Anda di halaman 1dari 167

library.uns.ac.id digilib.uns.ac.

id

ANALISIS WACANA LISAN INTERAKSI GURU DAN SISWA DI KELAS


(Studi Kasus Pemakaian Bahasa di SMA Negeri 3 Sragen dalam

Mata Pelajaran Bahasa Indonesia, Biologi, dan Sosiologi)

TESIS
Disusun untuk Memenuhi Sebagian Syarat Memperoleh Derajat Magister
Program Studi Pendidikan Bahasa Indonesia

Oleh:

Raharjo Dwi Untoro


S840209113

PROGRAM PASCASARJANA
UNIVERSITAS SEBELAS MARET
SURAKARTA
2010

1
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

ANALISIS WACANA LISAN INTERAKSI GURU DAN SISWA DI KELAS

(Studi Kasus Pemakaian Bahasa di SMA Negeri 3 Sragen dalam

Mata Pelajaran Bahasa Indonesia, Biologi, dan Sosiologi)

Disusun oleh:

Raharjo Dwi Untoro


S840209113

Telah disetujui oleh Tim Pembimbing

Pada tanggal, 22 Juni 2010

Pembimbing I Pembimbing II

Dr. Budhi Setiawan, M.Pd. Prof. Dr. H. Kunardi Hardjoprawiro, M.Pd.


NIP. 196105241989011001 NIP. 130 189 637

Mengetahui
Ketua Program Studi Bahasa Indonesia

Prof. Dr. Herman J. Waluyo, M.Pd.


NIP. 194403151978041001

2
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

ANALISIS WACANA LISAN INTERAKSI GURU DAN SISWA DI KELAS

(Studi Kasus Pemakaian Bahasa di SMA Negeri 3 Sragen dalam Mata

Pelajaran Bahasa Indonesia, Biologi, dan Sosiologi)

Oleh :

Raharjo Dwi Untoro

S840209113

Telah disetujui oleh Tim Penguji

Pada tanggal, 27 Juli 2010

Jabatan Nama Tanda tangan

Ketua Prof. Dr. Herman J. Waluyo, M.Pd …………….

Sekretaris Prof. Dr. St. Y. Slamet, M.Pd. .....................

Anggota Penguji:

1. Dr. Budhi Setiawan, M.Pd. ....................

2. Prof. Dr. H. Kunardi Hardjoprawiro, M.Pd. ...................

Surakarta, .........Juli 2010

Mengetahui

Direktur Program Pascasarjana UNS Ketua Program PBI

Prof. Drs. Suranto, M.Sc., Ph.D. Prof. Dr. Herman J. Waluyo, M.Pd.
NIP. 195708201985031004 NIP. 19440315197841001

3
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

MOTTO

Mencari ilmu itu wajib bagi laki-laki dan perempuan muslim.

( H. R. Muslim)

Agama tanpa ilmu pengetahuan lumpuh, ilmu pengetahuan tanpa agama buta.

(Albert Einstein)

Ngelmu iku Ilmu adalah

Kalakone kanthi laku dijalankan dengan bermati raga

Lekase lawan kas Dimulai dengan kemauan yang keras

Tegese kas nyantosani kemauan yang keras adalah penguat

tekad

Setya budya pangekese dur angkara Selalu setia akan tujuan dapat

menghancurkan godaan

( KGPAA. Mangkunegoro IV)

Sekali layar terkembang pantang biduk ke tepian.

Punna lebba kuka’rangno sombalakku kualleangngangngi talanggana

towaliayya.

( dari Makassar)

4
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

PERSEMBAHAN

Teriring salam dan do’a serta puji syukur Kehadirat

Allah SWT, kupersembahkan karya ini untuk:

1. Ayahanda Sarmin Sastro Widodo (Alm.) dan

Ibunda Martini Diniyati

2. Ayahanda H. Mujiyo Noto Miharjo (Alm) dan

Ibunda Hj. Suyatmi

3. Istriku tercinta Mulyanti, Bsc. yang telah

memberikan dukungan dan dorongan untuk

menyelesaikan tesis ini.

4. Anakku tercinta Thoriq Azis Wirahadinata yang

telah memberikan kebahagian dalam hidup.

5. Adik-adiku dan sahabat-sahabatku yang telah

memberikan do’a restu dengan tulus .

v
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

PERNYATAAN

Yang bertanda tangan di bawah ini, saya

Nama : Raharjo Dwi Untoro

NIM : S. 840209113

menyatakan dengan sesungguhnya , bahwa tesis berjudul ” Analisis Wacana

Lisan Interaksi Guru dan Siswa di Kelas: Studi Kasus Pemakaian Bahasa di SMA

Negeri 3 Sragen dalam Mata Pelajaran Bahasa Indonesia, Biologi, dan Sosiologi”

adalah betul-betul karya saya sendiri. Hal-hal yang bukan karya saya dalam tesis

tersebut diberi tanda citasi dan ditunjukkan dalam daftar pustaka.

Apabila di kemudian hari terbukti pernyataan saya tidak benar, maka saya

bersedia menerima sanksi akademik berupa pencabutan tesis dan gelar yang saya

peroleh dari tesis tersebut.

Surakarta, 14 Juli 2010

Yang membuat pernyataan

Raharjo Dwi Untoro

vi
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

KATA PENGANTAR

Puji syukur ke hadirat Allah yang Mahakuasa yang telah memberikan Rahmat

dan Hidayah-Nya, sehingga penyusunan tesis ini dapat diselesaikan dengan judul

” Analisis Wacana Lisan Interaksi Guru dan Siswa di Kelas :Studi Kasus

Pemakaian Bahasa di SMA Negeri 3 Sragen dalam Mata Pelajaran Bahasa

Indonesia, Biologi, dan Sosiologi”.

Tesis ini dapat diselesaikan karena bantuan dari berbagai pihak. Oleh karena

itu, pada kesempatan ini penulis menyampaikan ucapan terima kasih kepada yang

terhormat: 1) Prof. Drs. Suranto, M.Sc., Ph.D., Direktur PPs UNS yang telah

memberikan izin penyusunan tesis ini; 2) Prof. Dr. Herman J. Waluyo, M.Pd.,

Ketua Program Studi Bahasa Indonesia Program Passcasarjana UNS, yang telah

memberikan arahan dan masukan sehingga tesis ini dapat disusun dengan lancar;

3) Dr. Budi Setiawan, M.Pd., sebagai pembimbing I yang telah memberikan

bimbingan dengan penuh kesabaran, ketulusan, dan ketelitian sehingga tesis ini

dapat disusun dengan lancar; 4) Prof. Dr. H. Kunardi Hardjoprawiro, M.Pd.,

sebagai pembimbing II yang telah memberikan kekuatan, bimbingan, masukan

yang berharga, dan motivasi sehingga penyusunan tesis ini dapat diselesaikan;

5) Drs. Gatot Supadi, M.B.A., M.M., sebagai Kepala Dinas Pendidikan

Kabupaten Sragen yang telah memberikan izin penelitian di wilayahnya; 6) Drs.

Sumarsono, M.Pd., sebagai Kepala SMA Negeri 3 Sragen yang telah memberikan

izin penelitian; 7) Tidak lupa ucapan terima kasih kepada semua guru, karyawan

SMA Negeri 3 Sragen, khususnya Bp. Arif Purwadi, S.Pd., Ibu Febtilita Yulianti,

vii
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

S.Pd., Ibu Sri Iswati, S.Pd., dan Dra. Dyah Retno Sejati, yang telah berkenan

menjadi subjek penelitian; 8) Kedua orang tua penulis yang telah memberikan

restu dan doanya; 9) Istriku tercinta, anakku yang tersayang yang dengan tulus

hati memberikan doa, dukungan, dorongan, pengorbanan, kesabaran, kesetiaan,

dan cinta kasihnya selama penyelesaian tesis ini.

Peneliti menyadari sepenuhnya bahwa tesis ini masih jauh dari

kesempurnaan. Oleh karena itu, berbagai saran dan kritik yang membangun demi

kesempurnaan tesis ini agar lebih baik dan bermanfaat sangat diharapkan. Semoga

Allah yang Mahakuasa selalu memberikan Rahmat dan Hidayah-Nya dalam

segala langkah, sekarang dan selamanya. Amin.

Surakarta, 14 Juli 2010

Peneliti,

R. D. U.

viii
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

DAFTAR ISI

Halaman

JUDUL ................................................................................................. i

PENGESAHAN PEMBIMBING ....................................................... ii

PENGESAHAN PENGUJI TESIS .................................................... iii

MOTTO................................................................................................ iv

PERSEMBAHAN................................................................................. v

PERNYATAAN.................................................................................... vi

KATA PENGANTAR.......................................................................... vii

DAFTAR ISI......................................................................................... ix

DAFTAR LAMPIRAN........................................................................ xii

DAFTAR GAMBAR ........................................................................... xiii

DAFTAR SINGKATAN ..................................................................... xiv

ABSTRAK ........................................................................................... xv

ABSTRACT ......................................................................................... xvii

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah....................................................... 1

B. Rumusan Masalah ................................................................. 6

C. Tujuan Penelitian................................................................... 7

A. Manfaat Penelitian ............................................................... 8

a. Manfaat Teoritis ............................................................ 8

b. Manfaat Praktis ............................................................ 8

ix
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

BAB II KAJIAN TEORI, PENELITIAN YANG RELEVAN,

KERANGKA BERPIKIR

A. Kajian Teori

1. Interaksi Belajar Mengajar di Kelas............................... 10

a. Hakikat Interaksi Belajar Mengajar di Kelas.......... 10

b. Penataan Pola Komunikasi dalam Interaksi

Belajar Mengajardi Kelas........................................... 15

2. Wacana Lisan Guru dan Siswa di Kelas ......................... 23

a. Hakikat Wacana........................................................... 23

b. Analisis Wacana Lisan ................................................ 24

c. Fungsi Bahasa .............................................................. 27

d. Pragmatik .................................................................... 30

e. Konteks Situasi Tutur ................................................. 33

f. Tindak Tutur ............................................................... 33

g. Struktur Wacana Lisan Interaksi di Kelas .............. 38

h. Partikel dalam Wacana Lisan .................................... 48

i. Praanggapan, Implikatur, dan Entailmen ................ 52

j. Alih Kode dan Campur Kode..................................... 56

B. Penelitian yang Relevan ........................................................ 61

C. Kerangka Berpikir ............................................................. 62

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

A. Jenis Penelitian ....................................................................... 64

x
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

B. Data dan Sumber Penelitian ................................................. 65

C. Lokasi Penelitian .................................................................... 67

D. Teknik Cuplikan .................................................................... 67

E. Metode Penelitian ................................................................... 69

F. Teknik Pengumpulan Data ................................................... 69

G. Teknik Validitas Data Penelitian .......................................... 71

H. Teknik Analisis Data Penelitian ............................................ 71

BAB IV PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

A. Struktur Wacana Lisan dalam Interaksi Guru dan Siswa

di Kelas ...... .............................................................................. 74

B. Fungsi Bahasa Wacana Lisan dalam Interaksi Guru dan

Siswa di Kelas .......................................................................... 118

C. Partikel Wacana Lisan dalam Interaksi Guru dan Siswa

di Kelas.................................................................................... 128

D. Alih Kode dan Campur Kode Wacana Lisan dalam

Interaksi Guru dan Siswa di Kelas ........................................ 135

BAB V SIMPULAN, IMPLIKASI, DAN SARAN

A. Simpulan .................................................................................. 140

B. Implikasi .................................................................................. 143

C. Saran ........................................................................................ 144

DAFTAR PUSTAKA .......................................................................... 145

LAMPIRAN ......................................................................................... 150

xi
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

DAFTAR GAMBAR

Gambar Halaman

1. Hubungan aktif dua arah antar pendidik dan anak didik .. 13

2. Hubungan interaktif antara pendidik dan anak didik yang

diikat oleh tujuan ............................................................... 13

3. Hubungan dua arah antara pendidik dan anak didik yang

diikat oleh tujuan, dan materi pelajaran yang sesuai

dengan tujuan .................................................................... 14

4. Hubungan interaktif antara pendidik dan anak didik

yang diikat oleh tujuan, bahan pelajaran, metode, sarana,

dan evaluasi........................................................................ 14

5. Pola komunikasi satu arah.................................................. 15

6. Pola komunikasi dua arah ................................................. 16

7. Pola komunikasi tiga arah ................................................. 17

8. Diagram kerangka berpikir ............................................... 63

9. Dokumentasi interaksi guru dan siswa di kelas XI IPA-3

bersama Bp. Arif Purwadi, S.Pd. ..................................... 86

10. Dokumentasi interaksi guru dan siswa di kelas X-E

bersama Ibu Sri Iswati, S.Pd.. ........................................... 89

11. Dokumentasi Interaksi Guru dan Siswa di kelas X-I

bersama Ibu Febtilita Yulianti, S.Pd.. ............................... 91

xii
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran Halaman

1. Interaksi Guru dan Siswa di Kelas XI IPA-3 ................. 150

2. Interaksi Guru dan Siswa di Kelas X-E ......................... 205

3. Interaksi Guru dan Siswa di Kelas X-I ........................... 268

4. Analisis Partikel Wacana Lisan Interaksi Guru dan

Siswa di Kelas ................................................................ 304

5. Transkripsi Alih Kode dan Campur Kode Interaksi

Guru dan Siswa di Kelas ................................................ 309

6. Transkripsi Wawancara I................................................ 327

7. Transkripsi Wawancara II .............................................. 329

8. Transkripsi Wawancara III ............................................. 331

9. Surat Permohonan Ijin Penelitian .................................. 333

10. Surat Ijin Penelitian ........................................................ 334

11. Surat Keterangan Melaksanakan Penelitian ................... 335

xiii
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

DAFTAR SINGKATAN

CL. I/204 : Catatan Lapangan romawi I nomor 204

CL. II/105 : Catatan Lapangan romawi II nomor 105

CL. III/216 : Catatan Lapangan romawi III nomor 216

G : Guru

G. BI : Guru Bahasa Indonesia

G. Bio. : Guru Biologi

G. Sos. : Guru Sosiologi

Pn : Peneliti

S : Siswa

xiv
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

ABSTRAK

Raharjo Dwi Untoro, S840290113. 2010. Analisis Wacana Lisan Interaksi Guru
dan Siswa di Kelas: Studi Kasus Pemakaian Bahasa SMA Negeri 3 Sragen dalam
Mata Pelajaran Bahasa Indonesia, Biologi, dan Sosiologi. Tesis: Program
Pascasarjana Universitas Sebelas Maret Surakarta.
Penelitian ini bertujuan untuk : (1) mendeskripsikan dan menjelaskan struktur
wacana lisan guru dan siswa dalam kelas di SMA Negeri 3 Sragen pada waktu
proses belajar mengajar, (2) mendeskripsikan dan menjelaskan fungsi bahasa
dalam tindak tutur interaksi guru dan siswa dalam kelas di SMA Negeri 3 Sragen
pada waktu proses belajar mengajar, (3) mendeskripsikan dan menjelaskan
partikel wacana lisan dalam tindak tutur interaksi guru dan siswa dalam kelas di
SMA Negeri 3 Sragen pada waktu proses belajar mengajar, dan (4)
mendeskripsikan dan menjelaskan alih kode dan campur kode wacana lisan
interaksi guru dan siswa SMA Negeri 3 Sragen.
Penelitian ini termasuk studi kajian wacana yang mengambil lokasi di
SMA Negeri 3 Sragen. Data dalam penelitian ini berupa wacana lisan interaksi
guru dan siswa dalam peristiwa komunikasi belajar mengajar di kelas. Karena itu,
datanya berwujud rekaman percakapan di kelas antara guru dengan siswa yang
ditranskripsikan. Untuk pemilihan dan jumlah serta jenis sumber data dilakukan
dengan teknik cuplikan. Pengambilan datanya dengan teknik rekam, teknik catat,
dan teknik wawancara. Teknik analisis datanya menggunakan analisis kontektual.
Proses analisis dilakukan bersamaan dengan proses pengumpulan data, dengan
mendasarkan : (1) teori tindak tutur di kelas yang dikemukakan Sinclair dan
Coultrad, (2) Teori fungsi bahasa yang dikemukakan MAK Haliday, dan (3)
Partikel wacana lisan yang dikemukakan Stubs, Linke, Nussbaumer, dan Portman.
Berdasarkan analisis dan pembahasan hasil penelitian, disimpulkan
bahwa interaksi guru dan siswa di kelas menunjukkan pola pertukaran yang
teratur. Percakapan di kelas tersebut mengarah pada satu tujuan untuk mencapai
tujuan pembelajaran. Percakapan di kelas peran guru dominan, siswa berbicara
bilamana ada kesempatan yang diberikan guru. Selain itu, juga ditandai dengan
bahasa yang komunikatif sehingga tersampaikan informasi dengan mudah dan
jelas. Karakteristik wacana lisan dalam kelas ini ditandai oleh adanya konteks di
luar ujaran guru yang cukup berpengaruh terhadap makna ujarannya seperti :
tempat, waktu, suasana, subyek, topik, tujuan, dan nada.
Bentuk wacana lisan guru dan siswa di kelas ditentukan juga oleh fungsi
bahasa yang digunakan baik guru ataupun siswa. Secara umum fungsi bahasa
sebagai alat komunikasi. Hasil penelitian ini menunjukkan fungsi bahasa sebagai
berikut : (1) fungsi instrumental, (2) fungsi regulasi, (3) fungsi representasi, (4)
fungsi interaksi, (5) fungsi perorangan, (6) fungsi heuristik, dan (7) fungsi
imajinatif. Fungsi imajinatif tidak ditemukan selama penelitian ini, karena fungsi
bahasa ini sering digunakan dalam karya sastra.
Partikel sangat penting dalam percakapan atau wacana lisan, khususnya
saat pergantian pembicara. Dalam analisis wacana lisan interaksi guru dan siswa
di kelas ini ditemukan beberapa partikel yang digunakan baik guru ataupun siswa
saat berbicara. Adapun partikel-partikel tersebut adalah : bentuk tegun, bentuk

xv
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

pengurangan kecepatan pertukaran, pembukaan pembicaraan, isyarat pembicara,


isyarat mitra bicara, ucapan salam, sapaan, panggilan, penerimaan, dan penolakan.
Peristiwa alih kode dan campur kode terjadi pada wacana lisan interaksi
guru dan siswa di kelas, khususnya bahasa Indonesia ke dalam bahasa Jawa,
bahasa Arab, dan bahasa Inggris.

xvi
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

ABSTRACT

Raharjo Dwi Untoro, S840290113. 2010. Spoken Discourse Analysis of Teacher


and Student Interaction in the Class : Case study the using language of Sragen 3
Senior State High School in Indonesia language subject, biology, and sosiology.
Thesis: The Graduate Programme, Sebelas Maret University of Surakarta.
This goals of this research are : (1) to describe and explain the structure of
spoken discourse between teacher and student in the class of Sragen 3 Senior
State High School in teaching and learning process, (2) to describe and explain the
function of language in interaction communication between teacher and student in
class of Sragen 3 Senior State High School in teaching learning process, (3)
describe and explain particle of spoken discourse in interaction communication
between teacher and student in class of Sragen 3 Senior State High School in
teaching learning process, and (4) describe and explain code mixing and code
switching of spoken discourse in interaction communication between teacher and
student in class of Sragen 3 Senior State High School in teaching learning process.
The research is designed as discourse analysis which takes place in
Sragen 3 Senior State High School. The data of the research is spoken discourse
between teacher and student in their interaction and communication in class. The
data is in the speech recorder form which transcript onto text. Purposive
sampling technique is used to collect and select the source of data. The data is
taken by recording, writing, and interviewing the respondents. The data is
analyzed by contextual method. The analysis process is design together with the
data sampling collection which based on: (1) the spoken act theory in the class as
proposed by Sinclair and Coultrad, (2) The function of language’s theory which
explained by MAK Haliday, and (3) The particle os spoken discourse which
designed by Stubs, Linke, Nussbaumer, and Portman.
The result shows that the interaction between teacher and student in the
class demonstrates a regular pattern of exchange. The speech in the class is
designed to reach the teaching purposes. The teacher is dominant; on the other
hand, the student will speak as the chance has been given by teacher. The
communicative language is conducted in order to deliver the information ease and
clear. The spoken discourse characteristic in class is marked by the contact which
out of speech of: place, time, mood, subject, topic, aim, and intonation that affect
the mean of speech.
The form of spoken discourse between teacher and student in the class is
formulated by the language function which used by booth of teacher and student.
In general, the function of language is as a tool of communication. The research
shows that the language function as follows: (1) the instrumental function, (2) the
regulatory function, (3) the representational function, (4) the interaction function,
(5) the personal function, (6) the heuristic function, and (7) the imaginative
function. The imaginative function can not be identified in this research, as it is
frequently used in the fiction.
The particle is very important in the speech or spoken discourse, especially
in the exchange of the subject of speech. The result confirms some particles are
identified in the class. These particles can be described as follows: the pause of

xvii
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

speech, the decrease of exchange acceleration, the prolog of speech, the sign of
speaker, the sign of peers, the greeting form, names, words of acception and
objection.
Event of code switching and code mixing happened at spoken discourse of

interaction of teacher and student in class, especially Indonesian to Java language,

Arabic language, and English language.

xviii
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Proses belajar mengajar yang berlangsung di SMA merupakan proses

komunikasi yang melibatkan guru dan siswa. Proses ini bertujuan untuk

mengadakan perubahan tingkah laku anak didik menuju kemandirian dan

kedewasaan diri. Dalam melakukan perubahan ini guru SMA memiliki dua peran

,yaitu sebagai pengajar dan pendidik. Zamzani (2002: 129) menyatakan bahwa

sebagai pengajar, guru berkewajiban memberikan pengetahuan dan keterampilan

kepada anak didik sehingga anak didik menjadi manusia yang cerdas dan

terampil. Sebagai pendidik, guru berkewajiban memberikan nilai-nilai dan

membina anak didik agar menjadi manusia yang memiliki moral dan budi pekerti

yang baik. Apabila dicermati proses interaksi siswa dapat dibina dan merupakan

bagian dari proses pembelajaran, seperti yang dikemukan oleh Corey (Admin,

2007: 21 dalam http:// miftahul ulum, dikti. net / index. php ? option = com. )

dikatakan bahwa :" Pembelajaran adalah suatu proses di mana lingkungan

seseorang secara sengaja dikelola untuk memungkinkan ia turut serta dalam

tingkah laku tertentu dalam kondisi-kondisi khusus atau menghasilkan respons

terhadap situasi tertentu.”

Dari uraian di atas, proses pembelajaran yang baik dapat dilakukan oleh

siswa baik di dalam maupun di luar kelas, dan dengan karakteristik yang dimiliki

oleh siswa diharapkan mereka mampu berinteraksi dan bersosialisasi dengan

teman-temannya secara baik dan bijak.

1
xix
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

Proses pendidikan dan pengajaran di sekolah berlangsung interaksi guru

dan siswa dalam proses belajar mengajar yang merupakan kegiatan paling pokok.

Jadi proses belajar mengajar merupakan proses kegiatan interaksi antara dua unsur

manusiawi yakni siswa sebagai pihak yang belajar dan guru sebagai pihak yang

mengajar.

Titin (2003:10 dalam Anwar Holil http:// anwarholil blog spot. Com )

Dalam proses interaksi tersebut dibutuhkan komponen pendukung (ciri-ciri

interaksi edukatif) yaitu (1) Interaksi belajar mengajar memiliki tujuan (2) Ada

suatu prosedur (jalannya interaksi) yang direncanakan, didesain untuk mencapai

tujuan yang telah dilaksanakan (3) Interaksi belajar mengajar ditandai dengan

satu penggarapan materi yang khusus (4) Ditandai dengan adanya aktivitas siswa

(5) Dalam interaksi belajar mengajar guru berperan sebagai pembimbing (6)

dalam interaksi belajar mengajar membutuhkan disiplin (7) Ada batas waktu (8)

Unsur penilaian.

Admin (2007: 63 dalam http:// miftahul ulum, dikti. net / index. php ?

option = com.) pembelajaran mempunyai dua karakteristik, yaitu :" Pertama,

dalam proses pembelajaran melibatkan proses berfikir. Kedua , dalam proses

pembelajaran membangun suasana dialogis dan proses Tanya jawab terus

menerus yang diarahkan untuk memperbaiki dan meningkatkan kemampuan

berfikir siswa , yang pada gilirannya kemampuan berfikir itu dapat membantu

siswa untuk memperoleh pengetahuan yang mereka konstruksi sendiri. "

Jadi, dapat disimpulkan bahwa dalam mengelola interaksi belajar

mengajar guru harus memiliki kemampuan mendesain program, kemampuan

xx
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

menguasai materi pelajaran, kemampuan menciptakan kondisi kelas yang

kondusif, kemampuan memanfaatkan media dan memilih sumber, kemampuan

memahami cara atau metode yang digunakan, kemampuan mengkomunikasikan

program serta memahami landasan-landasan pendidikan sebagai dasar bertindak.

Di samping itu proses belajar mengajar membutuhkan dorongan atau

motivasi untuk membentuk semangat belajar siswa. Motivasi merupakan

dorongan yang menunjukkan lemah dan kuatnya dorongan yang bersumber dari

faktor yang dapat terbentuk melalui proses penggunaan insentif. Salah satu bentuk

insentif dalam proses belajar mengajar adalah pemberian penguatan guru kepada

siswa terhadap hasil belajar siswa.

Ketika sedang mengajar di depan kelas, terjadi dua proses yang

terpadu yaitu antara proses belajar dan proses mengajar. Seorang pengajar dapat

mengartikan belajar sebagai kegiatan pengumpulan fakta atau juga dapat

dikatakan bahwa belajar merupakan suatu proses penerapan prinsip.

Belajar menurut pendapat Thorndike dalam (Sri Esti Wuryani

Djiwandono, 2008: 126-127) adalah suatu proses ”stamping in” (diingat),

forming, hubungan antara stimulus dan respons. Selanjutnya Thorndike

berpendapat belajar merupakan pembentukan hubungan atau koneksi antara

stimulus dan respons dan penyelesaian masalah yang dapat dilakukan dengan

cara coba-coba. Faktor penting yang mempengaruhi semua belajar adalah

pernyataan kepuasan dari suatu kejadian Pendapat lain tentang belajar

dikemukakan oleh Watson, menyatakan bahwa belajar adalah suatu proses dari

conditioning reflect (respons) melalui pergantian dari stimulus kepada yang

xxi
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

lain,pada akhirnya ada perubahan tingkah laku pada anak (Sri Esti Wuryani

Djiwandono,2008: 129)

Berdasarkan beberapa pendapat tentang belajar tersebut dapat

disimpulkan bahwa belajar merupakan suatu proses usaha yang dilakukan

individu secara sadar untuk memperoleh perubahan tingkah laku tertentu baik

yang dapat diamati secara langsung maupun yang tidak dapat diamati secara

langsung sebagai pengalaman (latihan) dalam interaksinya dengan lingkungan.

Atau dapat dikatakan bahwa belajar sebagai suatu aktivitas mental atau psikis

yang berlangsung dalam interaksi aktif dengan lingkungan dan menghasilkan

perubahan dalam pengetahuan dan pemahaman, keterampilan serta nilai-nilai dan

sikap.

Sehingga dapat disimpulkan bahwa belajar mengajar merupakan proses

kegiatan komunikasi dua arah. Proses belajar mengajar merupakan kegiatan yang

integral (terpadu) antara siswa sebagai pelajar yang sedang belajar dengan guru

sebagai pengajar yang sedang mengajar. Selanjutnya proses belajar mengajar

merupakan aspek dari proses pendidikan.

Dalam berinteraksi dalam kelas baik guru dan siswa harus mampu

merespon apa yang terjadi dalam kelas. Guru tanggap tentang perilaku siswa baik

dalam bertutur ,siswa kadang kala diikuti gerakan atau tindakan untuk membantu

proses berkomunikasi.

Interaksi dalam kelas antara guru dan siswa jelas konteksnya yaitu

guru menyampaikan pelajaran. Dalam menyampaikan pelajaran tidak lepas dari

komunikasi antara guru dan siswa. Proses komunikasi ini menggunakan media

xxii
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

bahasa. Hal ini sesuai dengan fungsi utama bahasa yaitu sebagai alat komunikasi.

Sebagai alat komunikasi, penggunaan bahasa dapat bersifat transaksional dan

bersifat interaksional. Menurut Brown dan Yule (1985: 1-2), fungsi bahasa yang

digunakan untuk mengungkapkan isi informasi faktual atau proposional, disebut

fungsi bahasa transaksional;sedang fungsi bahasa dalam pengungkapan hubungan

sosial dan sikap-sikap pribadi disebut fungsi bahasa interaksional.

Proses komunikasi atau pemakaian bahasa dalam interaksi antara guru

dan siswa di kelas banyak kejadian yang menarik untuk diteliti. Peristiwa tutur

yang terjadi pada interaksi guru dan siswa di dalam kelas adalah pemakaian

bahasa baik yang bersifat interaksional ataupun bersifat transaksional. Hal ini

berkaitan dengan pemakaian bahasa guru dalam menyampaikan materi pelajaran

kepada siswa. Sebaliknya pemakaian bahasa siswa saat merespons guru dalam

menyampaikan pelajaran. Disamping itu pemakaian bahasa interaksi siswa satu

dengan siswa yang lain di dalam kelas.

Berdasarkan hasil observasi yang terjadi pada interaksi guru dan siswa di

kelas SMA Negeri 3 Sragen, pertama guru dalam membuka pelajaran diawali

dengan mengucapkan salam dan dibalas salam dari siswa. Setelah salam, guru

biasanya mengabsen siswa. Siswa merespons dengan menyebut nama siswa yang

tidak masuk sekolah atau menjawab nihil bilamana semua siswa masuk sekolah.

Selanjutnya guru menanyakan tugas. Bilamana ada tugas, bilamana tidak ada

tugas dilanjutkan kegiatan inti pelajaran, di awali dengan menyampaikan indikator

dan materi pelajaran . Di dalam kegiatan inti ini guru biasanya berceramah,

diselingi dengan tanya jawab. Setelah selesai menerangkan guru memberikan

xxiii
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

tugas baik secara individual ataupun secara klasikal. Dalam kegiatan ini kelas

tenang atau diskusi kelompok. Beberapa saat kemudian guru menanyakan

jawaban kepada siswa. Siswa menjawab pertanyaan guru bilamana dapat

menemukan jawabanya, akan tetapi bilamana tidak menemukan jawaban siswa

akan diam. Sebelum pelajaran berakhir biasanya dibuat simpulan dan dilanjutkan

pemberian tugas untuk dikerjakan di rumah. Pelajaran diakhiri dengan menutup

salam dan dijawab oleh siswa secara serentak.

Dari uraian mengenai latar belakang masalah tersebut, penelitian akan

mengkaji masalah struktur percakapan interaksi antara guru dan siswa dalam

kelas, fungsi bahasa dalam interaksi guru dan siswa dalam kelas, dan partikel

dalam wacana lisan interaksi guru dan siswa dalam kelas.

Dalam penelitian ini dibahas struktur wacana lisan interaksi guru dan

siswa dalam kelas, fungsi bahasa dalam interaksi guru dan siswa dalam kelas serta

partikel dalam wacana lisan interaksi guru dan siswa dalam kelas. Adapun

pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah pendekatan pragmatik

B. Rumusan Masalah

Masalah utama yang menjadi perhatian penelitian adalah kasus

pemakaian bahasa guru dan siswa dalam kelas di SMA Negeri 3 Sragen. Lingkup

masalahnya adalah wacana lisan interaksi guru dan siswa dalam kelas pada waktu

yang sudah ditentukan. Agar jelas arah penelitian ini maka dirumuskan masalah

penelitian ini dirumuskan sebagai berikut :

xxiv
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

1. Bagaimanakah struktur wacana lisan interaksi guru dan siswa dalam

kelas di SMA Negeri 3 Sragen pada waktu proses belajar mengajar?

2. Bagaimanakah fungsi bahasa dalam wacana lisan interaksi guru dan siswa

dalam kelas di SMA Negeri 3 Sragen pada waktu proses belajar

mengajar?

3. Bagaimanakah partikel dalam wacana lisan dalam interaksi guru dan

siswa dalam kelas di SMA Negeri 3 Sragen pada waktu proses belajar

mengajar?

4. Bagaimanakah alih kode dan campur kode dalam wacana lisan dalam

interaksi guru dan siswa dalam kelas di SMA Negeri 3 Sragen pada waktu

proses belajar mengajar?

C. Tujuan Penelitian

Tujuan penelitian merupakan rumusan sasaran penelitian yang hendak

dicapai sebagai jawaban dari masalah penelitian. Berdasarakan rumusan

masalah penelitian tersebut diatas,maka tujuan penelitian yang ingin dicapai

dengan dilaksanakan penelitian ini adalah :

1. Mendeskripsikan dan menjelaskan struktur wacana lisan guru dan siswa

dalam kelas di SMA Negeri 3 Sragen pada waktu proses belajar mengajar .

2. Mendeskripsikan dan menjelaskan fungsi bahasa dalam wacana lisan

interaksi guru dan siswa dalam kelas di SMA Negeri 3 Sragen pada waktu

proses belajar mengajar .

xxv
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

3. Mendeskripsikan dan menjelaskan partikel dalam wacana lisan dalam

interaksi guru dan siswa dalam kelas di SMA Negeri 3 Sragen pada waktu

proses belajar mengajar.

4. Mendeskripsikan dan menjelaskan alih kode dan campur kode dalam

wacana lisan dalam interaksi guru dan siswa dalam kelas di SMA Negeri 3

Sragen pada waktu proses belajar mengajar.

D. Manfaat Penelitian

1. Manfaat Teoritis

Penelitian ini diharapkan dapat menambah kekayaan pustaka di bidang

linguistik dan pengajarannya, khususnya kajian pragmatik di Indonesia.

Diharapkan penelitian ini dapat mengungkap struktur wacana lisan dalam

interaksi guru dan siswa di kelas, fungsi bahasa, partikel, alih kode, dan

campur kode dalam wacana lisan interaksi guru dan siswa dalam kelas..

2. Manfaat Praktis

a. Bagi Kepala Sekolah

Kepala sekolah akan mengetahui pemakaian bahasa guru, sehingga

bilamana ditemukan tindak tutur yang tidak sesuai dengan situasi kondisi

siswa, kepala sekolah dapat mengadakan pembinaan terhadap guru yang

bersangkutan.

b. Bagi Guru

Hasil penelitian ini diharapkan dapat digunakan salah satu bentuk

alternatif bertutur dengan siswa dalam proses belajar mengajar. Dengan

xxvi
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

bertutur yang sesuai dengan situasi kondisi siswa akan memotivasi siswa

untuk aktif dalam belajar sehingga tujuan pembelajaran akan tercapai

dengan maksimal.

c . Bagi Siswa

Siswa akan mengetahui struktur wacana lisan dalam interaksi belajar

mengajar,dan siswa akan bertutur dengan menggunakan prinsip

kerjasama,serta santun dalam berbahasa. Hal ini bila terkondisikan proses

belajar mengajar di kelas akan baik.

xxvii
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

BAB II

KAJIAN TEORI, PENELITIAN YANG RELEVAN,

DAN KERANGKA BERPIKIR

A. Kajian Teori

1. Interaksi Belajar Mengajar di Kelas

a. Hakikat Interaksi Belajar Mengajar di Kelas

Interaksi (interaction) di sini mengandung pengertian hubungan

komunikasi timbal balik. Dalam komunikasi dikenal istilah komunikan

dan komunikator. Hubungan antara kominikan dan komunikator adalah

berhubungan dengan pesan (message) yang hendak disampaikan. Di dalam

menyampaikan pesan diperlukan media atau sarana yang sering

diistilahkan (channel). Saluran pesan ini dapat berupa tulis dan lisan.

