PROPOSAL SKRIPSI
Oleh
NIM 170910201043
UNIVERSITAS JEMBER
2021
i
HALAMAN PERSETUJUAN
NIM 170910201043
Menyetujui,
Mengetahui,
Wakil Dekan 1
ii
DAFTAR ISI
HALAMAN SAMPUL......................................................................................i
ABSTRAK..........................................................................................................ii
DAFTAR ISI.......................................................................................................iii
BAB 1 PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang Masalah....................................................................... 1
1.2. Rumusan Masalah................................................................................. 5
1.3. Batasan Masalah....................................................................................5
1.4. Tujuan Penelitian.................................................................................. 6
1.5. Manfaat Penelitian................................................................................ 6
iii
BAB 1. PENDAHULUAN
1
Keempat, dari jumlah Rp 126,08 miliar yang disajikan sebagai kas di
bendahara pengeluaran per 31 Desember 2020, di antaranya terdapat sebesar Rp
107,09 miliar yang tidak berbentuk uang tunai dan/atau saldo simpanan di bank,
sesuai ketentuan di dalam Standar Akuntansi Pemerintahan dan berpotensi tidak
dapat dipertanggung jawabkan.
Kelima, terdapat utang jangka pendek lainnya sebesar Rp 31,57 miliar dari
jumlah sebesar Rp 111,94 miliar yang tidak didukung dokumen sumber yang
memadai.
Keenam, tim manajemen Bantuan Operasional Sekolah (BOS) dan
Penyelenggaraan Pendidikan Gratis (PPG) tidak melakukan rekapitulasi realisasi
belanja sebesar Rp 66,59 miliar atas mutasi persediaan dan saldo akhir persediaan
yang bersumber dari belanja barang dan jasa yang berasal dari dana BOS dan
PPG. Atas realisasi belanja tersebut, tidak diperoleh bukti pemeriksaan yang
cukup dan tepat untuk dapat menentukan apakah diperlukan penyesuaian terhadap
nilai beban persediaan.
Terakhir, pada penyajian nilai perolehan akumulasi penyusutan dan beban
penyusutan atas aset tetap – jalan, irigasi,dan jaringan masing-masing sebesar Rp
3.470,53 miliar, Rp 2.007,36 miliar, dan Rp 141,46 miliar, terdapat aset tetap –
jalan, irigasi, dan jaringan berupa rehabilitasi, renovasi, dan/atau pemeliharaan
yang belum dan/atau tidak diatribusikan secara tepat ke aset induknya. Ini
mempengaruhi akurasi perhitungan beban dan akumulasi penyusutan.
Semenjak dikeluarkan peraturan tentang otonomi daerah yakni Undang -
Undang No 23 Tahun 2014 tentang Pemerintah Daerah serta Undang - Undang
No 33 tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat serta
Daerah, hingga kekuasaan ataupun tanggung jawab yang dibebankan kepada
pemerintah daerah untuk mengelola daerahnya secara optimal jadi lebih besar.
Perihal ini diperuntukan agar distribusi serta pemanfaatan sumber energi alam
nasional bisa menyeluruh serta terciptanya penyeimbang keuangan antara
pemerintah daerah dan pemerintah pusat. Manajemen keuangan daerah dikelola
secara sosial hingga dibutuhkan komponen pokok yang wajib dilaksanakan serta
dipatuhi oleh pemerintah daerah yakni pengelolaan keuangan daerah (APBD)
secara transaparan , akuntabel, efisien.
2
Pada alinea keempat pembukaan Undang Undang Dasar Negara Republik
Indonesia 1945 bisa dilihat kalau tujuan bangsaIndonesia untuk melindungi
segenap bangsa indonesia dengan tumpah darah serta untuk memajukan serta
mencerdaskan kehidupan bangsa pula turut melakukan kedisiplinan dunia,
sementara itu bertitik tolak dari tujuan negara tersebut, bisa kita simpulkan kalau
bangsa Indonesia menuju pada negeri welfare start. Welfare startmerupakan
negara dengan otoritas yang dipunyai harus melakukan tanggung jawab supaya
bangsa Indonesia sejahtera (Asshiddiqie, 1994), terbentuknya pergantian ini yang
membuat paradigma pemerintah dari sentralisasi jadi desentralisasi yang diisyarati
dengan lahirnya Undang Undang No. 32 tahun 2004 tentang Pemerintah Daerah
yang setelah itu diganti jadi undang– undang no 23 tahun 2014 tentang
Pemerintah Daerah, jadi momentum besar untuk bangsa Indonesia serta
pemerintahan daerah buat meyakinkan kesanggupannya dalam melakukan
urusan– urusan pemerintahan lokal cocok dengan suasana pemerintahan setempat,
lewat konsep ini pemerintah daerah diharapkan sanggup jadi mandiri, ataupun self
local government, desentralisasi sendiri bermakna local government wajib jadi
instrumen buat menghasilkan nilai-nilai liberty, responsive dalam membagikan
pelayanan untuk publik pula masyarakat.
Pada hakikatnya desentralisasi bagaikan nilai utama di dalam
penyelenggaraan pemerintahan sebetulnya ialah sesuatu konsekuensi politik dari
dianutnya sistem demokrasi. Nilai- nilai ini setelah itu jadi ketentuan untuk
terwujudnya good governance. Secara teoritis, prinsip good governance dicirikan
dengan sebagian aspek misalnya transparansi, partisipasi, serta
akuntabilitas(Smith, 1985).
