerja yang dominan adalah agraris (pertanian).

c. Hubungan antar warga amat akrab.

d. Tradisi lama masih berlaku.

Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014 Tentang Desa menempatkan Desa

sebagai organisasi campuran (hybrid) antara masyarakat yang berpemerintahan

(self governing community) dengan pemerintahan lokal (local self government). Hal

ini membuat desa berbentuk pemerintahan masyarakat atau pemerintahan yang

berbasis pada masyarakat. Desa membentuk kesatuan hukum karena mengandung

pemerintahan sekaligus masyarakat. (Eko et al, 2014: 34).

2.1.6 Konsep Partisipasi Masyarakat Dalam Pembangunan Perdesaan

Pendekatan partisipatif (bottom-up) merupakan salah satu cara merumuskan

kebutuhan pembangunan daerah dan desa yang menempatkan masyarakat sebagai

pelaku utama pembangunan. Konsep ini menempatkan masyarakat lapisan bawah

sebagai perencana dan penentu kebijakan pembangunan di tingkat lokal (Nurman,

2015). Pendekatan partisipatif dalam pembangunan desa merupakan suatu paduan

atau model dalam mengkaji potensi dan gagasan pembangunan desa yang menitik

beratkan pada partisipasi atau peran serta masyarakat dalam keseluruhan proses

pembangunan. Konsep ini dilandasi oleh nilai-nilai dan semangat gotong royong

14
yang telah mengakar dan budaya masyarakat Indonesia. Gotong royong bertumpu

pada keyakinan bahwa setiap warga masyarakat memiliki hak untuk memutuskan

dan merencanakan apa yang terbaik bagi diri dan lingkungan serta cara terbaik

dalam upaya mewujudkannya (Wahyudin, 2004).

Partisipasi merupakan keterlibatan mental dan emosi dari seseorang didalam

situasi kelompok yang mendorong mereka untuk mendukung pencapaian tujuan

dari kelompok tersebut dan ikut bertanggung jawab terhadap kelompoknya.

Partisipasi masyarakat menjadi hal penting dalam mencapai keberhasilan dan

keberlanjutan program pembangunan. Partisipasi berarti keikut sertaan seseorang

atau kelompok masyarakat dalam suatu kegiatan secara sadar (Irene, 2015). Oleh

sebab itu partisipasi mengandung makna tentang keterlibatan semua lapisan

masyarakat dalam mengambil bagian atau bentuk keikutsertaan secara aktif

berdasarkan potensi yang dimilikinya secara bersama-sama (Marzuki, 2004).

Konsep partisipasi sering dikaitkan dengan kegiatan-kegiatan yang

berhubungan dengan pembangunan, pengambilan keputusan, kebijakan dan

pelayanan pemerintah. Partisipasi itu memiliki arti yang penting dalam kegiatan

pembangunan, dimana pembangunan itu bertujuan untuk memenuhi kebutuhan

yang diinginkn oleh masyarakat (Hakim, 2017). Pendekatan perencanaan

partisipatif (berbasis masyarakat) mengakomodasi aspirasi dari berbagai lapisan

masyarakat desa. Pencapaian konsensus atas solusi, alternatif pemecahan masalah,

atau usulan program pembangunan desa secara partisipatif dilakukan dalam upaya

mewujudkan masyarakat padukuhan sebagai pelaku pembangunan di desanya

sendiri, masyarakat yang lebih berdaya dalam menata dan membangun desa, dan

15
masyarakat yang lebih memahami keadaan wilayahnya sendiri (RPP Desa

Panjangrejo, 2010).

Kemudian berkaitan dengan aspek pembangunan perdesaan, terdapat

beberapa bentuk partisipasi yang dapat diberikan masyarakat sesuai dengan

tahapan-tahapan dalam proses pembangunan, antara lain sebagai berikut :

1. Partisipasi dalam tahap perencanaan (idea planning stage). Partisipasi pada

tahap ini maksudnya adalah pelibatan seseorang pada tahap penyusunan

rencana dan strategi dalam penyusunan kepanitiaan dan anggaran pada

suatu kegiatan/proyek. Masyarakat berpartisipasi dengan memberikan

usulan, saran dan kritik melalui pertemuan-pertemuan yang diadakan.

