RANCANGAN
RANCANGAN PERATURAN DESA PASAR PEDATI
TENTANG PENGELOLA WISATA DESA
Disiapkan Oleh :
Dasar pemikiran tentang pentingnya disusun tim ini karena keberadaan wisata
desa yang semakin berkembang dihadapkan pada permasalahan yang sangat penting,
sehingga perlu adanya suatu tindakan yang konkrit dari pemerintah desa guna
melakukan perlindungan, pembangunan, pengelolaan serta pemberdayaan. Wisata
Desa dapat membangun desa untuk lebih maju dengan tidak meninggalkan jejak
budaya, adat-istiadat dan nilai-nilai moral yang telah dianut oleh masyarakat sejak
nenek moyang mereka.
A. LATAR BELAKANG
Alinea IV Pembukaan UUD 1945 yang diantaranya menyatakan bahwa
Pemerintah Negara Republik Indonesia melindungi segenap bangsa Indonesia,
memajukan kesejahteraan umum, dan mencerdaskan kehidupan bangsa. Oleh karena
itu, perlindungan segenap bangsa dan peningkatan kesejahteraan umum adalah
tanggung jawab negara, baik untuk Pemerintah, Pemerintah Provinsi, Pemerintah
Kabupaten/Kota maupun Pemerintah Desa. Aturan mengenai pemerintahan desa telah
diatur dalam Undang-Undang (UU) Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa sebagaimana
diubah dengan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (PERPPU) nomor 2
tahun 2022 tentang Cipta Kerja yang ditetapkan dengan UU no. 6 tahun 2023.
Pengaturan pelaksanaan tentang Desa diatur dalam Peraturan Pemerintah (PP) nomor
43 Tahun 2014 tentang Peraturan Pelaksanaan Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014
tentang Desa. Kebijakan desentralisasi dan otonomi daerah di Indonesia saat ini telah
membawa implikasi pada pergeseran format hubungan antar pemerintah. Tidak
seperti dalam suasana sentralisasi dimana pola hubungan antara pusat-daerah bersifat
sangat hierarkhis, saat ini pola hubungan pusat-daerah bersifat relatif otonom.
Sebagai daerah otonom, pemerintah desa memiliki beberapa kewenangan untuk
mengurus rumah tangganya sendiri.
Salah satu yang dapat dikembangkan oleh Pemerintah Desa untuk desa adalah
pembangunan di bidang kepariwistaan. Pembangunan kepariwisataan sebagai bagian
dari pembangunan bidang ekonomi, membawa beberapa dampak bagi pemerintah
daerah dan masyarakat antara lain:
B. IDENTIFIKASI MASALAH
Esensi Pemerintahan desa adalah penyelenggaraan urusan pemerintahan
oleh pemerintah desa dan dewan perwakilan rakyat desa menurut asas otonomi dan
tugas pembantuan dengan prinsip otonomi seluas-luasnya dalam sistem dan prinsip
Negara Kesatuan Republik Indonesia Republik Indonesia Tahun 1945.
Penyelenggaraan pemerintahan desa diarahkan untuk mempercepat terwujudnya
kesejahteraan masyarakat melalui peningkatan pelayanan, pemberdayaan, dan peran
serta masyarakat, serta peningkatan daya saing daerah dengan memperhatikan prinsip
demokrasi, pemerataan, keadilan, dan kekhasan suatu desa.
Otonomi Desa adalah hak, wewenang, dan kewajiban daerah otonom untuk
mengatur dan mengurus sendiri Urusan Pemerintahan dan kepentingan masyarakat
setempat dalam sistem Negara Kesatuan Republik Indonesia. Salah satu hak
pemerintahan desa adalah membentuk (menetapkan) Peraturan Desa. Peraturan Desa
ini merupakan bentuk kebijakan publik yang dibentuk sebagai intrumen untuk
mewujudkan tujuan penyelenggaraan pemerintahan desa.
