Anda di halaman 1dari 122

library.uns.ac.id digilib.uns.ac.

id

PARTISIPASI MASYARAKAT DALAM MENGIKUTI PROGRAM


KELUARGA BERENCANA DI DESA SIDOHARJO, KECAMATAN
POLANHARJO, KABUPATEN KLATEN
TAHUN 2010

Oleh:

Fitria Kusuma Wardani


K8406023

FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN


UNIVERSITAS SEBELAS MARET
SURAKARTA
2010

i
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

PARTISIPASI MASYARAKAT DALAM MENGIKUTI PROGRAM


KELUARGA BERENCANA DI DESA SIDOHARJO, KECAMATAN
POLANHARJO, KABUPATEN KLATEN
TAHUN 2010

Oleh:

FITRIA KUSUMA WARDANI


K8406023

SKRIPSI
Ditulis dan diajukan untuk memenuhi syarat mendapatkan gelar Sarjana
Pendidikan Program Studi Pendidikan Sosiologi - Antropologi
Jurusan Pendidikan Ilmu Pengetahuan Sosial

FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN


UNIVERSITAS SEBELAS MARET
SURAKARTA
2010

ii
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

PERSETUJUAN
Skripsi ini telah disetujui untuk dipertahankan di hadapan Tim Penguji
Skripsi Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Sebelas Maret
Surakarta.

Persetujuan Pembimbing,

Pembimbing I Pembimbing II

Drs. H. Basuki Haryono, M. Pd Dra. Hj. Siti Rochani, M. Pd


NIP. 19500225 197501 1 002 NIP. 19540213 198003 2 001

iii
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

PENGESAHAN

Skripsi ini telah dipertahankan di hadapan Tim Penguji Skripsi Fakultas


Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Sebelas Maret dan diterima untuk
memenuhi persyaratan mendapatkan gelar Sarjana Pendidikan.

Hari :
Tanggal :

Tim Penguji Skripsi


Nama Terang Tanda Tangan

Ketua : Drs. H. MH. Sukarno, M. Pd ___________


Sekretaris : Drs. H. M. Haryono, M. Si ___________
Anggota I : Drs. H. Basuki Haryono, M. Pd ___________
Anggota II : Dra. Hj. Siti Rochani, M. Pd ___________

Disahkan oleh
Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan
Universitas Sebelas Maret
Dekan

Prof. Dr. H. M. Furqon Hidayatullah, M. Pd


NIP. 19600727 198702 1 001

iv
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

ABSTRAK

Fitria Kusuma Wardani, K8406023. PARTISIPASI MASYARAKAT


DALAM MENGIKUTI PROGRAM KELUARGA BERENCANA (KB) DI
DESA SIDOHARJO, KECAMATAN POLANHARJO, KABUPATEN
KLATEN TAHUN 2010. SKRIPSI, Surakarta: Fakultas Keguruan dan Ilmu
Pendidikan. Universitas Sebelas Maret Surakarta. 2010.
Penelitian ini bertujuan untuk (1) Mengetahui persepsi masyarakat
mengenai program KB di Desa Sidoharjo, Kecamatan Polanharjo, Kabupaten
Klaten. (2) Mengetahui hal-hal yang melatarbelakangi masyarakat dalam
mengikuti program KB di Desa Sidoharjo, Kecamatan Polanharjo, Kabupaten
Klaten. (3) Mengetahui jenis-jenis alat kontrasepsi yang digunakan oleh
masyarakat Desa Sidoharjo, Kecamatan Polanharjo, Kabupaten Klaten.
Penelitian ini menggunakan metode pendekatan kualitatif dengan studi
kasus tunggal terpancang. Sumber data dari informan, tempat, serta dokumen dan
arsip. Teknik cuplikan menggunakan purposive sampling. Pengumpulan data
menggunakan wawancara, observasi langsung dan dokumentasi. Untuk mencari
validitas data menggunakan trianggulasi sumber (data). Teknik analisis data
menggunakan model analisis interaktif.
Berdasarkan hasil penelitian, dapat disimpulkan (1) Persepsi masyarakat
mengenai program KB adalah pertama KB merupakan kewajiban perempuan,
selama kondisi perempuan memungkinkan untuk ber-KB, maka perempuanlah
yang harus ber-KB. Kedua, KB hanya dapat dilakukan dengan menggunakan alat
kontrasepsi yang dipilih dan digunakan sesuai kecocokan terhadap diri akseptor.
Ketiga, beberapa alat kontrasepsi menakutkan bagi akseptor, seperti IUD, implan,
dan sterilisasi. (2) Latar belakang masyarakat mengikuti program KB ada dua
alasan. Pertama alasan ekonomi, masyarakat mengikuti KB karena tidak ingin
mempunyai banyak anak, jika punya banyak anak maka biaya untuk mencukupi
kebutuhan hidup akan semakin banyak. Kedua alasan kesehatan, setelah
melahirkan ibu perlu menjaga jarak kelahiran berikutnya untuk memulihkan
kesehatan diri dan merawat bayinya. (3) Alat kontrasepsi yang digunakan
masyarakat ada tiga, pertama adalah suntik, metode suntik mudah diperoleh
dengan mendatangi tempat praktek swasta bidan, dengan biaya relatif terjangkau,
serta resiko yang tidak terlalu besar. Kedua, implan, kontrasepsi ini dipilih karena
diperoleh dengan biaya sebesar Rp 25.000,- melalui penyelenggaraan safari KB
pemerintah yang biayanya jauh lebih murah dibanding KB mandiri. Ketiga adalah
kondom, dipilih karena alasan praktis dan tidak mengakibatkan kegemukan tubuh
akseptor.

v
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

MOTTO

Sesungguhnya Allah tidak merubah keadaan sesuatu kaum sehingga

mereka merubah keadaan yang ada pada diri mereka sendiri.

(Q.S. Ar-R’ad: 11).

vi
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

PERSEMBAHAN

Karya ini kupersembahkan untuk:

1. Ibunda terkasih, Wiwik Suwarti, serta Ayahanda di Surga, Alm. Suwoto,


terima kasih.
2. Kakak-kakakku, Gugus Subiyantoro dan Dyah Purniawati, adikku Satria Adi
Purnama, ponakanku Roihan Rexy Subiyanto, dan kakak iparku Titik
Setiawati.
3. Teman-teman Sos-Ant’ 06.
4. Almamater.

vii
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

KATA PENGANTAR

Puji syukur penliti panjatkan ke hadirat Allah SWT yang memberi


kenikmatan dan karunia-Nya, sehingga peneliti dapat menyelesaikan skripsi ini
guna memenuhi sebagian persyaratan mendapat gelar Sarjana Pendidikan. Selama
pembuatan skripsi ini, tidak terlepas dari bantuan dan dukungan dari berbagai
pihak, untuk itu peneliti ucapkan terima kasih kepada:
1. Prof. Dr. H.M. Furqon Hidayatullah, M. Pd, selaku Dekan Fakultas Keguruan
dan Ilmu Pendidikan Universitas Sebelas Maret;
2. Drs. H. Saiful Bachri, M. Pd, selaku Ketua Jurusan Pendidikan Ilmu
Pengetahuan Sosial;
3. Drs. H.MH. Sukarno, M. Pd, selaku Ketua Program Studi Pendidikan
Sosiologi- Antropologi;
4. Drs. H. Basuki Haryono, M. Pd, selaku Pembimbing I dan Dra. Hj. Siti
Rochani, M. Pd, selaku Pembimbing II yang telah menyediakan waktu dan
pikiran untuk memberikan bimbingan, arahan, dan dorongan kepada peneliti
sehingga skripsi ini dapat peneliti selesaikan;
5. Yosafat Hermawan T, S.Sos, selaku Pembimbing Akademik, yang telah
memberikan arahan dan nasehat selama menjadi mahasiswa di Program Studi
Pendidikan Sosiologi-Antropologi FKIP UNS;
6. Bapak dan Ibu Dosen Program Studi Pendidikan Sosiologi-Antropologi, yang
telah memberikan ilmu dan masukan-masukan kepada peneliti;
7. Hermawan Sri Widodo, selaku Kepala Desa Sidoharjo, yang telah
mengijinkan peneliti untuk melakukan penelitian;
8. Semua pihak yang telah membantu peneliti dalam penyusunan skripsi ini yang
tidak dapat disebutkan satu persatu.

Peneliti menyadari bahwa skripsi ini jauh dari sempurna, oleh karena itu
saran dan kritik yang membangun sangat peneliti harapkan. Akhirnya peneliti

viii
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

berharap semoga skripsi ini dapat bermanfaat dan menambah wawasan bagi para
pembaca.

Surakarta, Juli 2010

Peneliti

ix
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

DAFTAR ISI

JUDUL …………………………………………………………… i
PENGAJUAN SKRIPSI …………………………………………… ii
PERSETUJUAN …………………………………………………… iii
PENGESAHAN …………………………………………………… iv
ABSTRAK …………………………………………………………… v
MOTTO …………………………………………………………… vi
PERSEMBAHAN …………………………………………………… vii
KATA PENGANTAR …………………………………………… viii
DAFTAR ISI …………………………………………………… x
DAFTAR TABEL …………………………………………………… xii
DAFTAR GAMBAR …………………………………………………… xiii
DAFTAR LAMPIRAN …………………………………………… xiv
BAB I PENDAHULUAN …………………………………………… 1
A. Latar Belakang Masalah …………………………………… 1
B. Rumusan Masalah …………………………………………… 5
C. Tujuan Penelitian …………………………………………… 5
D. Manfaat Penelitian …………………………………………… 6
BAB II LANDASAN TEORI …………………………………… 7
A. Tinjauan Pustaka …………………………………………… 7
B. Penelitian yang Relevan …………………………………… 42
C. Kerangka Berpikir …………………………………………… 44
BAB III METODE PENELITIAN …………………………………… 46
A. Tempat dan Waktu Penelitian ………………………….... 46
B. Bentuk dan Strategi Penelitian …………………………… 47
C. Sumber Data …………………………………………… 48
D. Teknik Sampling …………………………………………… 50
E. Teknik Pengumpulan Data …………………………………… 50
F. Validitas Data …………………………………………… 54
G. Analisis Data …………………………………………… 55

x
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

H. Prosedur Penelitian …………………………………………… 57


BAB IV SAJIAN DATA DAN ANALISIS DATA PENELITIAN …… 59
A. Deskripsi Lokasi Penelitian …………………………………… 59
B. Deskripsi Permasalahan Penelitian …………………………… 66
C. Temuan Studi yang Dihubungkan dengan Kajian Teori …… 90
BAB V SIMPULAN, IMPLIKASI, DAN SARAN …………………… 102
A. Simpulan …………………………………………………… 102
B. Implikasi …………………………………………………… 103
C. Saran …………………………………………………………… 104
DAFTAR PUSTAKA …………………………………………… 105
LAMPIRAN …………………………………………………………… 108

xi
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

DAFTAR TABEL

Tabel 1. Waktu dan Kegiatan Penelitian …………………………… 47

xii
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

DAFTAR GAMBAR

Gambar 1. Kerangka Berpikir …………………………………… 45


Gambar 2. Model Interaktif Analisis Data …………………………… 57

xiii
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

DAFTAR LAMPIRAN

1. Fieldnote ……………………………………………………... …… 108


2. Peta Desa Sidoharjo ……………………………………………. 150
3. Monografi Desa Sidoharjo ……………………………………. 151
4. Foto-foto penelitian ……………………………………………. 167
5. Surat Permohonan Ijin Research kepada Pembantu Dekan III ……. 170
6. Surat Permohonan Ijin Menyusun Skripsi ……………………. 171
7. Surat Permohonan ijin Menyusun Skripsi kepada Pembantu Dekan I . 172
8. Surat Permohonan Ijin Research Kepada Kepala Desa Sidoharjo…. 173
9. Surat Pemberian Ijin Research oleh Kepala Desa Sidoharjo……… 174
10. Surat Keterangan Telah Melakukan Penelitian …………………… 175
11. Riwayat Hidup ………
12. …………………………………………… 176

xiv
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah


Jumlah penduduk yang besar dan berkualitas tinggi merupakan salah satu
modal atau aset dalam pembangunan sebuah negara. Penduduk sebagai aset
apabila penduduk memberikan kontribusi dari segi fisik maupun mental dalam
pembangunan. Sebaliknya, jumlah penduduk yang besar berusia muda, berkualitas
rendah akan menjadi beban suatu negara, karena menghambat laju pembangunan
dan menimbulkan berbagai masalah sosial.
Indonesia sebagai negara berkembang mempunyai jumlah penduduk yang
besar, yakni 238.452.952 jiwa (terbesar nomor 4 di dunia),
http://id.wikipedia.org/wiki/penduduk. 30 Januari 2010: 13.08. Masalah
kependudukan merupakan masalah yang dialami oleh semua negara tak terkecuali
Indonesia. Sebagai negara berkembang, Indonesia menghadapi masalah jumlah
penduduk yang besar, tingkat kemiskinan yang tinggi, terbatasnya lapangan
pekerjaan, minimnya fasilitas pendidikan dan kesehatan, serta rendahnya tingkat
pengetahuan penduduk.
Jumlah penduduk yang besar adalah akibat dari tingkat fertilitas yang tinggi,
karena tingkat usia subur atau jumlah wanita usia suburnya tinggi, sehingga
pertumbuhan penduduk menjadi tinggi. Laju pertumbuhan penduduk Indonesia
adalah sebesar 1,3% atau bertambah sekitar 3-4 juta orang per tahun. Konsekuensi
dari besarnya jumlah penduduk, maka praktis kebutuhan akan berbagai fasilitas
seperti lapangan pekerjaan, fasilitas kesehatan, pendidikan, dan rekreasi juga
meninggi, dan harus disediakan oleh pemerintah. Jika tidak, maka sangat bisa
dipastikan bahwa penduduk negara tersebut akan memiliki kualitas sumber daya
manusia yang rendah. Akibatnya akan banyak timbul masalah sosial di
masyarakat, seperti pengangguran, kriminalitas, gelandangan, rendahnya kualitas
kesehatan, minimnya akses pendidikan, serta kekurangan bahan pangan atau gizi
buruk.

1xv
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

Hal tersebut membutuhkan perhatian yang serius untuk dicari bagaimana


solusinya agar pertumbuhan penduduk mampu dikendalikan. Pengendalian jumlah
penduduk tentu akan berpengaruh positif terhadap kualitas hidup manusia. Atas
dasar pemikiran tersebut, pada tahun 1960-an mulai timbul dan berkembang suatu
rasa keprihatinan yang mendalam terhadap masalah kependudukan dunia.
Pemerintah Indonesia mengambil suatu kebijakan kependudukan melalui program
keluarga berencana. Keseriusan pemerintah dalam menggalakkan program ini
dimulai dengan mendirikan Badan Koordinasi Keluarga Berencana Nasional
(BKKBN). Melalui program KB pemerintah mengharapkan terciptanya Norma
Keluarga Kecil Bahagia Sejatera (NKKBS), yaitu keluarga dengan dua anak
sebagai tujuan utamanya.
Sebagaimana terdapat dalam Undang-Undang Nomor 52 tahun 2009 tentang
Perkembangan Kependudukan dan Pembangunan Keluarga, dapat disimpulkan
bahwa Keluarga Berencana adalah upaya yang dilakukan untuk mengatur
kelahiran anak, jarak, dan usia ideal melahirkan, serta mengatur kehamilan.
Upaya-upaya ini dilakukan melalui promosi, perlindungan dan bantuan sesuai
dengan hak reproduksi untuk mewujudkan keluarga yang berkualitas. Sebagai
langkah awal dalam menanggulangi laju pertumbuhan penduduk yang tinggi
dilakukan dengan jalan memperkenalkan cara-cara kontrasepsi yang diharapkan
akan dijalankan oleh masyarakat.
Keluarga dikatakan berkualitas apabila kehidupan setiap anggota
keluarganya terjamin hidupnya dan dalam keadaan yang sejahtera. Keluarga yang
sejahtera tentu akan mampu memenuhi setiap kebutuhan hidup mendasar dari para
anggota keluarganya. Jenis kebutuhan hidup keluarga yakni: makanan, pakaian,
perumahan, kesehatan, pendidikan, rekreasi, melaksanakan kehidupan beragama,
dan lain-lain. Makin banyak anggota keluarga akan semakin banyak diperlukan
kebutuhan hidup keluarga. Oleh karena itu kesulitan hidup akan bertambah
apabila bertambahnya jumlah anggota keluarga. Apabila keluarga tak mampu
mencukupi kebutuhan akan biaya hidup tersebut, maka dapat dipastikan bahwa
seluruh anggota keluarga tidak hidup dalam keadaan sejahtera. Program Keluarga
Berencana (KB) mempunyai kontribusi yang penting dalam upaya meningkatkan

xvi
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

kualitas penduduk, dan merupakan sebuah program yang melekat pada upaya
pembangunan. KB merupakan upaya pelayanan kesehatan preventif yang paling
dasar dan utama. Program KB adalah sarana untuk mencapai penurunan tingkat
kelahiran.
Salah satu tujuan program Keluarga Berencana adalah meningkatkan
kesejahteraan. Diharapkan dengan adanya program KB, para orang tua akan
mampu membatasi jumlah kelahiran dan mengatur jarak kelahiran agar mampu
merawat dan memelihara keturunan dengan sebaik-baiknya sehingga nanti anak-
anak yang dilahirkan akan menjadi manusia berkualitas. Dengan adanya program
KB diharapkan petumbuhan penduduk yang tinggi akan dapat ditekan sehingga
mampu mengurangi dampak negatif yang timbul sebagai akibat dari tidak
terkendalinya jumlah pertumbuhan penduduk. Usaha pemerintah untuk
memasyarakatkan program KB ini tidaklah mudah, oleh karena itu pemerintah
melakukan berbagai cara sebagai upaya memasyarakatkan program KB kepada
khalayak, diantaranya adalah memberikan pelayanan KIE (Komunikasi,
Informasi, dan Edukasi) yang dilakukan oleh petugas medis (seperti bidan dan
dokter).
Sebagaimana terdapat dalam Undang-Undang Nomor 52 tahun 2009 tentang
Perkembangan Kependudukan dan Pembangunan Keluarga, dapat disimpulkan
bahwa Keluarga Berencana adalah upaya yang dilakukan untuk mengatur
kelahiran anak, jarak, dan usia ideal melahirkan, serta mengatur kehamilan.
Pemerintah terus memotivasi, mengimbau, dan menekankan pada masyarakat agar
memiliki keluarga kecil dengan slogan program KB, “Dua Anak Cukup”.
Keseriusan pemerintah dalam mensukseskan program KB dibuktikan dengan
kinerja petugas lapangan keluarga berencana (PLKB) yang rutin mendatangi
rumah-rumah warga yang baru saja melahirkan, para petugas lapangan KB
menghimbau agar masyarakat melakukan KB. Pemerintah juga memberikan alat
kontrasepi kepada masyarakat secara cuma-cuma, serta meminimalisasi biaya
pemasangan alat kontrasepsi di tempat pelayanan kesehatan milik pemerintah
seperti Puskesmas dan rumah sakit. KIE merupakan salah satu kegiatan pokok
dalam gerakan KB nasional yang berupaya untuk mendorong terjadinya proses

xvii
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

perubahan pengetahuan, sikap dan praktek masyarakat tentang KB secara mantap.


Usaha tersebut terlihat mendapat respon yang positif dari masyarakat, sebagian
masyarakat telah menyadari bahwa KB merupakan suatu kebutuhan.
Namun, setelah masa Orde Baru berakhir, perhatian pemerintah terhadap
program KB melemah. KIE tak lagi dilakukan segencar dulu, kini petugas
lapangan KB tidak mendatangi rumah-rumah penduduk seperti dulu. Informasi
dari kegiatan KIE ini sangat berperan dalam mempengaruhi pandangan dan
partisipasi masyarakat untuk mengikuti program KB. Pemilihan dan pemakaian
alat kontrasepsi, serta keikutsertaan masyarakat dalam program KB sangat
ditentukan oleh pengetahuan akseptor mengenai kontrasepsi. Kini penyediaan alat
dan obat kontrasepsi, dana operasional, serta sarana prasarana kesehatan dan KB
yang difasilitasi oleh pemerintah mulai dikurangi, sehingga untuk ber-KB para
akseptor harus mengeluarkan biaya sendiri.
Pelayanan KB dilakukan oleh sarana kesehatan yang dimiliki oleh
pemerintah maupun pihak swasta. Di pihak swasta seluruh biaya ditanggung oleh
akseptor. Sedangkan pada jalur pemerintah, beberapa daerah memberikan alat
kontrasepsi gratis tetapi dengan biaya operasional ditanggung akseptor, namun hal
ini pun jarang dilakukan. Bagi mereka yang mempunyai taraf ekonomi tinggi
maka tak ada masalah untuk membeli alat kontrasepsi di pasaran. Tapi tidak
begitu dengan mereka yanga tingkat ekonominya menengah ke bawah, mereka
harus berpikir ulang dalam mengeluarkan uang untuk membeli alat kontrasepsi.
Kondisi seperti ini sedikit banyak berpengaruh dalam penggunaan jenis alat
kontrasepsi dan cara KB yang ada bagi masyarakat. Masyarakat dengan tingkat
ekonomi yang rendah tidak mampu membeli alat-alat kontrasepsi yang ada di
pasaran, sehingga ketidakmampuan seperti ini akan berdampak langsung pada
pertumbuhan penduduk yang tetap tinggi, dan akan mempengaruhi efektivitas
serta partisipasi masyarakat dalam ber-KB.
KB telah berhasil menurunkan angka kelahiran total (Total Fertility Rate/
TFR) dari 2,4 (SDKI 2002/2003) menjadi 2,3 anak per perempuan usia
reproduksi pada tahun 2007 (SDKI tahun 2007 terkoreksi). Sementara itu,
rata-rata jumlah anak yang dilahirkan pada kelompok miskin adalah 4,2

xviii
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

anak, lebih banyak dibandingkan dengan kelompok yang lebih mampu


(3,0). Rata-rata jumlah anak yang dilahirkan oleh perempuan yang
berpendidikan rendah (4,1) lebih banyak dibandingkan dengan kelompok
berpendidikan tinggi (2,7).
(http://antaranews.com/berita/1265880800/bkkbn-pkk-tingkatan-
keberhasilan-program-KB, 22 Februari 2010: 15.44).
Meskipun demikian, angka kelahiran atau laju pertumbuhan penduduk
Indonesia relatif masih tinggi. Adapun keikutsertaan masyarakat dalam program
KB di Kabupaten Klaten pada tahun 2008, dengan jumlah PUS 201.203 dan
peserta KB 157.224 orang atau sebesar 78,14% dari jumlah total PUS. Sedangkan
data partisipasi masyarakat dalam program KB di Desa Sidoharjo, Kecamatan
Polanharjo, Kabupaten Klaten hingga bulan September 2009 adalah sebagai
berikut, jumlah PUS 518, dengan peserta KB aktif sebanyak 333 orang atau
64,29% dari jumlah PUS, dan peserta KB mandiri sebanyak 262 atau 78,68% dari
peserta KB aktif.
Dari uraian di atas mendorong penulis untuk meneliti kesadaran dan
partisipasi masyarakat dalam mengikuti program KB di Desa Sidoharjo,
Kecamatan Polanharjo, Kabupaten Klaten Tahun 2010.

B. Perumusan Masalah
Berdasarkan dari uraian latar belakang masalah di atas maka perumusan
masalah dari penelitian ini adalah :
1. Bagaimana persepsi masyarakat mengenai program KB di Desa Sidoharjo,
Kecamatan Polanharjo, Kabupaten Klaten?
2. Apa saja hal-hal yang melatarbelakangi masyarakat dalam mengikuti program
KB di Desa Sidoharjo, Kecamatan Polanharjo, Kabupaten Klaten?
3. Alat kontrasepsi apa saja yang digunakan oleh masyarakat di Desa Sidoharjo,
Kecamatan Polanharjo, Kabupaten Klaten?

C. Tujuan Penelitian

xix
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

Berdasarkan latar belakang masalah dan perumusan masalah, maka tujuan


dari penelitian ini adalah:
1. Untuk mengetahui persepsi masyarakat mengenai program KB di Desa
Sidoharjo, Kecamatan Polanharjo, Kabupaten Klaten.
2. Untuk mengetahui hal-hal yang melatarbelakangi masyarakat dalam
mengikuti program KB di Desa Sidoharjo, Kecamatan Polanharjo, Kabupaten
Klaten.
3. Untuk mengetahui jenis-jenis alat kontrasepsi yang digunakan oleh
masyarakat Desa Sidoharjo, Kecamatan Polanharjo, Kabupaten Klaten.

D. Manfaat Penelitian
1. Manfaat Teoretis
a. Dapat memberi kontribusi terhadap berkembangnya ilmu pengetahuan,
terutama ilmu-ilmu sosial.
b. Dapat digunakan sebagai acuan bagi penelitian-penelitian sejenis untuk
tahap selanjutnya.
2. Manfaat Praktis
a. Memberikan deskripsi tentang partisipasi masyarakat mengenai program
KB di Desa Sidoharjo, Kecamatan Polanharjo, Kabupaten Klaten.
b. Penelitian ini diharapkan dapat digunakan sebagai sumbangan pemikiran
dalam upaya mendukung dan mengembangkan program KB Nasional.
c. Bisa digunakan sebagai masukan dalam memecahkan berbagai
permasalahan yang dihadapi dalam mengembangkan partisipasi aktif
warga masyarakat dalam program KB Nasional.

xx
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

BAB II
LANDASAN TEORI

A. Tinjauan Pustaka
1. Tinjauan tentang Partisipasi
a. Pengertian Partisipasi
Partisipasi merupakan suatu wujud keikutsertaan seseorang atau
sekelompok orang di dalam kegiatan untuk mencapai tujuan dari kegiatan
tersebut. Partisipasi juga berarti sebagai "kesediaan untuk membantu
berhasilnya setiap program sesuai kemampuan setiap orang tanpa berarti
mengorbankan kepentingan diri sendiri” (Mubyarto dalam Taliziduhu
Ndraha, 1990: 102). Pendapat ini senada dengan definisi yang dikemukakan
oleh K. Davis (dalam Khairuddin, 1992: 12) yang memberikan pengertian
partisipasi: " as mental and emotional involvement of person in a group
situation which encourages him to contribute to group goals and share
responsibility in them".
Dari kedua pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa terdapat 3 ciri
utama, yaitu:
1) Partisipasi merupakan suatu bentuk keterlibatan seseorang secara mental
dan emosional. Jadi bukan hanya sekedar berupa aktivitas fisik saja. Disini
partisipasi yang dilakukan berkenaan dengan kesadaran dari diri pribadi
atau dengan kesukarelaan. Semakin tinggi tingkat kesadaran diri dan
kesukarelaan, maka akan semakin besar pula keterlibatan mental dan
emosi diantara anggota.
2) Partisipasi menghendaki adanya kontribusi dari para partisipan terhadap
kepentingan dan tujuan masyarakat umum. Kontribusi dari para partisipan
tidak melulu berupa materi atau uang, tapi lebih dari itu, yang diperlukan
adalah ide-ide yang inisiatif dan kreatif dari seluruh anggota kelompok
sehingga pencapaian tujuan akan lebih mudah.
3) Partisipasi erat kaitannya dengan tanggung jawab terhadap kelompok.
Dengan berpartisipasi, seseorang akan terdorong untuk bertanggung jawab

xxi
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

secara sosial yang tercipta dari adanya komunikasi yang baik diantara para
anggota, rasa kebersamaan akan jelas terlihat. Kemajuan kelompok
merupakan tanggung jawab dari orang-orang yang ada di dalam kelompok
tersebut. Dengan adanya tanggung jawab sosial tersebut, bukan berarti
anggota kelompok harus mengorbankan kepentingan pribadinya.

Istilah partisipasi sering diartikan dalam kaitannya dengan


pembangunan. Umumnya definisi partisipasi dapat dibedakan menjadi dua,
yaitu definisi yang bersifat umum dan khusus. Definisi partisipasi yang
bersifat umum tidak mengacu pada kajian atau suatu ilmu tertentu, disini
partisipasi digunakan secara luas. Sedangkan dalam definisi yang khusus,
"misalnya dalam bidang politik, ekonomi, atau sosial, sehingga melahirkan
istilah-istilah partisipasi politik, partisipasi ekonomi, partisipasi sosial” (Y.
Slamet: 1994: 1-2).
Rakyat memegang peranan yang sangat penting dalam
pembangunan, yaitu sebagai objek sekaligus sebagai subjek. Untuk itu perlu
ditumbuhkan partisipasi aktif dari masyarakat dengan cara menumbuhkan
rasa kesadaran dan tanggungjawab yang tercermin dalam perubahan sikap
mental, pandangan hidup, cara berpikir dan cara bekerja. Kesediaan
masyarakat untuk berpartisipasi merupakan tanda adanya kemampuan awal
masyarakat untuk berkembang secara mandiri. Masyarakat tidak akan merasa
memiliki apabila sebuah pembangunan tidak mengikutsertakan mereka.
Partisipasi masyarakat mutlak diperlukan, karena itu masyarakatlah yang
akan melaksanakan berbagai kegiatan pembangunan. Partisipasi juga
meningkatkan perasaan ikut memiliki (sense of belonging).

b. Tahapan Partisipasi
Partisipasi merupakan suatu kegiatan yang terjadi melalui
serangkaian proses dan tahapan yang satu sama lain saling berkaitan dan
mempengaruhi. Setiap tahapan merupakan bagian yang penting dan

xxii
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

mempunyai dampak langsung terhadap berjalannya suatu kegiatan serta


menentukan keberhasilannya. Berikut ini tahapan-tahapan partisipasi:
Hoofsteede (1971: 25) dalam Khairuddin (1992: 125), membagi
partisipasi menjadi tiga tingkatan:
1) Partisipasi Inisiasi (Inisiation Participation) adalah partisipasi yang
mengundang inisiatif dari pemimpin desa, baik formal maupun
informal, ataupun dari anggota masyarakat mengenai suatu proyek,
yang nantinya proyek tersebut merupakan kebutuhan bagi
masyarakat.
2) Partisiapsi Legitimasi (Legitimation Participation) adalah partisipasi
pada tingkat pembicaraan atau pembuatan keputusan tentang proyek
tersebut.
3) Partisipasi Eksekusi (Execution Participation) adalah partisipasi
pada tingkat pelaksanaan.

