Anda di halaman 1dari 37

NASKAH AKADEMIK

RANCANGAN
RANCANGAN PERATURAN DESA PASAR PEDATI
TENTANG PENGELOLA WISATA DESA

Disiapkan Oleh :

MBKM Bina Desa Pasar Pedati


Fakultas Hukum
Universitas Bengkulu

PEMERINTAH DESA PASAR PEDATI,


PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN
FAKULTAS HUKUM
UNIVERSITAS BENGKULU
2023
KATA PENGANTAR
Puji syukur kehadirat Allah SWT atas perkenan-Nya maka laporan akhir Tim
Penyusunan Naskah Akademik RAPERDES Pengelolaan Wisata Desa dapat
diselesaikan tepat pada waktunya. Naskah Akademik RAPERDES tentang
Pengelolaan Wisata Desa ini disusun oleh Mahasiswa Fakultas Hukum, Universitas
Bengkulu melalui Program Merdeka Belajar Kampus Merdeka (MBKM) 2023.

Kami juga mengucapkan semua elemen, Dosen Fakultas Hukum Universitas


Bengkulu, Pemerintah desa, dan Masyarakat Desa Pasar Pedati yang telah membantu
untuk menyelesaikan Naskah Akademik ini.

Dasar pemikiran tentang pentingnya disusun tim ini karena keberadaan wisata
desa yang semakin berkembang dihadapkan pada permasalahan yang sangat penting,
sehingga perlu adanya suatu tindakan yang konkrit dari pemerintah desa guna
melakukan perlindungan, pembangunan, pengelolaan serta pemberdayaan. Wisata
Desa dapat membangun desa untuk lebih maju dengan tidak meninggalkan jejak
budaya, adat-istiadat dan nilai-nilai moral yang telah dianut oleh masyarakat sejak
nenek moyang mereka.

Akhirnya Tim mengucapkan terimakasih kepada pihak yang telah


memberikan masukan yang sangat berharga kepada tim baik selama rapat-rapat
maupun pada waktu penyusunan laporan akhir. Semoga hasil tim dapat menjadi
masukan yang bermanfaat bagi pembangunan hukum nasional pada umumnya dan
dapat dipakai sebagai pedoman dalam penyusunan Rancangan Peraturan Desa
Pengelolaan Wisata Desa.

Bengkulu, November 2023


Tim Penyusun

Mahasiswa FH UNIB MBKM 2023


DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ..................................................................................................................... 1


DAFTAR ISI ................................................................................................................................... 3
BAB I............................................................................................................................................... 4
PENDAHULUAN ........................................................................................................................... 4
A. LATAR BELAKANG ......................................................................................................... 4
B. IDENTIFIKASI MASALAH ............................................................................................. 6
C. TUJUAN DAN MANFAAT ............................................................................................... 7
D. KEGUNAAN....................................................................................................................... 8
E. METODE PENELITIAN .................................................................................................... 8
1. Metode Pendekatan.......................................................................................................... 8
2. Jenis dan Sumber Data .................................................................................................... 9
3. Teknik Pengumpulan Data ............................................................................................ 10
4. Teknik Analisis Data ..................................................................................................... 11
BAB II ........................................................................................................................................... 12
KAJIAN TEORITIS DAN PRAKTIK EMPIRIS ......................................................................... 12
A. KAJIAN TEORITIS .......................................................................................................... 12
B. KAJIAN EMPIRIS ............................................................................................................ 18
C. KAJIAN TERHADAP ASAS-ASAS ................................................................................ 18
BAB III .......................................................................................................................................... 19
EVALUASI DAN ANALISIS PERATURAN ............................................................................. 19
PERUNDANG-UNDANGAN TERKAIT .................................................................................... 19
BAB IV .......................................................................................................................................... 29
LANDASAN FILOSOFIS SOSIOLOGIS DAN YURIDIS ......................................................... 29
A. LANDASAN FILOSOFIS ................................................................................................ 29
B. LANDASAN SOSIOLOGIS ............................................................................................ 31
C. LANDASAN YURIDIS ................................................................................................... 33
BAB V ........................................................................................................................................... 35
JANGKAUAN, ARAH PENGATURAN, DAN RUANG ........................................................... 35
LINGKUP MATERI MUATAN PERATURAN DESA............................................................... 35
A. ARAH JANGKAUAN PENGATURAN .......................................................................... 35
B. ISTILAH DAN PENGERTIAN ........................................................................................ 35
C. MATERI YANG AKAN DIATUR ................................................................................... 37
D. KETENTUAN SANKSI.................................................................................................... 37
E. KETENTUAN PERALIHAN. .......................................................................................... 37
BAB I
PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG
Alinea IV Pembukaan UUD 1945 yang diantaranya menyatakan bahwa
Pemerintah Negara Republik Indonesia melindungi segenap bangsa Indonesia,
memajukan kesejahteraan umum, dan mencerdaskan kehidupan bangsa. Oleh karena
itu, perlindungan segenap bangsa dan peningkatan kesejahteraan umum adalah
tanggung jawab negara, baik untuk Pemerintah, Pemerintah Provinsi, Pemerintah
Kabupaten/Kota maupun Pemerintah Desa. Aturan mengenai pemerintahan desa telah
diatur dalam Undang-Undang (UU) Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa sebagaimana
diubah dengan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (PERPPU) nomor 2
tahun 2022 tentang Cipta Kerja yang ditetapkan dengan UU no. 6 tahun 2023.
Pengaturan pelaksanaan tentang Desa diatur dalam Peraturan Pemerintah (PP) nomor
43 Tahun 2014 tentang Peraturan Pelaksanaan Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014
tentang Desa. Kebijakan desentralisasi dan otonomi daerah di Indonesia saat ini telah
membawa implikasi pada pergeseran format hubungan antar pemerintah. Tidak
seperti dalam suasana sentralisasi dimana pola hubungan antara pusat-daerah bersifat
sangat hierarkhis, saat ini pola hubungan pusat-daerah bersifat relatif otonom.
Sebagai daerah otonom, pemerintah desa memiliki beberapa kewenangan untuk
mengurus rumah tangganya sendiri.

Berdasarkan Pasal 1 angka 2 UU No 6 Tahun 2014 tentang Pemerintahan


Desa, Pemerintahan desa adalah penyelenggaraan urusan pemerintahan dan
kepentingan masyarakat setempat dalam sistem dan prinsip Negara Kesatuan
Republik Indonesia sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Dasar Negara
Republik Indonesia Tahun 1945. Penyelenggaraan pemerintahan desa diarahkan
untuk mempercepat terwujudnya kesejahteraan masyarakat melalui peningkatan
pelayanan, pemberdayaan, pendapatan desa dan peran serta masyarakat, serta
peningkatan daya saing desa dengan memperhatikan prinsip demokrasi, pemerataan,
keadilan, dan kekhasan suatu daerah dalam sistem Negara Kesatuan Republik
Indonesia. Dalam mewujudkan tujuan tersebut pelaksanaannya sesuai dengan nilai-
nilai dan karakteristik yang dimiliki Desa. Selanjutnya, landasan desa dalam
membentuk desa wisata yaitu tercantum dalam Undang-Undang Nomor 10 Tahun
2009 tentang Kepariwisataan (UU Kepariwisataan) menjadi landasan hukum atas
bagian integral dari pembangunan nasional yang dilakukan secara sistematis,
terencana, terpadu, berkelanjutan, dan bertanggung jawab dengan tetap memberikan
perlindungan terhadap nilai-nilai agama, budaya yang hidup dalam masyarakat,
kelestarian dan mutu lingkungan hidup, serta kepentingan nasional. Oleh karena itu
kepariwisataan diperlukan untuk mendorong pemerataan kesempatan berusaha dan
memperoleh manfaat serta mampu menghadapi tantangan perubahan kehidupan lokal,
nasional, dan global.

Salah satu yang dapat dikembangkan oleh Pemerintah Desa untuk desa adalah
pembangunan di bidang kepariwistaan. Pembangunan kepariwisataan sebagai bagian
dari pembangunan bidang ekonomi, membawa beberapa dampak bagi pemerintah
daerah dan masyarakat antara lain:

a. mendorong percepatan pertumbuhan perekonomian daerah dan


masyarakat;

b. meningkatkan pendapatan daerah dan masyarakat;

c. membuka lapangan kerja;

d. dapat menumbuhkan kreativitas masyarakat dalam mengembangkan


dan menampilkan potensi budaya yang dimiliki oleh suatu komunitas
atau daerah; dan

e. menumbuhkan rasa cinta kepada budaya dan daerah masing masing.

Di samping itu, untuk terwujudnya efisiensi dan efektivitas pendapatan desa,


penyelenggaraan pemerintahan desa perlu upaya peningkatan peran desa dengan
memperhatikan aspek-aspek hubungan antara Pemerintah Pusat dengan desa dan
antar desa, potensi dan keanekaragaman daerah, serta peluang dan tantangan
persaingan global dalam kesatuan sistem penyelenggaraan pemerintahan Negara.
Dalam rangka meningkatkan pendapatan desa, desa dapat mengadakan pungutan desa
yang didasarkan pada pertimbangan efisiensi dan efektivitas aset desa, swadaya,
usaha desa, partisipasi masyarakat, pajak desa, retribusi desa, ADD, bantuan
keuangan dari anggran pendapatan dan belanja daerah provinsi dan anggaran
pendapat dan belanja kab/kota, dan hiba sumbangan yang tidak mengikat dari pihak
ketiga. Untuk melaksanakan hal tersebut di atas perlu adanya ketentuan yang
mengatur tentang pungutan desa guna memberikan landasan hukum bagi pihak-pihak
terkait dalam kepemerintahan desa. Pungutan Desa adalah segala pungutan baik
berupa uang maupun barang yang dilakukan oleh Pemerintah Desa kepada
masyarakat Desa berdasarkan pertimbangan kemampuan sosial ekonomi
masyarakat Desa yang ditetapkan dengan peraturan Desa. Adapun pungutan yang
boleh dilakukan desa adalah pungutan atas jasa usaha seperti pemandian umum,
wisata desa, pasar desa, tambatan perahu, karamba ikan, pelelangan ikan, dan lain-
lain (Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 111 Tahun 2014 tentang Pedoman
Teknis Peraturan di Desa).
Sehubungan dengan hal tersebut, maka Pemerintah desa pasar pedati melalui
Bagian Pemerintahan Sekretariat desa memprakarsai pembentukan Rancangan
Peraturan Desa tentang Pengelola Wisata Desa. Mengenai ruang lingkup pengawasan
Pengelolaan desa wisata yang terletak di desa pasar pedati meliputi, yaitu :