Partisipasi dimaksud dengan keterlibatan aktif masyarakat dalam proses
pengambilan kebijakan. Sedangkan transparansi menyangkut keterbukaan proses
politik serta administrasi, dimana data berkaitan kepentingan publik bisa diakses
oleh siapapun serta kapanpun. Adapun partisipasi yang dimaksud menyangkut
beberapa peraturan, modul ataupun substansi yang diatur, penerapan serta
pengelolaan anggaran dan implikasi kebijakan. Sebaliknya akuntabilitas dimaksud
bagaikan perlunya pertanggungjawaban kebijakan kepada warga bagaikan owner
kedaulatan(Wildavsky, 2004). Selain itu, prinsip transparansi yang dimaknai
3
bagaikan keterbukaan data publik jadi berarti untuk local government buat
mewujudkan pemerintahan yang akuntabel kepada locality lewat prosedur yang
demokratis(Smith, 1985).
Transparansi merupakan bentuk sikap keterbukaan dalam rangka
menghasilkan pemerintahan yang akuntabel serta bebas dari korupsi. Pimpinan
Dewan Transparency International, Peter Eigen menarangkan kalau minimnya
transparansi bisa menimbulkan korupsi administratif. Sebab itu, transparansi serta
buahnya administratif yang sehat, merupakan ketentuan absolut good
governance(Kim, Halligan, Cho, serta Oh, 2005). Pada tataran empiris, proses
pelembagaan nilai transparansi dalam birokrasi mengarah tata kelola pemerintah
yang baik hadapi hambatan.
Birokrasi merupakan suatu institusi publik malah pada dasarnya birokrasi
mempunyai nilai yang bertentangan ialah: nilai esoteric ataupun secret 1.
Pertentangan prinsip birokrasi serta demokrasi inilah yang membuat para penulis
semacam Albrow(1989), Bethan(1990), Blau serta Meyer(2002) memandang
kalau keduanya, birokrasi serta demokrasi, ialah 2 perihal yang susah
dipertemukan. Apabila dipaksakan, keduanya berpotensi konflik(Denhardt serta
Denhardt, 2006). Di ranah instan, fenomena benturan antara nilai sekresi serta
transparansi terjalin kala birokrasi menjunjung prinsip“ rahasia negara” sedangkan
publik menghendaki terdapatnya“ transparansi” dalam pengelolaan keuangan
negara serta wilayah. Pertentangan ini terus bersinambung yang dirasakan oleh
birokrasi di dalam negara demokrasi, tidak terkecuali dengan Indonesia. Konflik
nilai demokrasi(transparency) serta birokrasi(esoteric) seakan menggeser bandul
pada suatu garis dari sisi demokrasi ke birokrasi ataupun sebaliknya
Pada prinsipnya, baik pemerintah pusat serta pemerintah daerah
mempunyai ikatan timbal balik yang sinergis. Pemerintah Pusat dalam
membentuk kebijakan wajib mencermati kearifan lokal dan pemerintah daerah
ketika membentuk kebijakan wilayah baik dalam wujud peraturan daerah maupun
kebijakan lain yang wajib dicermati dalam kepentingan nasional, permasalahan ini
berhubungan denganUndang-Undang No. 23 tahun 2014 tentang Pemerintahan
Daerah yang menjelaskan tentang implementasi peraturan daerah Kabupaten
4
Jember itu bahwa apakah ada indikasi permasalahan transparansi anggaran di
dalam penyusunananggaran pendapatan dan belanja daerah di Kabupaten Jember.
Oleh karena itu, faktor- faktor yang menjadi penghambat dalam
pelaksanaan peraturan daerah Kabupaten Jember antara lain faktor perilaku
individu, faktor organisasi pemerintahan, faktor pertaturan perundang – undangan,
dan faktor pengawasan.Maka dalam penelitian ini hanya dibatasi melakukan
analisis terhadap faktor perilaku individu dan faktor pengawasan.
Penelitian terkait telah dilakukan oleh peneliti sebelumnya, Fitriah (2018)
yang berjudul Analisis Faktor – Faktor yang Mempengaruhi Penyimpangan
Anggaran Pendapatan Belanja Daerah pada Pemerintahan Daerah Kabupaten
Sumbawa Barat. Hasilnya menunjukkan bahwa terdapat empat hipotesis yang
diuji dengan menggunakan regresi linear. Dari pengujian dengan regresi linier
dapat disimpulkan bahwa persepsi atas aspek pengawasan berpengaruh terhadap
terjadinya penyimpangan APBD di Kabupaten Sumbawa Barat. Koefisien
determinasi (R2) diperoleh sebesar 0,293, artinya model yang digunakan dalam
penelitian ini menunjukkan bahwa variabel independen hanya mampu
menjelaskan variabel dependen sebesar 29,3%, sedangkan sisanya sebesar 70,3%
dijelaskan oleh variabel lain yang tidak termasuk dalam penelitian ini.
Syamsul Bahri (2008) dengan judul Analisis Faktor – Faktor yang
Mempengaruhi Korupsi dan Modus Korupsi Anggaran Pendapatan Belanja
Daerah di Malang Raya. Hasil penelitian menunjukkan bahwa perilaku individu
tidak berpengaruh terhadap korupsi APBD, sedangkan organisasi pemerintah,
peraturan perundang – undangan, dan pengawasan berpengaruh terhadap korupsi
APBD di Malang Raya.
5
Provinsi Aceh. Hasil penelitian menunjukkan bahwa semua variabel baik perilaku
individu, peraturan perundang – undangan, dan pengawasan sangat berpengaruh
terhadap korupsi APBD di Provinsi Aceh.
6
penelitian ini adalah perilaku individu dan pengawasan. Faktor tersebut dipilih
karena baik faktor perilaku individu dan pengawasan rentan terjadi
penyimpangan anggaran di Kabupaten Jember.