2. Partisipasi dalam tahap pelaksanaan (implementation stage). Partisipasi

pada tahap ini maksudnya adalah pelibatan seseorang pada tahap

pelaksanaan pekerjaan suatu kegiatan/proyek. Masyarakat dapat

memberikan bantuan tenaga, uang ataupun materia/barang serta ide-ide

sebagai salah satu wujud partisipasi pada pekerjaan tersebut.

3. Partisipasi dalam tahap pemanfaatan (utilization stage). Partisipasi pada

tahap ini maksudnya adalah pelibatan seseorang pada tahap pemanfaatan

suatu pekerjaan/proyek setelah proyek tersebut selesai dikerjakan.

Partisipasi masyarakat pada tahap ini berupa tenaga dan uang untuk

mengoprasikan dan memelihara proyek yang telah dibangun. (Ericson

dalam Hakim, 2017).

Adapun peryataan serupa terkait bentuk-bentuk partisipasi yang dapat

diberikan masyarakat dalam sebuah program pembangunan desa yang

16
dikelompokan kedalam empat empat jenjang yaitu: (1) partisipasi dalam pembuatan

keputusan (perencanaan pembangunan), (2) partisipasi dalam kegiatan pelaksanaan,

(3) partisipasi dalam pemanfaatan hasil, dan (4) partisipasi dalam kegiatan evaluasi.

(Cohen dan Uphoff, 1977 dalam Sudarmono, 2007).

17
BAB III

METODE PENELITIAN

3.1 Jenis Penelitian

Penelitian ini menggunakan pendekatan Literature Review menyediakan

definisi penelitian yang bertujuan untuk menggambarkan pemecahan masalah saat

ini yang didasarkan pada data, sehingga ia juga menyajikan, menganalisis, dan

menginterpretasikan data, serta dapat bersifat komparatif dan korelatif. Literature

review adalah suatu metode penelitian melakukan identifikasi, evaluasi dan

interpretasi terhadap semua hasil penelitian yang relevan terkait pertanyaan

penelitian tertentu, topik tertentu, atau fenomena yang menjadi perhatian

(Kitchenham, 2004). Studi sendiri (individual study) merupakan bentuk studi

primer (primary study), sedangkan literature review adalah studi sekunder

(secondary study). Literature review akan sangat bermanfaat untuk melakukan

sintesis dari berbagai hasil penelitian yang relevan, sehingga fakta yang disajikan

kepada penentu kebijakan menjadi lebih komprehensif dan berimbang.

Pendekatan kualitatif dalam literature review digunakan untuk mensintesis

(merangkum) hasil-hasil penelitian yang bersifat deskriptif kualitatif. Metode

mensintesis (merangkum) hasil-hasil penelitian kualitatif ini disebut dengan meta

sisntesis, teknik melakukan integrasi data untuk mendapatkan teori maupun konsep

baru atau tingkatan pemahaman yang lebih mendalam dan menyeluruh (Perry &

Hammond, 2002).

18
Studi literature review dipakai untuk menghimpun data atau sebuah sintesa

sumber-sumber yang berhubungan dengan topik penelitian dari berbagai sumber

baik jurnal, buku, dokumentasi, internet dan pustaka. Metode studi literatur adalah

serangkaian kegiatan yang berkenaan dengan metode pengumpulan data pustaka,

membaca dan mencatat, serta mengelola bahan penulisan (Nursalam 2016).

3.2 Fokus Penelitian

Penelitian ini dilakukan di Desa Neglasari. Secara administratif pemerintahan,

Kampung Naga termasuk kedalam wilayah Dusun Naga, Desa Neglasari, Kecamatan

Salawu, Kabupaten Tasikmalaya, Provinsi Jawa Barat.

19
BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Gambaran Umum Kampung Naga

Secara administratif pemerintahan, Kampung Naga termasuk kedalam

wilayah Dusun Naga, Desa Neglasari, Kecamatan Salawu, Kabupaten Tasikmalaya,

Provinsi Jawa Barat. Luas seluruh areal Kampung Naga sekitar 10 ha, sedangkan

areal pemukimannya hanya sekitar 1,5 ha. Kesepuluh hektar itu terdiri atas tiga

wilayah, yaitu: (1) Leuweung Karamat, yaitu tempat nenek moyang mereka

dimakamkan yang berada di bagian barat; (2) Perkampungan tempat mereka hidup

dan bercocok tanam, di bagian tengah; (3) Leuweung Larangan yang konon

merupakan tempat para dedemit, di bagian timur. Ketiga wilayah tersebut

merupakan representasi kawasan suci, kawasan bersih, dan kawasan kotor

(Suganda, 2006).