Selain ketiga tahapan yang dikemukakan oleh Hoofsteede tersebut


ahli lain membagi partisipasi ke dalam 4 tahapan, yaitu:
1) Partisipasi dalam pengambilan keputusan,
2) Partisipasi dalam pelaksanaan program dan proyek-proyek
pembangunan,
3) Partisipasi dalam pemantauan dan evaluasi program dan proyek-
proyek pembangunan, serta,
4) Partisipasi dalam berbagai manfaat pembangunan ( Yadav dalam
Totok Mardikanto, 1994: 317-318)

Dari kedua pendapat ahli di atas dapat penulis simpulkan bahwa:


1) Tahap pertama dalam sebuah partisipasi adalah tahap perencanaan
(inisiation). Di dalam tahap ini wujud partisipasi dari masyarakat dapat
berupa kehadiran dalam diskusi atau rapat dan sumbangan pikiran/
gagasan. Partisipasi pada tahap ini mempunyai kadar yang lebih tinggi dari
pada yang lainnya karena masyarakat tidak hanya diperlakukan sebagai
objek saja, tetapi juga mempunyai hak untuk menentukan dan
mengusulkan arah pembangunan, sehingga mereka pun akan merasa
dihargai. Selama ini pembangunan yang ada, masyarakat hanya berperan
sebagai tenaga kerja dan belum sebagai penentu arah pembangunan,
akibatnya pembangunan yang dilakukan pun belum mencerminkan
kepentingan masyarakat. Pada hakekatnya pelibatan masyarakat adalah

xxiii
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

bagian dari proses perencanaan yang dimaksudkan untuk mengakomodasi


kebutuhan dan aspirasi dari masyarakat. Keikutsertaan masyarakat ini akan
membawa pengaruh yang positif dan meminimalisir kemungkinan
terjadinya dampak negatif. Banyaknya hasil pembangunan yang tidak
dimanfaatkan oleh masyarakat dikarenakan hasilnya tidak sesuai dengan
kebutuhan masyarakat dan minimnya partisipasi masyarakat dari tahap
perencanaan hingga tahap pelaksanaan.
2) Tahap kedua yaitu pelaksanaan, tahap ini merupakan kelanjutan dari
rencana yang sudah disepakati sebelumnya. Masyarakat akan saling bahu-
membahu bersama-sama melaksanakan kegiatan yang diselenggarakan.
Keterlibatan dari segenap anggota masyarakat sangat dibutuhkan. Dengan
ikut melaksanakan suatu proyek kegiatan atau pembangunan, masyarakat
akan ikut pula bertanggung jawab terhadap hasil akhir dari pembangunan
tersebut.
3) Yang ketiga tahap pemantauan dan evaluasi, hal ini bertujuan untuk
mengetahui apakah pelaksanaan kegiatan telah sesuai dengan apa yang
direncanakan ataukah terjadi penyimpangan atau tidak, dan sampai sejauh
mana hasilnya mampu memenuhi kebutuhan serta harapan masyarakat.
4) Tahap pemanfaatan hasil, dalam hal ini partisipasi masyarakat tercermin
dalam fase pennggunaan atau pemanfaatan hasil-hasil pembangunan.
Keberhasilan kegiatan akan tampak pada apresiasi masyarakat dalam
memanfaatkannya. Setelah masyarakat berpartisipasi dari tahap pertama
hingga ketiga, diharapkan kegiatan pembangunan dapat memenuhi
kebutuhan dan keinginan masyarakat sehingga tidak sia-sia.

Selain keempat tahapan di atas, partisipasi juga dapat terjadi melalui


3 tahapan, yaitu tahap dipersuasi, diperintah, dan dipaksa. Pada tahap awal,
masyarakat diajak dan dipengaruhi untuk turut dalam suatu kegiatan atau
proyek. Dalam tahap ini diperlukan adanya informasi-informasi mengenai
proyek, dengan upaya persuasif yang dilakukan diharapkan akan segera timbul
kesadaran dan kerelaan masyarakat untuk berpartisipasi. Umumnya himbauan

xxiv
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

datang dari pemerintah secara langsung atau lewat media massa. Pada tahap
kedua atau tahap diperintah, umumnya masyarakat kurang menyadari apa
sebenarnya kebutuhan mereka dan apakah mereka benar-benar
membutuhkannya atau tidak. Maka dari itu masyarakat diperintahkan tanpa
adanya pembicaraan-pembicaraan terlebih dahulu untuk melaksanakan atau
berpartisipasi. Perintah dalam partisipasi ini biasanya datang dari pihak atasan,
dan partisipasi yang dilakukan pun tidak datang dengan kesadaran penuh
sehingga yang terjadi adalah sikap "Asal Bapak Senang", yaitu sekedar untuk
menyenangkan pihak atasan. Yang terakhir adalah tahap dipaksa, masyarakat
tidak tahu apa kebutuhan mereka, apa manfaat dan dampak pembangunan
yang mereka jalankan. Yang mereka tahu adalah mau tidak mau harus
berpartisipasi meski mereka tidak rela namun partisipasi harus tetap
dilakukan. Pada tahap paksaan umumnya akan ada hukuman atau ganjaran
bagi mereka yang membangkang dan menolak untuk berpartisipasi.

c. Jenis dan Bentuk Partisipasi


Partisipasi masyarakat memiliki banyak macam atau bentuk, jenis
partisipasi yang dilakukan tergantung dari kegiatan yang dilakukan dan apa
yang dibutuhkan demi terselenggaranya kegiatan untuk mencapai tujuan yang
maksimal. Bentuk partisipasi ini berkaitan dengan sejauh mana masyarakat
telah memberikan sumbangan dalam hubungannya dengan kegiatan yang
sedang dijalankan. Menurut Y. Slamet (1994: 109), " Sumbangan-sumbangan
[partisipasi] itu dapat berujud (sic) uang, barang, dan dapat pula berujud (sic)
tenaga". Namun perlu ditambahkan bahwa partisipasi ini dapat pula berupa
sumbangan pikiran. Partisipasi berupa uang umumnya dilakukan oleh mereka
masyarakat yang termasuk dalam golongan ekonomi atas. Tapi tidak menutup
kemungkinan sumbangan berupa uang tersebut didapat dari mereka yang
termasuk dalam golongan ekonomi rendah. Sumbangan berupa barang tidak
terbatas pada golongan masyarakat tertentu, tapi lebih kepada barang apa yang
dibutuhkan dan siapa yang memilikinya. Misalnya dalam proyek mendirikan
sebuah bangunan atau sarana umum, membutuhkan bambu, maka tidak terikat

xxv
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

yang harus memberikan apakah orang kaya atau miskin, tetapi adalah siapa
saja yang mempunyai bambu dan secara sukarela mau menyumbangkannya
dalam pelaksanaan kegiatan. Sedangkan sumbangan tenaga biasanya berasal
dari masyarakat golongan ekonomi rendah karena tak banyak uang atau
barang yang mampu mereka sumbangkan sehingga mereka memilih untuk
memberikan tenaga mereka. Masyarakat dari golongan ekonomi tinggi
biasanya bekerja secara teratur dan terikat oleh jadwal kerja yang ketat
sehingga sulit untuk berpartisipasi menyumbangkan tenaga mereka secara
aktif. Adapun partisipasi dalam bentuk pikiran didapat dari seluruh anggota
masyarakat pada saat berlangsung proses perencanaan dan pengambilan
keputusan, dimana mereka memberi sumbangan pikiran atau gagasan untuk
menentukan arah pembangunan dan melakukan musyawarah. Namun
sumbangan pikiran dapat pula diberikan oleh segelintir ahli, misalnya ide
konstruksi bangunan, dan sebagainya. Setiap anggota masyarakat memiliki
kewajiban moril untuk menyumbangkan sesuatu, dan besar kecilnya
sumbangan itu disesuaikan dengan kondisi (kemampuan) dan kebutuhan
kegiatan pembangunan. Betapapun kecilnya suatu sumbangan dalam
partisipasi, jika dilakukan dengan kesadaran dan kerelaan hati yang penuh
tentu akan memberi manfaat bagi keberhasilan kegiatan.
Secara terperinci tipe partisipasi dapat diidentifikasikan ke dalam 9
golongan, yaitu:
(1) Penggolongan Partisipasi Berdasarkan pada Derajat
Kesukarelaan. (2) Penggolongan Partisipasi berdasarkan pada Cara
Keterlibatan. (3) Penggolongan Partisipasi Berdasarkan pada
Keterlibatan di dalam berbagai tahap dalam Proses Pembangunan
Terencana. (4) Penggolongan Partisipasi Berdasarkan pada Tingkatan
Organisas. (5) Penggolongan partisipasi Berdasarkan pada Intensitas dan
Frekuensi Kegiatan. (6) Penggolongan Partisipasi Berdasarkan pada
Lingkup Liputan Kegiatan. (7) Penggolongan Partisipasi Berdasarkan
pasa Efektivitas. (8) Penggolongan Partisipasi berdasarkan pada Siapa
yang Terlibat. (9) Pengelompokkan Berdasarkan pada Gaya Partisipasi
(Dusseldorp dalam Y. Slamet, 1994: 11-21).

xxvi
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

Dari 9 tipe penggolongan partisipasi tersebut dapat dijelaskan


sebagai berikut:
1) Berdasarkan Derajat Kesukarelaan
Ada 2 bentuk partisipasi berdasarkan derajat kesukarelaannya,
yaitu partisipasi bebas dan terpaksa. Partisipasi bebas terjadi apabila
seorang individu melibatkan dirinya dalam suatu kegiatan secara sukarela
dan penuh dengan kesadaran. Namun partisipasi jenis ini masih dapat
dibedakan menjadi partisipasi bebas spontan dan partisipasi dibujuk.
Partisipasi yang spontan jelas terjadi karena timbul keinginan dari hati
nurani tanpa pengaruh dari orang lain. Sedangkan partisipasi karena
dibujuk, terjadi setelah seseorang itu mendapat bujukan dan rayuan dari
pihak lain. Partisipasi terpaksa terjadi karena seseorang merasa bahwa
tidak ada pilihan lain selain melakukan partisipasi. Partisipasi ini dapat
terjadi karena paksaan dari pihak atasan yang akan memberikan suatu
sanksi bila bawahannya tidak mau berpartisipasi, atau dapat terjadi karena
alasan tekanan kondisi sosial ekonomi.
2) Berdasarkan Cara Keterlibatan
Pada tipe ini partisipasi dapat dijadikan menjadi dua, yakni
partisipasi langsung dan tidak langsung. Partisipasi langsung terjadi bila
seseorang berkaitan dan terjun langsung turut serta dalam suatu kegiatan
pembangunan. Namun pengertian ini tidak berarti bahwa seseorang itu
harus langsung menyumbangkan tenaganya, tapi juga dapat berupa
sumbangan pikiran ataupun materi. Sedangkan dalam partisipasi tidak
langsung, terjadi bila seseorang mewakilkan kewajibannya untuk
berpartisipasi kepada orang lain.
3) Berdasarkan Keterlibatan dalam Berbagai Tahap dalam Proses
Pembangunan Terencana
Dalam proses pembangunan terdapat enam langkah, yaitu
perumusan tujuan, penelitian, persiapan rencana, penerimaan rencana,
pelaksanaan, dan penilaian. Keenam langkah tersebut merupakan suatu
kesatuan rangkaian yang berkesinambungan. "Partisipasi yang dilakukan

xxvii
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

sepanjang proses tersebut dinamakan partisipasi prosesional, sedangkan


partisipasi yang hanya dilakukan pada satu atau beberapa fase saja,
dinamakan partisipasi parsial", (Taliziduhu Ndraha, 1990: 108). Bila
partisipasi dilakukan secara prosesional maka rasa tanggung jawab
masyarakat terhadap pembangunan akan semakin besar, begitupun
sebaliknya.
4) Berdasarkan Tingkatan Organisasi
Menurut klasifikasi ini, partisipasi dibedakan menjadi dua, yaitu
"partisipasi yang terorganisasi dan partisipasi yang tidak terorganisasi",
(Dusseldorp dalam Y. Slamet, 1994: 13). Partisipasi yang terorganisasi
adalah suatu kegiatan partisipatif yang mempunyai struktur organisasi dan
seperangkat tata kerja bagi anggota. Dalam partisipasi jenis ini, masing-
masing pengurus yang telah ditunjuk akan memikul tanggung jawab yang
berkenaan dengan proses pelaksanaan kegiatan hingga pemanfaatan
hasilnya. Yang kedua adalah partisipasi tidak terorganisasi, apabila
seseorang atau masyarakat itu berpartisipasi dalam waktu dan keadaan
tertentu saja, biasanya terjadi di saat keadaan yang mendesak atau genting.
5) Berdasarkan pada Intensitas dan Frekuensi kegiatan
Menurut frekuensi kegiatannya, partisipasi dibedakan menjadi
dua, yaitu partisipasi yang intensif dan ekstensif. Partisipasi intensif adalah
partisipasi yang dilakukan atau terjadi secara terus-menerus (sering) dalam
kurun waktu yang panjang. Sedangkan partisipasi ekstensif hanya terjadi
apabila kegiatan atau pertemuan diselenggarakan secara tidak teratur
dengan jarak kegiatan satu dengan kegiatan selanjutnya cukup lama.
6) Berdasarkan pada Lingkup Liputan Kegiatan
Pada partisipasi jenis ini terbagi menjadi dua, yaitu partisipasi
terbatas dan partisipasi tidak terbatas. Partisipasi terbatas hanya terjadi jika
kegiatan partisipatif dilakukan dalam bidang-bidang tertentu seperti sosial,
politik, dan sebagainya. Sedangkan partisipasi tidak terbatas terjadi dalam
masyarakat yang terisolasi, dimana kekuatan seluruh kegiatan yang ada
hanya akan berjalan atas partisipasi anggota komunitas itu sendiri.

xxviii
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

7) Berdasarkan Tingkat Efektivitas


Partisipasi jenis ini dibedakan menjadi dua, yaitu partisipasi yang
efektif dan partisipasi yang tidak efektif. Partisipasi yang efektif tentu kita
tahu bahwa setiap bentuk kegiatan partisipasi sekecil apapun adalah
bermanfaat dalam pencapaian tujuan dan keberhasilan program, sehingga
hasilnya dapat dimanfaatkan secara maksimal. Sedangkan partisipasi yang
tidak efektif artinya bahwa hanya dalam jumlah kecil dari sebagian tujuan
kegiatan yang tercapai. Partisipasi yang tidak efektif bersifat tidak tepat
guna sehingga masyarakat pun tidak dapat memanfaatkan hasil
pembangunan yang tidak maksimal.
8) Berdasarkan pada Siapa yang Terlibat
Dalam partisipasi ini keterlibatan dibedakan menjadi empat,
yaitu:
a) Anggota masyarakat itu sendiri.
b) Pegawai pemerintah, yang lebih berperan sebagai mediator
pembangunan.
c) Orang-orang luar di luar masyarakat sasaran pembangunan.
d) Wakil-wakil rakyat yang terpilih, seperti anggota DPR.
9) Berdasarkan pada Gaya Berpartisipasi.
Dalam praktek organisasi masyarakat terdapat 3 model, dan
setiap model mempunyai tujuan yang diraih dalam masing-masing gaya,
yaitu:
a) Pembangunan lokalitas, disini partisipasi dilakukan dengan melibatkan
orang-orang di dalam pembangunan bagi mereka sendiri. Model ini
mencoba mengintegrasikan seluruh anggota masyarakat.
b) Perencanaan sosial, disini pemerintah telah menetapkan dan
merumuskan tujuan yang berkenaan dengan suatu pembangunan yang
kemudian disesuaikan dengan kebutuhan masyarakat agar program
yang berjalan menjadi lebih efektif.

xxix
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

c) Aksi sosial, tujuan utama dari tipe ini adalah untuk memindahkan
hubungan-hubungan kekuasaan dan pencapaian terhadap sumber-
sumber daya pembangunan.
Koentjaraningrat berpendapat berbeda dengan Dusseldorp, menurut
Koentjaraningrat (1990: 79), partisipasi rakyat terutama rakyat pedesaan
terbagi menjadi 2 tipe, “(1) Partisipasi dalam aktivitas-aktivitas bersama
dalam proyek-proyek pembangunan yang khusus; (2) Partisipasi sebagai
individu di luar aktivitas-aktivitas bersama dalam pembangunan”. Secara
umum dalam tipe yang pertama, rakyat diajak, dipersuasi, dan diperintahkan
atau dipaksa oleh wakil dari departemen atau pamong desa untuk
berpartisipasi dan menyumbang secara materiil maupun nonmateriil pada
proyek pembangunan yang khusus, yang biasanya bersifat fisik. Proyek ini
membutuhkan aktivitas bersama dari segenap masyarakat untuk berpartisipasi
dalam kegiatan atau program yang menyangkut kemaslahatan orang banyak.
Sedangkan pada tipe yang kedua, tidak ada proyek aktivitas bersama yang
khusus, biasanya tidak bersifat fisik dan tidak memerlukan partisipasi secara
paksaan dari atasan. Partisipasi ini tergantung pada kesadaran masing-masing
individu karena partisipasi ini dilakukan secara individual dan manfaatnya
hanya akan dapat dirasakan secara langsung oleh partisipan.

d. Cara Menumbuhkan dan Meningkatkan Partisipasi


Menggerakkan partisipasi masyarakat dapat diartikan sebagai usaha
untuk menggali dan mengerahkan daya masyarakat dalam rangka
mensukseskan kegiatan atau proyek yang akan dilakukan. Partisipasi dapat
terjadi karena berbagai alasan. Khairuddin (1992: 126) mengemukakan
“ditinjau dari segi motivasinya, partisipasi anggota masyarakat terjadi karena:
takut/ terpaksa; ikut-ikutan; dan kesadaran”. Partisipasi yang terjadi karena
terpaksa, biasanya timbul karena rasa takut dengan atasan, sehingga mau
tidak mau masyarakat harus melakukan sesuatu sesuai dengan apa yang
diperintahkan. Akibat dari paksaan atau perintah yang kaku tersebut maka
bisa dipastikan seseorang akan bekerja dengan tidak ikhlas dan tentu hasilnya

xxx
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

tidak akan baik. Dalam partisipasi ini masyarakat akan bekerja dengan
semangat kerja rodi sehingga dapat menimbulkan trauma. Sedangkan
partisipasi karena ikut-ikutan umumnya hanya terdorong oleh rasa solidaritas
terhadap sesama, terlebih jika yang memulai adalah atasan, dorongan untuk
berpartisipasi tidak datang dari hati melainkan atas dasar kebersamaan saja.
Partisipasi karena ikut-ikutan menyebabkan kinerja seseorang akan asal-
asalan karena tidak tahu secara pasti tujuan dari kegiatan yang dilakukan.
Yang terakhir adalah partisipasi yang timbul karena kesadaran, motivasi dari
partisipasi ini timbul atas kehendak pribadi hati nurani. Partisipasi atas
kesadaran diharapkan terjadi di kalangan masyarakat karena hanya partisipasi
inilah yang akan membuahkan hasil baik. Dalam partisipasi jenis ini
masyarakat sadar bahwa suatu pembangunan atau kebijakan yang dibuat
adalah benar-benar memberi kemanfaatan kepada mereka.
Sebelum seseorang atau masyarakat akan melibatkan diri di dalam
partisipasi, maka ia harus sadar bahwa:
1) Situasi sekarang ini tidak memuaskan dan dapat atau harus
diperbaiki.
2) Situasi sekarang dapat dirubah dan diperbaiki melalui kegiatan
manusia.
3) Dia merasa dapat dan harus berpartisipasi dalam kegiatan yang
demikian itu.
4) Dia dapat memberi sumbangan yang bermanfaat, ada rasa percaya
diri (Dusseldorp, 1981 dalam Y. Slamet, 1994: 55-56).

Apabila keempat hal tersebut telah disadari dan dipahami oleh


seseorang maka akan timbul suatu keyakinan dari hati nuraninya bahwa
partisipasi yang akan dilakukan adalah benar-benar penting sehingga nantinya
masyarakat akan dapat berpartisipasi secara penuh tanggung jawab dan
semangat yang tinggi. Pada tahap awal masyarakat harus memahami terlebih
dahulu apa sebenarnya yang ia butuhkan. Masyarakat yang mampu
berpartisipasi secara sadar dan aktif akan mempunyai kepercayaan diri bahwa
keadaan yang saat ini dirasakan tidak dilihat sebagai sesuatu yang wajar tapi
dapat diubah dan diperbaiki agar tercipta kehidupan yang lebih baik.
Kemandirian masyarakat akan tumbuh dan meningkat jika lingkungannya

xxxi
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

mampu mendukung tumbuhnya kesadaran, kemauan dan kemampuan


masyarakat untuk berpartisipasi dalam proses pembangunan yang tengah
dilakukan. Dengan kata lain, terwujudnya partisipasi masyarakat merupakan
sebuah kata kunci bagi kemandirian masyarakat itu sendiri. Oleh karenanya
pembangunan yang menuju kemandirian masyarakat adalah pembangunan
yang partisipatoris. Pembangunan yang partisipatoris tidak sekedar bertujuan
untuk mencapai perbaikan yang berkaitan dengan kesejahteraan masyarakat,
tapi juga harus mampu menjadikan masyarakat agar lebih kreatif dan inovatif.
Namun pada kenyataannya tidak semua anggota masyarakat mau
berpartisipasi dengan alasan yang macam-macam. Hal tersebut dapat disadari
bahwa terdapat beberapa hal atau faktor yang mendorong seseorang untuk
berpartisipasi. Masyarakat akan tergerak untuk berpartisipasi jika:
1) Partisipasi itu dilakukan melalui organisasi yang sudah dikenal atau
yang sudah ada di tengah-tengah masyarakat yang bersangkutan.
2) Partisipasi itu memberikan manfaat langsung kepada masyarakat
yang bersangkutan.
3) Manfaat yang diperoleh melalui partisipasi itu dapat memenuhi
kepentingan masyarakat setempat.
4) Dalam proses partisipasi itu terjamin adanya kontrol yang dilakukan
oleh masyarakat. Partisipasi masyarakat ternyata berkurang jika
mereka tidak atau kurang berperanan dalam pengambilan keputusan
(Goldsmith dan Blustain dalam Taliziduhu Ndraha, 1990: 105).

Selanjutnya setelah masyarakat terdorong untuk berpartisipasi maka


perlu dipertahankan kadar partisipasi tersebut agar tidak berkurang dan
cenderung untuk terus meningkat. Berikut beberapa cara untuk meningkatkan
partisipasi:
1) Mengikutsertakan mereka secara langsung dalam proses
pengambilan keputusan dan perencanaan;
2) Menjelaskan tentang maksud tujuan keputusan dan perencanaan
yang dikeluarkan;
3) Meminta tanggapan dan saran tentang keputusan dan perencanaan
yang akan dikeluarkan;
4) Meminta informasi tentang segala sesuatu dari mereka dalam usaha
membuat keputusan dan perencanaan;
5) Memberikan kesempatan untuk memiliki saham;
6) Meningkatkan pendelegasian wewenang ( Alex S. Nitisemito,
1982:263)

xxxii
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

Dari kedua pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa masyarakat


akan tergerak dan terus meningkatkan partisipasinya apabila organisasi atau
perkumpulan yang telah dikenal baik oleh masyarakat mampu mempersuasi
mereka agar turut serta aktif dalam kegiatan partisipatif. Umumnya
masyarakat sudah mengetahui seluk-beluk dan sisi positif-negatif dari sebuah
organisasi yang mereka kenal sehingga ini akan mampu mengajak masyarakat
untuk memberikan sumbangan secara sukarela. Berawal dari hal tersebut rasa
saling percaya dan keterbukaan dapat tumbuh diantara kedua belah pihak.
Setelah masyarakat terdorong untuk berpartisipasi perlu dikemukakan apa
manfaat dari kegiatan yang akan dijalankan, disini masyarakat akan mampu
mengidentifikasikan apakah proyek tersebut benar-benar memberi manfaat
secara langsung dan nyata kepada masyarakat ataukah tidak. Semakin besar
manfaat yang akan diperoleh, maka akan semakin besar pula keterlibatan dan
partisipasi yang dilakukan.
Keterlibatan masyarakat dalam proses perencanaan, pengambilan
keputusan hingga tahap pelaksanaan tak dapat diabaikan. Disini masyarakatlah
yang bertindak sebagai pelaksana dan pengambil manfaat dari hasil
pembangunan sehingga merupakan tindakan yang bijak untuk
mengikutsertakan masyarakat pada tahap ini. Hal tersebut akan menjamin
keputusan yang diambil tidak akan keliru dan merugikan karena telah
disesuaikan dengan harapan dan kebutuhan masyarakat yang sebenarnya. Baik
atau sesuai tidaknya hasil yang dicapai tergantung dari partisipasi masyarakat
sejak tahap perencanaan hingga evaluasi, jika ingin hasil yang maksimal tentu
saja partisipasi yang dilakukan harus dengan penuh kesadaran dan rasa
tanggung jawab.

e. Faktor Penghambat Partisipasi


Dengan sejumlah cara untuk menggerakkan dan menumbuhkan
partisipasi, tidak berarti tak ada hal yang menjadi penghambat partisipasi.
Keberhasilan atau kegagalan dalam partisipasi masyarakat akan berpengaruh

xxxiii
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

terhadap keberhasilan program atau kebijakan yang bersangkutan. Minimnya


partisipasi publik setidaknya disebabkan oleh dua faktor :
1) Seseorang atau masyarakat tidak akan antusias berpartisipasi jika
partisipasi yang dilakukannya tidak banyak berpengaruh tarhadap
keputusan akhir yang diambil. Hal ini terbukti dengan banyaknya orang
yang tidak mau diajak berbicara atau diskusi karena mereka sudah bisa
memastikan bahwa keputusan akhir tidak ada di tangan mereka tetapi pada
orang-orang tertentu saja yang memiliki kekuasaan.
2) Masyarakat tidak mempunyai kepentingan khusus terhadap proyek.
Masyarakat akan ikut serta pada kegiatan yang manfaatnya dapat langsung
mereka rasakan.
Selanjutnya Sudharto P. Hadi (1997: 101) mengungkapkan,
“Setidaknya ada dua faktor penghambat untuk meningkatkan partisipasi
publik Indonesia, yakni faktor sosial dan budaya”. Secara sosiologis,
rendahnya tingkat pendidikan dan terbatasnya akses terhadap informasi akan
mempengaruhi tingkat partisipasi. Minimnya informasi yang berkenaan
dengan suatu proyek akan mempersulit masyarakat untuk membayangkan
dampak positif dan negatif dari proyek tersebut. Sedangkan dari aspek
budaya, walaupun tidak semuanya, tapi masih ada konsep yang dominan dari
masyarakat Indonesia, yakni orientasi ke atas, baik pada pimpinan formal
maupun informal. Hal ini mendorong seseorang untuk mengindari perbedaan
dengan atasan dan melakukan setiap apa yang diperintahkan. Y. Slamet
(1994: 176) menambahkan, “…kemiskinan merupakan hambatan
berpartisipasi. Perlu dipikirkan program-program pembangunan bagi merka
yang miskin, terlantar dan tuna pendidikan”. Apabila partisipasi yang
dibutuhkan berkenaan dengan kepemilikan materi, otomatis kemiskinan yang
mendera seseorang atau masyarakat akan membuatnya tidak mampu ambil
bagian dalam suatu kegiatan partisipatif.

Dari uraian di atas dapat disimpulkan bahwa partisipasi adalah wujud


keterlibatan baik secara fisik maupun psikis yang berkaitan dengan rasa tanggung

xxxiv
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

jawab dan kesadaran dalam suatu kegiatan pembangunan mulai dari tahap
perencanaan, pelaksanaan, hingga pemanfaatan hasil dan evaluasi demi mencapai
kebaikan dan kesejahteraan bersama.

2. Tinjauan tentang Masyarakat


a) Pengertian Masyarakat
Manusia tak dapat hidup tanpa orang lain, manusia selalu terikat oleh
rasa kebersamaan dengan sesamanya hingga terciptalah istilah masyarakat.
“Dalam bahasa Inggris dipakai istilah society yang berasal dari kata latin
socious, yang berarti ‘kawan’. Istilah masyarakat sendiri berasal dari akar
kata Arab syaraka yang berarti ‘ikut serta, berpartisipasi” (Koentjaraningrat,
1990: 143-144). Masyarakat bukan hanya karena ada orang-orang saja,
melainkan harus ada sebuah pertalian di antara orang-orang tersebut.
“Masyarakat adalah golongan besar atau kecil terdiri dari beberapa manusia,
yang dengan atau karena sendirinya bertalian secara golongan dan pengaruh-
mempengaruhi satu sama lain”. (Hasan Shadily, 1984: 47). Perlu
diperhatikan, bahwa tidak semua manusia yang bertalian atau berinteraksi
dapat dikatakan sebagai masyarakat. Yang membuat suatu kesatuan manusia-
manusia dapat disebut sebagai masyarakat adalah pola tingkah laku mereka
yang khas, mencerminkan adat kebiasaan hidup yang mereka jalankan setiap
harinya. Di dalam masyarakat, manusia yang ada di dalamnya hidup dan
melakukan aktivitas mereka dalam kebersamaan dalam waktu yang relatif
lama, seperti dikatakan Linton (1936: 91), “A society is any group of people
who have lived and worked together long enough to get themselves organized
and to think of themselves as a social unit with well-defined limits”.
Masyarakat adalah setiap kelompok manusia yang hidup dan bekerja
bersama dalam waktu yang cukup lama, sehingga mereka dapat
mengorganisir diri dan sadar bahwa mereka merupakan kesatuan sosial
dengan batas-batas yang jelas.
Masyarakat terbentuk karena naluri manusia yang saling
membutuhkan. Karena dorongan itulah manusia selalu berusaha untuk

xxxv
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

menjalin hubungan yang baik dan bersama-sama mencapai tujuan serta


memenuhi kebutuhan hidupnya. Namun demikian masyarakat tidak tercipta
secara mendadak dan cepat, dibutuhkan waktu yang relatif lama dengan
proses yang panjang. Terbentuknya masyarakat terbagi menjadi dua proses
yang fundamental, yakni: “(1) the adaptation and organization of the
behavior of the component individuals and (2) the development of a group
consciousness, a feelling of unity which, for lack of a better term, we will call
‘esprit de corps’ ”. (Linton, 1936: 92). Dari pendapat Linton tersebut dapat
kita ketahui bahwa masyarakat terbentuk melalui adaptasi dan organisasi
tingkah laku dari individu-individu yang menyatukan diri sebagai anggota
masyarakat, dan berkembangnya suatu sikap kesadaran kelompok atau
kesatuan perasaan emosi . Proses untuk menjadi masyarakat sangat kompleks,
masing-masing individu harus mampu menyesuaikan diri serta berperilaku
sesuai harapan dan ketentuan dari masyarakat. Agar mampu bertahan hidup
dalam suatu masyarakat mau tidak mau individu-individu yang ada harus
menekan sikap-sikap egois dan mengedepankan sikap sosial demi
kepentingan umum. Walau tak dapat dipungkiri bahwa kemampuan adaptasi
individu itu berbeda-beda. Saat individu mampu menyesuaikan diri dengan
lingkungannya, maka saat itulah ia akan memiliki rasa kesadaran
berkelompok yang memunculkan ikatan emosi diantara mereka dan akan
menjadi sebuah perekat sosial.

b) Ciri-ciri Masyarakat
Masyarakat memang sekumpulan manusia yang saling bergaul,
namun tidak semua pergaulan atau kumpulan mansuia dapat disebut sebagai
masyarakat. Masyarakat memiliki ciri-ciri yang membedakannya dengan
kumpulan manusia lainnya. Ciri-ciri pokok masyarakat yaitu:
1) Manusia yang hidup bersama. Di dalam ilmu sosial tak ada ukuran
yang mutlak ataupun angka yang pasti untuk menentukan berapa
jumlah manusia yang harus ada. Akan tetapi, secara teoretis, angka
minimumnya ada dua orang yang hidup bersama.
2) Bercampur untuk waktu yang cukup lama. Kumpulan dari manusia
tidaklah sama dengan kumpulan benda-benda mati, seperti kursi,

xxxvi
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

meja, dan sebagainya, karena berkumpulnya manusia akan timbul


manusia baru. Manusia itu juga dapat bercakap-cakap, merasa dan
mengerti; mempunyai keinginan-keinginan untuk menyampaikan
kesan-kesan atau perasaan-perasaannya. Sebagai akibat hidup
bersama itu, timbullah sistem komunikasi dan timbullah peraturan-
peraturan yang mengatur hubungan antarmanusia dalam kelompok
tersebut.
3) Mereka sadar bahwa mereka merupakan suatu kesatuan.
4) Mereka merupakan suatu sistem hidup bersama. Sistem kehidupan
bersama menimbulkan kebudayaan, oleh karena itu setiap anggota
kelompok merasa dirinya terikat satu dengan yang lainnya (Soerjono
Soekanto, 2007: 22).