1.4 Tujuan Penelitian
1. Untuk mengetahui pengaruh faktor perilaku individu terhadap terjadinya
penyimpanganAnggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) di
Kabupaten Jember tahun 2020
2. Untuk mengetahui pengaruh faktor pengawasan terhadap terjadinya
penyimpanganAnggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) di
Kabupaten Jember tahun 2020
1.5 Manfaat Penelitian
Adapun hasil dari penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat
sebagai berikut :
1. Bagi penulis, penelitian merupakan wahana latihan pengambangan kemampuan
dalam bidang penelitian yang diperoleh di bangku kuliah.
2. Bagi Civitas Akademik, penelitian ini diharapkan mampu memberikan
kontribusi dalam disiplin ilmu administrasi negara untuk mengembangkan teori
serta dapat menjadi referensi untuk penelitian selanjutnya dan diharapkan dapat
memberikan sumbangan ilmu bagi khasanah kepustakaan pada Fakultas Ilmu
Sosial dan Ilmu Politik Universitas Jember.
3. Bagi pemerintah daerah, dapat mengambil manfaat setidaknya dapat digunakan
untuk mengevaluasi kinerja pemerintahan daerah Kabupaten Jember serta
justifikasi dalam perencanaan dan evaluasi program khususnya sistem
penganggaran dan pengendalian di Kabupaten Jember.
4. Bagi peneliti selanjutnya, hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi
masukan bagi peneliti selanjutnya dalam melakukan penelitian yang berkaitan
dengan penyimpangan anggaran pendapatan dan belanja daerah (APBD)
pemerintah Kabupaten Jember.
7
BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Administrasi Publik
2.1.1. Definisi Administrasi Publik
8
menunjukkan pemerintah lebih berperan dalam mengemban misi pemberian
pelayanan publik. Pemerintah lebih tanggap terhadap apa yang dibutuhkan
masyarakat dan lebih mengetahui cara terbaik dalam memberi pelayanan publik
kepada masyarakat. Ketiga, administration by public yakni pemerintah lebih
berorientsi kepada pemberdayaan masyarakat, dan mengutamakan kemandirian
dan kemampuan masyarakat. Makna administration for public dirasa lebih
sesuai dengan topik yang dibahas oleh peneliti, yakni pemerintah lebih berperan
dalam pemberian pelayanan publik.
9
publik harus dijelaskan dalam aturan hukum. Pemerintah menganggap dirinya
sebagai satu-satunya institusi yang mengetahui, memiliki sumberdaya,
sertamempunyaikemampuan dalam memecahkan masalah
publik(Maksudi,2018:255).
10
(sterring) (Keban,2008:40). Fokus perhatian New Public Management (NPM)
adalah pada pelaksanaan desentralisasi, devolusi, dan modernisasi pelayanan
publik. Dalam perkembangannya, NPM lebih berfokus dalam meningkatkan
efisiensi, efektivitas dan produktivitas sehingga kurang memperhatikan keadilan
sosial.
1. Melayani warga negara bukan hanya sebagai pelanggan, tetapi fokus pada
membangun hubungan kepercayaan dan kolaborasi yang dilakukan
bersama warga negara
2. Kepentingan publik yang menciptakan kepentingan dan tanggung jawab
bersama
11
3. Memberikan nilai pada pelayanan publik dan warga negara yang
berkomitmen untuk membuat kontribusi bagi masyarakat
4. Berpikir strategis serta bertindak demokratis
5. Mengakui bahwa akuntabilitas tidaklah sederhana
6. Bukan sekedarmelayani,tetapi juga mengarahkan dengan membantu
memenuhi kepentingan mereka berrsama
7. Produktivitas memanglah penting, tetapi menghargai orang lain adalah
yang utama
Inti dari paradigma New Public Service adalah merubah peran negara dan
pemerintah untuk dapat memberikan pelayanan publik yang terbaik kepada
masyarakat. Pemerintah seharusnya memusatkan perhatian pada tanggung jawab
melayani dan memberdayakan warga negara (Maksudi,2018:304). Dalam hal ini
dapat diketahui bahwa perspektif NPS mengedepankan posisi masyarakat
sebagai warga negara dalam konteks governance. Perspektif New Public Service
dilakukan sebagai upaya menciptakan pemerintahan yang baik (good
governance). Dalam kaitannya dengan inovasi, New Public Service memegang
peranan yang sentral dalam inovasi. Hal ini dikarenakan untuk memenuhi
kepentingan publik yang bersifat luas dan kompleks dibutuhkan cara-cara
yang inovatif.
4. Good Governance
12
Menurut Syafri (2012:178) arti good dalam good governance mengandung
dua pengertian. Pertama, nilai yang menunjang tinggi keinginan atau kehendak
rakyat dan nilai yang dapat meningkatkan kemampuan rakyat dalam mencapai
tujuan (nasional) kemandirian, pembangunan berkelanjutan, dan berkeadilan
sosial. Kedua, aspek fungsional atas pemerintahan yang efektif dan efisien
dalam pelaksanaan tugasnya untuk mencapai tujuan tersebut. Good governance
sesungguhnya merupakan upaya melakukan reformasi ke arah yang lebih baik
terhadap sistem administrasi publik yang berlaku pada suatu negara secara
menyeluruh. Oleh karena itu, good governance dapat diartikan sebagai tata
kelola pemerintahan yang baik, dan memenuhi kaidah tertentu sesuai dengan
prinsip-prinsip dasar good governance.