a. Wisata Danau Nibung


Wisata Danau Nibung merupakan lokasi wisata yang mengedepankan aspek
pemandangan alam yang mengedepankan keindahan visual, yang
memperlihatkan perpaduan antara pemandangan indah pantai dan pohon
pinus. Spot wisata ini di dusun I Desa Pasar Pedati.
b. Wisata Sungai Suci
Wisata Sungai Suci merupakan lokasi yang mengedepankan aspek
pemandangan alam yang mengedepankan keindahan visual, yang
memperlihatkan perpaduan antara pemandangan indah pantai dan dataran
tinggi. Spot wisata ini di dusun I Desa Pasar Pedati.
Oleh sebab itu, dalam rangka mewujudkan maksud pengelolaan wisata
desa dalam menata dan mengelola potensi dan sumber daya desa dibidang
pariwisata demi meningkatkan pendapatan ekonomi masyarakat desa serta
dimanfaatkan sebesar besarnya untuk kesejahteraan masyarakat desa.
Kemudian, memiliki kepastian hukum dengan adanya regulasi yang mengatur dalam
pengelolaan desa wisata, maka perlu dibentuk aturan mengenai pengelolaan wisata
desa dalam bentuk Peraturan Desa agar menjadi pedoman pemerintah desa untuk
mengelola dan bertanggungjawab dalam pengelolaan serta menghasilkan tujuan desa
wisata yang berkeadilan bagi semua pihak. Maka dibuatlah suatu Peraturan desa
yang ideal dan relevan yang sesuai dengan kebutuhan pada kondisi dan fakta
dilapangan, namun sebelum itu perlu adanya Naskah Akademik Rancangan
Peraturan Desa Pasar Pedati tentang Pengelola Wisata Desa.

B. IDENTIFIKASI MASALAH
Esensi Pemerintahan desa adalah penyelenggaraan urusan pemerintahan
oleh pemerintah desa dan dewan perwakilan rakyat desa menurut asas otonomi dan
tugas pembantuan dengan prinsip otonomi seluas-luasnya dalam sistem dan prinsip
Negara Kesatuan Republik Indonesia Republik Indonesia Tahun 1945.
Penyelenggaraan pemerintahan desa diarahkan untuk mempercepat terwujudnya
kesejahteraan masyarakat melalui peningkatan pelayanan, pemberdayaan, dan peran
serta masyarakat, serta peningkatan daya saing daerah dengan memperhatikan prinsip
demokrasi, pemerataan, keadilan, dan kekhasan suatu desa.
Otonomi Desa adalah hak, wewenang, dan kewajiban daerah otonom untuk
mengatur dan mengurus sendiri Urusan Pemerintahan dan kepentingan masyarakat
setempat dalam sistem Negara Kesatuan Republik Indonesia. Salah satu hak
pemerintahan desa adalah membentuk (menetapkan) Peraturan Desa. Peraturan Desa
ini merupakan bentuk kebijakan publik yang dibentuk sebagai intrumen untuk
mewujudkan tujuan penyelenggaraan pemerintahan desa.
Berdasarkan uraian tersebut di atas, maka permasalahan dan memperhatikan
tujuan penyusunan Naskah Akademik ini, maka permasalahan yang urgen untuk
dikaji adalah:

1. Apakah yang menjadi landasan Filosofi, Sosiologis dan Yuridis


dibentuk Ranperdes Desa Pasar Pedati tentang Pengelola Wisata
Desa?
2. Bagaimanakah kajian teoritis dan praktik empiris Wisata Desa di
Desa Pasar Pedati?
3. Bagaimana cara mewujudkan percepatan dan meningkatkan
kualitas wisata pada kepariwisataan yang dikelola oleh
pemerintah Desa Pasar Pedati?
4. Bagaimana Analisis dan Evaluasi Peraturan terkait dalam-dalam
pembentan Ranperdes Desa Pasar Pedati Tentang Pengelola
Wisata Desa?
5. Bagaimana batasan ruang lingkup, jangkauan dan arah
pengaturan dalam pembentukan Ranperdes Desa Pasar Pedati
tentang Pengeloa Wisata Desa untuk mencapai sasaran yang
akan diwujudkan?

C. TUJUAN DAN MANFAAT


1. Tujuan

Tujuan dari kegiatan penyusunan Naskah Akademik Rancangan Peraturan


Desa Pasar Pedati tentang Pengelola Wisata Desa adalah sebagai berikut:

a. Mengkaji mengkaji kelayakan secara akademik atas Rancangan Peraturan


Desa Pasar Pedati tentang Pengelola Wisata Desa.
b. Untuk mengetahui pokok-pokok pengaturan yang perlu dirumuskan dalam
Rancangan Peraturan Desa Pasar Pedati tentang Pengelola Wisata Desa
yang komprehensif dan dapat dipertanggungjawabkan secara filosofis,
yuridis dan sosiologis, sehingga peraturan daerah yang akan diberlakukan
dapat efektif dan efisien serta dapat diterima masyarakat.
c. Merumuskan pertimbangan atau landasan filosofis, sosiologis, yuridis
pembentukanRancangan Peraturan Desa tentang Pengelola Wisata Desa.
2. Manfaat
Manfaat dari kegiatan Penyusunan Naskah Akademis Rancangan Peraturan
Desa tentang Pengelola Wisata Desa sebagai bahan penyusunan Rancangan Peraturan
Desa tentang Pengelola Wisata Desa yang akan dibahas bersama dengan Badan
Permusyawaratan Desa bersama denga Pemerintah desa Pasar Pedati berdasarkan
prioritas Program Pembentukan Peraturan Desa.

D. KEGUNAAN
Kegunaan dari kegiatan Penyusunan Naskah Akademis Rancangan Peraturan
Desa Pasar Pedati tentang Pengelola Wisata Desa adalah sebagai dokumen resmi yang
menyatu dengan konsep Rancangan Peraturan Desa terkait.

E. METODE PENELITIAN
Penyusunan Naskah Akademik pada dasarnya merupakan suatu kegiatan
penelitian sehingga digunakan metode penyusunan Naskah Akademik yang
berbasiskan metode penelitian hukum.

1. Metode Pendekatan
Metode pendekatan yang digunakan dalam penyusunan Naskah Akademik
ini adalah Metode pendekatan yuridis normatif. Metode pendekatan yuridis
normatif dilakukan melalui studi pustaka yang menelaah (terutama) data
sekunder yang berupa Peraturan Perundang-undangan, dokumen hukum
lainnya, hasil penelitian, hasil pengkajian, atau referensi lainnya. Metode
yuridis normatif ini juga dilengkapi dengan wawancara, diskusi (focus group
discussion), dan rapat dengar pendapat. dengan langkah-langkah strategis yang
dilakukan meliputi:
a. Menganalisis berbagai peraturan perundang-undangan (tinjauan legislasi)
yag berkaitan dengan Desa Wisata
b. Melakukan tinjauan akademis melalui diskusi dan melaksanakan
pertemuan-pertemuan untuk mendapatkan masukan dari masyarakat dan
pejabat terkait;
c. Merumuskan dan mengkaji persoalan krusial dalam penyusunan Raperda
sehingga memperoleh kesepahaman diantara stakeholder yang
kepentingannya terkait dengan substansi pengaturan Rancangan Peraturan
Desa;
d. Menganalisa informasi dan aspirasi yang berkembang dari berbagai
instansi/lembaga terkait dan tokoh-tokoh masyarakat (tinjauan teknis), dan
seluruh pihak yang berkepentingan dengan Pengelolaan Wisata di Desa
Pasar Pedati.
e. Merumuskan dan menyusun dalam bentuk deskriptif analisis serta
menuangkannya dalam Naskah Akademis Rancangan Peraturan Desa
tentang Pengelola Wisata di Desa Pasar Pedati.

2. Jenis dan Sumber Data


Sebagaimana dikemukakan bahwa pendekatan penelitian ini adalah yirudis
normatif maka data utama yang digunakan adalah data sekunder. Data
sekunder yaitu data digunakan untuk mendukung dan melengkapi data primer
yang berhubungan dengan masalah penelitian. Menurut Soerjono Soekanto
(1986) data sekunder digunakan dalam penelitian meliputi tiga bahan hukum
yaitu :

a. Bahan Hukum Primer


Bahan hukum primer ialah bahan hukum yang menjadi dasar pedoman
penelitian. Adapun yang digunakan dalam penelitian ini antara lain:
1) Undang-Undang No 6 Tahun 2014 tentang Desa
2) Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 11 Tahun 2014 tentang
Pedoman Teknis Peraturan di Desa;
3) Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2019 tentang Perubahan atas
Undang-undang Nomor 12 tahun 2011 tentang Pembentukan
Peraturan Perundang-undangan
4) Undang-undang Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja
5) Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2009 tentang Kepariwisataan (UU
Kepariwisataan)
6) Peraturan Daerah Kabupaten Bengkulu Tengah Nomor 2 tahun 2020
tentang Rencana Induk Pembangunan Kepawirisataan Kabupaten
Bengkulu Tengah Tahun 2020-2025.
7) Peraturan Daerah Provinsi Bengkulu Nomor 8 Tahun 2019 tentang
Rencana Induk Pembangunan Kepariwisataan tahun 2019-2024 (Perda
Prov. Bengkulu no. 8 Tahun 2019)
8) Peraturan Pemerintah Nomor 11 Tahun 2021 tentang Badan Usaha
Milik Desa (PP BUMDES).
9) Peraturan Pemerintah Nomor 50 Tahun 2011 tentang Rencana Induk
Pembangunan Kepariwisataan Nasional.
10) Peraturan Pemerintah Nomor 43 Tahun 2014 tentang Pelaksanaan
Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa.
b. Bahan Hukum Sekunder
Bahan hukum sekunder yang memberikan penjelasan mengenai bahan
hukum primer. Adapun yang digunakan dalam penelitian ini adalah jurnal,
literatur, buku, internet, laporan penelitian dan sebagainya berkaitan
dengan pengelolaan wisata di desa pasar pedati.

c. Bahan Hukum Tersier


Bahan hukum tersier yakni bahan yang memberikan petunjuk maupun
penjelasan terhadap bahan hukum primer dan sekunder (Soerjono
Soekanto,1986:52). Bahan hukum tersier seperti Kamus Besar Bahasa
Indonesia, Kamus Hukum, dan Ensiklopedi.
Di samping itu guna melengkapi informasi dan memperkuat kesimpulan
dalam kajian ini digunakan pula data primer. Data Primer yaitu data yang
diperoleh langsung dari sumber pertama. Terkait dengan problematika
penelitian ini, maka data primer diperoleh dari Pejabat yang terkait dengan
kepariwisataan di Desa Pasar Pedati.