Terciptanya masyarakat adalah ditandai dengan kehidupan bersama


bagi manusia, namun idealnya yang disebut bersama adalah lebih dari satu
orang. Satu orang saja akan kesulitan dalam melakukan aktivitas-aktivitas
dalam memenuhi kebutuhan hidup. Manusia sebagai makhluk sosial mutlak
memerlukan keberadaan orang lain demi menjamin kelangsungan hidupnya.
Kebersamaan hidup beberapa manusia ini membutuhkan proses dalam
perkembangannya sehingga manusia-manusia yang ada sebagai anggota
masyarakat ini merupakan manusia yang telah bercampur dan hidup bersama
untuk waktu yang cukup lama. Hal tersebut terdorong pula oleh adanya rasa
kesalingtergantungan diantara anggota masyarakat. Selama masih ada rasa
ketergantungan itu, masyarakat akan berada dalam keadaan yang stabil. Oleh
karena itu ketergantungan antaranggota masyarakat perlu dijaga, dan selama
itulah masyarakat akan hidup. Sebagaimana yang dikatakan ahli, “masyarakat
tidak pernah ada sebagai seesuatu benda objektif terlepas dari anggota-
anggotanya. Kenyataan itu terdiri dari kenyataan proses interaksi timbal balik”
(Doyle Paul Johnson, 1988: 257). Dalam proses interaksi, manusia akan saling
memberi dan menerima dari sesama anggota masyarakat. Manusia hanya akan
menjadi sempurna bila ia berada dalam suatu kelompok atau masyarakat.
Dalam masyarakat manusia dapat berkomunikasi menggunakan bahasa,
menciptakan adat-adat hidup bersama dan hidup sebagai makhluk sosial yang
seutuhnya. Masyarakat beserta kebudayaannya yang dihasilkan dan dimiliki
membedakannya dengan makhluk lain seperti hewan. Manusia dan

xxxvii
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

masyarakat itu saling mempengaruhi dan tidak dapat dipisahkan, sebagaimana


yang dikatakan ahli, “…di mana ada manusia di sana ada masyarakat
sebaliknya” (Hassan Shadily: 1984: 59).

c) Unsur-unsur Masyarakat
Masyarakat memiliki kriteria-kriteria tertentu sebagai pembeda
dengan kesatuan manusia lainnya. “Masyarakat ialah suatu sistem
swasembada (self-subsistent), melebihi masa hidup individu normal, dan
merekrut anggota secara reproduksi biologis serta melakukan sosialisasi
terhadap generasi berikutnya” (Parsons dalam Kamanto Sunarto, 2004: 54).
Keberlangsungan hidup suatu masyarakat sangat tergantung oleh individu-
individu yang ada di dalamnya, segala dinamika kehidupan dalam masyarakat
timbul dari dalam masyarakat dan hanya dapat diselesaikan oleh masyarakat
itu sendiri, tergantung bagaimana anggota masyarakat yang ada menyikapi
dan mengambil tindakan atas suatu permasalahan yang muncul. Masyarakat
akan tetap ada selama ada manusia, masyarakat adalah abadi. Saat individu-
individu dalam masyarakat itu mati, masyarakat tidak akan ikut mati karena
akan muncul dan lahirlah manusia-manusia baru dari hasil interaksi manusia
sebelumnya. Agar masyarakat dapat terus hidup dan berjalan diperlukan
adanya sosialisasi nilai-nilai, norma, dan adat budaya terhadap anggota
masyarakat yang baru, namun dalam perjalanannya masyarakat tidak akan
terhindar dari perubahan-perubahan sosial karena itu merupakan suatu
keniscayaan.
Masyarakat muncul karena terdapat beberapa dasar yang menjadi
landasannya, yaitu karena terwujudnya kombinasi dari unsur-unsur yang
berbeda. Unsur-unsur itu adalah, “an aggregate of individuals, an organized
system of patterns by which the interrelations and activities of these
individuals are controlled, and the ’esprit de corps’ which provides ‘motive
power’ for the expression of these patterns”. (Linton, 1936: 107). Jadi
masyarakat terbentuk dari :
1) Kelompok (kumpulan) individu-individu yang hidup bersama.

xxxviii
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

2) Suatu sistem pola yang terorganisir dan mengatur berjalannya hubungan


dan aktivitas dari individu-individu tersebut.
3) Kesatuan emosi (psikologis) yang memberikan motif-motif dalam usaha
mewujudkan dan melaksanakan pola-pola tersebut.
Modal utama masyarakat adalah adanya individu, dimana individu-
individu itu selanjutnya secara naluriah mengadakan hubungan komunikasi
sehingga menjadi atau timbullah kelompok-kelompok sosial. Sebagaimana
yang dikatakan ahli, “Masyarakat adalah sekumpulan manusia yang secara
relatif mandiri, yang hidup bersama-sama cukup lama, yang mendiami suatu
wilayah tertentu, memiliki kebudayaan yang sama, dan melakukan sebagian
besar kegiatannya dalam kelompok tersebut”. (Horton dan Hunt, 1999: 59).
Kemudian dalam perkembangannya kelompok-kelompok manusia akan
berhubungan dengan kelompok lainnya, inilah awal mula terciptanya
masyarakat yang pada dasarnya terdiri dari dari berbagai kelompok sosial.
Masyarakat merupakan suatu organisasi manusia yang saling berhubungan
satu sama lain. Salah satu hal penting bagi berjalannya kehidupan masyarakat
yang selaras adalah bahwa kepentingan-kepentingan perorangan/ individu itu
mampu diorganisir dan mengatur sikap-sikap sosial terhadap orang lain.
Setidaknya tiap anggota masyarakat itu sadar bahwa ada anggota masyarakat
yang lain sehingga mau tidak mau ia harus memperhatikan keberadaan orang
lain itu. Dari sini akan muncul kebudayaan yang mengandung sistem nilai dan
norma yang terorganisasi dan kemudian dijadikan pedoman hidup bagi
masyarakat tersebut dan generasi berikutnya. Namun untuk menciptakan
masyarakat yang sadar akan dirinya, dibutuhkan kemampuan suatu kerjasama
para anggotannya. Dalam kerjasama terjadilah kesatuan emosional dan psikis
anggota masyarakat yang selanjutnya akan membangkitkan reaksi-reaksi
emosional dari individu lain dan pada akhirnya membuat individu-individu
tersebut rela mengorbankan kepentingannya demi kepentingan umum.

xxxix
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

d) Penggolongan Masyarakat
Pembagian masyarakat terdapat banyak macam/ bentuknya,
beberapa di antaranya yaitu pembagian masyarakat berdasarkan cara
terbentuknya, yaitu: “ masyarakat paksaan dan masyarakat merdeka” (Hassan
Shadilly, 1984: 50). Masyarakat paksaan merupakan masyarakat yang
terbentuk karena keadaan yang memaksa atau mendesak, bukan karena
keinginan dan kesadaran anggota masyarakat yang bersangkutan. Misalnya,
masyarakat tawanan atau masyarakat pelarian. Sedangkan masyarakat
merdeka terjadi dengan sendirinya secara bebas tanpa tekanan dan paksaan.
Masyarakat merdeka terbagi menjadi dua, yaitu masyarakat alam dan
masyarakat budidaya. Masyarakat alam adalah masyarakat yang terjadi
dengan sendirinya, umumnya memiliki kebudayaan yang masih sederhana
sekali. Contohnya suku-suku atau masyarakat yang bertalian karena hubungan
darah/ keturunan. Yang kedua adalah masyarakat budidaya, yaitu masyarakat
yang sengaja dibentuk karena kepentingan-kepentingan keduniawian atau
kepercayaan, contohnya persekutuan bidang ekonomi, politik, perkumpulan
gereja, dsb. Selain itu masyarakat juga dapat dibagi berdasarkan sifatnya, yaitu
“ gemeinschaft dan gesselschaft ” (Hassan Shadily, 1984: 17). Yang pertama
adalah gemeinschaft (paguyuban), ciri utamanya adalah hubungan di antara
anggotanya yang erat. Model masyarakat ini dapat kita jumpai pada
masyarakat desa yang mempunyai ikatan darah dan persaudaraan yang kuat,
dimana anggota-anggotanya lebih saling mengenal, kerjasamanya didasarkan
pada semangat gotong royong (tanpa mengharapkan upah). Pertalian yang erat
dan kekal tersebut menimbulkan adanya perasaan satu yang menghasilkan
kebiasaan-kebiasaan bersama dan apabila dipelihara dalam waktu yang lama
akan menjadi adat budaya. Sedangkan gesselschaft adalah kebalikannya.
Anggota-anggota masyarakatnya bersifat sebagai orang luar (individualistis).
Masing-masing anggota bekerja dan bertingkah laku atas dasar dan untuk
kepentingan diri pribadi. Kerjasama yang dilakukan lebih didasarkan pada
keuntungan yang diperoleh.

xl
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

Namun ada pula yang membagi masyarakat menurut wilayahnya,


yaitu masyarakat desa dan kota. Berikut penjelasannya:
1) Masyarakat Desa
Desa merupakan suatu kesatuan hukum dimana disana
menetaplah suatu masyarakat kecil yang mempunyai pemerintahan sendiri,
biasanya terdiri dari pedukuhan. Masyarakat yang mendiami wilayah desa
disebut sebagai masyarakat desa. Masyarakat desa memiliki ciri-ciri yang
khas, yaitu:
a) Jumlahnya kecil, dengan tempat tinggal yang terpencil, jauh dari
keramaian kota.
b) Relatif bersifat homogen dengan rasa persatuan yang kuat.
c) Memiliki sistem sosial yang teratur dengan perilaku
tradisionalnya.
d) Rasa persaudaraan yang sangat kuat.
e) Taat pada ajaran-ajaran agama dan menurut kepada pemuka
masyarakat.(Darsono Wisadirana, 2004: 49).

Wilayah pedesaan umumnya terpisah dari wilayah perkotaan


dengan adanya masyarakat semi pinggiran diantara keduanya. Wilayah
suatu pedesaan, lebih besar dari jumlah warga yang menempatinya, hal ini
dapat kita lihat di desa masih banyak lahan, tanah kosong atau pekarangan
rumah yang luas. Masyarakat desa dalam hal mata pencaharian, nilai-nilai
kebudayaan serta sikap dan tingkah lakunya cenderung bersifat homogen,
sehingga hubungan antaranggota masyarakat terjalin dengan kuat,
sebagaimana yang dikatakan ahli, “warga pedesaan, suatu masyarakat
mempunyai hubungan yang lebih erat dan lebih mendalam ketimbang
hubungan mereka dengan warga masyarakat pedesaan lainnya” (Soerjono
Soekanto, 2007: 136). Di pedesaan, jarang ditemukan keluarga inti, yaitu
keluarga dengan suami, istri dan anak-anak mereka. Pada umumnya di
dalam suatu rumah atau keluarga, didiami oleh suami, istri dan anak-anak
mereka, ditambah beberapa saudara seperti orang tua (kakek-nenek), adik,
atau keponakan. ”Keluarga yang sering diketemukan di pedesaan terutama
di Jawa adalah keluarga luas atau Extended family...”.(Darsono
Wisadirana, 2004: 55). Kehidupan masyarakat desa umumnya ditandai

xli
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

oleh derajat pergaulan dengan intensitas tinggi. Tradisi dan adat-istiadat


pada masyarakat dilestarikan secara turun temurun. Melalui tradisi dan
adat ini pulalah yang menjadi perekat sosial, karena tradisi masyarakat
desa selalu dilakukan secara kolektif dengan semangat kebersamaan yang
tinggi. Hal tersebut terlihat dalam kegiatan gotong royong, yaitu “aktivitas
bekerja sama antara sejumlah besar warga-warga desa untuk
menyelesaikan suatu proyek tertentu yang dianggap berguna bagi
kepentingan umum”.(Sajogyo dan Pudjiwati Sajogyo, 1992: 34). Kegiatan
gotong royong dilakukan dalam kegiatan yang berasal dari inisiatif warga
sendiri ataupun kegiatan yang diinstruksikan dari atas.
Masyarakat pedesaan mempunyai rasa hormat dan menghargai
lingkungan alam sekitar, dimana mereka hidup dan tinggal. Hal inilah
yang membuat masyarakat desa sangat dekat dengan alam dan
lingkungannya. Tradisi masyarakat desa masih berhubungan erat dengan
kepercayaan pada hal-hal mistis yang menguasai alam, seperti adanya roh-
roh nenek moyang yang menjadi penunggu sebuah pohon, batu besar, dan
ataupun sungai-sungai dan gunung. Selain itu, penduduk masyarakat desa
pada umumnya bekerja di bidang pertanian, baik sebagai petani pemilik,
petani penggarap, maupun sebagai buruh tani dengan usaha sampingan
memelihara ternak, namun demikian, beberapa ada yang bekerja di luar
bidang tersebut. Hampir di seluruh aspek kehidupan masyarakat desa
terdapat sistem adat-istiadat yang dijadikan pedoman. Di samping kuat
dalam memegang norma dan adat-istiadat, penduduk desa mempunyai
psikologi pemikiran yang cukup konservatif, sehingga terkadang hal
tersebut justru membuat perkembangan kesejahteraan dan pembangunan
(modernisasi) berjalan lambat karena adanya sifat prasangka. Segala
sesuatu yang akan dilakukan oleh masyarakat desa akan selalu dimintakan
nasehat dari orang tua. Orang-orang tua memegang peranan yang penting,
semua itu berprinsip pada adat-istiadat pula. Masyarakat desa beranggapan
bahwa golongan orang-orang tua akan mempunyai solusi atau pemecahan
masalah yang bercermin pada tradisi. Pelapisan sosial yang ada pada

xlii
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

masyarakat desa umumnya ditentukan oleh ekonomi (kepemilikan tanah),


kesolehan dalam agama, dan keturunan.
2) Masyarakat Kota
Kota seringkali dijadikan sebagai pembanding atau antonim dari
desa, namun keduanya saling membutuhkan dan melengkapi satu sama
lain dalam menjamin kelangsungan kehidupan di bidang sosial ataupun
ekonomi. “Kota merupakan tempat yang relatif besar, padat dan permanen,
dihuni oleh orang-orang yang heterogen kedudukan sosialnya”. (Jefta
Leibo, 1990: 13). Kota memang lebih padat daripada desa, keadaan
geografis (teritorialnya) sangat terbatas untuk ukuran banyaknya penduduk
yang menempatinya, hal ini disebabkan kota merupakan tempat tujuan
urbanisasi bagi mereka penduduk dari desa yang tertarik dengan
kehidupan kota yang disebut sebagai pusat peradaban. Maka dari itu kota
merupakan wilayah yang heterogen dalam banyak hal, mulai dari aspek
sosial, ekonomi, budaya hingga agamanya. Kenyataan itu justru membuat
hubungan-hubungan sosial di antara warga kota menjadi longgar, acuh,
dan impersonal.
Masyarakat yang mendiami wilayah kota disebut sebagai
masyarakat kota. Para warganya menempati sebuah lingkungan buatan, di
mana sistem teknologi membantu segala segi kehidupan di kota, sehingga
perubahan sosial di kota lebih cepat terjadi daripada di desa. “Kelestarian
kota antara lain bergantung pada transportasi intra urbannya”. (N.
Daldjoeni, 1997: 25). Sistem teknologi (termasuk komunikasi) dan
transportasi yang mengkonstruksi kota merupakan hal yang pokok dalam
menunjang kehidupan di kota, yang berfungsi untuk melayani kebutuhan
penduduknya. Dapat dipastikan, apabila teknologi dan transportasi
tersebut mengalami kemacetan, maka kehidupan kota akan ikut macet
pula. Kehidupan kota berjalan atas adanya dua hal tersebut, karenanya
tingkat mobilitas di kota sangat tinggi, baik mobilitas status sosial ataupun
mobilitas demografi.

xliii
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

Kehidupan kota terlihat menyenangkan karena tersedianya


seluruh fasilitas, mulai dari fasilitas pendidikan, hiburan, kesehatan,
hingga pekerjaan, namun demikian, karena kemajuan ilmu pengetahuan
dan kecanggihan teknologi, membuat masyarakat kota dilanda
sekularisasi, yaitu “suatu proses di mana bidang-bidang hidup dan berfikir
(sic) tercabut dari pengawasan agama dan filsafat”. (N. Daldjoeni, 1997:
20). Agama memainkan peranan yang sangat penting pada masyarakat
tradisional, tapi tidak begitu dengan masyarakat kota yang mempunyai
pola pikir rasional, yang didasarkan pada penghitungan eksak, yang
dihubungkan dengan realita kehidupan. Sehingga ada kecenderungan pada
masyarakat kota untuk melepaskan unsur emosional religiusnya. “Dalam
masyarakat kota kebutuhan primer dihubungkan dengan status sosial dan
gaya hidup masa kini sebagai manusia modern” (Munandar Soelaeman,
2006: 132). Kehidupan masyarakat kota selalu berorientasi pada rasio dan
hal-hal yang bersifat meterialis, yang memandang pemenuhan kebutuhan
hidup berdasarkan atas pandangan masyarakat atau orang lain di
sekitarnya atau “…sebagai alat untuk memenuhi kebutuhan sosial”,
(Soerjono Soekanto, 2007: 138). Masyarakat kota memiliki sistem
pelapisan sosial yang lebih kompleks dibandingkan masyarakat desa.
Kesenjangan sosial antarkelas di masyarakat kota terlihat sangat ekstrim.

Dari berbagai pendapat di atas, dapat disimpulkan bahwa masyarakat


adalah sekumpulan manusia yang mendiami suatu wilayah tertentu, dimana setiap
anggotanya melakukan interaksi yang timbal balik dan memiliki nilai, norma dan
adat istiadat yang dipatuhi bersama dan kemudian dijadikan sebagai pedoman
hidup.

3. Tinjauan tentang Persepsi


a. Pengertian Persepsi
Persepsi adalah “bagaimana kita melihat dunia di sekitar kita”.
Persepsi timbul setelah seseorang melihat, mendengar, mengalami, atau

xliv
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

merasakan sesuatu. “ Persepsi dapat didefinisikan sebagai suatu proses,


dengan mana seseorang menyeleksi, mengorganisasikan, dan
menginterpretasi stimuli ke dalam suatu gambaran dunia yang berarti dan
menyeluruh” (Bilson Simamora, 2004: 102). Stimuli yang dimaksud adalah
setiap input yang dapat ditangkap oleh indera. Persepsi dalam pengertian
psikologi adalah proses pencarian informasi untuk dipahami. Pendapat senada
dikemukakan oleh Miftah Thoha (1994: 138), ” persepsi pada hakekatnya
adalah proses kognitif yang dialami oleh setiap orang di dalam memahami
informasi tentang lingkungannya, baik lewat penglihatan, pendengaran,
penghayatan, perasaan, dan penciuman”. Kunci utama dalam memahami
persepsi terletak pada pengenalan bahwa persepsi merupakan suatu
penafsiran yang unik terhadap situasi, dan bukan suatu pencatatan yang benar
terhadap situasi. Oleh karenanya setiap orang mempunyai penilaian dan
persepsi yang berbeda-beda.
Berdasarkan pendapat di atas, dapat kita pahami bahwa persepsi
setiap orang itu berbeda untuk objek yang sama. Dua orang dalam kondisi
motivasi dan tujuan situasi yang sama mungkin akan bertindak berbeda
karena persepsi mereka terhadap situasi yang ada berbeda. Perbedaan tersebut
dipengaruhi oleh informasi yang ditangkap, diperhatikan, diingat,
diinterpretasikan, dan tergantung pada kebutuhan, nilai-nilai, harapan, dan
keyakinan pada masing-masing orang. Perilaku seseorang sangat dipengaruhi
oleh persepsi terhadap suatu situasi. Sebagaimana yang dikatakan ahli,
“persepsi melandasi sikap dan perilaku” (Monty P. Satiadarma, 2001: 49).
Bila kita mempersepsikan bahwa seseorang itu baik, maka kita akan bersikap
baik kepada orang itu, selanjutnya perilaku kita terhadap orang tersebut akan
baik pula, begitu juga sebaliknya. Oleh karena itu bagaimana persepsi kita
terhadap suatu objek akan berpengaruh secara langsung terhadap cara kita
memandang dan menilai objek tersebut.
Dalam hal persepsi mengenai seseorang atau orang lain dan untuk
memahami orang lain, persepsi itu dinamakan persepsi sosial. Persepsi sosial
sangat tergantung pada komunikasi. Bagaimana persepsi kita tentang orang

xlv
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

lain sangat tergantung pada komunikasi yang terjadi diantara keduanya.


Komunikasi disini mencakup komunikasi verbal maupun nonverbal. Selain
itu persepsi sifatnya sangat tergantung pada subjek yang melakukan persepsi
tersebut. Persepsi menghasilkan suatu gambaran tentang kenyataan dan tak
jarang persepsi tersebut sangat jauh berbeda dari kenyataan yang sebenarnya.

b. Syarat Persepsi
Seorang individu tidak begitu saja dapat mempersepsikan segala
sesuatu yang ditangkap oleh indera mereka. Persepsi merupakan sebuah
“proses dimana individu memilih, merumuskan, menafsirkan masukan
informasi untuk menciptakan suatu gambaran yang berarti mengenai dunia”
(Kotler dan Amstrong dalam Bilson Simamora, 2003: 10). Banyak sekali
stimulus yang dapat merangsang kita untuk melakukan persepsi, namun tidak
semua dapat kita persepsikan, stimulus-stimulus tersebut masih harus melalui
proses pemilihan di dalam peta kognisi kita kemudian terciptalah suatu
persepsi mengenai suatu hal. Agar individu dapat menyadari dan melakukan
persepsi, ada beberapa syarat yang harus dipenuhi, Bimo Walgito (1997: 54)
mengemukakan adanya tiga syarat, yaitu “(1) Objek yang dipersepsi (2) Alat
indera/ reseptor (3) Adanya perhatian”. Ketiga hal tersebut dapat dijelaskan
sebagai berikut:
1) Adanya Objek yang Dipersepsi
Objek merupakan modal utama dalam melakukan persepsi, orang
tidak akan dapat mempersepsikan sesuatu tanpa ada objek yang akan
dipersepsi. Objek yang dimaksud disini adalah segala sesuatu yang mampu
ditangkap oleh panca indera kita. Objek akan menimbulkan stimulus bagi
alat indera atau reseptor, stimulus dapat berasal dari luar yang langsung
mengenai alat indera, atau juga berasal dari dalam yang langsung
mengenai syaraf penerima.
2) Adanya Alat Indera/ Reseptor
Alat indera atau reseptor ini merupaka alat yang berfungsi untuk
menerima stimulus yang datang dari luar. Di samping itu diperlukan pula

xlvi
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

syaraf sensoris yang selanjutnya berfungsi sebagai alat untuk meneruskan


stimulus yang diterima oleh reseptor menuju ke pusat susunan syaraf yaitu
otak sebagai pusat kesadaran. Dan sebagai alat untuk mengadakan respons
atas stimulus yang diperoleh diperlukan adanya syaraf motoris.
3) Adanya Perhatian
Perhatian ini dipelukan untuk mengadakan persepsi yang
merupakan langkah pertama sebagai suatu persiapan. Tanpa perhatian
tidak akan terjadi persepsi. Dari sekian banyak hal yang ada di sekitar kita,
perhatian kita hanya akan tertuju pada hal-hal yang menarik saja, dan
itulah yang akan kita persepsikan. Bila kita tidak memperhatikan apapun,
maka kita tidak akan melakukan persepsi terhadap apapun juga.
Ketiga hal tersebut merupakan syarat utama dan ketiganya harus ada
bila kita hendak melakukan persepsi, persepsi tidak dapat terjadi dengan
meninggalkan salah satunya, keberadaan alat indera dan perhatian tak ada
gunanya tanpa ada objek, dan begitu seterusnya.

c. Proses Persepsi
Orang dapat memberikan persepsi yang berbeda terhadap realitas
yang sama. Hal tersebut dikarenakan oleh adanya proses dalam persepsi, yaitu
“perhatian yang selektif, gangguan yang selektif, dan mengingat yang
selektif”, (Bilson Simamora, 2003: 10). Umumnya orang dihadapkan pada
rangsangan (stimulus) yang banyak setiap harinya, hal ini tentu saja membuat
tidak semua rangsangan dapat diterima. Hanya rangsangan yang bersifat unik
dan menonjollah yang menjadi pusat perhatian seseorang. Selanjutnya
rangsangan yang diperhatikan pun terkadang tidak seperti yang diharapkan.
Setiap orang berusaha untuk menyesuaikan informasi atau rangsangan yang
masuk dengan pandangan pribadinya. Dalam gangguan yang selektif, orang
mempunyai kecenderungan menafsirkan informasi yang lebih mendukung
daripada menentang konsepsi yang telah dimilikinya.
Selain itu persepsi orang berbeda untuk realitas yang sama juga
dipengaruhi oleh tiga hal, yaitu “perceptual selection, perceptual

xlvii
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

organization, dan perceptual interpretation” (Bilson Simamora, 2004: 105).


Pendapat tersebut dapat dijabarkan sebagai berkut:
1) Perceptual Selection
Kapasitas otak kita terbatas, sehingga tidak mungkin semua
stimulus dapat tertampung. Secara alamiah, otak kita menggerakkan
pancaindera agar menyeleksi stimulus untuk diperhatikan. Maka dari itu,
kita sering 'mendengar tetapi tidak memperhatikan'. Stimuli yang terpilih
tergantung pada dua faktor, yaitu faktor personal dan faktor stimuli itu
sendiri. Faktor personal adalah faktor yang berkaitan dengan kondisi
individu pelaku persepsi, yaitu berupa pengalaman dan kebutuhan.
Sedangkan faktor stimulus, orang akan memberi perhatian yang lebih pada
stimulus yang lain dari pada lainnya.
2) Perceptual Organization
Manusia cenderung membuat keteraturan untuk hal-hal yang
tidak teratur. Stumulus yang banyak yang datang dari lingkungan tidak
diserap begitu saja. Setiap orang melakukan pengorganisasian terhadap
stimulus tersebut. “Adapun pengorganisasian stimulus dilakukan dalam
tiga bentuk, yaitu hubungan figur dan latar belakang (figure and
background relationship), pengelompokkan (grouping), dan penyelesaian
(closure)” ( Bilson Simamora, 2004: 108).
3) Perceptual Interpretation
Interpretasi adalah proses memberikan arti kepada stimulus
sensoris. Interpretasi tergantung pada harapan bagaimana seharusnya
stimulus itu. Pada saat stimulus membingungkan, cara seseorang dalam
menginterpretasikannya adalah cenderung disesuaikan dengan kebutuhan,
keinginan, minat, dan lain-lain.

d. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Persepsi


Persepsi timbul karena dipengaruhi oleh beberapa hal, sebagaimana
yang dikatakan ahli, “persepsi timbul karena adanya dua faktor, baik internal
maupun eksternal” (Miftah Thoha, 1994: 135). Faktor internal merupakan

xlviii
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

segala sesuatu yang ada pada diri seseorang yang dapat mempengaruhi
persepsinya, diantaranya tergantung pada proses pemahaman sesuatu
termasuk di dalamnya sistem nilai, tujuan, dan kepercayaan. Faktor internal
yang berinteraksi dengan stimulus dan lingkungan akan membentuk suatu
persepsi. Misalnya seorang guru vokal dengan seorang pelajar yang sama-
sama sedang menonton pertunjukan menyanyi. Menurut si pelajar suara
penyanyi tersebut sangat bagus, sedangkan si guru vokal menganggap suara si
penyanyi biasa saja, tidak ada yang istimewa. Perbedaan persepsi seperti ini
sangat wajar dan merupakan persepsi yang dilatarbelakangi oleh pengetahuan
yang dimiliki orang yang melakukan persepsi. Sedangkan faktor eksternal
berupa stimulus dan lingkungan. Persepsi itu tidak datang dengan tiba-tiba
tanpa adanya sesuatu yang merangsangnya. Kondisi lingkungan seseoranglah
yang memunculkan stimulus atau rangsangan dan kemudian menimbulkan
persepsi. Kondisi internal seseorang dapat diperoleh melalui proses belajar,
pengalaman, informasi, perasaan dan pemikiran. Perbedaana persepsi antara
seseorang dengan orang lain mengenai objek yang sama lebih dikarenakan
oleh faktor internal.

Jadi persepsi yang dimaksud dalam penelitian ini adalah sebuah


gambaran seseorang mengenai suatu objek yang ditangkap oleh indera melalui
proses pemilihan dan penafsiran informasi atau stimulus, yang dipengaruhi oleh
faktor-faktor dalam maupun dari luar diri pelaku persepsi.

4. Tinjauan tentang Keluarga Berencana


a. Pengertian Keluarga Berencana
Program Keluarga Berencana merupakan suatu program kebijakan
pemerintah yang dilakukan dalam rangka menyikapi perkembangan
pertambahan penduduk yang tidak terkendali. Program KB ini adalah
program yang dijalankan dengan harapan akan mampu mengendalikan angka
kelahiran dan mengatur jarak kehamilan seorang ibu yang nantinya akan
berpengaruh positif terhadap masalah-masalah sosial yang dapat timbul

xlix
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

karena banyaknya jumlah penduduk dengan kualitas yang rendah. “Keluarga


berencana (KB) artinya mengatur jumlah anak sesuai kehendak, dan
menentukan sendiri kapan ingin hamil”
(http://situs.kesrepro.info/kb?referensi.htm, 30 Januari 2010: 12.48). Seperti
terdapat dalam UU RI No 52 tahun 2009 tentang Perkembangan
Kependudukan dan Pembangunan Keluarga, secara umum KB adalah upaya
untuk mengatur kelahiran anak, jarak kelahiran, usia ideal melahirkan serta
mengatur kehamilan. KB ini dilakukan melalui kegiatan promosi,
perlindungan dan bantuan sesuai dengan hak reproduksi pasangan usia subur
untuk dapat mewujudkan keluarga yang berkualitas.
KB adalah daya dan upaya manusia untuk mengatur atau membatasi
kelahiran, baik untuk sementara atau untuk selamanya. Upaya-upaya dalam
KB ini dilakukan semata-mata untuk meningkatkan kesejahteraan keluarga.
Keluarga dengan jumlah anak yang tidak banyak serta jarak kelahiran yang
ideal tentu akan membuat kehidupan keluarga mampu menciptakan manusia-
manusia yang berkualitas. Usia ideal untuk perkawinan yang diharapkan
dilakukan oleh masyarakat bertujuan agar masyarakat mempunyai cukup
kesadaran dan kesiapan yang matang dalam perilalkunya sehingga akan
mampu pula berpikir secara tepat mengenai masa depan keluarga yang
dibangun, meliputi jumlah anak dan jarak kelahiran yang ideal.

b. Tujuan KB
Program KB mempunyai maksud dan tujuan, yang secara umum
dapat dikatakan bahwa tujuan program KB adalah untuk meningkatkan
kesejahteraan keluarga, bangsa dan negara dengan cara menurunkan angka
kelahiran. Dalam dalam UU No. 52 Tahun 2009 pasal 21 ayat 2 tentang
Perkembangan Kependudukan dan Pembangunan Keluarga, disebutkan
bahwa kebijakan program KB bertujuan untuk:
1) Mengatur kehamilan yang diinginkan.
2) Menjaga kesehatan dan menurunkan angka kematian ibu, bayi, dan
anak.

l
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

3) Meningkatkan akses dan kualitas informasi, pendidikan, konseling,


dan pelayanan KB dan kesehatan reproduksi.
4) Meningkatkan partisipasi dan kesertaan pria dalam praktek KB, dan
5) Mempromosikan penyusuan bayi sebagai upaya untuk menjarangkan
kehamilan (http://www.scribd.com/doc/22637790/UU-No-52-Tahun-
2009-Perkembangan-Kependudukan-dan-Pembangunan-Keluarga,
30 Januari 2010, 12:28).