13
Menurut Undang-Undang No. 17 Tahun 2003 Pasal 1 ayat 8 tentang
Keuangan Negara, APBD adalah rencana keuangan tahunan pemerintah daerah
yang disetujui oleh Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD). Namun dalam
Peraturan Pemerintah No. 55 Tahun 2005 Pasal 1 ayat 7 tentang Dana
Perimbangan. APBD adalah rencana keuangan tahunan pemerintahan daerah yang
dibahas dan disetujui bersama oleh Pemerintah Daerah dan DPRD, dan ditetapkan
dengan peraturan daerah. Pengertian APBD juga terdapat dalam PP No. 58 Tahun
2005 Pasal 20 tentang Pengelolaan Keuangan Daerah yang menyebutkan bahwa
APBD merupakan satu kesatuan yang terdiri dari:
a. Pendapatan Daerah
Pendapatan daerah meliputi sama penerimaan uang yang melalui Rekening
Kas Umum Daerah, yang menambah ekuitas dana lancar, yang merupakan
hak daerah dalam satu tahun anggaran yang tidak perlu dibayar kembali
oleh daerah.
b. Belanja Daerah
Belanja daerah meliputi semua pengeluaran dari Rekening Kas Umum
Daerah yang mengurangi ekuitas dana lancar, yang merupakan kewajiban
daerah dalam satu tahun anggaran yang tidak diperoleh kembali
pembayarannya oleh daerah.
c. Pembiayaan Daerah
Pembiayaan daerah meliputi semua penerimaan yang perlu dibayar
kembali atau pengeluaran yang akan diterima kembali, baik pada tahun
anggaran yang bersangkutan maupun pada tahun-tahun anggaran
berikutnya.
Selain pengertian APBD secara yudisial di atas, beberapa orang
mengeluarkan pendapatnya masing-masing tentang pengertian APBD. Halim, dkk
(2012: 10) mengatakan APBD adalah rencana keuangan tahunan pemerintah
daerah yang dibahas dan disetujui bersama oleh Pemerintah Daerah dan DPRD.
Sedangkan Badrudin (2012: 97) dalam Bukunya Ekonomika Otonomi
daerah berpendapat bahwa:
“APBD adalah suatu rencana kerja pemerintah daerah yang mencakup
seluruh pendapatan atau penerimaan dan belanja atau pengeluaran
14
pemerintah daerah, baik provinsi, kabupaten, dan kota dalam rangka
mencapai sasaran pembangunan dalam kurun waktu satu tahun yang
dinyatakan dalam satuan uang dan disetujui oleh DPRD dalam peraturan
perundangan yang disebut Peraturan Daerah”.
Halim (2012: 22) menyatakan bahwa suatu anggaran daerah, termasuk
APBD, memiliki unsur-unsur sebagai berikut:
a. Rencana kegiatan suatu daerah, beserta uraiannya secara rinci.
b. Adanya sumber penerimaan yang merupakan target minimal untuk
menutupi biaya-beban sehubungan dengan aktivitas-aktivitas tersebut,
dan adanya biaya-beban yang merupakan batas maksimal pengeluaran-
pengeluaran yang akan dilaksanakan.
c. Jenis kegiatan dan proyek yang dituangkan dalam bentuk angka.
d. Periode anggaran, yaitu biasanya 1 (satu) tahun.
Berdasarkan beberapa pengertian APBD yang telah disebutkan diatas,
dapat disimpulkan bahwa APBD adalah suatu rencana kerja tahunan pemerintah
daerah dalam satuan uang yang disusun berdasarkan intruksi materi dalam negeri
serta berbagai pertimbangan lainnya dimana dibahas dan disetujui bersama oleh
pemerintah daerah dan DPRD dalam peraturan daerah, mencakup seluruh
pendapatan atau penerimaan dan belanja atau pengeluaran pemerintah daerah,
baik provinsi,kabupaten dan kota dalam rangka mencapai sasaran pembangunan
yang merata tiap daerah.
2.2.2 Urgensi APBD
APBD yang merupakan program kerja suatu daerah sangat penting
dirumuskan karena APBD dapat menjadi acuan kerja pemerintah daerah dalam
satu tahun anggaran. Menurut Mardiasmo (2004: 121) Anggaran sektor publik
penting karena beberapa alasan, yaitu:
a. Anggaran merupakan alat terpenting bagi pemerintah untuk mengarahkan
pembangunan sosial-ekonomi, menjamin kesinambungan dan meningkatkan
kualitas hidup masyarakat.
b. Anggaran dibutuhkan karena adanya kebutuhan dan keinginan masyarakat
yang tidak terbatas dan terus berkembang, sedangkan sumber daya yang ada
15
terbatas. Anggaran diperlukan karena adanya masalah keterbatasan sumber
daya (scarcity of resources), pilihan (choice) dan trande-offs.
c. Anggaran diperlukan untuk meyakinkan bahwa pemerintah telah
bertanggung jawab terhadap rakyat. Dalam hal ini anggaran publik
merupakan instrument pelaksanaan akuntabilitas publik oleh lembaga-
lembaga publik yang ada.
Mardiasmo (2012: 103) mengatakan bahwa Anggaran Daerah atau
Anggaran Pendapatan Belanja Daerah (APBD) merupakan instrument kebijakan
yang utama bagi pemerintah daerah. Lanjutnya, Anggaran Daerah juga digunakan
sebagai alat untuk menentukan besar pendapatan dan pengeluaran, membantu
pengambilan keputusan dan perencanaan pembangunan, otorisasi pengeluaran di
masa-masa yang akan datang, sumber pengembangan ukuran-ukuran standar
evaluasi kinerja, alat bantu untuk memotivasi para pegawai, dan alat koordinasi
bagi semua aktivitas dari berbagai unit kerja.
Berdasarkan paparan di atas dapat disimpulkan bahwa APBD yang
merupakan anggaran sektor publik penting karena adanya kebutuhan dan
keinginan masyarakat yang tidak terbatas dan terus berkembang, sedangkan
sumber daya yang ada terbatas, sehingga APBD menjadi suatu acuan kerja
pemerintah daerah dalam rangka pembangunan daerah dan merupakan suatu
bentuk pertanggung jawaban pemerintah daerah kepada rakyat.