3. Teknik Pengumpulan Data


Dalam penelitian ini, teknik pengumpulan data dilakukan melalui 3 (tiga)
cara sebagai berikut:

a. Studi kepustakaan,
Studi kepustakaan yaitu suatu bentuk pengumpulan data dengan cara
membaca buku literatur, hasil penelitian terdahulu, dan membaca
dokumen, peraturan perundang-undangan, Peraturan Desa di Desa Pasar
Pedati yang berhubungan dengan obyek penelitian.

b. Wawancara
Wawancara merupakan proses tanya-jawab dalam penelitian yang
berlangsung secara lisan antara dua orang atau lebih bertatap muka
mendengarkan secara langsung informasi-informasi atau keterangan-
keterangan (Cholid Narbuko dan Abu Achmadi,2004: 83).

c. Focus Group Disscussion (FGD)


FGD diselenggarakan untuk merumuskan dan menyelesaikan persoalan-
persoalan krusial dalam penyusunan peraturan perundang-undangan
sehingga memperoleh kesepahaman diantara stakeholder yang ada.
d. Public Hearing (Konsultasi Publik)
Public Hearing dilakukan untuk menyerap sebanyak-banyaknya masukan
dari masyarakat dengan mendengarkan pendapat mereka.

4. Teknik Analisis Data


Analisis data merupakan proses mengumpulkan dan mengolah data
kedalam pola, kategori, dan satuan uraian dasar, sehingga dengan anlisis data
akan menguraikan dan memecahkan masalah yang diteliti berdasarkan data
yang diperoleh. Dalam penelitian ini digunakan teknik analisis kualitatif.
Model analisis kualitatif digunakan model analisis interaktif, yaitu model
analisis yang memerlukan tiga komponen berupa reduksi data, sajian data, serta
penarikan kesimpulan/verifikasi dengan menggunakan proses siklus (H.B.
Sutopo, 1998:48). Dalam menggunakan analisis kualitatif, maka interprestasi
terhadap apa yang ditentukan dan merumuskan kesimpulan akhir digunakan
logika atau penalaran sistematik. Ada 3 (tiga) komponen pokok dalam tahapan
analisa data, yaitu:
a. Data Reduction merupakan proses seleksi, pemfokusan, penyederhanaan
dan abstraksi data kasar yang ada dalam field note. Reduksi data dilakukan
selama penelitian berlangsung, hasilnya data dapat disederhanakan dan
ditransformasikan melalui seleksi, ringkasan serta penggolongan dalam
suatu pola.
b. Data Display adalah paduan organisasi informasi yang memungkinkan
kesimpulan riset yang dilakukan, sehingga peneliti akan mudah memahami
apa yang terjadi dan harus dilakukan.
c. Conclution Drawing adalah berawal dari pengumpulan data peneliti harus
mengerti apa arti dari hal-hal yang ditelitinya, dengan cara pencatatan
peraturan, pola- pola, pernyataan konfigurasi yang mapan dan arahan
sebab akibat, sehingga memudahkan dalam pengambilan kesimpulan.

Tiga komponen analisis data di atas membentuk interaksi dengan proses


pengumpulan yang berbentuk siklus (diagram flow) (HB Sutopo, 1998:37).
BAB II
KAJIAN TEORITIS DAN PRAKTIK EMPIRIS

Bab ini memuat uraian mengenai materi yang bersifat teoritis, asas, praktik,
perkembangan pemikiran, serta implikasi social, politik, dan ekonomi, keuangan
Negara dari peraturan desa pasar pedati tentang wisata desa.

A. KAJIAN TEORITIS
1. Pengertian objek wisata

Wisata adalah kegiatan perjalanan yang dilakukan oleh seseorang atau


sekelompok orang dengan mengunjungi tempat tertentu untuk tujuan rekreasi,
pengembangan pribadi, atau mempelajari keunikan daya tarik wisata yang
dikunjungi dalam jangka waktu sementara objek wisata merupakan tempat yang
menjadi pusat daya tarik dan dapat memberikan kepuasan khususnya pengunjung
(Harahap, 2018).
Objek wisata adalah suatu tempat yang menjadi kunjungan pengunjung
karena mempunyai sumberdaya, baik alami maupun buatan manusia, seperti
keindahan alam atau pegunungan, pantai flora dan fauna, kebun binatang,
bangunan kuno bersejarah, monumen-monumen, candi-candi, tari-tarian, atraksi
dan kebudayaan khas lainnya (Ananto, 2018). Menurut Siregar (2017) objek
wisata adalah segala sesuatu yang menjadi sasaran wisata, objek wisata sangat
erat hubungannya dengan daya tarik wisata. Daerah yang merupakan objek
wisata harus memiliki keunikan yang menjadi sasaran utama apabila berkunjung
ke daerah wisata tersebut. Keunikan suatu daerah wisata dapat dilihat dari budaya
setempat, alam dan flora fauna, kemajuan teknologi dan unsur spiritual.
Kualitas objek wisata tidak hanya dapat dinilai dari kondisi objek wisata itu
sendiri, namun dilihat juga dari fasilitas, pelayanan, jasa, pemasaran, dan
aksesibilitas yang mendukung objek wisata tersebut. Penilaian pengunjung
terhadap objek wisata yang ada dapat digunakan sebagai acuan untuk
pengembangan objek wisata dimasa yang akan datang. Dalam pengembangan
pariwisata hendaknya sesuai dengan apa yang diinginkan oleh pengunjung agar
pengunjung merasa puas dengan apa yang diberikan dan membuat pengunjung
lebih lama bertahan ditempat tersebut dan juga ingin berkunjung kembali ke
tempat tersebut (Murti, 2013). Pengembangan objek wisata menjadi acuan
sebagai sumber penghasilan utama bagi setiap daerah. Objek dan daya tarik
wisata merupakan suatu bentuk dan fasilitas yang berhubungan dan dapat menarik
minat pengunjung atau pengunjung untuk datang kesuatu daerah atau tempat
tertentu.
Daya tarik yang belum dikembangkan merupakan sumberdaya potensial dan
belum dapat disebut sebagai daya tarik wisata, sampai adanya suatu jenis
pengembangan tertentu. Objek dan daya tarik wisata merupakan dasar dari
kepariwisataan. Tanpa adanya daya tarik di suatu daerah atau tempat tertentu,
kepariwisataan sulit untuk dikembangkan (Putra et al., 2018). Suatu objek wisata
harus meningkatkan kualitas objek menjadi lebih baik guna mendapatkan persepsi
positif. Karena persepsi terhadap kualiatas objek wisata yang dapat menjadi tolok
ukur untuk melihat tingkat mutu suatu objek wisata. Kualitas objek wisata
merupakan salah satu unsur penentu dalam menarik pengunjung berkunjung.
Suatu objek wisata memiliki ketergantungan antara atraksi, fasilitas, infrastruktur,
transportasi dan layanan. Hal ini tentu saja sangat menentukan apakah suatu
objek tersebut layak dikunjungi atau tidak. Suatu objek wisata memerlukan
infrastruktur dan transportasi untuk mengunjungi tempat tujuan wisata. Selain itu,
ketersediaan fasilitas juga penting dalam menyediakan kebutuhan pengunjung
selama berada jauh dari tempat tinggalnya (Niemah, 2014).

2. Pariwisata

Pariwisata merupakan segala bentuk perjalanan yang berhubungan dengan


kegiatan rekreasi yang bertujuan mengisi waktu luang dengan bepergian ke satu
tempat atau lebih (Utomo et al. 2017). Berdasarkan Undang-Undang No. 109
Tahun 2009 Pariwisata adalah berbagai macam kegiatan wisata dan didukung
berbagai fasilitas serta layanan yang disediakan oleh pengunjung, pengusaha,
pemerintah, dan pemerintah daerah. Pariwisata dianggap sebagai suatu aset
strategis untuk mendorong pembangunan pada wilayah-wilayah tertentu yang
mempunyai potensi objek wisata (Aryunda, 2011).
3. Wisatawan

Wisatawan juga adalah orang–orang yang datang berkunjung pada suatu


tempat atau negara, biasanya mereka disebut sebagai pengunjung (visitor) yang
terdiri dari banyak orang dengan bermacam – macam motivasi kunjungan,
termasuk didalamnya. Jadi tidak semua pengunjung adalah wisatawan. Sesuai
dengan Pasal 5 Resolusi Dewan Ekonomi dan Sosial Perserikatan Bangsa-Bangsa
No. 870, yang dimaksud dengan pengunjung adalah seperti yang diuraikan di
bawah ini:”Untuk tujuan statistik, yang dimaksud dengan visitor adalah setiap
orang yang mengunjungi suatu negara yang bukan merupakan tempat tinggalnya
yang biasa, dengan alasan apapun juga, kecuali mengusahakan sesuatu pekerjaan
yang dibayar oleh negara yang dikunjunginya”. Menurut rumusan tersebut di atas
yang termasuk ke dalamnya:
a. Wisatawan (tourist) yaitu pengunjung yang paling sedikit tinggal selama 24
jam di negara yang dikunjunginya dan tujuan perjalanannya dapat
digolongkan ke dalam kalsifikasi sebagai berikut:

• Pesiar (leisure), seperti untuk keperluan rekreasi, liburan, Kesehatan, studi


keagamaan dan olah raga.
• Hubungan dagang (bussines), keluarga, konferensi dan missi.

b. Pelancong (exursionist) yaitu pengunjung sementara yang tinggal kurang dari


24 jam dinegara yang dikunjunginya (termasuk pengunjung dengan kapal
pesiar).

Menurut G.A. Schmoll, wisatawan adalah individu atau kelompok individu


yang mempertimbangkan dan merencanakan tenaga beli yang dimilikinya untuk
perjalanan rekreasi dan berlibur, yang tertarik pada perjalanan pada umumnya
dengan motivasi perjalanan yang pernah ia lakukan, menambah pengetahuan,
tertarik oleh pelayanan yang diberikan oleh suatu daerah tujuan wisata yang dapat
menarik pengunjung di masa yang akan datang. Defenisi wisatawan menurut
World Tourism Organization (WTO) memberi defenisi, wisatawan adalah setiap
orang bertempat tinggal di suatu negara, tanpa memandang kewarganegaraannya,
berkunjung ke suatu tempat pada negara yang sama untuk jangka waktu lebih dari
24 jam yang tujuan perjalanannya dapat diklasifikasikan pada salah satu dari hal
berikut ini:

a. Memanfaatkan waktu luang untuk berkreasi, liburan, kesehatan, pendidikan,


keagamaan dan olah raga.
b. Bisnis atau mengunjungi kaum keluarga. Pengunjung dapat dibagi dalam dua
kategori, yaitu wisatawan dan ekskursionis.