Melalui KB seorang ibu akan mampu mengatur waktu yang tepat


kapan ingin hamil, dengan begitu akan dapat mengurus anaknya dengan baik.
Selain itu antara kehamilan pertama dengan kehamilan selanjutnya, ibu akan
dapat memulihkan kondisi pascamelahirkan dan memberikan ASI yang
merupakan makanan pertama dan utama bagi bayi yang baru dilahirkan, dan
diharapkan kondisi kesehatan ibu dan bayi akan meningkat sehingga
dimungkinkan dapat menurunkan angka kematian ibu dan bayi. Dengan
menjarangkan kehamilan seorang ibu perlu didukung pula oleh partisipasi pria
dalam ber-KB, tidak hanya terkonsentrasi pada perempuan. Oleh karena itu
diperlukan adanya kemudahan akses informasi dan pelayanan KB ke seluruh
warga masyarakat agar pengetahuan masyarakat mengenai KB meningkat dan
akhirnya keikutsertaan masyarakat meningkat pula.
Misi program KB sangat menekankan pentingnya upaya
menghormati hak-hak reproduksi, sebagai upaya integral dalam
meningkatkan kualitas keluarga. Hal tersebut dijabarkan ke dalam misi
program KB, yaitu:
1) Memberdayakan masyarakat untuk membangun keluarga kecil
berkualitas.
2) Menggalang kemitraan dalam meningkatkan kesejahteraan,
kemandirian, dan ketahanan keluarga.
3) Meningkatkan kualitas pelayanan KB dan kesehatan reproduksi.
4) Meningkatkan promosi, perlindungan dan upaya mewujudkan hak-
hak reproduksi.
5) Meningkatkan upaya pemberdayaan perempuan untuk mewujudkan
kesetaraan jender melalui program KB, dan
6) Mempersiapkan Sumber Daya Manusia berkualitas sejak pembuahan
dalam kandungan sampai dengan lanjut usia (Abdul Bari Saifuddin,,
2003: v).

li
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

Secara umum misi program KB adalah mengupayakan agar


masyarakat secara sadar membentuk keluarga kecil yang berkualitas, bahagia,
dan sejahtera yang akan menjadi penentu masa depan kehidupan masyarakat
melalui anak-anak yang dilahirkannya. Dalam pelaksanaannya, program KB
nasional mempunyai target tiga dimensi, yaitu “perluasan jangkauan… ,
pembinaan… , dan pelembagaan-pembudayaan”. (BKKBN,1985: 3). Ketiga
hal tersebut dapat dijabarkan sebagai berikut:
1) Perluasan jangkauan, yang meliputi usaha untuk mengajak para peserta
KB baru sebanyak-banyaknya sehingga akan mempunyai arti positif dalam
pengendalian kelahiran. Pada dimensi ini dikembangkan pula institusi-
institusi baru, atau meningkatkan yang telah ada, dan mengajaknya untuk
ikut serta menjadi penanggung jawab program KB sebaik-baiknya.
Sehingga dengan demikian akan dapat segera dicapai pemerataan program
secara memadai.
2) Pembinaan, yang meliputi usaha untuk membangun kesadaran masyarakat
agar lebih memantapkan penerimaan ide KB maupun keikutsertaan dalam
pengelolaan program Keluarga Berencana.
3) Pelembagaan-pembudayaan, yang meliputi usaha untuk meningkatkan
diterimanya Norma Keluarga Kecil yang Bahagia dan Sejahtera secara
membudaya. Disini termasuk pula usaha untuk meningkatkan peranan
masyarakat dan petugas pemerintah dalam ikut serta menggarap program
KB dan kependudukan serta pembangunan lainnya yang mendukung
diterimanya
Melalui program KB diharapkan masyarakat dapat lebih terjamin dan
sejahtera kehidupannya. Hal ini akan mempengaruhi kualitas sumber daya
manusia yang dihasilkan oleh keluarga tersebut. Orang tua akan lebih mudah
dalam memenuhi kebutuhan pangan, sandang, tempat tinggal dan terutama
pendidikan jika anaknya tidak terlalu banyak. Thomas Robert Malthus
mengemukakan pendapatnya tentang hubungan antara pertambahan
penduduk dengan persediaan pangan. “Malthus berpendapat bahwa jika tidak
ada pengekangan, kecenderungan pertambahan jumlah manusia akan lebih

lii
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

cepat dari pertambahan pangan” (Said Rusli, 1994: 4). Perkembangan


penduduk akan mengikuti deret ukur sedangkan perkembangan pangan
mengikuti deret hitung. Teori dari Malthus ini memberi gambaran betapa
menderitanya kehidupan manusia di dunia ini jika jumlah manusia tak
terkendali. Untuk itu diperlukan adanya program KB sebagai pengendali
kelahiran yang bertujuan meningkatkan kesejahteraan keluarga, bangsa dan
negara dengan menurunkan angka kelahiran.

c. Metode Kontrasepsi
Pelaksanaan program KB diperlukan kesadaran dan kemauan dari
masyarakat. Dan tugas pemerintah adalah mendorong serta mensosialisasikan
semua hal mengenai KB. KB sendiri dilakukan dengan metode kontrasepsi,
yakni metode yang dilakukan untuk mencegah terjadinya pembuahan yang
akan menyebabkan terjadinya sebuah kehidupan baru (kehamilan). Metode
kontrasepsi terbagi menjadi metode ”mekanik dan kimiawi...juga meliputi
cara-cara alami dan sterilisasi”. (Lucas, McDonald, Young & Young, 1984:
62).
1) Cara alamiah
a) Senggama terputus, metode ini merupakan metode KB tradisional,
dimana pria mengeluarkan alat kelaminnya dari vagina sebelum pria
ejakulasi sehingga sperma tidak masuk ke dalam vagina dan kehamilan
dapat dicegah.
b) Pantang berkala, metode ini dilakukan dengan cara menghindari
hubungan suami-istri selama masa subur si istri. Hal ini berangkat dari
pengetahuan siklus masa haid istri.
c) Puasa penuh (Abstinence), hal ini adalah tidak sama sekali melakukan
hubungan suami-istri. Metode ini 100% efektif mencegah kehamilan.
2) Mengunakan alat bantu
a) Pil, merupakan kombinasi dari hormon-hormon sintetis. Pil mencegah
indung telur untuk melapas sel-sel telur. Pil diminum oleh perempuan
satu kali sehari selama 21 hari berturut-turut setiap bulan, dimulai lima

liii
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

hari setelah masa haid. Keragaman dari 21 pil akan menyebabkan


bahaya bila diminum saat hamil.
b) Suntik, cara suntik merupakan penyuntikan kombinasi beberapa ramuan
komposisi obat-obatan yang dilakukan oleh petugas medis kepada
perempuan. Jarak antara suntikan pertama dengan suntikan berikutnya
biasanya 12 minggu.
c) Kondom, alat ini merupakan sebuah kantong yang terbuat dari karet
tipis, vinil atau bahan alami (produksi hewani) yang penggunaannya
dipasang pada alat kelamin pria sebelum melakukan hubungan suami-
istri. Kondom mencegah sperma masuk ke dalam vagina. Kondom
hanya bisa dipakai satu kali lalu dibuang.
d) Intra Uterine Device (IUD) atau spiral, alat ini kecil dan terbuat dari
plastik stainless steel. Alat ini dimasukkan ke dalam rahim wanita oleh
seorang dokter yang terlatih dan meninggalkannya di sana tanpa batas
waktu tertentu. Umumnya alat ini mampu mencegah kehamilan hingga
5 tahun.
e) Implan, dalam metode ini dilakukan penanaman suatu batang / silinder
yang panjangnya tak lebih dari 4 cm dan berdiameter 2 mm. Susuk
terbuat sari silastik atau batang putih lentur yang diisi dengan obat-
obatan yang mencegah kehamilan. Alat ini ditanam di lengan bagian
dalam dan dapat bekerja hingga 5 tahun.
f) Diafragma, adalah kap berbentuk bulat cembung seperti mangkuk kecil,
terbuat dari lateks (karet) yang diinsersikan ke dalam vagina sebelum
berhubungan suami-istri dan menutup serviks. Alat ini mencegah
sperma agar tidak dapat mencapai saluran alat reproduksi bagian atas.
g) Penyemprotan, dilakukan dengan menyemprot vagina dengan suatu
larutan kimia langsung, gunanya adalah untuk membunuh atau
menghanyutkan sperma.
h) Spermisida, spermisida adalah bahan kimia (biasanya non oksinol-9),
digunakan untuk menonaktifkan atau membunuh sperma. Spermisida
dikemas dalam bentuk aerosol (busa); tablet vaginal, suppositoria, atau

liv
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

dissolvable film; dan krim. Spermisida ini menyebabkan sel membran


sperma terpecah, memperlambat pergerakan sperma, dan menurunkan
kemampuan pembuahan sel telur.
i) Sterilisasi, sterilisasi adalah suatu bentuk pencegahan kehamilan dengan
cara operasi yang dilakukan oleh dokter dengan cara mengikat saluran
indung telur agar pertemuan antara sel telur dengan sperma tidak
membuahkan kehamilan. Sterilisasi pada wanita dinamakan tubektomi.
Sedangkan sterilisasi bagi pria dinamakan vasektomi, yaitu dengan cara
pengikatan saluran air mani, sehingga air mani yang keluar itu tidak
mengandung sperma.

Jadi dapat disimpulkan bahwa KB adalah upaya yang dilakukan oleh


masyarakat secara sadar dalam mengurangi angka kelahiran dengan tindakan-
tindakan pencegahan dan pembatasan kehamilan, serta pengaturan jarak
melahirkan.

5. Tinjauan Tentang Partisipasi Masyarakat dalam Mengikuti Program


Keluarga Berencana
Program kebijakan KB dicetuskan oleh pemerintah atas keprihatinan
yang timbul karena laju pertumbuhan dan jumlah penduduk yang terus meningkat.
Jika jumlah penduduk terus bertambah tak terkendali, maka hal tersebut akan
mengancam kualitas kehidupan dan kesejahteraan manusia di dunia ini. KB
dilakukan dengan cara-cara kontrasepsi yang bertujuan untuk mengatur
kehamilan. Dengan kontrasepsi masyarakat akan dapat mengatur jumlah anak dan
jarak anak yang akan dilahirkan. Program KB diikuti oleh masyarakat khususnya
mereka yang termasuk dalam kategori pasangan usia subur (PUS), yaitu pasangan
suami istri dimana keduanya masih memiliki kemungkinan untuk menghamili dan
hamil. Oleh karena KB akan berdampak langsung pada kehidupan masyarakat,
maka masyarakat pulalah yang harus berpartisipasi yang tercermin dalam perilaku
ber-KB. Partisipasi dalam program KB merupakan partisipasi pada tahap eksekusi
(pelaksanaan) terhadap rencana yang telah ditetapkan oleh pemerintah.

lv
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

Dalam program KB, partisipasi yang diharapkan dari masyarakat ialah


partisipasi aktif yakni berupa aktivitas penggunaan alat atau metode kontrasepsi
untuk mengatur dan membatasi kelahiran. “Keputusan seorang warga desa untuk
menjadi akseptor dalam Keluarga Berencana misalnya, tidak bisa hanya
berdasarkan atas perintah lurah atau camat…” (Koentjaraningrat, 1990: 81).
Seperti yang dikatakan oleh Koentjaraningrat tersebut bahwa partisipasi
masyarakat dalam mengikuti program KB tidak akan dapat berjalan atas perintah
atau paksaan dari pihak-pihak lain, tetapi merupakan suatu bentuk kesadaran dan
kemauan dari dalam diri mereka sendiri. Keputusan seseorang untuk menjadi
akseptor dalam KB didasari atas suatu keyakinan yang mendalam bahwa
partisipasi yang dilakukannya sungguh-sungguh bermanfaat dan berdampak
positif, yang pertama bagi diri dan keluarganya dan yang kedua bagi masyarakat,
bangsa, dan negaranya. Namun kesadaran itu juga tidak timbul secara otomatis
dalam waktu sekejap, melainkan membutuhkan suatu aktivitas yang bersifat
persuasif dengan penjelasan-penjelasan dan dorongan yang dilakukan secara
intensif dalam waktu yang lama oleh petugas medis, PLKB, tokoh-tokoh
masyarakat ataupun media masa.
Jadi partisipasi masyarakat dalam mengikuti program KB adalah suatu
bentuk kesadaran dan tanggung jawab masyarakat dalam menurunkan dan
pembatasan angka kelahiran yang dilakukan dengan cara-cara menggunakan alat
kontrasepsi.

B. Penelitian yang Relevan


1. Penelitian yang dilakukan oleh Yohanes Setiyawan, yang berjudul:
“Pelaksanaan Program Keluarga Berencana pada Penduduk Miskin di Daerah
Permukiman Liar (Studi Kasus di Permukiman Sepanjang Rel Kereta Api
Joglo Kelurahan Nusukan, Kecamatan Banjarsari, Kota Surakarta Tahun
2007)”.
Hasil penelitian menunjukkan 1) Terdapat sembilan responden atau
30% dari tiga puluh responden penduduk termasuk dalam kategori rumah
tangga miskin. 2) Pelaksanaan program KB di sepanjang rel kereta api Joglo

lvi
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

tinggi. Hal tersebut ditunjukkan dengan adanya tujuh responden (77,77%)


yang mengikuti KB. Sembilan responden (100%) tahu akan pentingnya KB
dan manfaat dalam mengikuti KB. Penduduk sadar akan pentingnya KB bagi
kesejahteraan mereka. Responden yang berhenti KB hanya dikarenakan ingin
punya anak lagi. Sebanyak 44,44% responden menggunakan alat kontrasepsi
berupa suntik dan pil. Sebanyak 66,66% responden pernah menggunakan alat
kontrasepsi lain. Sebanyak 66,66% responden memiliki anak dengan jarak
kelahiran 2-3 tahun. Terdapat 33,33% responden yang menggunakan jasa
bidan swasta (KB mandiri). Hanya ada 11,11% responden yang merasa
keberatan dengan biaya yang dikeluarkan untuk menggunakan alat
kontrasepsi. Terdapat 22,22% responden yang menggunakan alat kontrasepsi
yang sekarang dipakai lebih dari 11 tahun. Dari hasil penelitian diketahui
bahwa responden tidak pernah berhenti ber-KB karena alasan ekonomi.
2. Penelitian yang dilakukan oleh Dono Susilo pada tahun 2004, yang berjudul: “
Komunikasi, Informasi, Edukasi (KIE) dan Program Keluarga Berencana
(KB) Mandiri (Studi tentang Efektivitas KIE Untuk Meningkatkan Partisipasi
Masyarakat dalam Program KB Mandiri di Desa Trosemi, Kecamatan Gatak,
Kabupaten Sukoharjo)”.
Penelitian yang dilakukan oleh Dono menunjukkan bahwa terdapat
hubungan yang signifikan antara KIE dengan partisipasi masyarakat dalam
mengikuti KB. Hal tersebut dapat diketahui dari seringnya petugas PLKB
melakukan KIE, yaitu sebanyak 37 responden (84,09%) yang mengaku PLKB
melakukan penyuluhan KIE sebanyak 4-5 kali dalam sebulan. 100%
responden menjawab bahasa yang digunakan oleh PLKB sangat mudah
dimengerti. Sebanyak 86,36% respponden menjawab bahwa PLKB sering
menyampaikan materi tentang KB mandiri. Terdapat 81,82% responden yang
menjawab materi yang disampaikan sangat jelas, dan 100% responden
mengaku PLKB memiliki kredibilitas yang tinggi. Mengenai partisipasi
masyarakat dalam ber-KB, sebanyak 75% responden menghadiri penyuluhan
sebanyak 4-5 kali dalam sebulan. 95, 45% responden memahami program KB,
bahwa hal itu merupakan tanggung jawab pemerintah dan masyarakat. 95,

lvii
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

45% responden memahami bahwa Keluarga Kecil Bahagia dan Sejahtera


(KKBS) akan terwujud bila KB berhasil. Sebanyak 72, 73% responden tidak
setuju bila masyarakat golongan ekonomi mampu tidak perlu ber-KB dengan
alasan mampu mencukupi seluruh kebutuhan. Terdapat 77,27% responden
yang setuju bahwa mendukung program KB tidak harus menjadi program KB.
Sebanyak 79,55% responden menjadi peserta KB, dan 77,14% dari peserta KB
mendapatkan pelayanan KB di bidan swasta atau KB secara mandiri.

C. Kerangka Berpikir
Jumlah penduduk dunia khususnya Indonesia yang begitu besar
membutuhkan suatu perhatian khusus dan langkah nyata dalam upaya
pengendalian laju pertumbuhan penduduk. Untuk menyikapi hal tersebut
pemerintah mencanangkan suatu kebijakan Program Nasional Keluarga
Berencana. Program ini merupakan program yang paling efektif dalam penekanan
laju pertumbuhan penduduk dalam hal ini adalah angka kelahiran. Langkah
pemerintah dalam mensosialisasikan dan mengusahakan agar program KB
diketahui, dipahami, dan diikuti oleh masyarakat luas tidaklah mudah. Diperlukan
pendekatan dan cara khusus untuk mencapai keberhasilan program. Hal tersebut
kemungkinan berkaitan erat dengan partisipasi dan perilaku masyarakat dalam
menyikapi program KB.
Persepsi masyarakat mengenai program KB tentu sangat dipengaruhi oleh
stimulus-stimulus yang berupa informasi mengenai program atau kebijakan, serta
faktor internal dari masyarakat itu sendiri seperti latar belakang pendidikan,
tingkat ekonomi ataupun agama yang dianut oleh masyarakat. Semakin sering
informasi yang diterima masyarakat kemungkinan akan membuat persepsi
menjadi positif, selanjutnya akan tercermin dalam sikap dan perilakunya.
Untuk memperjelas keterangan di atas, berikut ini skema kerangka berpikir
yang akan mempermudah dalam memahaminya.

lviii
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

Informasi

Masyarakat Persepsi Sikap Partisipasi

Latar belakang Program KB


sosial, budaya dan
agama

Gambar 1. Kerangka Berpikir

lix
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

BAB III
METODE PENELITIAN

Metodologi merupakan bagian yang penting dalam suatu penelitian, dan


berhubungan erat dengan hasil penelitian yang dilakukan. Sebagaimana yang
dikatakan ahli,”Metodologi berarti proses, prinsip-prinsip dan prosedur yang kita
pakai dalam mendekati persoalan-persoalan dan usaha mencari
jawabannya”.(Bogdan dan Taylor, 1993: 25). Oleh karenanya ketepatan pemilihan
metode yang sesuai dengan permasalahan penelitian sangat diperlukan.
Sedangkan penelitian merupakan usaha yang dilakukan untuk mencari,
mengumpulkan, dan melakukan analisis terhadap data-data yang diperoleh
mengenai suatu permasalahan, yang dilakukan secara sistematis mengikuti aturan-
aturan metodologi. Jadi, metodologi penelitian adalah usaha yang dilakukan untuk
mengetahui dan menguji kebenaran suatu masalah, yang dilakukan melalui
serangkaian proses, prosedur, dan prinsip-psinsip secara sistematis.

A. Tempat dan Waktu Penelitian


1. Tempat Penelitian
Penelitian ini dilakukan di Desa Sidoharjo, Kecamatan Polanharjo,
Kabupaten Klaten. Adapun alasan yang menjadi pertimbangan pemilihan lokasi
karena di desa tersebut masih banyak dijumpai keluarga yang memiliki banyak
anak, dan rata-rata lebih dari dua. Selain itu pemilihan lokasi juga menggunakan
pertimbangan praktis, yaitu Desa Sidoharjo merupakan desa tempat tinggal
peneliti sehingga memudahkan dalam proses pengumpulan data karena
menghemat waktu dan tenaga.

2. Waktu Penelitian
Waktu yang digunakan dalam penelitian ini adalah tujuh bulan dimulai
dari proses pengajuan judul sampai penulisan laporan. Berikut tabel waktu
penelitian.

46
lx
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

Tabel 1. Waktu dan Kegiatan Penelitian


Tahun 2010
Keterangan
Jan Feb Mar Apr Mei Jun Jul

1. Pengajuan Judul

2. Penyusunan
Proposal
3. Perijinan

4. Pengumpulan
Data
5. Analisis Data

6. Penyusunan
Laporan

B. Bentuk dan Strategi Penelitian


1. Bentuk Penelitian
Berdasarkan masalah yang diajukan, penelitian ini merupakan penelitian
deskriptif kualitatif. “Jenis penelitian ini akan mampu menangkap berbagai
informasi kualitatif dengan deskripsi teliti dan penuh nuansa, yang lebih berharga
daripada sekedar pernyataan jumlah atau pun frekuensi dalam bentuk angka”.
(HB. Sutopo, 2002: 183). Metode deskriptif merupakan metode penelitian yang
bertujuan untuk mendeskripsikan atau memberi gambaran yang jelas tentang
situasi-situasi sosial tertentu. Fokusnya mengarah pada pendeskripsian secara
terperinci dan eksplorasi mendalam mengenai potret kondisi atau fakta yang
terjadi sebagaimana adanya yang terjadi di lapangan, serta memusatkan perhatian
pada saat penelitian (masalah yang aktual).

2. Strategi Penelitian
Strategi yang dipilih dalam suatu penelitian diharapkan bisa menjawab
pertanyaan penelitian. Strategi meliputi metode yang digunakan untuk
mengumpulkan dan menganalisis data. Strategi yang digunakan dalam penelitian
ini adalah strategi studi kasus. Robert K. Yin (2006: 18) menjelaskan bahwa,

lxi
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

“Studi kasus adalah suatu inkuiri empiris yang: menyelidiki fenomena di dalam
konteks kehidupan nyata, bilamana batas-batas antara fenomena dan konteks tak
tampak dengan tegas dan dimana multisumber bukti dapat dimanfaatkan”. Oleh
karenanya studi kasus merupakan strategi yang cocok apabila pertanyaan dalam
suatu penelitian berkenaan dengan “how” atau “why”, dimana fokus penelitiannya
terletak pada fenomena masa kini dalam konteks kehidupan nyata. Dalam studi
kasus dimungkinkan dapat menyelidiki setiap aspek kehidupan sosial dengan
berbagai sumber bukti pendukung hasil penelitiannya. Studi kasus juga
mengharuskan peneliti langsung terlibat dalam pengumpulan data dengan
melakukan wawancara secara pribadi serta menggunakan metode-metode lain
yang akan mempermudah proses pengumpulan data.
Permasalahan dan fokus penelitian telah ditentukan dalam proposal
sebelum peneliti terjun dan menggali permasalahan di lapangan, maka strategi
yang digunakan dikhususkan pada studi kasus terpancang tunggal yang berusaha
mengeksplorasi partisipasi masyarakat dalam mengikuti program KB, dimana
obyek atau lokasi penelitian ini difokuskan di Desa Sidoharjo, Kecamatan
Polanharjo, Kabupaten Klaten.

C. Sumber Data
Data tidak akan dapat diperoleh tanpa adanya sumber data. Data atau
informasi yang dikumpulkan dan dikaji dalam penelitian ini sebagian besar berupa
data kualitatif. Sumber data utama dalam suatu penelitian kualitatif adalah “kata-
kata, dan tindakan selebihnya adalah data tambahan seperti dokumen dan lain-
lain”. (Lexy J. Moleong, 1990: 112). Ketepatan pemilihan dan penentuan jenis
sumber data akan sangat menentukan kekayaan dan ketepatan data atau informasi
yang diperoleh. Adapun sumber data yang akan dimanfaatkan dalam penelitian ini
adalah sebagai berikut:
1. Informan
Informan merupakan sumber data berupa manusia yang dapat
memberikan informasi mengenai permasalahan penelitian. Perlu diperhatikan
bahwa informan adalah seseorang yang sehat jasmani dan rohani, menguasai atau

lxii
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

mengerti akan permasalahan penelitian, mudah dihubungi, serta mempunyai


waktu yang cukup untuk memberikan informasi dalam wawancara. Kesalahan
dalam pemilihan informan akan membuat kurang mantapnya data yang diperoleh.
Informan yang dipilih dalam penelitian ini adalah beberapa penduduk Desa
Sidoharjo, Kecamatan Polanharjo, Kabupaten Klaten yaitu akseptor (Wanita Usia
Subur), Petugas Pembantu Pembina KB Desa (PPKBD), bidan, kader Posyandu,
dan Staf pemerintah desa.
2. Tempat dan Aktivitas
Data atau informasi juga dapat dikumpulkan dari aktivitas atau perilaku
sebagai sumber data yang berkaitan dengan sasaran penelitian yang sedang
berlangsung saat penelitian yang kemudian dikaji. Dari pengamatan terhadap
aktivitas, peneliti dapat mengetahui proses terjadinya suatu hal karena
menyaksikan sendiri secara langsung, yaitu aktivitas kehidupan sehari-hari dari
para warga desa. Sedangkan tempat yang menjadi sasaran penelitian adalah Desa
Sidoharjo, Kecamatan Polanharjo, Kabupaten Klaten, hal ini ditujukan agar
mengetahui bagaimana keadaan sebenarnya lokasi penelitian secara umum.
3. Dokumen dan Arsip
“Dokumen dan Arsip merupakan bahan tertulis yang bergayutan dengan
suatu peristiwa atau aktivitas tertentu”.(HB. Sutopo, 2002: 54). Keduanya
merupakan suatu rekaman tertulis, namun bisa juga berupa gambar ataupun benda
peninggalan. Dokumen dan arsip yang digunakan harus dapat
dipertanggungjawabkan keasliannya. Dokumen yang digunakan dalam penelitian
ini berupa catatan mengenai pelaksanaan program KB dan buku-buku atau
literatur, tujuannya guna mengetahui data-data keikutsertaan penduduk desa yang
bersangkutan dalam program KB. Sedangkan arsip yang digunakan berupa
monografi desa tempat penelitian untuk mengkaji keadaan sosial dan geografis
Desa Sidoharjo. Dokumen dan arsip diperoleh dari Kantor Desa (Kelurahan)
ataupun dari Puskesmas Desa.

lxiii
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

D. Teknik Sampling ( Cuplikan)


Sampel yang diambil dimaksudkan untuk menggali serta menemukan
informasi yang penting bagi penelitian, sehingga sampel atau informan diambil
untuk mewakili informasinya bukan populasinya. Maka dari itu peneliti harus
memutuskan siapa dan berapa jumlah informan yang dibutuhkan. Sebagaimana
yang dikatakan oleh ahli, “ Teknik cuplikan merupakan suatu bentuk khusus atau
proses bagi pemusatan atau pemilihan dalam penelitian yang mengarah pada
seleksi”. (HB. Sutopo, 2002: 55). Keputusan pengambilan sampel didasarkan
pada teknik cuplikan yang digunakan, yang dipandang cukup sahih dan dapat
dijangkau berdasarkan kemampuannya. Kelengkapan dan kedalaman data tidak
selalu ditentukan oleh jumlah informan yang banyak, terkadang informan yang
sedikit sudah mampu menjelaskan informasi tertentu secara lengkap dan
mendalam.
Dalam penelitian ini penulis menggunakan teknik sampling yang bersifat
purposive sampling atau “memilih sampel dengan dasar tujuan” (Sukardi, 2005:
64). Untuk menentukan seseorang menjadi sampel atau tidak didasarkan pada
tujuan tertentu, misalnya dengan pertimbangan profesional yang dimiliki peneliti
dan kecenderungan bahwa informan yang dipilih dianggap mengetahui informasi
dan masalah secara mendalam, serta dapat dipercaya untuk menjadi sumber data
yang mantap dalam usaha memperoleh informasi yang relevan dengan tujuan
penelitian. Dalam pelaksanaan pengumpulan data, pemilihan informan dapat
berkembang sesuai dengan kebutuhan dan kemantapan peneliti dalam
memperoleh data. Sampel atau informan yang dijadikan sebagai sumber data
adalah beberapa penduduk Desa Sidoharjo, yaitu akseptor, PPKBD, bidan, kader
Posyandu, dan staf pemerintah desa.

E. Teknik Pengumpulan Data


Teknik pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini berupa:
1. Wawancara
Wawancara merupakan cara untuk mendapatkan data dari sumber data
yang berupa informan dengan melakukan percakapan-percakapan. Sebagaimana

lxiv
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

dikatakan ahli, “Wawancara adalah percakapan dengan maksud tertentu”. (Lexy J.


Moleong, 2006: 186). Percakapan dilakukan untuk memperoleh kelengkapan dan
kedalaman data yang dibutuhkan dalam penelitian, yang dilakukan oleh dua
orang, yaitu pewawancara dan terwawancara. Wawancara juga dilakukan dengan
cara langsung bertatap muka dengan informan dimana kegiatannya berupa tanya
jawab searah. “Dalam interviu diperlukan kemampuan mengajukan pertanyaan
yang dirumuskan secara tajam, halus dan tepat, dan kemampuan untuk
menangkap buah pikiran orang lain dengan cepat”. (S. Nasution, 2003: 114). Oleh
karena itu hendaknya pertanyaan yang diajukan adalah pertanyaan yang lugas dan
tidak berbelit-belit. Jika pertanyaan salah ditafsirkan, pewawancara harus bisa
merumuskan atau mengganti pertanyaan dengan kata-kata lain agar dapat
dipahami oleh informan. Melalui tanya jawab kita akan dapat memasuki alam
pikiran orang lain.
Secara umum teknik wawancara dibagi menjadi 2, yaitu, “wawancaea
terstruktur dan wawancara tidak terstruktur yang disebut wawancara mendalam
(in-depth interviewing)”. (HB. Sutopo, 2002: 58). Dalam wawancara terstruktur,
semua pertanyaan telah dirumuskan sebelumnya dengan cermat, bahkan
jawabannya pun terkadang juga telah ditentukan. Semua informan dipandang
mempunyai kesempatan sama untuk menjawab pertanyaan yang diajukan.
Wawancara terstruktur dapat dilakukan dalam waktu yang relatif cepat. Yang
kedua adalah wawancara tidak terstruktur, di sini sebelumnya tidak disiapkan
daftar pertanyaan. Pelaksanaan wawancara berlangsung mengalir seperti
percakapan sehari-hari. Informan dapat menjawab pertanyaan secara bebas
menurut isi hati dan pikirannya. Wawancara tak berstruktur umumnya dilakukan
secara berulang-ulang dalam waktu yang lebih lama dibanding wawancara
terstruktur.
Wawancara dalam penelitian ini menggunakan teknik wawancara tidak
terstruktur atau yang juga dikenal sebagai wawancara mendalam. Teknik
wawancara mendalam tidak dilakukan secara ketat dan formal, tapi lebih
menekankan pada suasana akrab. Kelonggaran dan kelenturan teknik ini akan
mampu membuat informan secara spontan mengeluarkan segala sesuatu yang

lxv
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

ingin dikemukakannya sehingga didapat kejujuran dari para informan. Oleh


karenanya, wawancara umumnya dilakukan secara berulang sesuai dengan
kemantapan dan kejelasan informasi.
Wawancara dilakukan kepada informan untuk mendapatkan data atau
informasi mengenai permasalahan penelitian persepsi tentang KB, hal yang
melatarbelakangi keikutsertaan ber-KB dan alat kontrasepsi yang digunakan.