Berdasarkan uraian tersebut di atas, maka permasalahan dan memperhatikan
tujuan penyusunan Naskah Akademik ini, maka permasalahan yang urgen untuk
dikaji adalah:
D. KEGUNAAN
Kegunaan dari kegiatan Penyusunan Naskah Akademis Rancangan Peraturan
Desa Pasar Pedati tentang Pengelola Wisata Desa adalah sebagai dokumen resmi yang
menyatu dengan konsep Rancangan Peraturan Desa terkait.
E. METODE PENELITIAN
Penyusunan Naskah Akademik pada dasarnya merupakan suatu kegiatan
penelitian sehingga digunakan metode penyusunan Naskah Akademik yang
berbasiskan metode penelitian hukum.
1. Metode Pendekatan
Metode pendekatan yang digunakan dalam penyusunan Naskah Akademik
ini adalah Metode pendekatan yuridis normatif. Metode pendekatan yuridis
normatif dilakukan melalui studi pustaka yang menelaah (terutama) data
sekunder yang berupa Peraturan Perundang-undangan, dokumen hukum
lainnya, hasil penelitian, hasil pengkajian, atau referensi lainnya. Metode
yuridis normatif ini juga dilengkapi dengan wawancara, diskusi (focus group
discussion), dan rapat dengar pendapat. dengan langkah-langkah strategis yang
dilakukan meliputi:
a. Menganalisis berbagai peraturan perundang-undangan (tinjauan legislasi)
yag berkaitan dengan Desa Wisata
b. Melakukan tinjauan akademis melalui diskusi dan melaksanakan
pertemuan-pertemuan untuk mendapatkan masukan dari masyarakat dan
pejabat terkait;
c. Merumuskan dan mengkaji persoalan krusial dalam penyusunan Raperda
sehingga memperoleh kesepahaman diantara stakeholder yang
kepentingannya terkait dengan substansi pengaturan Rancangan Peraturan
Desa;
d. Menganalisa informasi dan aspirasi yang berkembang dari berbagai
instansi/lembaga terkait dan tokoh-tokoh masyarakat (tinjauan teknis), dan
seluruh pihak yang berkepentingan dengan Pengelolaan Wisata di Desa
Pasar Pedati.
e. Merumuskan dan menyusun dalam bentuk deskriptif analisis serta
menuangkannya dalam Naskah Akademis Rancangan Peraturan Desa
tentang Pengelola Wisata di Desa Pasar Pedati.
a. Studi kepustakaan,
Studi kepustakaan yaitu suatu bentuk pengumpulan data dengan cara
membaca buku literatur, hasil penelitian terdahulu, dan membaca
dokumen, peraturan perundang-undangan, Peraturan Desa di Desa Pasar
Pedati yang berhubungan dengan obyek penelitian.
b. Wawancara
Wawancara merupakan proses tanya-jawab dalam penelitian yang
berlangsung secara lisan antara dua orang atau lebih bertatap muka
mendengarkan secara langsung informasi-informasi atau keterangan-
keterangan (Cholid Narbuko dan Abu Achmadi,2004: 83).
Bab ini memuat uraian mengenai materi yang bersifat teoritis, asas, praktik,
perkembangan pemikiran, serta implikasi social, politik, dan ekonomi, keuangan
Negara dari peraturan desa pasar pedati tentang wisata desa.
A. KAJIAN TEORITIS
1. Pengertian objek wisata
2. Pariwisata
Menurut Norval, wisatawan ialah setiap orang yang datang dari suatu negara
asing, yang alasannya bukan untuk menetap atau bekerja di situ secara teratur, dan
yang di negara dimana ia tinggal untuk sementara itu membelanjakan uang yang
didapatkannya di lain tempat. ( Soekadijo,2000;13).
o Pengunjung adalah setiap orang yang berkunjung kesuatu negara lain dimana ia
mempunyai tempat kediaman, dengan alasan melakukan pekerjaan yang diberikan
oleh negara yang dikunjunginya.
o Wisatawan adalah setiap orang yang bertempat tinggal disuatu negara tanpa
memandang kewarganegaraannya, berkunjung ke suatu tempat pada negara yang
sama untuk jangka waktu lebih dari 24 jam yang tujuan perjalanannya dapat
diklasifikasikan pada salah satu hal berikut ini.
