Anda di halaman 1dari 141

library.uns.ac.id digilib.uns.ac.

id

HUBUNGAN ANTARA POLA ASUH ORANG TUA DAN


PERGAULAN PEER GROUP (KELOMPOK SEBAYA) DENGAN
SIKAP PADA SISWA KELAS XI IPS SMA NEGERI 3 SURAKARTA
TAHUN AJARAN 2009/2010

SKRIPSI

Oleh:
SUKA MAHENDRA
NIM K8405038

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN SOSIOLOGI ANTROPOLOGI


FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS SEBELAS MARET
SURAKARTA
2010
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

HUBUNGAN ANTARA POLA ASUH ORANG TUA DAN


PERGAULAN PEER GROUP (KELOMPOK SEBAYA) DENGAN
SIKAP PADA SISWA KELAS XI IPS SMA NEGERI 3 SURAKARTA
TAHUN AJARAN 2009/2010

SKRIPSI
Ditulis dan Diajukan untuk Memenuhi Persyaratan Guna Memperoleh Gelar Sarjana
Pendidikan Program Studi Pendidikan Sosiologi Antropologi
Jurusan Pendidikan Ilmu Pengetahuan Sosial

Oleh:
SUKA MAHENDRA
NIM K8405038

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN SOSIOLOGI ANTROPOLOGI


FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS SEBELAS MARET
SURAKARTA
2010
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

PERSETUJUAN

Skripsi ini telah disetujui dan dipertahankan dihadapan Tim Penguji Skripsi
Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Sebelas Maret Surakarta.

Persetujuan Pembimbing

Pembimbing I Pembimbing II

Drs. Soeparno, M.S.i. Drs. AY. Djoko Darmono, M.Pd


NIP. 19481210 197903 1 002 NIP. 1953 0826 198003 1 005
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

PENGESAHAN

Skripsi ini telah disetujui dan dipertahankan dihadapan Tim Penguji Skripsi
Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Sebelas Maret Surakarta dan
diterima untuk memenuhi persyaratan mendapatkan gelar Sarjana Pendidikan.
Pada hari :_____________
Tanggal :_____________

Tim Penguji Skripsi :


Nama Terang Tanda Tangan

Ketua : Dra. Siti Rachani, M.Pd ___________


NIP. 1954 0213 1980032 001
Sekretaris : Dr. Zaini Rahmat, M.Pd ___________
NIP. 195811171986011 001
Anggota I : Drs. Soeparno, M.S.i. ___________
NIP. 19481210 197903 1 002
Anggota II : Drs. AY. Djoko Darmono, M.Pd. ___________
NIP. 1953 0826 198003 1 005
Disyahkan Oleh :
Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan
Universitas Sebelas Maret
Dekan,

Prof. Dr. H. M. Furqon Hidayatulloh, M.Pd.


NIP. 1960 0727 198702 1 001
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