Di areal pemukiman yang berada di kawasan bersih berdiri 113 bangunan

yang terdiri dari 109 imah (rumah), bumi ageung, masigit, bale patemon, dan leuit

(lumbung padi). Jumlah bangunan tersebut tidak boleh ditambah. Tata letak imah

di Kampung Naga mempertimbangkan peredaran matahari yang dibangun

memanjang dari timur ke barat. Bagian depan setiap imah berhadap-hadapan, untuk

menjaga komunikasi dalam hubungan sosial. Bentuk bangunan dan bahan imah

sama semuanya dan dicat dengan menggunakan kapur berwarna putih. Perbedaan

hanya terletak pada ukurannya. Bangunan imah berbentuk panggung dengan bahan

terbuat dari kayu, bambu, dan ijuk.

20
Sementara menurut salah satu pengkisah, Kampung Naga mulai banyak

dikunjungi wisatawan sejak tahun 1970-an. Pada tahun 1976 pemerintah daerah

merencanakan untuk membangun penginapan di Kampung Naga, tetapi rencana

tersebut ditolak masyarakat Kampung Naga. Dalam perkembangan selanjutnya,

jumlah wisatawan yang mengunjungi Kampung Naga semakin meningkat. Pada

tahun 2014 wisatawan yang mengunjungi Kampung Naga telah berjumlah 91.982

orang, dengan perincian 3.404 wisatawan mancanegara dan 88.578 wisatawan

Nusantara (Dinas Pariwisata dan Kebudayaan Kabupaten Tasikmalaya, 2016).

4.2 Pembangunan Pariwisata dan Respons Masyarakat Kampung Naga

Kampung Naga dengan keunikan dan kemudahan aksesibilitasnya banyak

dikunjungi wisatawan Nusantara dan mancanegara. Namun, belum diketahui

dengan pasti sejak kapan Kampung Naga mulai dikunjungi wisatawan. Sejauh

penelusuran terhadap majalah pariwisata, buku petunjuk perjalanan wisata, dan

laporan pemerintah yang terbit pada masa Pemerintahan Hindia Belanda, tidak

ditemukan informasi tentang Kampung Naga. Dengan demikian, maka patut diduga

bahwa pada masa Pemerintahan Hindia Belanda, Kampung Naga belum menjadi

objek wisata, atau paling tidak, belum menjadi objek wisata yang ditawarkan.

Kampung Naga hanya merupakan kampung biasa dengan jumlah penduduk yang

sedikit, tidak bergejolak, dan tidak melakukan kegiatan-kegiatan yang menarik

perhatian Pemerintah Hindia Belanda, sehingga tidak ada catatan pada Pemerintah

Hindia Belanda.

Sementara menurut salah satu pengkisah, Kampung Naga mulai banyak

dikunjungi wisatawan sejak tahun 1970-an. Pada tahun 1976 pemerintah daerah

21
merencanakan untuk membangun penginapan di Kampung Naga, tetapi rencana

tersebut ditolak masyarakat Kampung Naga. Dalam perkembangan selanjutnya,

jumlah wisatawan yang mengunjungi Kampung Naga semakin meningkat. Pada

tahun 2014 wisatawan yang mengunjungi Kampung Naga telah berjumlah 91.982

orang, dengan perincian 3.404 wisatawan mancanegara dan 88.578 wisatawan

Nusantara (Dinas Pariwisata dan Kebudayaan Kabupaten Tasikmalaya, 2016).

Untuk mendukung kenyamanan wisatawan ketika berkunjung ke Kampung

Naga, pemerintah kabupaten membangun prasarana dan sarana perparkiran serta

toko cinderamata di dekat Kampung Naga. Tanahnya dibeli dari penduduk setempat

bernama H. Syarif seluas 2.520 m2 pada tahun 1992 (Mudzakkir, 2012). Pemerintah

kabupaten kemudian memungut retribusi parkir dari kendaraan wisatawan yang

masuk dengan besaran yang tidak ditentukan.