2. Observasi
Observasi dilakukan untuk memperoleh informasi tentang perilaku
manusia dalam kehidupan nyata. Dengan observasi akan diperoleh gambaran yang
lebih jelas tentang kehidupan sosial, yang sukar diperoleh dengan metode lain.
Dalam melakukan observasi, diusahakan untuk mengamati keadaan sebagaimana
adanya tanpa usaha yang disengaja untuk mempengaruhi, mengatur atau
mamanipulasinya. Observasi dapat dilakukan secara langsung ataupun tidak.
“Dalam garis besarnya observasi dapat dilakukan (1) dengan partisipasi pengamat
jadi sebagai (sic) partisipan atau (2) tanpa partisipasi pengamat jadi sebagai (sic)
non-partisipan”. (Nasution, 2003: 107). Kedua macam observasi tersebut dapat
dijelaskan sebagai berikut:
a. Observasi dengan partisipasi ( berperan)
Pada observasi berperan, peneliti mendatangi atau berada di lokasi
yang dijadikan objek observasi dan menjadi bagian dari kelompok yang
ditelitinya. Observasi berperan dapat dibagi menjadi observasi berperan pasif,
berperan aktif, dan berperan penuh.
1) Observasi berperan pasif
Dalam observasi ini, peneliti hanya mendatangi lokasi penelitian
tapi sama sekali tidak berperan sebagai apapun selain sebagai pengamat
yang pasif. Observasi ini sering disebut observasi langsung, yang dapat
dilakukan secara formal ataupun nonformal.
2) Observasi berperan aktif
Berbeda dengan observasi berperan pasif, dalam observasi
berperan aktif, peneliti tidak bersikap pasif sebagai pengamat, namun

lxvi
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

memainkan berbagai peran yang dimungkinkan dalam situasi yang


berkaitan dengan penelitiannya. Peneliti tidak hanya dapat berdialog
dengan objek penelitiannya, tapi juga bisa mengarahkan peristiwa yang
sedang dipelajari demi kemantapan datanya. Observasi berperan aktif
cenderung dilakukan dalam penelitian pada lokasi yanga sing bagi peneliti.
Teknik observasi berperan aktif membuka kesempatan pada peneliti untuk
mengambil bagian secara nyata dalam kegiatan kelompok atau bahkan
mengikuti peristiwa yang tidak dapat dilakukan oleh teknik penelitian
lainnya.
3) Observasi berperan penuh
Di sini peniliti memang memiliki peran dalam lokasi
penelitiannya, sehingga benar-benar terlibat dalam suatu kegiatan yang
sedang ditelitinya. Peran peniliti tidak hanya bersifat sementara seperti
dalam observasi partisipasi aktif, bahkan peneliti dapat berbuat sesuatu
dan menyuarakan pendapatnya. Dengan demikian ia dapat memperoleh
informasi apa saja yang dibutuhkannya, termasuk yang dirahasiakan
sekalipun.
b. Observasi tanpa partisipasi (tak berperan)
Di dalam observasi tak berperan, kehadiran peneliti dalam melakukan
pengamatan atau observasi tidak diketahui oleh subjek yang diamati, sehingga
apapun yang dilakukan oleh peneliti sebagai pengamat, tidak akan
mempengaruhi hal yang terjadi pada subjek yang sedang diamati.

Penelitian ini menggunakan teknik observasi berperan pasif atau


observasi langsung dengan melakukan kunjungan ke tempat yang menjadi objek
penelitian di Desa Sidoharjo, Kecamatan Polanharjo, Kabupaten Klaten, yang
bertujuan untuk mengetahui berbagai kegiatan pokok sehari-hari dari para warga
di lingkungan rumah tangganya.

lxvii
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

3. Mengkaji Dokumen dan Arsip


Dokumen dapat berupa tulisan yang sederhana hingga yang lebih
lengkap, atau bahkan dapat berupa benda peninggalan masa lalu. “ Untuk studi
kasus, penggunaan dokumen yang paling penting adalah untuk mendukung dan
menambah bukti dari sumber-sumber lain”. (Robert K. Yin, 2006: 104). Di sini
peneliti tidak hanya mencatat isi penting dari dokumen atau arsip, tapi juga
menggali makna yang tersirat di dalamnya. Oleh karena itu, dalam menggunakan
arsip dan dokumen diperlukan sikap kritis dan teliti.
Dalam penelitian ini, teknik yang digunakan adalah mengkaji atau
menganalisis dokumen dan arsip mengenai program KB ataupun data monografi
Desa Sidoharjo, Kecamatan Polanharjo, Kabupaten Klaten, yang diperoleh dari
Kantor Desa (Kelurahan) ataupun dari Puskesmas Desa.

F. Validitas Data
Data yang telah berhasil dikumpulkan dan dicatat melalui penelitian,
maka data itu harus memiliki kemantapan atau kebenaran, hal tersebut dapat
diusahakan melalui proses uji kebenaran atau kesahihan. Setiap peneliti harus
mampu menentukan cara yang tepat untuk melakukan validitas data yang
diperolehnya. Salah satu cara yang dapat digunakan untuk melakukan validitas
data adalah teknik trianggulasi. “Triangulasi adalah teknik pemeriksaan keabsahan
data yang memanfaatkan sesuatu yang lain di luar data itu untuk keperluan
pengecekan atau sebagai pembanding terhadap data itu”. (Lexy J. Moleong, 2000:
178). Jadi untuk menarik kesimpulan yang mantap diperlukan tidak hanya satu
cara pandang saja. Teknik trianggulasi mempunyai empat bentuk, yaitu “(1)
trianggulasi data (data triangulation), (2) trianggulasi peneliti (investigator
triangulation), (3) trianggulasi metodologis (methodological triangulation), dan
(4) trianggulasi teoretis (theoretical triangulation)”. (Patton dalam HB. Sutopo,
2002: 78). Keempat teknik tersebut dapat dijelaskan sebagai berikut:
1. Trianggulasi Data, di mana pengumpulan data dilakukan dari beberapa sumber
data yang berbeda, sehingga kebenarannya akan lebih mantap, karena data

lxviii
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

yang diperoleh dari sumber yang satu akan dibandingkan dengan data sejenis
yang diperoleh dari sumber lain.
2. Trianggulasi Peneliti, adalah apabila penelitian atau pengumpulan data
dilakukan oleh beberapa peneliti. Pemanfaatan peneliti lain bertujuan untuk
keperluan pengecekan kembali derajat kepercayaan data. Dari pandangan atau
pebafsiran yang dilakukan oleh beberapa peneliti terhadap suatu data,
diharapkan dapat terjadi kesepakatan pendapat yang pada akhirnya akan lebih
memantapkan hasil penelitian.
3. Trianggulasi Metodologis, pada teknik ini dilakukan pengumpulan data yang
sejenis dengan menggunakan teknik atau metode pengumpulan data yang
berbeda.
4. Trianggulasi Teoretis, dilakukan dengan cara menggunakan perspektif lebih
dari satu teori dalam membahas permasalahan yang dikaji. Dari beberapa
perspektif teori yang berbeda akan diperoleh pandangan yang lebih kompleks
dan tidak sepihak.
Penelitian ini menggunakan trianggulasi data (sumber), yakni
pengumpulan data dari sumber data yang berbeda, kemudian membandingkan
data yang diperoleh satu dengan yang lainnya.

G. Analisis Data
Analisis data merupakan proses memilah dan mengorganisasikan data
yang telah terkumpul dari lapangan. Menurut Patton (dalam Lexy J. Moleong,
1990: 103), “analisis data adalah proses mengatur urutan data,
mengorganisasikannya ke dalam suatu pola, kategori, dan suatu uraian dasar”.
Pengorganisasian dan pengurutan data dilakukan dengan tujuan untuk
menemukan hipotesis kerja, serta mengambil kesimpulan.
Analisis data terdiri dari tiga alur kegiatan, yaitu: “reduksi data,
penyajian data, penarikan kesimpulan/ verifikasi”. (Miles dan Huberman, 1992:
16). Ketiga hal tersebut dapat dijelaskan sebagai berikut:

lxix
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

1. Reduksi Data
Reduksi data merupakan bagian awal dalam kegiatan analisis data
yang berupa proses seleksi, pemfokusan, penyederhanaan, abstraksi data kasar
dari fieldnote. Proses reduksi data berlangsung secara terus menerus sepanjang
penelitian hingga akhir penyusunan laporan penelitian.
2. Penyajian Data
Sajian data merupakan penyusunan sekumpulan informasi dalam
bentuk narasi yang memberi kemungkinan untuk dilakukakn penarikan
kesimpulan. Sajian data harus mengacu pada rumusan masalah yang telah
dibuat, sehingga data yang disajikan akan merepresentasikan jawaban dari
permasalahan yang ada. Namun demikian, sajian data dapat pula berbentuk
matriks, gambar/ skema ataupun tabel.
3. Penarikan Simpulan/ Verifikasi
Kesimpulan-kesimpulan akhir baru akan didapat setelah
pengumpulan data berakhir. Dalam melakukan penyimpulan, hendaknya
peneliti bersikap terbuka namun tetap skeptis, demi kemantapan kesimpulan.
Selain itu kesimpulan juga perlu diverifikasi agar dapat
dipertanggungjawabkan.

Untuk menganalisis data dalam penelitian ini digunakan model analisis


interaktif yang meliputi empat komponen, yaitu pengumpulan data, reduksi data,
sajian data, dan penarikan simpulan atau verivikasi. Keterkaitan tiga proses
analisis data dilakukan secara interaktif dengan proses pengumpulan data,
sehingga kegiatan yang dilakukan adalah secara terus-menerus atau kontinyu.
Model interaktif dalam analisis data dapat digambarkan sebagai berikut

lxx
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

Pengumpulan
data
Sajian Data

Reduksi data

Penarikan
Simpulan

Gambar 2. Model Interaktif Analisis data

Keterangan:
Peneliti melakukan pengumpulan data-data yang dianggap relevan
dengan permasalahan penelitian, selanjutnya langkah yang harus dilakukan adalah
mereduksi data dengan cara penyeleksian, pemfokusan, dan abstraksi data dari
fieldnote (catatan lapangan), di mana proses ini akan berlangsung secara terus-
menerus sampai akhir penulisan laporan. Setelah data direduksi, peneliti
menyajikan data yang disusun secara logis dan sistematis agar mudah dipahami.
Kemudian data-data yang terkumpul harus melewati tahap penarikan kesimpulan
berdasarkan pada reduksi dan sajian data yang telah dilakukan. Dalam melakukan
penarikan kesimpilan, peneliti harus bersikap terbuka namun tetap skeptis.
Apabila simpulan dirasa kurang mantap, maka peneliti wajib kembali melakukan
kegiatan pengumpulan data untuk mendukung simpulan yang ada, dan bagi
pendalaman data.

H. Prosedur Penelitian
Kegiatan dalam penelitian ini dari awal kegiatan persiapan hingga tahap
penyusunan laporan adalah sebagai berikut:
1. Persiapan
a. Mengajukan judul penelitian kepada pembimbing.

lxxi
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

b. Mengumpulkan bahan/sumber materi atau referensi yang dibutuhkan


dalam penelitian.
c. Menyusunan proposal penelitian.
d. Menyiapkan instrumen penelitian dan alat observasi.
2. Pengumpulan Data
a. Pengumpulan data yang dilakukan dengan metode observasi langsung,
analisis dokumen, dan wawancara mendalam.
b. Melakukan review dan pembahasan beragam data yang telah terkumpul
dengan melaksanakan refleksinya.
c. Membuat field note.
d. Mengatur data dengan memperhatikan semua variabel yang tergambar
dalam kerangka pikir.
3. Analisis Data
a. Menentukan teknik analisis data yang tepat sesuai proposal penelitian.
b. Melakukan analisis awal.
c. Mengembangkan sajian data dengan analisis lanjut kemudian dire-check
dengan temuan di lapangan.
d. Melakukan verifikasi, pengayaan dan pendalaman data
e. Merumuskan simpulan akhir sebagai temuan penelitian.
4. Penyusunan Laporan Penelitian
a. Penyusunan laporan awal.
b. Review laporan yaitu mendiskusikan laporan yang telah disusun dengan
orang yang cukup memahami penelitian.
c. Melakukan perbaikan laporan.
d. Penyusunan laporan akhir.

lxxii
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

BAB IV
SAJIAN DATA DAN ANALISIS DATA PENELITIAN

A. Deskripsi Lokasi Penelitian


1. Gambaran Umum Desa Sidoharjo

a. Keadaan Geografis
Desa Sidoharjo merupakan salah satu dari 401 desa yang ada di
Kabupaten Klaten, masuk ke dalam wilayah Kecamatan Polanharjo. Luas
Desa Sidoharjo adalah sebesar 177,5955 Ha, yang secara geografis terletak
pada 6º 51’46”- 7º 11’47” LS dan 109º 40’19”- 110º 03’06” BT. Desa
Sidoharjo berbatasan dengan Kabupaten Boyolali di sebelah utara, sebelah
timur berbatasan dengan Desa Tegalgondo, Kecamatan Wonosari, sebelah
selatan berbatasan dengan Desa Sidomulyo, Kecamatan Delanggu, dan di
sebelah barat berbatasan dengan Desa Sidowayah, Kecamatan Polanharjo.
Curah hujan Desa Sidoharjo berkisar pada 144,67 mm per tahun, dengan suhu
rata-rata harian 35º C. Desa Sidoharjo merupakan tanah dataran dengan
ketinggian 155 m di atas permukaan laut. Posisi desa membujur dari barat ke
timur, dan merupakan tanah persawahan yang subur dengan pengairan yang
cukup. Desa Sidoharjo terbagi menjadi 10 Dukuh, 11 RW, dan 28 RT.
Kesepuluh Dukuh tersebut yakni, Dukuh Ploso, Sidoharjo, Kahuman, Krajan,
Demangan, Lor Pasar, Kliwonan, Tlobong, Sumberjo, dan Purwogondo.
Sepuluh Dukuh tersebut dipimpin oleh tiga Kadus atau Bayan yang meliputi
Kebayanan 1, meliputi Dukuh Purwogondo, dan Tlobong, Kebayanan 2
meliputi Dukuh Krajan, Demangan, Lor Pasar, Kliwonan, dan Sumberjo,
sedangkan Kebayanan 3, meliputi Dukuh Sidoharjo I dan II, Ploso, dan
Kahuman. Desa Sidoharjo dihuni sebanyak 911 kepala keluarga.

lxxiii
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

b. Keadaan Penduduk
1) Jumlah Penduduk Menurut Umur
Jumlah penduduk yang tinggal di Desa Sidoharjo hingga
pertengahan tahun 2009 tercatat sebanyak 3376 orang, dengan jumlah
penduduk laki-laki sebanyak 1634 orang (48,4%), dan perempuan
sebanyak 1742 orang (51,6%). Menurut umurnya, jumlah penduduk
Sidoharjo dapat dikelompokkan sebagai berikut, umur 0-5 tahun sebanyak
245 orang (7,52%), 6-10 tahun sebanyak 224 orang (6,64%), umur 11-15
tahun sebanyak 255 orang (7,55%), umur 16-20 tahun sebanyak 263 orang
(7,20%), umur 21-25 tahun sebanyak 264 orang (7,82%), umur 26-30
tahun sebanyak 244 orang (7,23%), umur 31-35 tahun sebanyak 258 orang
(7,64%), umur 36-40 tahun sebanyak 221 orang (6,55%), umur 41-45
tahun sebanyak 245 orang (7,52%), umur 46-50 tahun sebanyak 239 orang
(7,08%), umur 51-55 tahun sebanyak 250 orang (7,41%), umur 56-58
tahun sebanyak 152 orang (4,50%), sedangkan umur lebih dari 59 tahun
sebanyak 444 orang (13,15%).
Jumlah penduduk terbanyak adalah kelompok umur lebih dari 59
tahun yaitu sebanyak 444 orang, peringkat kedua kelompok umur 21-25
tahun sebanyak 264 orang, peringkat ketiga adalah kelompok umur 31-35
tahun sebanyak 258 orang, peringkat keempat kelompok umur 11-15 tahun
sebanyak 255 orang, peringkat kelima kelompok umur 51-55 tahun
sebanyak 250 orang, peringkat keenam kelompok umur 0-5 tahun dan
umur 41-45 tahun yang masing-masing sebanyak 245 orang, peringkat
ketujuh kelompok umur 26-30 tahun sebanyak 244 orang, peringkat
kedelapan kelompok umur 16-20 tahun sebanyak 243 orang, peringkat
kesembilan kelompok umur 46-50 tahun sebanyak 239 orang, peringkat
kesepuluh adalah kelompok umur 6-10 tahun sebanyak 224 orang,
peringkat kesebelas adalah kelompok umur 36-40 tahun sebanyak 221
orang, dan terakhir kelompok umur 56-58 tahun sebanyak 152 orang.
Jadi disimpulkan bahwa Desa Sidoharjo memiliki penduduk usia
produktif tinggi dilihat dari jumlah penduduk umur 16-55 tahun berjumlah

lxxiv
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

1964 orang (58,18 %), sehingga dibutuhkan lapangan kerja banyak agar
dapat menampung angkatan kerja yang ada, dengan begitu diharapkan
akan dapat meningkatkan taraf perekonomian masyarakat dan memberikan
pengaruh positif terhadap kemajuan Desa Sidoharjo.
2) Jumlah Penduduk Menurut Mata Pencaharian
Menurut mata pencahariannya, jumlah penduduk Desa Sidoharjo
sebanyak 1346 orang, dikelompokkan sebagai berikut: penduduk sebagai
petani sebanyak 325 orang (24,15%), buruh tani sebanyak 365 orang
(27,18%), buruh atau swasta sebanyak 349 orang (25,93%), pegawai
negeri sebanyak 127 orang (9,44%), pengrajin sebanyak 10 orang (0,74%),
pedagang sebanyak 6 orang (0,45 %), peternak sebanyak 121 orang
(8,99%), montir sebanyak 6 orang (0,45%), dokter sebanyak 2 orang
(0,15%), TNI/ POLRI sebanyak 8 orang (0,6%), pensiunan sebanyak 24
orang (1,78%), dan bidan sebanyak 3 orang (0,22 %).
Jadi disimpulkan bahwa masyarakat Desa Sidoharjo merupakan
masyarakat pedesaan yang penduduknya mayoritas bekerja pada sektor
pertanian sebanyak 690 orang (51,33%), terdiri dari petani pemilik atau
pun buruh tani, dimana sikap hidupnya tergantung pada alam.
3) Jumlah Penduduk Menurut Tingkat Pendidikan
Menurut pendidikannya, masyarakat Desa Sidoharjo berjumlah
3231 orang, dikelompokkan sebagai berikut: penduduk belum sekolah
sebanyak 305 orang (9,44 %), usia 7- 45 tahun tidak pernah sekolah
sebanyak 2 orang (0,06%), tidak tamat SD sebanyak 4 orang (0,12%),
tamat SD atau sederajat sebanyak 915 orang (28,32%), masih SLTP/
sederajat sebanyak 757 orang (23,43%), masih SLTA/ sederajat sebanyak
759 orang (23,49%), tamat Diploma I sebanyak 1 orang (0,03%), tamat
Diploma II sebanyak 64 orang (1,98%), tamat S1 sebanyak 107 orang
(3,31 %), dan tamat S2 sebanyak 3 orang (0,09%).
Jadi disimpulkan bahwa lebih dari separuh penduduk Desa
Sidoharjo berpendidikan dasar, yaitu sebanyak 1672 orang (51,75%).
Berpendidikan menengah sebanyak 759 orang (23,49%). Sedangkan yang

lxxv
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

berpendidikan tinggi hanya sebagian kecil dari jumlah penduduk, yaitu


sebanyak 175 orang (5,42%).
4) Jumlah Penduduk Menurut Agama
Menurut agama yang dianut oleh masyarakat Desa Sidoharjo,
dikelompokkan sebagai berikut: penduduk beragama Islam sebanyak 3361
orang (99,55%), Katholik sebanyak 15 orang (0,45%), sedangkan
penduduk beragama Kristen, Hidhu, Budha, dan Konghuchu tidak ada.
Jadi disimpulkan bahwa hampir semua (99,55%) penduduk Desa
Sidoharjo beragama Islam. Hal tersebut didukung dengan adanya tempat
ibadah sebanyak 5 masjid dan 10 mushola. Hanya ada 0,45% penduduk
beragama Katholik.

a. Sarana dan Prasarana


Sarana dan prasarana yang ada, dapat menunjukkan tingkat
kemajuan desa. Sarana dan prasarana yang terdapat di Desa Sidoharjo dapat
dilihat sebagai berikut:
1) Prasarana Transportasi Darat
Satu-satunya prasarana transportasi yang ada di Desa Sidoharjo
adalah prasarana transportasi darat. Prasarana transportasi darat yang
terdapat di Desa Sidoharjo cukup baik, karena sebagian besar jalan telah
berupa aspal dan beton sehingga mampu melancarkan mobilitas penduduk.
Prasarana transportasi darat terbagi menjadi:
b) Jalan desa: jalan beton sepanjang 6 km, jalan aspal sepanjang 4,5 km,
jalan rusak sepanjang 0,5 km, dan jalan tanah 2 km.
c) Jalan antardesa/ kecamatan: jalan beton sepanjang 1 km dan jalan
tanah 1 km.
d) Jembatan desa: beton sepanjang 1 km.
e) Jembatan antardesa/ kecamatan: jalan beton sepanjang 1 km.
2) Sarana Transportasi Darat
Secara umum, sarana transportasi darat yang terdapat di Desa
Sidoharjo cukup banyak dan bervariasi jenisnya sehingga dapat

lxxvi
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

memperlancar mobilitas penduduk dalam melakukan aktivitas, yaitu truk


sebanyak 1 buah, delman 1 buah, becak 3 buah, mobil 41 buah, motor 603
buah, dan sepeda sebanyak 414 buah.
3) Prasarana Komunikasi
Prasarana komunikasi yang ada di Desa Sidoharjo sangat
memadai dan cukup membantu penduduk untuk melakukan komunikasi
dan mendapatkan informasi secara luas, yakni radio sebanyak 489 buah,
televisi sebanyak 775 buah, parabola sebanyak 1 buah, dan wartel 1 buah.
4) Prasarana Air Bersih
Prasarana air bersih di Desa Sidoharjo cukup memadai hal itu
dapat dilihat dengan adanya sumber mata air dari sumur gali sebanyak 708
buah yang dapat mencukupi kebutuhan air sebanyak 911 kepala keluarga
yang ada di Desa Sidoharjo, serta prasarana MCK sebanyak 8 buah.
5) Prasarana Irigasi
Prasarana irigasi di Desa Sidoharjo sepanjang 22.700 m yang
digunakan untuk mengairi lahan sawah seluas 132,1101 Ha, terbagi dalam
tiga macam saluran, yakni berupa saluran primer, saluran primer
merupakan saluran air yang berasal langsung dari sumber mata air Janti
sepanjang 200 m, saluran sekunder yaitu percabangan dari saluran primer
berupa sungai buatan selebar 1 m dan sepanjang 7.500 m, yang ketiga
adalah saluran tersier, yaitu saluran air yang langsung mengalirkan air dari
saluran sekunder menuju sawah-sawah sepanjang 15.000 m. Sedangkan
jumlah pintu pembagi air sebanyak 2 unit, namun keduanya dalam
keadaan rusak.
6) Prasarana Pemerintahan
Prasarana pemerintahan di Desa Sidoharjo adalah Balai Desa 1
buah, mesin ketik sebanyak 2 buah, komputer sebanyak 1 buah, meja
sebanyak 25 buah, kursi sebanyak 97 buah, almari arsip sebanyak 7 buah,
balai dusun sebanyak 2 buah, kantor BPD, dan kendaraan dinas. Secara
umum, prasarana pemerintahan di Desa Sidoharjo sudah baik, namun

lxxvii
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

jumlah komputer yang ada perlu ditambah untuk memperlancar kinerja


staf pemerintah desa.
7) Prasarana Peribadatan
Prasarana peribadatan yang ada di Desa Sidoharjo hanya
menyediakan fasilitas peribadatan bagi pemeluk agama Islam berupa
masjid sebanyak 5 buah dan mushola sebanyak 10 buah, sedangkan tempat
ibadah agama lain tidak terdapat.
8) Prasarana Olahraga
Prasarana olahraga yang ada di Desa Sidoharjo jumlahnya kurang
memadai dan sangat minim, serta tidak dapat menampung berbagai
aktivitas olahraga penduduk desa. Prasarana olahraga di Desa Sidoharjo
yaitu lapangan sepakbola sebanyak 1 buah, lapangan bulutangkis sebanyak
1 buah, lapangan voli sebanyak 2 buah, dan meja tenis sebanyak 1 buah.
Jumlah ini terbilang sedikit bila dibandingkan dengan banyaknya jumlah
penduduk Sidoharjo, sehingga hendaknya prasarana olahraga yang ada
perlu ditambah jumlahnya.
9) Prasarana Kesehatan
Prasarana kesehatan yang ada di Desa Sidoharjo adalah
Puskesmas Pembantu 1 buah, Posyandu sebanyak 7 pos, dan tempat
penyimpanan obat sebanyak 1 buah. Keberadaan Puskesmas Pembantu
yang hanya satu dan kecil dirasa kurang dapat memenuhi kebutuhan
penduduk akan prasarana kesehatan.
10) Sarana Kesehatan
Sarana kesehatan di Desa Sidoharjo yaitu paramedis dengan
jumlah bidan 3 orang, 1 orang mantri, dan 1 dokter. Jumlah tersebut sangat
minim dan kurang dapat melayani masyarakat yang membutuhkan jasa
paramedis. Sehingga perlu ditambah jumlah paramedis yang berdomisili di
Sidoharjo.
11) Prasarana Pendidikan
Desa Sidoharjo memiliki prasarana pendidikan berupa 3 buah
SD/ sederajat, 2 buah TK, 7 buah TPA, 3 perpustakaan, dan 1 PAUD.

lxxviii
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

Sedangkan SLTP dan SLTA tidak terdapat sehingga penduduk yang


bersekolah SLTP/ SLTA harus pergi ke desa lain atau bahkan kabupaten
lain yang jaraknya cukup jauh, yaitu sekitar 2 km.
12) Prasarana Penerangan
Prasarana penerangan yang ada di Desa Sidoharjo sangat
memadai karena seluruh rumah penduduk dan jalan-jalan terdapat
penerangan berupa lampu instalasi listrik PLN sebanyak 911 buah,
sehingga hal tersebut memudahkan aktivitas masyarakat baik pada siang
ataupun malam hari.

2. Sejarah Desa
Desa Sidoharjo terbentuk pada tahun 1918, merupakan gabungan dari
dua desa, yaitu Desa Wongko Etan dan Desa Wongko Kulon. Desa Wongko
Kulon terdiri dari Dukuh Sidoharjo dan Ploso, sedangkan Desa Wongko Etan
terdiri dari Dukuh Kahuman, Krajan, Demangan, Lor Pasar, Kliwonan, Tlobong,
Sumberjo, dan Purwogondo.
Pada tahun 1930 muncul sebuah sumur tiban di Dukuh Ploso, kebetulan
pada saat itu Pakubuwono X dari Kasunanan Surakarta sedang tedak/ datang ke
Pesanggrahan Tegalgondo, kemudian meninjau lokasi sumur tiban. Di Ploso,
Pakubuwono X disuguhi hidangan ingkung ayam yang sebelum dimasak terlebih
dahulu dicuci di sumur tiban, dan ternyata rasanya enak. Mulai sejak saat itu,
setiap Pakubuwono X tedak ke Pesanggrahan Tegalgondo selalu memesan
ingkung ayam dari Dukuh Ploso. Sampai sekarang Desa Sidoharjo terkenal
dengan masakan opor bebek.
Di samping itu, di Dukuh Kahuman terdapat sebuah masjid yang
didirikan semasa kekuasaan Pakubuwono X. Di belakang masjid tersebut terdapat
makam, di situlah dimakamkan Tejo Wati, salah seorang kerabat Kasunanan
Surakarta. Namun semasa kekuasaan Hamengkubuwono VII, makam Tejo Wati
dipindahkan ke Imogiri Yogyakarta.
Sejak tahun 1918 Desa Sidoharjo telah dipimpin oleh 9 kepala desa,
yaitu:

lxxix
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

a. Tahun 1918- 1929 dipimpin oleh H. Yasin dan Mangun Sudarmo


b. Tahun 1930-1946 dipimpin oleh Pito Rejo
c. Tahun 1957-1968 dipimpin oleh Joyo Wirono
d. Tahun 1969- 1978 dipimpin oleh Hadi Sayoto
e. Tahun 1980-1989 dipimpin oleh Samiyono
f. Tahun 1990-1998 dipimpin oleh Ismudiyono
g. Tahun 1999-2006 dipimpin oleh Agung Subolo
h. Tahun 2007- sekarang dipimpin oleh Hermawan Sri Widodo

B. Deskripsi Permasalahan Penelitian


Dalam penelitian ini, deksripsi permasalahan penelitian dimaksudkan
untuk menyajikan data yang ditemukan sesuai dengan pokok permasalahan yang
dikaji, yaitu persepsi masyarakat mengenai program KB, yang melatarbelakangi
masyarakat mengikuti program KB, dan jenis-jenis alat kontrasepsi yang
digunakan oleh masyarakat.