Menurut Norval, wisatawan ialah setiap orang yang datang dari suatu negara
asing, yang alasannya bukan untuk menetap atau bekerja di situ secara teratur, dan
yang di negara dimana ia tinggal untuk sementara itu membelanjakan uang yang
didapatkannya di lain tempat. ( Soekadijo,2000;13).

Ekskursionis adalah pengunjung yang hanya tinggal sehari di negara yang


dikunjunginya, tanpa bermalam. Hal tersebut juga meliputi orang-orang yang
mengadakan pelayaran pesiar (cruise passanger). Tidak termasuk orang - orang
yang secara legal tidak memasuki sesuatu negara asing, seperti misalnya orang
yang dalam perjalanan menunggu di daerah transit di pelabuhan udara. Menurut
Swarbrooke, dkk (Ismayanti, 2010: 3) mengidentifikasi empat jenis wisatawan
yaitu:

a. Wisatawan Massal kelompok atau Organized Mass Tourist

b. Wisatawan Massal Individu atau Individual Mass Tourist

c. Penjelajah atau Explorer

d. Petualang atau Drifter Wisatawan merupakan unsur utama dalam pariwisata.

Terlaksananya kegiatan pariwisata tergantung pada adanya interaksi antara


wisatawan dan objek wisata, yang didukung dengan berbagai sarana prasarana
pariwisata. Sebuah objek wisata akan dikatakan menarik jika banyak dikunjungi
wisatawan. (Kuntowijoyo, 2006 : 55). Wisatawan adalah aktor dalam kegiatan
wisata. Berwisata menjadi sebuah pengalaman manusia untuk menikmati,
mengantisipasi dan mengingatkan masa-masa didalam kehidupan. (Ismayanti, 2010 : 2)
Menurut WTO (World Tourism Organization) definisi wisatawan adalah sebagai berikut:

o Pengunjung adalah setiap orang yang berkunjung kesuatu negara lain dimana ia
mempunyai tempat kediaman, dengan alasan melakukan pekerjaan yang diberikan
oleh negara yang dikunjunginya.
o Wisatawan adalah setiap orang yang bertempat tinggal disuatu negara tanpa
memandang kewarganegaraannya, berkunjung ke suatu tempat pada negara yang
sama untuk jangka waktu lebih dari 24 jam yang tujuan perjalanannya dapat
diklasifikasikan pada salah satu hal berikut ini.

a. Memanfaatkan waktu luang untuk untuk rekreasi, liburan kesehatan,pendidikan,


keagamaan dan olahraga.
b. Bisnis atau mengunjungi keluarga.

o Darmawisata atau excursionist, adalah pengunjung sementara yang menetap kurang


dari 24 jam dinegara yang dikunjunginya termasuk orang yang berkeliling dengan
kapal pesiar, namun tidak termasuk pesiar yang memasuki negara secara legal,
contohnya orang yang hanya tinggal diruang transit pelabuhan udara.
Pariwisata berkembang layaknya perkembangan zaman yang selalu disesuaikan
dengan kebutuhan konsumennya. Sumbangan pariwisata masih merupakan alternatif
dalam mempercepat pembangunan di berbagai negara dan daerah yang tidak memiliki
keunggulan komparatif di sektor industri (Kurniawati, 2015). Pembangunan pariwisata
pada umumnya diarahkan sebagai sektor andalan untuk mendorong pertumbuhan
ekonomi, peningkatan pendapatan daerah, memperluas lapangan pekerjaan, kesempatan
berusaha serta meningkatkan pengenalan dan pemasaran produk dalam rangka
meningkatkan kesejahteraanpengunjung (Widiastari et al., 2017).
Industri pariwisata berlomba-lomba menciptakan produk wisata sesuaidengan tujuan
pembangunan pariwisata yaitu untuk mengenalkan keindahan alam, kebudayaan dan adat
istiadat (Hidayat, 2016). Pariwisata merupakan salah satu sektor yang menjadi pilihan
bagi negara-negara berkembang dalam rangka mewujudkan pengunjung yang sejahtera
dan makmur di samping sektor lain. Indonesia dengan keanekaragaman budaya, kekayaan
alam serta keramahtamahan penduduknya merupakan potensi dalam kepariwisataan dan
sebagai salah satu negara tujuan pariwisata dunia (Hariyana dan Mahagangga, 2015).
Pariwisata berasal dari asal kata wisata dengan kata kerjanya berwisata artinya
bepergian atau melancong untuk bersenang-senang. Pariwisata adalah berbagai macam
kegiatan wisata dan didukung berbagai fasilitas serta layanan yang disediakan oleh
masyarakat, pengusaha, pemerintah, dan pemerintah daerah. Wisata adalah kegiatan
perjalanan yang dilakukan oleh seseorang atau sekelompok orang dengan mengunjungi
tempat tertentu untuk tujuan rekreasi, pengembangan pribadi, atau mempelajari keunikan
daya tarik wisata yang dikunjungi dalam jangka waktu sementara. (UU RI No. 10 Tahun
2009). Menurut undang – undang No. 10 tahun 2009 tentang kepariwisataan, disebutkan
wisatawan adalah orang yang melakukan wisata.
4. Jenis pariwisata
Sesuai dengan fungsi dari kegiatan pariwisata, pariwisata dibedakan menjadi 6 jenis,
yakni:
a. Pariwisata pendidikan
b. Pariwisata olahraga
c. Pariwisata kebudayaan
d. Pariwisata kesehatan
e. Pariwisata ekonomi
f. Pariwisata sosial
5. Pengelolaan kepariwisataan
Unsur-unsur pengelolaan kepariwisataan antara lain:
a. Atraksi; atraksi atau daya tarik dapat menyebabkan wisatawan datang.
b. Akomodasi dan kuliner
c. Fasilitas dan pelayanan
d. Inrstruktur; Pembangunan dan pengelolaan pariwisata melalui desa wisata dapat
dilakukan untuk beberapa lingkup kegiatan pembangunan yang meliputi:
1. Industri desa wisata
2. Objek desa wisata
3. Pemasaran desa wisata
4. Kelembagaan desa wisata
Pembangunan dan pengelolaan industri wisata pada desa wisata dimaksudkan untuk
memperkaya produk wisata sebagai dari daya tarik wisata. Pengelolaan industri wisata
dilakukan melalui pemberdayaan masyarakat dan potensi desa dalam bentuk; kerajinan
tangan, budaya, kuliner dan industri wisata.
Pengelolaan objek wisata pada desa wisata dimaksudkan adalah pembangunan dann
pembenahan terhadap destinasi wisata melaluli penyediaan prasarana dan sarana yang
dibutuhkan oleh wisatawan seperti; prasaran jalan, fasilitas umum, prasarana dan sarana
untuk atraksi budaya, termasuk fasilitas ibadah. Pemasaran desa wisata adalah kegiatan
promosi yang dilaksanakan untuk memperkenalkan kepada masyarakat baik wisatawan
domestik maupun wisatawan mancanegara tentang keberadaan dari desa wisata dengan
segala potensi, kondisi dan atraksi wisatanya.
Kelembagaan desa wisata merupakan komponen yang sangat menentukan dalam
penyelenggaraan desa wisata, karena stakeholders dan institusi tersebut akan berperan
dalam penyelenggaraan desa wisata.

B. KAJIAN EMPIRIS
Mengingat potensi wisata yang dimiliki oleh desa, terutama desa yang memiliki
potensi wisata yang dapat diandalkan maka beberapa desa menyikapi dengan membuat
regulasi dalam bentuk peraturan desa yang mengatur penetapan desa sebagai desa wisata.

C. KAJIAN TERHADAP ASAS-ASAS


Pengelolaan pariwisata terkadang menimbulkan kesan yang negative bagi
masyarakat karena dianggap mempunyai kepentingan para pihak-pihak dan mengganggu
nilai-nilai budaya local masyarakat yang sudah ada sejak zaman nenek moyang mereka dan
masih tetap dipertahankan.
Oleh karena itu, dalam penetapan pengelolaan desa wisata, maka harus didasarkan
pada asas-asas sebagai berikut:
1. Asas manfaat, yaitu pengelolaan pariwisata harus dapat dirasakan dan memberikan
manfaat yang sebesarpbesarnya bagi kesejahteraan masyarakat yang ada di desa.
2. Asas kekerabatan, yaitu hhubungan antar manusia berdasarkan nilai-nilai adat
istiadat yang dijunjung tinggi oleh masyarakat, termasuk dalam bentuk strafikasi
sosial harus tetap diperhatikan.
3. Asas kelestarian, yaitu budaya, adat-istiadat dan nilai-nilai yang dianut dan
diterapkan oleh masyarakat harus tetap dipertahankan dan dijaga eksistensinya.
4. Asas partisipatif, yaitu keterlibatan (peran serta) masyarakat harus menjadi bagian
dari perencanaan, penetapan, dan pelaksanaan desa wisata, sehingga masyarakat
merasa memiliki program yang direncanakan oleh mereka.
5. Asas berkelanjutan, yaitu pengelolaan desa wisata harus tetap dilakukan sebagai
kegiatan yang menjadi bagian dari pelaksanaan pembangunan desa.

BAB III
EVALUASI DAN ANALISIS PERATURAN
PERUNDANG-UNDANGAN TERKAIT
Bab ini memuat hasil kajian evaluasi dan analisis beberapa Peraturan Perundang-
undangan terkait dengan penyusunan Rancangan Peraturan Desa tentang Pengelolaan Wisata
Desa. Hal ini dilakukan agar Rancangan Peraturan Desa tentang Pengelolaan Wisata Desa
Desa Pasar Pedati tidak bertentangan dengan Peraturan Perundang-undangan yang telah ada
baik secara vertikal dan horizontal.