Dengan demikian dalam komunikasi agar dapat berlangsung harus ada :

komunikator, komunikan, pesan, dan saluran atau media. (Sumiati, dan

Asra, 2007: 67)

Sementara itu Thibaut dan Kelly (1979) di dalam Mohammad

Asrori (2007: 107) mendeinisikan interaksi sebagai peristiwa saling

mempengaruhi satu sama lain, ketika dua orang atau lebih hadir bersama,

mereka menciptakan suatu hasil satu sama lain,atau berkomunikasi satu

sama lain. Pendapat lain dikemukakan oleh Chaplin (1979) juga terdapat

dalam Mohammad Asrori (2007: 107) mendefinisikan bahwa interaksi

merupakan hubungan sosial antara beberapa individu yang bersifat alami

10
xxviii
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

di mana individu-individu itu saling mempengaruhi satu sama lain secara

serentak.

Berhubungan dengan interaksi dalam kelas, Apakah interaksi

kelas oleh kelompok-kelompok kecil atau diskusi kelas secara utuh,

kebanyakan para guru dapat melakukan atau menciptakan satu kelas yang

interaktif. Chet Meyers di dalam Philipus E. Bishop (2000) menyarankan

beberapa ketentuan dasar dalam interaksi untuk secara konsisten

memberikan harapan kepada siswa: Mulai masing-masing kelas dengan

suatu kontroversi atau masalah. Sebagai ganti "Kita akan

menutup(meliput hal ini...," mulai dengan "Di sini kita ingin menjawab

pertanyaan ."

Suasana tenang digunakan untuk memberikan motivasi siswa.

Saat berhenti berceramah anda memberikan motivasi kepada siswa bahwa

"Aku sedang berpikir tentang hal ini, dan demikian juga seharusnya anda."

Berhenti setelah guru memulai pertanyaan-pertanyaan mendorong

tanggung jawab siswa; seorang guru perlu menahan pencobaan itu untuk

mengisi kesunyian atau menjawab pertanyaan bagi mereka.

Susun dan gunakan ruang kelas untuk mendorong interaksi.

Mengawali gerakan, para siswa saling berhadapan satu dengan yang lain,

membentuk setengah lingkaran atau lingkaran penuh. Selama ceramah

perkuliahan, bergerak dari bagian-bagian ruang yang berbeda , buatlah

suatu lingkungan yang ramah. Para guru perlu menginvestasikan waktu

untuk belajar siswa di dalam kelas . Di samping itu guru harus saling

xxix
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

berbagi informasi.. Ini interaksi-interaksi yang informal menanggapi

penggunaan fasilitas (lihat sumber daya yang terkait "Pembicaraan Guru

dan Student Success"). Mungkin kelihatannya seperti schmoozing, tetapi

studi-studi menunjukkan bahwa keramahtamahan seperti ini akan terbayar

dengan prestasi siswa yang lebih tinggi. (http://faculty .valenciace.edu/pbi

shop/lcib/classroom interact.pdf.)

Dari beberapa pendapat di atas,dapat disimpulkan bahwa

interaksi mengandung pengertian hubungan timbal balik antara dua orang

atau lebih, dan masing-masing orang yang terlibat memainkan peran yang

aktif dalam interaksi tersebut. Demikian halnya interaksi yang terjadi di

dalam kelas dituntut adanya komunikasi yang baik antara

guru,siswa,ataupun juga dengan pihak-pihak yang terkait,sehingga

interaksi belajar mengajar dapat berlangsung secara efektif dan efisien

Interaksi belajar-mengajar di dalam kelas mempunyai ciri-ciri

khusus yang membedakan dengan interaksi sosial pada umumnya. Di

bawah ini adalah ciri-ciri khusus interaksi belajar-mengajar yang

disampaikan Edi Sumardi (1980: 16-17) sebagai berikut :

1. Memiliki tujuan yang jelas,yakni untuk membantu siswa anak dalam


suatu perkembangan tertentu dengan memusatkan siswa sebagai pusat
perhatian.
2. Ada suatu prosedur (jalannya interaksi ) yang direncanakan didesain
untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan itu.
3. Ditandai dengan satu penggarapan materi khusus (ada topik/pokok
bahasannya)
4. Ditandai dengan adanya aktivitas siswa.

xxx
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

5. Dalam interaksi belajar -mengajar guru berperan sebagai pembimbing.


6. Dalam interaksi belajar- mengajar dibutuhkan disiplin yang diartikan
sebagai pola tingkah laku yang diatur sedemikian rupa menurut
ketentuan yang harus ditaati oleh semua pihak,baik guru maupun siswa
secara sadar.
7. Ada batas waktu untuk mencapai tujuan
Winarno Surachmad (1994: 26-17) memberikan ikhtisar tentang

interaksi belajar mengajar di kelas sebagai berikut :

1. Proses belajar mengajar ditekankan pada konsep yang menggambarkan


hubungan aktif dua arah antara pendidik dan anak didik. Hal ini dapat
diskemakan demikian:

Pendidik Anak didik

Hubungan interaksi dua arah


Gambar 1. Hubungan aktif dua arah antara pendidik dan anak didik
2. Proses belajar mengajar tidak hanya berbentuk hubungan aktif tanpa
tujuan,yang berarti hubungannya diikat oleh tujuan, maka gambaran
hubungan interaktif antara pendidik dan anak didik itu menjadi
demikian:

Pendidik Tujuan Anak didik

Gambar 2. Hubungan interaktif antara pendidik dan anak didik yang


diikat oleh tujuan

3. Dalam usaha mencapai tujuan,pendidik memilih bahan atau materi


pelajaran yang sesuai dengan tujuan, sehingga dapat digambarkan
hubungan interaktif itu menjadi demikian:

xxxi
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

Pendidik Tujuan

Bahan/Materi Anak didik


Pelajaran

Gambar 3. Hubungan dua arah antara pendidik dan anak didik yang diikat
oleh tujuan dan materi pelajaran yang sesuai dengan tujuan.

4. Tentu tidak sampai di situ saja usaha pendidik dalam mencapai tujuan,
pendidik harus melengkapi dengan komponen-komponen yang lain
seperti metode yang paling dianggap sesuai, sarana yang diperlukan,
dan evaluasi yang tepat. Hubungan antara komponen-komponen
tersebut dapat digambarkan sebagai berikut:

Pendidik Tujuan

Bahan

Metode

Sarana

Evaluasi Anak didik

Gambar 4. Hubungan interaktif antara pendidik dan anak


didik yang diikat oleh tujuan, bahan pelajaran, metode,
sarana, dan evaluasi.

xxxii
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

b. Penataan Pola Komunikasi dalam Interaksi Belajar Mengajar di

Kelas

1) Pola Komunikasi

Guru di dalam kelas seharusnya mampu mengenali siswanya

dengan baik melalui interaksi dan komunikasi sehingga siswa mampu

mengembangkan dirinya sendiri.

Pola komunikasi dalam interaksi belajar mengajar menurut Nana

Sudjana (dalam Gunawan: 2009 http://pak-gunawan. blogspot. com/

2009/03/tiga-pola-komunikasi-dalam-proses.html )

di bedakan menjadi tiga sebagai berikut :

(a) Komunikasi sebagai Aksi atau Komunikasi Satu Arah

Dalam komunikasi ini guru berperan sebagai pemberi aksi dan

siswa sebagai penerima aksi. Guru aktif dan siswa pasif. Ceramah

pada dasarnya adalah komunikasi satu arah, atau komunikasi

sebagai aksi. Komunikasi jenis ini kurang banyak menghidupkan

kegiatan siswa belajar.

Gambar 5. Pola komunikasi satu arah

xxxiii
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

(b) Komunikasi sebagai Interaksi atau Komunikasi Dua Arah

Pada komunikasi ini guru dan siswa dapat berperan sama yaitu

pemberi aksi dan penerima aksi. Di sini, sudah terlihat hubungan

dua arah, tetapi terbats antara guru dan pelajar secara

indivudual.Antara pelajar dan pelajar tidak ada hubungan.Pelajar

tidak dapat berdiskusi dangan teman atau bertanya sesama

temannya.Keduanya dapat saling memberi dan menerima.

Komunikasi ini lebih baik dari pada yang pertama,sebab kegiatan

guru dan kegiatan siswa relatif sama

Keterangan : G = Guru
S = Siswa
Gambar 6. Pola Komunikasi Dua Arah

(c) Komunikasi Banyak Arah atau Komunikasi sebagai Transaksi

Komunikasi ini tidak hanya melibatkan interaksi yang dinamis

antara guru dengan siswa tetapi juga melibatkan interaksi yang

dinamis antara siswa yang satu dengan yang lainnya.Proses belajar

mengajar dengan pola komunikasi ini mengarah kepada proses

pengajaran yang mengembangkan kegiatan siswa yang

xxxiv
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

optimal,sehingga menumbuhkan siswa belajar aktif.Diskusi dan

simulasi merupakan strategi yang dapat mengembangkan

komunikasi ini

Keterangan : G = Guru
S = Siswa
Gambar 7 Pola Komunikasi Banyak Arah

2) Fungsi Guru dalam Komunikasi

Fungsi guru dalam interaksi belajar mengajar tidak hanya

berfungsi sebagai komunikator akan tetapi berfungsi sebagai

fasilitator, dan motivator yang memberi dorongan dan semangat dalam

belajar siswa.

Ciri-ciri guru agar dalam melaksanakan fungsinya berjalan

dengan baik menurut Sumiati dan Asra (2007: 66) sebagai berikut :

(a). menguasai ilmu yang harus diajarkan.

(b). memiliki kemampuan mengajar.

(c). minat mengajarkan ilmunya kepada siswa.

xxxv
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

3) Komunikasi Manusiawi antara Guru dan Siswa

Komunikasi dan hubungan manusiawi guru-siswa merupakan

faktor yang sangat penting dalam menunjang keberhasilan

pembelajaran Hal ini disebabkan bantuan guru kepada siswa di dalam

maupun di luar pembelajaran formal dapat memberi pengaruh,terutama

dorongan yang bersifat psikis untuk menyelesaikan tugas-tugas dan

penyelesaian pendidikan.

Komunikasi sebagai proses mengenal pembagian proses primer

dan proses sekunder. Proses primer adalah komunikasi langsung tanpa

media atau alat (media massa),sedangk- an proses sekunder adalah

komunikasi yang menggunakan media disebut mediated

communication.

Ada tiga komponen dalam proses komunikasi menurut Sumiati

dan Asra (2007: 66) yaitu :

(a) Komunikator ( pemberi informasi/pesan) dan komunikan

(penerima informasi/pesan)

(b) Informasi atau pesan (message)

(c) Cara,alat,atau media yang digunakan.

4) Sikap Guru-Siswa dalam Berkomunikasi

Agar tercipta hubungan antara guru-siswa secara lebih akrab dan

menguntungkan , terutama dalam situasi akademik ,menurut Sumiati

dan Asra (2007 : 69) guru dan siswa harus mempunyai sikap sebagai

berikut:

xxxvi
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

(a) Keduanya harus saling mengenali.

(b) Bersikap terbuka, sehingga akan menumbuhkan mental keduanya

untuk menerima saran atau kritik.

(c) Saling percaya dan menghargai.

(d) Guru berkesungguhan hati untuk membimbing siswa dan

sebaliknya siswapun harus berkesungguhan hati dibimbing guru.

5) Upaya Meningkatkan Hubungan Guru-Siswa

Upaya meningkatkan hubungan guru–siswa dalam situasi

akademik terutama diarahkan untuk menunjang belajar siswa. Ada

beberapa hal yang perlu diperhatikan antara lain mental set dan

metode pendekatan.

(a) Mental Set

Siswa harus dekat dengan gurunya. Siswa harus yakin gurunya

adalah seorang guru yang baik, guru akan selalu memberikan

dukungan kepada siswa untuk dapat mencapai prestasi belajar yang

memuaskan. Sikap seperti tersebut penting,dengan memiliki sikap

tersebut memungkinkan guru simpatik pada siswa.

Guru juga manusia memiliki berbagai kebutuhan . Kebutuhan-

kebutuhan tersebut se cara garis besar sebagai berikut:

1) Kebutuhan psikologis seperti pengakuan atau harapan

2) Kebutuhan keamanan

3) Kebutuhan akan penghargaan

4) Kebutuhan afeksi seperti kesenangan atau kesukaan

xxxvii
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

5) Kebutuhan aktualisasi diri seperti mengembangkan dan

menggunakan kemampuannya.

(b) Metode Pendekatan

Siswa dalam berhubungan dengan guru tidak boleh melanggar

norma. Hubungan guru-siswa dapat dimanfaatkan untuk

kepentingan akademik maka seyogyanya siswa pandai membawa

diri dalam membina hubungan tersebut. ( Sumiati, dan Asra ,2007

:70)

6) Komunikasi Nonverbal

Proses pembelajaran di kelas sebagai proses komunikasi dilakukan

guru melalui bentuk bahasa sebagai proses penyampaian pikiran dan

perasaan. Bentuk bahasa yang digunakan guru dapat berupa bahasa

(komunikasi verbal) dan juga dapat melalui gerak isyarat, sikap tubuh,

langkah, dan gaya yang dilakukan atau disebut komunikasi nonverbal

atau bahasa tubuh guru.

Berhubungan dengan komunikasi non verbal ZHANG Jing-pin

(2008) membantu mengolah kemampuan berkomunikasi

mahasiswa/mahasiswi secara non-verbal. Komunikasi non-verbal

menjadi penting, yang mana mencakup ekspresi muka seperti, senyum,

isyarat gerak tangan, kontak mata, sikap, dan penampilan.

Senada dengan uraian tersebut Lutfatul Syayidah Fitriyah ( 2006 :

dalam http://openpdf.com/ebook/lutfatul-pdf.html) adalah

xxxviii
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

hasil penelitian ini menunjukkan bahwa dalam IBM guru bahasa

Indonesia menggunakan penguatan verbal, penguatan gesture,

penguatan dengan cara mendekati, penguatan dengan sentuhan,

penguatan dengan kegiatan menyenangkan, dan menggunakan

penguatan berupa simbol atau benda. penguatan verbal, penguatan

gestur, penguatan dengan cara mendekati menduduki urutan tertinggi

sebagai penguatan yang paling sering digunakan guru dalam IBM.

Penguatan dengan sentuhan, penguatan dengan kegiatan

menyenangkan, dan penguatan berupa simbol atau benda sangat jarang

digunakan dalam IBM. Jenis kegiatan siswa yang diberi penguatan

oleh guru BI adalah ketika siswa mengerjakan tugas di papan tulis,

ketika siswa perhatian terhadap materi yang guru terangkan,

kedisiplinan siswa mengumpulkan tugas kelas (PR), ketika kelompok

siswa dapat menyelesaikan tugas paling cepat dibandingkan kelompok

lain. Secara klasikal jenis kegiatan yang diberi penguatan adalah ketika

siswa sekelas menunjukkan antusias tinggi terhadap pelajaran BI dan

ketika siswa ujian mendapat nilai memuaskan .

Komunikasi nonverbal dalam interaksi belajar mengajar menurut

Sumiati dan Asra (2007: 71-74) antara lain :

(a) Menganggukkan kepala

Menganggukkan kepala merupakan komunikasi nonverbal

menyatakan ”ya” atau persetujuan.

xxxix
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

(b) Wajah Cerah dan Ceria

Wajah ceria merupakan komunikasi nonverbal yang

menunjukkan persetujuannya atas pendapat atau perilaku siswa

yang sudah benar.

(c) Wajah Mendung

Wajah mendung, masam merupakan wujud ketidaksetujuan

atas pendapat atau perilaku siswa tidak benar atau tidak baik.

(d) Bibir Tersenyum

Bibir tersenyum atau senyum adalah semacam tertawa yang

tidak bersuara hanya gerakan bibir dan mulut sebagai ekspresi

menunjukkan rasa senang. Bibir tersenyum menunjukkan

persetujuan guru atas pendapat atau perilaku siswa.

(e) Tertawa

Tertawa merupakan komunakasi nonverbal yang menunjukkan

rasa suka cita, senang, gembira atau lapang dada. Hal ini biasa

dilakukan guru karena siswa berprestasi.

(f) Mengacungkan Ibu Jari Tangan atau Jempol Tangan

Hal ini dilakukan guru untuk menyatakan persetujuan atau

penghargaan kepada siswa.

(g) Tepuk Tangan

Tepuk tangan merupakan komunikasi nonverbal untuk

memebrikan penghargaan,penghormatan ,atau pujian atas

keberhasilan yang diraih siswa.

xl
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

Dari uraian di atas interaksi belajar mengajar di dalam kelas

antara guru dan siswa sangat tergantung kemampuan guru

mengelola kelas berkaitan dengan penelitian ini adalah salah

satunya kemampuan guru dan siswa menjaga komunikasi.

Komunikasi dalam kelas dapat berupa komunikasi verbal dan non

verbal.

2. Wacana Lisan Guru dan Siswa di Kelas

a. Hakikat Wacana

Wacana adalah satuan bahasa yang lengkap, sehingga dalam

hierarki gramatikal merupakan satuan gramatikal tertinggi atau terbesar

(Abdul Chaer,1994: 27). Wacana dikatakan lengkap karena didalamnya

terdapat konsep, gagasan, pikiran, atau ide yang utuh, yang dapat dipahami

oleh pembaca (dalam wacana tulis) sedangkan oleh pendengar (dalam

wacana lisan) tanpa keraguan apapun.

Definisi wacana dalam buku Tata Bahasa Baku Bahasa Indonesia

(Hasan Alwi, 2008: 419), dijelaskan wacana adalah rentetan kalimat yang

berkaitan yang menghubungkan proposisi yang satu dengan proposisi yang

lain itu membentuk kesatuan yang utuh

Pendapat lain Crystal dalam Dede Utomo (1993: 4) menyatakan

wacana adalah rangkaian sinambung yang lebih luas daripada kalimat.

Definisi umum itu dapat diterapkan secara berbeda dari berbagai sudut

pandang. Misalnya, dari sudut pandang psikolinguistik, wacana dapat

xli
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

dipandang sebagai proses dinamik pengungkapan dan pemahaman yang

mengatur penampilan seseorang dalam interaksi kebahasaan . Edmonson

di dalam salah satu karyanya yang berjudul Spoken Discourse: a Model

for Analysis ,dikatakan bahwa ”a discourse is structured event manifest to

linguistic (and other) behaviour”(1981: 4). Wacana adalah suatu peristiwa

yang terstruk- tur yang diwujudkan dalam perilaku bahasa atau yang

lainnya.

Senada dengan pendapat tersebut Henry Guntur Tarigan (2009: 26)

memberikan definisi sebagai berikut, ”Wacana adalah satuan bahasa

terlengkap dan tertinggi atau terbesar di atas kalimat atau klausa dengan

koherensi dan kohesi tinggi yang berkesinambungan yang mempunyai

awal dan akhir nyata disampaikan secara lisan atau tertulis” .

Dari uraian singkat tersebut dapat dipahami bahwa hakikat wacana

adalah satu kesatuan bahasa yang utuh yang dipakai untuk berkomunikasi

baik secara tertulis (transaksi komunikasi) dan secara lisan (interaksional

komunikasi). Jadi, analisis wacana lisan interaksi guru dan siswa di kelas

termasuk studi tentang wacana lisan .

b. Analisis Wacana Lisan

Analisis wacana (discourse analysis) dapat didefinisikan sebagai

ilmu yang mengkaji organisasi bahasa secara utuh di atas tingkat kalimat

atau klausa. Karena itu, ia mengkaji satuan-satuan kebahasaan yang lebih

besar seperti percakapan atau teks tertulis. Di samping itu, ia juga

xlii
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

mengkaji pemakaian bahasa dalam konteks sosial, termasuk interaksi di

antara penutur bahasa (Stubs, 1983: 1)

George Yule (1996: 1) berpendapat analisis wacana adalah

analisis atas bahasa yang digunakan. Maka analisis tidak dapat dibatasi

pada deskripsi bentuk bahasa yang tidak terikat tujuan atau fungsi yang

dirancang untuk menggunakan bentuk tersebut dalam urusan–urusan

manusia. Kalau ada ahli linguistik yang memusatkan perhatian pada

penentuan sifat-sifat formal suatu bahasa, penganalisis wacana

berkewajiban menyelidiki untuk apa bahasa itu dipakai.

Analisis wacana berusaha mengkaji makna bahasa yang dipakai

penutur secara benar paling tidak mendekati makna yang dimaksud oleh

pembicara dalam interaksi sosial. Karena itu, ia memanfaatkan pola-pola

kajian sosiolinguistik, suatu cabang ilmu bahasa yang menelaah ragam

pemakaian bahasa dalam lingkungan masyarakat (Suseno Kartomihardjo,

1992: 1)

Analisis wacana menurut Brown (1980) di dalam Henry Guntur

Tarigan (2009: 23) adalah telaah mengenai aneka fungsi (pragmatik)

bahasa. Kita menggunakan bahasa dalam kesinambungan atau untaian

wacana. Tanpa konteks,tanpa hubungan wacana yang bersifat antarkalimat

dan suprakalimat maka kita sulit berkomunikasi dengan tepat satu sama

lain.

Melalui wacana kita dapat saling : a) menyapa/menegur, b)

meminta/memohon, c) menyetujui/menyepakati, d) bertanya/meminta

xliii
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

keterangan, e) meyakinkan, f) menyuruh/memerintah, g) mengeritik/

mengomentari, h) memaafkan/mengampuni, dan lain-lain.

Perbedaan disiplin ilmu untuk menganalisis wacana dapat

digambarkan oleh Imrulan Sati T (2007) sebagai berikut.

Dalam lapangan sosiologi, wacana menunjuk terutama pada hubungan


antara konteks sosial dari pemakaian bahasa. Dalam pengertian linguistik
wacana adalah unit bahasa yang lebih besar dari kalimat. Analisis wacana
dalam studi linguistik ini merupakan reaksi dari bentuk linguistik formal
yang lebih memperhatikan pada unit kata, frase atau kalimat semata tanpa
melihat keterkaitan diantara unsur tersebut. Analis wacana, kebalikan dari
linguistik formal, justru memusatkan perhatian pada level diatas kalimat
seperti hubungan gramatikal yang terbentuk pada level yang lebih besar
dari kalimat. Analisis wacana dalam lapangan psikologi sosial, diartikan
sebagai pembicaraan. Wacana yang dimaksud disini agak mirip dengan
struktur dan bentuk wawancara dan praktik dari pemakaiannya. Sementara
dalam lapangan politik, analisis wacana adalah praktik pemakaian bahasa,
terutama politik bahasa. Karena bahasa adalah aspek sentral dari
penggambaran status subjek, dan lewat bahasa ideologi terserap di
dalamnya, maka aspek inilah yang dipelajari dalam analisis wacana.
(http://74.125.153.132/search?q=cache:EdTJVuBuoQsJ:pksm.mercubuana
.ac)
Fassold di dalam Schiffrin, Deborah (2007: 40) mengemukakan

tentang studi wacana adalah studi tentang semua aspek penggunaan

bahasa.

Analisis wacana yang akan digunakan untuk mendeskripsikan

karakteristik wacana lisan interaksi guru dan siswa dalam kelas yaitu

pemakaian bahasa dalam interaksi dalam kelas,akan mencakup konteks

xliv
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

wacana serta temuan-temuan dalam kelas berkaitan dengan fungsi bahasa

dan partikel dalam wacana lisan.

c. Fungsi Bahasa

Dalam praktik bertutur, bahasa yang digunakan oleh peserta tutur

memiliki fungsi yang dominant. Setiap bahasa memiliki fungsi yang berbeda–

beda bagi masyarakat penuturnya . Buhler di dalam Riyadi Santosa (2003: 19)

berpendapat bahwa bahasa memiliki tiga fungsi yaitu fungsi ekspresif, fungsi

konatif, dan fungsi representasional. Fungsi ekspresif berorientasi pada diri

sendiri, pembicara, fungsi konatif berorientasi pada adresi, pendengar, dan

fungsi representasional berorientasi pada rtealitas selain adresor dan adresi .

Halliday di dalam Sumarlam, dkk. (2009: 1-3) bahasa memiliki

tujuh fungsi yaitu fungsi instrumental, fungsi regulasi, fungsi representasi,

fungsi interaksi, fungsi perorangan, fungsi heuristik, serta fungsi imajinatif

Berikut ini diuraikan mengenai ketujuh fungsi tersebut :

1. Fungsi Instrumental (the instrumental function). Dalam hal ini bahasa

menghasilkan kondisi-kondisi tertentu dan menyebabkan terjadinya

peristiwa tertentu, artinya bahasa berfungsi menghasilkan bentuk perintah

atau imperatif. Contoh :”Silakan buku kalian dibuka sekarang!”

2. Fungsi Regulasi (the regulatory function), artinya bahasa berfungsi untuk

mengendalikan serta mengatur orang lain.Contoh: ”Kalau kalian tekun

belajar maka kalian akan lulus dengan baik.”

xlv
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

3. Fungsi Representasi (the representational function), artinya bahasa

berfungsi membuat pernyataan, menyampaikan fakta. Contoh :”Indonesia

terdiri dari lima pulau besar dan ribuan pulau kecil.”

4. Fungsi Interaksi (the interactional function), artinya bahasa berfungsi

menjamin dan memantapkan ketahanan dan keberlangsungan komunikasi

serta menjalin interaksi sosial. Contoh : Penyapa hendaknya menyapa

dengan sapaan yang tepat dan hormat. Misalnya : ”Selamat pagi, Bu.”

(Bu, sapaan untuk menghormati ibu guru).

5. Fungsi Perorangan (the personal function), artinya bahasa berfungsi

sebagai sarana komunikasi yang dapat menunjukan kepribadian seseorang,

apakah ia senang,sedih, marah, jengkel, kecewa, dan gembira, dan

sebagainya. Contoh : ” Silakan keluar ruangan,bila kalian ingin

ngobrol!” Jika dituturkan dengan nada tinggi berarti penutur sedang

jengkel, marah, atau kecewa.

6. Fungsi Heuristik (the heuristic function), artinya bahasa berfungsi sebagai

bentuk pertanyaan yang menuntut jawaban. Contoh : ” Mengapa jika

matahari tenggelam hari menjadi gelap?”

7. Fungsi Imajinatif, artinya bahasa sebagai pencipta sistem, gagasan, atau

kisah yang imajinatif. Fungsi ini biasanya ditemukan dalam roman,

dongeng, dan lain sebagainya.

Selanjutnya Buhler di dalam Kinayati Djoyosuroto (2007: 91)

membedakan fungsi bahasa ke dalam bahasa ekspresif, bahasa konatif, dan

bahasa representasional. Bahasa ekspresif, yaitu bahasa yang terarah pada diri

xlvi
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

sendiri yakni si pembicara; bahasa konatif, yaitu bahasa yang terarah pada

lawan bicara; dan bahasa representasional, yaitu bahasa yang terarah pada

kenyataan lainnya, yaitu apa saja selain pembicara atau lawan bicara.

Sementara itu Jakobson (1960) di dalam Henry Guntur Tarigan

(2009: 11-12) menyarankan bahwa fungsi-fungsi ujaran dapat difokuskan

pada salah satu komponen dasar peristiwa komunikasi sebagai berikut :

(a) Fungsi referensial : memusatkan perhatian kepada isi acuan suatu pesan.
(b) Fungsi emotif : memusatkan perhatian kepada keadaan para pembicara.
(c) Fungsi konati : memusatkan perhatian kepada keinginan –keninginan
para pembicara yang dipikirkan oleh penyimak.
(d) Fungsi Metalinguistik : memusatkan perhatian kepada sandi atau kode
yang dipergunakan.
(e) Fungsi fatik: memusatkan perhatian kepada saluran (pembukaan,
pembentukan, dan pemeliharaan hubungan atau kontak antara pembicara
dan penyimak.
(f) Fungsi puitik : memusatkan perhatian kepada bagaimana caranya suatu
pesan disandikan atau ditulis dalam sandi.
Fungsi bahasa menurut Popper di dalam Leech (1993: 75) ialah
mengemukakan adanya suatu perkembangan fungsi-ungsi dalam evolusi
bahasa manusia dari fungsi-fungsi yang rendah ke lebih yang tinggi. Ia
berpendapat bahwa daalam sistem komunikasi yang lebih primitif fungsi
informatif (signalling function), dan fungsi ekspresif (fungsi-fungsi bahasa
yang bersifat interpersonal) merupakan fungsi yang paling menonjol,
sedangkan yang paling menonjol dalam komunikasi modern adalah fungsi
deskriftif dan fungsi argumentatif.
Pendapat yang lain dikemukakan oleh Leech di dalam Fatimah
Djayasudarma (2006: !4-15) fungsi bahasa sebagai berikut :
(a) Fungsi ekspresif yang menghasilkan jenis wacana berdasarkan pemaparan
secara ekspositoris.

xlvii
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

(b) Fungsi fatik (pembuka konverssasi) yang menghasilkan dialog pembuka,


misalnya : Assalamu’alaikum, selamat pagi, yang diucapkan pada pembuka
jenis wacana lisan transaksional.
(c) Fungsi informasional menyangkut pokok masalah dalam unsur komunikasi.
(d) Fungsi estetik lebih menyangkut unsur pesan sebagai unsur komunikasi
(setiap karya sastra mengandung pesan).
(e) Fungsi direktif berhubungan dengan pembaca/pendengar sebagai penerima isi
wacana secara langsung dari sumber.
Dari pendapat para ahli tersebut di atas dapat disimpulkan bahwa

bahasa adalah sebagai alat komunikasi antar pemakai bahasa, untuk

membangun sebuah komunitas bahasa, budaya, dan ilmu pengetahuan. Dalam

hal ini berkenaan dengan wacana lisan interaksi guru dan siswa dalam kelas

merupakan bentuk penyampaian dan pengembangan ilmu pengetahuan dan

budaya. Berkaitan dengan prinsip kerjasama dan kesantunan berbahasa

merupakan bentuk budaya.

d. Pragmatik

Pragmatik adalah studi tentang makna yang disampaikan oleh

penutur (atau penulis) dan ditafsirkan oleh pendengar (atau pembaca). Sebagai

akibatnya studi ini banyak berhubungan dengan analisis tentang yang

dimaksudkan orang dengan tuturan-tuturanya daripada dengan makna terpisah

dari kata atau frasa yang digunakan dalam tuturan itu sendiri. 1) Pragmatik

adalah studi tentang maksud penutur, 2) Pragmatik adalah studi tentang makna

kontekstual, 3) Pragmatik adalah studi tentang bagaimana agar lebih banyak

yang disampaikan daripada yang dituturkan, dan 4) Pragmatik adalah studi

tentang ungkapan dari jarak hubungan ( George Yule, 2006: 3-4)

xlviii
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

Sementara itu, menurut Thomas (1995: 2) menyebut dua

kecenderungan dalam pragmatik terbagi menjadi dua bagian, pertama, dengan

menggunakan sudut pandang sosial, menghubungkan pragmatik dengan

makna pembicara (speaker meaning); dan kedua, dengan menggunakan sudut

pandang kognitif, menghubungkan pragmatik dengan interpretasi ujaran

(utterance interpretation). Selanjutnya Thomas (1995: 22), dengan

mengandaikan bahwa pemaknaan merupakan proses dinamis yang melibatkan

negosiasi antara pembicara dan pendengar serta antara konteks ujaran (fisik,

sosial, dan linguistik) dan makna potensial yang mungkin dari sebuah ujaran

ujaran, mendefinisikan pragmatik sebagai bidang yang mengkaji makna dalam

interaksi (meaning in interaction ) Levinson (1983: 9-24) dalam bukunya

Pragmatic memaparkan beberapa definisi tentang pragmatik, yaitu sebagai

berikut :

1) Pragmatics is study of those relation between language and context that


are grammarticalized or encoded in the structure of language.
‘Pragmatik adalah penelitian atau kajian tentang hubungan antara bahasa
dan konteks yang ditatabahasakan atau dikodekan dalam struktur bahasa .’
2) Pragmatics is the study of all those aspects of meaning not captured in a
semantic theory.
Pragmatik adalah penelitian atau kajian bidang kemaknaan yang tidak
dimasukkan atau belum tercakup dalam teori semantik.
3) Pragmatics is the study of the relations between language and context
that are basic to an account of language understanding.
Pragmatik adalah penelitian atau kajian tentang hubungan antara bahasa
dan konteks yang mendasari penjelasan pengertian bahasa
4) Pragmatics is the study of the ability of language users to pair sentences
with the context in which they would be appropriate.

xlix
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

Pragmatik adalah penelitian atau kajian tentang kemampuan pemakai


bahasa mengaitkan atau menyesuaikan kalimat-kalimat yang dipakainya
dengan konteks.
Pendapat yang lain adalah Morris (1938) dalam Henry Guntur

Tarigan (2009: 30), pragmatik adalah telaah mengenai, ”hubungan tanda-

tanda dengan para penafsir.” Sementara itu, Dowty (et al) di dalam Henry

Guntur Tarigan (2009: 31) meyatakan bahwa prakmatik adalah telaah

mengenai kegiatan ujaran langsung dan tak langsung , presuposisi,

implikatur konvensional dan konvensional, dan sejenisnya”

Dari batasan-batasan di atas dapat disimpulkan bahwa pragmatik

yaitu ilmu bahasa yang mempelajari kondisi penggunaan bahasa manusia

pada dasarnya sangat ditentukan oleh konteks yang mewadahi dan

melatarbelakangi bahasa itu. Konteks yang dimaksud yaitu bersifat sosial

dan konteks sosieatal . Yang dimaksud konteks sosial adalah konteks yang

timbul sebagai akibat interaksi antar anggota masyarakat dalam suatu

masyarakat sosial dan budaya tertentu. Adapun yang dimaksud dengan

konteks sosietal (societal context) adalah konteks yang faktor penentunya

adalah kedudukan(rank) anggota masyarakat dalam institusi-institusi

saosial yang ada di dalam masyarakat social dan budaya tertentu. Dengan

demikian dapat dikatakan bahwa menurut pakar ini dasar munculnya

konteks sosietal adalah adanya kekuasaan (power), sedangkan dasar dari

konteks sosial adalah adanya solidaritas (solidarity).

l
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

e. Konteks Situasi Tutur

Prakmatik adalah studi bahasa yang mendasarkan pijakan analisisnya

pada konteks. Konteks yang dimaksud adalah segala latar belakang

pengetahuan yang dimiliki bersama penutur dan mitra tutur serta yang

menyertai dan mewadahi sebuah penuturan. Berdasarkan gagasan Leech

(1983: 13-14), I Dewa PutuWijana (1996: 10-11) menyatakan bahwa konteks

yang semacam itu dapat disebut konteks situasi tutur (speech situational

contecxts) Konteks situasi tutur menurutnya mencakup aspek-aspek berikut :

1) Penutur dan lawan tutur, 2) konteks tuturan, 3) tujuan tuturan, 4) tuturan

sebagai bentuk tindakan atau aktivitas, dan 5) tuturan sebagai produk tindak

verbal.

f. Tindak Tutur

Dalam berkomunikasi sesungguhnya , penggunaan bahasa itu

berwujud tindak tutur (speech act ) Tindak tutur itu tidak akan dipahami

dengan baik apabila mitra tutur tidak memahami situasi tutur. Situasi tutur (

speech event ) adalah terjadinya interaksi linguistic dalam satu bentuk ujaran

atau lebih yang melibatkan dua pihak, yaitu penutur dan mitra tutur dengan

satu pokok tuturan di dalam waktu, tempat dan situasi tertentu ( Abdul Chaer,

1994 : 61-62) Dengan kata lain , peristiwa tutur pada dasarnya menerangkan

tindak tutur yang jenisnya bermacam-macam. Fenomena tindak tutur inilah

yang menurut Levinson merupakan fenomena faktual dalam situasi tutur.

li
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

Sementara itu, menurut Nababan di dalam Sarwiji Suwandi (2007:

126) berpendapat pemilihan bentuk dan ragam bahasa ditentukan sejumlah

faktor yaitu siapa berbicara dengan siapa, tentang apa (topic), dalam situasi

(setting) yang bagaimana, dengan tujuan apa, dengan jalur apa ( tulisan, lisan,

telegram, dan sebagainya ) .