B. KAJIAN EMPIRIS
Mengingat potensi wisata yang dimiliki oleh desa, terutama desa yang memiliki
potensi wisata yang dapat diandalkan maka beberapa desa menyikapi dengan membuat
regulasi dalam bentuk peraturan desa yang mengatur penetapan desa sebagai desa wisata.
BAB III
EVALUASI DAN ANALISIS PERATURAN
PERUNDANG-UNDANGAN TERKAIT
Bab ini memuat hasil kajian evaluasi dan analisis beberapa Peraturan Perundang-
undangan terkait dengan penyusunan Rancangan Peraturan Desa tentang Pengelolaan Wisata
Desa. Hal ini dilakukan agar Rancangan Peraturan Desa tentang Pengelolaan Wisata Desa
Desa Pasar Pedati tidak bertentangan dengan Peraturan Perundang-undangan yang telah ada
baik secara vertikal dan horizontal.
a. Pemerintah Desa adalah Kepala Desa atau yang disebut dengan nama lain dibantu
perangkat Desa sebagai unsur penyelenggara Pemerintahan Desa.
b. Pemerintah Desa adalah Kepala Desa atau yang disebut dengan nama lain dibantu
perangkat Desa sebagai unsur penyelenggara Pemerintahan Desa.
c. Badan Permusyawaratan Desa atau yang disebut dengan nama lain adalah lembaga
yang melaksanakan fungsi pemerintahan yang anggotanya merupakan wakil dari
penduduk Desa berdasarkan keterwakilan wilayah dan ditetapkan secara demokratis.
d. Peraturan Desa adalah peraturan perundang-undangan yang ditetapkan oleh Kepala
Desa setelah dibahas dan disepakati bersama Badan Permusyawaratan Desa.
Berdasarkan amanah dari konstitusi tersebut, maka ketentuan mengenai
penyelenggaraan pemerintahan desa diatur lebih lanjut dalam Undang-Undang Nomor 6
Tahun 2014 Tentang Desa, termasuk salah satunya mengenai penyusunan dan penetapan
peraturan desa.
Dalam Pasal 8 ayat (1) yang berbunyi “Jenis Peraturan Perundang-undangan selain
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ayat (1) mencakup peraturan yang ditetapkan oleh
Majelis Permusyawaratan Rakyat, Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah,
Mahkamah Agung, Mahkamah Konstitusi, Badan Pemeriksa Keuangan, Komisi Yudisial,
Bank Indonesia, Menteri, badan, lembaga, atau komisi yang setingkat yang dibentuk dengan
Undang-Undang atau Pemerintah atas perintah Undang-Undang, Dewan Perwakilan Rakyat
Daerah Provinsi, Gubernur, Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Kabupaten/Kota,
Bupati/Walikota, Kepala Desa atau yang setingkat”. Maka secara eksplisit dalam pasal
tersebut eksistensi mengenai Peraturan Desa diakui sebagai salah satu peraturan perundang-
perundangan di tingkat desa dengan mengikuti Pasal 8 ayat (2) yang berbunyi “Peraturan
Perundang-undangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diakui keberadaannya dan
mempunyai kekuatan hukum mengikat sepanjang diperintahkan oleh Peraturan Perundang-
undangan yang lebih tinggi atau dibentuk berdasarkan kewenangan”.
a. menjunjung tinggi norma agama dan nilai budaya sebagai pengejawantahan konsep
hidup dalam keseimbangan hubungan antara manusia dengan Tuhan Yang Maha Esa,
hubungan manusia dan sesama manusia, dan hubungan antara manusia dan
lingkungan;
b. menjunjung tinggi hak asasi manusia, keragaman budaya, dan kearifan lokal;
c. memberi manfaat untuk kesejahteraan rakyat, keadilan, kesetaraan, dan
proporsionalitas;
d. memelihara kelestarian alam dan lingkungan hidup;
e. memberdayakan masyarakat setempat;
f. menjamin keterpaduan antarsekotor, antardaerah, antara pusat dan daerah yang
merupakan satu kesatuan sistemik dalam kerangka otonomi daerah, serta keterpaduan
antarpemangku kepentingan;
g. mematuhi kode etik kepariwisataan dunia dan kesepakatan internasional dalam
bidang pariwisata; dan
h. memperkukuh keutuhan Negara Kesatuan Republik Indonesia.