Kajian terhadap Peraturan Perundang-undangan dalam hal ini peraturan desa


dimaksudkan untuk mengetahui kondisi hukum atau peraturan perundang-undangan yang
mengatur mengenai substansi atau materi yang akan diatur. Analisis ini dapat
menggambarkan tingkat sinkronisasi, harmonisasi Peraturan Perundang-undangan yang ada
untuk menghindari terjadinya tumpang tindih pengaturan. Hasil dari penjelasan atau uraian
ini menjadi bahan bagi penyusunan landasan filosofis dan yuridis dari pembentukan
Peraturan Desa tentang Pengelolaan Wisata Desa Pasar Pedati yang akan dibentuk.

1. Ketentuan Mengenai Penyelenggaraan Pemerintahan Desa di Atur Lebih Lanjut


Dalam Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa.

Berdasarkan amanah dari konstitusi tersebut, maka ketentuan mengenai


penyelenggaraan pemerintahan desa diatur lebih lanjut dalam Undang-Undang Nomor 6
Tahun 2014 tentang Desa, termasuk salah satunya mengenai penyusunan dan penetapan
peraturan desa.

Berdasarkan Pasal 1 Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa diatur


beberapa batasan pengertian mengenai istilah sebagai berikut:

a. Pemerintah Desa adalah Kepala Desa atau yang disebut dengan nama lain dibantu
perangkat Desa sebagai unsur penyelenggara Pemerintahan Desa.
b. Pemerintah Desa adalah Kepala Desa atau yang disebut dengan nama lain dibantu
perangkat Desa sebagai unsur penyelenggara Pemerintahan Desa.
c. Badan Permusyawaratan Desa atau yang disebut dengan nama lain adalah lembaga
yang melaksanakan fungsi pemerintahan yang anggotanya merupakan wakil dari
penduduk Desa berdasarkan keterwakilan wilayah dan ditetapkan secara demokratis.
d. Peraturan Desa adalah peraturan perundang-undangan yang ditetapkan oleh Kepala
Desa setelah dibahas dan disepakati bersama Badan Permusyawaratan Desa.
Berdasarkan amanah dari konstitusi tersebut, maka ketentuan mengenai
penyelenggaraan pemerintahan desa diatur lebih lanjut dalam Undang-Undang Nomor 6
Tahun 2014 Tentang Desa, termasuk salah satunya mengenai penyusunan dan penetapan
peraturan desa.

2. Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2019 tentang Perubahan Atas Undang-Undang


Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan.

Dalam Pasal 8 ayat (1) yang berbunyi “Jenis Peraturan Perundang-undangan selain
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ayat (1) mencakup peraturan yang ditetapkan oleh
Majelis Permusyawaratan Rakyat, Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah,
Mahkamah Agung, Mahkamah Konstitusi, Badan Pemeriksa Keuangan, Komisi Yudisial,
Bank Indonesia, Menteri, badan, lembaga, atau komisi yang setingkat yang dibentuk dengan
Undang-Undang atau Pemerintah atas perintah Undang-Undang, Dewan Perwakilan Rakyat
Daerah Provinsi, Gubernur, Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Kabupaten/Kota,
Bupati/Walikota, Kepala Desa atau yang setingkat”. Maka secara eksplisit dalam pasal
tersebut eksistensi mengenai Peraturan Desa diakui sebagai salah satu peraturan perundang-
perundangan di tingkat desa dengan mengikuti Pasal 8 ayat (2) yang berbunyi “Peraturan
Perundang-undangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diakui keberadaannya dan
mempunyai kekuatan hukum mengikat sepanjang diperintahkan oleh Peraturan Perundang-
undangan yang lebih tinggi atau dibentuk berdasarkan kewenangan”.

3. Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2009 tentang Kepariwisataan sebagaimana


diubah dengan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (PERPPU)
Nomor 2 Tahun 2022 tentang Cipta Kerja yang ditetapkan dengan Undang-Undang
Nomor 6 Tahun 2023.
Pembangunan kepariwisataan dimaksudkan untuk mendorong pemerataan
kesempatan beruaha dan memperoleh manfaat serta mampu menghadapi tantangan
perubahan kehidupan lokal, nasional dan global. Berdasarkan ketentuan Pasal 4 Undang-
Undang Nomor 10 Tahun 2009 bahwa kepariwisataan bertujuan untuk:

a. meningkatkan pertumbuhan ekonomi;


b. meningkatkan kesejahteraan rakyat;
c. menghapus kemiskinan;
d. mengatasi pengangguran;
e. melestarikan alam, lingkungan, dan sumber daya;
f. memajukan kebudayaan;
g. mengangkat citra bangsa;
h. mempupuk rasa cinta tanah air;
i. memperkukuh jati diri dan kesatuan bangsa; dan
j. mempererat persahabatan antar bangsa.
Sedangkan Pasal 5 menjelaskan bahwa prinsip penyelenggaraan kepariwisataan
meliputi:

a. menjunjung tinggi norma agama dan nilai budaya sebagai pengejawantahan konsep
hidup dalam keseimbangan hubungan antara manusia dengan Tuhan Yang Maha Esa,
hubungan manusia dan sesama manusia, dan hubungan antara manusia dan
lingkungan;
b. menjunjung tinggi hak asasi manusia, keragaman budaya, dan kearifan lokal;
c. memberi manfaat untuk kesejahteraan rakyat, keadilan, kesetaraan, dan
proporsionalitas;
d. memelihara kelestarian alam dan lingkungan hidup;
e. memberdayakan masyarakat setempat;
f. menjamin keterpaduan antarsekotor, antardaerah, antara pusat dan daerah yang
merupakan satu kesatuan sistemik dalam kerangka otonomi daerah, serta keterpaduan
antarpemangku kepentingan;
g. mematuhi kode etik kepariwisataan dunia dan kesepakatan internasional dalam
bidang pariwisata; dan
h. memperkukuh keutuhan Negara Kesatuan Republik Indonesia.

Pasal 15 UU Kepariwisataan menyebutkan bahwa:

(1) Untuk dapat menyelenggarakan Usaha Pariwisata sebagaimana dimaksud dalam


Pasal 14, Pengusaha Pariwisata wajib memenuhi Perizinan Berusaha dari
Pemerintah Pusat atau Pemerintah Daerah sesuai dengan kewenangannya
berdasarkan norma, standar, prosedur, dan kriteria yang ditetapkan oleh Pemerintah
Pusat.
(2) Ketentuan lebih lanjut mengenai Perizinan Berusaha sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) diatur dalam Peraturan Pemerintah.
Pasal 30 UU Kepariwisataan menyebutkan terkait wewenang Pemerintah
Kabupaten/ Kota sebagai berikut:
Pasal 30
(1) Pemerintah kabupaten/ kota berwenang:
a. menyusun dan menetapkan rencana induk pembangunan Kepariwisataan
kabupaten/kota;
b. menetapkan Destinasi Pariwisata kabupaten/kota;
c. menetapkan Daya Tarik Wisata kabupaten/ kota;
d. menerbitkan Perizinan Berusaha;
e. mengatur penyelenggaraan dan pengelolaan Kepariwisataan di wilayahnya;
f. memfasilitasi dan melakukan promosi Destinasi Pariwisata dan produk Pariwisata
yang berada di wilayahnya;
g. memfasilitasi pengembangan Daya Tarik Wisata baru;
h. menyelenggarakan pelatihan dan penelitian Kepariwisataan dalam lingkup
kabupaten/kota;
i. memelihara dan melestarikan Daya Tarik Wisata yang berada di wilayahnya;
j. menyelenggarakan bimbingan masyarakat sadar Wisata; dan
k. mengalokasikan anggaran Kepariwisataan.

(2) Penerbitan Perizinan Berusaha sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf d
dilakukan sesuai dengan norrna, standar, prosedur, dan kriteria yang ditetapkan oleh
Pemerintah Pusat.
4. Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa sebagaimana diubah dengan
Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (PERPPU) Nomor 2 Tahun 2022
tentang Cipta Kerja yang ditetapkan dengan Undang-Undang Nomor 6 Tahun
2023.
Desa dalam Pasal 1 angka 1 UU Desa adalah desa dan desa adat atau yang disebut
dengan nama lain, selanjutnya disebut Desa, adalah kesatuan masyarakat hukum yang
memiliki batas wilayah yang berwenang untuk mengatur dan mengurus urusan pemerintahan,
kepentingan masyarakat setempat berdasarkan prakarsa masyarakat, hak asal usul, dan/atau
hak tradisional yang diakui dan dihormati dalam sistem pemerintahan Negara Kesatuan
Republik Indonesia.

Pasal 1 angka 6 Undang-undang Desa menyebutkan bahwa Badan Usaha Milik Desa
yang selanjutnya disebut BUM Desa adalah badan hukum yang didirikan oleh Desa dan/atau
bersama Desa-Desa guna mengelola usaha, memanfaatkan aset, mengembangkan investasi
dan produktivitas, menyediakan jasa pelayanan, dan/atau menyediakan jenis usaha lainnya
untuk sebesar-besarnya kesejahteraan masyarakat Desa.

Di dalam Pasal 18 Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa, desa


memiliki kewenangan di bidang penyelenggaraan pemerintahan desa, pelaksanaan
pembangunan desa, pembinaan kemasyarakatan desa, dan pemberdayaan masyarakat desa
berdasarkan prakarsa masyarakat, hak asal usul, dan adat istiadat desa.

Pasal 19 menjelasakan kewenangan desa meliputi:

a. kewenangan berdasarkan hak asal-usul;


b. kewenangan lokal berskala desa;
c. kewenangan yang ditugaskan oleh Pemerintah, Pemerintah Daerah Provinsi, atau
Pemerintah Daerah kabupaten/kota; dan
d. kewenangan lain yang ditugaskan oleh Pemerintah, Pemerintah Daerah Provinsi, atau
Pemerintah Daerah kabupaten/kota sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-
undangan.
Untuk pelaksanaan kewenangan berdasarkan asal usul dan kewenangan lokal berskala
desa duatur dan diurus oleh Desa, sedangkan pelaksanaan kewenangan yang ditugaskan dan
pelaksanaan kewenangan tugas lain dari Pemerintah, Pemerintah Daerah Provinsi, atau
Pemerintah Daerah kabupaten/kota diurus oleh Desa.

Pasal 26 Undang-Undang Desa menyatakan bahwa Kepala Desa memiliki tugas


menyelenggarakan Pemerintahan Desa, melaksanakan pembangunan desa, pembinaan
kemasyarakatan desa, dan pemberdayaan masyarakat desa. Untuk melaksanakan tugasnya
tersebut, maka Kepala Desa memiliki kewenangan antara lain:

a. membina kehidupan masyarakat desa;


b. membina dan meningkatkan perekonomian desa serta mengintegrasikannya agar
mencapai perekonomian skala produktif untuk sebesar-besarnya kemakmuran
masyarakat desa;
c. mengembangkan sumber pendapatan desa; dan d. mengembangkan kehidupan sosial
budaya masyarakat desa.

5. Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah (UU


PEMDA) sebagaimana diubah dengan UU Nomor 9 Tahun 2015 tentang Perubahan
kedua UU PEMDA dan diubah dengan PERPPU Nomor 2 Tahun 2022 tentang
Cipta Kerja.

Di dalam Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Desa diatur


dalam Pasal 12 ayat (3) huruf b menyebutkan bahwa pariwisata merupakan urusan
pemerintahan pilihan. Kemudian disebutkan dalam pasal 1 angka 15 UU PEMDA bahwa
Urusan Pemerintahan Pilihan adalah Urusan Pemerintahan yang wajib diselenggarakan oleh
Daerah sesuai dengan potensi yang dimiliki Daerah tersebut.

Hal ini merupakan potensi sumber pemasukan pendapatan daerah dan kesejahteraan
masyarakat yang cukup bagus dengan berbagai dampak positifnya bagi daerah dan
masyarakat, sehingga Pemerintah Daerah terus menumbuhkan dan menggalangkan
pembangunan pariwisata dengan memanfaatkan semua potensi yang dimiliki oleh desa-desa
melalui program desa wisata. Untuk itu, pembangunan pariwisata merupakan pilihan yang
realistis bagi daerah untuk dikembangkan, termasuk di desa melalui penetapan desa wisata,
karena potensi wisata dan destinasi wisata pada umumnya berada di desa.

Yang termasuk wewenang Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota di bidang pariwisata


sesuai lampiran huruf Z UU PEMDA adalah:
a. Pengelolaan daya tarik wisata kabupaten/kota.
b. Pengelolaan kawasan strategis pariwisata kabupaten/kota.
c. Pengelolaan destinasi pariwisata kabupaten/kota.
d. Penetapan tanda daftar usaha pariwisata kabupaten/kota.
e. Pemasaran pariwisata dalam dan luar negeri daya tarik, destinasi dan kawasan
strategis pariwisata kabupaten/kota
f. Penyediaan prasarana (zona kreatif/ruang kreatif/kota kreatif) sebagai ruang
berekspresi, berpromosi dan berinteraksi bagi insan kreatif di Daerah kabupaten/kota.
g. Penyediaan prasarana (zona kreatif/ruang kreatif/kota kreatif) sebagai ruang
berekspresi, berpromosi dan berinteraksi bagi insa kreatif di Daerah kabupaten/kota.

6. Peraturan Pemerintah Nomor 43 Tahun 2014 tentang Pelaksanaan Undang-Undang


Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa.

Dalam Peraturan Pemerintah Nomor 43 Tahun 2014 bahwa pembangunan kawasan


perdesaan dilaksanakan di lokasi yang telah ditetapkan oleh bupati/walikota.

Penetapan lokasi pembanguna kawasan perdesaan dilaksanakan dengan mekanisme:

a. Pemerintah Desa melakukan inventarisasi dan identifikasi mengenai wilayah, potensi


ekonomi, mobilitas penduduk, serta sarana dan prasarana desa sebagai usulan
penetapan desa sebagai lokasipembangunan kawasan perdesaan;
b. usulan penetapan desa sebagai lokasi pembangunan kawasan perdesaan disampaikan
oleh kepala desa kepada bupati/walikota;
c. Bupati/walikota melakukan kajian atas usulan untuk disesuaikan dengan rencana dan
program pembangunan kabupaten/kota; dan
d. berdasarkan hasil kajian atas usulan, bupati/walikota menetapkan lokasi
pembangunan kawasan perdesaan dengan keputusan bupati/walikota.

Pembangunan Desa dilakukan sebagai upaya pemberdayaan masyarakat Desa yang


dilakukan dengan:

a. mendorong partisipasi masyarakat dalam perencanaan dan pembangunan desa yang


dilaksanakan secara swakelola oleh desa;
b. mengembangkan program dan kegiatan pembangunan desa secara berkelanjutan
dengan mendayagunakan sumber daya manusia dan sumber daya alam yang ada di
desa;
c. menyusun perencnaan pembangunan desa sesuai dengan prioritas, potensi, dan nilai
kearifan lokal;
d. menyusun perencanaan dan penganggaran yang berpihak kepada kepentingan warga
miskin, warga disabilitas, perempuan, anak, dan kelompok marginal;
e. mengembangkan sistem transparansi dan akuntabilitas dalam penyelenggaraan
pemerintahan desa dan pembanguna desa;
f. mendayagunakan lembaga kemasyarakatan desa dan lembaga adat;
g. mendorong partisipasi masyarakat dalam penyusunan kebijakan desa yang dilakukan
melalui musyawarah desa;
h. menyelenggarakan peningkatan kualitas dan kapasitas sumber daya manusia
masyarakat desa;
i. melakukan pendampingan masyarakat desa yang berkelanjutan; dan
j. melakukan pengawasan dan pemantauan penyelenggaraan pemerintahan desa dan
pembangunan desa yang dilakukan secara partisipatif oleh masyarakat desa.

7. Peraturan Pemerintah Nomor 50 Tahun 2011 tentang Rencana Induk


Pembangunan Kepariwisataan Nasional.

Sebagaimana di atur di dalam Pasal 2 Peraturan Pemerintah Nomor 50 Tahun 2011


bahwa pembangunan pariwisata nasional meliputi:

a. destinasi pariwisata;
b. pemasaran pariwisata;
c. industri pariwisata; dan
d. kelembagaan pariwisata.
Untuk mewujudkan visi pembangunan kepariwisataan nasional ditempuh 4 (empat)
misi pembangunan kepariwisataan nasional meliputi pembangunan:

a. destinasi pariwisata yang aman, nyaman, menarik, mudah dicapai, berwawasan


lingkungan, meningkatkan pendapatan nasional, daerah dan masyarakat;
b. pemasaran pariwisata yang sinergis, unggul dan bertanggung jawab untuk
meningkatkan kunjungan wisatawan nusantara dan mancanegara.
c. Industri pariwisata yang berdaya saing, kredibel, menggerakkan kemitraan usaha,
dan bertanggung jawab terhadap lingkungan alam dan sosial budaya; dan
d. Organisasi pemerintah, Pemerintah Daerah, swasta dan masyarakat, sumber daya
manusia, regulasi, dan mekanisme operasional yang efektif dan efisien dalam
rangka mendorong terwujudnya pembangunan kepariwisataan yang berkelanjutan.

8. Peraturan Pemerintah Nomor 11 Tahun 2021 tentang Badan Usaha Milik Desa (PP
BUMDES).

BUM Desa adalah menurut Pasal 1 angka 1 PP BUMDES adalah Badan Usaha Milik
Desa yang selanjutnya disebut BUM Desa adalah badan hukum yang didirikan oleh desa
dan/atau hersarna desa-desa guna mengelola usaha, memanfaatkan aset, mengembangkan
investasi dan produktivitas, menyediakan jasa pelayanan, dan/atau menyediakan jenis usaha
lainnya untuk sebcsar-besarnya kesejahteraan masyarakat Desa.

Kemudian dalam Pasal 1 angka 2 dan 3 disebutkan bahwa Usaha BUM Desa adalah
kegiaran di bidang ekonomi dan/atau pelayanan umum yang dikelola secara mandiri oleh
BUM Desa. Kemudian Unit Usaha BUM Desa adalah badan usaha milik BUM Desa yang
melaksanakan kegiatan bidang ekonomi dan/atau pelayanan umum berbadan hukum yang
melaksanakan fungsi dan tujuan BUM Desa.

Di dalam Pasal 4 dijelasakan dasar pengelolaan BUM Desa dilaksanakan berdasarkan


semangat kekeluargaan dan kegotongroyongan dengan prinsip:

a. profesional;
b. terbuka dan bertal-rggung jawab;
c. partisipatif;
d. prioritas sumber daya lokal; dan
e. berkelanjutan
Dengan prinsip-prinsip dan Standand Operational Procedure (SOP) BUM Desa dalam
PP BUMDES maka BUMDES menjadi salah satu opsi baik sebagai badan yang mengelola
pariwisata dengan kerjasama yang adil serta profesional antara masyarakat lokal, investor,
pemeintah daerah dan para pihak pemerhati pariwisata.
9. Peraturan Daerah Provinsi Bengkulu Nomor 8 Tahun 2019 tentang Rencana Induk
Pembangunan Kepariwisataan tahun 2019-2024 (Perda Prov. Bengkulu no. 8 Tahun
2019).
Pada latar belakang lampiran Perda Prov. Bengkulu no. 8 Tahun 2019 menyebutkan
bahwa dalam rangka memajukan kemakmuran dan kesejahteraan masyarakat, semua daerah
berlomba-lomba memajukan pariwisata. Menurut Risman, et al., (Tanpa Tahun), bahwa
Kementrian Pariwisata dan ekonomi kreatif pada tahun 2013 berpendapat bahwa salah satu
solusi alternatif untuk dapat meningkatkan kesejahteraan masyarakat desa khususnya bidang
perekonomian adalah dengan mengembangkan sektor pariwisata pedesaan yang berbasis
pemanfaatan potensi lokal, baik itu potensi alam maupun keanekaragaman budayanya.