ZHANG Jing Pin (2008) menyatakan bahwa isi dari pembicaraan

dapat berupa sesuatu yang berbobot. Lebih lanjut, pembicaraan yang baik

tidak hanya didasarkan pada apa yang anda ucapkan tetapi juga bagaimana

anda mengucapkannya . Anda mencoba meyakinkan orang lain! Agar

berhasil, Anda harus menghadirkan perasaan dan logika mereka sebaik

mungkin. Kemudian, gunakan bahasa tubuh dan ucapan anda dengan pantas.

Lady Appleyard berkata, ”Bagaimana yang anda ucapkan,

kemampuan anda didengar, tatabahasa anda dan isi percakapan yang anda

sampaikan, bertanggung jawab atas segalanya.

Pendapat lain dikemukakan oleh Dell Hymes (1972) di dalam

Sarwiji Suwandi (2007: 126-127) mengemukan adanya faktor-faktor yang

menandai terjadinya peristiwa tutur dengan akronim SPEAKING, yang

masing-masing bunyi merupakan fonem awal dari faktor-faktor yang

dimaksudkan,yaitu :

S : Setting and scene (tempat dan suasana bicara)

P : Participants (pembicara,mitra bicara,dan pendengar)

E : Ends( purpose and goal ) ( tujuan pembicaraan)

lii
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

A : Act Sequences ( suatu peristiwa seorang pembicara sedang menggunakan

kesempatan bicaranya )

K : Key (tone or spirit of act) (nada suara dan cara berbicara )

I : Instrumentalities (alat atau jalur yang digunakan )

N : Norms of interaction and interpretation (aturan permainan), dan

G : Genres (bentuk dan ragam bahasa)

Peristiwa tutur merupakan merupakan peristiwa sosial yang

terdapat pada interaksi antara penutur dan mitra tutur dalam situasi dan

tempat tertentu dan lebih menekankan pada tujuan dari peristiwa tutur

tersebut. Tindak tutur dipengaruhi oleh gejala individual, bersifat psikologis

ditentukan kemampuan berbahasa penutur dan mitra tutur serta situasi dan

kondisi peristiwa tutur terjadi.

Austin di dalam bukunya How to Do Things with Words (1962:

108-110) menyajikan pembagian tindak tutur menjadi tiga jenis tindak tutur,

yaitu tindak Lokusi (melakukan tindakan mengatakan sesuatu), tindak Ilokusi

(melakukan tindakan dalam mengatakan sesuatu), dan tindak Perlokusi

(melakukan tindakan dengan mengatakan sesuatu) . Misalnya :

Lokusi : penutur mengatakan kepada mitra tutur bahwa X ( X adalah kata-

kata tertentu yang dituturkan dengan perasaan,makna,dan acuan

tertentu). Contoh : ” Saya haus ,tolong ambilkan air minum !”

Ilokusi : Penutur ingin mengatakan X kepada mitra tutur, akan tetapi

penutur menyatakan dengan P. Contoh : ” Hari ini panas

liii
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

sekali,ya.” ( Maksud dari penutur mungkin mitra tutur untuk

menyalakan AC).

Perlokusi: Penutur dengan mengatakan X, penutur meyakinkan mitra tutur

bahwa P. Contoih : ” Tanganku gatal.” ( Maksudnya bilamana

penutur yang kebiasaannya suka memukul orang, karena melihat

sesuatu rasanya penutur akan segera memukul orang lain mungkin

melihat peristiwa yang kurang pantas).

Pendapat yang lain dikemukakan oleh Searle (1983) dalam

bukunya Speech Acts: An Essay in The Philosopy of Language di dalam

(Kunjana Rahardi, 2005: 35-36) menyatakan bahwa dalam praktik

penggunaan bahasa terdapat setidaknya tiga macam tindak tutur. Ketiga

macam tindak tutur itu berturut-turut dapat disebutkan sebagai berikut: (1)

tindak lokusioner (licotionary acts), (2) tindak ilokusioner (illocutionary

acts), dan (3) tindak perlokusi (perlocutionary acts)

Tindak lokusiener adalah tindak bertutur dengan kata, frasa, dan

kalimat sesuai dengan makna yang dikandung oleh kata, frasa, dan kalimat

itu. Contoh : tanganku gatal berarti penutur memberitahu mitra tutur bahwa

tangan penutur dalam keaadaan gatal.

Tindak ilokusioner adalah tindak melakukan sesuatu dengan

maksud dan fungsi tertentu . Contoh : aku lapar berarti yang diucapkan

penutur tidak semata-mata memberi tahu kepada mitra tutur bahwa penutur

dalam keadaan lapar,akan tetapi penutur menghendaki mitra tutur

melakukan tindakan tertentu dengan rasa lapar itu.

liv
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

Tindak perlokusi adalah tindak menumbuhkan pengaruh kepada

mitra tutur. Contoh : tanganku gatal berarti karena yang mengucapkan

seorang preman maka akan menimbulkan pengaruh lawan tutur ketakutan.

Leech (1983) di dalam Henry Guntur Tarigan (2009 : 107-108)

menyampaikan ciri-ciri sintaktik verba ini :

(a) Verba Asertif biasanya muncul dalam konstruksi ‘S verba (…) bahwa X’
( S = subjek ( yang mengacu kepada pembicara) dan ‘bahwa X’ mengacu
pada suatu proposisi);contoh : menegaskan mengiakan, memperkokoh,
memperkuat, mensahkan) mengatakan ( menduga keras, menyatakan
tanpa bukti), menegaskan , meramalkan, mengumumkan, menuntut (
menagih).
(b) Verba direkti biasanya muncul dalam konstruksi ’S verba (0) bahwa X’
atau ’S verba O kepada Y’ (S dan O mengacu pada subjek dan objek (
yang masing-masing mengacu pada pembicara,dan penyimak), bahwa X’=
klausa bahwa nonindikatif; dan ’kepada Y’= klausa infinitif); contoh :
meminta, mengemis , menawar, memerintahkan, memerlukan, melarang,
menasihati, menasihatkan, menganjurkan, memuji kebaikan ,
memohonkan.
(c) Verba Komisif biasanya muncul dalam konstruksi ’S verba bahwa X (di
mana klausa bahwa adalah nonindikati), atau ’S verba kepada Y’ ( di mana
kepada Y’ adalah konstruksi infinitif); contoh : menawarkan, menjanjikan,
bersumpah, bersukarela, bernazar.
(d) Verba Ekspresif biasanya muncul dalam konstruksi ’S verba (prep) (O)
(prep) Xn (di mana ’(prep) adalah preposisi akultati; dan Xn adalah frase
nomina abstrak atau frase gerundif), contoh : meminta maaf, menaruh
simpati, mengucapkan selamat, memaafkan, mengampuni, mengucapkan
terima kasih.
(e) Verba Rogatif adalah verba yang tidak dapat dimasukkan ke dalam salah
satu dari keempat kategori di atas; contoh : menamai , mengklasifikasikan,

lv
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

memerikan, membatasi, mendeinisikan, mengidentifikasikan,


mempertalikan, menghubungkan.

g. Struktur Wacana Lisan Interaksi di Kelas

1. Tindak Tutur di Kelas Menurut Ramirez

Dalam penelitian tentang tindak tutur, Ramirez (1988)

menyatakan bahwa dalam interaksi kelas terdapat tiga lapisan pertukaran,

yaitu tindak, gerak, dan pertukaran. Dijelaskannya bahwa pertukaran itu

merupakan suatu interaksi yang terkecil yang melibatkan dua peserta atau

lebih . Biasanya, pertukaran terbentuk dalam rangkaian alih tutur (turn-

taking) yang terdiri atas pemicu dari guru, tanggapan dari siswa, dan

balikan dari guru. Secara umum, pola pertukaran itu dirumuskan sebagai

pembuka, jawaban, dan tindak lanjut. Ketiga unsur struktur itu disebut

gerak. Gerak-gerak itu terdiri atas sejumlah tindak, sedangkan tindak

dapat dibatasi berdasarkan fungsi ujaran dalam sebuah wacana, seperti

pertanyaan, perintah, memberi keterangan, dan sebagainya (Abdul Rani,

Bustanul Arifin, dan Martutik, 2008 : 62-63 ).

Di bawah ini pendiskripsian tindak tutur tiap-tiap gerak menurut

Ramirez .

a. Pembukaan (Opening)

Tindak tutur yang terdapat dalam pembuka seperti di bawah ini:

(1) Pertanyaan sungguhan yaitu menanyakan sebuah informasi,

penjelasan, alasan, dan ketrangan yang tidak diketahui oleh

penutur.

lvi
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

(2) Pertanyaan pura-pura (pseudo question) yaitu pertanyaan yang

diajukan untuk mengetahui informasi, penjelasan, alasan, dan

sebagainya yang sebenarnya telah diketahui penutur.

(3) Permintaan (keras) secara langsung (direct request) yaitu ujaran

yang berisi permintaan yang berupa perintah yang memerlukan

jawaban atau tindakan para pendengar. Bentuk ujaran yang

digunakan biasanya berupa kalimat suruhan.

(4) Permintaan (lunak) tidak langsung (indirect request) yaitu ujaran

yang berisi permintaan yang berupa perintah lunak yang

memerlukan jawaban verbal atau tindakan dan cara

penyampaianya secara tidak langsung. Biasanya ujaran yang

digunakan berupa kalimat pertanyaan.

(5) Informatif yaitu ujaran yang berupa pernyataan yang berisi

pendapat, ide, contoh-contoh alasan, dan sebagainya. Bentuk

ujaran yang digunakan berupa kalimat berita dan kalimat tanya.

(6) Metastatemen yaitu suatu pernyataan yang berisi informasi yang

sedang terjadi atau akan terjadi selama proses belajar mengajar.

(7) Ekspresif yaitu suatu ujaran yang bersifat pribadi yang dapat berisi

komentar, penghargaan, atau pelahiran emosi yang lain.

b. Penjawaban (Answering)

Ramirez mendeskripsikan sebagai berikut :

lvii
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

(8) Menjawab yaitu suatu tanggapan terhadap sebuah pertanyaan yang

ditujukan pada dirinya. Tindak tutur ini dibedakan menjadi

menjawab dengan berperan serta dan tidak berperan serta.

(9) Timbal tindak (react) yaitu tanggapan yang berupa tindak verbal

ataupun tindak nonverbal sebagai jawaban dari permintaan atau

perintah.

(10) Ucapan terima kasih yaitu tanggapan untuk mengucapkan terima

kasih atas sebuah informasi yang diberikan .

(11) Pengulangan yaitu pengulangan terhadap ujaran dalam pembuka.

(12) Pemicu ulang (reinitiate) yaitu suatu ujaran yang ditujukan pada

siswa untuk mengulang atau memulai sesuatu.

c. Pelanjutan (Follow-Up)

Gerak lanjutan sering juga disebut feedback karena tindak tutur yang

digunakan dalam gerak ini pada umumnya merupakan balikan dari

gerak jawaban.

Dalam wacana di kelas, tindak tutur yang ada dalam gerak lanjutan

dideskripsikan seperti berikut :

(1) Penerimaan yaitu ujaran yang berisi penerimaan terhadap jawaban

siswa.

(2) Penghargaan yaitu ujaran yang berisi penilaian terhadap jawaban

atau pertimbangan kualitas seperti ujaran.

(3) Komentar yaitu ujaran yang berupa pernyataan. Komentar tersebut

biasanya mengikuti penerimaan,penghargaan,dan pembetulan.

lviii
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

(4) Pembetulan yaitu ujaran yang dimaksudkan untuk membetulkan

jawaban siswa.

(5) Pengulangan yaitu ujaran yang berupa pengulangan jawaban siswa.

(6) Parafrase yaitu ujaran yang berupa pengubahan bentuk jawaban

siswa.

Dalam interaksi kelas, guru mempunyai pengaruh dalam

menentukan struktur pertukaran. Ellis (1990: 76-77 ) menyatakan

bahwa guru dalam interaksi di kelas mem-punyai kedudukan sebagai

(1) peserta dalam seluruh pertukaran, (2) pemicu dalam pertukaran, (3)

penutup pertukaran, (4) penentu ikut tidaknya peserta lain dalam se-

buah pertukaran, (5) penerima untuk beberapa pemicu (initiated) , (6)

penentu pembicara selanjutnya, dan (7) penentu jumlah ujaran setiap

pembicara. ( Abdul Rani, Bustanul Arifin, dan Martutik., 2008 : 62-

66).

2. Tindak Tutur di Kelas menurut Flanders

Disini ditampilkan sepuluh Kategori Analisis Interaksi menurut

Flanders (FLAC). Mereka belajar untuk dapat melihat apa yang mereka

dapat katakan saat mengamati komunikasi yang terjadi saat komunikasi

berlangsung di dalam kelas. Dengan menggunakan istilah who, why, what,

dan how diuraikan di atas. Juga, untuk mengungkapkan aspek kegagalan

mereka dalam komunikasi di kelas?

lix
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

a. Guru berbicara

(1) Mengakui adanya perasaan (Accepts feeling). Menerima atau

mengakui dan menjelaskan satu sikap atau nada perasaan dari

murid dengan tidak mengancam. Perasaan bisa hal positif atau hal

negatif. Meramalkan dan memanggil kemudian dimasukkan

kembali perasaan

(2) Memuji dan memberi dorongan (Praises or encourages): Memuji

atau mendorong tindakan murid atau perilaku murid. Buatlah

lelucon bahwa pelepasan; pembebasan untuk melepaskan

ketegangan, tetapi bukan atas biaya individu yang lain.

Mengangguk kepala atau sambil berkata 'Um hm?' atau 'Teruskan

!’.

(3) Mengakui atau menggunakan gagasan-gagasan murid (accepts or

uses ideas of pupils): menjelaskan/ menjernihkan, menumbuhkan,

atau mengembangkan gagasan-gagasan yang diusulkan oleh murid.

Perluasan-perluasan dari guru dimasukkan gagasan-gagasan murid,

tetapi sebagai guru lebih banyak gagasan-gasannya ini atau

gagasan-gagasannya sendiri ke dalam permainan, pergeseran

kepada kategori lima.

(4) Memberi pertanyaan (Asks questions): [meminta;bertanyakan]

suatu pertanyaan tentang isi atau prosedur berdasar pada gagasan-

gagasan guru, dengan tujuan bahwa seorang murid akan

memberikan jawaban.

lx
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

(5) Memberi kuliah /memberikan ceramah (Lecturing): Memberi

fakta-fakta atau pendapat-pendapat tentang isi atau prosedur;

menyampaikan gagasan;mencoba untuk mencari sendiri; atau

mengutip dari pendapat sendiri selain dari seorang murid.

(6) Memberi arah (Giving directions): Guru dapat memberikan

bimbingan, perintah dan pesan dimana diharapkan seorang siswa

dapat mematuhinya.

(7) Kekuasaan untuk mengkritik atau membenarkan (Criticizing or

justifying authority): pernyataan-pernyataan yang diharapkan untuk

mengubah perilaku murid dari tidak dapat menerima bagian ini;

Guru berteriak, “ Keluar!”; dalam keadaan apa guru melakukan

seperti itu atau apa yang sedang ia lakukan? ; guru sebagai

panutan diri sendiri berbuat ekstrim

b. Murid berbicara (Pupil talk)

(1) Murid berbicara (talk:response) : Murid berbicara untuk menjawab

pertanyaan guru. Guru memulai hubungan dengan murid

(interaksi), atau memohon pernyataan murid, atau struktur-struktur

situasi-situasi. Dibatasinya kebebasan untuk menyatakan gagasan-

gagasannya.

(2) Murid berbicara: inisiasi: Para murid memulai berbicara, mereka

mengeluarkan (mengekspresikan ) gagasan-gagasan yang

dimilikinya; memulai suatu topik yang baru; kebebasan untuk

lxi
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

mengembangkan pendapat-pendapat dan merupakan rangkaian dari

pemikiran (gagasan), sebagian ada yang suka atau sering bertanya;

kesempatan penuh pengertian di luar struktur yang ada.

c. Berdiam diri

(1) Kesunyian atau kebingungan: istirahat, saat periode-periode

kesunyian dan periode-periode kebingungan di mana komunikasi

tidak bisa dipahami oleh peneliti.

3. Pengamatan Percakapan di Kelas Menurut Michael Stubbs

Guru di dalam kelas dalam melaksanakan tugas yaitu melakukan

proses belajar mengajar dalam berinteraksi dengan siswa menggunakan

sarana bahasa. Stubbs (1983: 50-53) mengumakakan hasil pengamatan

percakapan guru dan siswa di dalam kelas sebagai berikut .

(a) Menarik atau mempertunjukkan perhatian siswa (attracting or showing

attention). Contoh ujaran yang dipakai guru untuk menarik perhatian

siswa adalah sebagai berikut .

a. Sekarang, jangan menilis dulu, dengarkan saja!

b. Ya, baiklah, kita mulai sekarang.

c. Eh, unggu sebentar, kita lihat dulu kenyataannya!

(b) Mengendalikan pembicaraan atau respon siswa (controlling the

amount of speech) Guru sering kali mengendalikan suasana kelas,

apakah siswa berbicara atau tidak. Upaya yang dapat dilakukan guru

dapat berupa perintah atau juga dapat berupa permintaan kepada siswa

untuk tidak berbicara. Contoh ujarannya sebagai berikut.

lxii
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

a. Kau ingin berpendapat tentang hal itu?

b. Brenda?...(jeda panjang). Morag?

c. Ada pendapat lain?

(c) Memeriksa atau menetapkan pemahaman (checking or confirming

understanding) Guru di saat mengajar kadang-kadang memeriksa

kembali apakah penyampaian materi pelajaran kepada siswa sudah

dipahami siswa atau belum. Contoh ujaran yang digunakan guru

sebagai berikut.

a. Apakah kalian sudah jelas?

b. Coba berikan penjelasan mengenai apa yang baru saja kita bicarakan

tadi, Stevie.

(d) Meringkas (summarizing). Guru sering kali meringkas semua yang

telah diuraikan di depan untuk menekankan konsep. Contoh ujaran

yang digunakan guru sebagai berikut.

a. Yang ingin saya katakan adalah ...

b. Kesimpulan dari uraian tersebut ialah…

c. Jadi yang dimaksud dengan ...adalah ...

(e) Mendefinisikan (defining) Guru sering membuat definisi atau

penjelasan tentang sesuatu yang telah disampaikan atau seorang guru

menanyakan definisi kepada siswa.. Sebagai contoh ujaran sebagai

berikut.

a. Urbanisasi adalah perpindahan penduduk dari desa ke kota.

b. David apakah arti dari transmigrasi?

lxiii
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

(f) Menyunting (editing). Guru kadang-kadang juga memberikan

komentar tentang apa yang dikatakan oleh seorang siswa yang

menunjukkan penilaian atau kritik. Contoh ujaran yang disampaikan

guru sebagai berikut.

a. Ya, itu pertanyaan yang bagus.

b. Hampir benar jawabanmu, dapat disempurnakan, ayo!

(g) Mengoreksi atau membetulkan (correcting). Guru juga berusaha

membetulkan apa yang dikatakan atau ditulis oleh siswa. Misalnya

sebagai berikut.

a. Guru : David, apakah arti ‘paramount’?

b. Siswa : Penting.

c. Guru : Ya, artinya ‘sangat penting.’

(h) Menspesifikasikan topik ( specifying topic). Guru juga sering

menspesifikasikan topik atau mengkhususkan sebuah topik

pembahasan atau menentukan batas-batas pembicaraan yang relevan.

Contoh ujaran yang digunakan guru sebagai berikut.

a. Sekarang kita membahas wacana.

b. Kita akan segera membahas hal itu.

c. Topik itu akan kita bahas minggu yang akan datang.

Percakapan guru dan siswa di atas menunjukkan bahwa peran guru

dalam kelas sangat dominan dan siswa hanya sesekali

mengemukakan pendapat. Hal ini terjadi bilamana guru

memberikan kesempatan berbicara. Dari uraian di atas juga dapat

lxiv
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

disimpulkan guru memiliki ujaran yang khas di dalam kelas saat

interaksi belajar mengajar.

4.Tindak Tutur di dalam Kelas menurut Sinclair dan Coulthard.

Sinclair dan Coulthard dalam (Thomas Ann Malamah ,1987: 45-47)

membagi tindak (acts) menjadi 21 (dua puluh satu ) , disini diberikan dengan

contohnya.

a. Marker : ‘wel’, ‘right’. ‘OK’, ‘now’


Pemarkah : ‘Nah’, ‘Bagus’, ‘OK’, ‘sekarang’
b. Stater : directing attention to a specific area
Memulai : mengarahkan perhatian pada suatu topik
c. Elicitation : question demanding linguistic response
Elisitasi : pertanyaan yang menuntut jawaban
d. Check : ‘Finished?’, ‘Ready?’, ‘Any problems?’
Pengecekan : ‘Selesai?’, ‘Sudah?’, ’Ada masalah?’
e. Directive : requesting a non-linguistic response
Pengarahan : pengarahan yang menuntut respons non-linguistik atau non
verbal
f. Informative : providing information
Informatif : pemberian informasi
g. Prompt :’Have a guess’, ’Come on’quickly’
Memberi dorongan : ‘Memiliki jawaban’,’Ayo…’. ‘Cepat’
h. Clue : additional information to help student respond
Memberi petunjuk-petunjuk : memberikan informasi untuk membantu
siswa memberikan respons ( Proses ini disebut re….)
i. Cue : ‘Hands up’, ‘Don’t call out’
Isyarat/aba-aba: ‘Angkat tangan’, ‘Yang tidak menjawab keluar’
j. Bid : ‘Sir!’, ‘Miss!’
Minta perhatian : ‘Bapak!’, ‘Nona!’
k. Nomination : names of pupils, ‘Who hasn’t answered yet?’

lxv
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

Penunjukan : nama-nama murid, ’Siapa yang dapat menjawab ya?’


l. Acknowledge : ‘Yes’, ‘Mmm’, ‘OK’
Persetujuan : ‘Ya’, ‘hmm’, ‘OK’
m. Reply : linguistic response to elicitation
Jawaban : respons jawaban guru ataupun siswa
n. React : non-linguistic response to directive
Memberi reaksi : Respons yang bersifat non linguistik terhadap
pengarahan guru (mengangguk,menggeleng,dsb.)
o. Comment : additional information, expanding, exemplifying
Komentar : tambahan informasi, memperluas, memberikan contoh
(memberi komentar)
p. Accept : ‘Yes’, ‘No’, ‘Good’, ‘Fine’
Penerimaan : ‘Ya’, ‘Tidak/bukan’, ‘Bagus’, ‘Benar’
q. Evaluate : ‘Good’, ‘Interesting’, ‘Fine’
Evaluasi : ‘Baik’, ‘Tepat’, ‘Benar’
r. Metastatement : helping pupils see the purpose and structure of the lesson
Metabahasa : Berbicara mengenai tujuan atau struktur pelajaran (Apa
sudah mengerti?)
s. Conclusion : summarizing what the preceded
Simpulan : Membuat apa yang menjadi simpulan ( Jadi…., Kita tadi
berbicara masalah….)
t. Loop : ‘Pardon’, ‘Again’, ‘What did you say?’
Mengulang : ‘Maaf’, ‘Sekali lagi’, ‘Apa yang telah kamu katakan?’
u. Aside : ‘Where’s the chalk?’, ‘It’s freezing in here’
Di luar komunikasi dengan siswa : ‘Di mana kapur?’, ’Wah,dingin sekali
di sini?

h. Partikel dalam Wacana Lisan

Dalam percakapan sehari-hari baik secara langsung berhadapan antara

penutur dan lawan tutur sering terjadi dengan menggunakan ungkapan-

lxvi
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

ungkapan yang tidak dapat diartikan secara semantik ataupun secara sintaksis,

akan tetapi baik penutur dan lawan tutur sudah memahami artinya karena

diasumsikan dengan hal-hal yang sudah ada sebelumnya. Kategori seperti ini

dapat dikategorikan sebagai partikel.

Fraser Gupta (2002: 31-57) dalam abstraknya berpendapat bahwa :


Eleven pragmatic particles, loans from Southern varieties of Chinese, are
used in Singapore Colloquial English. They express varying degrees of
commitment to an utterance, and can be arranged on a single scale of
assertiveness. They fall into three main groups: contradictory, assertive, and
tentative. This paper uses data from natural conversation in the home, from,
between, and with children acquiring Singapore Colloquial English as a
native language. The pragmatic particles are acquired early and without
error.
Previous analyses of the Singapore Colloquial English particles suggest that
analysts disagree on the functions of the particles. Each particle appears to
have a wide range of multiple functions. These apparently disparate
functions can be reconciled if the pragmatic particles are examined in terms
of a system of marking degree of assertion, which result in different functions
when the same particle is used in sentences of different types. No pragmatic
particle in Singapore Colloquial English is associated with only one sentence
type.
Dari abstrak tersebut di atas dapat disimpulkan bahwa dari hasil penelitian

tentang partikel, ada sebelas partikel pragmatic, variasi kata pinjaman dari China

bagian selatan, digunakan dalam bahasa Inggris percakapan sehari-hari

(colloquial) di Singapura. Mereka mengungkapkan berbagai tingkat komitmen

terhadap suatu ungkapan dan dapat disusun dalam sekala tunggal yang tegas.

Mereka terbagi menjadi tiga kelompok utama: kontradiksi (lawan kata),

lxvii
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

penegasan, dan bersifat sementara. Kertas kerja (paper) ini mengunakan data

percakapan alamiah dalam rumah, dari, diantara, dan dengan anak-anak

memperoleh (belajar) dari bahasa Inggris percakapan sehari-hari (colloquial) di

Singapura sebagai bahasa ibu (bahasa asli). Partikel pragmatik diperoleh sejak

awal tanpa kesalahan.

Analisis awal dari partikel Bahasa Inggris percakapan sehari-hari (colloquial)

di Singapura menyarankan bahwa penganalisis (peneliti) tidak setuju dengan

fungsi-fungsi dari partikel tersebut. Setiap partikel muncul mempunyai cakupan

luas terhadap multi fungsi. Fungsi yang agaknya berbeda ini, dapat disatukan

(disepakati) jika partikel pragmatik ini diuji dalam istilah sistem tingkat

penandaan penegasan yang menghasilkan fungsi yang berbeda, ketika partikel

yamg sama digunakan dalam kalimat pola (tipe) yang berbeda. Tidak ada partikel

pragmatik Bahasa Inggris percakapan sehari-hari (colloquial) Singapura yang

berhubungan dengan hanya satu tipe.

Stubbs (1983: 68-69) di dalam bukunya Discourse Analysis: The

Sosiolinguistic Analysis of Natural Language . menurut hasil penelitianya dalam

bahasa Inggris percakapa lisan ditemukan ungkapan well, yang tidak dapat

dibicarakan secara sintaksis dan semantic. Ungkapan-ungkapan yang lain selain

well adalah now, right, ok, any way, you know, I see, hello, bye,bye. Ungkapan-

ungkapan ini sedikit dibicarakan dalam sintaksis dan tidak dibicarakan secara

semantik. Hal ini karena ungkapan-ungkapan tersebut tidak memiliki makna

literal (harafiah),dan juga tidak memiliki sifat tesis sehingga tidak memiliki isi

lxviii
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

permasalahan. Ungkapan ini pada umumnya digunakan untuk menutup

percakapan. Ungkapan ini dapat digunakan tanpa mengenalkan topik baru.

Fungsi ungkapan ini manajemen transaksi menghubungkan ungkapan dengan

panggilan seperti hey atau John. Pada umumnya memberi salam dan ungkapan

perpisahan. Ungkapan-ungkapan ini tidak memiliki makna sebenarnya.

Ungkapan–ungkapan ini terbatas pada bahasa lisan.

Dengan kata lain, well dapat mengindikasikan suatu pemutusan dalam

wacana, perubahan dalam topik, baik sebagai pendahuluan untuk memodifikasi

beberapa asumsi tentang apa yang telah hilang sebelumnya, atau sebagai

pendahuluan untuk menutup topik dan seluruh percakapan.

Beberapa penelitian tentang well dan ungkapan-ungkapan yang serupa

mengindikasikan beberapa poin penting . Ungkapan-ungkapan tersebut tidak

dinilai sebagai kategori linguistik tradisional. Akan tetapi sebagian besar dibatasi

bahasa lisan,karena dari fungsi interaksionalnya. Salah satu fungsinya bertindak

sebagai penanda batasan . Ungkapan –ungkapan tersebut pembatas unit-unit

wacana yang lebih besar daripada klausa dan kalimat. Bagian ini dan yang lainnya

dapat dikembangkan secara detail dengan melihat pada berbagai kata keterangan.

Contoh. Q. What time is it? A: Well,two o’clock.

Dengan uraian di atas dapat disimpulkan bahwa partikel merupakan ungkapan

atau ujaran yang disampaikan saat bertutur secara lisan dan dapat dimaknai sesuai

dengan konteks pembicaraan. Hal ini diasumsikan hal-hal yang mendahului

ataupun yang menyertai berikutnya.

lxix
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

Partikel sangat bermakna dalam rangka organisasi percakapan (wacana lisan)

khususnya pada saat pergantian pembicara . Dalam analisis wacana lisan, partikel

tidak dapat diabaikan karena partikel itu menenyukan kebermaknaan percakapan.

Dikatakan Linke, Nussbaumer dan Portmann (1991: 272 ) bahwa fungsi utama

partikel dalam wacana lisan dapat dibedakan menjadi :

(1) bentuk tegun,yakni partikel yang merfleksikan bahwa si pembicara dalam


waktu singkat sedang mengkoordinasi kata, misalnya ”Beberapa hari yang lalu
telah diadakan ...ehm...’,”mobilku rusak ...apanya itu ... kalbulator,dan
seterusnya”; (2) bentuk pengurangan kecepatan pertukaran seperti ”Ya, jadi...;
jadi ...; Ah ..itu yang .. dan seterusnya; (3) pembukaan pembicaraan/percakapan
untuk meyakinkan, misalnya ”Karena itu,ku jelaskan ...”’ ”Sebentar,bukan ...”. ”
Yang kumaksudkan, yakni ....atau yaitu ... atau antara lain ...”,dan seterusnya; (4)
Isyarat pembicara yang mencakupi partikel-partikel yang memerlukan dan
menuntut perhatian mitra bicara,misalnya”....,bukan?”,”...,atau?”,”....,begitu?”;
dan (5) Isyarat mitra bicara yang mencakupi partikel yang mengekspresikan
kekaguman,keheranan, dan keharuan ( Wah...,Oh....,Aduhai ....dan seterusnya),
dan gerakan sepontan mitra bicara saat pembicara bertutur, misalnya kontak
pandangan (isyarat mata), gerak tubuh, mimik, gerakan kepala (mengangguk
atau menggeleng), senyum dan atau tertawa”.

i. Praanggapan, Implikatur, dan Entailmen

Makna pragmatik tuturan dalam penuturan sesungguhnya tidak selalu

didapatkan dari tuturan yang sunguh-sungguh disampaikan penutur. Makna

tersurat belum tentu makna tersirat, maka perlu mencermati konteks yang

menyertai munculnya tuturan itu .

lxx
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

1) Praanggapan (Presupposition)

Dalam praktek bertutur, seorang penutur akan selalu merangkai pesan–

pesan verbalnya berdasarkan anggapan tentang sesuatu yang sudah

diketahui oleh mitra tuturnya. Anggapan-anggapan yang trebentuk itu

dapat merupakan sebuah kebenaran atau justeru sebaliknya.” Kalimat

dikatakan mempreposisikan kalimat yang lain jika ketidak benaran kalimat

yang kedua (yang dipreposisikan) mengakibatkan kalimat yang pertama

(yang mempreposisikan) tidak dikatakan benar atau salah” (I Dewa Putu

Wijana, 1996: 37)

2) Implikatur (Implicature)

Dalam bertutur ,peserta tutur dapat lancar berkomunikasi apabila

diantara mereka telah terjadi satu pemahaman mengenai latarbelakang

pengetahuan mengenai sesuatu hal yang sedang dipertuturkan. Di antara

penutur dan mitra tutur terdapat semacam kontrak percakapan tidak

tertulis bahwa yang sedang dipertuturkan itu dapat saling dimengerti.

Implikatur menurut Grice di dalam artikelnya menyatakan bahwa

sebuah tuturan dapat mengimplikasikan proposisi yang bukan merupakan

bagian dari tuturan yang bersangkutan. Proposisi yang diimplikasikan

itulah yang disebut implikatur percakapan. Implikatur bukan merupakan

bagian tuturan yang implikasikannya, maka hubungan kedua proposisi itu

bukan merupakan konsekuensi yang mutlak dalam

(http://www.teorier.dk/tekster/h-paul-grice-implikatur. php)

lxxi
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

Tuturan yang berbunyi Bapak Raharjo datang! Tidak semata-mata

dimaksudkan untuk memberitahukan bahwa bapak Raharjo sudah datang

menuju kelas. Si Penutur bermaksud memperingatkan mitra tutur bahwa

bilamana kelas masih kotor atau dalam keadaan ramai akan mendapatkan

sanksi. Si Penutur memperingatkan kepada mitra tutur untuk segera

mengambil kotoran yang berada disekitar tempat duduknya dan bersiap

diri untuk menerima pelajaran. Di dalam implikatur ,hubungan antara

tuturan yang sesungguhnya dengan maksud yang tidak dituturkan bersifat

tidak mutlak. Maksud tuturan harus didasarkan pada konteks situasi tutur

yang mewadahi mulnya tuturan tersebut.

Jadi, implikatur merupakan proposisi yang diimplikasikan dalam

tuturan yang dituturkan oleh peserta tutur, implikatur muncul apabila

peserta tutur yang terlibat dalam penuturan itu memiliki kesamaan latar

belakang pengetahuan tentang sesuatu yang sedang mereka tuturkan.

Menurut Grice (dalam Leech, 1993 : 17) implikatur meliputi dua

macam, yaitu (1) implikatur konvensional, dan (2) implikatur

nonkonvensional. Implikatur konvensional adalah implikatur pragmatik

yang diperoleh langsung dari makna kata, sedangkan implikatur

nonkonvensional muncul ditentukan oleh konteks.

(a) Bahkan Bapak Menteri Agama menghadiri sunatan anak saya.

(b) Saya kebetulan ke Inggris untuk studi selama dua tahun dan berangkat

besok

lxxii
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

Contoh (a) di atas merupakan implikatur konvensional yang berarti

Bapak Menteri Agama biasanya tidak menghadiri acara sunatan,

sedangkan contoh (b) merupakan implikatur nonkonvensional yang

bermakna ‘tidak’ dan merupakan jawaban atas pertanyaan maukah Anda

menghadiri selamatan sunatan anak saya?

Berbeda dengan Grice, menurut Gazdar, dengan menggunakan prinsip

kerja sama Grice, implikatur dapat dibedakan menjadi implikatur khusus

dan implikatur umum. Yang pertama ada karena konteks ujaran, misalnya

contoh (b) Saya kebetulan ke Inggris untuk studi selama dua tahun dan

berangkat besok, sedangkan yang kedua tidak, misalnya contoh (a)

Bahkan Bapak Menteri Agama menghadiri sunatan anak saya di atas,

dalam (http://tulisanmakyun. blogspot.

com/2007/07/linguistikpragmatik.html)

3) Entailmen (Entailment)

Entailmen adalah kebalikan dari implikatur. Implikatur memiliki

makna yang tidak pasti karena tergantung konteksnya, penaffsirannya

harus didasarkan pada latar belakang pengetahuan yang sama (the same

background knowledge) antara penutur dan mitra tutur tentang sesuatu

yang dipertuturkan itu.sedangkan entailmen adalah bersifat pasti atau

mutlak (Kunjana Rahardi, 2005: 43)

Contoh tuturan yang berupa entailmen di dalam situasi tutur di kelas

berbunyi, Mukti Udin belum paham cara resensi novel mengindikasikan

bahwa siswa yang bernama Mukti Udin setelah dijelaskan masalah cara

lxxiii
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

meresensi novel ketika diberi tugas oleh guru tidak dapat menyelesaikan

tugas karena Mukti Udin belum paham.

j. Alih Kode dan Campur Kode

Interaksi belajar mengajar di kelas di SMA Negeri 3 Sragen ,

pemakaian Bahasa Indonesia adalah sebagai bahasa kedua, karena

sebelum guru dan siswa menguasai Bahasa Indonesia pada umumnya

guru dan siswa menguasai Bahasa Jawa sebagai bahasa ibu. Dengan

demikian guru dan siswa di SMA Negeri 3 Sragen pada umumnya

dwibahasawan (bilungaal), bahkan ada yang menguasai lebih dari dua

bahasa (multilingual). Oleh sebab itu, dalam komunikasi akan sering

terjadi pemakaian bahasa satu dengan lainnya secara bergantian. Hal ini

sulit dihindari dalam masyarakat bilingual, juga guru dan siswa di SMA

Negeri 3 Sragen.