Pembangunan lahan parkir dan pungutan retribusi parkir tersebut tidak

disukai oleh masyarakat Kampung Naga. Namun ketidaksukaan tersebut tidak

diungkapkan dalam bentuk perlawanan. Hal itu disebabkan pungutan retribusi

parkir itu tidak ditentukan besarannya, sehingga dipandang sebagai bentuk saling

menguntungkan dan saling memahami karena tidak ada unsur paksaan.

Pada tahun 2002, pemerintah kabupaten membangun sebuah bangunan pos

untuk menarik retribusi dari wisatawan yang berkunjung ke Kampung Naga. Selain

itu dibangun pula papan petunjuk yang bertulisan “Objek Wisata Kampung Naga”

dan “Selamat Datang Di Kampung Naga, Welcome to Kampung Naga”. Pungutan

retribusi tersebut dianggap oleh masyarakat Kampung Naga sebagai komersialisasi

kampungnya oleh pemerintah kabupaten. Dengan dipimpin oleh kuncen barunya

22
yang dipilih tahun 2001, Ade Suherlin, masyarakat Kampung Naga melakukan

penolakan dengan melakukan aksi pembakaran pos retribusi dan penghancuran

papan petunjuk yang bertuliskan “Objek Wisata Kampung Naga” akibat dari aksi

tersebut, pungutan retribusi kepada wisatawan dihapuskan oleh pemerintah

kabupaten.

Pada awal tahun 2010 berdiri koperasi yang disyaratkan untuk

mendistribusikan minyak tanah dengan nama Koperasi Warga Sauyunan. Fungsi

koperasi tersebut adalah mendistribusikan minyak tanah subsidi dan mengelola

lahan parkir. Koperasi tersebut harus menyetorkan uang kontrak lahan parkir

sebesar Rp 12 juta kepada Dinas Pariwisata dan Kebudayaan Kabupaten

Tasikmalaya dan Rp 3 juta kepada Desa Neglasari (Mudzakkir, 2010) Selain itu,

koperasi tersebut juga berfungsi untuk mengelola sektor pariwisata yang bersinergi

dengan HIPANA (Himpunan Pramuwisata Kampung Naga), yang telah lebih dulu

berdiri. HIPANA didirikan untuk melayani pengunjung, menjaga hal-hal yang tidak

diinginkan dari kehadiran pengunjung, serta menjaga etika, adat, dan budaya

Kampung Naga dari pelanggaran yang dilakukan pengunjung.

4.3 Makna Pariwisata Menurut Masyarakat Kampung Naga

Pembangunan pariwisata yang dilakukan oleh Pemerintah Kabupaten

Tasikmalaya sejak tahun 1970-an sampai dasawarsa pertama abad ke-21 ternyata

tidak direspons positif oleh masyarakat Kampung Naga. Hal tersebut nampak dari

empat kejadian konflik antara pemerintah kabupaten dan masyarakat Kampung

Naga yang muncul ke permukaan pada kurun waktu tersebut (1976, 2002, 2006,

2009). Pembangunan pariwisata yang dijalankan lebih bersifat perintah (top-down)

23
dan sesuai dengan persepsi pemerintah kabupaten (Scott, 1998). Masyarakat

Kampung Naga sebagai ”Pemilik” lokasi tidak dilibatkan sejak perencanaan sampai

pelaksanaannya. Dalam pembangunan pariwisata di Kampung Naga, Pemerintah

Kabupaten Tasikmalaya menggunakan pendekatan ekonomi. Pendekatan ini lebih

menekankan pada upaya untuk mendapatkan keuntungan finansial sebanyak

mungkin dari wisatawan. Agar kedatangan wisatawan semakin banyak jumlahnya

dan mau berkunjung kembali, maka wisatawan harus diberikan kemudahan dan

kenyamanan, sehingga wisatawan senang mengunjunginya dan mau mengeluarkan

uang yang banyak. Melalui uang yang masuk dari wisatawan itu, masyarakat lokal

akan dapat meningkatkan pendapatannya. Demikian juga bagi pemerintah lokal

dapat meningkatkan pendapatan daerahnya (Telfer dan Sharpley).