10. Peraturan Daerah Kabupaten Bengkulu Tengah Nomor 2 tahun 2020 tentang
Rencana Induk Pembangunan Kepawirisataan Kabupaten Bengkulu Tengah Tahun
2020-2025.
Di dalam pasal 1 angka 7 PERDA terkait dijelaskan bahwa wisata adalah kegiatan
perjalanan yang dilakukan oleh seseorang atau sekelompok orang dengan mengunjungi
tempat tertentu untuk tujuan rekreasi, pengembangan pribadi atau mempelajari keunikan
daya tarik wisata yang dikunjungi dalam jangka waktu sementara. Sedangkan dalam Pasal 1
angka 9 PERDA terkait pariwisata adalah berbagai macam kegiatan Wisata dan didukung
berbagai fasilitas serta layanan yang disediakan oleh masyarakat, pengusaha dan Pemerintah
Daerah

Pemerintah Daerah Kabupaten Bengkulu Tengah berdasarkan Pasal 21 PERDA


terkait kebijakan pariwisata meliputi: huruf c yang berbunyi bahwa pengembangan lembaga
pengelolaan pariwisata di desa-desa yang selanjutya diatur dalam Pasal 22 Ayat (3) bahwa
strategi kebijakan pembangunan kelembagaan kepariwisataan sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 21 huruf c, meliputi:

a. membentuk dan mengembangkan lembaga pengelolaan pariwisata di desa dengan


memanfaatkan lembaga-lembaga yang sudah berkembang di desa (Badan Usaha
Milik Desa, Kelompok Sadar Wisata, Kelompok Seni Budaya, Karang Taruna, dan
lain-lain);
b. memperkuat peran para Camat sebagai koordinator, fasilitator, dan motivator
pengembangan lembaga pengelola pariwisata di desa-desa.
BAB IV
LANDASAN FILOSOFIS SOSIOLOGIS DAN YURIDIS

A. LANDASAN FILOSOFIS
Landasan filosofis peraturan perundang-undangan selalu mengandung norma-norma
hukum yang diidealkan (ideal norms) oleh suatu masyarakat ke arah mana cita-cita luhur
kehidupan bermasyarakat dan bernegara hendak diarahkan. Nilai filosofis Pancasila dan
UUD RI 1945 sebagai landasan ideologi dan sumber hukum tertinggi dalam negara,
dinyatakan secara eksplisit dan dicantumkan dalam penyusunan Naskah Akademik tentang
Pengelolaan Wisata Desa. Peraturan perundang-undangan harus mendapatkan pembenaran
yang dapat diterima secara filosofis (filsafat) yaitu berkaitan cita-cita kebenaran, keadilan
dan kesusilaan. Filsafat atau pandangan hidup suatu bangsa berisi nilai moral dan etika dari
bangsa tersebut.

Pemerintah Negara Republik Indonesia dibentuk untuk melindungi segenap bangsa


Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia, memajukan kesejahteraan umum,
mencerdaskan kehidupan bangsa dan ikut melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan
kemerdekaan, perdamaian abadi, dan keadilan sosial. Hal ini kemudian tujuan nasional yang
tercantum dalam batang tubuh pembukaan Undang-Undang Dasar Negara Republik
Indonesia Tahun 1945. Salah satu wujud implementasi dari tujuan nasional tersebut yaitu
dengan adanya otonomi daerah.

Hakikat otonomi daerah adalah kewenangan daerah untuk mengatur dan mengurus
rumah tangganya sendiri. Mengatur berarti daerah diberi hak untuk membuat regulasi-
regulasi sesuai dengan wewenangnya. Mengurus berarti daerah melaksanakan urusan-urusan
pemerintahan berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Hal ini dilaksanakan
untuk mewujudkan kesejahteraan masyarakat, meningkatkan pelayanan publik dan
meningkatan daya saing daerah sesuai potensi yang ada.

Desa memiliki hak asal usul dan hak tradisional dalam mengatur dan mengurus
kepentingan masyarakat setempat dan berperan mewujudkan cita- cita kemerdekaan
berdasarkan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945. Desa telah
berkembang dalam berbagai bentuk sehingga perlu dilindungi dan diberdayakan agar
menjadi kuat, maju, mandiri, dan demokratis sehingga dapat menciptakan landasan yang kuat
dalam melaksanakan pemerintahan dan pembangunan menuju masyarakat yang adil,
makmur, dan sejahtera memajukan perekonomian masyarakat Desa serta mengatasi
kesenjangan pembangunan nasional. Implikasi dari terbentuknya desa dengan sifat yang
demikian, diharapkan dapat menjadi landasan yang kuat dalam melaksanakan pemerintahan
dan pembangunan menuju masyarakat yang adil, makmur, dan sejahtera.

Secara filosofis penyelenggaraan pemerintahan desa yang baik akan berdampak pada
penyelenggaraan pembangunan, yang pada gilirannya akan mempengaruhi kehidupan
masyarakatnya. Akan terjadi peningkatan pelayanan dan partisipasi masyarakat. Undang-
undang yang mengatur khusus mengatur tentang desa telah disahkan oleh Pemerintah dalam
Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa.

Tujuan ditetapkannya pengaturan desa dalam Undang-undang ini merupakan


penjabaran lebih lanjut dari ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 18 ayat (7) dan
Pasal 18B ayat (2) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, yaitu: 1)
memberikan pengakuan dan penghormatan atas desa yang sudah ada dengan
keberagamannya sebelum dan sesudah terbentuknya Negara Kesatuan Republik Indonesia; 2)
memberikan kejelasan status dan kepastian hukum atas desa dalam sistem ketatanegaraan
Republik Indonesia demi mewujudkan keadilan bagi seluruh rakyat Indonesia; 3)
melestarikan dan memajukan adat, tradisi, dan budaya masyarakat desa; 4) mendorong
prakarsa, gerakan, dan partisipasi masyarakat desa untuk pengembangan potensi dan aset
desa guna kesejahteraan bersama; 5) membentuk pemerintahan desa yang profesional, efisien
dan efektif, terbuka, serta bertanggung jawab; 6) meningkatkan pelayanan publik bagi warga
masyarakat desa guna mempercepat perwujudan kesejahteraan umum; 7) meningkatkan
ketahanan sosial budaya masyarakat desa guna mewujudkan masyarakat desa yang mampu
memelihara kesatuan sosial sebagai bagian dari ketahanan nasional; 8) memajukan
perekonomian masyarakat desa serta mengatasi kesenjangan pembangunan nasional; dan 9)
memperkuat masyarakat desa sebagai subjek pembangunan.

Mengatasnamakan upaya untuk mensejahterakan umum, maka Pemerintah


melaksanakan pengembangan pada berbagai sektor dan bidang pengelolaan,
termasuk pengelolaan di bidang kepariwisataan. Tujuan pengelolaan yang dilaksanakan
adalah untuk memberikan pelayanan kepada masyarakat yang tujuannya adalah untuk
meningkatkan kesejahteraan masyarakat, termasuk masyarakat desa. Keberhasilan
pengelolaann wisata desa dapat dijadikan sebagai tolok ukur untuk menentukan keberhasilan
pembangunan desa

Pengelolaan pariwisata tidak saja menjadi program daerah tetapi juga harus menjadi
program yang harus dilaksanakan pada penyelenggaraan pemerintahan dan pembangunan
desa, karena potensi pariwisata yang ada di daerah adalah berada di desa.
Pengelolaan pariwisata di desa tidak dapat dilepaskan dan nilai-nilai sosial budaya yang
dimiliki oleh masyarakat dengan berbagai ciri khas kelokalan yang dimilikinya, dan harus
diperhatikan dalam pengelolaan dan pengembangan pariwisata di desa, karena apabila
menafikan eksistensi dari nilai-nilai budaya kelokalan (kearifan lokal) maka akan terjadi
gesekan-gesekan yang akan mengganggu pelaksanakan pengelolaan kepariwisataan yang ada
di desa.

Pengelolaan kepariwisataan yang dilaksanakan di desa harus seiring sejalan nilai-nilai


sosial budaya tersebut, bahkan harus dijadikan sebagai suatu potensi yang dapat
menumbuhkan daya tarik desa sebagai sebuah destinasi wisata yang dapat menghasilkan
dana dan keuangan daerah dan desa serta masyarakat.

B. LANDASAN SOSIOLOGIS
Landasan sosiologis dapat diartikan sebagai pencerminan kenyataan yang hidup
dalam masyarakat, dengan harapan peraturan perundang-undangan (termasuk Peraturan
Daerah di dalamnya) akan diterima oleh masyarakat secara wajar bahkan spontan sehingga
akan mempunyai daya berlaku yang efektif dan tidak begitu banyak memerlukan pengerahan
institusional untuk melaksanakannya.

Pendekatan sosiologis adalah pendekatan berbasis masyarakat setempat. Pendekatan


ini didasarkan pada fakta empiris dari keinginan yang hidup dan dipraktikkan oleh
masyarakat, baik berupa kecenderungan-kecenderungan tertentu, tuntutan dan kebutuhan
tertentu maupun cita-cita dan/atau harapan masyarakat. Peraturan perundang – undangan
dikatakan mempunyai landasan atau dasar sosiologis (socilogische grondslag) apabila
ketentuan – ketentuannya sesuai dengan keyakinan umum atau kesadaran hukum masyarakat.
Landasan atau dasar sosiologis peraturan perundang – undangan adalah landasan atau dasar
yang berkaitan dengan kondisi atau kenyataan yang hidup dalam masyarakat. Prinsipnya,
aspek sosiologis merupakan cerminan dari fakta keseharian masyarakat. Jika pendekatan
pada aspek ini dipenuhi, maka peraturan yang dibentuk akan dengan mudah diterima,
dipatuhi dan dilaksanakan sebagaimana mestinya sehingga pelaksanaan/ implementasi
peraturan akan menjadi mudah dan efektif.

Adapun landasan teoritis sebagai dasar sosiologis berlakunya suatu kaidah hukum
termasuk peraturan daerah menurut Soejono Soekanto dan Purnadi Purbacaraka adalah
sebagai berikut:

1. Teori kekuasaan (machttbeorie) yaitu kaidah hukum yang berlaku karena paksaan
penguasa, terlepas diterima atau tidak diterima oleh masyarakat;

2. Teori pengakuan (annerkennungstbeorie) yaitu kaidah hukum yang berlaku


berdasarkan penerimaan dari masyarakat tempat hukum itu berlaku.

Berdasarkan uraian diatas maka landasan sosiologis yang dapat diambil dalam
pengaturan Raperdes tentang Pengelolaan Wisata Desa adalah bahwa Desa merupakan suatu
wilayah yang berdiri sendiri dan berhak mengatur rumah tangganya sendiri serta memiliki
ciri khas, karakter dan potensi yang berbeda, oleh karena itu dengan keanekaragaman dan
potensi yang dimiliki oleh desa perlu adanya suatu penegasan dan dorongan dari Pemerintah
dan Pemerintah Daerah untuk mengembangkan potensi-potensi ekonomi di desa.