Menurut Nina (2009,http:// Slideshare.net/ninazski/ paper-

sosling-nina.) penguasaan beberapa bahasa mendorong orang-orang

menggunakan berbagai bahasa tersebut dalam situasi dan tujuan berbeda.

Karena inilah fenomena alih kode (code switching ) dan campur kode

(code mixing) tidak dapat dihindari.

Nababan (1991: 31) menyatakan dalam keadaan kedwibahasaan

akan sering terdapat orang mengganti bahasa atau ragam bahasa. Hal ini

bergantung pada keadaan dan keperluan berbahasa tersebut. Perilaku

seperti tersebut akan memnyebabkan alih kode dan campur kode.

lxxiv
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

Peristiwa alih kode dan campur kode sering terjadi dalam

berkomunikasi pada masyarakat bilingual dan multilingual. Yang

dimaksud dengan alih kode menurut Sri Utari Subyakto Nababan (1992:

105) yaitu mengganti bahasa yang digunakan oleh seseorang yang

bilingual; dari bahasa daerah ke bahasa Indonesia; dari Bahasa Indonesia

ke bahasa Asing, dan sebagainya.

Appel dalam ( Lilis Siti Sulistyaningsih, http://file. Upi. Edu/

Direktori/C-FPBS/Jur. PEND. BHS. DAN SASTRA INDONESIA/)

alih kode itu sebagai gejala peralihan pemakaian bahasa karena

berubahnya situasi .

Pendapat yang lain dikemukakan Scotton dalam (Adiel, 2009

http://aidiel87.blogspot.com/2009/11/alih-kode-campur-kode-dan-

interferensi html.) bahwa alih kode merupakan penggunaan dua varian

atau varietas linguistik atau lebih dalam percakapan atau interaksi yang

sama.

Richard berpendapat, alih kode adalah suatu peralihan pemakaian

suatu bahasa ke bahasa lain atau dari satu variasi bahasa ke variasi

bahasa lain. (1985: 43)

Hal ini sejalan dengan apa yang dikemukakan Umar dan

Napitupulu (1994: 13 dalam Nina, http://www. Slidershare. net/

ninazski/paper-sosling-nina) bahwa alih kode merupakan aspek

ketergantungan bahasa dalam suatu masyarakat dwibahasa.

lxxv
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

Jadi, dalam alih kode, pemakaian dua bahasa atau lebih ditandai

oleh kenyataan bahwa masing-masing bahasa masih mendukung fungsi-

fungsi tersendiri sesuai dengan konteksnya, dan fungsi masing-masing

bahasa itu disesuaikan dengan relevan dengan perubahan konteksnya.

Tuturan di bawah ini contoh kadang-kadang penutur dengan sadar

beralih kode dengan mitra tuturnya dengan maksud tertentu.

Raharjo : Panjenengan, tadi sudah jadi dhahar belum?

Arief : Belum, ini pekerjaan belum kelar, sebentar lagi.

Raharjo : OK-lah , kalau gitu nanti sama-sama ke kantin.

Arief : Inggih, ini tinggal dua siswa lagi kelar.

Pada masyarakat bilingual ataupun multilingual cenderung juga

ada kecenderungan peristiwa tutur yaitu campur kode. Yang dimaksud

dengan campur kode menurut Sri Utari Subyakto Nababan (1992: 106)

adalah penggunaan dua atau lebih bahasa atau ragam bahasa secara

santai antara orang-orang yang kita kenal dengan akrab.

Menurut Fasold dalam ((Adiel, 2009 http:// aidiel87. blogspot

.com/2009/11/alih-kode-campur-kode-dan-interferensi.html) campur

kode adalah fenomena yang lembut dari fenomena alih kode. Dalam

campur kode terdapat serpihan-serpihan suatu bahasa yang digunakan

oleh seorang penutur, tetapi pada dasarnya dia menggunakan suatu

bahasa tertentu.

Harimurti Kridalaksana dalam Sarwiji Suwandi (2007: 113)

menjelaskan bahwa campur kode antara lain berarti penggunaan satuan

lxxvi
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

bahasa dari satu bahasa ke bahasa lain untuk memperluas gaya dan

ragam bahasa, termasuk di dalamnya pemakaian kata, klausa, idiom,

sapaan, dan sebagainya.

Sejalan dengan tersebut, Nababan (1991: 32) menjelaskan bahwa

campur kode mengacu pada suatu peristiwa penutur mencampur dua

atau lebih bahasa atau ragam bahasa dalam suatu tindak bahasa (speech

act atau discourse ) tanpa ada sesuatu dalam situasi berbahasa itu yang

menuntut percampuran bahasa itu.

Jadi, campur kode adalah penggunaan dua bahasa atau lebih oleh

penutur dalam situasi informal, santai, atau akrab tanpa ada sesuatu yang

menuntut pencampuran bahasa itu. Pencampuran dua bahasa atau lebih

ini dapat berupa kata, idiom, sapaan, frasa, klausa, dan sebagainya.

Peristiwa campur kode, seperti contoh-contoh berikut ini.

Raharjo : Ujiane tesis Pak Manto jadine kapan?

Manto : Tanggal songolas Senin. Piye Pak Ujiane kemarin?

Raharjo : Alhamdulillah sudah dinyatakan lulus. Ini ada yang

harus direvisi. Prof. Herman ngasih masukan nambah

alih kode dan campur kode.

Manto : Alhamdulillah nderek seneng. Ini aku baru ngaturake tesis

no mejanya Prof. Herman. Senin rawuh ya kasih suport.

Raharjo : Insyaallah, saya datang waktu ujian Pak Manto.

Faktor-faktor yang menyebabkan terjadinya peristiwa alih kode

menurut Sarwiji Suwandi (2007: 118-120) sebagai berikut :

lxxvii
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

(1) Penutur, maksudnya seorang penutur kadang-kadang dengan sadar

berusaha beralih kode terhadap mitra tuturnya karena sesuatu

maksud.

(2) Mitra tutur, setiap penutur pada umumnya ingin mengimbangi

bahasa yang dipergunakan mitra tuturnya.

(3) Topik, topik merupakan faktor yang cukup dominan dalam

menentukan terjadinya alih kode.

(4) Gengsi, sebagian penutur ada yang beralih kode sekedar untuk

bergengsi.

Pendapat lain dikemukakan oleh Irmayani, Musfeptial, dan Hari

Purwiati dalam (2005, http://pusatbahasa. Diknas.go.Id/laman/index.

php? ) alih kode dan campur kode terjadi karena tiga faktor yaitu

berdasarkan penutur, lawan tutur, dan topik pembicaraan.

Menurut Appel dalam ( Lilis Siti Sulistyaningsih, http://file. Upi.

Edu/ Direktori/C-FPBS/Jur. PEND. BHS. DAN SASTRA

INDONESIA/) alih kode adalah peristiwa kebahasaan yang disebabkan

oleh faktor-faktor yang bersifat sosiosituasional. Beberapa faktor yang

biasanya merupakan penyebab terjadinya alih kode antara lain,ialah : (1)

Pembicara/ penutur; (2) Pendengar/ lawan tutur; (3) Hadirnya penutur

ketiga; dan (4) Pokok pembicaraan.

Dari beberpa pendapat di atas dapat disimpulkan faktor penyebab

terjadinya alih kode yaitu penutur/pembicara, mitra tutur/pendengar,

pokok pembicaraan, hadirnya orang ketiga, dan gengsi.

lxxviii
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

B. Penelitian yang Relevan

Marfuah (2006) dalam penelitiannya yang berjudul “ Pengungkapan

Makna Pragmatik Imperatif Bahasa Indonesia dalam Proses Belajar Mengajar di

Kelas ( Kajian Pragmatik : Studi Kasus di Taman Kanak-kanak ), kesimpulan dari

penelitian ini guru lebih dominan menggunakan tuturan imperatif untuk

mengungkapkan makna pragmatik imperatif,karena mengingat tingkat kognitif

anak usia TK tentang pemahaman bahasa masih rendah.

Sugeng Lestari (2005) dalam penelitiannya,” Analisis Wacana Lisan Pada

Interaksi Belajar Mengajar di Kelas 5 SDIT Nur Hidayah Surakarta, kesimpulan

dari penelitian tersebut sebagai berikut:

Pembelajaran yang terjadi antara guru dan siswa di kelas 5 SDIT Nur Hidayah

Surakarta dapat dikatakan berhasil karena siswa dapat menjawab sebagian besar

pertanyaan yang diberikan oleh guru. 2) Fungsi bahasa meliputi tiga hal, yaitu

menyatakan sesuatu atau memberikan informasi yang direalisasikan dengan

kalimat deklaratif, meminta informasi atau menanyakan sesuatu yang

direalisasikan dengan kalimat interogatif, dan memberikan perintah atau

melakukan sesuatu yang direalisasikan dengan kalimat imperatif. Walaupun

fungsi bahasa telah memiliki bentuk sendiri-sendiri, namun dalam aplikasinya

antara bentuk dan fungsi bahasa tersebut tidak selalu sama. Dengan kata lain

bahwa antara bentuk dan fungsi bahasa bersifat fleksibel. 3) Partikel merupakan

bentuk bahasa yang tidak dapat dimaknai secara semantik maupun sintaksis.

Penggunaan partikel dalam interaksi belajar mengajar berfungsi sebagai respon

lxxix
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

atau tindak lanjut guru atas tindakan yang dilakukan siswa dan penanda batas

dalam wacana.

Sedangkan penelitian ini dengan subyek penelitiannya adalah guru dan

siswa di kelas di fokuskan pada struktur wacana lisan dalam interaksi belajar

mengajar, fungsi bahasa dalam interaksi guru dan siswa dalam kelas, dan partikel

dalam wacana lisan tindak tutur di dalam kelas.

C.Kerangka Berpikir

Berdasarkan deskripsi teori yang telah dipaparkan diatas ,maka dapat disusun

kerangka berpikir sebagai berikut :

Dalam proses belajar mengajar terdapat interaksi antara guru dan siswa. Dalam

interaksi ini terjadi tindak tutur antara guru dan siswa. Guru lebih dominan

sebagai pemicu terjadinya tindak tutur di dalam kelas. Juga tindak tutur ini dapat

berhasil bilamana antara penutur dan mitra tutur ada kerja sama. Akan lebih baik

lagi bilamana dalam tindak tutur menjaga kesantunan dalam tindak tutur.

Setelah data-data terkumpul langkah pertama adalah memparafrasekan Tindak

Tutur Langsung dan Tindak Tutur Literal. Kemudian data dianalisis dengan

konteksnya.

Berdasarkan analisis data itu ditemukan : (1) Ciri-ciri struktur wacana

lisan interaksi guru dan siswa di kelas, (2) fungsi bahasa dalam wacana lisan

interaksi guru dan siswa di kelas, (3) Partikel dalam wacana lisan interaksi guru

dan siswa di kelas, dan (4) Alih kode dan campur kode wacana lisan interaksi

guru dan siswa di kelas.

lxxx
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

Pendeskripsian Tindak Tutur dalam Kelas


Interaksi Guru dan Siswa, fungsi bahasa,
partikel, alih kode dan campur kode
wacana lisan interaksi di kelas

Struktur Tindak Tutur dalam Kelas Pengamatan/


Interaksi guru dan siswa, fungsi bahasa, Observasi
partikel, alih kode dan campur kode Perekaman
wacana lisan interaksi di kelas data
Pencatatan
data

Parafrase tindak Semua data


tutur langsung dikaitkan dengan
dan tindak tutur konteks tuturan
literal

Data dianalisis

Ciri-ciri Fungsi Partikel Alih kode


Sturuktur bahasa dalam dan
interaksi di dalam wacana campur
kelas interaksi lisan kode
di kelas

Simpulan

Gambar 8. Diagram kerangka berpikir

lxxxi
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

BAB III

METODOLOGI PENELITIAN

Bab ini membicarakan enam hal , yaitu (1) jenis penelitian, (2) data

dan sumber data penelitian, (3) lokasi penilitian, (4) teknik cuplikan penelitian, (5)

metode penelitian, (6) teknik pengumpulan data penelitian, (7) teknik validitas

data penelitian, dan (8) teknik analisis data penelitian..

A. Jenis Penelitian

Penelitian tentang Analisis Wacana Lisan antara Interaksi Guru dan

Siswa ini dapat dikelompokkan ke dalam kategori penelitian kualitatif. Penelitian

kualitatif menurut Moleong (2010: 8-13) sebagai berikut: melakukan penelitian

pada latar alamiah atau pada konteks dari suatu keutuhan (entity); peneliti sendiri

atau dengan bantuan orang lain merupakan alat pengumpul data utama; penelitian

menggunakan metode kualitatif .

Penelitian ini kualitatif yang bersifat deskriptiff, karena data yang

dikumpulkan terutama berupa tuturan–tuturan lisan yang terjadi saat interaksi

belajar mengajar, bukan data yang berupa angka-angka. Peneliti menekankan

catatan dengan deskripsi kalimat yang rinci, lengkap, dan mendalam, yang

menggambarkan situasi sebenarnya guna mendukung penyajian data. Sifat

penelitian seperti itu senada pendapat dengan Lincoln dan Guba (1985) di dalam

Sutopo (2006: 40) Sifat semacam ini lebih peka dan dapat disesuaikan dengan

pengkajian bentuk pengaruh dan pola nilai-nilai yang mungkin dihadapi peneliti.

64
lxxxii
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

Analisis Wacana Lisan antara Guru dan Siswa ini, sasaran penelitian

tetap pada berada pada kondisi aslinya secara alami. Penelitian ini meneliti secara

langsung peristiwa tutur dalam interaksi belajar mengajar di dalam kelas, peneliti

tidak terlibat dalam peristiwa tutur. Peneliti di lingkungan sekitar kelas hanya

sebagai pengamat, jadi dalam interaksi belajar mengajar di kelas, terjadi

percakapan antara guru (penutur) dengan siswa (petutur) atau sebaliknya secara

alamiah.

Penelitian ini juga merupakan analisis isi (content analysis) menurut

Barelson (1952) di dalam Stefan Titscher (et al) (2009: 97) menyatakan analisis

isi merupakan suatu teknik penelitian untuk menguaraikan isi komunikasi yang

jelas secara objektif, sistematis, dan kuantitatif. Harold D. Lasswell di dalam

Pakde Sofa ( 2008) yang memelopori teknik symbol coding menyatakan

analisis yaitu mencatat lambang atau pesan secara sistematis, kemudian diberi

interpretasi, dalam

(http://massofa.wordpress.com/2008/01/28/metode-analisi-isi-reliabilitas-dan
validitas -dalam-metode-penelitian-komunikasi)

Interaksi antara guru dan siswa di kelas, tidak lepas dari pesan secara

sistematis. Guru masuk ke dalam kelas untuk menyampaikan materi pelajaran,

pada hakekatnya sudah ada tujuan yang pasti yaitu untuk menyampaikan pesan

sesuai dengan tujuan pembelajaran (indikator).

B. Data dan Sumber Data Penelitian


Data merupakan bahan jadi penelitian yang ada karena proses pemilihan

dan pemilahan dari berbagai macam tuturan. Data tidak hanya sekedar sebagai

lxxxiii
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

sesuatu yang telah disediakan oleh alam, namun sebenarnya data ada karena

adanya proses interaksi antara peneliti dengan sumber data penelitian

(Sudaryanto, 1990: 3) Data penelitian ini berbentuk semua tuturan lisan dalam

interaksi belajar mengajar di SMA N 3 Sragen yang diobservasi, dicatat, direkam,

dan dideskripsikan dalam bentuk teks. Semua data yang ditemukan saat interaksi

belajar mengajar di kelas semua dipakai dalam analisis. Data yang dipakai adalah

data tuturan lisan guru dan siswa di kelas tanpa direduksi. Hal ini sesuai dengan

tujuan penelitian yaitu mendeskripsikan dan menjelaskan struktur wacana lisan

guru dan siswa dalam kelas di SMA Negeri 3 Sragen pada waktu proses belajar

mengajar ; mendeskripsikan dan menjelaskan fungsi bahasa dalam tindak tutur

interaksi guru dan siswa dalam kelas di SMA Negeri 3 Sragen pada waktu proses

belajar mengajar;. mendeskripsikan dan menjelaskan partikel wacana dalam

tindak tutur interaksi guru dan siswa dalam kelas di SMA Negeri 3 Sragen pada

waktu proses belajar mengajar; mendeskripsikan dan menjelaskan alih kode dan

campur kode wacana lisan interaksi guru dan siswa dalam kelas di SMA Negeri 3

Sragen.

Adapun yang menjadi sumber datanya adalah tiga orang guru yang

mengajar di kelas, masing-masing guru mata pelajaran Bahasa Indonesia, mata

pelajaran Biologi, mata pelajaran Sosiologi dan siswa yang mengalami proses

belajar mengajar di SMA N 3 Sragen bersama itu dilakukan observasi dan

perekaman data.

lxxxiv
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

C. Lokasi Penelitian

Penelitian ini berlokasi di SMA Negeri 3 Sragen Jl. Dr. Sutomo no. 2

Sragen. Di pilihnya lokasi ini karena SMA Negeri 3 Sragen tergolong SMA yang

cukup besar, dan siswanya bervariasi dari berbagai kalangan. Pertimbangan yang

lain adalah SMA Negeri 3 Sragen dikategorikan sebagai sekolah yang menempati

strata menengah di antara sekolah-sekolah negeri di tingkat SMA di Kab. Sragen.

Selain itu guru-guru yang ada di sekolah ini sudah memenuhi kualifikasi

pendidikan minimal yaitu sarjana, bahkan ada beberapa guru yang sudah

menyelesaikan pascasarjana. Saat ini guru di SMA Negeri 3 Sragen sebagian

besar sudah lulus sertifikasi guru. Pertimbangan selanjutnya, saat mengadakan

observasi pendahuluan ditemukan cara mengajar guru pada saat memberikan

pelajaran di kelas cenderung berceramah dan pola komunikasi pada umumnya

searah didominasi guru, hanya saat-saat tertentu guru memberikan pertanyaan

kepada siswa, dan siswa menjawab. Pada proses interaksi belajar mengajar jarang

siswa mengajukan pertanyaan kepada guru. Guru juga sering memberikan

selingan–selingan berupa humor untuk melepas kepenatan siswa saat mengikuti

pelajaran. Dengan demikian, SMA Negeri 3 Sragen layak dipakai sebagai lokasi

penenelitian tentang analisis wacana lisan interaksi guru dan siswa di kelas.

D. Teknik Cuplikan

Cuplikan berkaitan dengan pemilihan dan pembatasan jumlah serta jenis

dari sumber data yang digunakan dalam penelitian ( Sutopo, 2006: 62) Hal ini

dilakukan mengingat keterbatasan waktu, tenaga, dan biaya.

lxxxv
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

Penelitian ini menggunakan teknik cuplikan yaitu cuplikan diambil

untuk mewakili informasinya, yang diutamakan sebagai pertimbangan adalah

kelengkapan informasi atau datanya . Dengan pertimbangan tersebut maka

penelitian ini menetapkan cuplikan. Mengingat variabel guru dan siswa cukup

banyak, maka dipilih beberapa guru yaitu mata pelajaran Bahasa indonesia, mata

pelajaran Biologi, dan mata pelajaran Sosiologi, serta beberapa kelas sebagai

sumber datanya. Pengambilan data dari guru mata pelajaran yang berbeda dan

kelas-kelas yang berbeda dimaksudkan untuk memperoleh validitas data

penelitian.

Penetapan sumber data pada ketiga guru mata pelajaran dan beberapa

kelas tersebut dilakukan dengan pertimbangan-pertimbangan tertentu berdasarkan

tujuan penelitian. Karena pengambilan cuplikannya didasarkan atas berbagai

pertimbangan tertentu, maka pengertiaannya sejajar dengan jenis teknik cuplikan

yang dikenal sebagai purposive sampling (Sutopo, 2006: 64)

Pertimbangan-pertimbangan dalam teknik cuplikan ini , terbatasnya waktu

dan biaya, maka peneliti menentukan tiga guru bidang studi, kelas yang berbeda,

dan waktu interaksi belajar mengajar yang berbeda. Subjek penelitian tersebut

dapat mewakili informasi dan data penelitian. Hal ini dilakukan sebab, di SMA

Negeri 3 Sragen jumlah guru 84 guru dengan berbagai bidang studi dan terdiri

dari 27 kelas. Dalam teknik cuplikan dimungkin seorang peneliti mengambil

beberapa subjek, yang penting subjek tersebut dapat memberikan informasi dan

data yang cukup.

lxxxvi
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

E. Metode Penelitian

Istilah metode dalam penelitian linguistik dapat ditafsirkan sebagai

strategi kerja berdasarkan ancangan tertentu. Dengan demikian, ancangan lebih

berkaitan dengan metode. Ancangan merupakan kerangka berpikir untuk

menentukan metode (Edi Subroto, 2007: 36) Ancangan yang digunakan penelitian

ini adalah ancangan pragmatik. Alasan digunakan ancangan ini karena keberadaan

data-data penelitian merupakan tindak tutur, yang segalanya didasarkan konteks.

Konteks merupakan semua latar belakang pengetahuan (back ground knowledge)

yang dipahami bersama antar penutur dan mitra tutur (I Dewa Putu Wijana, 1996:

11)

Analisis wacana lisan interaksi guru dan siswa di kelas , tentang struktur

wacana di kelas ini akan dianalisis dengan berdasar teori yang dikemukakan oleh

Sinclair dan Coultrad, dengan 21 (dua puluh satu) tindak. Untuk fungsi bahasa

dalam interaksi wacana lisan dilandaskan teori MAK Haliday , sementara itu

untuk partikel wacana lisan dilandaskan teori yang dikemukakan oleh Stubs dan

teori yang dikemukakan oleh Linke, Nussbaumer dan Portmann .

F. Teknik Pengumpulan Data Penelitian


Data ini diperoleh dengan menggunakan dua macam metode ,yaitu metode

simak dan metode cakap. Metode simak merupakan metode pengumpulan data

yang dilakukan dengan menyimak tindak tutur dalam kelas. Metode simak ini

disamakan dengan metode observasi yang dikenal dalam disiplin ilmu sosial.

Dalam pelaksanaan metode simak ,digunakan teknik sadap sebagai teknik dasar

,teknik rekam,dan teknik catat sebagai teknik lanjutan.

lxxxvii
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

Teknik observasi atau teknik simak adalah mengadakan penyimakan

terhadap pemakaian bahasa lisan yang bersifat spontan dan mengadakan

pencatatan terbhadap data relevan yang sesuai dengan sasaran dan tujuan

penelitian (Edi Subroto, 2007: 47) . Teknik ini digunakan untuk menggali data

dari sumber data yang berupa peristiwa, tempat atau lokasi dan rekaman peristiwa

tutur atau interaksi guru dan siswa di kelas. Teknik yang digunakan dalam

observasi berperan pasif. Artinya, dalam mengobservasi kehadiran peneliti sama

sekali tidak mempengaruhi aktivitas interaksi guru dan siswa di kelas. Hal yang

dilakukan peneliti hanya mengamati dan mencatat ha-hal yang berlangsung di

dalam peristiwa tutur.

Teknik rekam adalah pemerolehan data dengan cara merekam pemakaian

bahasa lisan yang bersiffat spontan (Edi Subroto, 2007: 40). Teknik ini digunakan

untuk merekam pemakaian bahasa guru dan siswa pada saat interaksi belajar

mengajar di kelas. Agar hasil rekaman yang diperoleh dapat menyajikan data yang

alamiah,perekaman dilakukan secara tertutup tanpa sepengetahuan siswa sehingga

interaksi di kelas berjalan wajar. Selanjutnya data rekaman itu ditranskripsikan

untuk memudahkan analisis data.

Teknik pencatatan dilakukan untuk menangkap hal-hal khusus yang

menandai karakteristik wacana pemakaian bahasa yang dilakukan secra spontan

untuk melengkapi data-data yang telah diperoleh secara terencana Teknik

wawancara mendalam (indepth interviewing) ,hal ini dilakukan untuk

memperoleh informasi yang mendalam dari informan (Edi Subroto, 2007: 42).

Dan dengan teknik ini dalam upaya memperoleh validitas data.

lxxxviii
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

G.Teknik Validitas Data Penelitian


Teknik pengumpulan data dalam penelitian ini adalah teknik rekam dan

teknik catat. Teknik rekam merupakan pemerolehan data dengan cara merekan

tindak tutur yang bersifat spontan,sedangkan teknik catat merupakan pemerolehan

data dalam kartu data sesuai sasaran dan tujuan penelitian.

Penggunaan kedua teknik pengumpulan data tersebut dilakukan agar

data valid. Agar data valid Patton (1984) di dalam Sutopo (2006: 92) menyatakan

bahwa ada empat macam teknik trianggulasi ,yaitu (1) trianggulasi data (data

triangulation), (2) trianggulasi peneliti (investigator triangulation), (3)

trianggulasi metodologis (methodological triangulation), dan (4) trianggulasi

teoretis (theoretical triangulation).

Kedua teknik ini digunakan secara bersamaan untuk saling

mengecek,mengisi,melengkapi,serta mendukung pengumpulan data. Hal ini

diharapkan data semakin valid.

Data yang terkumpul dari teknik rekam dan catat pada interaksi belajar

mengajar di kelas akan dianalisis, bilamana kurang jelas maksudnya dilakukan

wawancara dengan guru bersangkutan. Apabila data yang terkumpul belum

mencukupi keabsahan analisis, maka peneliti kembali ke lapangan untuk

memperoleh data sampai tercukupinya kebutuhan analisis.

H. Teknik Analisis Data Penelitian


Setelah data disediakan dengan baik dalam arti sudah diklasifikasikan

,tahapan berikutnya menganalisis data. Analisis data pada penelitian ini dengan

metode kontekstual. Yang dimaksud analisis kontekstual adalah cara analisis yang

lxxxix
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

diterapkan pada data dengan mendasarkan ,memperhitungkan ,dan mengaitkan

konteks. Konteks itu sendiri telah didefinisikan oleh Brown & Yule (1985)

sebagai lingkungan (environment:circumstances) dimana bahasa itu digunakan.

Lingkungan disini mencakup lingkungan fisik,nonfisik,dan sosial.

Pemahaman konteks yang demikian sejalan dengan pendapat Harimurti

Kridalaksana (1993) di dalam I Dewa Putu Wijana (1996: 11) bahwa konteks

adalah aspek-aspek lingkungan fisik atau lingkungan sosial yang berkaitan dengan

tuturan . Perlu dicatat bahwa lingkungan fisik tuturan dapat disebut koteks (cotex)

sedangkan lingkungan sosial tuturan disebut konteks (context). Dalam pragmatik

konteks adalah segala latar belakang pengetahuan yang dipahami secara bersama

oleh penutur dan mitra tutur.

Dalam penelitian ini latar belakang pengetahuan yang dimaksud adalah

guru datang ke kelas dengan tujuan menyampaikan pelajaran,dan siswa sebagai

mitra tutur datang ke kelas untuk memperoleh informasi sesuai dengan materi

pelajaran. Dengan demikian data yang dikumpulkan adalah data tentang wacana

lisan interaksi guru dan siswa di kelas.

Setiap data yang dianalisis akan disajikan dalam urutan dengan

menggunakan angka arab yang diapit dua kurung,mulai (1), (2), (3), dan

seterusnya. Selain itu, setiap data juga dilengkapi nomor data pada setiap akhir

penulisan data. Pencatuman nomor data dimaksudkan untuk mempermudah

pengecekan sumber data.

Tuturan berikut dapat memperjelas pernyataan di atas.

Guru : ”Siapa yang di pojok?”

xc
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

Siswa : ”Ayub!” (dijawab serentak siswa satu kelas)

Guru : ”Tahu maksud saya?”

Konteks tuturan: Dituturkan oleh guru ditujukan kepada siswa yang bernama

Ayub, waktu itu Ayub kurang konsentrasi dalam mengikuti

pelajaran tentang proses generatif. Guru bertanya itu

dimaksudkan siswa agar tertuju pada penjelasan guru tentang

proses generatif.

Secara linguistik tuturan tersebut hanya memerlukan jawaban tentang

hal yang baru dijelaskan guru. Akan tetapi, bila tuturan itu dilihat secara

pragmatik mengandung maksud guru menghendaki perhatian semua siswa dalam

kegiatan belajar mengajar.

xci
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

BAB IV

HASIL ANALISIS DAN PEMBAHASAN

Pada bagian ini disajikan deskripsi hasil penelitian yang berupa hasil

analisis dan pembahasan tentang: (1) struktur wacana lisan interaksi guru dan

siswa di kelas, (2) fungsi bahasa dalam wacana lisan interaksi guru dan siswa

dalam kelas, (3) partikel wacana dalam wacana lisan interaksi guru dan siswa

dalam kelas, dan (4) alih kode dan campur kode dalam wacana lisan interaksi guru

dan siswa dalam kelas

A. Struktur Wacana Lisan Guru dan Siswa di Kelas

Pendeskripsian hasil analisis dan pembahasan struktur wacana lisan guru

dan siswa ini diharapkan dapat memperkaya pengidentifikasian tipe, pola atau

style wacana lisan guru dan siswa, sehingga struktur wacana lisan di kelas dapat

dibedakan dengan wacana lisan yang lainnya dengan mudah berdasarkan karakter

yang dimiliki.

Dalam interaksi belajar mengajar di kelas ditemukan karakteristik wacana

lisan guru dan siswa yang khas yang berbeda dengan wacana lisan lain, seperti :

wacana lisan seorang sahabat bertemu di kantin kampus, wacana seorang

pedagang dengan seorang pembeli yang sedang tawar-menawar di sebuah kios

buah, wacana seorang ibu sedang bercakap-cakap menggunakan handpone ,

wacana lisan percakapan seorang penyiar televisi, dan sebagainya.

Ada fenomena yang mengindikasikan bahwa kekhasan itu dilatarbelakangi

oleh sifat interaksinya yang terkait dengan pekerjaan guru sebagai pendidik, dan

74
xcii
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

seorang siswa sebagai pelajar yang sedang melakukan kegiatan belajar mengajar

di kelas. Misalnya, seorang guru berusaha mendorong siswanya untuk dapat

menjawab pertanyaan, seorang guru memantau atau mengecek pemahaman

tentang materi pelajaran yang telah dikuasai siswa, seorang guru menjelaskan

materi pelajaran , atau siswa menjawab pertanyaan yang disampaikan seorang

guru, dan sebagainya.

Hasil analisis dan pembahasan struktur wacana lisan guru dan siswa ini

dapat dijelaskan ke dalam subjek peserta tutur, saluran tuturan, jenis tuturan,

bentuk dan isi pesan, latar belakang dan suasana, dan struktur wacana lisan guru

dan siswa di kelas.

1. Subjek Peserta Tutur

Dalam interaksi belajar mengajar, subjek peserta tutur atau partisipan yang

terlibat adalah guru dan siswa. Berikut ini data yang menunjukan keterlibatan

dalam peristiwa tutur yang terjadi di dalam kelas antara guru dan siswa.

Guru : Pimpin do’a! (CL.I/1)


Siswa : Duduk siap grak berdo’a mulai! (CL.I/2)....Selesai. (CL. I/3)
Guru : Assalamu’alaikum Warahmatullahi wabarakatuh.” (CL. I/4)
Siswa : Wa’alaikum salam warahmatullahi wabarakatuh.”(CL. I/5)
Guru Mari…,mana absennya?” (CL. I/6) Siapa kemarin yang
: terlambat?(7) Mana? (8) Kemarin siapa yang terlambat? (Cl.
.. I/9) Siapa yang terlambat? (CL. I/10) Mana pernyataannya?
. (CL.I/11)
........... : .....................................................................................................
Guru ........... Ya....(CL. I/39) Mari kita lanjutkan ke reproduksi pada
manusia! (CL.I/40)
Reproduksi. (CL. I/41)Ya...(CL. I/42) Yah,hari ini kita
membahas tentang reproduksi pada manusia, tapi pesan
.. saya.... (CL. I/43) Hallo...! (CL. I/44) Hallo,pesan saya tidak
. ada pasir di kelas ,ya ! (CL. I/45)
........... .....................................................................................................
.
Guru : Ndak ada, orang mati diobati makin mati. (CL. I/682) Untuk

xciii
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

perkembangan embrio nanti dipelajari di rumah, embrio


menjadi individu baru untuk yang punya rahim, pertumbuhan
embrio dalam rahim, yang bertelur pertumbuhan embrio dalam
telur, ada tahapannya. (CL. I/683) Rahim dalam manusia
bersifat sinplex artinya ada satu ruangan, sehingga
mengandung biasanya satu anak itu artinya sinplex. (CL.
I/684) Kalau troplex ada dua ruangan, ada dua ruangan tetapi
memanjang, itu seperti tanduk. (CL. I/685) Jadi troplex
memiliki dua anak hal yang biasa, kalau sinplex punya anak
lebih dari satu dikatakan kembar. (CL. I/686) Kembar itu
sekali mengandung lebih dari satu, itu dinamakan kembar
untuk yang berrahim sinplex, ruang atu kok isinya dua kembar,
ruang dua isinya dua pas. (CL. I/687) Ruang tujuh anaknya
tujuh...,tapi biasanya berpasangan, tapi pada petai cina, kadang
ada yang genap , kadang ada yang ganjil, sehingga ada yang
menonjol. (CL. I/688)
Itu ada gambar kandungan, tugasnya nanti, ya buat
spermatogenesis, bagan oogenesis, gambar alat kelamin dalam
pada wanita, ya satu tingkat , ya kemudian pelajari
pertumbuhan embrio, dan pertumbuhan zigot sampai lahir.
(CL. I/689) Untuk tugasnya dikerjakan di buku apa?
(CL.I/690)
Siswa : Buku tugas. (CL. I/691)
Guru : Buku tugas,OK. (CL. I/692) Untuk hari ini sekian dulu,
Assalamu’alaikum Wr. Wb. (CL. I/693)
Siswa : Wa’alaikum Salam Wr. Wb. (CL. I/694)

Dalam interaksi belajar mengajar di kelas, terjadi percakapan antara guru

(penutur) dengan siswa (petutur). Dalam percakapan itu, penutur dan petutur

bertemu dalam interaksi sosial. Pesan yang disampaikan oleh penutur dan petutur

cukup berpengaruh terhadap interaksi percakapan mereka. Pada pertemuan awal

percakapan masing-masing peserta tutur akan saling mengamati tugas dan peran

mereka dalam tindak tutur tersebut. Dari cuplikan peristiwa tutur tersebut di atas

partisipan sudah mengetahui peran dan tugas masing-masing dalam percakapan

tersebut.

xciv
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

Dari hasil observasi terfokus pada kedua subjek tersebut, dalam interaksi

belajar mengajar di kelas guru lebih dominan dalam tindak tutur tersebut, dan

siswa cenderung berbicara bilamana diberikan waktu oleh guru berbicara. Siswa

akan berbiara bilamana ada pertanyaan yang perlu dijawab dari guru, memberikan

komentar, bertanya hal-hal yang belum jelas. Oleh karena itu, dapat disimpulkan

bahwa guru memiliki posisi yang dominan dalam tindak tutur ini, maka dapat

dikatakan berposisi sebagai subjek penutur, sedangkan siswa berposisi sebagai

subjek petuturnya, karena siswa akan berpartisipasi bilamana diberi kesempatan

berbicara oleh guru.