(2) Penerbitan Perizinan Berusaha sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf d
dilakukan sesuai dengan norrna, standar, prosedur, dan kriteria yang ditetapkan oleh
Pemerintah Pusat.
4. Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa sebagaimana diubah dengan
Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (PERPPU) Nomor 2 Tahun 2022
tentang Cipta Kerja yang ditetapkan dengan Undang-Undang Nomor 6 Tahun
2023.
Desa dalam Pasal 1 angka 1 UU Desa adalah desa dan desa adat atau yang disebut
dengan nama lain, selanjutnya disebut Desa, adalah kesatuan masyarakat hukum yang
memiliki batas wilayah yang berwenang untuk mengatur dan mengurus urusan pemerintahan,
kepentingan masyarakat setempat berdasarkan prakarsa masyarakat, hak asal usul, dan/atau
hak tradisional yang diakui dan dihormati dalam sistem pemerintahan Negara Kesatuan
Republik Indonesia.
Pasal 1 angka 6 Undang-undang Desa menyebutkan bahwa Badan Usaha Milik Desa
yang selanjutnya disebut BUM Desa adalah badan hukum yang didirikan oleh Desa dan/atau
bersama Desa-Desa guna mengelola usaha, memanfaatkan aset, mengembangkan investasi
dan produktivitas, menyediakan jasa pelayanan, dan/atau menyediakan jenis usaha lainnya
untuk sebesar-besarnya kesejahteraan masyarakat Desa.
Hal ini merupakan potensi sumber pemasukan pendapatan daerah dan kesejahteraan
masyarakat yang cukup bagus dengan berbagai dampak positifnya bagi daerah dan
masyarakat, sehingga Pemerintah Daerah terus menumbuhkan dan menggalangkan
pembangunan pariwisata dengan memanfaatkan semua potensi yang dimiliki oleh desa-desa
melalui program desa wisata. Untuk itu, pembangunan pariwisata merupakan pilihan yang
realistis bagi daerah untuk dikembangkan, termasuk di desa melalui penetapan desa wisata,
karena potensi wisata dan destinasi wisata pada umumnya berada di desa.
a. destinasi pariwisata;
b. pemasaran pariwisata;
c. industri pariwisata; dan
d. kelembagaan pariwisata.
Untuk mewujudkan visi pembangunan kepariwisataan nasional ditempuh 4 (empat)
misi pembangunan kepariwisataan nasional meliputi pembangunan:
8. Peraturan Pemerintah Nomor 11 Tahun 2021 tentang Badan Usaha Milik Desa (PP
BUMDES).
BUM Desa adalah menurut Pasal 1 angka 1 PP BUMDES adalah Badan Usaha Milik
Desa yang selanjutnya disebut BUM Desa adalah badan hukum yang didirikan oleh desa
dan/atau hersarna desa-desa guna mengelola usaha, memanfaatkan aset, mengembangkan
investasi dan produktivitas, menyediakan jasa pelayanan, dan/atau menyediakan jenis usaha
lainnya untuk sebcsar-besarnya kesejahteraan masyarakat Desa.
Kemudian dalam Pasal 1 angka 2 dan 3 disebutkan bahwa Usaha BUM Desa adalah
kegiaran di bidang ekonomi dan/atau pelayanan umum yang dikelola secara mandiri oleh
BUM Desa. Kemudian Unit Usaha BUM Desa adalah badan usaha milik BUM Desa yang
melaksanakan kegiatan bidang ekonomi dan/atau pelayanan umum berbadan hukum yang
melaksanakan fungsi dan tujuan BUM Desa.
a. profesional;
b. terbuka dan bertal-rggung jawab;
c. partisipatif;
d. prioritas sumber daya lokal; dan
e. berkelanjutan
Dengan prinsip-prinsip dan Standand Operational Procedure (SOP) BUM Desa dalam
PP BUMDES maka BUMDES menjadi salah satu opsi baik sebagai badan yang mengelola
pariwisata dengan kerjasama yang adil serta profesional antara masyarakat lokal, investor,
pemeintah daerah dan para pihak pemerhati pariwisata.