Yang menjadi pertimbangan sosiologis dari pembentukan Ranperdes tentang


Pengelolaan Wisata Desa di Desa Pasar Pedati sekarang ini adalah :

1. Untuk menumbuh kembangkan perekonomian dan meningkatkan kesejahteraan


masyarakat Desa yang berazaskan pada nilai – nilai demokrasi ekonomi, pengayoman,
pemberdayaan dan keterbukaan, dapat dibentuk Unit Wisata Desa Yang Bernaung
dibawah “BUMDES MAKMUR PERMAI”

2. Sektor Pariwisata merupakan Penggerak Perekonomian Masyarakat, Sebagai Sektor


unggulan Provinsi maupun Daerah dalam Meningkatkan Pendapatan Asli Daerah
Begitupula sebagai Pendongkrak Perekonomian Masyrakat lapis terbawah yang berada
di Bawah Naungan Desa, Maka diperlukan Upaya Pembangunan dan Pemberdayaan
Lokasi Strategis Terkait Wisata Lokal Desa

3. Untuk menata dan mengelola potensi dan sumber daya desa di bidang pariwisata demi
meningkatkan pendapatan ekonomi masyarakat dan desa serta dimanfaatkan sebesar
besarnya untuk kesejahteraan Masyarakat Desa;
4.Untuk mengembangkan kualitas lingkungan masyarakat desa serta potensi alam dan
budaya yang terdapat di desa tersebut

5. Dalam rangka mendapatkan hasil atau konstribusi pada pengelolaan wisata yang
signifikan dibutuhkan pengelolaan profesional dengan berpedoman apada aturan yang
pasti.

6. Terwujudnya kawasan wisata desa yang indah, aman dan nyaman sebagai basis
keunggulan daya saing kepariwisataan desa pasar pedati

7. Meningkatnya keragaman daya tarik wisata serta terwujudnya perkembangan


pariwisata secara merata sesuai daya dukung.

8. Terciptanya komunikasi dan relasi yang baik antara wisatawan dengan masyarakat
desa serta meningkatkan jumlah kunjungan wisatawan secara berkelanjutan.

9. Meningkatnya peran organisasi kepariwisataan desa baik di lingkungan pemerintah


maupun swasta sebagai pilar strategis pembangunan desa yang berdaya saing dan
berkelanjutan.

10. Terwujudnya tata kelola kepariwisataan yang baik dan bertanggung jawab, mencakup
aspek perencanaan, koordinasi, implementasi, dan pengendalian.

C. LANDASAN YURIDIS
Landasan hukum yang menyangkut persoalan hukum yang berkaitan dengan
substansi atau materi dan beberapa persoalan hukum misalnya karena belum ada peraturan
hukum yang ditetapkan, perlu sinkronisasi peraturan.

Adapun peraturan-peraturan yang dijadikan landasan hukum secara substansi materi


meliputi:

1. Undang-undang Nomor 6 tahun 2014 tentang Desa;

2. Undang-undang Nomor 15 tahun 2019 tentang perubahan atas undang-undnag


Nomor 12 tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan;

3. Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah (UU


PEMDA) sebagaimana diubah dengan UU nomor 9 tahun 2015 tentang
Perubahan kedua UU PEMDA dan diubah dengan PERPPU nomor 2 tahun 2022
tentang Cipta Kerja.

4. Undang-undang Nomor 10 Tahun 2009 tentang kepariwisataan

5. Peraturan Pemerintah No 43 tahun 2014 tentang Pelaksanaa Peraturan Perundang-


Undang Nomor Tahun 2014;

6. Peraturan Pemerintah Nomor 50 Tahun 2011 tentang Rencana Induk Pembangunan


Kepariwisataan Nasional.

7. Peraturan Pemerintah nomor 11 tahun 2021 tentang Badan Usaha Milik Desa (PP
BUMDES)

8. Peraturan Mentri Dalam Negeri Nomor 39 tahun 2010 tentang Badan Usaha Milik
Desa;

9. Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 111 Tahun 2014 tentang Pedoman Teknis
Peraturan Desa;

10. Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 113 Tahun 2014 tentang Pengelolaan
Keuangan Desa (Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2014 Nomor 2093);

11. Peraturan Menteri Desa Nomor 4 tahun 2015 tentang BUMDesa;

12. Peraturan Daerah Kabupaten Bengkulu Tengah Nomor 2 tahun 2020 tentang
Rencana Induk Pembangunan Kepawirisataan Kabupaten Bengkulu Tengah
Tahun 2020-2025 (Lembaran Daerah Kabupaten Bengkulu Tengah Tahun 2020
Nomor 2);

13. Peraturan Daerah Kabupaten Bengkulu Tengah Nomor 1 tahun 2013 tentang Tata
Cara dan Pengelolaan BUMDes;

14. Peraturan Daerah Provinsi Bengkulu Nomor 8 Tahun 2019 Tentang Rencana
induk pembangunan kepariwisataan Provinsi Bengkulu Tahun 2019-2024

15. Peraturan Bupati Kabupaten Bengkulu Tengah Nomor 2 Tahun 2017 tentang
Pedoman Teknis Pembentukan Produk Hukum Desa;

16. Peraturan Desa Nomor 5 tahun 2022 tentang BUMDes Makmur Permai;

17. Peraturan Desa Nomor 5 tahun 2020 tentang Anggaran Rumah Tangga Badan
Usaha Milik Desa Pasar Pedati
BAB V
JANGKAUAN, ARAH PENGATURAN, DAN RUANG
LINGKUP MATERI MUATAN PERATURAN DESA

Naskah Akademik pada akhirnya berfungsi mengarahkan ruang lingkup materi


muatan Rancangan Peraturan Desa Pasar Pedati tentang Pengelolaan Desa Wisata yang akan
dibentuk dalam Bab ini sebelum menguraikan ruang lingkup materi muatan dirumuskan
sasaran yang akan diwujudkan arah dan jangkauan pengaturan. Materi didasarkan pada
ulasan yang telah dikemukakan dalam bab sebelumnya. Selanjutnya mengenai ruang lingkup
materi pada dasarnya mencakup:

A. ARAH JANGKAUAN PENGATURAN


Desa dengan potensi alam, sosial budaya, dan adat istiadat yang dimilikinya terus
dikembangkan dalam mendukung percepatan pembangunan untuk mewujudkan kesejahteraan
masyarakat termasuk dengan desa sebagai desa wisata. Adapun arah jangkauan pengaturan
dalam peraturan desa adalah adanya perencanaan untuk pembentukan dan penetapan desa
wisata berdasarkan potensi wisata yang dimiliki oleh desa, pengaturan tentang kelembagaan
pengelola desa wisata, pembinaan dan pengawasan, termasuk terkait dengan penganggaran
baik oleh Pemerintah Daerah maupun Pemerintah Desa.

B. ISTILAH DAN PENGERTIAN


1. Kepariwisataan
keseluruhan kegiatan yang terkait dengan pariwisata dan bersifat multidimensi serta
multidisiplin yang muncul sebagai wujud kebutuhan setiap orang atau negara serta
interaksi antara wisatawan dan masyarakat setempat, sesama wisatawan, Pemerintah
dan Pengusaha
2. Pariwisata
berbagai macam kegiatan wisata dan didukung berbagai fasilitas serta layanan yang
disediakan oleh masyarakat pengusaha dan/atau Pemerinta Desa.
3. Wisata
kegiatan perjalanan yang dilakukan oleh seseorang atau sekelompok orang dengan
mengunjungi tempat tertentu untuk tujuan rekreasi, pengembangan pribadi atau
mempelajari keunikan daya tarik wisata yang dikunjungi dalam jangka waktu
sementara
4. Daya Tarik Wisata
sesuatu yang memiliki keunikan, keindahan dan nilai yang berupa keanekaragaman
kekayaan alam, budaya dan hasil buatan manusia yang menjadi sasaran atau tujuan
kunjungan wisatawan.
5. Desa Wisata
suatu bentuk integrasi antara atraksi, akomodasi dan fasilitas pendukung yang
disajikan dalam suatu struktur kehidupan masyarakat yang menyatu dengan tata cara
dan tradisi yang berlaku.
6. Pengelola Desa Wisata
kelompok masyarakat atau lembaga masyarakat setempat/Pemerintah Daerah/Badan
Usaha/Pemerintah Desa/Pihak Ketiga yang ditetapkan oleh Pemerintah Daerah
sebagai pihak yang bertanggung jawab dalam mengelola desa wisata.
7. Usaha Pariwisata
usaha yang menyediakan barang dan/atau jasa bagi pemenuhan kebutuhan
wisatawan dan penyelenggaraan pariwisata.
8. Produk pariwisata
berbagai jenis komponen daya tarik wisata, fasilitas pariwisata dan aksesbilitas yang
disediakan bagi dan/atau dijual kepada wisatawan yang saling mendukung secara
sinergi dalam satu kesatuan sistem untuk terwujudnya pariwisata.
9. Usaha Unggulan Wisata
usaha utama yang menyediakan barang/jasa emenuhan kebutuhan wisatawan yang
mendukung kegiatan kepariwisataan di Desa Wisata.

10 . Wisatawan adalah orang yang melakukan perjalanan wisata.

10. Daya Tarik Wisata


sesuatu yang memiliki keunikan, keindahan, dan nilai yang berupa keanekaragaman
kekayaan alam, budaya, dan hasil buatan manusia yang menjadi sasaran atau tujuan
kunjungan wisatawan.

12. Pengusaha Wisata adalah orang, sekelompok orang, atau badan yang melakukan
kegiatan usaha pariwisata.
C. MATERI YANG AKAN DIATUR
1. Bab I Ketentuan Umum yang berisi istilah-istilah atau pengertian- pengertian yang
dijadikan bahan untuk perumusan norma-norma di dalam pasal-pasal, maksud dan tujuan
pembentukan daerah
2. Bab II mengatur tentang Asas dan Ruang Lingkup Desa Wisata.
3. Bab III mengatur tentang Maksud, Tujuan dan Fungsi Desa Wisata
4. Bab IV mengatur tentang Strategi dan Model Pengelolaan Desa Wisata
5. Bab V mengatur tentang Pengelola Desa Wisata
6. Bab VI mengatur tentang Kawasan Pengelolaan Desa Wisata
7. Bab VII pada bab ini diatur tentang Pengelolaan Usaha Wisata
8. Bab VIII diatur tentang Pendaftaran Usaha Wisata
9. Bab IX diatur tentang Hak dan Kewajiban Pemerintah Desa dan Masyarakat dan /atau
Pelaku Usaha wisata
10. Bab X diatur tentang Kewenangan Pemerintah Desa.
11. Bab XI diatur tentang Tarif di Dalam Wisata Desa.
12. Bab XII diatur Pembiayaan.
13. Bab XIII memuat tentang Penutup

D. KETENTUAN SANKSI
Dimasukkan ketentuan tentang sanksi sanksi administratif sebagai pencegahan dan
upaya represif agar semua pihak mematuhi ketentuan PERDES demi ketertiban dan
keadilan

E. KETENTUAN PERALIHAN.
Perlu dibuat jika sudah ada pengaturan sebelumnya atau masa peralihan

Anda mungkin juga menyukai