Hal ini terjadi karena pada umumnya guru sebagai penutur lebih

menguasai materi pelajaran, sehingga guru berperan menyampaikan informasi

kepada siswa. Sementara itu siswa sebagai petutur karena siswa sebagai penerima

informasi dari guru. Guru mengajukan pertanyaan kepada siswa yang perlu

dijawab bukannya guru tidak tahu akan jawabannya akan tetapi untuk mengecek

sejauhmana siswa menguasai materi pelajaran yang ia sampaikan pada siswa.

Hal yang menarik dalam tindak tutur ini adalah proses pertukaran giliran

bicara antara guru dan siswa dalam interaksi belajar mengajar di kelas, terdapat

penanda-penanda yang jelas dan teratur yang merupakan suatu sistem yang

diamati dan dideskripsikan. Sistem pertukaran berbicara antara guru dan siswa di

kelas ini akan dijelaskan dan dideskripsikan pada bagian tersendiri, yaitu pada

struktur wacana lisan guru dan siswa di kelas.

xcv
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

2. Saluran (chanel)

Saluran atau sarana media tuturan yang dipilih para subjek tuturan untuk

berkomunikasi dalam interaksi belajar mengajar di kelas adalah saluran tuturan

lisan. Pemilihan saluran tuturan lisan ini didasarkan pada sifat komunikasinya

yaitu interaksi belajar mengajar di kelas adalah komunikasi bertatap muka, maka

yang dipilih adalah tuturan lisan (oral speech) Saluran–saluran yang lain ada

dalam interaksi belajar mengajar seperti tuturan tulisan (writing speech), dan

gerak tubuh (gesture) berfungsi untuk memperjelas komunikasi dalam interaksi

belajar mengajar di kelas. Hal ini dilakukan pesan yang hendak disampaikan bisa

diterima dengan baik antara subjek penutur dan subjek petutur.

Data yang menunjukan pemakaian saluran tuturan lisan yang dipadukan

dengan tuturan tulisan, dan gerak tubuh sebagai berikut.

.............................................................................................................
Siswa : (tidak bereaksi) (CL. I/135)
Guru : Bukunya mana? (CL. I/136) Ndak belajar? (CL.
I/137) Takut dimarahi orangtua karena ada gambar-
gambarnya itu...(CL. I/138) Kita belajar ilmunya,
tapi bukan belajar sarunya, ini bagian dari belajar
biologi. (CL. I/139) OK...ini bagan jenis kelamin
pada pria ,ini wanita (guru sambil menggambar di
papan tulis) (CL. I/140) Sudah ya...ehm alat kelamin
pria...itu namanya testis menghasilkan sperma sel
kelamin pria. (CL. I/141)Itu ada hormon yang
mengendalikan , hormon yang mengalikan siapa itu?
(CL. I/142) Testoteron. (CL. I/143) Testoteron itu
horman yang mengenalikan pembentukan sel
kelamin jantan. (CL. I/144) Terus yang
menghasilkan sel kelamin jantan namanya apa, ya?
(CL. I/145) Apa ya? (CL. I/146) Astri mana, ya?
(CL. I/147)
Siswa : (menunjukkan jari) Tidak tahu, Pak. (CL. I/148)
.............................................................................................................
..............................................................................................................
Guru : Bahkan orang menikmati nikmat kelulusan tidak harus

xcvi
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

cara seperi itu, diorek – orek, yo ora? (CL. II/515) Ya


sekedarnya saja lah, karena ning sing mikir berikutnya
golek sekolahan opo nyambut gawe, golek sekolahan
kuwi sih bingung, sing ketompo limo yo bingung leh
milih, aku sing ndi…sing durung entuk sekolahan blas
yo bingung, sing nganggur sedino rong dino ora pati
kroso, lha nek nganggur kok genep sesasi rong sasi,
setahun rong tahun…ra stress, yo ra? (CL. II/516) Apa
berpikir. (CL. II/517) Boleh silakan seneng ya lulus
bersyukur, caranya bukan begitu, yang di jalan jalan itu
sampai yang sik sak Si Topan anak jalanan sret – sret -
sret…kudune lewat kiri dadi lewat… (diperagakan
dengan gerakan tangan) (CL. II/518)
Siswa : Ngepot. (CL. II/519)
..............................................................................................................
..............................................................................................................
Guru : Sehingga menjadi satu rangkaian saling berhubungan
satu dengan yang lainnya, sehingga membentuk sebuah
alur, alur peristiwa. (CL. III/41) Intinya narasi itu ada
sebuah peristiwa sesuai dengan kronologi waktu atau
peristiwa. (CL. III/42) Misalnya: Peristiwa pertama
terjadi jam 06. 30 WIB, dilanjutkan peristiwa ke dua jam
07. 30 WIB dihubungkan dengan peristiwa ke tiga jam
08. 30 WIB. (CL. III/43) Kejadian sejak awal waktu
yang pertama sampai selesai dengan urut disebut naratif
atau narasi. (CL. III/44) Kemudian yang terkadang
membuat kalian , siswa biasanya menemukan bacaan
yang kalian baca itu sebuah narasi , misalnya ada soal tes
bacaan, di atas tergolong paragraf, a. narasi, b. deskripsi,
c. persuasi, d. eksposisi atau e. argumentasi. (CL. III/45)
Kalau tes itu intinya cerita, itu narasi. (CL. III/46) Ke
dua selain itu berupa karya lisan, isi cerita itu bisa
diambilkan dari karya lisan maupun tulisan. (CL. III/47)
Tulisan itu bisa nyata atau tidak nyata, to. (CL. III/48)
Intinya narasi itu peristiwa, cerita berkaitan dengan
waktu, peristiwa kejadian itu, ya.(sambil menulis di
papan tulis) (CL. III/49) Peristiwa nyata itu peristiwa
sehari-hari yang tertulis. (CL. III/50) Kemudia di dalam
narasi nanti ...selain berisi peristiwa, terus ada bagian
yang lain bisa ada tokoh cerita, ya....ada permasalahan,
dan ada di dalam kisah narasi itu ada kisah biasanya di
dalam bentuk karya cerita pendek, termasuk dalam karya
novel, dalam drama. (CL. III/51) Ini bisa peristiwa nyata
, masalah dalam koran. (CL. III/52) Kalau membaca di
koran, baik ada perampokan....ada perampokan di toko
mas ini...ini...ini atau ada aksi bakti sosial, itu

xcvii
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

sebenarnya juga narasi. (CL. III/53) Tetapi itu kejadian,


isinya, bahannya dari peristiwa nyata, ya. (CL. III/54)
Kalau kalian membaca narasi dari satu paragraf peristiwa
potongan cerpen itu sebetulnya bukan kejadian yang
nyata, itu kan hasil rekaan. (CL. III/55) Narasi itu
diambil dari peristiwa nyata maupun tidak nyata. (CL.
III/56) Sudah dipahami, ya? (CL. III/57)
Siswa : Ya, Buuuu! (CL. III/58)
Guru : Juga di dalam buku BSE ini halaman 8 ini ’kan ada
judul....(CL. III/59) (sambil menunjukkan buku BSE)
Siswa : Susur Sungai Cikapundung. (CL. III/60)
Guru : Perhatikan ini ada judul,” Susur Sungai Cikapundung
Bersama KMTA Rekreasi Sekaligus Pembelajaran” ,
tolong lihat bukunya! (CL. III/61) Kalau dilihat sepintas
seperti itu tidak narasi, sebenarnya narasi, diambilkan
dari aktivitas kegiatan, perhatikan....! (CL. III/62) Ada
kalimat,” waktu Minggu 23 April, pukul 08. 00
pagi....,ini kaitanya dengan informasi. (CL. III/63) Untuk
satu paragraf di baca dulu, Bima! (CL. III/64)Dibaca
yang baik! (CL. III/65) Yang lain nanti memberi
tanggapan! (CL. III/66) Ya, Bima baca dulu! (CL. III/67)
(tangannya bergerak mempersilakan)
Siswa : (mulai membaca dengan nada santai) (CL. III/68)

Dari beberapa data di atas dapat disimpulkan bahwa dalam interaksi

belajar mengajar di kelas saat bertatap muka, saluran komunikasi yang dominan

digunakan subjek penutur ataupun subjek petutur adalah saluran tuturan lisan.

Sementara itu tuturan yang lain seperti tuturan tulisan dan gerak tubuh berfungsi

untuk mempermudah, memperlancar, dan memperjelas komunikasi. Dengan hal

tersebut bermaksud untuk memudahkan pemahaman pesan yang hendak

disampaikan yaitu tercapainya tujuan pembelajaran.

3. Jenis Tuturan (Genres)

Jenis tuturan menunjukkan berbagai jenis gaya atau tipe tuturan yang

memberikan ciri kelompok tertentu, misalnya: dalam berinteraksi ada gurauan,

xcviii
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

salam, ceramah, percakapan, pertanyaan, komentar, dan sebagainya. Wacana lisan

interaksi guru dan siswa di kelas saat proses belajar mengajar memiliki ciri-ciri

sebagai berikut:

a. Dalam percakapan terdapat subyek tuturan yang berinteraksi , yaitu guru

dan siswa di kelas.

b. Peranan guru sebagai penutur berbeda dengan siswa sebagai petutur , hal

ini disebabkan memiliki peran dan status komunikasi yang berbeda. Guru

sebagai penutur memiliki peran utama dalam interaksi ini yaitu

menyampaikan materi pelajaran sesuai dengan tujuan yang hendak

dicapai, sedangkan siswa sebagai petutur menerima pesan dari guru.

Sekali-sekali siswa berbicara bilamana ada kesempatan.

c. Guru memiliki peran lebih tinggi dibandingkan dengan siswa saat interaksi

belajar mengajar berlangsung.

d. Saat interaksi belajar mengajar guru juga sering menyampaikan gurauan

hal ini dilakukan untuk mencairkan suasana yang mungkin menegangkan,

atau bercerita hal-hal diluar materi pelajaran hal ini dilakukan kadangkala

untuk memperkaya wacana percakapan.

Data yang menunjukkan peran guru saat guru di kelas sangat dominan atau

menguasai tindak tutur di kelas, dan siswa hanya berbiara saat diberi kesempatan

oleh guru. Dan juga saat tertentu menyampaikan gurauan dan cerita untuk

mencairkan suasana .

..............................................................................................................
Guru : Kalau kita lewat Jenar itu bertemu saudara sekandung,
saudara sepersusuan, ya? (CL. I/241) Tahu saudara
sepersusuan? (CL. I/242)

xcix
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

Siswa : Sapi. (CL. I/243)


Guru : Kenapa sapi? (CL. I/244) Karena kebanyakan susu ,
susu sapi, maka kalau ketemu pedhet berarti saudara
sepersusuan. (CL. I/245)
Siswa : (tertawa bersama) (CL. I/246)
..............................................................................................................
..............................................................................................................
Guru : ....Tapi ada pengendali, ada teguran, ada sangsi
yang tegas, anak pikir pikir, lha ngapa ora
terlambat? (CL. II/549) Mboten wantun, Bu (CL.
II/550) Sebabe yen terlambat ngaten ngaten, Bu.
(CL. II/551) Kemudian bisa juga lembaga
pemasyarakatan, lembaga resmi harapannya apa
agar ada efek jera. (CL. II/552) Orang yang
dipenjara mbuh gedhungnya itu buaik, tapi kan
hati, rasane ‘kan ara kepenak, jeneng wong
dipenjoro ora bebas, ora merdeka, segala
sesuatunya diatur, diawasi, ngko yen nglanggar
luwih abot ukumane, sak penak penakae wong no
penjoro ora koyo wong sing bebas, seperti orang
nek guyon guyon, orang di rumah sakit. (CL.
II/553)Rumah sakit umum kan baik, ya. (CL.
II/554)Fasilitas lengkap opo- opo dilayani, ning
jik penak no omahe dhewe, yo. (CL. II/555) Neng
omahe dhewe kuwi luwih, walau kringete sak
grontol-grontol, koyo olah raga sing kotos-kotos,
ngono kae karo neng rumah sakit fasilitas wis
enek, dilayani, nek nunggu wong loro utowo loro
dhewe. Wis karek njethetke...ning jik penak no
omahe dhewe, arep butuh makan, arep butuh opo
sik penak no omahe dhewe kuwi we ra di penjara
, kuwi ditambani ben mari, apalagi orang
dipenjara…gak enek dipenjara nasibe penak, gak
enek.(CL. II/556)
Siswa : Tekanan batin (CL. II/557)
..............................................................................................................

Dari data di atas menunjukkan bahwa interaksi belajar mengajar di kelas

guru sangat dominan dalam percakapan. Disamping itu guru dalam

menyampaikan informasi tidak hanya sebatas tujuan pembelajaran, akan tetapi

diselingi dengan cerita atau gurauan di luar materi pelajaran. Walaupun cerita atau

c
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

gurauan tersebut masih ada sangkut pautnya dengan materi pelajaran , akan tetapi

sebenarnya sudah di luar konteks pembicaraan. Hal ini dilakukan guru bisa untuk

mencairkan suasana, juga dapat untuk menambah wawasan siswa.

4. Bentuk dan Isi Pesan

Bentuk dan isi pesan dalam tindak tutur guru dan siswa di kelas hadir

bersama-sama. Kedua hal ini saling bergantung tidak bisa saling melepaskan .

kehadiran yang satu sangat bergantung dengan kehadiran yang lainnya. Walaupun

demikian dalam analisis ini akan dianalisis sendiri-sendiri.

Pertama, bentuk pesan. Bentuk pesan mengacu pada wujud perilaku atau

tindak tutur. Bentuk pesan guru kepada siswa sebagian besar ditandai oleh

perwujudan dalam bentuk bahasa lisan dan yang lain bisa berupa bentuk isyarat

seperti : gerak tubuh, ekspresi wajah, tersenyum , tertawa, diam, dan juga bisa

berupa ketukan di atas meja atau papan tulis.

Kedua, isi pesan. Isi pesan berkaitan dengan makna apa yang sedang

disampaikan . Jadi, isi pesan berkaitan tindak tutur yang sedang disampaikan. Hal

ini tidak pernah lepas dari bentuk pesannya.

Data tindak tutur yang menunjukkan hal itu, sebagai berikut :

.............................................................................................................................
Guru : Berapa sel kelamin jantan pada manusia? (CL. I/149) Siapa yang
dapat tunjukkan jari! Cepat! Cepat! (CL. I/150) Baca sekalian,
ada gambarnya, ada tandanya, saya minta namanya apa,
tunjukkan jari!(151) Mana sperma?(152)Mana testis? (CL.
I/153) Dijelaskan, ayo! (CL. I/154)..OK,yang menghasilkan
sperma jamak,spermatozoid tunggal. (CL. I/155) Berapa jumlah
kromosomnya? (CL. I/156)Berapa? (CL. I/157) Berapa? (CL.
I/158) Akan membelah menjadi dua secara miosis. (CL. I/159)
Miosis tahap satu menghasilkan 2N. (CL. I/160) Karena tahap

ci
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

pertama dari miosis, hasilnya apa ini? (CL. I/161) ...Disebut


apa? (CL. I/162)
Siswa : Spermatosid primer. (CL. I/163)
Guru : Spermatosid primer....(CL. I/164) Kemudian untuk menjadi
spermatosid primer. (CL. I/165) OK....(guru menggambar di
papan tulis) kemudian menjadi spermatosid sekunder...kemudian
spermatosid tahap ke dua ...menghasilkan spermatosid. (CL.
I/166) Berapa jumlah kromosomnya? (CL. I/167)
.............................................................................................................................
.............................................................................................................................
Guru : Perhatikan ini ada judul,” Susur Sungai Cikapundung Bersama
KMTA Rekreasi Sekaligus Pembelajaran” , tolong lihat
bukunya! (CL. III/61) Kalau dilihat sepintas seperti itu tidak
narasi, sebenarnya narasi, diambilkan dari aktivitas kegiatan,
perhatikan....! (CL. III/ 62) Ada kalimat,” waktu Minggu 23
April, pukul 08. 00 pagi....,ini kaitanya dengan informasi. (CL.
III/63) Untuk satu paragraf di baca dulu, Bima! (CL. III/64)
Dibaca yang baik! (CL. III/65) Yang lain nanti memberi
tanggapan! (CL. III/66) Ya, Bima baca dulu! (CL. III/67)
(sambil menggerakkan tangannya mempersilakan)
Siswa : (mulai membaca dengan nada santai) (CL. III/68)
Guru : Membacanya bagaimana? (CL. III/69)
........ . ...................................................................................................

Salah satu isi pesan dari data di atas adalah instruksi pada data lampiran I

nomor (151), kemudian dari data lampiran tiga terdapat pada nomor (61 sampai

dengan 67). Sementara itu pada tuturan guru ,” Ya, Bima baca dulu!” disertai

gerak tubuh yaitu mempersilakan. Kemudia pada tuturan guru,” Membacanya

bagaimana?” (69) kalau tidak tahu konteks sebelumnya, maka akan berakibat

kesalahan dalam menafsirkan pesan. Padahal kalimat tuturan yang berupa

pertanyaan tersebut mengandung makna atau pesan , guru menghendaki siswa

yang membaca memperbaiki cara bacanya. Jadi jelaslah bahwa bentuk dan isi

pesan kehadiraannya harus bersamaan.

cii
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

2. Latar Belakang dan Suasana

Latar belakang (setting) berkaitan dengan tempat, waktu, keadaan seara

fisik berlangsungnya proses tindak tutur; sedangkan suasana (scene) berkaitan

dengan kondisi psikis pelaku komunikasi, dalam hal ini kondisi psikis guru dan

siswa saat berlangsungnya interaksi belajar mengajar di kelas. Suasana ditandai

dengan kondisi tenang, santai, serius, tegang, humor, riang, ramai, dan

sebagainya.

Pada penelitian dan perekaman yang pertama, dilakukan perekaman tindak

tutur di kelas XI- IPA 3 . Penelitian terjadi pada hari Rabu, 5 Mei 2010 , pada

jam 1dan 2 yaitu antara pukul 07. 00 – 08. 30 WIB. Jadi saat seperti ini situasi dan

kondisi baik guru dan siswa masih segar. Kebetulan di kelas IPA siswa cukup

cerdas dan topik yang dibicarakan menarik untuk usia remaja. Keingintahuan

siswa tinggi yaitu dengan topik pembicaraan reoroduksi pada manusia. Sub topik

pada pelajaran biologi ini adalah alat kelamin pada pria; alat kelamin pada wanita;

spermatogenesis; oogenesis; dan menstruasi.

Pada pelajaran biologi ini subjek penutur seorang guru biologi yang masih

muda tetapi berpengalaman, dan diikuti 40 siswa sebagai petutur. Metode

mengajar yang digunakan adalah ceramah dengan divariasikan tanya jawab. Pada

saat interaksi belajar mengajar diselingi dengan humor dan teguran pada siswa

yang kurang memperhatikan. Humor digunakan guru untuk mencairkan suasana

kelas yang pasif atau juga saat-saat menegangkan. Topik pembicaraan ini

menyangkut masalah tanda-tanda pubertas pada remaja kalau menyangkut

masalah kewanitaan yaitu menstruasi dan organ wanita, ada sebagian siswa

ciii
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

wanita yang salah tingkah atau malu, dan siswa pria akan tertawa, jadi suasana

agak ramai tetapi terkendali.

Interaksi belajar mengajar guru dan siswa ini, peran guru sangat dominan

dan menunjukkan pola komunikasi satu arah yang lebih dominan. Siswa berbicara

bilamana diberi waktu guru misalnya, saat guru menyampaikan pertanyaan, guru

meminta komentar siswa, dan saat siswa diberi kesempatan bertanya oleh guru.

Jadi komunikasi dua arah akan terjadi bilamana siswa diberi kesempatan oleh

guru. Di bawah ini disajikan gambar saat interaksi belajar mengajar berlangsung.

Gambar 9. Dokumentasi Interaksi Guru dan Siswa di Kelas XI IPA-3


Bersama Bp. Arif Purwadi, S.Pd.

civ
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

Adegan Interaksi Guru dan Siswa di Kelas.

Guru : Pimpin do’a! (CL. I/1)


Siswa Semuanya, duduk siap grak. Berdoa mulai!” (CL.
: I/2).......Selesai. (CL. I/3)
Guru Assalamu’alaikum Warahmatullahi wabarakatuh.” (CL. I/4)
Siswa : Wa’alaikum salam warahmatullahi wabarakatuh.” (CL. I/5)
Guru Mari…,mana absennya?” (CL. I/6) Siapa kemarin yang
terlambat? (CL. I/7) Mana? (CL. I/8) Kemarin siapa yang
.. terlambat? (CL. I/9) Siapa yang terlambat? (CL. I/10) Mana
pernyataannya? (CL. I/11)
........................................................................................................
Siswa Tujuh belas. (CL. I/216)
Guru Sejak usia pubertas. (CL. I/217) Jangan usia tujuh belas, ya! (CL.
I/218) Ya...pubertasnya manusia tidak sama, ada yang tujuh
belas, dua belas, tiga belas, ya macam- macam, ya. (CL. I/219)
Kita sepakat saja pada usia pubertas. (CL. I/220) Pada usia
pubertas hormon kelamin mulai berfungsi. Fungsi
primernya....(CL. I/221) Fungsi primer dan fungsi sekunder .(CL.
I/222) Fungsi primer membentuk sel kelamin, dan fungsi
sekundernya apa? (CL. I/223) Ya, memberikan tanda-tanda
kelamin sekunder. (CL. I/224) Seperti apa? (CL. I/225)
Siswa Cambang, jenggot. (CL. I/226)
Guru Ya, timbulnya cambang, jenggot, suara jadi besar, kumis, jakun,
dada jadi bidang. (CL. I/227) Yang terjadi pada wanita? (CL.
I/228)
Siswa Payudara. (malu-malu) (CL. I/229)
Guru O...ya. (CL. I/230) Kok malu- malu. (CL. I/231) Jangan ngeres
ya, tadi perjanjiannya tidak ada pasir, ya? (CL. I/232)
……. .. .........................................................................................................
Siswa : Buku tugas. (CL. I/691)
Guru : Buku tugas,OK. (CL. I/692) Untuk hari ini sekian dulu,
Assalamu’alaikum Wr. Wb. (CL. I/693)
Siswa : Wa’alaikum Salam Wr. Wb. (CL. I/694)

Pada hari Sabtu, 15 Mei 2010 jam ke 5 dan 6, tergolong jam terakhir untuk

hari ini tepatnya pukul 10. 15 – 11. 45, keadaan kelas terkendali. Di kelas X – E

ini pelajaran diampu oleh Ibu Sri Iswati, S.Pd., dengan materi pelajaran Sosiologi

dengan topik fungsi pengendalian sosial. Pada tindak tutur interaksi guru dan

siswa di kelas ini diikuti subjek tutur seorang guru dan 37 siswa .

cv
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

Pelajaran sosiologi ini disampaikan dengan menggunakan Bahasa

Indonesia dengan divariasikan Bahasa Jawa, hal ini dilakukan guru untuk

mendekatkan diri dengan situasi dan kondisi siswa yang kesehariannya

menggunakan Bahasa Jawa. Dengan demikian komunikasi diharapkan lancar, dan

hubungan guru dan siswa akrab.

Pola komunikasi dalam interaksi guru dan siswa di kelas ini cenderung

searah, hal ini karena metode mengajar yang digunakan ceramah yang

divariasikan dengan tanya jawab. Komunikasi dua arah terjadi bilamana guru

memberikan kesempatan kepada siswa untuk bertanya, menjawab, dan

memberikan komentar terhadap apa yang disampaikan guru.

Contoh-contoh pelaksanaan fungsi pengendalian sosial ini, diberikan

dengan contoh konkret yang ada di sekitar kehidupan siswa atau hal-hal yang

sering dilihat dan didengar siswa di TV ataupun radio. Gambar di bawah ini

menunjukan interaksi guru dan siswa di kelas X-E berlangsung pada jam terakhir

yaitu jam ke 5 dan 6

cvi
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

Gambar 10. Dokumentasi Interaksi Guru dan Siswa di X-E


Bersama Ibu Sri Iswati, S.Pd.

Di bawah ini adalah transkripsi wacana lisan interaksi guru dan siswa di

kelas X-E.

Guru : Assalamu’alaikum Wr. Wb. (CL. II/1)


Siswa : Walaikum Salam Wr. Wb. (bersama-sama)
Guru : Ya, mari kita lanjutkan materinya sampai pada Fungsi
Pengendalian Sosial. (CL. II/2) Kita semuanya, kalian
semuanya kan sudah melaksanakan diantaranya Fungsi
Pengendalian Sosial juga bisa lewat mengembangkan rasa
malu. (CL. II/3) Sekarang ibu berikan contoh ! (CL. II/4)
Rasa malu bisa untuk pengendalian sosial contone apa, ya?
(CL. II/5)
Siswa : Saya Bu! (CL. II/6)
Guru : Anda, biasanya kan perkewoh. Kadose mboten ngenten kan,
pengendalian sosial kan? (CL. II/7)

cvii
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

...........................................................................................................................
Siswa : Wayang (CL. II/347)
Guru : Wayang, wayange ngopo? (CL. II/348)
Siswa : Ruwatan .(CL. II/349)
Guru : Ya adat itu memiliki beberapa tingkatan. (CL. II/350)Ya tadi
sudah mode, tradisi kemudian upacara. (CL. II/351) Upacara
berarti adat istiadat yang dipakai dalam hal merayakan hal-
hal yang resmi. (CL. II/352) Contoh upacara…(CL. II/353)
Guru : Manten. (CL. II/354)
…………………………………………………………………………………
Siswa : Nggih (CL. II/721)
Guru : Elok klerune kancane tanggane, tanggane kuwi yo cah…
dowo buanget dikandani kesatu pihak saja memorinya tidak
sama. (CL. II/722)Tak kandhani semene iki, eneng sing
penompone bedho ki. (CL. II/723) Sudah kita cukup kan
sekian dulu....hee..hee ojo rame dhewe, banyak bermanfaat
bagi kita semua. (CL. II/724) Cukup sekian dulu Wabilahi
taufik wal hidayah, Wassalamu’alikum Wr. Wb. (CL. II/725)
Siswa : Wa’alaikum salam Wr. Wb. (CL. II/726)

Pelajaran Bahasa Indonesia saat itu dibuka dengan ucapan salam, ”

Asssalamu’alaikum Wr. Wb.”, dan dijawab dengan riuh oleh siswa ”

Wa’alaikumssalamu’alakum Wr. Wb.” Pelajaran Bahasa Indonesia saat ini jam ke

7 dan 8 berarti jam terakhir yaitu pukul 12. 00 – 13. 30 WIB. Kondisi baik guru

dan siswa sudah tidak segar lagi. Artinya suasana kelas siswa dan guru sudah

kelelaha. Pada pelajaran ini diikuti subjek tutur seorang guru dan 37 siswa.

Lingkungan dan situasi X-I saat berlangsungnya pengambilan data kurang

kondusif karena banyak kelas yang kosong. Ada tiga kelas yang kosong, dan

siswa yang lain hanya mengerjakan tugas. Sementara itu kelas X-i memang kelas

yang cukup ramai bilamana guru tidak mencurahkan perhatian khusus. Pada

interaksi belajar saat penelitian ini guru mapel mengulang lagi materi yang belum

dikuasai anak yaitu materi menulis paragraf. Topik yang dibahas paragraf narasi,

deskripsi, eksposisi, argumentasi, dan persuasi. Siswa kurang perhatian mungkin

cviii
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

disebabkan siswa sudah kelelahan, dan suasana yang panas, serta kelas lain ramai.

Sehingga berkali-kali guru menyampaikan peringatan untuk siswa. Saat interaksi

guru dan siswa dalam proses belajar mengajar terjadi dua kali berhenti, karena ada

guru lain yang menyampaikan informasi yaitu guru ekonomi dan guru seni rupa.

Pola komunikasi dalam tindak tutur kali ini cenderung satu arah, karena

guru menerapkan metode ceramah, tanya jawab, dan pemberian tugas. Saat-saat

tertentu terjadi pola komunikasi dua arah. Untuk memperjelas deskripsi tersebut

disajikan foto dan transkrip rekaman.

Gambar 11. Dokumentasi Interaksi Guru dan Siswa di X-I


bersama Ibu Febtilita Yulianti S.Pd.

................................................................................................
Guru : Assalamu’alaikum Wr. Wb. (CL. III/1)

cix
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

Siswa : Wa’alaikum salam Wr. Wb. (CL. III/2)


Guru : Ibu akan menerangkan macam-macam beberapa jenis
paragraf: paragraf narasi, deskripsi, persuasi, eksposisi, dan
argumrntasi.(sambil menulis di papan tulis) (CL. III/3) ....Ayo,
mohon perhatian semuanya ya! (CL. III/4) Dimana ke lima
macam paragraf ini ’kan sudah, karena melihat hasil kerja
kalian kurang maksimal, maka kita ulang lagi. (CL. III/5)
Dilihat lagi materinya dari narasi, deskripsi, eksposisi,
persuasi, dan argumentasi! (sambil memperlihatkan buku
pegangan) (CL. III/6)....Sudah? (CL. III/7)
..........................................................................................................................
Guru : Sudah ketemu belum? (CL. III/192) Saya tunjuk ya? (CL.
III/193) Koko Ari Himawan, kamu sebutkan paragraf berapa,
kalau sudah ketemu kamu baca! (CL. III/193)
Siswa : Paragraf ke lima. (CL. III/194)
Guru : Paragraf...paragraf ke lima. (CL. III/195) Semuanya
menyimak, satu, dua, tiga, empat, lima, dibaca! (CL. III/196)
Siswa : (membaca) (CL. III/197)
Guru : Ya. (CL. III/198) Bagaimana yang lain sependapat paragraf ke
lima ini merupakan jenis paragraff deskripsi? (CL. III/199) ”
Ruang itu memang sudah lama tidak punya kursi tamu lagi”,
jadi obyeknya apa? (CL. III/200) Obyeknya apa? (CL. III/201)
Ru....(CL. III/202)
Siswa : Ruang. (CL. III/203)
...........................................................................................................................

Guru : Ada kesulitan? (CL. III/358)


Siswa : Tidak, Bu. (CL. III/359)
Guru : Sudah selesai? (CL. III/360)
Siswa : Belum...belum(bersahutan) (CL. III/361)
Guru : Ya sudah, kalau begitu dikerjakan di rumah dan pelajari
eksposisi dan argumentasi! (CL. III/362) Cukup sekian,
Assalamu’alaikum Wr. Wb. (CL. III/363)
Siswa : Wa’alaikumusalam Wr. Wb. (CL. III/364)

Interaksi guru dan siswa di kelas berlangsung sangat dipengaruhi dengan

waktu, situasi, suasana, tempat, topik pembicaraan, dan lingkungan. Latar

belakang (setting) sangat berpengaruh dalam interaksi guru dan siswa di kelas .

Guru dan siswa sebagai subjek penutur dan subjek petutur.

cx
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

6. Struktur Wacana Lisan Guru dan Siswa di kelas

Analisis wacana lisan interaksi guru dan siswa di kelas ini mendasarkan

pada teori yang dikemukakan Sinclair dan Coulthrad. Teori yang dikemukan dua

tokoh linguistik ini berdasarkan 21 (duapuluh satu) tindak tutur yang terjadi pada

tindak tutur di kelas. Teori tindak tersebut sebagai berikut:

a. Pemarkah (marker)

Batas- batas pemarkah dalam tindak tutur di kelas adalah ungkapan

yang letaknya di awal klausa tetapi ungkapan ini bukan merupakan subjek dari

klausa. Pemarkah berfungsi menekankan pertukaran terhadap klausa

berikutnya.

Keberadaan pemarkah dalam struktur wacana lisan interaksi guru dan

siswa di kelas dapat dilihat dalam transaksi percakapan berikut ini.

Guru : Nah, kemarin yang terlambat siapa…? (CL. I/20) Yah sini!
(CL. I/21) Satu, satu, dua, tiga.............tiga berapa kali? (CL.
I/21) (sambil menghitung siswa yang menunjukkan jari)

Guru : OK...ini bagan jenis kelamin pada pria ,ini wanita (guru
sambil menggambar di papan tulis) (CL. I/140) Sudah
ya...ehm alat kelamin pria...itu namanya testis menghasilkan
sperma sel kelamin pria. (CL. I/141)
: Kalau terjadi jangan takut, jangan takut! (CL. I/515) OK,
Guru kenapa tidak boleh takut ? (CL. I/516) Sekarang dunia medis
sudah sangat berkembang, dokter di mana-mana ada ya?
(CL. I/517)
Guru : Ya, mari kita lanjutkan materinya sampai pada Fungsi
Pengendalian
Sosial. (CL. II/2) Kita semuanya, kalian semuanya kan
sudah melaksanakan diantaranya Fungsi Pengendalian Sosial
juga bisa lewat mengembangkan rasa malu. (CL. II/3)
Sekarang ibu berikan contoh ! (CL. I/4) Rasa malu bisa
untuk pengendalian sosial contone apa, ya? (CL. II/5)
Guru : Terus adat upacara perkawinan. (CL. II/359)
guru : Nah, baru maksud, contohnya? (CL. II/466)
Guru : Sekarang mulai urut , ya. (CL. III/30)

cxi
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

Guru : Sekarang kita lanjutkan menulis deskriptif , sekarang


deskriptif, deskriptif atau deskripsi....itu diartikannya
menguraikan, memerikan , melukiskan . (CL. III/139)
Guru : Ya. (CL. III/198)
Guru : Sudah, kita lanjutkan dengan persuasi, siapa yang masih
ingat? (CL. III/304 )
Guru : Ya, sudah ya , sekarang kalian latihan, ya membuat
karangan narasi, deskripsi, dan satu persuasi. (CL. III/348)

Data-data tersebut pemarkah sering digunakan oleh penutur saat terjadi

pertukaran dalam interaksi tindak tutur. Pemarkah digunakan di awal

pertukaran berfungsi menekankan pembicaraan. Pemarkah terletak di depan

klausa akan tetapi tidak berfungsi sebagai subyek kalimat. Yang tergolong

dalam pemarkah misalnya, nah, yah, ya, OK, sekarang.

b. Membuka (stater)

Membuka atau stater yang dimaksud di dalam interaksi guru dan siswa

di kelas adalah guru sebagai penutur mengarahkan pembicaraan pada topik

yang akan dibahas sesuai dengan tujuan pembelajara. Hal ini dilakukan

penutur untuk mempersiapkan siswa sebagai mitra tutur atau petutur untuk

menerima informasi yang berkaitan dengan topik pembelajara.

Di bawah ini disajikan data yang berkaitan dengan membuka atau

memulai topik yang dilakukan guru sebagai penutur di kelas.

Guru : OK...ini bagan jenis kelamin pada pria ,ini wanita (guru
sambil menggambar di papan tulis) (CL. I/140) Sudah
ya...ehm alat kelamin pria...itu namanya testis
menghasilkan sperma sel kelamin pria. (CL. I/141) Itu
ada hormon yang mengendalikan , hormon yang
mengendalikan siapa itu? (CL. I/142) Testoteron. (CL.
I/143) Testoteron itu hormon yang mengendalikan
pembentukan sel kelamin jantan. (CL. I/144) Terus yang

cxii
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

menghasilkan sel kelamin jantan namanya apa, ya? (CL.


I/145)
Guru : Ya, mari kita lanjutkan materinya sampai pada Fungsi
Pengendalian
Sosial. (CL. II/2) Kita semuanya, kalian semuanya kan
sudah melaksanakan diantaranya Fungsi Pengendalian Sosial
juga bisa lewat mengembangkan rasa malu. (CL. II/3)
Guru : Kemudian yang berikutnya fungsi pengendalian sosial juga
dengan cara mengembangkan rasa takut ---(CL. II/66)
Guru : ……… Kemudian yang berikutnya. (CL. II/155)Pendekatan
sistem hukum juga merupakan fungsi pengendalian sosial.
(CL. II/156)
Guru : Ibu akan menerangkan macam-macam beberapa jenis
paragraf: paragraf narasi, deskripsi, persuasi, eksposisi, dan
argumrntasi. (sambil menulis di papan tulis) (CL. III/3)
Guru : Ini saya sengaja serentak ya, maksudnya agar kalian
membedakan satu dengan yang lainnya narasi, deskripsi,
eksposisi, persuasi, argumentasi tidak kesulitan
membedakan topik-topik antara deskripsi, narasi,
argumentasi ... agak campur baur, ya. (CL. III/28) Antara
eksposisi dan argumentasi sering keliru, hampir mirip, mirip
itu beda-beda. (CL. III/29)

Dalam interaksi guru dan siswa di kelas, guru sebagai subjek penutur, saat

memulai interaksi belajar mengajar akan menyampaikan topik yang akan

dibicarakan saat itu. Hal ini dilakukan untuk mempersiapkan diri siswa

sebagai subjek petutur untuk menerima informasi . Dengan disampaikan topik

pembelajaran komunikasi atau interaksi guru dan siswa akan tercapai. Tujuan

utama interaksi guru dan siswa di kelas adalah untuk mencapai tujuan yang

telah diprogramkan.