9. Peraturan Daerah Provinsi Bengkulu Nomor 8 Tahun 2019 tentang Rencana Induk
Pembangunan Kepariwisataan tahun 2019-2024 (Perda Prov. Bengkulu no. 8 Tahun
2019).
Pada latar belakang lampiran Perda Prov. Bengkulu no. 8 Tahun 2019 menyebutkan
bahwa dalam rangka memajukan kemakmuran dan kesejahteraan masyarakat, semua daerah
berlomba-lomba memajukan pariwisata. Menurut Risman, et al., (Tanpa Tahun), bahwa
Kementrian Pariwisata dan ekonomi kreatif pada tahun 2013 berpendapat bahwa salah satu
solusi alternatif untuk dapat meningkatkan kesejahteraan masyarakat desa khususnya bidang
perekonomian adalah dengan mengembangkan sektor pariwisata pedesaan yang berbasis
pemanfaatan potensi lokal, baik itu potensi alam maupun keanekaragaman budayanya.
10. Peraturan Daerah Kabupaten Bengkulu Tengah Nomor 2 tahun 2020 tentang
Rencana Induk Pembangunan Kepawirisataan Kabupaten Bengkulu Tengah Tahun
2020-2025.
Di dalam pasal 1 angka 7 PERDA terkait dijelaskan bahwa wisata adalah kegiatan
perjalanan yang dilakukan oleh seseorang atau sekelompok orang dengan mengunjungi
tempat tertentu untuk tujuan rekreasi, pengembangan pribadi atau mempelajari keunikan
daya tarik wisata yang dikunjungi dalam jangka waktu sementara. Sedangkan dalam Pasal 1
angka 9 PERDA terkait pariwisata adalah berbagai macam kegiatan Wisata dan didukung
berbagai fasilitas serta layanan yang disediakan oleh masyarakat, pengusaha dan Pemerintah
Daerah
A. LANDASAN FILOSOFIS
Landasan filosofis peraturan perundang-undangan selalu mengandung norma-norma
hukum yang diidealkan (ideal norms) oleh suatu masyarakat ke arah mana cita-cita luhur
kehidupan bermasyarakat dan bernegara hendak diarahkan. Nilai filosofis Pancasila dan
UUD RI 1945 sebagai landasan ideologi dan sumber hukum tertinggi dalam negara,
dinyatakan secara eksplisit dan dicantumkan dalam penyusunan Naskah Akademik tentang
Pengelolaan Wisata Desa. Peraturan perundang-undangan harus mendapatkan pembenaran
yang dapat diterima secara filosofis (filsafat) yaitu berkaitan cita-cita kebenaran, keadilan
dan kesusilaan. Filsafat atau pandangan hidup suatu bangsa berisi nilai moral dan etika dari
bangsa tersebut.
Hakikat otonomi daerah adalah kewenangan daerah untuk mengatur dan mengurus
rumah tangganya sendiri. Mengatur berarti daerah diberi hak untuk membuat regulasi-
regulasi sesuai dengan wewenangnya. Mengurus berarti daerah melaksanakan urusan-urusan
pemerintahan berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Hal ini dilaksanakan
untuk mewujudkan kesejahteraan masyarakat, meningkatkan pelayanan publik dan
meningkatan daya saing daerah sesuai potensi yang ada.