ABSTRAK

Suka Mahendra. HUBUNGAN ANTARA POLA ASUH ORANG TUA DAN


PERGAULAN PEER GROUP (KELOMPOK SEBAYA) DENGAN SIKAP PADA
SISWA KELAS XI IPS SMA NEGERI 3 SURAKARTA TAHUN AJARAN
2009/2010. Skripsi, Surakarta: Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan. Universitas
Sebelas Maret Surakarta, Januari 2010
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui : (1) Hubungan antara Pola Asuh
Orang Tua dengan sikap pada siswa kelas XI IPS SMA Negeri 3 Surakarta Tahun
Ajaran 2009/2010; (2) Hubungan antara Pergaulan Peer Group(kelompok sebaya)
dengan Sikap pada siswa kelas XI IPS SMA Negeri 3 Surakarta Tahun Ajaran
2009/2010; (3) Hubungan antara Pola Asuh Orang Tua dan Pergaulan Peer Group
(kelompok sebaya) dengan Sikap pada siswa kelas XI IPS SMA Negeri 3 Surakarta
Tahun Ajaran 2009/2010.
Metode yang digunakan dalam penelitian ini yaitu deskriptif kuantitatif
korelasional. Populasi penelitian ialah seluruh siswa kelas XI IPS SMA Negeri 3
Surakarta Tahun Ajaran 2009/2010, sejumlah 160 siswa. Sampel diambil dengan
teknik simple random sampling sejumlah 40 siswa. Teknik pengumpulan data
dilakukan dengan menggunakan teknik angket. Teknik analisis data yang digunakan
dengan menggunakan analisis statistik dengan teknik regresi ganda.
Berdasarkan hasil penelitian dapat disimpulkan: (1) “Ada hubungan positif
yang signifikan antara pola asuh orang tua dengan sikap pada siswa kelas XI IPS
SMA Negeri 3 Surakarta Tahun Pelajaran 2009/2010”, diterima karena ρ < 0,05. Hal
ini dapat dilihat dari hasil analisis data yang menunjukkan rx1y = 0,606 dan ρ = 0,000
. (2) “Ada hubungan positif yang signifikan antara pergaulan peer group (kelompok
sebaya) dengan sikap pada siswa kelas XI IPS SMA Negeri 3 Surakarta Tahun
Pelajaran 2009/2010”, diterima karena ρ < 0,05. . Hal ini dapat dilihat dari hasil
analisis data yang menunjukkan rx2y = 0,493 dan ρ = 0,002. (3) “Ada hubungan
positif yang signifikan antara pola asuh orang tua dan pergaulan peer group
(kelompok sebaya) dengan sikap pada siswa kelas XI IPS SMA Negeri 3 Surakarta
Tahun Pelajaran 2009/2010”, diterima karena ρ < 0,05. . Hal ini dapat dilihat dari
hasil analisis data yang menunjukkan Ry(x1,2) = 0,662 dan ρ = 0,000. (4). Sumbangan
Efektif pola asuh orang tua dengan sikap sebesar 36,774%. (5). Sumbangan efektif
pergaulan peer group dengan sikap sebesar 6,996%. (6). Sumbangan relatif pola asuh
orang tua dengan sikap sebesar 84,016%. (7). Sumbangan relatif pergaulan peer
group dengan sikap sebesar 15,984%
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

ABSTRACT

Suka Mahendra. THE RELATIONSHIP BETWEEN PARENTS TAKING


CARE PATTERN, PEER GROUP INTERACTION WITH BEHAVIOR ON THE
STUDENTS CLASS XI IPS OF SMA 3 SURAKARTA, IN EDUCATION YEAR
OF 2009/2010. Essay, Surakarta: Teaching and Education Science Faculty of
Surakarta, December 2009.
This research aims to know : (1) The relationship between Parents Taking
Care Pattern With Behavior on the students class XI IPS of SMA 3 Surakarta in the
education year of 2009/2010; (2) The Relationship between Peer Group Interaction to
Behavior on the students class XI IPS of SMA 3 Surakarta in the year of education
year 2009/2010; (3) The Relationship Between Parents Taking Care Pattern, Peer
Group Interaction with Behavior on the students class XI IPS of SMA 3 Surakarta in
the Education Year of 2009/2010.
The method which is used in this research is quantitative descriptive
correlation. Population of the research is the whole of students class XI of SMA 3
Surakarta in the Education Year of 2009/2010, amounts 40 students. Data collecting
Technique which is used, is questioner technique. Its Technique of Data analyze is
statistic analyze with double regression technique.
Based on the result of the research, it can be concluded : (1) “ There is
positive relationship between parents taking care pattern with behavior on the
students of class XI IPS SMA 3 Surakarta in the education Year of 2009/2010”, is
accepted because p<0,05. It can be seen from data analyze which shows rx1y= 0,606
and P=0,000. (2) “ There is positive relationship between peer group interaction and
behavior on the students of class XI IPS SMA 3 Surakarta in the education Year of
2009/2010, is accepted because p<0,05. It can be seen from data analyze result which
shows rx2y=0,493 and p=0,002. (3) . There is positive between parents taking care
pattern and peer group interaction with behavior on the students of class XI IPS SMA
3 Surakarta in the education year of 2009/2010”’ is accepted because p<0,05. It can
be seen from data analyze which shows Ry(x1,2) =0,662 and p=0,000. (4) Effective
contribution parents taking care pattern with attitude squal to 36,774%. (5) Effective
contribution peer group interaction with attitude squal to 6,996%. (6) Relative
contribution parents taking care pattern with attitude squal to 84,016%. (7) Relative
contribution peer group interaction with attitude squal to 15,984%
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