Masyarakat Kampung Naga menjaga kesucian kampungnya dengan tiga

tuntunan hidup yang diajarkan dan diwariskan oleh leluhurnya, yaitu papagon

hirup, pamali, dan patilasan. Pertama, papagon hirup, yaitu ajaran berupa pegangan

hidup yang harus dijalankan dan bersifat perintah. Papagon hirup yang sangat

dipegang teguh oleh masyarakat Kampung Naga adalah wasiat, amanat, dan akibat.

Wasiat adalah warisan berupa pesan-pesan yang menjadi rujukan dalam menjalani

kehidupan. Pesan-pesan itu merupakan pandangan dunia yang merefleksikan akan

tujuan terbentuknya tata kehidupan di masa kini dan masa depan yang selaras

dengan lingkungan alam, karena di dalamnya terkandung hakikat manusia sebagai

makhluk Tuhan, makhluk sosial, dan makhluk yang merupakan bagian dari alam

semesta. Amanat mengemukakan tentang pitutur atau wejangan dari karuhun yang

pada intinya berupa hidup sederhana, menjaga kebersamaan, kerukunan, dan

24
kedamaian, serta upacara ritual. Akibat adalah konsekuensi yang akan diterima bila

melanggar dan tidak menjaga wasiat dan amanat. Akibat memiliki nilai spiritual

tinggi yang sama dengan larangan agama, meskipun sangsinya tidak nampak tetapi

dirasakan oleh pelakunya sebagai beban yang menyiksa batin. Kedua, pamali,

yaitu bentuk ajaran untuk meninggalkan sesuatu, baik yang bersifat ucapan maupun

tindakan. Pamali biasa juga disebut tabu. Pamali selalu ditanamkan dalam hati dan

pikiran masyarakat Kampung Naga, sehingga menjadi penjaga dalam bertutur dan

berperilaku. Melalui pamali itu, mereka memiliki kontrol terhadap perilaku

bermasyarakat beserta ekosistemnya.

Ketiga, patilasan, yaitu sarana untuk mengingat jasa para leluhurnya.

Patilasan adalah ruang suci untuk menunjukkan bukti bahwa karuhun mereka

memang benar-benar ada. Patilasan sangat dijaga keberadaannya oleh masyarakat

Kampung Naga, terutama dari sentuhan wisatawan yang datang ke kampungnya,

serta dirawat melalui upacara pedharan dan hajat sasih.

25
BAB V

PENUTUP

5.1 Kesimpulan

Pembangunan pariwisata yang pada dasarnya bertujuan untuk meningkatkan

penghidupan ekonomi masyarakat harus diselaraskan dengan adat istiadat dan

norma yang berlaku di masyarakatnya. Apabila tidak, maka tujuan tersebut tidak

akan tercapai dan bahkan memunculkan respons negatif. Pembangunan pariwisata

yang dilakukan Pemerintah Kabupaten Tasikmalaya di Kampung Naga direspons

negatif oleh masyarakatnya dalam bentuk perlawanan terbuka. Skala

perlawanannya dimulai dari yang berdampak lokal sampai yang berdampak

nasional. Respons negatif itu muncul karena pembangunan pariwisata yang

dilakukan di Kampung Naga tidak berdasarkan pada adat istiadat dan norma yang

berlaku pada masyarakatnya.

Tidak diperhatikannya adat istiadat dan norma masyarakat Kampung Naga

sebagai dasar pembangunan pariwisata disebabkan adanya perbedaan pemaknaan

terhadap konsep pariwisata. Pemerintah Kabupaten Tasikmalaya memaknai

pariwisata di Kampung Naga dengan pendekatan ekonomi, yaitu sebagai aset untuk

mendapatkan keuntungan finansial. Dengan pendekatan tersebut, interaksi sosial

yang dibangunnya pun adalah untuk mendapatkan keuntungan finansial. Sementara

masyarakat Kampung Naga memaknai pariwisata dengan pendekatan silaturahmi,

yaitu untuk menjalin persaudaraan dan kekeluargaan, sehingga interaksi sosial yang

dibangunnya pun adalah untuk menjalin hubungan kekeluargaan.