C. Elisitasi (elicitation)

Guru dalam interaksi belajar mengajar di kelas sering kali melontarkan

pertanyaan yang disampaikan kepada siswa saat interaksi belajar mengajar

berlangsung. Pertanyaan-pertanyaan ini harus dijawab oleh siswa. Pertanyaan

cxiii
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

ini dilontarkan guru sebagai subjek penutur bukan berarti guru tidak tahu

jawaban dari pertanyaan tersebut. Pertanyaan ini dilontarkan untuk menguji

siswa sudah menguasai topik pembelajaran sesuai dengan tujuan dari

komunikasi yang dilaksanakan saat itu atau yang sudah berlalu.

Pada penelitian ini ditemukan banyak sekali pertanyaan-pertanyaan

yang harus dijawab siswa sebagai mitra tutur dalam interaksi belajar mengajar

di kelas. Di bawah ini disajikan beberapa contoh pertanyaan yang

disampaikan guru sebagai subjek penutur kepada siswa sebagai subjek petutur.

Guru : Empat...(CL. I/171) Lihat ini!(guru mengambar di papan


tulis)(172) Satu ....pembelahan secara mei-osis. (CL. I/173)
Di sana terjadi pengurangan jumlah kromoson 2n menjadi N
...2n menjadi N...kalau dua tetep menjadi dua...namanya
mitosis ya...ya..terjadi pada pembelahan sel-sel tubuh. (CL.
I/174) Mengapa pada pembelahan sel kelamin terjadi
pengurangan jumlah kromosom? (CL. I/175) Hallo...! (CL.
I/176) Mengapa pada pembelahan sel kelamin terjadi
pengurangan jumlah kromosom? (CL. I/177) Apa
tujuannya? (CL. I/178) Mengapa kok jadinya N? (CL. I/179)
Ya , mengapa N tidak 2n Eko? (CL. I/180) Bandingkan
dengan partonogenersis! (CL. I/181) Sekian dulu. (CL.
I/182) Sel (sambil menunjukkan gambar ovum) namanya
apa? (CL. I/183)
Guru : Berapa jumlah kromosomnya? (CL. I/186)
Guru : Rasa malu bisa untuk pengendalian sosial contone apa, ya?
(CL. II/5)
Guru : Contone opo? (CL. II/9) Contone disekolahan! (CL. II/10)
Guru : Kadang tidak melihat. (CL. II/34) Walau tidak semua, ada
yang tidak melihat mbuh patut, mbuh ora, mengikuti. (CL.
II/35) Tapi kalau punya rasa malu piye cah leh menyikapi?
(CL. II/36)
Guru : Contoh sastra apa, ya? (CL. III/93) Apa ya? (CL. III/94) Dan
sastra contohnya apa ya? (CL. III/95)
Guru : Puisi ada naratifnya? (CL. III/97)
Guru : Kalo gitu apa, ya? (CL. III/100)
Guru : Ini ada paragraf yang narasi atau naratif? (CL. III/112)

cxiv
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

Pertanyaan-pertanyaan di atas adalah beberapa contoh pertanyaan yang

ditemukan dalam pertanyaan. Pertanyaan yang perlu dijawab sebenarnya

dapat dari guru dan siswa, akan tetapi jarang sekali siswa bertanya pada guru.

Hal ini mungkin budaya bertanya di kalangan siswa masih rendah. Budaya

bertanya pada yang lebih senior belum berkembang sehingga terbawa sampai

di sekolahpun demikian.

d. Pengecekan (check)

Dalam interaksi guru dan siswa di kelas, guru sebagai subjek penutur

sering melakukan pengecekan atau kontrol kepada siswa sebagai subjek

petutur. Hal ini dilakukan guru biasanya berkaitan dengan masalah kehadiran

siswa, penguasaan materi pelajaran atau topik pelajaran, dan juga saat ada

ulangan harian ataupun tugas-tugas.

Temuan-temuan yang terdapat dalam wacana lisan interaksi guru dan

siswa di kelas, disajikan beberapa contoh sebagai berikut.

Guru : Mari…,mana absennya?” (CL. I/6) Siapa kemarin yang


terlambat? (CL. I/7) Mana? (CL. I/8) Kemarin siapa yang
terlambat? (CL. I/9) Siapa yang terlambat? (CL. I/10) Mana
pernyataannya? (CL. I/11)
Guru : Siapa semalam tidak belajar? (CL. I/133)
Guru : Bukunya mana? (CL. I/136) Ndak belajar? (CL. I/137)
Guru : OK ada masalah....(CL. I/260)
Guru : Ning kelas kene ya eneng? (CL. II/105)
Guru : Kerep langgar tata tertib pora? (CL. II/135)
Guru : Sering nggak melanggar tata tertib? (CL. II/137)
Guru : Tahu maksudnya satu persatu? (CL. II/291)Lupa ?(CL.
II/292) Padahal ya enek kabeh ya? (CL. II/293)
Guru : Di halaman berapa? (LC. III/328)
Guru : Sebentar! (LC. III/335) Yang kamu baca halaman berapa?
(LC. III/336)
Guru : Ada kesulitan? (LC. III/358)

cxv
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

Guru : Sudah selesai? (LC. III/360)

Dari beberapa contoh tersebut membuktikan bahwa guru dalam

interaksi belajar mengajar tidak hanya sekedar menyampaikan informasi

kepada siswa, tetapi juga mengontrol keberadaan siswa, baik secara individual

ataupun klasikal. Bentuk kontrol guru terhadap siswanya disampaikan dengan

pertanyaan-pertanyaan seperti contoh di atas.

e. Pengarahan (directive)

Pengarahan di sini demaksudkan bahwa setiap guru di kelas sering

memberikan pengarahan-pengarahan kepada siswa sebagai mitra tutur.

Pengarahan ini tidak menuntut siswa merespons atau menanggapi dengan

komunikasi verbal atau dengan bahasa. Pengarahan ini guru cenderung

menghendaki siswa melakukan tindakan tertentu terhadap pengarahan yang

disampaikan guru. Pengarahan seperti tidak semua guru melakukan.

Guru : Kalau tiga kali...? (LC. I/16)


Guru : Lihat ini!(guru mengambar di papan tulis) (LC. I/172)
Guru : Bisa dilihat di sini. (LC. I/280)
Guru : Ditulis! (LC. I/299)
Guru : Testosteron seperti itu. (LC. I/359)
Guru : Tepase selehke... koyo wong jagong ae.. karek ngenteni
sop- sopan. (LC. II/679)
Guru : Wis rasah menimbulkan gosip. (LC. II/718)
Guru ; Narasi di halaman 7. (LC. III/15) Kalau di BSE deskriftif
halaman 119...yang deskriftif. (LC. III/16)
Guru : Ya, dibaca aja! (LC. III/247)
Guru : Di buku BSE .... semuanya cari teks non sastra , artikel!
(LC. III/325)
Guru : Dikerjakan dibukunya masing-masing! (LC. III/349)

cxvi
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

Data-data tersebut menunjukkan bahwa pengarahan yang

disampaikan guru saat interaksi belajar mengajar di kelas tidak menuntut

jawaban siswa sebagai mitra tutur untuk menjawab dengan bahasa lisan,

akan tetapi tindakkan siswa yang diperluka. Contoh: “ Wis rasah

meenimbulkan gossip.”(CL. II/718) itu menghendaki siswa melakukan

tindakan tidak berbicara dengan teman-temannya.

f. Informatif (informative)

Inti dari interaksi belajar mengajar di kelas antara guru dan siswa

adalah penyampaian informasi. Informasi ini dapat dikatakan dikuasai penuh

oleh guru sebagai subjek penutur dan siswa betul-betul berperan sebagai

subjek petutur. Dalam tindak tutur ini guru dalam interaksi belajar mengajar

berceramah untuk menyampaikan materi pelajaran sesuai dengan topik. Topik

pembelajaran dapat tersampaikan dengan komunikasi yang tepat. Jadi guru

sebagai subjek penutur dituntut untuk mampu menguasai kelas.

Berikut disajikan contoh tindak tutur bagian informatif, guru

berceramah sesuai dengan topik pembelajaran.

Guru : OK...ini bagan jenis kelamin pada pria ,ini wanita (guru
sambil menggambar di papan tulis) (LC. I/140)Sudah
ya...ehm alat kelamin pria...itu namanya testis menghasilkan
sperma sel kelamin pria. (LC. I/141) Itu ada hormon yang
mengendalikan , hormon yang mengalikan siapa itu? (LC.
I/142) Testoteron. (LC. I/143) Testoteron itu hormon yang
mengendalikan pembentukan sel kelamin jantan. (LC. I/144)
Guru : Pendekatan sistem hukum juga merupakan fungsi
pengendalian sosial.Sistem hukum itu sebagai aturan yang
disususn secara resmi dan disertai aturan tentang ganjaran
atau sangsi yang tegas harus diterima oleh seseorang.Maka
ada namanya sistem hukum negara, harapannya apa dengan

cxvii
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

adanya sistem hukum yang berupa ganjaran atupun sangsi.


(LC. II/156)
Guru : Cara melukiskan bermacam-macam sehingga pembaca yang
membaca tulisan deskripsi itu seakan-akan bisa merasakan
apa yang dirasakan penulis, melihat apa yang diketahui
penulis, mendengar apa yang didengar penulis. (LC. III/141)
Supaya mengetahui apa yang didengar penulis, supaya
mengetahui apa yang diketahui penulis, mendengar apa yang
didengar penulis, merasakan apa yang dirasakan penulis,
penulis deskripsi itu menggunakan bantuan pancaindera.
(LC. III/142)........... Penulis deskripsi harus menggunakan
panaindera, misalnya: mengambarkan keindahan panorama
pegunungan yang dominan adalah paaindera mata ya ’kan;
menggambarkan lezatnya masakan ibu yang dominan indera
kecapan lidah; ......(LC. III/146)

Pada tindak tutur informatif ini jelas, bahwa seorang guru hanya

berceramah untuk menyampaikan materi pelajaran. Siswa sebagai mitra tutur

hanya menanggapi dengan memperhatikan ceramah guru sebagai penutur. Hal ini

terjadi akan sangat dominan bilamana guru hanya menggunakan metode mengajar

ceramah. Dan pola komunikasi akan berpola komunikasi satu arah, akan terjadi

komunikasi dua arah bilamana dibuka dengan tanya jawab.

g. Memberi dorongan (prompt)

Interaksi belajar mengajar di kelas agar suasana kelas aktif dalam

proses belajar mengajar guru diharuskan menguasai kelas. Kelas-kelas di

Indonesia pada umumnya kelas yang besar maka diperlukan kemampuan guru

untuk mengelola kelas. Salah satu cara yaitu guru harus mampu mendorong

siswanya untuk aktif dalam proses belajar mengajar. Guru harus mampu

memotivasi siswa untuk aktif berinteraksi.

cxviii
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

Bentuk-bentuk dorongan yang diberikan guru kepada siswa di kelas

sebagai berikut.

Guru : Berapa sel kelamin jantan pada manusia? (LC. I/149) Siapa
yang dapat tunjukkan jari! Cepat! Cepat! (LC. I/150) Mana
sperma? (LC. I/152) Mana testis? (LC. I/153) Dijelaskan,
ayo! (LC. I/154)
Guru : Cari-cari dalam buku! (LC. I/442)
Guru : Dicari semua di halaman 225! (LC. I/447)
Guru : Ayo dicari...adakah siklus menstruasi pada sapi, kambing,
kerbau, mamalia selain manusia...sinpanse! (LC. I/578)
Guru : Coba sekarang berikan contoh rasa malu yang ada di tempat
tinggal atau lingkungan kalian masing – masing. (LC. II/23)
Guru : Di TV ...TV yang banyak masalah itu apa itu
namanya…kadang yang bermasalah, kemudian ada yang
orangnya itu jenenge opo? (LC. II/496)
Guru : Deskripsinya seperti itu ya. (LC. III/238) Coba dicari lagi
dari cerpen ”Penyesalan Marni” selain deskripsi yang sudah
disebutkan Si Koko tadi! (LC. III/239)
Guru : Ayo dijawab! (LC. III/262)
Guru : Siapa yang bisa, ayo coba! (LC. III/276)
Guru : Coba dicari di sini, carilah paragraf persuasi, dan nanti
tunjukkan kalimat persuasinya! (LC. III/324)

Guru sangat berpengaruh dalam berkomunikasi dengan siswa di

kelas. Teknik untuk mendorong siswa untuk berperan dalam interaksi belajar

mengajar di kelas bervariasi . Setiap guru memilki gaya sendiri-sendiri. Pada

bagian ini gurulah yang berperan aktif.

h. Memberi tanda-tanda atau petunjuk-petunjuk (clue)

Pada tindak tutur memberi tanda-tanda atau petunjuk-petunjuk dengan

tidak melanjutkan kata atau memancing dengan huruf pertama suatu jawaban

sebetulnya salah satu wujud mendorong siswa sebagai mitra tutur untuk

cxix
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

mengingat jawaban. Hal ini dilakukan guru dalam rangka mendorong siswa

untuk aktif dalam interaksi belajar mengajar.

Tindak tutur ini sering dilakukan guru sebagai penutur saat

menerangkan atau berceramah. Di bawah ini disajikan beberapa contoh bentuk

tuturan yang memberikan tanda-tanda.

Guru : Sel yang menghasilkan sperma, sel.....(LC. I/443)


Guru : Biasanya yang selalu disalahkan....(LC. I/673)
Guru : Jadi harapannya biar ada efek jera. Engko yen mung di tokke
wae…? (LC. II/238)
Guru : Dianggap kualitas, standar, prinsip selain ini ada norma
…(LC. II/269)
Guru : Prinsip selain ini ada norma, adat istiadat diisi dengan…(LC.
II/273)
Guru : Kemudian adat mempunyai tingkatan diantaranya
satu…(LC. II/286)
Guru : Kemudian yang kedua…(LC. II/323)
Guru : .....melukiskan ramainya sebuah ruang kelas yang dominan
adalah ....yang dominan adalah pancaindera ....(LC. III/145)
Guru : Di sudut-sudutnya terdapat taman kecil, taman kecil terdiri
setengah meter kali 100 cm dan 120 cm, ditambah bunga
yang berbau harum, ini yang dominan adalah indera
pen....(LC. III/160)
Guru : Obyeknya apa? (LC. III/201) Ru....(LC. III/202)
Guru : Berarti rumah kosong, tanpa pe....(LC. III/210)

Contoh-contoh bentuk tuturan di atas adalah wujud dari tuturan guru

saat berinteraksi antara guru dan siswa di kelas. Tuturan-tuturan tersebut

sengaja guru ciptakan untuk membantu siswa mengingat kembali jawaban

yang sesuai dengan kehendak guru.

i. Aba-aba /isyarat (cue)

Aba-aba atau isyarat adalah bentuk tindak tutur yang berupa aba-

aba yang disampaikan guru saat interaksi belajar mengajar. Ini biasanya guru

cxx
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

meminta siswa untuk melakukan tindakan dengan mengerakkan salah satu

bagian dari anggota tubuh. Ini sering ditemukan di kelas-kelas rendah .

Tingkatan sekolah seperti TK dan SD yang sering melakukan. Untuk SMA

tidak terlalu sering.

Pada penelitian ini ditemukan beberapa bentuk tindak tutur yang

menggunakan aba-aba. Bentuk tindak tutur tersebut tersaji di bawah ini.

Guru : Baca sekalian, ada gambarnya, ada tandanya, saya minta


namanya apa, tunjukkan jari! (LC. I/151)
Guru : Dibuka ! (LC. I/597) Ada nggak? (LC. I/598 )
Guru : Buka dulu! (LC. I/626)
Guru : Kalian nanti saya minta aktif, ya! Kalau ditanya ya
menjawab. (LC. III/10) Ini di daftar buku ...sudah ada
beberapa materi, ya. (LC. III/11) Untuk ...naratif itu di
halaman 7. (LC. III/12)
Guru : Buku bahasanya dibuka! (LC. III/13)
Guru : Ya, berhenti sebentar, Andi! (LC. III/77)
Guru : Ya, berhenti sebentar! (LC. III/117) (ada guru lain masuk
mencari seorang siswa) Ya, dilanjutkan! (LC. III/118)

Bentuk tindak tutur yang mengarah pada aba-aba terdapat pada ,”

Baca sekalian, ada gambarnya, ada tandanya, saya minta namanya apa,

tunjukkan jari!” (CL. I/151). Dengan demikian aba-aba yang berkaitan dengan

tunjukkan jari, letakkan pena, dan angkat tangan jarang di temukan di kelas

untuk SMA.

j. Minta perhatian (bid)

Pada tindak tutur ini dapat dilakukan baik guru dan siswa. Tindak tutur

ini, sebagai subjek penutur menghendaki subjek petutur memperhatikan pesan

apa yang hendak disampaikan. Kadangkala bilamana guru yang sedang

cxxi
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

berkomunikasi di kelas itu agak keras disertai dengan ketukan penghapus atau

penggaris di papan tulis. Hal ini dilakukan agar mitra tutur memperhatikan.

Data yang ditemukan dalam tindak tutur ini tersaji di bawah ini.

Guru : Perhatikan! (LC. I/196) Perhatikan ini terjadi perbedaan


jumlah sitoplasma , terjadi perbedaan jumlah sitoplasma
ketika membagi tidak jadi sama persis.(sambil mengambar di
papan tulis) (LC. I/197)
Guru : Hallo, punya nggak....? (LC. I/205)
Guru : Hallo... (LC. I/253)
Siswa : Saya Bu! (sambil menunjukkan jari) (LC. II/6)
Guru : Sudah kita cukup kan sekian dulu....hee..hee ojo rame dhewe,
banyak bermanfaat bagi kita semua. (LC. II/724) Cukup
sekian dulu Wabilahi taufik wal hidayah, Wassalamu’alikum
Wr. Wb. (LC. II/725)

Guru : ....Ayo, mohon perhatian semuanya ya! (LC. III/4)


Guru : Ayo Aji, Da...nang kita belajar malah berakap-cakap,
halaman 7 dibuka BSE-mu, dibuka tentang naratif atau
narasi! (LC. III/32)
Guru : Perhatikan ini ada judul,” Susur Sungai Cikapundung
Bersama KMTA Rekreasi Sekaligus Pembelajaran” , tolong
lihat bukunya! (LC. III/61) Kalau dilihat sepintas seperti itu
tidak narasi, sebenarnya narasi, diambilkan dari aktivitas
kegiatan, perhatikan....! (LC. III/62)

Beberapa contoh subyek penutur dalam menyampaikan tuturan agar mitra

tutur memperhatikan apa yang hendak disampaikan. Hal ini dilakukan agar

komunikasi lancar. Dengan komunikasi lancar pesan yang akan disampaikan

tersampaikan dengan baik. Berkaitan dengan interaksi belajar mengajar tentu

tujuan pembelajaran yang telah terprogram dapat tercapai.

k. Penunjukan (nomination)

Penunjukan adalah salah tindak tutur yang sering terjadi dalam

peristiwa tutur di kelas ketika interaksi belajar mengajar berlangsung. Tindak

cxxii
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

tutur ini berkaitan dengan guru menunjuk salah satu dari siswa untuk

menjawab pertanyaan, menanggapi pernyataan, atau juga dapat berupa teguran

terhadap siswa.

Penelitian ini menemukan beberapa tuturan yang berupa penunjukan

yang dilakukan guru saat interaksi belajar mengajar di kelas berlangsung.

Beberapa contoh bentuk tuturan penunjukan tersaji sebagai berikut.

Guru : Siapa yang di pojok?” (LC. I/60)


Siswa : Ayub! (dijawab secara serentak) (LC. I/61)
Guru : OK, saya alihkan Eny! (LC. I/68)
Guru : Ismawati, siapa yang menghasilkan sel gamet jantan? (LC.
I/69) Ada Ismawati? (LC. I/70) Sory...sory, ini IPA 2 ,
Mukti! (LC. I/71)
Guru : Hee Ridwan piye? (LC. II/405)
Guru : Seperti: radio... nggon radio nggosip rak enek to? (LC.
II/697) Ono to cah? (LC. II/698)
Guru : Untuk satu paragraf di baca dulu, Bima! (LC. III/64) Dibaca
yang baik! (LC. III/65) Yang lain nanti memberi tanggapan!
(LC. III/66) Ya, Bima baca dulu! (LC. III/67) (sambil
menggerakkan tangannya mempersilakan)
Guru : Sebutkan rangkaian peristiwa yang ada dalam karangan ini,
Andi! (LC. III/75)
Guru : Coba dibaca paragraf yang ke tiga, Ajeng! (LC. III/114)
Ajeng yang membaca, Ajeng....paragraf yang ke tiga! (LC.
III/115)

Saat interaksi belajar mengajar berlangsung di kelas guru dan siswa

terlibat dalam tindak tutur. Salah satunya adalah tindak tutur dalam bentuk

penunjukan. Penunjukan seperti contoh di atas baik langsung menyebut nama

siswa juga dapat disampaikan secara umum. Bentuk penunjukan dapat

digunakan untuk teguran, menyampaikan pertanyaan, dan juga dapat

digunakan untuk menanggapi sebuah pernyataan.

cxxiii
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

l. Persetujuan (acknowledge)

Persetujuan ini tindak tutur yang biasa digunakan oleh guru saat

interaksi belajar mengajar di kelas berlangsung. Bentuk ini digunakan saat

guru menanggapi jawaban atau pernyataan siswa yang benar dan disetujui .

Pada interaksi belajar mengajar guru dan siswa berlangsung, saat

penelitian dilakukan ditemukan bentuk ini, di bawah ini disajikan contoh

bentuk tuturan yang berupa tuturan persetujuan.

Guru : OK.(dijawab bersama) (LC. I/53)


Guru : OK, ya…! (LC. I/54) Hmmm ..(LC. I/55)
Guru : Ya. (LC. I/109)
Guru : Empat...(LC. I/171)
Guru : Ehmmmm……..(LC. II/39) Tidak mengikutinya
(serentakguru dan siswa) (LC. II/40)
Guru : Setuju ....(LC. II/181)
Guru : Ehm… melindungi masyarakat. (LC. II/204)
Guru : Hmm....44. (LC. III/24)
Guru : Yo…wis, yo. (LC. III/84)
Guru : Ya. (LC. III/323)

Tuturan di atas terjadi dan dapat dipahami dalam komunikasi lisan.

Tuturan ini dalam konteks komunikasi lisan saat interaksi guru dan siswa

melakukan perccakapan di kelas. Tuturan guru, ” OK, ya..(CL. I/54) Hmmm

...(CL. I/55), diawali dengan adanya tuturan, ” Ngeres...ngeres.(CL. I/48) Kita

mengapa? (CL. I/50) Kenapa pasirnya di luar, di dalamnya tidak ada pasir?

(CL. I/51) Tidak belajar sarunya, tetapi belajar ilmunya.” (CL. I/52) dan

dijawab siswa, ”OK” (CL. I/53) (dijawab bersama). Jadi persetujuan dapat

dilakukan baik guru dan siswa saat interaksi belajar mengajar berlangsung.

cxxiv
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

m. Jawaban (reply; response)

Interaksi guru dan siswa di kelas dalam rangka proses belajar mengajar

guru sebelum memulai interaksi belajar mengajar sudah menyusun program.

Dalam program sudah ditentukan tujuan yang hendak dicapai dalam interaksi

belajar mengajar. Saat interaksi guru dan siswa ini guru juga sudah

menyiapkan pertanyaan yang harus dijawab oleh siswa, juga tidak menutup

kemungkinan siswa bertanya dan juga harus dijawab oleh guru.

Saat interaksi seperti ini terjadilah tuturan yang berupa jawaban yang

diberikan oleh siswa. Setelah siswa menjawab, guru sering juga mengulang

jawaban siswa. Hal ini dilakukan agar jawaban siswa tersebut lebih jelas untuk

siswa yang lain. Dibawah ini disajikan data yang berkaitan dengan jawaban

siswa, atau bentuk pengulangan jawaban yang dituturkan guru.

Siswa : Ovum. (LC. I/184)


Guru : Ovum. (LC. I/185)
Siswa : N. (LC. I/187)
Siswa : Ya (bersama-sama) (LC. II/8)
Siswa : Di suruh maju nggak bisa. (LC. II/11)
siswa : Tidak mengikutinya. (LC. II/38)
Siswa : Puisi. (LC. III/96)
Siswa : Tidak ada. (LC. III/98)
Siswa : Dongeng. (LC. III/101)
Siswa : Ada. (LC. III/113)

Tuturan di atas merupakan bentuk jawaban yang diberikan siswa

saat interaksi belajar mengajar berlangsung . Tuturan siswa,” Ovum. (CL.

I/184), dan dilanjutkan lagi tuturan guru,”Ovum.”(CL. I/185) diawali dengan

pertanyaan guru kepada siswa ...”Sel (sambil menunjukkan gambar ovum)

namanya apa? (CL. I/183) Dengan demikian jelaslah saat interaksi belajar

cxxv
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

mengajar berlangsung dapat dilakukan tanya jawab antara guru dan siswa.

Saat interaksi seperti ini pola komunikasi cenderung berpola komunikasi dua

arah.

n. Memberi Reaksi (react)

Bentuk tuturan yang menghendaki respon siswa yang berupa

tindakan ini dapat berupa anggukkan, geleng kepala, ataupun juga juga

perilaku tertentu, dan bukan bentuk komunikasi verbal.

Pada penelitian ini tidak sering dilakukan guru yang memberi

pengarahan bentuk ini, karena pada umumnya ditanggapi siswa dengan

komentar dan sebagainya. Disajikan beberapa bentuk pengarahan guru yang

menimbulkan respons seperti perubahan tindakan siswa.

Guru : .... Kerjakan di buku tugas nanti me....buat bagan


spermatogenesis, bagan oogenesis, dan gambar alat
kelamin dalam wanita diberi keterangan, ya! (LC. I/602)
Guru : Kenapa duduknya tidak nyaman? (LC. I/655) Pindah sini,
depan ’kan ada yang kosong! (LC. I/656)
Siswa : Ya …. Aku isin (salah satu siswa laki-laki menyahut) (LC.
II/108)
Guru : Heee. (LC. II/175)
Siswa : Ne...kene.( beberapa siswa di bangku depan berbicara)
(LC. III/14)
Guru Ayo Aji, Da...nang kita belajar malah berakap-cakap,
halaman 7 dibuka BSE-mu, dibuka tentang naratif atau
narasi! (LC. III/32)

Tuturan guru,” Ayo Aji, Da...nang kita belajar malah berakap-

cakap, halaman 7 dibuka BSE-mu, dibuka tentang naratif atau narasi! (CL.

III/32)” , ini yang diharapkan guru adalah siswa berhenti bercakap-cakap,

dan melakukan tindakan membuka buku. Dan tuturan guru,” Kenapa

cxxvi
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

duduknya tidak nyaman? (CL. I/655) Pindah sini, depan ’kan ada yang

kosong! (CL. I/656)” tuturan ini menghendaki siswa pindah tempat duduk ke

depan, atau duduk yang tenang.

o. Komentar (comment)

Komentar salah satu bentuk tindak tutur yang sering muncul dalam

interaksi guru dan siswa di kelas. Komentar dapat dilakukan oleh guru sebagai

penutur atau sebaliknya siswa. Guru dalam memberikan komentar cenderung

lebih dominan dibandingkan siswa.

Pada penelitian ini ditemukan beberapa tuturan yang berupa komentar

baik yang dilakukan guru ataupun siswa. Di bawah ini disajikan beberapa

contoh tuturan yang berupa bentuk tuturan komentar.

Guru : Kok malu- malu. (LC. I/231) Jangan ngeres ya, tadi
perjanjiannya tidak ada pasir, ya? (LC. I/232)
Siswa : Susu to, Pak. (LC. I/239)
Guru : Alamnya, lingkungannya yang menentukan. (LC. I/321)
Guru : Karena masih bisa hamil. (LC. I/422) Nenek karena posisi,
dan nenek-nenek yang dianggap sudah tua. (LC. I/423)
Guru : Dimarahi, akhirnya tidak merokok. (LC. II/92) Jadi semata-
mata karena dari luar , apa karena dari luar bukan dari diri
sendiri? (LC. II/93)Seandainya tidak ada rasa takut pada
orang tua, takut digebuk jarene mau … jadi bukan kerana
kesadaran ya? (LC. II/94)
Guru : Yo … mudheng kabeh ya …(LC. II/99) Ada tulisan
peringatan ya ….. (100)Ada tulisane bener? (LC. II/101)
Tapi sing nekad….? (LC. II/102)
Guru : Ora ngrokoke neng sekolahan, jadi takutnya disekolahan.
(LC. II/109)
Guru : Kamu tadi disuruh menyebutkan rangkaian peristiwa, ya
kamu menyebutkan, kamu kok membaca. (LC. III/78)
.......... Jadi kamu tadi saya minta menyebutkan, tinggal
menyebutkan saja, baik sudah, ya. (LC. III/82)
Siswa : Dibaca bukune yo!(siswa yang lain berteriak) (LC. III/83)
Guru : Sopo sing nyuruh membaca, hanya disuruh menyebutkan

cxxvii
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

satu rangkaian peristiwa ? (LC. III/123)

Tuturan yang disampaikan guru,” Dimarahi, akhirnya tidak

merokok.(CL. II/92) Jadi semata-mata karena dari luar , apa karena dari luar

bukan dari diri sendiri? (CL. II/93) Seandainya tidak ada rasa takut pada

orang tua, takut digebuk jarene mau … jadi bukan kerana kesadaran ya? (CL.

II/94)”, ini adalah mengomentari siswa yang masih melnghisap rokok.

Padahal di sekolah sudah ada aturan tidak boleh merokok. Aturan itu hanya

ditakuti siswa di lingkungan sekolah, di luar sekolah siswa tidak takut akan

aturan itu.

p. Penerimaan (accept)

Tuturan penerimaan dalam interaksi guru dan siswa di kelas adalah

dimana guru ataupun siswa menerima atau tidak menerima pernyataan yang

disampaikan oleh subyek penutur. Tuturan yang biasa disampaikan oleh

subyek petutur adalah ya; tidak; baik; dan benar.

Pada penelitian ini ditemukan tuturan yang berupa penerimaan dari

subyek penutur dan subyek petutur. Data-data tersebut sebagian tersaji berikut

ini.

Guru : Ya, tidak ada batasannya. (LC. I/409)


Guru : Ya, ada. (LC. I/419)
Siswa : Ya. (LC. I/584)
Siswa : Ya. (LC. I/586)
Siswa : Ya (LC. II/127)
Siswa : Ya (LC. II/136)
Siswa : Ya (LC. II/142)
Siswa : Ya. (LC. II/170)
Siswa : Ya. (LC. III/135)

cxxviii
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

Guru : Ya, rabaan kulit. (LC. III/152)


Siswa : Ya. (LC. III/260)

Tuturan penerimaan yang disampaikan siswa,” Ya.(CL. II/142 ) adalah

untuk menanggapi tuturan yang disampaikan guru,”Sudah melanggar berarti

’kan tidak takut, kalau memang takut ’kan tidak mungkin melanggar.”(CL.

II/141, bentuk komentar) Jadi bentuk tuturan penerimaan biasanya untuk

menanggapi komentar atau menolak atau mengiyakan jawaban.

q. Evaluasi (evaluate)

Evaluasi merupakan tuturan yang disampaikan guru saat interaksi

belajar mengajar di kelas, guru memberikan pernyataan terhadap jawaban

siswa tentang soal atau pertanyaan yang disampaikan guru.

Ada beberapa data yang ditemukan dalam penelitian interaksi guru dan

siswa di kelas ini, diantaranya sebagai berikut.

Guru : Ya...? (CL. I/188)


Guru : 2n, ya.(sambil menulis di papan tulis) (CL. I/190)
Guru : Ya..ya, betul- betul karena kadang- kadang ada yang
produknya sedikit. (CL. I/240)
Guru : Kuwi lak contone. (CL. II/463)
Guru : Pembaca akan membayangkan perabot rumah yang seperti
itu. (218) Jadi ini adalah betul des-krip-si. (CL. III/219)
Guru : Paragraf ke sepuluh, Mery. Hmm...(CL. III/244)

Tuturan guru, ”Ya..ya, betul-betul karena kadang-kadang ada yang

produknya sedikit .(CL. I/240), menanggapi pernyataan siswa,”Susu to, Pak

(CL. I/239) Dengan demikian tuturan evaluasi digunakan guru untuk menilai

cxxix
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

jawaban atau pernyataan siswa dalam interaksi antara guru dan siswa saat di

kelas.

r. Metabahasa (metastatement)

Metabahasa, tuturan guru yang disampaikan kepada siswa saat interaksi

belajar mengajar di kelas. Ini disampaikan guru biasanya berkaitan dengan

penguasaan materi pelajaran yang disampaikan saat interaksi belajar mengajar.

Dapat dikatakan metabahasa cenderung mengecek penguasaan materi pelajaran

kepada siswa. Guru berbicara mengenai tujuan dan struktur pelajaran.

Data-data yang ditemukan dalam penelitian ini sebagai berikut.

Guru : Ini oogenesis dan spermatogenisis, ada masalah? (CL. I/360)


Ada yang mau ditanyakan, ya? (CL. I/361)
Guru : Zigotnya belum nyampai, sekarang pada pria. (CL. I/402)
Guru : Wis bingung? (CL. II/220)
Guru : Wis bingung? (CL. II/222)
Guru : Sudah dipahami, ya? (CL. III/57)
Guru : Fiksi atau fiktif, kita sampai jenis apa? (CL. III/91)
Guru : Bisa membedakannya, ya? (CL. III/134)

Pertanyaan guru kepada siswa pada contoh di atas,” Ini oogenesis

dan spermatogenisis, ada masalah? (CL. I/360) Ada yang mau ditanyakan, ya?

(CL. I/361) Pada interaksi belajar mengajar saat penelitian ini topik yang

dibahas adalah masalah reproduksi pada manusia, salah satu sub topiknya

adalah oogenesis dan spermatogenisis, jadi pertanyaan ini berbicara masalah

tujuan dan struktur pelajaran. Guru berbicara pada siswa tentu berkaitan dengan

penguasaan materi pelajaran yang harus dikuasai siswa sesuai dengan tujuan

yang telah direncanakan guru.

cxxx
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

s. Kesimpulan (conclusion)

Kesimpulan, tindak tutur dalam interaksi guru dan siswa di kelas saat

interaksi belajar mengajar. Kesimpulan biasanya diambil saat satu topik

pelajaran selesai, atau juga dapat dilakukan menjelang jam pelajaran selesai

dilaksanakan. Pengambilan kesimpulan dapat dilakukan oleh guru dan siswa,

atau guru dan siswa bersama-sama membuat kesimpulan.

Pada penelitian ini pada umumnya kesimpulan disusun guru. Di bawah

ini disajikan beberapa contoh tuturan yang berupa kesimpulan.