Desa memiliki hak asal usul dan hak tradisional dalam mengatur dan mengurus
kepentingan masyarakat setempat dan berperan mewujudkan cita- cita kemerdekaan
berdasarkan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945. Desa telah
berkembang dalam berbagai bentuk sehingga perlu dilindungi dan diberdayakan agar
menjadi kuat, maju, mandiri, dan demokratis sehingga dapat menciptakan landasan yang kuat
dalam melaksanakan pemerintahan dan pembangunan menuju masyarakat yang adil,
makmur, dan sejahtera memajukan perekonomian masyarakat Desa serta mengatasi
kesenjangan pembangunan nasional. Implikasi dari terbentuknya desa dengan sifat yang
demikian, diharapkan dapat menjadi landasan yang kuat dalam melaksanakan pemerintahan
dan pembangunan menuju masyarakat yang adil, makmur, dan sejahtera.
Secara filosofis penyelenggaraan pemerintahan desa yang baik akan berdampak pada
penyelenggaraan pembangunan, yang pada gilirannya akan mempengaruhi kehidupan
masyarakatnya. Akan terjadi peningkatan pelayanan dan partisipasi masyarakat. Undang-
undang yang mengatur khusus mengatur tentang desa telah disahkan oleh Pemerintah dalam
Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa.
Pengelolaan pariwisata tidak saja menjadi program daerah tetapi juga harus menjadi
program yang harus dilaksanakan pada penyelenggaraan pemerintahan dan pembangunan
desa, karena potensi pariwisata yang ada di daerah adalah berada di desa.
Pengelolaan pariwisata di desa tidak dapat dilepaskan dan nilai-nilai sosial budaya yang
dimiliki oleh masyarakat dengan berbagai ciri khas kelokalan yang dimilikinya, dan harus
diperhatikan dalam pengelolaan dan pengembangan pariwisata di desa, karena apabila
menafikan eksistensi dari nilai-nilai budaya kelokalan (kearifan lokal) maka akan terjadi
gesekan-gesekan yang akan mengganggu pelaksanakan pengelolaan kepariwisataan yang ada
di desa.
B. LANDASAN SOSIOLOGIS
Landasan sosiologis dapat diartikan sebagai pencerminan kenyataan yang hidup
dalam masyarakat, dengan harapan peraturan perundang-undangan (termasuk Peraturan
Daerah di dalamnya) akan diterima oleh masyarakat secara wajar bahkan spontan sehingga
akan mempunyai daya berlaku yang efektif dan tidak begitu banyak memerlukan pengerahan
institusional untuk melaksanakannya.
Adapun landasan teoritis sebagai dasar sosiologis berlakunya suatu kaidah hukum
termasuk peraturan daerah menurut Soejono Soekanto dan Purnadi Purbacaraka adalah
sebagai berikut:
1. Teori kekuasaan (machttbeorie) yaitu kaidah hukum yang berlaku karena paksaan
penguasa, terlepas diterima atau tidak diterima oleh masyarakat;
Berdasarkan uraian diatas maka landasan sosiologis yang dapat diambil dalam
pengaturan Raperdes tentang Pengelolaan Wisata Desa adalah bahwa Desa merupakan suatu
wilayah yang berdiri sendiri dan berhak mengatur rumah tangganya sendiri serta memiliki
ciri khas, karakter dan potensi yang berbeda, oleh karena itu dengan keanekaragaman dan
potensi yang dimiliki oleh desa perlu adanya suatu penegasan dan dorongan dari Pemerintah
dan Pemerintah Daerah untuk mengembangkan potensi-potensi ekonomi di desa.
3. Untuk menata dan mengelola potensi dan sumber daya desa di bidang pariwisata demi
meningkatkan pendapatan ekonomi masyarakat dan desa serta dimanfaatkan sebesar
besarnya untuk kesejahteraan Masyarakat Desa;
4.Untuk mengembangkan kualitas lingkungan masyarakat desa serta potensi alam dan
budaya yang terdapat di desa tersebut
5. Dalam rangka mendapatkan hasil atau konstribusi pada pengelolaan wisata yang
signifikan dibutuhkan pengelolaan profesional dengan berpedoman apada aturan yang
pasti.
6. Terwujudnya kawasan wisata desa yang indah, aman dan nyaman sebagai basis
keunggulan daya saing kepariwisataan desa pasar pedati
8. Terciptanya komunikasi dan relasi yang baik antara wisatawan dengan masyarakat
desa serta meningkatkan jumlah kunjungan wisatawan secara berkelanjutan.