2.2.3 Prinsip – Prinsip APBD
Penyelenggaraan pemerintah daerah sebagai subsistem pemerintah negara
dimaksudkan untuk meningkatkan daya guna dan hasil guna penyelenggaraan
pemerintah dan pelayanan masyarakat, sehingga sebagai daerah otonomi, daerah
mempunyai kewenangan dan tanggung jawab menyelenggarakan kepentingan
masyarakat berdasarkan prinsip-prinsip keterbukaan, partisipasi masyarakat, dan
pertanggung jawaban kepada masyarakat (Djaenuri, 2012: 42).
Berarti APBD merupakan salah satu alat yang memegang peran penting
dalam rangka meningkatkan pelayanan publik dan kesejahtraan masyarakat sesuai
dengan otonomi daerah yang luas, nyata dan bertanggung jawab. Dengan
demikian maka APBD harus benar-benar dapat mencerminkan kebutuhan
masyarakat dengan memperhatikan potensi dan keanekaragaman daerah.
16
Badrudin (2012: 76) mengatakan bahwa untuk mengukur penyelenggaraan
pemerintah yang good governance maka pemerintah harus mampu memenuhi
prinsip dasar atau asas- asas pengelolaan keuangan daerah, yaitu:
a) Transparansi
Transparansi mengisyaratkan adanya keterbukaannya pemerintah
(birokrasi) didalam proses pembuatan kebijakan tentang APBD sehingga
publik dan DPRD dapat mengetahui, mengkaji, dan memberikan masukan
serta mengawasi pelaksanaan kebijakan publik yang berkaitan dengan
APBD didalam perumusan kebijakan pengelolaan APBD.
b) Efisien
Efisien dalam pengelolaan APBD didasarkan pada suatu pemikiran
bahwa setiap pengeluaran anggaran daerah harus diupayakan seefisien
mungkin guna menghasilkan output yang memadai. Penghematan
anggaran yang sangat diperlukan dalam rangka mencapai efesiensi.
Berdasarkan segi pendapatan/penerimaan, efisiensi berarti dalam upaya
memperoleh setiap pendapatan daerah/beban biaya yang dikeluarkan harus
lebih kecil dibandingkan dengan hasil penerimaannya.
c) Efektif
Efektif dalam proses pelaksanaan kebijakan dan pengelolaan
APBD berarti anggaran harus tepat sasaran. Pemikiran lama dengan
mengabaikan apakah sasaran yang akan dicapai dari anggaran, belanja
tepat atau tidak karena yang penting realisasi anggaran sesuai rencana dan
habis terpakai harus diganti dengan pemikiran baru yang menggunakan
pendekatan anggaran berbasis kinerja yang berorientasi pada hasil.
Berdasarkan segi pengeluaran/belanja, efektif artinya segala jenis
pengeluaran dalam APBD harus mampu menghasilkan manfaat langsung
dan tepat sasaran sesuai yang direncanakan dalam APBD.
d) Akuntabilitas
Akuntabilitas dalam pengelolaan APBD dituntut adanya
pertanggung jawaban secara institusional kepada DPRD karena DPRD-lah
yang menilai apakah kinerja pemerintah dalam mengelola APBD baik atau
buruk dengan menggunakan kriteria yang sesuai. Pertanggung jawaban
17
publik merupakan keharusan dalam upaya perwujudan good governance.
Akuntabilitas dalam pengelolaan APBD harus bersifat komprehensif yang
mencakup aspek kebijakan dalam penggunaan anggaran.
e) Partisipasif
Partisipasif berarti dalam pengelolaan APBD harus melibatkan
peran serta publik secara langsung maupun tidak langsung yang dijamin
dalam bentuk kritikan yang konstruktif terhadap cara-cara pengelolaan
APBD yang benar. Di samping itu, kebijakan pembangunan dalam APBD
juga harus mengkomodasikan aspirasi publik dan mengikutsertakan
masyarakat secara langsung dalam bentuk keterlibatan publik dalam
membangun daerah melalui proyek-proyek pembangunan dalam APBD.
2.2.4 Fungsi APBD
Menurut Mardiasmo (2004: 122) APBD mempunyai beberapa fungsi
utama, yaitu:
a. Sebagai alat perencanaan
APBD dibuat oleh Pemerintah Daerah untuk merencanakan tindakan apa
yang akan dilakukan, biaya yang dibutuhkan, serta hasil yang diperoleh dari
belanja yang dilakukan pemerintah. Hal ini berarti dalam APBD, setidak-tidaknya
tergambar tiga komponen utama yaitu:
a) Tindakan atau kegiatan yang akan dilakukan,
b) Biaya yang diperlukan untuk melaksanakan kegiatan tersebut,
c) Hasil yang akan diperoleh dari suatu kegiatan tersebut.
b. Sebagai alat pengendalian
APBD dapat memberikan detail atas pendapatan yang diperoleh Pemda
serta pengeluaran (belanja) yang dilakukan Pemeintah Daerah. Dengan demikian,
maka APBD dapat dipertanggung jawabkan kepada publik. Dengan demikian
setiap kegiatan atau program dalam APBD, hanya jelas sumber pembiayaannya,
misal berapa dana bersumber dari PAD, dan berapa besar dari DAU, atau mana
kegiatan yang dilakukan dengan biaya dari PAD murni dan mana dari DAU
murni.
c. Sebagai alat kebijakan fiskal
18
Anggaran sebagai alat kebijakan fiskal digunakan untuk menstabilkan dan
mendorong pertumbuhan ekonomi. Dengan mempergunakan APBD. Pemda dapat
melakukan prediksi-prediksi serta estimasi ekonomi. Kegiatan-kegiatan atau
program dalam APBD harus juga dipertimbangkan sebagai suatu estimasi atau
prediksi perkembangan ekonomi daerah yang pada akhirnya meningkatkan
kesejahteraan masyarakat.