26
Pembangunan pariwisata di Kampung Naga seyogyanya menggunakan

pendekatan silaturahmi. Dengan pendekatan tersebut, masyarakat Kampung Naga

dapat tetap menjalankan adat istiadatnya dan dapat meneruskannya pada generasi

penerusnya, tanpa ada gangguan dari pihak luar. Dengan pendekatan itu pula

wisatawan dapat lebih menikmati keunikan Kampung Naga dan dapat mempelajari

kearifan lokalnya yang mungkin dapat berguna bagi kehidupannya. Pendekatan

silaturahmi juga dapat mewujudkan pariwisata yang berkelanjutan.

Berdasarkan simpulan di atas, ada beberapa saran yang diajukan, yaitu: (1)

masyarakat yang tetap mempertahankan adat istiadatnya seyogyanya tidak dilihat

sebagai hambatan untuk melakukan pembangunan, tetapi dilihat sebagai potensi

untuk merancang pembangunan yang sesuai dengan karakteristik masyarakatnya;

(2) pembangunan pariwisata yang dilakukan pihak berwenang seyogyanya beralih

dari pendekatan pertumbuhan ekonomi ke pendekatan pariwisata berkelanjutan

yang ditunjang oleh sistem sosial-budaya masyarakatnya, karena pada hakikatnya

pembangunan yang dilakukan adalah untuk kepentingan masyarakatnya.

27
DAFTAR PUSTAKA

Adongo, Raymond, Ja Young Choe, Hagchin “Toursm in hoi An, Vietnam Impact,
Perceived Benefits, Community Attachment and Support for Tourism
Development dalam International Journal of Tourism Sciences.” March 2017.
Hlm.1-21.
Adisasmita, Rahardjo. 2006. Pembangunan Pedesaan dan Perkotaan. Graha Ilmu;
Yogyakarta
Agier, Isabelle, Szafarz, Ariane. 2013. Microfinance and Gender : Is There a Glass
Ceiling on Loan Size? Word Development.
Agusta, I. 2002. Metode Evaluasi Program Pemberdayaan. Humaniora Utama
Press; Bandung
Anoraga, Pandji. 2002. Koperasi, Kewirausahaan Dan Usaha Kecil. Rineka Cipta;
Jakarta.
Boche, Dirk Michael, Cruz, Luciano Barin. 2013. Gender and Microfinance
Performance : Why Does The Institutional Context Matter? World
Development.
Badan Perencanaan Pembangunan Nasional. 2008. Pemberdayaan Koperasi,
Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah. http://www.bappenas.go.id. (2 Januari
2016).
Badan Pusat Statistik dan Kementerian Negara Koperasi dan UKM. 2008. Berita
Resmi Statistik UKM BPS 2008. http://www.scribd.com. (2 Januari 2016).
Badan Pusat Statistik. 2014. Kecamatan IV Koto Dalam Angka 2014; Padang
Baihaqi, Wazin. 2013. Pengembangan Potensi Perempuan Dalam Wilayah
Ekonomi Domestik – Publik. Jurnal ; Banten
Chambers, Robert. 1998. Pengembangan Desa Mulai Dari Belakang. LP3ES
;Jakarta
Daldjoeni dan A. Suyitno. 2004. Pedesaan, Lingkungan dan Pembangunan.Artkel
Direktorat Jenderal Pemberdayaan Masyarakat dan Desa. 2008. Penjelasan
Petunjuk Teknis Operasional Program Nasional Pemberdayaan (PNPM)
Mandiri Perdesaan ; Jakarta
Dumadia. 2010. Masalah dan Potensi Pelaksanaan PNPM Mandiri di Kecamatan
Butuh, Purworejo. Blog ; Purworejo

28
Faisal S, 1995. Format-format Penelitian Sosial, Dasar-dasar dan Aplikasi.
Cetakan Ketiga, PT. Raja Grafindo Persada
Firdausy CM. 1997. Pengembangan Potensi Ekonomi Dari Pemberdayaan
Ekonomi Rakyat di Biak. Analisis CSIS ; Jakarta
Hamdi, Hartrisari Hardjomidjojo dan Amiruddin Saleh. 2013. Kegiatan Simpan
Pinjam Khusus Perempuan di Kecamatan Semparuk, Sambas. Jurnal ; Bogor
Harmet, Hari. 2001. Strategi Pemberdayaan Masyarakat Humaniora Utama Pers;
Bandung

29

Anda mungkin juga menyukai