Guru : Ya...alat kelamin jantan. (CL. I/102) Alat kelamin jantan


namanya testis. (CL. I/103) Sel kelamin jantan namanya
sperma....jamak. (CL. I/104) Jamak lebih dari satu sperma,
spermatozoid tunggal. (CL. I/105) Ovum itu telur ya, sel
kelamin betina. (CL. I/106)
Guru : Jadi jenisnya berubah, agar dari generasi ke generasi itu
sama, agar manusia beranak manusia bukan beranak
kambing, maka harus ada reduksi hormon, agar kromosom
dari generasi ke generasi tetap. (CL. I/287)
Guru : Agar jumlah kromosom dari ke generasi tetap. (CL. I/294)
Jumlah kromosom dari generasi ke generasi tetap. (CL.
I/295) Jumlah kromosom ini identik dengan spesies. (CL.
I/297) Jumlah kromosom menentukan spesies makhluk
hidup. (CL. I/298) Jumlah kromosom menentukan spesies
makhluk hidup. (CL. I/300)
Guru : Berarti tidak punya rasa takut. (CL. II/107)
Guru : Dengan demikian orang akan berkelakuan baik dan taat
kepada atau adat istiadat sebab sadar, bahwa perbuatan yang
menyimpang dari norma itu akan berakibat yang tidak baik.
(CL. II/120) Jadi dirinya sendiri berakibat bagi orang lain.
(CL. II/121)
Guru : Jadi isi adat istiadat diantaranya nilai (CL. II/281)
Guru : Intinya narasi itu ada sebuah peristiwa sesuai dengan
kronologi waktu atau peristiwa. (CL. III/42)
Guru : Jadi pengertian deskriptif itu menguraikan, merinci,
menggambarkan, melukiskan juga bisa, ya . (CL. III/140)
Guru : Jadi dalam penerapannya, menulis deskripsi tidak mungkin
digunakan semua pancaindera, biasanya ada yang
mendominasi melihat obyek yang dideskripsikan. (CL.
III/148) Maksudnya itu, bila menulis disesuaikan dengan

cxxxi
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

obyek yang dideskripsikan dan indera mana yang dominan


pendengaran, penciuman. (CL. III/149)

Setelah guru memberikan informasi kepada siswa dan pertanyaan-

pertanyaan kepada siswa biasanya disusun kesimpulan. Tuturan dari berikut

ini, ”Jadi dalam penerapannya, menulis deskripsi tidak mungkin digunakan

semua pancaindera, biasanya ada yang mendominasi melihat obyek yang

dideskripsikan. (CL. III/148) Maksudnya itu, bila menulis disesuaikan dengan

obyek yang dideskripsikan dan indera mana yang dominan pendengaran,

penciuman. (CL. III/149)”, setelah guru memberi ceramah tentang deskripsi,

dan siswa membacakan contoh deskripsi dari buku kemudian guru menyusun

kesimpulan.

t. Mengulang (loop)

Tuturan yang bersifat mengulang sering terjadi dalam interaksi guru

dan siswa di kelas. Hal ini dilakukan berkaitan dengan tugas, pertanyaan, atau

ingin dijelaskan sekali lagi.

Dalam penelitian ini ditemukan beberapa tuturan yang bersifat ingin

diulang apa yang disampaikan subyek penutur. Berikut ini disajikan tuturan

yang berbentuk mengulang.

Guru : Pertanyaan tadi apa? (CL. I/289)


Guru : Ada apa, Tanjung? (CL. I/356) Ada apa? (CL. I/357)
Guru : Ada apa, Nang? (CL. I/628) Apa? (CL. I/629) Aji bisa
didengar pertanyaan Nanang, apa tadi? (CL. I/630) Apa
yang ditanyakan? (CL. I/631)
Guru : Ya, disampaikan yang jelas! (CL. II/26)
Guru : Sing banter! (CL. II/263)
Siswa : Bagaimana, Bu? (CL. III/350)

cxxxii
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

Siswa : Berapa, Bu? (CL. III/352)

Subjek penutur ataupun subjek petutur dapat meminta penutur

berbicara langsung atau juga petutur untuk mengulang. Pada contoh di atas

misalnya,” Ada apa, Nang? (LC. I/628) Apa? (LC. I/629) Aji bisa didengar

pertanyaan Nanang, apa tadi? (LC. I/630) Apa yang ditanyakan? (LC. I/631)

Contoh ini interaksi guru dan siswa di kelas dapat terjadi kadang penutur

berubah menjadi petutur, dan petutur berkedudukan sebagai penutur. Hal ini

dapat terjadi saat tanya jawab.

u. Di luar komunikasi dengan siswa (aside)

Bentuk tuturan yang digolongkan di luar komunikasi dengan siswa,

peneliti memasukkan juga pembicaraan yang tidak menyangkut topik utama

interaksi belajar mengajar. Hal ini sering dilakukan guru biasanya untuk

menambah wawasan siswa. Dan pembicaraan itu tidak terumuskan dalam

perencanaan pembelajaran, akan tetapi saat interaksi belajar mengajar antara

guru dan siswa muncul secara spontan. Timbulnya pembicaraan ini biasanya

terpancing suasana, atau memang diciptakan guru untuk mencairkan suasana

yang mungkin tegang.

Di bawah ini ada beberapa contoh pembicaraan guru dan siswa yang

diluar topik yang tidak terencana dalam pencapaian tujuan pembelajaran.

Guru : Pelajaran demo, lemparan-lemparan, sering melihat diskusi


di TV? (CL. I/605) Nanti kalau waktu berdebat sangat kritis
sekali, kemudian di sisi lain ada berita mahasiswa yang
melempari gedung-gedung sendiri, kaca-kacanya pecah.

cxxxiii
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

(CL. I/606) Mahasiswa itu yang mana to, kuliah atau yang
melempar-melempar batu? (CL. I/607) Mahasiswa itu yang
kritis, yang cerdas, anak SMA itu yang cerdas, ya...(CL.
I/608)
Guru : Anak cerdas kok pakai tenaga, kecuali kamu punya mobil
masuk got, pasti tenaga yang digunakan, tapi cara
mengangkatnya pakai akal, ya! (CL. I/610) Hallo, hanya
pakai tenaga, tanpa akal tenaganya lebih banyak atau
sedikit? (CL. I/611)
Guru : Genah gak ngantuk to yo, yen no syarate manggone ngarep
nek ra, ben ra ngantuk ya. (CL. II/409) Mending yo
timbang dek ben telat-telat gak popo wis saiki wis lumayan
XE. (CL. II/410)
Siswa : Tepuk tangan. (CL. II/411)

Guru : XE wis baik, aku ya seneng , ya penak, biasane santai, kaya


dek mben kowe koyo wegah kon santai. (CL. II/412) Kowe
sakarepmu dhewe kok aku kon santai. (CL. II/413)Jadi nanti
mudah-mudahan kalau kenaikan kelas, naik semuanya (CL.
II/414)
Guru : Ini kok ada guratan-guratan tangan yang jail, ngopo to? (CL.
III/225) Iki sopo? (CL. III/226) Polahe sopo? (CL. III/227)
....Orang yang tidak baik, ya. (CL. III/228) Ini kan kayu,
untung tidak kena saya, kok bisa di sini jane ngopo? (CL.
III/229) Ini kira-kira siapa? (CL. III/230) Terus terang saja,
terus terang saja, ayo ngaku jujur! (CL. III/231)
Siswa : Dedy. (CL. III/232)
Guru : Kowe ngopo? (CL. III/233) Kowe dolonan ngene iki,
nikmate opo to? (CL. III/234) Mencari kepuasan? (CL.
III/235)

Data-data di atas tergolong pembicaraan di luar topik percakapan,

akan tetapi diselipkan dalam interaksi belajar mengajar. Seandainya guru

mengajar di kelas lain kemungkinnan tidak disampaikan. Maka dalam bentuk

di luar komunikasi dengan siswa, peneliti sampaikan percakapan yang tidak

terencana dalam pembelajaran.

Dari data-data yang berkaitan dengan struktur wacana lisan

interaksi guru dan siswa di kelas, dapat disimpulkan bahwa guru dalam kelas

cxxxiv
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

sangat berperan atau dominan dibandingkan dengan siswa. Siswa akan

berperan bilamana diberi kesempatan guru untuk berbicara. Terutama dalam

bentuk tuturan menjawab pertanyaan yang harus dijawab siswa. Guru di

dalam interaksi dengan siswa di kelas lebih banyak menggunakan bentuk

tuturan informatif, dan mengajukan pertanyaan kepada siswa, serta menyusun

kesimpulan sendiri. Jadi siswa cenderung pasif, artinya siswa berbicara saat

diberi kesempatan oleh guru. Hal ini biasanya pada saat bentuk tuturan

penerimaan (accept) dan jawaban ( reply; response)

Dengan demikian pola komunikasi di dalam interaksi guru dan siswa

di kelas cenderung berpola searah, pola dua arah saat-saat tertentu. Hal ini

terjadi karena metode yang digunakan dalam interaksi belajar mengajar di

kelas ceramah yang divariasikan dengan tanya jawab.

Struktur wacana lisan interaksi guru dan siswa di kelas pola

pertukarannya teratur. Dengan kata lain, pola pertukaran teratur dan ragam

bahasa yang dipakai cenderung formal. Alur percakapan di dalam wacana

interaksi guru dan siswa di kelas mengarah pada satu tujuan yaitu terapainya

tujuan pembelajaran yang sudah direncanakan guru sebelum interaksi belajar

mengajar di kelas dilaksanakan. Percakapan-percakapan di luar tujuan

pembelajaran hanyalah sebagai tambahan dalam komunikasi, dan hal ini tidak

terencanakan atau di luar tujuan pembelajaran. Percakapan itu timbul karena

situasi dan suasana pembelajaran saat itu terjadi.

cxxxv
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

B. Analisis Fungsi Bahasa dalam Wacana Lisan Interaksi Guru dan Siswa

di Kelas

Bahasa secara umum memiliki fungsi sebagai alat komunikasi

antaraManusia satu dengan yang lainnya dalam menjalin hubungan baik

secara lisan maupun tulisan. Kegiatan interaksi guru dan siswa di kelaspun

tidak lepas menggunakan bahasa sebagai sarana komunikasi. Hal ini dilakukan

guru dan siswa dalam berinteraksi secara lisan tentu menggunakan bahasa

lisan.

Pada penelitian ini fungsi bahasa dianalisis dengan mendasarkan teori

yang dikemukakan Halliday. Halliday mengemukakan tujuh fungsi bahasa

sebagai berikut.

1. Fungsi Instrumental (the instrumental function)

Fungsi bahasa dalam interaksi guru dan siswa di kelas ini

disamping sebagai alat komunikasi, memiliki fungsi yang lebih khusus

yaitu fungsi instrumental. Guru di dalam kelas ketika interaksi belajar

mengajar berlangsung, tidak jarang atau guru sering memerintah siswanya

untuk melakukan sesuatu.

Pada penelitian ini ditemukan beberapa kalimat yang menunjukan

fungsi instrumental dalam interaksi guru dan siswa di kelas saat proses

belajar mengajar, sebagai berikut.

Guru : Yah buka bukunya, manusia reproduksi vegetatif atau


generatif. (CL. I/56)
Guru : Perhatikan! (CL. I/196) Perhatikan ini terjadi perbedaan
jumlah sitoplasma , terjadi perbedaan jumlah sitoplasma

cxxxvi
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

ketika membagi tidak jadi sama persis.(sambil


mengambar di papan tulis) (CL. I/197)
Guru : Baca sekalian, ada gambarnya, ada tandanya, saya minta
namanya apa, tunjukkan jari! (CL. I/151)
Guru : Coba sekarang berikan contoh rasa malu yang ada di
tempat tinggal atau lingkungan kalian masing – masing!
(CL. II/23)
Guru : Tepase selehke... koyo wong jagong ae.. karek ngenteni
sop- sopan. (CL. II/679)
Guru : Wis rasah menimbulkan gossip! (CL. II/718)
Guru : Dilihat lagi materinya dari narasi, deskripsi, eksposisi,
persuasi, dan argumentasi! (sambil memperlihatkan buku
pegangan) (CL. III/6).
Guru : Ayo Aji, Da...nang kita belajar malah berakap-cakap,
halaman 7 dibuka BSE-mu, dibuka tentang naratif atau
narasi! (CL. III/32)
Guru : Ya, berhenti sebentar, Andi! (CL. III/77)
Guru : Coba dicari di sini, carilah paragraf persuasi, dan nanti
tunjukkan kalimat persuasinya! (CL. III/324) Di buku
BSE .... semuanya cari teks non sastra , artikel! (CL.
III/325)

Kalimat-kalimat yang dituturkan guru tersebut akan mampu mengubah

kondisi-kondisi tertentu pada perubahan sikap siswa. Siswa dengan adanya

perintah yang disampaikan guru akan melakukan tindakan sesuai perintah

tersebut. Sebagai contoh tuturan guru pada, ”Ayo Aji, Da...nang kita belajar

malah berakap-cakap, halaman 7 dibuka BSE-mu, dibuka tentang naratif atau

narasi!”(CL. III/32), dengan adanya teguran guru seperti itu siswa yang

bernama Aji dan Danang akan berhenti bercakap-cakap, dan akan membuka

buku BSE tentang naratif.

2. Fungsi Regulasi (the regulatory function)

Guru di dalam kelas sangat dominan perannya dalam berbicara.

Guru mampu mengatur jalannya interaksi belajar mengajar di kelas. Guru

cxxxvii
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

mampu menggunakan fungsi bahasa yaitu regulasi karena guru mampu

mengatur dan mengendalikan siswa di kelas.

Guru : Hallo...! (CL. I/44) Hallo,pesan saya tidak ada pasir di


kelas ,ya ! (CL. I/45)

Guru : Ya, ini dalam ujian nasional selalu keluar nama-namanya,


jumlah kromosomnya, terus jumlah diploit, kapan masuk
diploit, kapan masuk haploit, kapan mati diploit, kapan
mati haploit, bentuk spermatozid, ini diingat-ingat, ya!
(CL. I/603) Buktinya nanti kelas XII akan mengerjakan
UAN, ya ,kecuali jurusan SMK. (CL. I/604)

Guru : Bahkan orang menikmati nikmat kelulusan tidak harus


cara seperi itu, diorek – orek, yo ora? (CL. II/515)Ya
sekedarnya saja lah, karena ning sing mikir berikutnya
golek sekolahan opo nyambut gawe, golek sekolahan kuwi
sih bingung, sing ketompo limo yo bingung leh milih, aku
sing ndi…sing durung entuk sekolahan blas yo bingung,
sing nganggur sedino rong dino ora pati kroso, lha nek
nganggur kok genep sesasi rong sasi, setahun rong
tahun…ra stress, yo ra? (CL. II/516) Apa berpikir. (CL.
II/517) Boleh silakan seneng ya lulus bersyukur, caranya
bukan begitu, yang di jalan jalan itu sampai yang sik sak Si
Topan anak jalanan sret – sret -sret…kudune lewat kiri
dadi lewat… (diperagakan dengan gerakan tangan) (CL.
II/518)
Guru : Kalian bisa menceritakan pengalaman , menuliskan
biografi atau auto biografi.(CL. III/297)

3. Fungsi Pemerian atau Fungsi Representasi (the representational

function)

Guru saat interaksi dengan siswa di kelas, tujuan interaksi yang

utama adalah menyampaikan materi pelajaran. Materi pelajaran disampaikan

guru kepada siswa sesuai dengan topik dan tujuan pembelajran. Pada waktu

guru menyampaikan materi pembelajaran menggunakan media bahasa lisan.

cxxxviii
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

Bahasa yang digunakan guru untuk menjelaskan, menyampaikan

pernyataan, menyampaikan pengetahuan, dan fakta-fakta ini merupakan

bagian dari fungsi bahasa representasi.

Fungsi bahasa ini sering digunakan guru saat guru dan siswa

interaksi di kelas. Di bawah ini disajikan data-data yang berhubungan dengan

fungsi bahasa representasi.

Guru : Progresteron bersama estrogen akan mengendalikan


penebalan endometrium. (CL. I/493) Endometrium, lapisan
dari rahim. (CL. I/494) (sambil menggambar di papan tulis)
Ini namanya endometrium ditebalkan karena...hallo...ovum
sudah siap dibuahi akan implant. (CL. I/495) Implant itu
menempel di dinding rahim, ini akan terbentuk zigot,
berbentuk embrio nanti, di sini akan turun menjadi embrio
sehingga perlu ada makanan. (CL. I/496) Makanan
dihasilkan dari dinding yang tebal, ini akan memberi
makanan, jika terjadi pembuahan, jika terbentuk embrio.
(CL. I/497) Tapi kalau tidak terjadi pembuahan,
progresteron dan estrogen lenyap...hilang. (CL. I/498) Kalau
hilang ini tidak ada yang merawat lagi akhirnya ovumnya
luruh, larut dengan dinding endometrium. (CL. I/499)
Guru : Cara cara pengendalian sosial caranya yang pertama bisa
lewat pengendalian sosial secara formal. (CL. II/504)
Mboten enten bentene, mboten salah, mboten enten bentene,
berarti bener (CL. II/505) Pengendalian sosial secara formal
pertama dengan hukuman fisik. (CL. II/506) Caranya bisa
dilakukan secara resmi maupun tidak resmi, kalau yang
secara resmi dalam arti formal secara tidak resmi berarti
informal. (CL. II/507) Yang secara formal berarti dilakukan
lembaga resmi atau diakui keberadaannya misalkan, bagi
yang melakukan pelanggaran kaidah atau aturan atau
ketentuan bisa lewat lembaga kepolisian, yang
menindaklanjuti...(CL. II/508)
Guru : Jadi lembagane jenenge kepolisian. (CL. II/510) Contoh
sekarang ini kan sering kita lihat tidak jauh jauh didekatpun
ada orang yang demo, ada lembaganya khan? (CL. II/511)
Guru : Cara melukiskan bermacam-macam sehingga pembaca yang
membaca tulisan deskripsi itu seakan-akan bisa merasakan
apa yang dirasakan penulis, melihat apa yang diketahui
penulis, mendengar apa yang didengar penulis. (CL. III/141)
Supaya mengetahui apa yang didengar penulis, supaya

cxxxix
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

mengetahui apa yang diketahui penulis, mendengar apa yang


didengar penulis, merasakan apa yang dirasakan penulis,
penulis deskripsi itu menggunakan bantuan pancaindera.
(CL. III/142)........... Penulis deskripsi harus menggunakan
panaindera, misalnya: mengambarkan keindahan panorama
pegunungan yang dominan adalah paaindera mata ya ’kan;
menggambarkan lezatnya masakan ibu yang dominan indera
kecapan lidah; ......(CL. III/146)

Beberapa data di atas menggambarkan seorang guru di depan

kelas, saat interaksi dengan siswa menjelaskan materi pelajaran kepada siswa.

Materi pelajaran itu sesuai dengan tujuan pembelajaran yang sudah

direncanakan. Pada data I guru menjelaskan salah satu fungsi hormon

progresteron dan hormon estrogen; pada data II guru menjelaskan fungsi

pengendalian sosial; pada data III guru menjelaskan cara melukiskan sesuatu

pada paragraf deskripsi. Dengan demikian fungsi representasi selalu

digunakan guru saat interaksi guru dan siswa di kelas, terutama saat

menjelaskan materi baru dalam pembelajaran.

4. Fungsi Interaksi (the interactional function)

Dalam fungsi ini, bahasa mampu menjalin hubungan yang baik antara

penutur dan mitra tutur dalam interaksi. Komunikasi akan berlangsung baik

bilamana penutur dan mitra tutur saling memahami latar budaya, logat,

kebiasaan, lelucon yang diciptakan saat interaksi terjadi, dan sebagainya.

Termasuk di dalamnya penutur atau mitra tutur cara menyapa yang tepat saat

berbicara, tentu hal ini disesuaikan dengan statusnya.

cxl
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

Pada interaksi guru dan siswa di kelas jelas hal ini sangat diperhatikan

baik guru dan siswa. Dalam hal ini sapaan langsung ataupun tidak langsung .

Pada penelitian ini ditemukan sapaan-sapaan yang digunakan guru dan siswa

saat berbicara di kelas.

Guru : Ada ya, tapi siapa? (CL. I/560) Ya nanti tanya sama Pak
Huda, di Islam ’kan ada yang empat tahun baru lahir. (CL.
I/561)
Siswa : Nabi. (CL. I/562)
Guru : Bukan Nabi, tanya Pak Huda. (CL. I/563) Begitu lahir
disuruh belajar kepada seorang guru, seorang ustad,
kemudian belajar di Bagdad, dua hari pulang, sampai di
rumah dimarahi orang tua, ternyata dia sudah pintar dan
menguasai dengan baik. (CL. I/564) ya, nanti bertanya pada
yang ROHIS ya, itu ada ceritanya. (CL. I/565)
OK, ada pertanyaan, hallo...(CL. I/566) Pada setiap mamalia
terjadi siklus menstruasi...pada dasarnya juga mengalami
siklus menstruasi...(CL. I/567)
Siswa : Ya takut mestihine … ning pripun gadhah niat mboten nopo-
nopo, ora wedhi mlebu neroko. (CL. II/132)
Guru : Hee Ridwan piye? (CL. II/405)
Guru : Seperti: radio... nggon radio nggosip rak enek to? (CL.
II/697) Ono to cah? (CL. II/698)
Guru : Untuk satu paragraf di baca dulu, Bima! (CL. II/64)Dibaca
yang baik!(65) Yang lain nanti memberi tanggapan! (CL.
II/66) Ya, Bima baca dulu! (CL. II/67) (sambil
menggerakkan tangannya mempersilakan)
Siswa : Saya, Bu!(sambil menunjukkan jari) (CL. II/240)
Guru : Ya, Mery! (CL. II/241) Paragraf ke berapa, Mery? (CL.
II/242)

Percakapan antara guru dan siswa di atas membuktikan baik guru

sebagai penutur atau siswa sebagai petutur, atau sebaliknya, kedua subyek

memperhatikan atau menjaga hubungan agar tercipta dengan baik. Tampak

sekali pada data II, ketika siswa berbicara dengan guru yang memiliki

kedudukan yang lebih tinggi menggunakan bahasa krama saat memberikan

komentar tentang orang yang bunuh diri kepada gurunya; sedangkan guru saat

cxli
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

menegur atau menyapa siswa dengan ”hee” ini tidak tepat bila diterapkan

untuk mitra tutur yang memiliki status yang lebih tinggi, termasuk kata ”piye”

ini adalah bahasa ngoko yang digunakan untuk status petutur yang sederajat

atau lebih rendah. Hal ini dilakukan bukannya untuk menjaga jarak, akan

tetapi aturan yang harus diikuti, agar komunikasi dapat berlangsung dengan

baik, sehingga tujuan dari komunikasi itu tercapai.

5. Fungsi Perorangan (the personal function)

Dalam interaksi guru dan siswa ada saat tertentu, baik guru

ataupun siswa mengekspresikan emosinya. Penutur atau mitra tutur dapat

mengekspresikan perasaan, emosi pribadi yang mendalam. Dari bahasa yang

dipakai seseorang akan dapat diketahui dalam keadaan apa orang itu

berbicara, apakah pembicara sedang marah, jengkel, sedih, gembira, kecewa,

dan sebagainya.

Guru dan siswa saat interaksi di kelaspun sering juga berbicara dengan

mengekspresikan perasaan, emosi pribadi. Pada penelitian ini juga ditemukan

beberapa fungsi bahasa ini. Pemakaian fungsi bahasa ini disajikan sebagai

berikut.

Guru ; Kenapa duduknya tidak nyaman? (CL. I/655) Pindah sini, depan
’kan ada yang kosong! (CL. I/656)
Guru : Itu kok ndak nganggo penglirik ngapa? (CL. II/52) Koyo orang ra
tau roh koncone kok nglirik. (CL. II/52)
Siswa : Demok-demok. Tanganmu dhewe lho.(siswa di depan
memperingatkan temannya) (CL. II/630)
Guru : … Dilanjutkan nanti erosinya! (CL. II/631) Enek gurune kok yo
erosi .(CL. II/232)
Guru : Sudah kita cukup kan sekian dulu....hee..hee ojo rame dhewe,
banyak bermanfaat bagi kita semua. (CL. II/724)Cukup sekian dulu

cxlii
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

Wabilahi taufik wal hidayah, Wassalamu’alikum Wr. Wb. (CL.


II/725)
Guru : Sopo sing nyuruh membaca, hanya disuruh menyebutkan satu
rangkaian peristiwa ? (CL. III/123)
Guru : Ini kok ada guratan-guratan tangan yang jail, ngopo to? (CL.
III/225) Iki sopo? (CL. III/226) Polahe sopo? (CL. III/227)
....Orang yang tidak baik, ya. (CL. III/228) Ini kan kayu, untung
tidak kena saya, kok bisa di sini jane ngopo? (CL. III/229) Ini kira-
kira siapa? (CL. III/230) Terus terang saja, terus terang saja, ayo
ngaku jujur! (CL. III/231)
Siswa : Dedy. (CL. III/232)
Guru : Kowe ngopo? (CL. III/233) Kowe dolonan ngene iki, nikmate opo
to? (CL. III/234) Mencari kepuasan? (CL. III/235)
Siswa : Syukur…syukur! (teriak beberapa temannya) (CL. III/236)
Guru : Nggak bisa saling menuduh, tapi saya sudah punya catatan kelas X-
I susah diatur. (CL. III/237)

Data-data tersebut menunjukan beberapa ungkapan perasaan yang

disampaikan pembicara sebagai subjek penutur dan subjek penutur. Pada data

(CL. I), guru sebagai penutur setelah mengamati siswa yang duduk di bangku

belakang menunjukkan aktifitas yang mengganggu temannya, karena jengkel

memerintahkan agar siswa tersebut untuk pindah tempat duduk.

Pada data (CL. II), guru merasa tidak nyaman melihat tingkah

siswanya kurang memperhatikan guru yang sedang menjelaskan materi

pelajaran, karena selalu memperhatikan teman sebangkunya, maka guru

menegur dengan tuturan seperti tersebut di atas (CL. II/52)

Pada data (CL. III), guru yang merasa jengkel dengan tingkah salah

satu siswanya mengungkapkan tuturan tersebut (CL. III/ 225 sampai CL.

III/231), Kemudian ditanggapi dari komentar teman-temannya yang juga tidak

nyaman akan tingkah temannya itu.

cxliii
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

Jadi, jelaslah bahwa salah satu fungsi bahasa perorangan juga sering

muncul pada wacana lisan interaksi guru dan siswa di kelas. Hal ini terjadi

berhubungan dengan karakter manusia, saat tertentu emosi juga tidak stabil

berkaitan dengan waktu, tempat, situasi, dan suasana.

6. Fungsi Heuristik (the heuristic function)

Interaksi guru dan siswa di kelas, guru sering mengajukan pertanyaan-

pertanyaan yang menuntut jawaban dari siswa. Hal ini juga sering digunakan

siswa untuk bertanya pada guru dengan berbagai pertanyaan “apa”,

“mengapa”, dan “bagaimana” dengan materi pelajaran.

Pada penelitian ini pertanyaan-pertanyaan sering diajukan guru kepada

siswa, sedangkan siswa jarang mengajukan pertanyaan kepada guru. Data-data

berikut ini merupakan sebagian dari hasil penelitian wacana lisan interaksi

guru dan siswa di kelas.

Guru : Hewan apa saja yang ngalami menstruasi? (CL. I/593) Apakah
kambing ngalami menstruasi? (CL. I/594) Ngalami nggak? (CL.
I/595) Kambing? (CL. I/596)
Siswa : Apa faktor-faktor mandul? (CL. I/632)
Guru : Pernah ditanyakan mandul beberapa pertemuan yang lalu, pernah
ditanyakan ke saya? (CL. I/633)
Guru : Lha apa penyebabnya? (CL. I/639)
Guru : Soalnya apa? (CL. I/641)
Guru : Siapa yang mengendalikan sper...spermatogenesis, nama
hormonnya tadi apa? (CL. I/643)
Guru : Pengendalian diri...(CL. II/80) Pengendalian sosial contone apa
cah? (CL. II/81) Dengan adanya rasa takut tidak melaksanakan itu,
contone apa? (CL. II/82)
Guru : Merasa takut kepada siapa? (CL. II/88)
Guru : Kenapa? (CL. II/90)
Guru : Rasa takut disekolahan, sebabe opo? (CL. II/110)
Guru : Nek ganjaran, ganjaran nama lainnya apa? (CL. II/157)

cxliv
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

Guru : Mengapa penulis deskripsi tidak boleh melewatkan atau


meninggalkan panaindera bila sedang menyampaikan deskripsi
pada suatu obyek? (CL. III/143)
Guru : Menggambarkan betapa halusnya kain sutera yang dominan apa?
(CL. III/150)
Guru : Yang dominan adalah indera apa? (CL. III/156)
Guru : Ya, kalimat persuasinya, ajakannya yang mana?(CL. III/ 338 )
.....Yang mengandung ajakan langsung yang mana? (CL. III/ 341)

Dari data-data tersebut guru sangat dominan dalam mengajukan

pertanyaan yang berkaitan dengan materi pelajaran. Jadi, guru dalam interaksi

dengan siswa di kelas sering menggunakan fungsi bahasa heurestik, karena

guru untuk menguji penguasaan materi siswa mengajukan pertanyaan yang

perlu dijawab siswa, seperti tersebut di atas.

7. Fungsi Imajinatif (the imaginative function)

Fungsi imajinatif dalam wacana lisan interaksi guru dan siswa di kelas

tidak ditemukan. Hal ini berkaitan dengan fungsi bahasa ini biasanya untuk

penciptaan system, gagasan, atau kisah yang imajinatif. Fungsi bahasa ini

banyak digunakan dalam penulisan karya sastra seperti, novel, drama, dan

cerita pendek.

Dari tujuh fungsi bahasa yang dikemukakan Halliday, hanya fungsi

imajinatif tidak ditemukan dari penelitian ini. Fungsi bahasa imajinatif tidak

ditemukan sebab dalam wacana lisan interaksi guru dan siswa di kelas, fungsi

ini biasanya terdapat dalam karya sastra. Dari data tersebut fungsi bahasa

representasi, dan fungsi bahasa heurestik sering digunakan dalam wacana lisan

interaksi guru dan siswa di kelas. Fungsi bahasa instrumental, fungsi bahasa

cxlv
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

regulasi, fungsi bahasa interaksi, dan fungsi bahasa perorangan digunakan

tidak sesering fungsi bahasa representasi dan fungsi bahasa heuristik.

C. Analisis Partikel Wacana Lisan dalam Interaksi Guru dan Siswa di Kelas

Partikel sangat bermakna dalam rangka organisasi percakapan

atau wacana lisan, terutama saat pergantian pembicara. Partikel tidak dapat

dimaknai secara semantik dan sintaksis. Partikel tidak memiliki makna literal

atau makna harfiah, akan tetapi memiliki makna sesuai dengan konteks

pembicaraan. Dalam analisis wacana lisan interaksi guru dan siswa di kelas ini

mendasarkan teori partikel yang dikemukakan Stubbs, Linke, Nussbaumer,

dan Portmann.

1. Bentuk Tegun

Bentuk tegun yaitu partikel yang merefleksikan bahwa si penutur

dalam waktu singkat sedang mengkoordinasikan kata. Bentuk tegun ini juga

sering muncul dalam interaksi guru dan siswa di kelas.

Guru : O…tiga kali. (15) Kalau tiga kali …? (CL. I/16)


Guru : Hmmm....(CL. I/32 )
Guru : Oh...ya jadi fungsinya apa? (CL. I/93)
Guru : Ya...alat kelamin jantan. (CL. I/102)

2. Bentuk Pengurangan Kecepatan Pertukaran

Bentuk pengurangan kecepatan pertukaran maksudnya dalam

berbicara sering agak diperlambat kecepatan berbicaranya mungkin hal

ini dilakukan si penutur karena ada pertimbangan tertentu. Hal ini para

cxlvi
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

guru di kelas sering melakukan bilamana sedang berceramah di hadapan

para siswa.

Guru : Ya....(CL. I/39) Mari kita lanjutkan ke reproduksi pada manusia!


(CL. I/40)
Guru : Yah,hari ini kita membahas tentang reproduksi pada manusia,
tapi pesan saya.......(CL. I/43)
Guru : Haploid N....Haploid...kemudian spermatid tumbuh menjadi
sperma, spermatid masing-masing menjadi sperma, setiap
spermatozid primer dihasilkan berapa sperma? (CL. I/169)
Guru : O...ya. (CL. I/230) Kok malu- malu. (CL. I/231) Jangan ngeres
ya, tadi perjanjiannya tidak ada pasir, ya? (CL. I/232)
Guru : Yo … mudheng kabeh ya …(CL. II/99) Ada tulisan peringatan ya
….. (CL. II/100)
Guru : Ya,...yang terakhir ar-gu-men-tasi halaman berapa? (CL. III/25)
Guru : Jadi ini adalah betul des-krip-si. (CL. III/219) Ini adalah
deskripsi yang masuk ke dalam....(CL. III/220)
Guru : Ya, ke dalam jenis....jenis narasi, ya. (CL. III/222) Itu narasi
yang dominan di....disusupi deskripsi atau dimasuki jenis
paragraf yang lain. (CL. III/223)

3. Pembukaan Pembicaraan

Partikel-partikel ini digunakan oleh si penutur dalam berinteraksi

untuk meyakinkan si petutur dalam berinteraksi. Partikel ini diperlukan

seorang guru ataupun siswa di kelas bilamana ingin berargumentasi.

Guru : Mari…,mana absennya?” (CL. I/6)


Guru Karena ada kelainan. (CL. I/122)
Guru : Sebentar ya ….terus cembrengan kuwi adat opo ora?
(CL. II/344)
Guru : Jadi ini adalah betul des-krip-si. (CL. III/219) Ini adalah
deskripsi yang masuk ke dalam....(CL. III/220)

4. Isyarat Pembicara

Partikel ini mencakup partikel-partikel yang memerlukan dan

menuntut perhatian dari mitra bicara. Interaksi guru dan siswa di kelas,

cxlvii
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

guru sering bertindak sebagai penutur dan siswa sering bertindak sebagai

petutur, guru saat-saat tertentu sering menuntut perhatian dari siswa saat

guru berceramah atau memeberikan informasi kepada siswa.

Guru : Kalau tiga kali …? (CL. I/16)


Guru : Satu, satu, dua, tiga....tiga berapa kali? (CL. I/21) (sambil
menghitung siswa yang menunjukkan jari)
Guru : Sory...sory, ini IPA 2 , Mukti! (CL. I/71)
Guru : Tidak ada pasir ya....! (CL. I/46) Apa maksudnya? (CL. I/47)

5. Isyarat Mitra Pembicara

Partikel ini mencakup, partikel-partikel yang mengekspresikan

kekaguman, keheranan, dan keharuan, dan gerakan spontan mitra bicara

saat penutur berbicara. Gerakan spontan ini sering terjadi saat guru atau

siswa menyampaikan gurauan atau hal-hal yang mengundang reaksi dari

mitra bicara. Misalnya: senyum, mengangguk, tertawa, dan gerakan yang

lain.

Siswa : (siswa saling berpandang ) Saya Pak....., satu kali. (CL. I/12)
Siswa : Pak, tulisannya...? (CL. I/273)
Siswa : Heehe … (sebagian siswa laki-laki) Cinta, Bu. (CL. II/53)
Guru : Oh… Cinta. (CL. II/54)
Siswa : Hahaha …. (beberapa siswa laki-laki) (CL. II/119)
Siswa : Mas Boy! (seorang siswa menyeletuk, sambil tangannya berlagak
bencong) (CL. II/589)
Guru : Hmm....44. (CL. III/24)
Siswa : Syukur…syukur!(teriak beberapa temannya) (CL. III/236)

6. Ucapan Salam

Ucapan saalam sering dilakukan dalam percakapan. Ucapan

salam akan disampaikan penutur saat bertemu atau berpisah. Ucapan

salam lazim dilakukan guru ketika akan memulai interaksi belajar

cxlviii
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

mengajar dengan siswa di kelas. Hal ini juga lazim dilakukan guru saat

interaksi belajar mengajar selesai dilaksanakan. Demikian juga siswa akan

menjawab salam yang disampaikan guru saat guru selesai mengucapkan

salam. Saat interaksi belajar mengajar di kelas ucapan salam biasanya guru

mengucapkan salam terlebih dahulu, baru dijawab oleh siswa.