d. Sebagai alat politik
APBD adalah political tool yang berfungsi sebagai bentuk komitmen
eksekutif dan kesepakatan legislatif atas penggunaan dana publik untuk
kepentingan tertentu.
e. Sebagai alat koordinasi dan komunikasi
APBD merupakan alat koordinasi antar bagian dalam sistem kerja
pemerintah. APBD yang disusun dengan baik akan mampu mendeteksi terjadinya
inskonsistensi suatu unit kerja dalam pencapaian tujuan organisasi. Di samping itu
anggaran publik juga berfungsi sebagai alat komunikasi antar unit kerja dalam
lingkaran eksekutif. Dalam hal ini APBD berfungsi sebagai alat publik dalam
bentuk penerapan dan aktualisasi komitmen eksekutif dan legislatif sebagaimana
diikrarkan dalam bentuk visi dan misinya pada saat kampanye.
f. Sebagai alat penilaian kinerja
APBD merupakan komitmen dari budget holder (eksekutif) kepada
pemberi wewenang (legislatif). Kinerja eksekutif akan dinilai berdasarkan
pencapaian target anggaran dan efisiensi pelaksannaan anggaran.
g. Sebagai alat motivasi
APBD dapat digunakan sebagai alat memotivasi manajer dan stafnya agar
bekerja secara ekonomis, efektif, dan efisien, dalam mencapai target dan tujuan
organisasi yang lebih ditetapkan.
2.3. Penyimpangan Anggaran
19
hanya dipengaruhi oleh diri individu itu sendiri,tetapi juga dipengaruhi oleh
kelompok ataupun organisasi sosial lainnya, mempengaruhi perilaku seseorang.
Hal ini jika terjadi secara berkelanjutan maka tidak mungkin sistem yang
dibangun dalam masyarakat akan rusak atau sudah cap, sehingga masyarakat
tersebut berada pada kondisi anomi atau ketika anggota komunitas berinteraksi
sosial dengan kelompok lain. Kurangnya hubungan suatu masyarakat dengan
masyarakat lain, sehinggga ketersingan hidup anggota terpengaruh dengan polah
trade kebudayaan.
Analisis tentang pemberian cap itu dipusatkan pada reaksi orang lain.
Artinya ada orang-orang yang memberi definisi, julukan, atau pemberi label
(definers/labelers) pada individu-individu atau tindakan yang menurut penilaian
orang tersebut adalah negatif. Disebut penipu, pencuri, wanita nakal, orang gila,
dan sebagainya, maka si pelaku akan terdorong untuk melakukan penyimpangan
sekunder. Misalnya, Sebagai tanggapan terhadap pemberian cap oleh orang lain
maka si pelaku penyimpangan primer mendefinisikan dirinya sebagai penyimpang
dan mengulangi lagi perbuatan menyimpangnya melakukan penyimpangan
sekunder sehingga mualai menganut suatu gaya hidup menyimpang (deviant life
style) yang menghasilkan suatu karier menyimpang (deviant carieer) dalam
kelompok atau komunitas tertentunya.
20
Menurut teori Robert K Merton, dalam (Cullen & Agnew,1980:171), akar
penyimpangan sosial, tidak seperti kebanyakan teori yang mengemukakan bahwa
kejahatan dan penyimpangan timbul dari sebab-sebab individu yang melanggar
norma- norma dan nilai-nilai dalam masyarakat pada umumnya. Merton
mengemukakan bahwa penyimpangan perilaku itu terjadi karena masyarakat
mempunyai struktur budaya dengan sistem nilai yang berbeda-beda dalam sosial
atau tidak ada satu standar nilai yang dijadikan suatu kesepakatan untuk dipatuhi
bersama. Sehingga masyarakat akan berubah perilaku yang tidak wajar.
Menurut Prasetija, (2009) konsep dasar teori adaptasi muncul dari dunia
biologi, dimana ada 2 yang penting yaitu evaluasi genetika, yang berfokus pada
umpan balik dari interaksi lingkungan dan adaptasi biologi yang berfokus pada
perilaku menyimpang dari organisme selama masa hidupnya. Organisme tersebut
baru menguasai fokus lingkungan, tidak fokus umpan balik lingkungan. Adaptasi
juga merupakan proses penyesuaian diri dilingkungan pergaulan pertemanan, dan
aktivitas seseorang yang dilakukan dimana mereka tinggal, yang mengalami
perubahan-perubahan sikap dan tingkah laku terhadap dalam masyarakat. Maka
Teori ini berpandangan bahwa munculnya perilaku menyimpang yang
menyebakan serta melaggar suatu hukum sosial yang berlaku kehidupan
masyarakat pada umumnya.
21
untuk menjadi kaya, yang menyebabkan orang menjadi "inovator" dengan
terlibat mencuri dan menjual obat- obatan. Inovator menerima atau
mengikuti tujuan yang ditentukan oleh masyarakat, tetapi ia memakai cara
yang dilarang sosial (termasuk tindakan kriminal).
3. Ritualisme (ritualism) mengacu pada ketidakmampuan untuk mencapai
tujuan budaya sehingga merangkul aturan ke titik di mana mereka
melupakan tujuan mereka yang lebih besar untuk merasa terhormat.
Ritualis cenderung menghindari risiko (seperti pelanggaran hukum), dan
hidup nyaman dalam batas-batas dari rutinitas sehari-hari.