1. Persepsi Masyarakat Mengenai Program KB


Masyarakat tercipta karena adanya hubungan atau pertalian di antara
individu-individu yang ada di dalamnya, pertalian tersebut membuat individu
saling mempunyai rasa kebersamaan dan keterikatan satu sama lain, masyarakat
mempunyai ciri-ciri yang membedakan dengan kumpulan manusia lainnya. Ciri-
ciri tersebut yaitu, merupakan kumpulan dari manusia yang hidup bersama,
bercampur untuk waktu yang cukup lama, sadar bahwa mereka adalah suatu
kesatuan dan suatu sistem hidup bersama. Maka dalam kehidupan masyarakat
dibutuhkan suatu aturan dan nilai untuk mengatur kehidupan agar tercipta hidup
yang serasi dan selaras. Masyarakat yang mendiami Desa Sidoharjo, Kecamatan
Polanharjo, Kabupaten Klaten merupakan masyarakat pada umumnya, maksudnya
mereka merupakan masyarakat yang relatif mandiri, hidup bersama-sama dalam
waktu lama, mendiami wilayah tertentu.
Kehidupan individu dalam masyarakat mutlak bersifat sosial, artinya di
antara individu terdapat suatu perasaan saling ketergantungan satu sama lain agar

lxxx
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

mampu memenuhi kebutuhan mereka sebagai makhluk sosial maupun makhluk


individu. Secara sadar atau tidak, individu dalam masyarakat akan memiliki
kecenderungan untuk mempertahankan kelangsungan hidup sebagai suatu
masyarakat, oleh karenanya individu-individu tersebut akan selalu mengadakan
hubungan dan interaksi dengan sesama, sehingga lahir individu baru sebagai
generasi penerus dalam masyarakat. Lahirnya generasi baru sangat diperlukan,
namun demikian, jumlah kelahiran yang ada harus dapat dikendalikan dengan
cara-cara menurut batas kewajaran tanpa berlebihan, agar tidak terjadi over
populasi yang justru akan membuat kehidupan manusia menjadi penuh dengan
permasalahan sosial. Cara tersebut adalah dengan melakukan Keluarga Berencana
(KB). Oleh karenanya, penyuluhan dan pemberian informasi-informasi mengenai
KB perlu dilakukan secara luas kepada masyarakat untuk meningkatkan
pengetahuan dan partsipasi masyarakat dalam ber-KB. Banyak sedikitnya
informasi yang ditangkap dan dimiliki oleh seseorang akan sangat mempengaruhi
persepsi, dalam hal ini adalah persepsi mengenai KB. Begitu pula dengan
masyarakat Desa Sidoharjo yang melaksanakan KB. Secara umum, pengetahuan
masyarakat Sidoharjo mengenai KB kurang. Ada tiga persepsi masyarakat
mengenai program KB, yakni, yang pertama adalah KB merupakan kewajiban
perempuan, yang kedua KB hanya dapat dilakukan dengan menggunakan alat
kontrasepsi, dan yang ketiga adalah beberapa metode kontrasepsi menakutkan
bagi akseptor.

a. KB Merupakan Kewajiban Perempuan


Persepsi pertama masyarakat Desa Sidoharjo, Kecamatan Polanharjo,
Kabupaten Klaten mengenai program Keluarga Berencana adalah KB
merupakan kewajiban perempuan. Sebagaimana pernyataan yang diungkapkan
oleh salah sata warga,
”ahh nggak, mesakke wong lenang nyambut gawe tanggung jawab kok,
kuwi wis kewajibane wong wedhok”. (ah tidak, kasihan laki-laki
bekerja tanggung jawab kok, itu sudah kuwajiban perempuan).
(W/ES/11&12/6/2010).

lxxxi
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

KB memang harus dilakukan oleh perempuan, bukan laki-laki. Perempuan


lebih memilih dirinya saja yang menjadi akseptor, bukan suaminya. Bu ES
merasa kasihan jika suaminya yang menjadi akseptor karena telah bekerja
bertanggung jawab untuk menghidupi keluarga. Seperti yang dikatakan oleh
salah satu informan,
”lha yo selama kulone tesih saged nggih kulo”.(lha ya selama saya
masih bisa, ya saya). (W/YN/4/7/2010).
Informan lain juga menuturkan hal serupa,
”yo kan wong wedhok jik isoh KB ra popo, nek sing wedhok ra etuk
KB otomatis sing kakung”. (ya selama perempuan masih bisa KB tidak
apa-apa, kalau perempuan tidak boleh KB otomatis yang laki-laki).
(W/PN/3/7/2010).
Pilihan yang pertama dalam menentukan siapa yang menjadi akseptor KB
adalah perempuan selama kondisinya masih memungkinkan, jika tidak, maka
pria yang menjadi alternatif kedua untuk menjadi akseptor KB. Hal tersebut
didasari oleh keyakinan akan berkurangnya tenaga atau kekuatan fisik laki-
laki jika menjadi akseptor KB. Sebagaimana yang dikatakan oleh informan,
”nggih mesakke, ngoten niku kan ten daya fisikke anu kan nggih bedho,
mbak, tenogone berkurang, misal’e angkat berat kerjo nggon bangunan
ngonten mboten saged, mbak, dadine kekuatane kurang ngoten lhe”.
(ya kasihan, seperti itu kan daya fisiknya juga berbeda, mbak,
tenaganya berkurang, misalnya angkat berat kerja di bangunan seperti
itu tidak bisa, mbak, jadinya kekuatannya kurang). (W/YN/4/7/2010).
Informan lain juga berpendapat serupa,
”kan engko tenogone yo bedho yen sing lanang KB, tenogone
sudho”.(kan nanti tenaganya juga berbeda kalau laki-laki yang KB,
tenaganya berkurang). (W/PN/3/7/2010).
Laki-laki yang menjadi akseptor KB akan mengalami penurunan tenaga atau
kekuatan fisik , sehingga akan berpengaruh langsung terhadap kinerja mereka
sebagai kepala keluarga yang bekerja mencari uang untuk menafkahi keluarga.

lxxxii
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

Sementara itu bu ES mempunyai anggapan lain yang sedikit berbeda dengan


pendapat bu YN dan bu PN,
”KB kuwajibane wong wedhok, wong lenang mesakke ra tego aku,
mbak, koyo tabu ngono, nek steril jare yo ra isoh nggo nyambut gawe
abot-abot kok, mbak”. (KB kewajibannya seorang perempuan, laki-
laki kasihan tidak tega saya, mbak, seperti tabu, kalau steril katanya
juga tidak bisa untuk bekerja berat-berat, mbak). (W/ES/27/6/2010).
Laki-laki yang ber-KB atau menjadi akseptor merupakan suatu hal yang tabu
bagi bu ES, ia tidak tega jika suaminya menjadi akseptor KB, dan tidak
sepantasnya seorang istri membiarkan atau menyuruh suaminya menjadi
akseptor, selain katanya pria yang melakukan tindakan vasektomi tidak akan
bisa beraktivitas terlalu berat. Ditambah lagi dengan sikap para suami yang
tidak memberi perhatian pada istrinya mengenai metode KB yang dipilih.
Sebagaimana diungkapkan oleh bu YN,
”milih alat kontrasepsi kiyambak, mboten taren pak’e, lha wong
ditareni nggih ming mendhel mawon kok, terserah kulo”. (milih alat
kontrasepsi saya sendiri, tidak minta pertimbangan bapak, lha dimintai
pertimbangan juga hanya diam saja , terserah saya). (W/YN/4/7/2010).
Hal tersebut juga dikuatkan oleh pernyataan bu ES,
”rak, pakne ra ngurusi, ning nek dijaluki dit nggo KB yo dike’i”.
(tidak, bapak tidak ikut campur, tapi kalau dimintai uang untuk KB ya
dikasih). (W/ES/27/6/2010).
Para lelaki tidak mau tahu dengan segala urusan KB yang dianggap sebagai
suatu kewajiban bagi perempuan. Oleh karena itu para suami pun tak perduli
dengan cara KB yang dipilih istrinya. Peran pria hanya sebatas memberi uang
kepada istrinya untuk melakukan atau mendapatkan layanan kontrasepsi tanpa
tahu alat kontrasepsi apa yang digunakan dan dimana layanan KB tersebut
diperoleh.

Dari uraian di atas, disimpulkan bahwa beberapa akseptor KB di


Desa Sidoharjo menganggap bahwa KB merupakan suatu kewajiban bagi

lxxxiii
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

seorang perempuan dan tabu untuk dilakukan oleh laki-laki. Selama kondisi
sang istri masih memungkinkan, maka sang istrilah yang wajib menjadi
akseptor, selain itu juga adanya kepercayaan bahwa laki-laki akseptor KB
akan mengalami penurunan kekuatan dan daya fisik mereka yang ditakutkan
akan berpengaruh terhadap kinerja laki-laki yang bekerja untuk menghidupi
keluarga, terlebih para suami tidak memberikan perhatian terhadap istri
mereka mengenai pemilihan alat kontrasepsi.

b. KB Hanya Dapat Dilakukan Dengan Menggunakan Alat Kontrasepsi


Pada dasarnya, KB merupakan upaya yang dilakukan untuk
mencegah kehamilan dan menjaga jarak kelahiran. Salah satu cara KB adalah
dengan menggunakan alat kontrasepsi. Seperti yang dikemukakan salah satu
informan,
”Kontrasepsi itu kan alatnya, yang dipakai untuk menjarangkan atau
mengatur jarak kehamilan”. (W/KT/19/6/2010).
Kontrasepsi adalah alat yang dipakai untuk membantu mencegah terjadinya
kehamilan yang tidak diinginkan dan mengatur jarak kelahiran pertama
dengan kelahiran berikutnya. Dari berbagai alat kontrasepsi yang ada, akseptor
hanya perlu memakai salah satu menurut kecocokan, dan dipakai sebagai
pencegah kehamilan dalam rangka melaksanakan program KB. Sebagaimana
yang dikatakan oleh bu WS,
”sing jenenge KB kan yo harus pake salah satune kuwi to, opo pil, opo
susuk, kondom, pilih yang cocok, berarti kalau nggak pake jenenge
ora KB”. (namanya KB kan harus pakai salah satunya itu, pil, atau
susuk, kondom, pilih yang cocok, berarti kalau tidak pakai namanya
tidak KB). (W/WS/29/6/2010).
KB berarti harus memakai salah satu alat kontrasepsi yang tersedia dan cocok
bagi diri akseptor. Ia berkeyakinan jika tidak memakai alat kontrasepsi berarti
tidak ber-KB.
Informan lain juga mengatakan hal serupa,

lxxxiv
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

”nek KB berarti nganggo alat’e, lha suntik opo pil, opo susuk, garek
cong’e, kemantebane”. (kalau KB berarti pakai alatnya, suntik atau pil,
susuk, tergantung kecocokan dan kemantapannya). (W/PN/3/7/2010).
Upaya pencegahan kehamilan, pembatasan kelahiran, dan pengaturan jarak
kelahiran dalam ber-KB hanya akan dapat dilakukan melalui penggunaan alat
kontrasepsi yang dipilih sesuai kesenangan dan kecocokan diri akseptor
terhadap alat kontrasepsi.
Jadi disimpulkan bahwa persepsi masyarakat mengenai program KB
adalah bahwa KB hanya dapat dilakukan dengan menggunakan salah satu alat
kontrasepsi dari berbagai macam alat kontrasepsi yang tersedia di pasaran.
Tanpa menggunakan alat kontrasepsi berarti tidak melakukan KB.

c. Beberapa Metode Kontrasepsi Menakutkan Bagi Akseptor


Sebagai upaya pendukung program KB, berbagai macam alat
kontrasepsi diciptakan dan disediakan bagi para calon akseptor yang ingin
mencegah kehamilan. Namun, beberapa alat atau metode kontrasepsi yang ada
ternyata menakutkan bagi calon akseptor, seperti yang dikatakan oleh ibu ST
yang takut terhadap metode IUD,
”yo kan, mosok alat dilebokke neng rahim, yo piye ngono, gek ngko yen
terjadi opo-opo neng njero piye, kan medheni”. (ya masa’ alat
dimasukkan ke rahim, ya bagaimana seperti itu, apa lagi nanti kalau
terjadi apa-apa di dalam, kan menakutkan). (W/ST/6/7/2010).
Ketakutan dialami terhadap suatu benda asing yang dimasukkan ke dalam
tubuh dan ditinggalkan di sana dalam jangka waktu tertentu. Sedangkan
akseptor tidak dapat berbuat banyak jika terjadi sesuatu dengan alat
kontrasepsi yang ditanam dalam tubuh akseptor. Pemasangan atau pelepasan
alat kontrasepsi yang dimasukkan dalam tubuh akseptor, hanya dapat
dilakukan oleh tenaga medis yang telah terlatih. Hal senada pun diungkapkan
oleh bu EK,
”susuk karo pasang ra wani, steril wedhi aku jare loro kok, kan
dioprasi ngono kae to, gek dibius barang, kene ra ngerti opo-opo, yo

lxxxv
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

pokoke wedhi”. (implan dan IUD tidak berani, steril takut saya katanya
sakit, kan dioperasi seperti itu, apalagi dibius, saya tidak tahu apa-apa,
ya pokoknya takut). (W/EK/28/6/2010).
Ketakutan terhadap metode steril juga diungkapkan oleh bu PN,
”ndkehmben bar Danu let sedhilit ndaftar steril, ndang wis cerak ra
sidho, ra wani”. (dulu setelah Danu [anak ketiga] lahir mendaftar
steril, kemudian setelah dekat tidak jadi, takut). (W/PN/3/7/2010).
Metode implan, IUD dan tubektomi membuat akseptor takut. Ketakutan
tersebut cukup beralasan karena cara kontrasepsi implan dan tubektomi
memerlukan tindakan pembedahan minor dan pembiusan pada diri calon
akseptor oleh tenaga medis. Selain takut pada proses pemasangan alat
kontrasepsi, ketakutan terhadap alat kontrasepsi juga terjadi pasca
penginsersian, seperti yang diungkapkan bu ES,
”nek susuk kan nggo angkat junjung resiko, jarume kan mlaku ngetutke
dalan darah”. (kalau susuk kan untuk angkat berat resiko, jarumnya
kan berjalan mengikuti aliran darah). (W/ES/11/6/2010).
Jarum implan yang diinsersikan ke dalam lengan kiri bagian dalam, yang akan
beresiko jika tangan tersebut dipakai untuk mengangkat benda yang berat,
selain itu jarum implan juga ditakutkan akan terlepas dari lengan dan bergerak
mengikuti aliran darah, yang dianggap akan membahayakan tubuh akseptor.
Sedangkan aktivitas keseharian akseptor untuk mengangkat benda berat tidak
dapat dihindari, karena hal tersebut telah menjadi rutinitas sebagai bagian
tugas kerumahtanggaan. Bu ES setiap hari harus menggendong ibunya untuk
dimandikan karena ia menderita stroke dan susah untuk berjalan kaki sendiri.
Hal serupa juga diungkapkan oleh bu KT selaku bidan,
”kalau susuk dipasang di lengan kiri, lengan kanan kan sering dipakai,
kalau lengan kiri jarang dipakai, ya awal ya sebaiknya jangan terlalu
ini, kalau biasanya seminggu pemasangan itu memang nggak boleh
untuk angkat-angkat dulu biar ditempatnya itu dulu tertutup jaringan,
tapi sesudah itu biasa. Jarum kadang-kadang bisa lepas kalau ibunya
luka ditempatnya bisa keluar sedikit, tapi itu jarang, kadang-kadang

lxxxvi
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

mungkin karena kurang kebersihan atau apa gatal-gatal dikit terus


dipegang-pegang terus”. (W/KT/29/6/2010).
Resiko yang terjadi pada tindakan metode implan hanya terjadi dalam
beberapa kondisi, yaitu jika dalam waktu seminggu pemasangan tangan
digunakan untuk mengangkat benda berat, tempat penginsersian jarum luka
atau terjadi infeksi karena kurang kebersihan. Jadi jarum implan yang
diinsersikan ke dalam lengan tidak akan beresiko jika akseptor berhati-hati
dan menjaga kebersihan daerah sekitar tempat insersi jarum. Kasus
terlepasnya jarum implan dari tangan hanya beberapa saja, tidak semua
akseptor implan mempunyai resiko yang sama.
Jadi dari uraian di atas diambil kesimpulan bahwa berbagai persepsi
masyarakat mengenai KB ada tiga, yaitu bahwa KB adalah kewajiban bagi
seorang perempuan, yang harus dilakukannya selama dirinya masih
memungkinkan untuk menjadi akseptor. Selain itu, pelaksanaan KB dianggap
hanya bisa dilakukan dengan menggunakan salah satu dari beberapa alat
kontrasepsi yang tersedia di pasaran. Sebagian masyarakat bahkan takut pada
beberapa metode kontrasepsi yang pengaplikasiannya dilakukan melalui
tindakan pembedahan, pembiusan, dan penginsersian suatu alat ke dalam
tubuh.

2. Latar Belakang Masyarakat Mengikuti Program KB


Keikutsertaan masyarakat dalam program KB terdorong oleh beberapa
hal yang mendasarinya. Hal-hal yang melatarbelakangi masyarakat mengikuti KB
cukup beragam, mulai dari alasan ekonomi hingga kesehatan. Berikut uraian dari
alasan-alasan tersebut:
a. Alasan Ekonomi
Partisipasi masyarakat dalam program KB didorong oleh berbagai
hal. Tak ada tujuan dalam program KB tanpa suatu motif yang mendasarinya.
Motif atau hal yang melatarbelakangi keikutsertaan dalam KB tersebut salah
satunya adalah alasan ekonomi. Seperti yang diungkapkan oleh salah satu
informan berikut,

lxxxvii
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

”resikone yo hamil terus, anake ra kopen, nek ekonomine pas-pasan


kan pendidikan, pengopenane meso bedho to, mbak, nek anake sithik
yo to”. (resikonya ya hamil terus, anaknya tidak terurus, kalau
perekonomiannya pas-pasan kan pendidikan, perawatan anaknya juga
tetap berbeda kan, mbak, kalau anaknya sedikit). (W/ES/11/6/2010).
Resiko atau akibat jika tidak ber-KB, yaitu akan hamil terus sementara itu jika
anaknya banyak, anak tersebut tidak akan terurus. Ketakutan akan
ketidakmampuan menyekolahkan dan merawat anaknyalah yang mendorong
bu ES ber-KB. Jumlah anak yang sedikit tentu akan mempermudah orang tua
untuk merawat, menyekolahkan dan menghidupi anak-anaknya.
Hal senada pun diungkapkan oleh bu EK,
”nek anake okeh kan duwit terus, nek keadaane susah ngene kan yo,
arep nguliahke anak we ra ndhuwe duwit”. (kalau anaknya banyak kan
uang terus, kalau keadaannya susah seperti ini kan mau menguliahkan
anak saja tidak punya uang). (W/EK/12/6/2010).
Jika punya banyak anak, uang yang dikeluarkan untuk anak pun semakin
banyak, dan dalam keadaan ekonomi yang susah, tentu orang tua mengalami
kesulitan biaya untuk menyekolahkan anak ke Perguruan Tinggi. Ungkapan
bu ESW juga tak jauh berbeda,
”resikone hamil terus, susah ngopenine, nek anake okeh ko nek ra isoh
nyekolahke dhuwur”. (resikonya hamil terus, susah merawatnya, kalau
anaknya banyak nanti tidak bisa menyekolahkan tinggi).
(W/ESW/26/6/2010).
Jumlah anak banyak tentu membutuhkan biaya hidup yang lebih banyak pula,
selain itu, tenaga dan waktu yang dibutuhkan orang tua untuk merawat anak
juga banyak. Kesulitan ekonomi membuat seseorang tak berpikir untuk
mempunyai anak lagi. Sebagaimana yang dikatakan oleh bu YN,
”nek mboten KB kan mengkih mesthi nde anak melih, sedangkan biaya
hidup sekarang kan mboten murah, saiki mikire tambah anak, biar
tambah anak tambah rejeki kan sekarang keadaan ekonomi nembe sulit
ngenten niki kan mboten boro-boro mikir ngge ajeng nde anak melih,

lxxxviii
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

ngge mangan men susah”. (kalau tidak KB kan nanti pasti punya anak
lagi, sedangkan biaya hidup sekarang kan tidak murah, sekarang
mikirnya tambah anak, walaupun tambah anak tambah rejeki kan
sekarang keadaan ekonomi sedang sulit seperti ini tidak kepikiran
untuk punya anak lagi, untuk makan saja susah). (W/YN/4/7/2010).
Apabila seseorang tidak ber-KB sementara dirinya masih dalam kondisi subur
(masih memounyai kemungkinan untuk hamil dan melahirkan), pasti akan
hamil lagi. Sementara biaya hidup semakin lama semakin mengalami
peningkatan. Pedoman banyak anak banyak rejeki tak lagi sesuai jika
diterapkan pada kondisi seseorang yang memiliki tingkat perekonomian pas-
pasan. Dalam keadaan seperti itu, tidak terpikir untuk memiliki anak lagi dan
sebisa mungkin dicegah agar anak yang dimiliki tidak bertambah.
Dari pernyataan tersebut disimpulkan bahwa masyarakat telah
mengetahui konsekuensi apabila tidak menjalankan program KB, yakni
bertambahnya jumlah anak yang dilahirkan, dan keadaan tersebut terganjal
oleh kondisi ekonomi yang tidak terlalu baik, sehingga takut akan mengalami
kesulitan untuk menghidupi dan merawat anak-anaknya jika tidak ber-KB.

b. Alasan Kesehatan
Selain karena alasan perekonomian, pendorong seseorang untuk ber-
KB juga karena alasan kesehatan, salah satunya adalah kesehatan ibu.
Seseorang yang tidak ber-KB dan terlalu sering melahirkan akan mempunyai
pengaruh yang kurang baik terhadap kesehatan ibu maupun bayi yang
dilahirkan. Seperti yang dikatakan oleh bu ST berikut,
”nek anake okeh cilik-cilik i mesakke anake kuwi lho, mbak,
perkembangane ra apik, terhambat, kesehatan ibu’e yo terganggu”.
(kalau anaknya banyak kecil-kecil kasihan anaknya itu lho, mbak,
perkembangannya tidak bagus, terhambat, kesehatan ibunya juga
terganggu). (W/ST/27/6/2010).
Seorang ibu yang tidak ber-KB dan sering melahirkan, sehingga mempunyai
banyak anak yang masih balita dengan jarak kelahiran terlalu dekat akan

lxxxix
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

berakibat tidak baik terhadap perkembangan anak yang menjadi terganggu dan
terhambat, begitu pula dengan kesehatan ibu karena terlalu sering hamil dan
melahirkan.
Gangguan kesehatan ibu juga dapat dipengaruhi oleh proses kelahiran yang
dijalani. Sebagaimana dikatakan oleh bu ST berikut,
”takut ada masalah karo adah bayek’e. Jadi yo dijaga jarake, wedhi
hamil lagi, nek sesar kan duite yo akeh, mbak, opo meneh yen bisa
dipastikan yen kelahiran berikutnya yo sesar, kan adah bayek’e
nggonaku loro, dadi ra isoh lahir normal. Lagian nek sesar kan jarak’e
minimal tiga tahun”. (takut ada masalah dengan rahimnya. Jadi dijaga
jaraknya, takut hamil lagi, kalau caesar kan biayanya juga banyak,
mbak, apalagi kalau sudah bisa diastikan kelahiran berikutnya juga
caesar, kan rahim saya dua, jadi tidak bisa lahir normal. Apalagi kalau
caesar jaraknya minimal tiga tahun). (W/ST/15/6/2010).
Proses kelahiran secara caesar membutuhkan biaya lebih banyak daripada
kelahiran normal, selain itu kelahiran secara caesar membutuhkan waktu lebih
lama untuk proses kesembuhan, dan pemulihan kesehatan ibu, serta
mempersiapkan kelahiran berikutnya. Sedangkan apabila proses kelahiran
pertama secara caesar, maka proses kelahiran berikutnya pun hanya dapat
dilakukan secara caesar. Ibu yang melahirkan akan mengeluarkan banyak
darah, sehingga jika ia sering melahirkan akan terkena anemia. Seperti yang
dikatakan oleh bu KT selaku bidan,
”misalnya ibu nggak pakai KB terus sering hamil, ibu biasanya anemia
yang pertama, nggak punya kesempatan untuk memperbaiki kondisi
tubuh, kalau orang melahirkan kan darah yang keluar banyak, paling
nggak ya dianggap normal itu kalau habis persalinan 150 cc atau 200
cc itu kan sudah banyak, ibu harus memulihkan itu dulu, terus nanti
masih menyusui, paling ndak 2 tahun pulih alat-alat kandungannya,
kalau terlalu cepat ya kasihan ibunya”. (W/KT/29/6/2010).
Kesehatan seorang ibu akan terganggu jika tidak menjaga jarak kelahiran,
setelah melahirkan ibu perlu waktu untuk memulihkan kondisi tubuh yang

xc
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

lelah mengeluarkan tenaga dalam proses melahirkan dan mengembalikan


jumlah darah yang keluar seiring kelahiran, serta menyusui bayi, setidak-
tidaknya dibutuhkan waktu 2 tahun untuk kehamilan berikutnya. Masih
pernyataan bu KT,
”kalau ibunya terus hamil, takut menyusui, bayinya kekebalannya
berkurang”. (W/KT/29/6/2010).
Karena itulah, jarak kehamilan dan kelahiran yang terlalu dekat akan
membawa dampak yang kurang baik, bukan hanya pada ibu, tapi juga
terhadap bayi yang dilahirkan, bayi tersebut akan mengalami kekebalan tubuh
yang rendah karena ibunya sudah hamil lagi dan takut untuk menyusui.
Jadi disimpulkan bahwa alasan masyarakat untuk ber-KB selain
alasan ekonomi adalah alasan kesehatan. Jika seseorang ibu tidak menjaga
jarak kehamilan dan kelahiran, maka ibu akan kehilangan kesempatan untuk
memulihkan kondisi tubuh pasca melahirkan serta merawat dan menyusui
bayinya agar perkembangan dan pertumbuhan bayi tersebut maksimal. Selain
itu, ibu dan bayi akan sama-sama sehat jika ibu tidak cepat hamil lagi serta
memberikan ASI sebagai sumber kekebalan tubuh bayi.

3. Jenis-Jenis Alat Kontrasepsi yang Digunakan oleh Masyarakat


KB yang dijalankan oleh masyarakat, umumnya dilakukan dengan cara
menggunakan salah satu dari beberapa alat kontrasepsi sebagai langkah
pencegahan kehamilan. Begitu pula KB yang dilakukan oleh masyarakat Desa
Sidoharjo, Kecamatan Polanharjo, Kabupaten Klaten, yang dilakukan dengan
menggunakan alat kontrasepsi.
a. Metode Suntik
Salah satu metode kontrasepsi yang digunakan oleh masyarakat Desa
Sidoharjo, Kecamatan Polanharjo, Kabupaten Klaten untuk ber-KB adalah
metode suntik. Sebagaimana yang diungkapkan oleh bu PS selaku PPKBD
berikut,
”kebanyakan daerah kene ki akeh le suntik, wis saiki racakke
kebanyakan ibu-ibu wis ngerti arti KB, dadi aku bar iki aku kudhu KB

xci
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

aku sesuk ndak cepet nde anak, dadi ra ketang dho suntik wis dho KB,
mbok kene ki dho nde anak cilik-cilik telung sasi petang sasi wis dho
suntik dhewe-dhewe”. (kebanyakan daerah sini ini banyak yang suntik,
sekarang ini rata-rata kebanyakan ibu-ibu sudah tahu arti KB, jadi
walau cuma suntik sudah KB, daerah sini ini punya anak kecil-kecil 3
bulan 4 bulan sudah suntik sendiri-sendiri). (W/PS/16/6/2010).
Kebanyakan ibu-ibu di Sidoharjo telah mengetahui arti penting KB dan
sesegera mungkin setelah melahirkan berusaha untuk mendapatkan layanan
KB agar tidak cepat hamil kembali, yaitu dengan cara melakukan suntik KB
pada bidan praktek swasta.
Begitu pula dengan pernyataan bu ES,
”ikut suntik, yo lebih efisien, 3 bulan, tur neh resikone menurut aku
lho, ora terlalu besar, paling yo ngko bulanan, aku ra bulanan blas”.
(ikut suntik, ya lebih efisien, 3 bulan, terlebih resikonya menurut saya
tidak terlalu besar, paling ya nanti menstruasi, saya tidak menstruasi
sama sekali). (W/ES/11/6/2010).
Pemilihan pada metode suntik karena dipandang lebih efisien, dilakukan
setiap 3 bulan sekali. Resiko sebagai efek samping dari metode suntik tidak
menstruasi. Metode suntik dilakukan menurut perhitungan bulan, ada yang
setiap 1 bulan sekali atau 3 bulan sekali sesuai dengan jadwal waktu untuk
melakukan suntikan berikutnya. Seperti yang dikatakan oleh bu ST berikut,
”suntik yo luwih golek amane wae, yo nek pil kan ndadak nganggo
ingat-ingat, nek suntik kan wis jatahe wis enek kuwi catethane”.
(suntik lebih cari amannya saja, ya kalau pil kan harus ingat-ingat,
kalau suntik kan sudah ada catatan jadwalnya). (W/ST/15/6/2010).
Metode suntik dipilih karena dinilai lebih aman daripada metode lainnya,
dengan adanya jadwal dilakukan penyuntikan berikutnya dan tidak perlu
mengingat-ingat kapan harus kembali ke bidan membuat metode tersebut lebih
praktis untuk dilakukan. Selain itu efek yang ditimbulkan tidak terlalu besar.
Seperti pernyataan bu ST,

xcii
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

”efek’e dadi lemu, tidak mens, dalam waktu tiga bulan mundhak
limang kilo’e, yo jane emoh lemu. Nek mundhak terus yo emoh, suntik
i bengi ngono kae sok ndrodhog kadhemen, ko trus nggo turu yo wis
mari dhewe, tapi paling cuma 10 menit uwis”. (efeknya jadi gemuk,
tidak menstruasi, dalam waktu tiga bulan naik 5 kilogram, ya
sebenarnya tidak ingin gemuk, kalau naik terus ya tidak mau, suntik itu
kalau malam terkadang menggigil kedinginan, nanti untuk tidur ya
sudah sembuh sendiri, tapi paling hanya 10 menit sudah).
(W/ST/15/6/2010).
Bu ES juga mengatakan hal serupa,
”suntik sok marakke ndrodhog, aku nek mulih bengi opo bar adus
kewengen ngono kae wah ndrodhog, tapi yo ra mbendhino, mbak, gur
sok-sok, nek hawane ngene iki yo ora”.(suntik terkadang membuat
menggigil, saya kalau pulang malam atau mandi kemalaman seperti itu
menggigil, tapi juga tidak setiap hari, mbak, hanya kadang-kadang).
(W/ES/27/6/2010).
Kenaikan berat badan dianggap sebagai sebuah efek samping atau akibat dari
penggunaan metode suntik yang tidak dapat dihindari, tidak keluarnya cairan
menstruasi dianggap sebagai penyebab kegemukan karena kotoran dalam
tubuh tidak dikeluarkan. Selain itu suntik juga dianggap dapat membuat badan
menjadi menggigil tanpa sebab. Namun hal tersebut tidak berlangsung setiap
hari, hanya kadang-kadang dan tidak diperlukan pengobatan karena akan
hilang dengan sendirinya dalam waktu 10 hingga 15 menit. Bu KT selaku
bidan justru berpendapat sedikit berbeda,
”suntik efeknya karena ini isinya kan hormon, kalau misalnya di dalam
perjalanan waktu itu dia menderita mioma atau apa itu bisa menambah
pembesarannya, jadi setiap kali dia mau disuntik harus diperiksa, kan 3
bulan sekali datang ke bidan atau praktek swasta mana, jadi dia ada
kelainan kulit ndak, ada benjolan di payudara ndak, jadi harusnya
dikontrol”. (W/KT/19/6/2010).
Masih pernyataan bu KT,

xciii
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

”kalau efek gemuk itu ya tergantung sama nafsu makannya juga,


kadang-kadang kalau ibunya nggak haid, nggak keluar itu bisa gemuk,
ya itu efek hormonal, tapi biasanya ibu terpengaruh sama hormonnya
terus nafsu makannya meningkat, kalau semakin lama semakin gemuk
ya tapi tidak semuanya, ada beberapa. Kalau suntik bikin ndrodhog
ndak ada, ndak ada pengaruhnya”. (W/KT/29/6/2010).
Efek yang dapat ditimbulkan akibat penggunaan metode suntik adalah
pembesaran mioma yang diderita akseptor karena suntik KB berisi hormon.
Sebelum dilakukan penyuntikan perlu diadakan pemeriksaan terhadap diri
akseptor secara berkala untuk mencegah efek yang tidak diinginkan.
Sementara itu, bu KT pun membenarkan efek gemuk yang terjadi pada
akseptor KB suntik sebagai akibat tidak keluarnya cairan menstruasi dan
peningkatan nafsu makan yang terpengaruh oleh hormon dalan zat yang
disuntikkan. Namun, bu KT membantah bila dikatakan bahwa suntik KB
membuat badan menjadi menggigil kedinginan, menurutnya hal itu tidak
berhubungan.
Namun demikian metode suntik tetap dipilih karena biaya yang
dikeluarkan untuk mendapatkan dirasa lebih terjangkau daripada metode lain.
Para akseptor umumnya lebih memilih bidan praktek swasta sebagai tempat
untuk mendapatkan pelayanan KB suntik. Seperti yang dikatakan bu ES,
”suntik neng bidan desa, mbak, murah sekali, 12 ribu 3 bulan daripada
tidak”. (suntik di bidan desa, mbak, murah sekali, Rp 12.000,- 3 bulan
daripada tidak). (W/ES/11/6/2010).
Bu ST pun mengungkapkan hal yang tak jauh berbeda,
”neng bidan, 22 ribu 3 bulan, enggak keberatan yo standar sih”. (di
bidan Rp 22.000,- 3 bulan, tidak keberatan ya standar sih).
(W/ST/15/6/2010).
Hal tersebut mendapat dukungan dari bu YN,
”kulo biasane ten bidan, mbak, nek suntik, Puskesmas nggih podho
bidan sing nangani, nek Puskesmas lha kan biasane Puskesmas kan
bidane kadang enten kadang mboten ngenten lhe, kulo suntik ten bidan

xciv
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

biayane Rp 20.000,- satu kali 3 bulan”. (saya biasanya di bidan, mbak,


kalau suntik, Puskesmas juga sama bidan yang menangani, kalau
Puskesmas kan biasanya bidannya akdang ada kadang tidak ada gitu
lho, saya suntik di bidan Rp 20.000,- satu kali 3 bulan).
(W/YN/4/7/2010).
Bidan praktek swasta lebih diplih sebagai tempat untuk mendapatkan
pelayanan KB suntik karena alasan bidan lebih sering bisa dipastikan berada
di rumah, saat di Puskesmas bidan jarang ada di tempat karena harus
menghadiri berbagai pertemuan. Biaya yang dikeluarkan akseptor untuk
mendapatkan layanan KB suntik bervariasi, tergantung pada jenis obat dan
merek dagang cairan yang disuntikkan pada tubuh akseptor.
Dari uraian tersebut, disimpulkan bahwa KB suntik lebih dipilih
karena mudah didapatkan, yaitu dengan mendatangi tempat praktek bidaan
swasta dengan biaya yang dirasa masih terjangkau. Selain itu efek yang
ditimbulkan oleh suntik KB dianggap tidak terlalu menganggu bagi diri
akseptor.