10. Terwujudnya tata kelola kepariwisataan yang baik dan bertanggung jawab, mencakup
aspek perencanaan, koordinasi, implementasi, dan pengendalian.
C. LANDASAN YURIDIS
Landasan hukum yang menyangkut persoalan hukum yang berkaitan dengan
substansi atau materi dan beberapa persoalan hukum misalnya karena belum ada peraturan
hukum yang ditetapkan, perlu sinkronisasi peraturan.
7. Peraturan Pemerintah nomor 11 tahun 2021 tentang Badan Usaha Milik Desa (PP
BUMDES)
8. Peraturan Mentri Dalam Negeri Nomor 39 tahun 2010 tentang Badan Usaha Milik
Desa;
9. Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 111 Tahun 2014 tentang Pedoman Teknis
Peraturan Desa;
10. Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 113 Tahun 2014 tentang Pengelolaan
Keuangan Desa (Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2014 Nomor 2093);
12. Peraturan Daerah Kabupaten Bengkulu Tengah Nomor 2 tahun 2020 tentang
Rencana Induk Pembangunan Kepawirisataan Kabupaten Bengkulu Tengah
Tahun 2020-2025 (Lembaran Daerah Kabupaten Bengkulu Tengah Tahun 2020
Nomor 2);
13. Peraturan Daerah Kabupaten Bengkulu Tengah Nomor 1 tahun 2013 tentang Tata
Cara dan Pengelolaan BUMDes;
14. Peraturan Daerah Provinsi Bengkulu Nomor 8 Tahun 2019 Tentang Rencana
induk pembangunan kepariwisataan Provinsi Bengkulu Tahun 2019-2024
15. Peraturan Bupati Kabupaten Bengkulu Tengah Nomor 2 Tahun 2017 tentang
Pedoman Teknis Pembentukan Produk Hukum Desa;
16. Peraturan Desa Nomor 5 tahun 2022 tentang BUMDes Makmur Permai;
17. Peraturan Desa Nomor 5 tahun 2020 tentang Anggaran Rumah Tangga Badan
Usaha Milik Desa Pasar Pedati
BAB V
JANGKAUAN, ARAH PENGATURAN, DAN RUANG
LINGKUP MATERI MUATAN PERATURAN DESA
12. Pengusaha Wisata adalah orang, sekelompok orang, atau badan yang melakukan
kegiatan usaha pariwisata.
C. MATERI YANG AKAN DIATUR
1. Bab I Ketentuan Umum yang berisi istilah-istilah atau pengertian- pengertian yang
dijadikan bahan untuk perumusan norma-norma di dalam pasal-pasal, maksud dan tujuan
pembentukan daerah
2. Bab II mengatur tentang Asas dan Ruang Lingkup Desa Wisata.
3. Bab III mengatur tentang Maksud, Tujuan dan Fungsi Desa Wisata
4. Bab IV mengatur tentang Strategi dan Model Pengelolaan Desa Wisata
5. Bab V mengatur tentang Pengelola Desa Wisata
6. Bab VI mengatur tentang Kawasan Pengelolaan Desa Wisata
7. Bab VII pada bab ini diatur tentang Pengelolaan Usaha Wisata
8. Bab VIII diatur tentang Pendaftaran Usaha Wisata
9. Bab IX diatur tentang Hak dan Kewajiban Pemerintah Desa dan Masyarakat dan /atau
Pelaku Usaha wisata
10. Bab X diatur tentang Kewenangan Pemerintah Desa.
11. Bab XI diatur tentang Tarif di Dalam Wisata Desa.
12. Bab XII diatur Pembiayaan.
13. Bab XIII memuat tentang Penutup
D. KETENTUAN SANKSI
Dimasukkan ketentuan tentang sanksi sanksi administratif sebagai pencegahan dan
upaya represif agar semua pihak mematuhi ketentuan PERDES demi ketertiban dan
keadilan
E. KETENTUAN PERALIHAN.
Perlu dibuat jika sudah ada pengaturan sebelumnya atau masa peralihan