4. Retretisme(retreatism) merupakan respon yang menunjukkan
ketidakmampuan seseorang untuk menolak baik tujuan budaya maupun
tujuan yang ditetapkan oleh masyarakat, dengan cara membiarkan orang
yang menolak tujuan masyarakat dan sarana yang sah untuk mencapai
tujuan mereka contah respon pencadu, peminum alkohol dan orang yang
bakal menjadi sakit mental, dan tidak dimobilisir dapat dilihat sebagai
retreating. Merton melihat hal yang demikian sebagai suatu penyimpangan
sosial, karena mereka melakukan tindakan penyimpangan untuk mencapai
hal-hal yang tidak selalu sejalan dengan nilai-nilai masyarakat yang
dipatuhi.
5. Pemberontakan (Rebellion) mirip dengan retreatisme, karena
pemberontakan juga menolak tujuan budaya dan cara mencapainya, tetapi
mereka melangkah lebih jauh dan tandingan" yang mendukung tatanan
sosial lain yang sudah ada (melanggar aturan)." Pemberontak menolak
tujuan masyarakat dan tidak mengakui struktur yang ada dan menciptakan
struktur sosial yang baru.
22
Menurut Kartono (1988:93) mengatakan perilaku menyimpang sosial
disebut pula sebagai anak cacat sosial. Artinya perilaku yang tidak sesuai dengan
aturan atau norma yang berlaku di masyarakat. Teori- teori umum tentang
penyimpangan berusaha menjelaskan semua contoh penyimpangan sebanyak
mungkin dalam bentuk apapun misalnya kejahatan, gangguan mental, bunuh diri,
pencuri dan penyalagunaan alkohol. Sehingga menimbulkan gangguan-gangguan
kejiwaan seorang pelaku minum keras karena sistem pencernaan tubuh sangat
mengakibatkan oleh minuman beralkohol. Situasi ini pada akhirnya menimbulkan
banyak perilaku yang menyimpang dari norma agama dan adat yang dilakukan
oleh seseorang yang tidak sesuai hukum masyarakat
23
4. Aspek Pengawasan
Di dalam birokrasi, pengawasan sebagai upaya kontrol birokrasi
ataupunorganisasi harus dilaksanakan dengan baik, karena apabila
tidakdilaksanakan, cepat atau lambat akanmengakibatkan mati/hancurnya
suatuorganisasi atau birokrasi itu sendiri.
Penelitian serupa juga dilakukan oleh Aliamin, dan Gadeng (2015) dengan
judul Analisis Faktor – Faktor yang Mempengaruhi terjadinya Penyimpangan
Realisasi Anggaran Pendapatan Belanja Daerah (APBD) di Provinsi Aceh. Hasil
penelitian menunjukkan bahwa semua variabel baik perilaku individu, peraturan
24
perundang – undangan, dan pengawasan sangat berpengaruh terhadap korupsi
APBD di Provinsi Aceh.
25
H1
X1 Perilaku Individu
Y Penyimpangan APBD
H2
X2 Pengawasan
26
Sedangkan menurut Wawan (2011) Perilaku merupakan suatu
tindakan yang dapat diamati dan mempunyai frekuensi spesifik, durasi dan
tujuan baik disadari maupun tidak.Perilakuadalah kumpulan berbagai faktor
yang saling berinteraksi.
27
H2 = Aspek Pengawasan berpengaruh terhadap Penyimpangan
Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah
28
BAB 3. METODE PENELITIAN
29
Menurut Sugiyono (2013) skala yang digunakan dalam
penyusunan kuesioner dalam penelitian ini menggunakan 5 poin
skalalikert, variabel yang diukur dengan skala likert.Pengukuran
yangdilakukanmenggunakan skala Likert dengan penilaian skor 5= sangat
setuju, skor 4= setuju, skor 3=cukupsetuju, skor 2 = tidak setuju, skor 1=
sangat tidak setuju.
3.4 Populasi dan Sampel
A. Populasi
B. Sampel
Sampel yang diambil dari penelitian ini adalah pegawai yang ada
di Inspektorat dan Dinas Kesehatan Kabupaten Jember yang meliputi
Kepala, Sekretaris, kepala bagian, hingga staff pegawai Inspektorat dan
Dinas Kesehatan Kabupaten Jember. Total ada 100 pegawai dengan porsi
30
50 pegawai Inspektorat dan 50 pegawai Dinas Kesehatan Jember, sehingga
sampel yang diambil berjumlah100 responden
31
Individu dari pada segala macam dengan skor 1 Nomer
1
pengalaman serta interaksi sampai 5
Nomer
birokrat dengan lingkunganya 2
yang terwujud dalam bentuk Nomer
3
pengetahuan, sikap dan tindakan Nomer
dalam hal ini di lingkungan 4
Nomer
pemerintahan 5
32
3.8. Metode Analisis Data
Metode analisis data yang digunakan pada penelitian ini adalah metode
analisis data kuantitatif yang menggunakan alat ukur IBM SPSS Statistic 23 untuk
menguji data. Menurut Ghozali (2011) IBM SPSS Statistic 23 menyediakan menu
untuk membuat berbagai macam grafik. Penyajian data dalam bentuk grafik ini
dapat digunakan untuk melengkapi analisis data antara lain jenis Bar, Pie, Line,
Area. Berikut ini adalah langkah-langkah analisis data pada penelitian ini.
3.8.1. Analisis Deskriptif
Analisis deskriptif berfungsi untuk menganalisa data
dengan cara mendeskripsikan atau menggambarkan data yang telah
terkumpul sebagimana adanya, tanpa berkmaksud membuat
kesimpulan yang berlaku untuk umum (Sugiyono, 2004:169)
3.8.2 Uji Instrumen Data
Menurut Ghozali (2011) Uji Instrumen data adalah menguji
data yang diperoleh apakah data tersebut akurat dari subjek peneliti
sehingga dapat mewakili keadaan sesuatu yang diukur dan dapat
dipertanggungjawabkan. Uji Interumen data dalam penelitian ini
terdiri dari uji validitas dan uji reliabilitas
1. Uji Validitas
Arikunto (2010:211) menyatakan validitas adalah suatu
ukuran yang menunjukkan ingkat-tingkat kevalidan. Uji
validitas sebuah data bertujuan untuk mengetahui sejauh mana
validitas data yang diperoleh dari penyebaran kuesioner.