b. Metode Implan
Meskipun beberapa akseptor takut menggunakan metode implan,
namun selain suntik masyarakat Sidoharjo juga ada yang menggunakan
metode implan. Sebagaimana yang dinyatakan bu YN,
”KB implan tumut safari bulan April wingi”. (KB implan ikut safari
bulan April kemarin). (W/YN/4/7/2010).
KB metode implan didapatkan dari penyelenggaraan safari KB pemerintah
yang diselenggarakan pada bulan April 2010 di Puskesmas Desa Jimus
Kecamatan Polanharjo, dengan biaya yang lebih ringan daripada jalur swasta.
Seperti pernyataan bu PN berikut,
“melu safari, lha nek KB dhewe mbayar dhewe nggak punya uang, nek
safari kan kacek’e okeh, gur mbayar 25, nek dhewe kan nganti 200, iki
aku nganggo Jamkesmas, mbak, dadi ra mbayar, nek mandiri kabotan,
mbak”. (ikut safari, kalau KB sendiri bayar sendiri tidak punya uang,

xcv
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

kalau safari kan biayanya terpaut banyak, hanya bayar Rp 25.000,-,


kalau mandiri kan sampai Rp 200.000,-, ini saya pakai Jamkesmas,
mbak, jadi tidak bayar, kalau mandiri keberatan, mbak).
(W/PN/3/6/2010).
Hal tersebut juga didukung oleh pernyataan bu YN,
“nek niki ndherek safari kan 25 ribu 3 tahun, copot bayar 25 lagi kan
bongkar pasang masing-masing 25 ribu, tumut safari yo biayane kan
ringan, luwih ringan nek daripada pribadi. Niki untuk 3 tahun jarume 2,
bayare cuman 25 ribu kalau safari, kalau nggak safari itu kan di atas
seratus, nek dipikir-pikir karo suntik kan nggih murah niki, pilih
safari” (kalau ini ikut safari kan Rp 25.000,- 3 tahun, lepas bayar Rp
25.000,- lagi kan bongkar pasang amsing-masing Rp 25.000,-, ikut
safari ya biayanya kan ringan, lebih ringan kalau daripada pribadi. Ini
untuk 3 tahun jarumnya 2, bayarnya hanya Rp 25.000,- kalau safari,
kalau bukan safari itu kan di atas Rp 100.000,-, kalau dipikir-pikir
sama suntik kan juga murah ini, pilih safari).(W/YN/4/7/2010).
KB metode implan yang didapat dari penyelenggaraan safari KB hanya
dikenakan biaya sebesar Rp 25.000,- untuk pemasangan. Jumlah tersebut
dianggap murah bila dibandingkan dengan KB mandiri yang mencapai ratusan
ribu rupiah. Sehingga penyelenggaraan safari KB tersebut menjadi pilihan
bagi bu PN dan bu YN yang mengaku keberatan bila melakukan KB secara
mandiri.
Ditambahkan pula oleh bu PS,
”safari alatnya gratis, tapi untuk yang mengerjakan tu nganggo biaya,
soale kan nganggo obat barang, pamane pasang susuk safari kuwi
biasane nek pasang dhewe kuwi yo larang berapa puluh, ning nek
safari kuwi gur mbantu 25 kanggo pengobatan”. (safari alatnya gratis,
tapi untuk yang mengerjakan itu ada biayanya, soalnya kan ada
obatnya juga, seandainya pasang susuk safari itu biasanya kalau
pasang sendiri itu ya mahal berapa puluh, tapi kalau safari itu hanya
membantu Rp 25.000,- untuk pengobatan). (W/PS/16/6/2010).

xcvi
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

Keikutsertaan atau partisipasi dalam menggunakan metode implan


mempunyai latar belakang adanya program safari KB pemerintah yang
memberikan layanan KB dengan biaya ringan. Sejauh ini, keadaan
ekonomilah yang mendorong para informan untuk menjalani KB dengan
metode implan dari pemerintah. Dari pernyataan tersebut tersirat bahwa
masyarakat mengalami kesulitan atau keberatan dengan biaya yang harus
dikeluarkan untuk mendapatkan alat atau layanan KB secara mandiri.
Namun demikian, program safari tidak dapat melayani akseptor
untuk ber-KB setiap waktu, melainkan dalam kurun waktu tertentu yang telah
ditentukan. Sebagaimana dinyatakan oleh bu PS selaku PPKBD,
”waktunya ditentukan, terus kita cari sopo sing arep melu ki biayane
ringan, biasane setiap 5 bulan atau setengah tahun sekali”. (waktunya
ditentukan, lalu kita cari siapa yang akan ikut ini biayanya ringan,
biasanya setiap 5 bulan atau enam bulan sekali). (W/PS/23/6/2010).
Safari KB diadakan setiap 5 bulan atau 6 bulan sekali, dan sudah menjadi
tugas PPKBD untuk mencari dan mengajak akseptor baru untuk mengikuti
atau mendapat layanan KB dari program safari dengan biaya ringan. Efek dari
penggunaan implan pun dirasa tidak terlalu menganggu. Seperti yang
dikatakan oleh bu YN berikut,
”implan biasa mboten enten efek sampinge, kemeng kadang-kadang
nek ngangkat abot-abot, nggih nek biasa nggih mboten, kadang pegel-
pegel koyo cekrik-cekrik ngoten lhe, mbak, paling nek pas kesel thok
pegel, nek ngge istirahat mari, nopo dibaluri remashon”
(implan…biasa tidak ada efek sampingnya, pegal kadang-kadang kalau
mengangkat berat, ya kalau biasa juga tidak, kadang pegal-pegal
seperti cekrik-cekrik, mbak…paling kalau pas capek saja pegel, kalau
untuk istirahat sembuh, atau dibaluri balsem).(W/YN/4/7/2010).
Bu PN juga mengatakan hal serupa,
”susuk ra enek efek’e, biasa wae yen aku, bulanane rutin, yen aku yo
tak jogo ojo nggo abot-abotan, nek nggo abot-abotan tangane
gampang kemeng”. (susuk tidak ada efeknya, biasa saja kalau saya,

xcvii
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

menstruasinya rutin, kalau saya ya dijaga tidak dipakai untuk


beraktivitas berat-berat, kalau untuk berkativitas berat tangannya
mudah pegal). (W/PN/3/7/2010).
Terkadang implan dapat menyebabkan tangan kiri sebagai tempat
penginsersian jarum terasa pegal. Namun rasa pegal tersebut tidak terlalu
menganggu karena bisa dengan cepat sembuh kembali, serta dapat dicegah
dengan tidak melakukan aktivitas berat atau mengangkat benda yang berat.
Selain itu metode implan juga membuat berat badan menjadi naik. Seperti
yang dikatak bu YN,
”implan kulo nggih berat badane naik terus, sebulan pertama setelah
pasang niku men kulo mundhak 7 kg, nafsu makane nggih biasa”.
(implan saya berat badannya juga naik terus, sebulan pertama setelah
pasang itu saja naik 7 kg, nafsu makannya ya biasa).(W/YN/4/7/2010).
Metode implan yang dilakukan bu YN membuat berat badannya naik secara
drastis, yaitu sebanyak 7 kg dalam waktu satu bulan setelah pemasangan, dan
tanpa peningkatan nafsu makan.
Dari uraian tersebut, disimpulkan bahwa metode KB implan dipilih
karena diperoleh dari adanya penyelenggaraan safari KB pemerintah, dimana
biaya yang dikeluarkan akseptor hanya sebesar Rp 25.000,- masing-masing
untuk pemasangan dan pelepasan jarum implan, biaya tersebut jauh lebih
murah daripada jika diperoleh dari KB mandiri yang mencapai ratusan ribu
rupiah. Metode implan dari safari KB, berjangka 3 tahun dengan jumlah jarum
yang ditanam sebanyak 2 buah.

c. Kondom
Jenis alat kontrasepsi yang digunakan oleh masyarakat Sidoharjo,
yang ketiga adalah kondom. Kondom digunakan karena alasan alat
kontrasepsi lainnya dapat membuat tubuh akseptor perempuan menjadi genuk.
Sebagaimana yang dikatakan oleh bu EK berikut,
”aku nganggo kondom i, pokoke aku wegah lemu terus mandheg,
pakne tak omongi kon nganggo kondom”. (saya pakai kondom,

xcviii
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

pokoknya saya tidak mau gemuk lalu berhenti, bapaknya saya beritahu
suruh pakai kondom). (W/EK/28/6/2010).
Alat kontrasepsi lain selain kondom akan membuat badan akseptor menjadi
gemuk, karena itu ia memutuskan agar suaminya saja yang menggunakan alat
kontrasepsi kondom. Selain itu, kondom juga dipandang tidak mempunyai
efek samping. Seperti yang diungkapkan berikut,
”kondom ra enek efek’e, nek aku lho, ra enek efek’e”. (kondom tidak
ada efeknya, kalau saya lho, tidak ada efeknya). (W/EK/28/6/2010).
Cara untuk mendapatkan kondom sangat mudah, karena tersedia di
apotek-apotek sehingga memudahkan akseptor untuk membeli. Selain itu,
PPKBD juga menyediakan secara gratis. Seperti yang diungkapkan oleh bu
PS,
”di rumah membagikan kontrasepsi pil, kondom kuwi, memang kulo
king mriko angsal jatah. Nek pil, kondom tersedia, tidak bayar, ya kita
memberikan ya satu wadah”. (di rumah membagikan kontrasepsi pil,
kondom itu, memang saya dari sana [PLKB] mendapat jatah, kalau pil,
kondom tersedia tidak bayar, ya kita memberikan ya satu wadah).
(W/PS/16/6/2010).
Pemerintah memberikan alat kontrasepsi berupa pil dan kondom secara gratis
kepada siapa saja yang berminat. Kepraktisan penggunaan kondom dinilai
sebagai salah satu alasan mengapa akseptor lebih memilih untuk
menggunakan kondom. Seperti yang dikatakan bu EK berikut,
” suntik marakke lemu, nek pil aku mangane ora mbendhino, males
aku mangane nek arep campur thok, yo wis nganggo kondom”. (suntik
membuat gemuk, kalau pil saya makannya tidak setiap hari, malas saya
makannya kalau mau berhubungan saja, ya sudah pakai kondom).
(W/EK/12/6/2010).
Kondom dipilih karena alasan kepraktisan penggunaannya yang dapat
digunakan setiap waktu bila dibutuhkan saja.

xcix
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

Kesimpulan Hasil Temuan


Beberapa kesimpulan hasil temuan adalah sebagai berikut:
Pertama, seperti yang dikatakan oleh bu PS bahwa masyarakat Desa
Sidoharjo umumnya telah mengetahui arti KB, yaitu upaya atau cara untuk
mencegah kehamilan dan menjaga jarak kelahiran, serta manfaat KB, sehingga
para ibu cepat tanggap untuk melakukan KB segera setelah melahirkan. Hal
tersebut juga didukung oleh pernyataan bu ST yang melakukan KB beberapa
saat setelah melahirkan.
Persepsi masyarakat Desa Sidoharjo, Kecamatan Polanharjo,
Kabupaten Klaten mengenai program KB ada tiga. Yang pertama adalah KB
merupakan kewajiban perempuan, hal tersebut dibenarkan oleh bu ES yang
menganggap bahwa KB adalah tanggung jawabnya sebagai seorang
perempuan, karena ia merasa kasihan kepada suaminya yang bekerja sebagai
kepala rumah tangga. Hal itu juga mendapat dukungan dari bu PN, yang
menyatakan bahwa selama perempuan masih bisa ber-KB, maka
perempuanlah yang harus menjadi akseptor KB, jika perempuan tak lagi
memungkinkan untuk ber-KB, barulah laki-laki yang menjadi akseptor.
Sementara itu, bu YN berpendapat bahwa laki-laki yang menajdi
akseptor akan mengalami efek samping pada diri laki-laki tersebut, yaitu
penurunan daya fisik atau tenaga laki-laki sehingga akan berpengaruh
terhadap aktivitasnya dalam bekerja mencari nafkah.
Persepsi kedua yaitu KB hanya dapat dilakukan dengan
menggunakan alat kontrasepsi. Hal tersebut dinyatakan oleh bu WS, bahwa
yang disebut melakukan KB harus memakai salah satu alat kontrasepsi yang
ada sesuai kecocokan masing-masing akseptor. Begitu pula dengan bu PN,
yang menyatakan bahwa KB itu berarti memakai alat kontrasepsi yang dipilih
menurut kesenangan dan kemantapannya.
Namun demikian, bu KT justru berpendapat berbeda dengan bu WS
dan bu PN, menurutnya KB itu tidak hanya harus memakai alat, tapi juga
dapat dilakukan melalui cara-cara pencegahan kehamilan seperti pantang
berkala atau sistem kalender, dan koitus interuptus. Upaya-upaya pencegahan

c
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

kehamilan dapat dilakukan dengan cara sederhana, menggunakan alat, atau


mengkonsumsi obat.
Selain itu, persepsi mengenai KB ketiga adalah beberapa metode
kontrasepsi menakutkan baagi akseptor. Diungkapkan bu ST takut terhadap
metode IUD, ia menyatakan takut pada suatu alat yang dimasukkan ke dalam
rahim. Hal tersebut juga senada dengan pernyataan bu EK takut pada metode
implan, IUD, dan tubektomi. Ia takut akan tindakan operasi atau pembedahan
dan pembiusan sebagai langkah awal pemasangan atau penginsersian alat
kontrasepsi.
Sedikit berbeda dari bu ST dan bu EK, bu ES takut terhadap metode
implan yang menurutnya beresiko jika dipakai untuk mengangkat benda berat,
karena jarum yang diinsersikan bisa berjalan mengikuti aliran darah. Bu ESW
menyatakan hal yang tak jauh berbeda, ia mengkhawatirkan metode implan
yang katanya jarumnya bisa terlepas dari tempat insersi.
Kesimpulan kedua adalah hal yang melatarbelakangi masyarakat
mengikuti program KB. Yang pertama adalah alasan ekonomi, seperti yang
diungkapkan oleh bu ES, jika hamil terus dan mempunyai anak banyak, takut
anak akan tidak terurus, selain itu juga permasalahan pendidikan dan
perawatan anak akan terbengkalai. Hal tersebut juga mendorong bu ESW
untuk ber-KB, karena tak ingin punya banyak anak, dan jika punya banyak
anak khawatir tidak mampu menyekolahkan anak hingga ke jenjang
pendidikan yang tinggi.
Bu YN juga menegaskan hal yang sama, jika dirinya tidak KB pasti
akan punya banyaka anak, sedangkan biaya hidup sekarang tidak murah,
sehingga ia tidak ingin menambah anak lagi dan tidak pernah terpikir untuk
punya anak lagi.
Hal yang melatarbelakangi keikutsertaan ber-KB yang kedua adalah
alasan kesehatan. Sebagaimana pernyataan bu ST, jika punya banyak anak dan
masih kecil-kecil akan terganggu perkembangannya. Selain itu bu ST juga
menambahkan bahwa ia takut akan ada masalah dengan rahimnya jika tidak
menjaga jarak kehamilan. Hal tersebut terkait dengan proses kelahiran anak

ci
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

pertamanya secara caesar, kelahiran berikutnya pun dipastikan secara caesar.


Sedangkan kelahiran caesar membutuhkan jarak 3 tahun dengan kelahiram
berikutnya.
Ditambahkan pula oleh bu KT, jika seorang ibu tidak ber-KB dan
sering melahirkan, ibu tersebut akan mengalami anemia, karena saat
melahirkan banyak darah yang dikeluarkan sehingga seorang ibu perlu waktu
sebelum hamil kembali untuk memulihkan alat kandungan dan kesehatannya.
Selain itu, jika ibu yang mempunyai anak masih bayi kemudian hamil
kembali, lalu ia takut menyusui bayinya, kekebalan bayi tersebut akan rendah.
Kesimpulan ketiga adalah jenis kontrasepsi yang digunakan oleh
masyarakat Desa Sidoharjo, Kecamatan Polanharjo, Kabupaten Klaten ada
tiga, yaitu suntik, implan dan kondom. Yang pertama adalah suntik, hal
tersebut sesuai dengan pernyataan bu PS, bahwa daerah Sidoharjo kebanyakan
ibu-ibu cepat tanggap melakukan metode suntik agar tidak cepat hamil lagi.
Sekitar 3 atau 4 bulan pascamelahirkan, para ibu telah melakukan suntik KB
secara mandiri. Metode suntik dianggap efisien oleh bu ES, karena dilakukan
penyuntikan setiap 3 bulan sekali dengan biaya sebesar Rp 12.000,- untuk
sekali suntik. Biaya yang dikeluarkan untuk mendapatkan suntik KB
bervariasi, bu YN harus mengeluarkan sebesar Rp 20.000,-, sedangkan bu ST
mengeluarkan biaya sebesar Rp 22.000,-.
Selain itu, menurut bu ST metode suntik lebih aman karena sudah
ada catatan jadwal waktu penyuntikan berikutnya sehingga tidak perlu
mengingat-ingat seperti mengkonsumsi pil KB. Masih pernyataan bu ST,
bahwa metode suntik membuat badan menjadi gemuk, tidak menstruasi, dan
terkadang pada malam hari menyebabkan badan menggigil kedinginan.
Akan tetapi selaku bidan, bu KT berpendapat sedikit berbeda, bahwa
suntik tersebut berisi hormon sehingga jika akseptor menderita mioma,
suntikan tersebut dapat menambah pembesarannya, maka setiap akan
dilakukan penyuntikan harus diadakan pemeriksaan terhadap diri akseptor
terlebih dahulu. Mengenai efek gemuk, bu KT memebenarkan hal tersebut
sebagai suatu hormonal yang membuat nafsu makan meningkat dan tidak

cii
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

menstruasi. Sedangkan pernyataan suntik dapat menyebabkan badan


menggigil, bu KT membantahnya dan menyatakan hal tersebut tidak ada
pengaruhnya.
Untuk layanan KB suntik, para akseptor mendapatkannya dengan
mendatangi tempat praktek swasta bidan. Sebagaimana dinyatakan oleh bu
YN, bahwa ia memilih untuk mendatangi bidan di rumahnya daripada di
Puskesmas karena bidan yang bertugas disana kadang tidak ada di tempat.
Metode kontrasepsi yang kedua adalah implan (susuk). Pelayanan
KB implan didapat dari mengikuti safari KB yang diadakan oleh pemerintah.
Hal tersebut dibenarkan oleh bu YN yang mengikuti safari KB pada bulan
April 2010. Biaya yang dikeluarkan untuk mendapatkan layanan KB dari
safari lebih ringan dibandingkan KB mandiri, seperti yang dinyatakan bu PN,
KB mandiri keberatan dengan biayanya, sedangkan ikut safari hanya
membayar Rp 25.000,- untuk pemasangan implan, apabila KB mandiri untuk
implan biayanya dapat mencapai ratusan ribu rupiah. Bu PN menggunakan
Jamkesmas sehingga tidak mengeluarkan biaya sama sekali atau gratis.
Hal senada juga diungkapkan bu YN, bahwa biaya layanan KB safari
lebih ringan, hanya dengan mengeluarkan biaya Rp 25.000,- untuk
pemasangan implan 2 jarum untuk 3 tahun, dan membayar Rp 25.000,- lagi
untuk pelepasan jarum setelah 3 tahun. Menurutnya, metode implan ini lebih
murah daripada KB suntik secara mandiri. Program safari tersebut tidak
diadakan setiap saat, namun secara berkala yaitu setiap 5 atau 6 bulan sekali
bertempat di Puskesmas yang ditunjuk. Hal tersebut dibenarkan oleh bu PS.
Penggunaan metode implan berakibat pada kenaikan berat badan,
selain itu juga membuat tangan tempat insersi jarum terkadang terasa pegal.
Seperti yang diungkap oleh bu YN, bahwa berat badannya naik 7 kg setelah
satu bulan pemasangan implan, tangannya pun kadang terasa pegal setelah
digunakan untuk mengangkat benda berat, namun hal itu hanya terjadi jika
kecapean saja, dan akan sembuh setelah istirahat atau dibaluri dengan balsem.
Kontrasepsi yang ketiga adalah kondom. Sebagaimana yang
diungkapkan bu EK, bahwa ia menggunakan kondom, hal tersebut dilakukan

ciii
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

karena dirinya tidak mau gemuk. Alat kontrasepsi lain seperti suntik dan pil
membuat tubuh menjadi gemuk.
Kondom pun mudah didapatkan di apotek atau dari PPKBD, seperti
dikatakan bu PS, bahwa dirinya selaku PPKBD mendapatkan pil dan kondom
gratis dari PLKB, dan diberikan secara gratis pada siapa saja yang
membutuhkan. Selain itu penggunaan kondom juga sangat praktis
sebagaimana dinyatakan oleh bu EK, bahwa ia malas menggunakan suntik
atau pil KB karena merasa dirinya jarang berhubungan dengan suaminya
sehingga ia lebih memilih kondom.

C. Temuan Hasil Studi yang Dihubungkan dengan Kajian Teori


Manusia merupakan makhluk yang senantiasa membutuhkan kehadiran
manusia lain dalam hidupnya. Manusia selalu melakukan aktivitasnya dalam
kebersamaan masyarakat. Sebagaimana dikatakan oleh Linton (1936:91), “A
society is any group of people who have lived and worked together long enough to
get themselves organized and to think of themselves as a social unit with well-
defined limits”. Masyarakat Sidoharjo telah memenuhi syarat tersebut. Jumlah
penduduk Desa Sidoharjo menurut jenis kelamin sesuai dengan data monografi
desa pada tahun 2009 tercatat sebanyak 3376 jiwa. Jumlah penduduk laki-laki
sebanyak 1634 jiwa, dan perempuan sebanyak 1742 jiwa, yang menempati
wilayah Desa Sidoharjo seluas 177,5955 Ha. Wilayah Desa Sidoharjo terbagi
menjadi 10 Dukuh, yaitu Dukuh Ploso, Sidoharjo, Kauman, Krajan, Demangan,
Lor Pasar, Kliwonan, Tlobong, Sumberjo, dan Purwogondo. Dengan jumlah RW
sebanyak 11, dan 911 kepala keluarga. Desa Sidoharjo mempunyai satu
Kalurahan sebagai wadah untuk menampung aspirasi dan tempat
permusyawaratan masyarakat Desa Sidoharjo. Dari uraian di atas Desa Sidoharjo
telah memenuhi kriteria sebagai suatu masyarakat.
Jika dilihat dari tempat tinggalnya, masyarakat Sidoharjo merupakan
masyarakat pedesaan. Masyarakat desa memiliki ciri-ciri yang khas, yaitu:

civ
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

a) Jumlahnya kecil, dengan tempat tinggal yang terpencil, jauh dari


keramaian kota.
b) Relatif bersifat homogen dengan rasa persatuan yang kuat.
c) Memiliki sistem sosial yang teratur dengan perilaku tradisionalnya.
d) Rasa persaudaraan yang sangat kuat.
e) Taat pada ajaran-ajaran agama dan menurut kepada pemuka
masyarakat.(Darsono Wisadirana, 2004: 49).

Desa Sidoharjo merupakan suatu wilayah dengan kelompok masyarakat yang


relatif homogen, misalnya dalam hal kepercayaan (agama) dan pekerjaan, serta
menempati suatu wilayah dengan kegiatan utama pada sektor pertanian. Sebagian
besar penduduk Desa Sidoharjo memeluk agama Islam, yakni sebanyak 3361
orang, sedangkan sisanya sebanyak 15 orang memeluk agama Katholik. Agama
lain seperti Kristen, Budha, dan Hindu tidak ada. Mata pencaharian masyarakat
Desa Sidoharjo sebagian besar bekerja di bidang pertanian, baik sebagai petani
pemilik sawah maupun buruh tani. Namun demikian ada pula warga yang bekerja
sebagai buruh, PNS, pedagang, peternak, Bidan, dan lain-lain.
Selain itu, menurut sifatnya, masyarakat Sidoharjo merupakan
masyarakat yang bersifat gemeinshcaft (paguyuban), dimana hubungan diantara
anggotanya erat. Masyarakat tipe ini mempunyai ikatan darah dan rasa
persaudaraan kuat di antara anggotanya, serta saling mengenal.

1. Persepsi Masyarakat Mengenai Program KB


Hubungan dan interaksi manusia dengan sesamanya salah satunya
berdasar pada kebutuhan biologis, menjadikan lahirnya manusia-manusia baru
sebagai suatu hal yang tidak dapat dihindari. Lahirnya manusia baru tersebut
semakin lama semakin tak terkendali, oleh karena itu diperlukan adanya suatu
tindakan sebagai langkah preventif agar tidak terjadi ledakan penduduk atau over
populasi. Tindakan pencegahan tersebut dapat dilakukan dengan program
Keluarga Berencana, yaitu suatu upaya atau langkah yang dilakukan untuk
membatasi kelahiran dan menjaga jarak kehamilan. Sebagaimana yang

cv
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

diungkapkan oleh bu ES, yang mengatakan melakukan KB agar tidak punya


banyak anak. (W/ES/12/6/2010).
Langkah-langkah pencegahan kehamilan tersebut dilakukan dengan cara
sederhana maupun dengan cara modern. Maka dari itu partisipasi dalam mengikuti
KB merupakan suatu tindakan penuh kesadaran dan tanggung jawab. Seperti yang
diungkapkan oleh bu ESW, meskipun ia tidak menggunakan alat kontrasepsi,
tetapi dirinya tetap melakukan upaya pencegahan kehamilan dengan cara
sederhana, yaitu pantang berkala. Sementara itu, bu ES, bu ST, bu PN, dan bu YN
memilih menggunakan alat kontrasepsi untuk mencegah kehamilan yang tidak
diinginkan.
Tindakan atau upaya yang dilakukan untuk mencegah kehamilan atau
ber-KB, ikut didasari pula oleh persepsi yang dimiliki masing-masing individu.
Sebagaimana dikatakan ahli, ”persepsi melandasi sikap dan perilaku”. (Monty P.
Satiadarma, 2001:49). Maka dari itu, bagaimana partisipasi seseorang dalam ber-
KB tergantung oleh persepsi yang dimiliki, sebagaimana yang dikatakan oleh bu
ST, bahwa dirinya tidak pernah mendapat penerangan atau penyuluhan tentang
KB dari manapun, sehingga pengetahuannya tentang KB pun terbatas.
(W/ST/15/6/2010).

a. KB Merupakan Kewajiban Perempuan


Persepsi masyarakat mengenai program KB yang pertama adalah KB
merupakan suatu kewajiban seorang perempuan. Dengan adanya persepsi
tersebut, membuat sebagian besar akseptor KB adalah perempuan, sementara
partisipasi laki-laki sangat kecil. Hal tersebut terkait erat adanya pengaruh
faktor sosial dan budaya, sebagaimana diungkapkan oleh ahli, “Setidaknya
ada dua faktor penghambat untuk meningkatkan partisipasi publik Indonesia,
yakni faktor sosial dan budaya”. (Sudharto P. Hadi, 1997: 101). Secara
sosiologis, minimnya akses terhadap informasi mengenai KB serta adanya
perilaku turun temurun bahwa yang menjadi akseptor adalah para perempuan
membuat persepsi KB merupakan kewajiban perempuan terlanjur melekat
dalam pikiran sebagian masyarakat, seperti yang diungkapkan oleh bu ES,

cvi
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

yang mengatakan dengan tegas bahwa KB adalah kewajiban perempuan dan


merupakan hal yang tabu jika laki-laki yang ber-KB atau menjadi akseptor
KB. (W/ES/27/6/2010).
Pernyataan bu ES tersebut mendapat dukungan dari bu YN dan bu
PN. Selama perempuan masih dapat menjadi akseptor, maka perempuanlah
yang KB, jika tidak barulah laki-laki yang terpaksa menggantikan perempuan.
Persepsi tersebut juga diperkuat oleh rendahnya perhatian laki-laki terhadap
berbagai hal mengenai KB yang dilakukan oleh istri mereka, seperti bu YN
yang memilih sendiri alat kontrasepsi yang dipakainya tanpa minta
pertimbangan dari seaminya, karena suaminya pun hanya diam saja saat
dimintai pertimbangan. (W/YN/4/7/2010).

b. KB Hanya Dapat Dilakukan dengan Menggunakan Alat Kontrasepsi


Persepsi masyarakat Sidoharjo yang kedua mengenai KB adalah
bahwa KB hanya dapat dilakukan dengan menggunakan alat kontrasepsi. KB
merupakan tindakan pencegahan kehamilan atau kelahiran, baik untuk
sementara atau untuk selamanya. Sebagaimana dinyatakan, ”Keluarga
Berencana (KB) artinya mengatur jumlah anak sesuai kehendak, dan
menentukan sendiri kapan ingin hamil”.
(http://situs.kesrepro.info/kb?referensi.htm). Dengan KB, seseorang akan lebih
mudah untuk mengatur dan merencanakan jumlah anak dan jarak kelahiran
yang diinginkan. Menurut bu WS, cara-cara KB yang dilakukan untuk
mencegah kehamilan hanya dapat dilakukan dengan menggunakan alat
kontrasepsi yang ada sesuai dengan kecocokan tubuh akseptor.
(W/WS/29/6/2010). Pernyataan tersebut mendapat dukungan dari bu PN yang
mengatakan hal senada. Persepsi ini timbul karena adanya berbagai macam
pilihan alat kontrasepsi yang membantu mencegah kehamilan, sehingga
muncullah persepsi atau anggapan jika tidak memakai alat kontrasepsi sama
dengan tidak ber-KB. Karena tidak digunakannya alat kontrasepsi, jadi tidak
ada suatu alat yang mencegah terjadinya pembuahan dan kemungkinan
terjadinya kehamilan sangat tinggi.

cvii
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

Namun pernyataan bu WS dan bu PN tersebut mendapat sanggahan


dari bu KT, ia menyatakan bahwa KB tidak hanya memakai alat kontrasepsi,
tetapi dapat pula dilakukan dengan cara-cara sederhana seperti pantang
berkala/ sistem kalender dan koitus interuptus, meskipun memang cara-cara
sederhana tersebut mempunyai resiko kegagalan yang lebih tinggi daripada
jika memakai alat kontrasepsi. Bu KT pun menegaskan hal tersebut masih
lebih baik daripada tidak ber-KB sama sekali. (W/KT/19/6/2010).

c. Beberapa Metode Kontrasepsi Menakutkan Bagi Akseptor


Persepsi yang ketiga mengenai program KB adalah ketakutan
terhadap beberapa metode atau alat kontrasepsi menurut akseptor. ”Hal ini
tidak hanya karena terbatasnya metode yang tersedia, tetapi juga oleh
ketidaktahuan mereka tentang persyaratan dan keamanan metode kontrasepsi
tersebut”, (Abdul Bari Saifuddin, 2003: v). Oleh karena itulah, ketakutan para
akseptor disebabkan kurangnya informasi dan pengetahuan yang mantap
mengenai KB dan alat kontrasepsi yang ada, sehingga ketakutan hanya mereka
sendiri yang menciptakannya, sedangkan keamanan alat kontrasepsi yang ada
sudah tentu telah teruji. Sebagaimana yang diungkapkan bu ST, bahwa takut
dengan metode IUD yang pengaplikasiannya dilakukan dengan cara menanam
suatu alat ke dalam rahim dan ditinggalkan di sana dalam jangka waktu
tertentu yang cukup lama. (W/ST/6/7/2010). Ketakutan pun dialami oleh bu
EK yang takut pada metode implan, IUD dan tubektomi, serta bu PN yang
takut pada metode tubektomi. Ketakutan tersebut dikarenakan minimnya
pengetahuan cara menggunakan, efek samping, dan cara kerja dari masing-
masing alat kontrasepsi.
Selain itu, bu ES dan bu ESW mengaku takut pada jarum implan
akan terlepas dari tempat penginsersian jika tangannya digunakan untuk
mengangkat benda berat. Sedangkan kesehariannya, mereka beraktivitas
dengan melakukan pekerjaan-pekerjaan yang membutuhkan kekuatan kedua
tangannya.

cviii
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

Bu KT berpendapat sedikit berbeda, bahwa ketakutan akan efek atau


resiko dari kontrasepsi implan tersebut dapat diminimalisir dengan mencegah
menggunakan tangan untuk beraktivitas berat selama seminggi pasca
penginsersian jarum, dan selalu menjaga kebersihan tempat insersi jarum.
(W/KT/29/6/2010).