Pada penelitian ini ditemukan ucapan salam yang diungkapkan

guru saat memulai dan mengakhiri pelajaran. Ucapan salam dijawab oleh

siswa sesuai dengan ucapan salam yang diungkapkan guru. Data tersebut

tersaji sebagai berikut.

Guru : Assalamu’alaikum Warahmatullahi wabarakatuh.” (CL. I/4)


Siswa : Wa’alaikum salam warahmatullahi wabarakatuh.” (CL. I/5)
Guru : Untuk hari ini sekian dulu, Assalamu’alaikum Wr. Wb. (CL.
I/693)
Siswa : Wa’alaikum Salam Wr. Wb. (CL. I/694)
Guru : Assalamu’alaikum Wr. Wb. (CL. II/1)
Siswa : Wa’alaikum salam Wr. Wb.(bersama-sama) (CL. II/2)
Guru : Elok klerune kancane tanggane, tanggane kuwi yo cah… dowo
buanget dikandani kesatu pihak saja memorinya tidak sama. (CL.
II/722)Tak kandhani semene iki, eneng sing penompone bedho ki.
(CL. II/723) Sudah kita cukup kan sekian dulu....hee..hee ojo rame
dhewe, banyak bermanfaat bagi kita semua. (CL. II/724)Cukup
sekian dulu Wabilahi taufik wal hidayah, Wassalamu’alikum Wr.
Wb. (CL. II/725)
Siswa : Wa’alaikum salam Wr. Wb. (CL. II/726)
Guru : Assalamu’alaikum Wr. Wb. (CL. III/1)
Siswa : Walaikum Salam Wr. Wb. (bersama-sama) (CL. III/2)
Guru : Ya sudah, kalau begitu dikerjakan di rumah dan pelajari eksposisi
dan argumentasi! (CL. III/362) Cukup sekian, Assalamu’alaikum
Wr. Wb. (CL. III/363)
Siswa : Wa’alaikumusalam Wr. Wb. (CL. III/364)

cxlix
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

7. Panggilan

Pada interaksi belajar mengajar , guru sering melakukan

penunjukan dengan memanggil nama siswa. Hal seperti ini juga sering

dilakukan pembicara saat bercakap-cakap. Memanggil nama atau nama

panggilan tergolong dalam partikel.

Pada penelitian banyak ditemukan, guru memanggil nama siswa

untuk melakukan sesuatu.

Guru : Siapa Mukti Aji? (CL. I/90)


Guru : Apa Tanjung? (CL. I/97)
Guru : Siapa yang bertugas menghasilkan ovum, Ningrum? (CL. I/107)
Guru : Apa pengertian nilai, yang kemarin, silahkan Ridwan! (CL. II/
257)
Guru : Hee Ridwan piye? (CL. II/405)
Guru : Seperti: radio... nggon radio nggosip rak enek to? (CL. II/697)
Ono to cah? (CL. II/698)
Guru : Peristiwa kedua, Nani? (CL. III/127) Peristiwa kedua apa, Nani?
(CL. III/128)
Guru : Coba ini ...dibaca ya Indra, paragraf deskriptif 119 kamu baca!
(CL. III/153)
Guru : Kemudian pertanyaan berikutnya, Susanto dalam penulisan
deskripsi dapat dihasilkan dari realita atau imajinasi atau dua-
duanya? (CL. III/163)
Guru : Angga, sama tidak? (CL. III/168)

8. Sapaan

Pada interaksi guru dan siswa di kelas , ditemukan guru sering

menyapa siswa dengan kata ”hallo”, sapaan ini digunakan guru untuk

mengingatkan siswa atau siswa agar konsentrasi pada pelajaran. Sapaan

”hallo” sering digunakan oleh guru biologi, diantaranya sebagai berikut.

Guru : Hallo, punya nggak....? (CL. I/205)


Guru : Hallo... (CL. I/253)
Guru : Hallo...kamu kok ngalamun, Ririn? (CL. I/395)

cl
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

Guru : Hallo, lebih dari satu mungkin terjadi anak kembar...kembar


identik itu. (CL. I/471)
Guru : Hallo, kenapa? (CL. I/658)
Guru : ....Pesan saya, hallo! (CL. I/668)

9. Penerimaan

Kategori partikel penerimaan ini, penutur atau mitra tutur menyetujui

atau menerima apa yang menjadi ajakan, himbauan, atau pernyataan yang

disamapaikan penutur atau mitra tutur untuk dapat ditindaklanjuti.

Ungkap-ungkapan yang muncul saat interaksi guru dan siswa di kelas

seperti data yang tersaji di bawah ini.

Siswa : OK.(dijawab bersama) (CL. I/53)


Guru : OK, ya…! (CL. I/54) Hmmm ..(CL. I/55)
Guru : Ya. (CL. I/109)
Guru : Ya..ya, betul- betul karena kadang- kadang ada yang produknya
sedikit. (CL. I/240)
Guru : Buku tugas,OK. (CL. I/692)
Guru : Ehm… melindungi masyarakat. (CL. II/204)
Siswa : Ya. (CL. II/278)
Guru : Ehm … mode. (CL. II/288)
Guru : Hokngo. (CL. II/388)
Siswa : Nggiih. (CL. II/520)
Siswa : Ya, Buuuu! (CL. III/58)
Siswa : Ya. (CL. III/135)
Siswa : Ya. (CL. III/260)

10. Penolakkan

Kategori partikel penolakan artinya dengan menggunakan

ungkapan tertentu penutur atau mitra tutur tidak menyetujui atau tidak

menerima ajakan, himbauan, ataupun pernyataan penutur. Mitra tutur

cli
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

menolak, ajakan, himbauan, ataupun pernyataan yang disampaikan

penutur.

Guru : Bukan, itu pria berperilaku wanita, itu XY kromosomnya, ya.


(CL. I/126)
Siswa : Tidak, Bu. (CL. II/359)
Guru : Bukan, yang apa namanya, kaya ustad (CL. II/498)
Siswa : Mboten kok, Bu. (CL. II/587)

Data-data tersebut menunjukkan bahwa partikel pada wacana lisan

interaksi guru dan siswa di kelas berfungsi untuk mengorganisasi

percakapan antara guru dan siswa saat interaksi belajar mengajar

berlangsung. Partikel dalam wacana lisan walaupun tidak memiliki makna

secara semantik dan sintaksis akan tetapi menentukan kebermaknaan

percakapan.

Pada penelitian ini ditemukan partikel-partikel dalam kategori

bentuk tegun, O..., ehm... yang diungkapkan guru saat berbicara berarti

guru memerlukan waktu sejenak untuk mengkoordinasi kata; bentuk

pengurangan kecepatan pertukaran ” yo...mudheng kabeh yo..” ,pembicara

menghendaki mitra bicara tidak terlalu cepat ; partikel pembuka

pembicaraan yang memungkinkan pembicara meyakinkan mitra bicara

misalnya, karena ..., jadi ini..., sebentar ya....; isyarat mitra bicara, partikel

ini menuntut perhatian miktra bicara misal, ”Kalau tiga kali....?; isyarat

mitra bicara, yang mencakup partikel kekaguman, keheranan, keharuan,

gerakkan tubuh, tertawa, dan sebagainya , misalnya ”Oh ... cinta (CL.

II/54); Hahaha...(beberapa siswa laki-laki tertawa); ucapan salam, guru

dalam interaksi dengan siswa di kelas pada umumnya mengucapkan salam

clii
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

baik saat membuka pelajaran dan mengakhiri pelajaran; panggilan, guru

dalam kelas saat tertentu memanggil atau menyebutkan nama siswa

misalnya, Ajeng...,Ayub..., ....Tanjung?, dan sebagainya; sapaan , ada

beberapa guru memiliki kebiasaan menyapa siswa dengan ungkapan

”hallo”, ini diungkapkan untuk mengingatkan siswa, menegur, atau guru

meminta perhatian siswa ; penerimaan, siswa ataupun guru saat berbicara

ada pernyataan atau jawaban guru ataupun siswa yang harus disepakati

biasanya diungkapkan dengan ”OK, ya, ehmm, nggih, yo, dan hokngo ;

yang terakhir partikel penolakan, yaitu untuk mengungkapkan hal-hal

yang tidak diterima atau tidak disetujui dalam penelitian ini ditemukan

ungkapan ” tidak, bukan, dan mboten.

Interaksi guru dan siswa di kelas tidak lepas dari wacana lisan

(percakapan). Pada saat berinteraksi antara guru dan siswa sering dalam

pertukaran berbicara diawali dan di akhiri dengan kehadiran partikel.

Partikel dalam wacana lisan walaupun tidak memilki makna semantik dan

sintaksis, akan tetapi partikel-partikel tersebut kehadirannya berfungsi

mengorganisasi percakapan sehingga percakapan bermakna.

D. Analisis Alih Kode dan Campur Kode Wacana Lisan dalam Interaksi

Guru dan Siswa di Kelas

1. Alih Kode Wacana Lisan dalam Interaksi Guru dan Siswa di Kelas.

Gejala alih kode juga sering mewarnai wacana lisan guru dan siswa

di kelas. Hal ini sulit dihindari dalam interaksi belajar mengajar di

cliii
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

Indonesia, khususnya di SMA Negeri 3 Sragen pada umumnya guru dan

siswa adalah dwibahasawan. Hal ini tampak pada cuplikan peristiwa

komunikasi bedrikut ini.

Guru : Nek ngono kuwi ngikuti tenanan, tayangane apal, uapal


buanget gek jame. (CL. II/706) Tapi belum tentu
kebenarannya tapi sudah beredar di masyarakat.(CL. II/707)
Siswa : Haha haha. (CL. II/708)
Guru : Gosip-gosip yang tidak benar biasanya justru ingin
tahu.,sesuatu yang dilarang ataupun sesuatu yang rahasia
malah kebalikannya rasa ingin tahunya tinggi. (CL. II/709)
Tenan ngopo … ora keno crito … alah piye to tenane ngono?
(CL. II/710) Ngoyak terus. (CL. II/711) Dikandani rahasia
kok … yo wis ojo crito-crito ya …(CL. II/712) Ning engko
crito maneh. (CL. II/713)
Siswa : Dicritake…(CL. II/714)
Guru : Tak kandani, ning ojo kok kandakno, kwalik yo malah
bingung to. (CL. II/715) Masalah sing mengundang masalah
pamo opo parni ngono yo (CL. II/716)
Siswa : Parno-Parno-Parno. (CL. II/717)
Guru : Wis rasah menimbulkan gosip. (CL. II/718)
Siswa : Fakta. (CL. II/719)
Guru : Biasanya makin jauh desas desus disebarkan makin tambah
meratanya dan makin jauh dari kebenaran, pokoke gosip
tambah suwe tambah adoh … lha tambah ra jelas ya cah?
(CL. II/720)
Siswa : Nggih (CL. II/721)
Guru : Elok klerune kancane tanggane, tanggane kuwi yo cah…
dowo buanget dikandani kesatu pihak saja memorinya tidak
sama. (CL. II/722)Tak kandhani semene iki, eneng sing
penompone bedho ki. (CL. II/723) Sudah kita cukup kan
sekian dulu....hee..hee ojo rame dhewe, banyak bermanfaat
bagi kita semua. (CL. II/724) Cukup sekian dulu Wabilahi
taufik wal hidayah, Wassalamu’alikum Wr. Wb. (CL. II/725)
Siswa : Wa’alaikum salam Wr. Wb. (CL. II/726)
: Ya, ke dalam jenis....jenis narasi, ya. (CL. III/222) Itu narasi
Guru yang dominan di....disusupi deskripsi atau dimasuki jenis
paragraf yang lain. (CL. III/223) Tugasnya itu membantu
jalan cerita menjadi jalan cerita yang menarik. (CL. III/224)
Ini kok ada guratan-guratan tangan yang jail, ngopo to? (CL.
III/225) Iki sopo? (CL. III/226) Polahe sopo? (CL. III/227)
....Orang yang tidak baik, ya. (CL. III/228) Ini kan kayu,
untung tidak kena saya, kok bisa di sini jane ngopo? (CL.
III/229) Ini kira-kira siapa? (CL. III/230) Terus terang saja,

cliv
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

terus terang saja, ayo ngaku jujur! (CL. III/231)


Siswa : Dedy. (CL. III/232)
Guru : Kowe ngopo? (CL. III/233) Kowe dolonan ngene iki, nikmate
opo to? (CL. III/234) Mencari kepuasan? (CL. III/235)
Siswa : Syukur…syukur! (teriak beberapa temannya) (CL. III/236)
Guru : Nggak bisa saling menuduh, tapi saya sudah punya catatan
kelas X I susah diatur. (CL. III/237) Deskripsinya seperti itu
ya. (CL. III/238) Coba dicari lagi dari cerpen ”Penyesalan
Marni” selain deskripsi yang sudah disebutkan Si Koko tadi!
(CL. III/239)

2. Campur Kode Wacana Lisan dalam Interaksi Guru dan Siswa di

Kelas

Gejala campur kode sulit dihindarkan guru dan siswa pada

interaksi belajar mengajar di kelas. Hal yang mendorong terjadinya

campur kode karena guru dan siswa di SMA negeri 3 Sragen pada

umumnya dwibahasawan. Guru dan siswa di SMA Negeri 3 Sragen di

samping menguasai bahasa Indonesia juga menguasai bahasa Jawa.

Bahasa Jawa merupakan bahasa ibu, dan dapat dikatakan bahasa

Indonesia pada umumnya sebagai bahasa kedua. Bahasa Jawa sebagai

bahasa percakapan sehari-hari baik di rumah, dalam pergaulan di

masyarakat, bahkan juga di instansi pemerintah dan swasta. Kebiasaan

ini salah satu pemicu terjadinya campur kode dalam interaksi belajar

mengajar di kelas.

Guru : Jadi kurang lebih ya.(tertawa) (CL. I/512) Bisa lebih, bisa
kurang, jadi bisa kurang lebih. (CL. I/513) Kalau
berlanjut...hallo...misalnya sudah satu minggu nggak-nggak
selesai sampai minggu ke dua dimungkinkan ada pembuluh
darah yang terluka ini harus ditangani dokter. (CL. I/514)
Kalau terjadi jangan takut, jangan takut! (CL. I/515) OK,
kenapa tidak boleh takut ? (CL. I/516) Sekarang dunia medis
sudah sangat berkembang, dokter di mana-mana ada ya?

clv
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

(CL. I/517) Kenapa takut? (CL. I/518) Jadi jangan takut


untuk sakit, karena kalau tidak takut sakit berarti tidak sakit
ya. (CL. I/519) Orang yang takut sakit berarti sakit, setidak-
tidaknya sakit jiwa (tertawa). (CL. I/520) Jadi ada tiga siklus,
ada tiga tahapan yang pertama proliferasi, ke dua fase
ovulasi dan ke tiganya fase menstruasi, bisa dipahami? (CL.
I/521)

Guru : Kadang-kadang kalimate gak tepat, yo?(CL. II/165) Oh


prestasi ngono yo, opo ya pas ratu biasane yang baik-baik
ngono yo, mosok ratu kok ekstasi, cobo? (CL. II/166)
Guru : Kelompok dengan gerombolan, …(CL. II/167) Gerombolan
identik dengan negatif,yo? (CL. II/168) Nek kelompok
biasanya untuk yang baik-baik, mosok gerombolan kelas
X.E, kesane nek uelik yo? (CL. II/169)
Siswa : Ya. (CL. II/170)
Guru : Kesane sekelompok … dengan adanya sistem hukum yang
jelas, juga akan membuat efek jera. Contohnya apa? (CL.
II/171)
Siswa : Korupsi (CL. II/172)
Guru : Korupsi terus gimana, sistem hukumnya? (CL. II/173)
Siswa : Dibunuh. (CL. II/174)
Guru : Heee. (CL. II/175)
Siswa : Dibunuh (CL. II/176)
Guru : Jo terus dibunuh. (CL. II/177)
Siswa : Dipenjara. (CL. II/178)
Guru : Dengan adanya sistem hukum, usul dengan adanya hukuman
mati, jenenge wong usul ya? (CL. II/179)

Dari data tersebut dapat disimpulkan bahwa pada interaksi guru

dan siswa di kelas SMA Negeri 3 Sragen, dalam berkomunikasi terjadi

peristiwa alih kode dan campur kode. Hal ini terjadi karena beberapa

faktor antara lain faktor kebiasaan guru dan siswa , dan guru bermaksud

untuk menyampaikan pelajaran agar mudah dipahami siswa.

Alih kode dan campur kode interaksi guru dan siswa di kelas SMA

Negeri 3 Sragen dengan alih kode dan campur kode bahasa Indonesia

sebagai bahasa formal pengantar menyampaikan pelajaran dengan bahasa

clvi
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

Jawa paling dominan, bahasa Arab terutama mengucapkan salam, dan

bahasa Inggris terutama sapaan hallo dan OK.

Jadi, pada wacana lisan interaksi guru dan siswa di kelas SMA

Negeri 3 Sragen sering terjadi peristiwa alih kode dan campur kode.

Peristiwa alih kode dan campur kode dilakukan baik guru dan siswa.

clvii
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

BAB V
SIMPULAN, IMPLIKASI, DAN SARAN

A. Simpulan

Berdasarkan analisis yang disajikan pada BAB IV, dapat disimpulkan

sebagi berikut:

1. r 1. Struktur wacana lisan interaksi guru dan siswa di kelas SMA Negeri

3 Sragen yang didasarkan pada analisis yang dikemukakan Sinclair

dan Coulthrad, yaitu: (1) Pertukaran atau pergantian antara penutur dan

petutur teratur., (2) Guru dalam kelas saat interaksi belajar mengajar lebih

dominan dibandingkan dengan siswa. Siswa berbicara saat diberi waktu guru.

Waktu berbicara siswa pada umumnya pada tindak tutur menjawab pertanyaan

yang disampaikan guru (reply; response), komentar (coment), dan penerimaan

(accept), serta tindak tutur elisitasi (elicitation)walaupun ini sangat jarang

terjadi. Pada interaksi guru dan siswa dominan waktu berbicaranya., (3) Guru

berbicara pada semua bentuk tindak tutur, terutama pada tindak tutur

informatif (invormative), elisitasi (elicitation), dan komentar (coment).

Sementara itu pada tindak tutur menjawab pertanyaan (reply; response),

penerimaan (accept), dan persetujuan (acknowledge) sedikit berbicara., (4)

Pola komunikasi cenderung satu arah, karena guru sering memberikan

informasi dengan ceramah (informative), pola komunikasi akan berubah

menjadi dua arah bilamana guru memberikan pertanyaan (elicitation), dan

siswa harus menjawab (reply; response), dan (5) Secara umum stuktur wacana

140
clviii
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

lisan interaksi guru dan siswa di kelas menunjukan pola guru membuka

dengan ucapan salam kemudian dijawab siswa (stater kemudian respons), guru

mengecek kehadiran siswa dan tugas (check) kemudian siswa merespons,

setelah selesai guru membuka pelajaran dengan mengarahkan perhatian siswa

ke topik (stater), selesai pengarahan guru menerangkan (informative), saat

menerangkan bila ada siswa kurang memperhatikan akan menegur (dirictive),

selesai menerangkan satu topik guru akan bertanya pada siswa (elisitasi),

kemudian siswa menjawab (response) kemudian guru biasanya mengulang

jawaban siswa (reply), bilamana siswa belum menemukan jawaban maka guru

memancing ataupun memberi dorongan ( prompt; elue), saat mengajukan

pertanyaan guru kadang kala menyuruh menunjukan jari (eue) tetapi yang

sering dilakukan menunjuk langsung (nomination), bila jawaban siswa benar

guru akan menerima dan minta persetujuan siswa (accept; acknowledge),

selesai itu guru menyimpulkan (conclusion), kemudian bertanya kepada siswa

yang perlu dijelaskan lagi (metanstatement), guru juga sering melakukan

komentar dan di luar komunikasi dengan siswa (coment; aside) ini dilakukan

saat siswa mulai jenuh, dan evaluasi dilakukan saat siswa menjawab

pertanyaan dengan baik.

2. Fungsi bahasa pada wacana lisan interaksi guru dan siswa di kelas SMA

Negeri 3 sragen , didasarkan teori Halliday ditemukan 6 (enam) fungsi bahasa

diantara 7(tujuh) fungsi bahasa dalam berkomunikasi antara guru dan siswa

saat interaksi belajar mengajar berlangsung, yaitu: (1) Fungsi instrumental (the

instrumental function); (2) Fungsi regulasi (the regulatory function); (3)

clix
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

Fungsi representasi (the representational function); (4) Fungsi interaksional

(the interactional function); (5) Fungsi perorangan (the personal function); dan

(6) Fungsi heurestik (the heuristic function) , sedangkan fungsi bahasa

imajinatif tidak ditemukan pada wacana lisan interaksi guru dan siswa di

kelas SMA Negeri 3 Sragen. Fungsi bahasa imajinatif tidak ditemukan sebab

fungsi bahasa ini bisasa digunakan dalam penulisan karya sastra. Fungsi

bahasa yang dominan dalam interaksi guru dan siswa di kelas adalah fungsi

bahasa representasi dan fungsi bahasa heuristik. Fungsi bahasa representasi

dominan, karena guru cenderung menjelaskan atau menerangkan materi

pelajaran, sedangkan fungsi heuristik guru sering menyampaikan pertanyaan

yang harus dijawab siswa. Pada penelitian ini juga ditemukan pemakaian

bahasa Jawa disamping bahasa Indonesia atau adanya campur kode dalam

berkomunikasi.

3. Partikel dalam wacana lisan interaksi guru dan siswa di kelas berfungsi untuk

mengorganisasi percakapan, terutama saat pertukaran bicara. Analisis partikel

wacana lisan didasarkan teori Stubbs, Linke, Nusberm, dan Portman, dari

hasil indentifikasi sebagai berikut: (1) Setiap guru tidak sama pemakaian

partikel wacana lisan dalam interaksinya, (2) Partikel yang sering muncul

pada setiap guru, ucapan salam, panggilan, penerimaan, bentuk tegun,

sedangkan penolakan hanya beberapa kali disampaikan siswa dengan adanya

pernyataan guru . Partikel sapaan ” Hallo” tidak setiap guru menggunakan,

dan partikel penerimaan ”OK” juga tidak setiap guru menggunakan hal ini

terjadi karena faktor guru yang bersangkutan. Siswa sebagai mitra tutur

clx
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

hampir tidak pernah menggunakan ”OK” dalam berbicara, sedangkan ”Hallo”

tidak muncul sama sekali pada siswa.

4. Peristiwa alih kode dan campur kode terjadi pada wacana lisan interaksi guru

dan siswa dalam kelas di SMA Negeri 3 Sragen. Hal ini terjadi pada

umumnya guru dan siswa di SMA Negeri 3 Sragen adalah dwibahasawan

bahkan multibahasawan. Jadi, peristiwa alih kode dan campur kode sering

terjadi. Alih kode dan campur kode pada umumnya adalah pemakaian bahasa

Jawa paling dominan. Selain bahasa Jawa adalah alih kode dan campur kode

bahasa Arab, dan bahasa Inggris.

B. Implikasi

1. Hasil penelitian ini berimplikasi perlunya penelitian lanjutan dan penuntasan

pendeskripsian dan penjelasan tentang norma-norma interaksi guru dan siswa

di kelas, struktur wacana lisan di kelas, fungsi bahasa, dan partikel wacana

lisan, dengan mendasarkan teori analisis yang berbeda.

2. Hasil penelitian ini berimplikasi perlunya peningkatan kemampuan

komunikasi guru dan siswa di kelas tanpa membebani dengan ketentuan

pemakaian bahasa formal selama interaksi belajar-mengajar berlangsung.

3. Hasil penelitian ini berimplikasi saat interaksi guru dan siswa di kelas harus

mengurangi terjadinya peristiwa alih kode dan campur kode secara bertahap

untuk dapat menggunakan bahasa Indonesia dengan baik dan benar.

clxi
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

C. Saran

1. Berkenaan dengan analisis wacana lisan di kelas, fungsi bahasa, dan

partikel dalam wacana lisan dapat ditindak lanjuti dengan guru yang

berbeda, metode, pendekatan yang berbeda akan memunculkan hasil yang

sama atau tidak. Jadi, penelitian ini nanti membandingkan beberapa guru

yang mempunyai latarbelakang budaya, metode, pendekatan, dan topik

mengajar yang berbeda.

2. Penelitian tentang wacana lisan interaksi guru dan siswa di kelas diteliti

dari struktur wacana, fungsi bahasa, dan partikel wacana lisan, yang

diteliti tidak hanya guru bahasa Indonesia, biologi, dan sosiologi mungkin

guru mata pelajaran yang lain dengan metode dan pendekatan mengajar

yang berbeda. Dengan demikian diharapkan hasil penelitian lebih

bervariasi , semakin lengkap, dan semakin menarik

3. Kepada para guru disarankan agar terus berupaya meningkatkan

kemampuan komunikasinya di kelas dengan mempertimbangkan kondisi

siswa dan mengembangkan situasi percakapan yang bervariasi sehingga

dapat mengurangi kejenuhan siswa dalam menerima pelajaran.

4. Kepada para guru dalam mengembangkan variasi percakapan di kelas

untuk dapat mengurangi terjadinya peristiwa alih kode dan campur kode di

dalam interaksi belajar –mengajar di kelas. Guru dan siswa untuk berusaha

mengembangkan pemakaian bahasa yang baik dan benar dalam situasi

formal dalam interaksi belajar-mengajar, Alih kode dan campur kode

dapat digunakan pada situasi informal.

clxii
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

DAFTAR PUSTAKA

Abdul Chaer. 1994. Sosiolinguistik (Perkenalan Awal). Jakarta: Reneka Cipta

Abdul Rani,Bustanul Arifin,Martutik. 2008. Analisis Wacana. Malang: Bayu


Media

Adiel. 2009. ”Alih Kode, Campur Kode, dan Interferensi”. http://adiel87.


blogspot. Com/2009/11/alih-kode-campur-kode-dan-interferensi.html.
diunduh Jumat, 16 Juli 2010, jam 10. 09 WIB.

Ann Malamah, Thomas.1987. Classroom Interaction. Oxford University Press

Admin. 2007. ”Efektiffitas Kegiatan Belajar Mengajar”. http:// miftahul ulum.


dikti. net / index. Php? Option= com. Diunduh Jumat 12 Februari 2010,
jam 10. 00 WIB.

Anwar Holil. 2003. “Interaksi Sebagai Proses Belajar Mengajar”. http.//


anwarholil blog spot. Com. Diunduh. Sabtu 5 Desember 2009, jam 09.
00 WIB.

Austin, John L. 1962. How to Do Things with Word (edisi kedua). Oxford: Oxfod
University Press.

Brown,Gillian and George Yule. 1985. Discourse Analysis. Cambridge :


Cambridge University Press.

Brown, Penelope., dan Stephen C. Levinson. 1978. Politeness: Some Universal in


Language Usage. Cambridge: Cambridge University Press.

Dede Oetomo.1993.”Pelahiran dan Perkembangan Analisis Wacana”,dalam


Kaswanti Purwo(Editor).PELLBA 6. Yogyakarta : Kanisius.

Eelen, Gino. 2001. A Critique of Politeness Theories. Manchester, UK: St. Jerome
Publishing

Edi Subroto D. 2007. Pengantar Metode Penelitian Linguistik Struktural.


Surakarta Sebelas Maret University Press

Edi Sumardi. 1980. Pedagogik. Bandung : Angkasa.

Edmondson,Willis.1981.Spoken discourse:A Model for Analysis. London:


Logman

145

clxiii
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

Ellis, R. 1990. Instructed Second Language Acquisition. Oxford: Blackwell

Fraser Gupta ,Anthea.2002. “The pragmatic particles of Singapore colloquial


English”: Journal of Pragmatics .Vol. 18.Issue 1. P. 31-57 diunduh 7
Maret 2010 jam 10. 00 WIB.

Fatimah Djajasudarma,T. 2006. Wacana Pemahaman dan Hubungan


Antarunsur. Bandung : Aditama.

Gunarwan, Asim. 2004. Dari Pragmatik ke Pengajaran Bahasa (Makalah


Seminar Bahasa dan Sastra Indonesia dan Daerah). IKIP Singaraja.

Gunawan. 2009. ”Tiga Pola Komunikasi dalam Proses Belajar Mengajar”


http://pak-gunawan.blogspot.com/2009/03/tiga-polakomunikasi- dalam-
proses.html di unduh Minggu, 2 Mei 2010, jam 08.00 WIB.

Grice, Paul .-. “Implikatur”. http://www.teorier.dk/tekster/h-paul-grice-


implikatur.php diunduh pada Minggu , 2 Mei 2010 jam 07. 30 WIB

Hasan Alwi., dkk. 2008. Tata Bahasa Baku Bahasa Indonesia. Jakarta : Balai
Pustaka.

Henry Guntur Tarigan. 1990. Pengajaran Pragmatik. Bandung : Angkasa


______. 2009. Pengajaran Wacana. Bandung: Angkasa

Hyung Jung Kim.2006. Issues off Rating Scales in Speaking Performance


Assessment:Working Paper in TESOL & Applied Linguistics. Vol.6, No.2:
Columbia University diunduh 7 Maret 2010 jam 09.30 WIB.

I Dewa Putu Wijana. 1996. Dasar-dasar Pragmatik. Jogjakarta : Andi Offset.

Imrulah Sati T. . 2007. “Pemahaman dan Analisa Wacana”.


http://74.125.153.132/search?q=cache:EdTJVuBuoQsJ:pksm.mercubuana.
ac .id di unduh Jumat, 12 Februari 2010 jam 09. 30 WIB

Irmayani, Musfeptial, Hari Purwiati. 2005. “Alih Kode dan Campur Kode dalam
Buletin Salam.” http://pusatbahasa.diknas. go.id/ diunduh Jumat, 16 Juli
2010 jam 10. 11 WIB.

Jaszczolt, K.M. 2002. Semantics and Pragmatics: Meaning in Language and


Discourse. Edinburgh: Pearson Education.

Kinayati Djojosuroto. 2007. Filsafat Bahasa. Yogyakarta: Pustaka Book


Publisher.

clxiv
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

Kunjana Rahardi. 2005. Pragmatik Kesantunan Imperatif Bahasa Indonesia.


Jakarta : Erlangga.

Leech,Geoffrey.1993. The Principles of Pragmatics diterjemahkan M.D.D. Oka.


Jakarta : Universitas Indonesia Press.

Levinson,Stephen C. 1983. Pragmatics. Cambridge: Cambridge University Press.

Linke, Angelika & Markus Nussbaumer und Paul R. Portmann. 1991.


Studienbuchbuch Linguistik. Tubingen: Neimeyer.

Lilis Siti Sulistyaningsih. 2005. ”Alih Kode dan Campur Kode.”http://file.Upi.


edu/Direktori/C-FPBS/JUR. PEND. BHS. DAN SASTRA INDONESIA/
diunduh Jumat, 16 Juli 2010 jam 10. 00 WIB.

Lutfatul Syayayidah Fitriyah. 2006. ”Interaksi Belajar Mengajar”. http://openpdf.


Com/ebook/lutfatul-pdf.html. di unduh 7 Februari 2010 jam 08. 22 WIB

Makyun Subuki. 2006. ”Mengapa Pragmatik Perlu Dipelajari dalam Program


Studi Linguistik?”. Linguistik : Pragmatik. http://tulisanmakyun. blogspot.
com/2007/07/linguistik-pragmatik.html di unduh Minggu, 2 Mei 2010
jam 08.30

Marfuah.2006. “Pengungkapan Makna Pragmatik Imperatif Bahasa Indonesia


Dalam Proses Belajar Mengajar di Kelas”. TESIS. UNS.

Mohammad Asrori. 2007. Psikologi Pembelajaran. Bandung: CV Wacana Prima

Moleong, Lexy J. 2010. Metodologi Penelitian Kualitatif. Bandung: Remaja


Rosdakarya

Nababan ,P. W. J. 1991. Sosiolinguistik Suatu Pengantar. Jakarta : Gramedia.

Nina. 2009. ”Paper Sosling Nina – Presentation Transcript.” http://www.


Slideshare.net/ninazski/paper-sosling-nina diunduh Jumat, 16 Juli 2010
jam 10. 16 WIB.

Renkema, Jan. 2004. Introduction to Discourse Studies. Amsterdam: John


Benjamins Publishing Company.

Riyadi Santoso. 2003. Semiotika Sosial: Pandangan terhadap Bahasa. Surabaya:


Pustaka Eurika.

Richards, Jack, John Platt, dan Heidi Waber. 1985. Logman Dictionary of Applied
Linguistics. England: Longman.

clxv
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

Sutopo, H. B. 2006. Metodologi Penelitian Kualitatif. Surakarta: Universitas


Sebelas Maret

Pakde Sofa. 2008.” Metode Analisi Isi, Reliabilitas dan Validitas dalam Metode
Penelitian Komunikasi”. http://massofa.wordpress. Com
/2008/01/28/metode-analisi-isi-reliabilitas-dan-validitas-dalam-metode-
penelitian-komunikasi/ diunduh Minggu, 9 Mei 2010 jam 12. 37 WIB

Philip E. Bishop.2000.”Classroom Interaction”.http://faculty .valenciace. edu/pbi


shop/lcib/classroom interact.pdf. diunduh Jumat, 12 Februari 2010 jam
10.15 wib.

Sarwiji Suwandi. 2007. Serbalinguistik Mengupas Pelbagai Praktik Berbahasa.


Salatiga: Widya Sari

Schiffrin, Deborah. 2007. Approaches To Discourse diterjemahkan oleh Abd.


Syukur Ibrahim. Yogyakarta : Pustaka Pelajar.

Sri Utari Subyakto Nababan. 1992. Psikolinguistik Suatu Pengantar. Jakarta:


Gramedia Pustaka Utama.

Sudaryanto. 1990. Aneka Konsep Kedataan Lingual dalam Linguistik.


Yogyakarta: Duta Wacana University Press.

Sugeng Lestari.2005. ”Analisis Wacana Lisan pada Interaksi Belajar Mengajar di


Kelas 5 SDIT Nur Hidayah Surakarta”.SKRIPSI . UNS.

Sri Esti Wuryani Djiwandono. 2008. Psikologi Pendidikan. Jakarta : Gramedia

Stubbs, Michael.1983.Discourse Analysis: The Sosiolinguistic Analysis of Natural


Language . Oxford.

Sumarlam (ed.), Kundharu Sadhono, Usdiyanto, Chatri S. ,Widyastuti,dkk 2009


Teori dan Praktik Analisis Wacana. Surkarta : Pustaka Cakra

Sumiati, dan Asra.2007. Metode Pembelajaran.Bandung: CV. Wacana Prima.

Suseno Kartomihardjo. 1992. Analisis Wacana dan Percakapannya. Malang :


IKIP Malang.

Titscher, Stefan (et. al) . 2009. Methods of Text and Discourse Analysis editor
Abdul Syukur Ibrahim. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.

Thomas. Jenny. 1995. Meaning in Interaction: an Introduction to Pragmatics.


London/New York: Longman.

clxvi
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

Winarno Surachmad. 1994. Pengantar Interaksi Mengajar –Belajar: Dasar-dasar


dan Teknik Metodologi Pengajaran. Bandung : Tarsito.

Yule, George. 1996. Pragmatics. diterjemahkan Indah Fajar Wahyuni Oxford.


Oxford University Press.

Zamzani. 2002. “Pemakaian Bahasa Selain Bahasa Indonesia dalam Interaksi


Belaja Mengajar Pada Program Studi Pendidikan Bahasa dan
SastraIndonesia FBS Universitas Negeri Jogjakarta.” Litera (Jurnal
Penelitian Bahasa, Sastra dan Pengajaran ), No. 1. Jogjakarta : Jogjakarta
University.

ZHANG Jing-pin.2008.”Fostering College Students Overall Ability by Means of


English Public Speaking": US-China Foreibn Language. Vol.6, Diunduh 7
Maret 2010 jam 08.00 WIB.

clxvii

Anda mungkin juga menyukai