Sebuah instrument dikatakan valid apabila mampu mengukur
apa yang hendak diukur serta dapat mengungkapkan data dan
variable yang akan diteliti secara tepat. Uji validitas digunakan
untuk mereduksi metode yang secara umum dipakai yaitu
dengan mengkorelasikan antara skor individu yang diperoleh
masing-masingitem atau butir pertanyaan dengan skor total
masing-masing item. Teknik korelasi yang digunakan
memakai rumus korelasi Product Moment Pearson
Correllations. Validitas dapat dilihat dari nilai signifikasi, jika
33
nilai signifikasi < 0,05, maka instrument dapat dikatan valid
(Ghozali, 2011).
2. Uji Reliabilitas
Uji reliabilitas merupakan alat untuk mengukur suatu
kuesioner yang merupakan indicator dari variable. Suatu
instrument dikatan reliable (andal) jika jawaban seseorang
terhadap pertanyaan tersebut konsisten atau stabil dari waktu
ke waktu. Teknik yang digunakan memakai uji statistic
Cronbach Alpha. Pengujian dengan teknik ini untuk menguji
tingkat keandalan atau reliability dari masing-masing angket
variable. Suatu konstruk atau variable dikatakan reliable jika
memberikan nilai Cronbach Alpha>0,60 (Ghozali, 2011)
3.8.3 Uji Asumsi Klasik
Uji asumsi klasik adalah analisis yang digunakan penilai untuk
mengetahui apakah didalam sebuah model regresi linier yang
digunakan dalam penelitian ini berdistribusi normal, bebas dari
masalah multikolineritas dan heterokedstisitas. Dalam penelitian ini
uji asumsi yang digunakan adalah sebagai berikut (Ghozali, 2011) :
1. Uji Normalitas
Uji normalitas adalah uji yang dilakukan pada distribusi
data untuk menilai kenormalan suatu distribusi data. Tujuan uji
normalitas sendiri untuk menguji apakah sebuah model regresi
variable terikat dan variable bebas mempunyai distribusi
normal atau tidak (Ghozali, 2011). Dalam penelitian ini peneliti
menggunakan uji statistik Kolmogorv-Smirnov dengan melihat
tingkat signifikansinya. Regresi dikatakanmemiliki distribusi
data residual normal apabila hasil pengujian dari Kolmogorv-
Smirnov memiliki tingkat signifikansi > 0,05.
2. Uji Multikolinieritas
Uji Multikolinieritas bertujuan untuk menemukan apakah
terdapat korelasi antar variabel bebas (independen) pada suatu
model regresi. Model regresi yang baik seharusnya tidak terjadi
34
korelasi diantara variabel bebas (independen) (Ghozali,2011).
Pada penelitian ini uji multikolinieritas dilihat dari nilai
Tolerance dan lawannya Variance Inflation Factor (VIF). Suatu
model regresi dikatakan terdapat multikolinieritas apabila nilai
tolerance ≤ 0,10 sedangkan nilai VIF ≥ 10
3. Uji Heteroskedastisitas
Tujuan dari pengujian heteroskedasitas adalah untuk
mengetahui apakah dalam suatu model regresi terjadi
ketidaksamaan variance dari residual satu pengamatan ke
pengamatan yang lain (Ghozali,2011). Apabila variance dari
residual satu pengamatan ke pengamatan yang lain tetap, maka
disebut sebagai homokedastisitas dan apabila berbeda maka
disebut sebagai heteroskedastisitas.
Menurut Ghozali (2011) model regresi yang baik adalah
tidak terjadi Heterokedastisitas. Pada penelitian ini, uji
heteroskedastisitas peneliti menggunakan grafik Scatterplot.
Dasar yang digunakan peneliti dalam analisis grafik Scatterplot
untuk melihat apakah terdapat atau tidak heteroskedastisitas
dalam model regresi adalah sebagai berikut (Ghozali, 2011) :
1. Apabila ada pola tertentu, seperti titik-titik yang
membentuk pola tertentu secara teratur maka
teridentifikasi terjadinya heteroskedatisitas.
2. Apabila tidak ada pola yang terlihat jelas serta titik-titik
menyebar di atas dan dibawah angka 0 pada sumbu Y,
maka tidak terjadi heteroskedastisitas.
3.8.4 Uji Regresi Linear Berganda
Menurut Ghozali (2011), Analisis regresi linear berganda adalah
suatu analisis asosiasi yang digunakan secara bersamaan untuk
meneliti pengaruh dua atau lebih variabel bebas terhadap satu
variabel tergantung dengan skala interval. Tahapan selanjutnya
setelah uji asumsi klasik dilakukan yaitu melakukan uji regresi
35
linier.Dalam penelitian ini uji regresi linier yang dapat dilakukan
dengan persamaan sebagai berikut :
Y = a + b1X1 + b2X2 + e
Dimana :
Y = Penyimpangan Anggaran
X1 = Faktor Perilaku Individu
X2 = Faktor Pengawasan
a = Konstanta
b = Koefisien Regresi
e = Error
36
DAFTAR PUSTAKA
37
Sugiyono. 2013. Metode Penelitian Bisnis. Bandung: Alfabeta Sugiyono. 2015.
Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif dan R&D. Bandung: Alfabeta
38