2. Latar Belakang Masyarakat Mengikuti Program KB


Partisipasi masyarakat dalam mengikuti KB ditentukan sendiri oleh
masing-masing keluarga dengan penuh kesadaran. Suatu hal yang dilakukan
dengan penuh kesadaran dan tanggung jawab akan membawa hasil yang positif.
Demikian pula dengan partisipasi dalam ber-KB, masyarakat telah tahu betul apa
manfaat yang akan dapat diambil setelah berpartisipasi. Sebagaimana dikatakan
ahli, bahwa masyarakat akan tergerak untuk berpartisipasi jika ”... Partisipasi itu
memberikan manfaat langsung kepada masyarakat yang bersangkutan”.
(Goldsmith dan Blustain dalam Taliziduhu Ndraha, 1990: 105). Masyarakat akan
tergerak dan turut berpartisipasi apabila keikutsertaannya dapat memberikan
manfaat langsung kepada pihak yang bersangkutan. Sebagaimana dikatakan bu
YN, ia merasakan manfaat KB adalah menjarangkan kelahiran dan tidak
menambah jumlah anak. (W/YN/4/7/2010). Dengan ber-KB, masyarakat dapat
mengambil manfaat dari partisipasi menjadi akseptor tersebut, namun masing-
masing keluarga memiliki motif dan tujuan yang berbeda-beda sesuai dengan
kondisi masing-masing.

a. Alasan Ekonomi
Alsan pertama mengapa masyarakat mengikuti KB adalah karena
faktor ekonomi. Alasan ini sangat relatif dan tergantung pada masing-masing
kondisi perekonomian keluarga pelaku KB. Hal inilah yang mendorong bu
YN untuk ber-KB dan tidak ingin mempunyai anak lagi, mengingat kondisi
ekonominya yang pas-pasan, serta sedikit mengalami kesulitan dalam
mencukupi kebutuhan keluarga, sehingga tak terpikir olehnya untuk
menambah jumlah anak. (W/YN/4/7/2010). Logika berpikir para akseptor

cix
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

cukup sederhana, dengan berpikir bahwa banyak anak semakin membutuhkan


biaya hidup banyak pula, berbeda dengan pemikiran orang masa dulu yang
berpikir bahwa banyak anak akan banyak rejeki. Konsep pemikiran tersebut
tak lagi sesuai jika diterapkan dalam kondisi masyarakat pada masa ini.
Anak yang banyak di dalam keluarga dengan perekonomian yang
pas-pasan akan beresiko kekurangan perhatian dan perawatan dari orang tua.
Hal inilah yang dicemaskan oleh bu ES, seandainya punya banyak anak, ia
khawatir anak tidak terurus, perawatan serta pendidikan akan terbengkalai,
berbeda jika anak yang dimiliki sedikit. (W/ES/11/6/2010). Sesungguhnya, ”
orang tua akan lebih mudah dalam memenuhi kebutuhan pangan, sandang,
tempat tinggal dan terutama pendidikannya, seandainya jumlah anak tidak
terlalu banyak”. (Irma Meliana, 2007: 72 dalam Yohanes Setiyawan, 2008:
67). Hal tersebut pula yang dilakukan bu YN, bu ESW, bu EK dan bu ES,
yang melakukan KB dengan tujuan agar tidak mempunyai anak lagi, dan
diharapkan dapat merawat dan memenuhi kebutuhan anak-anak dengan
sebaik-baiknya sesuai hak mereka sebagai manusia.

b. Alasan Kesehatan
Alasan yang kedua adalah alasan kesehatan. Hal tersebut merujuk
pada pentingnya menjaga jarak kehamilan dan kelahiran agar ibu dan bayi
yang dilahirkan sama-sama sehat sehingga dapat menurunkan angka kematian
ibu dan bayi. Sebagaimana yang terdapat dalam UU No. 52 Tahun 2009 pasal
21 ayat 2 tentang Perkembangan Kependudukan dan Pembangunan Keluarga,
disebutkan bahwa kebijakan program KB bertujuan untuk:
6) Mengatur kehamilan yang diinginkan.
7) Menjaga kesehatan dan menurunkan angka kematian ibu, bayi, dan
anak.
8) Meningkatkan akses dan kualitas informasi, pendidikan, konseling,
dan pelayanan KB dan kesehatan reproduksi.
9) Meningkatkan partisipasi dan kesertaan pria dalam praktek KB, dan
10) Mempromosikan penyusuan bayi sebagai upaya untuk menjarangkan
kehamilan (http://www.scribd.com/doc/22637790/UU-No-52-Tahun-
2009-Perkembangan-Kependudukan-dan-Pembangunan-Keluarga).

cx
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

Dari paparan di atas, salah satunya disebutkan bahwa KB bertujuan untuk


menjaga kesehatan dan menurunkan angka kematian ibu, bayi, dan anak.
Dengan menjaga jarak kelahiran ibu akan mampu mengembalikan atau
memulihkan kondisi kesehatan dirinya pasca melahirkan, serta dapat
menyusui bayinya agar mendapat kekebalan tubuh dari ASI. Seperti yang
dinyatakan oleh bu ST, bahwa banyaknya anak dengan jarak umur yang
terlalu dekat akan membuat perkembangannya kurang bagus dan terhambat,
begitu pula dengan kesehatan ibunya yang terganggu karena sering hamil dan
melahirkan. (W/ST/27/6/2010). Hal tersebut juga dibenarkan oleh bu KT,
yang menyatakan bahwa jika seorang ibu tidak KB dan sering melahirkan, ibu
akan mengalami anemia karena ia tak punya kesempatan untuk memulihkan
kondisi tubuh, sedangkan saat persalinan, ibu mengeluarkan darah yang cukup
banyak. (W/KT/29/6/2010). Menurut bu KT, paling tidak dibutuhkan waktu 2
tahun agar pulih kembali alat kandunga ibu dan siap unutk hamil lagi.
Dalam kasus proses kelahiran caesar, jarak kelahiran pertama
dengan kelahiran berikutnya harus benar-benar diperhatikan agar ibu tidak
cepat hamil lagi. Kelahiran secara caesar membutuhkan waktu yang lebih
lama untuk memulihkan kondisi tubuh ibu pascaoperasi. Hal itu pula yang
membuat bu ST menjaga jarak untuk kehamilan berikutnya minimal 3 tahun
untuk kelahiran secara caesar. Ia takut ada masalah dengan rahimnya jika ia
cepat hamil kembali, proses kelahiran anak pertamanya secara caesar dan
kelahiran berikutnya pun bisa dipastikan secara caesar, hal itu disebabkan
karena rahim bu ST (tempat janin) ada dua sehingga membuatnya tidak dapat
melahirkan secara normal. (W/ST/15/6/2010).

3. Alat Kontrasepsi yang Digunakan oleh Masyarakat


Dalam menjalankan program KB, umumnya masyarakat menggunakan
alat kontrasepsi untuk membantu mencegah terjadinya kehamilan yang tidak
diinginkan. Namun, satu dari lima informan yang ber-KB justru tidak
menggunakan alat kontrasepsi dan memilih untuk melakukan cara sederhana. Hal
itu didasari pula oleh adanya efek samping yang ditimbulkan oleh penggunaan

cxi
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

alat kontrasepsi. Sebagaimana dikatakan ahli, ”Kontrasepsi adalah metode


mekanik dan kimiawi untuk mencegah kehamilan... .Dalam arti luas, kontrasepsi
juga meliputi cara-cara alami dan sterilisasi”. (Lucas, McDonald, Young dan
Young, 1984: 62). Meski tidak menggunakan alat kontrasepsi, namun metode
pantang berkala tetap disebut sebagai tindakan KB. Sebagaimana yang dinyatakan
bu ESW, bahwa ia melakukan pantang berkala karena dulu saat akan
menggunakan alat kontrasepsi, suaminya dimintai uang tidak memberi.
(W/ESW/26/6/2010). Walau tak memakai alat kontrasepsi, bu ESW tetap
berusaha agar tidak hamil lagi.

a. Suntik
Metode kontrasepsi suntik dilakukan dengan cara menyuntikkan
suatu ramuan kombinasi obat-obatan kepada tubuh akseptor oleh tenaga
medis. Metode suntik banyak digunakan oleh ibu-ibu segera setelah
melahirkan, seperti pernyataan bu PS, bahwa ibu-ibu di daerah Sidoharjo
banyak yang menggunakan metode suntik segera setelah melahirkan dengan
mendatangi tempat praktek bidan agar tidak cepat hamil lagi.
(W/PS/16/6/2010). Bidan swasta lebih dipilih karena dirasa lebih bisa
memberikan kenyamanan dan bisa dipastikan ada di rumah daripada saat di
Puskesmas, seperti yang dikatakan bu ES, ia memilih mendatangi tempat
praktek bidan swasta karena saat di Puskesmas, bidan jarang ada di tempat,
yang ada hanya mantri. (W/ES/12/6/2010). Bu YN dan bu ST pun mendukung
pernyataan tersebut.
Jarak antara suntikan pertama dengan suntikan berikutnya ada yang
berjarak 1 bulan ada pula yang 3 bulan. Seperti yang dikatakan bu ES, dirinya
menggunakan metode suntik dengan rentangan waktu 3 bulan, menurutnya
resiko suntik KB tidak terlalu besar yaitu tidak mengalami menstruasi sama
sekali. (W/ES/11/6/2010). Metode suntik diberikan kepada akseptor sesuai
atau menurut perhitungan hari sejak penyuntikan sebelumnya, dan akseptor
diberi jadwal kapan harus kembali ke bidan untuk melakukan suntikan
selanjutnya. Hal tersebut dianggap lebih bisa menjamin akseptor untuk tidak

cxii
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

lupa menggunakan kontrasepsi. Sebagaimana yang diungkapkan oleh bu ST,


bahwa suntik KB sudah ada catatan jadwal kapan harus melakukan suntik
kembali. Sedangkan alat kontrasepsi lain seperti pil KB mengharuskan
akseptor untuk tidak lupa meminum pil seetiap hari yang lebih beresiko jika
lupa meminumnya. (W/ST/15/6/2010).
Selain itu, metode suntik ternyata membuat tubuh akseptor menjadi
gemuk, seperti yang dikatakan oleh bu ES, bu ST dan bu EK. Masing-masing
dari mereka mengalami peningkatan berat badan yang cukup banyak dalam
waktu yang singkat. Pemakaian metode suntik dalam jangka waktu yang lama
dapat menurunkan kesuburan akseptor setelah penghentian penyuntikan.
Sebagaimana dikatakan ahli, bahwa salah satu kerugian metode suntik adalah,
”kemungkinan terlambatnya pemulihan kesuburan setelah penghentian
pemakaian”. (Abdul Bari Saifuddin, 2003: MK-34). Hal itu pula yang dialami
oleh bu YN yang menggunakan metode suntik selama 5 tahun tanpa berganti
metode lain, sehingga membuatnya harus menunggu kehamilan kedua selama
2 tahun setelah penghentian pemakaian suntik. (W/YN/4/7/2010).
Metode suntik pun dipercaya dapat membuat badan menggigil
kedinginan saat malam hari, seperti yang dikatakan oleh bu ES, yang
terkadang ia merasakan tubuhnya menggigil kedinginan tanpa sebab, namun
hal itu tidak berlangsung setiap hari, hanya kadang-kadang saja.
(W/ES/27/6/2010). Bu ST dan bu YN pun mendukung pernyataan bu ES
tersebut. Sementara itu biaya untuk mendapatkan layanan KB suntik dirasa
masih terjangkau, bu ES mengaku mengeluarkan biaya sebesar Rp 12.000,-
untuk satu kali suntikan berjangka 3 bulan, sedangkan bu YN sebesar Rp
20.000,- dan bu ST sebesar Rp 22.000,- untuk jangka waktu yang sama.

b. Implan
Selain suntik, metode lain yang digunakan oleh masyarakat
Sidoharjo adalah implan atau susuk. Metode ini didapat dari mengikuti
program safari KB pemerintah dengan biaya yang ringan daripada KB
mandiri. Metode implan dilakukan dengan penginsersian atau penanaman

cxiii
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

batang silinder dengan panjang tak lebih dari 4 cm, dan berdiameter 2 mm.
Batang implan ini diisi dengan obat-obatan pencegah kehamilan. Susuk atau
implan diinsersi pada lengan kiri. Sebagaimana yang diungkapkan bu KT,
bahwa implan ditanam di lengan kiri karena lengan kiri jarang digunakan
untuk beraktivitas, berbeda dengan lengan kanan yang sering dipakai.
Seminggu setelah pemasangan, tangan kiri tidak boleh dipakai untuk
berkativitas berat agar posisi jarum mantap berada di posisi tersebut.
(W/KT/29/6/2010).
Biaya pemasangan implan melalui KB mandiri mencapai ratusan
ribu rupiah, jika melalui safari KB, akseptor hanya mengeluarkan biaya
sebesar Rp 25.000,-. Perbedaan jumlah biaya tersebut yang membuat akseptor
memilih menggunakan metode implan dari safari KB, jarum implan yang
ditanam berjangka 3 tahun dengan jumlah jarum 2 batang. Pemasangan dan
pelepasan jarum masing-masing dengan biaya Rp 25.000,- yang jauh lebih
ringan daripada jika mendapat layanan KB secara mandiri. (W/YN/4/7/2010).
Metode implan pun memiliki efek samping pada diri akseptor,
seperti kegemukan dan tangan yang mudah pegal. Seperti yang dikatakan ahli,
”Tidak ada satu pun metode kontrasepsi yang aman dan efektif bagi semua
klien, karena masing-masing mempunyai kesesuaian dan kecocokan individu
bagi setiap klien”. (Abdul Bari Saifuddin, 2003: vi). Maka dari itu efek yang
dirasakan akseptor satu tidak sama dengan akseptor lain meski menggunakan
alat kontrasepsi yang sama. Bu PN mengaku tidak ada efek yang menganggu
karena dirinya menjaga tangannya untuk tidak digunakan mengangkat benda
berat, selain itu selama menggunakan implan, bu PN juga mengalami
menstruasi secara rutin. (W/PN/3/7/2010). Sedangkan bu YN mengaku tidak
menstruasi sama sekali. (W/YN/4/7/2010).

c. Kondom
Alat kontrasepsi yang ketiga yang digunakan masyarakat adalah
kondom. Kondom terbuat dari karet tipis, vinil atau bahan alami hewani, yang
digunakan oleh pria sebagai pencegah masuknya sperma ke dalam vagina

cxiv
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

perempuan. Kondom hanya dapat digunakan satu kali kemudian dibuang.


Kondom dapat dijadikan pilihan bagi akseptor yang tidak ingin gemuk seperti
jika menggunakan alat kontrasepsi lain. Sebagaimana yang dikatakan oleh bu
EK yang mengatakan bahwa pemilihan menggunakan kondom dilakukan
karena ia tidak mau lagi menggunakan alat kontrasepsi lain yang membuat
badannya menjadi gemuk seperti pil atau suntik KB, kemudian memutuskan
agar suaminya saja yang menggunakan alat kontrasepsi. (W/EK/28/6/2010).
Selain itu, kondom sangat praktis penggunaannya karena hanya
dipakai saat diperlukan saja dan cukup efektif. Sebagaimana dikatakan ahli,
”kondom cukup efektif bila dipakai secara benar pada setiap kali berhubungan
seksual”. (Abdul Bari Saifuddin, 2003: MK-17). Hal itu pula yang mendorong
bu EK malas menggunakan kontrasepsi lain karena ia jarang berhubungan
dengan suaminya. Maka dari itu, dalam penggunaan kondom diperlukan
pengetahuan oleh pengguna tentang bagaimana cara menggunakannya dengan
baik dan benar. Pemakaian kondom juga dapat mencegah terjadinya penularan
penyakit kelamin dari pasangan. Kontrasepsi kondom meningkatkan
partisipasi pria dalam ber-KB
Kondom mudah didapat di apotek-apotek dengan harga yang
terjangkau yaitu sebesar Rp 5.000,- berisi 12 buah, atau didapat dari PPKBD
secara gratis bagi yang membutuhkan. (W/PS/16/6/2010).

cxv
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

BAB V
SIMPULAN, IMPLIKASI, DAN SARAN

A. SIMPULAN
Berdasarkan analisis data dan pembahasan tentang partisipasi masyarakat
dalam mengikuti program Keluarga Berencana (KB) di Desa Sidoharjo,
Kecamatan Polanharjo, Kabupaten Klaten, penulis dapat mengambil kesimpulan
sebagai berikut:
1. Persepsi masyarakat mengenai program KB adalah, pertama KB merupakan
suatu kewajiban perempuan, sehingga perempuanlah yang seharusnya
menjadi akseptor KB, bukan pria. Jika perempuan tidak memungkinkan untuk
menjadi akseptor, maka pria yang menjadi akseptor. Kedua, KB hanya dapat
dilakukan dengan alat kontrasepsi, jika tidak menggunakan salah satu alat
kontrasepsi yang ada, berarti tidak KB. Ketiga, beberapa alat kontrasepsi
menakutkan bagi akseptor, seperti IUD, implan dan tubektomi. Para akseptor
takut akan cara pengaplikasian alat atau cara kontrasepsi yang dilakukan
dengan cara pembedahan dan pembiusan, alat yang dimasukkan ke dalam
tubuh dan ditinggalkan dalam jangka waktu tertentu pada metode IUD dan
implan.
2. Hal yang melatarbelakangi masyarakat mengikuti program KB, ada dua
alasan. Pertama adalah alasan ekonomi, masyarakat ber-KB karena takut akan
memiliki banyak anak, berarti biaya hidup yang dibutuhkan untuk
menghidupi dan membesarkan anak juga banyak. Masyarakat takut jika
punya banyak anak tidak akan bisa memenuhi kebutuhan hidup dan hak-hak
anak yang dilahirkan, sehingga membuat anak terlantar. Alasan kedua yaitu
alasan kesehatan. Jika tidak ber-KB dan sering melahirkan, ditakutkan hal
tersebut akan menganggu perkembangan anak dan kesehatan ibu. Seorang ibu
yang baru saja melahirkan butuh waktu minimal dua tahun untuk memulihkan
kesehatan diri dan menyusui anaknya, pada kelahiran secara caesar
membutuhkan jarak kelahiran yang lebih lama dibanding kelahiran normal.

cxvi
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

3. Jenis alat kontrasepsi yang digunakan oleh masyarakat ada tiga. Yang
pertama adalah suntik. Suntik KB dipilih karena mudah diperoleh, yaitu
dengan mendatangi tempat praktek swasta bidan dengan biaya yang relatif
murah. Jarak antarsuntikan dipilih selama 3 bulan disertai dengan catatan
jadwal melakukan suntikan kembali, sehingga dianggap memudahkan
akseptor. Yang kedua metode implan, implan diperoleh dari mengikuti
program safari KB pemerintah. Dalam program safari KB, akseptor hanya
dikenai biaya masing-masing sebesar Rp 25.000,- untuk pemasangan dan
pelepasan implan dua jarum berjangka tiga tahun. Biaya tersebut lebih murah
bila dibandingkan jika melakukan KB mandiri yang mencapai ratusan ribu
rupiah. Alat kontrasepsi yang ketiga adalah kondom. Kondom dipilih karena
tidak menimbulkan efek samping seperti kegemukan pada diri akseptor, tidak
seperti alat kontrasepsi lain berupa pil atau suntik. Penggunaan kondom
sangat praktis karena hanya digunakan saat diperlukan saja.
Jadi disimpilkan bahwa partisipasi masyarakat Sidoharjo dalam mengikuti
program KB adalah tinggi, hal tersebut dapat dilihat dari jumlah peserta KB
mandiri, yaitu menjadi akseptor KB atas kesadaran dan suka rela mau
mengeluarkan biaya sendiri untuk mendapatkan layanan kontrasepsi yang
dianggap paling efektif sebanyak 262 akseptor (78, 68%) dari jumlah peserta KB
aktif. Jumlah tersebut lebih banyak dibanding jumlah akseptor yang ber-KB
melalui jalur pemerintah yang berjumlah 71 akseptor (21,32%).

B. IMPLIKASI
Berdasarkan simpulan hasil penelitian, dapat dikaji implikasi sebagai
berikut:
1. Implikasi Teoretis
Menambah wawasan mengenai berbagai macam kontrasepsi agar
masyarakat dapat menggunakannya secara mantap dalam mengikuti program
KB. Dalam program KB, maka partisipasi masyarakat harus didasari oleh
kesadaran yang tinggi, bahwa partisipasi yang dilakukan dapat memberi

cxvii
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

manfaat terhadap dirinya, sehingga partisipasi dengan menjadi akseptor KB


dapat dijalankan dengan penuh tanggung jawab dan sukarela.

2. Implikasi Praktis
Dari penelitian ini, implikasi praktis adalah memberikan
pengetahuan kepada masyarakat Desa Sidoharjo, Kecamatan Polanharjo,
Kabupaten Klaten tentang pentingnya berpartisipasi dalam program KB
dengan menjadi akseptor yang menggunakan kontrasepsi secara mantap agar
tujuan program KB dapat tercapai dengan baik.

C. SARAN
Setelah mengadakan penelitian dan pengkajian tentang partisipasi
masyarakat dalam mengikuti program KB di Desa Sidoharjo, Kecamatan
Polanharjo, Kabupaten Klaten, penulis memberikan saran-saran sebagai berikut:
1. Bagi akseptor, hendaknya meningkatkan kesadaran akan pentingnya
melakukan KB dengan menggunakan cara-cara kontrasepsi secara mantap.
2. Bagi PLKB dan PPKBD hendaknya memberikan penyuluhan tentang KB
kepada seluruh masyarakat untuk meningkatkan partisipasi masyarakat dalam
mengikuti program KB.
3. Bagi Puskesmas Pembantu Desa Sidoharjo, hendaknya meningkatkan
pelayanan KB dan kontrasepsi bagi masyarakat untuk memudahkan
masyarakat mengakses layanan KB dan berbagai alat kontrasepsi sesuai
kebutuhan.
4. Bagi pemerintah Desa Sidoharjo, hendaknya lebih memberikan perhatian dan
berperan dalam menggalakkan ataupun pelaksanaan KB di Desa Sidoharjo.
5. Bagi pemerintah pusat, hendaknya lebih menekankan perlunya koordinasi
antar departemen dan instansi yang berada di daerah agar program KB tetap
dapat berjalan efektif, serta dapat mencapai tujuan dari program KB itu
sendiri.

cxviii
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

cxix
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

DAFTAR PUSTAKA

Abdul Bari Saifuddin (ed). 2003. Buku Panduan Praktis Pelayanan Kontrasepsi.
Jakarta: Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjono.

Alex S. Nitisemito. 1982. Manajemen Personalia. Jakarta: Ghalia Indonesia.

Bilson Simamora. 2003. Membongkar Kotak Hitam Konsumen. Jakarta:


Gramedia.

_________. 2004. Panduan Riset Perilaku Konsumen. Jakarta: Gramedia.

Bimo Walgito. 1997. Pengantar Psikologi Umum. Yogyakarta: Andi Offset.

BKKBN. 1985. 25 Tahun Gerakan Keluarga Berencana.

Bogdan, Robert & Steven J. Taylor. 1993. Kualitatif Dasar-Dasar Penelitian.


Terjemahan A. Khozin Afandi. Surabaya: Usaha Nasional.

Darsono Wisadirana. 2004. Sosiologi Pedesaan. Malang: UMM Press.

Dono Susilo. 2004. Komunikasi Informasi Edukasi (KIE) dan Program Keluarga
Berencana (KB) Mandiri: Studi Tentang Efektivitas KIE untuk
Meningkatkan Partisipasi Masyarakat dalam Program KB Mandiri di
Desa Trosemi Kecamatan Gatak Kabupaten Sukoharjo. Skripsi: UNS.

Hassan Shadily. 1984. Sosiologi Untuk Masyarakat Indonesia. Jakarta: Bina


Aksara.

Horton, Paul B. dan Chester L. Hunt. 1999. Sosiologi. Jakarta: Erlangga.

http://jawatengah.go.id/bkkbn/misi.htm

http://scribd.com/doc/22637790/UU-No-52-Tahun-2009-Perkembangan-
Kependudukan-Dan-Pembangunan-Keluarga

http://situs.kesrepro.info/kb/referensi.htm

Jefta Leibo. 1990. Sosiologi Pedesaan. Yogyakarta: Andi Offset.

Johnson, Doyle Paul. 1988. Teori Sosiologi Klasik dan Modern. Terjemahan
Robert MZ. Lawang. Jakarta: Gramedia.

Kamanto Sunarto. 2004. Pengantar Sosiologi. Jakarta: FE UI Press.

Khairuddin. 1992. Pembangunan Masyarakat Tinjauan Aspek Sosiologis,


Ekonomi, dan Perencanaan. Yogyakarta: Liberty.

cxx
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

Koentjaraningrat. 1990. Kebudayaan, Mentalitas dan Pembangunan. Jakarta:


Gramedia.

_________. 1990. Pengantar Ilmu Antropologi. Jakarta: Gramedia.

Lexy J. Moleong. 1990. Metodologi Penelitian Kualitatif. Bandung: Remaja


Rosdakarya.

Linton, Ralph. 1936. The Study of Man. New York: Appleton-Century-Crofts, Inc.

Lucas, David, Peter McDonald, Elspeth Young & Christabel Young. 1984.
Pengantar Kependudukan. Terjemahan Nin Bakdi Sumanto & Riningsih
Saladi. Yogyakarta: UGM Press.

Miftah Thoha. 1994. Perilaku Organisasi. Jakarta: Raja Grafindo.

Miles, Matthew B. & A. Michael Huberman. 1992. Analisis Data Kualitatif.


Jakarta: UI Press.

Monty P. Satiadarma. 2001. Persepsi Orang Tua Membentuk Perilaku Anak.


Jakarta: Pustaka Populer Obor.

Munandar Soelaeman. 2006. Ilmu Sosial Dasar. Bandung: Refika Aditama.

N. Daldjoeni. 1997. Seluk Beluk Masyarakat Kota. Bandung: Alumni.

Nasution, S. 2003. Metode Research. Jakarta: Bumi Aksara.

Said Rusli. 1994. Pengantar Ilmu Kependudukan. Jakarta: Pustaka LP3ES


Indonesia.

Sajogyo dan Pudjiwati Sajogyo. 1992. Sosiologi Pedesaan Jilid 1. Yogyakarta:


UGM Press.

Slamet ,Y. 1994. Pembangunan Masyarakat Berwawasan Partisipasi. Surakarta:


UNS Press.

Soerjono Soekanto. 2007. Sosiologi: Suatu Pengantar. Jakarta: Rajawali Pers.

Sudharto P. Hadi. 1997. Aspek Sosial AMDAL: Sejarah, Teori dan Metode.
Yogyakarta: UGM Press.

Sukardi. 2005. Metodologi Penelitian Pendidikan. Jakarta: Bumi Aksara.

Sutopo, H.B. 2002. Metodologi Penelitian Kualitatif. Surakarta: UNS Press.

Taliziduhu Ndraha. 1990. Pembangunan Masyarakat Tinggal . Jakarta: Rineka


Cipta.

cxxi
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

Totok Mardikanto. 1994. Bunga Rampai Pembangunan Pertanian. Surakarta:


UNS Press.

Yin, Robert K. 2006. Studi Kasus (Desain dan Metode). Jakarta: Raja Grafindo
Persada.

Yohanes Setiyawan. 2008. Pelaksanaan Program KB pada Penduduk Miskin di


Daerah Permukiman Liar (Studi Kasus di Permukiman Sepanjang rel
KA Joglo Kelurahan Nusukan Kecamatan Banjarsari Kota Surakarta
Tahun 2007. Skripsi: UNS.

cxxii

Anda mungkin juga menyukai