MOTTO
Ing Ngarso Sung Tulodha
Ing Madyo Mangun Karsa
Tut Wuri Handhayani
(KI Hajar Dewantara)

Allah tidak akan merubah nasib/keadaan suatu umat, jika umat itu sendiri tidak merubahnya
(Q.S Ar.Ra’ad 11)

Keberhasilan atau kesuksesan tak akan datang tanpa adanya doa dan kerja keras
(Penulis)
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

PERSEMBAHAN

Skripsi ini aku persembahkan untuk :


1. Ibu dan bapak tercinta, yang mendidik dan
membesarkanku dengan penuh kasih
sayang. Terima kasih telah menjadi orang
tua terbaik di dunia ini.
2. Kakakku Ria Budiaman. Engkau adalah
semangat bagiku.
3. Teman-temanku satu kelompok bimbingan.
Terima kasih telah menemaniku
menyelesaikan penulisan ini.
4. Untuk diriku, semoga ini menjadi langkah
awal untuk meraih impian dan cita-citaku.
5. Almamater
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

KATA PENGANTAR

Alhamdulillah, puji syukur peneliti panjatkan kehadirat Allah SWT yang


telah melimpahkan rahmat dan hidayah-Nya sehingga peneliti dapat menyelesaikan
penyusunan skripsi ini guna memenuhi sebagian persyaratan mendapatkan gelar
Sarjana Pendidikan di lingkungan Universitas Sebelas Maret Surakarta.
Dalam penyusunan skripsi ini, peneliti menghadapi banyak hambatan.
Namun berkat bantuan dari berbagai pihak, maka hambatan-hambatan tersebut dapat
peneliti atasi. Untuk itu atas segala bentuk bantuan, peneliti menyampaikan terima
kasih kepada yang terhormat :
1. Bapak Prof.Dr.H.M. Furqon Hidayatulloh, M.Pd, Dekan Fakultas Keguruan
dan Ilmu Pendidikan Universitas Sebelas Maret Surakarta,
2. Bapak Drs. H. Saiful Bachri, M.Pd, Ketua Jurusan Pendidikan Ilmu
Pengetahuan Sosial Universitas Sebelas Maret Surakarta,
3. Bapak Drs.MH. Sukarno,M.Pd, Ketua Program Studi Pendidikan Sosiologi
Antropologi Universitas Sebelas Maret Surakarta,
4. Bapak Drs. Soeparno ,M.Si, Pembimbing I yang telah memberikan ijin,
bimbingan dan saran-saran dalam penyusunan skripsi ini.
5. Bapak Drs. AY. Djoko Darmono, M.Pd, Pembimbing II yang telah
memberikan ijin, semangat, bimbingan serta saran-saran dalam penyusunan
skripsi ini.
6. Bapak Dr. Zaini Rahmad, M.Pd, Penasehat Akademik atas bimbingan dan
nasehatnya.
7. Bapak Drs. Ngadiyo,M.Pd, Kepala SMA Negeri 3 Surakarta yang telah
memberikan ijin untuk melaksanakan penelitian.
8. Bapak dan Ibu tercinta, terima kasih atas perjuangan, bimbingan, do’a dan
dukungannya selama ini Bapak dan Ibu tercinta, terima kasih atas perjuangan,
bimbingan, do’a dan dukungannya selama ini.
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

9. Teman-teman seangkatan dan seperjuangan di Program Studi Pendidikan


Sosiologi – Antropologi Universitas Sebelas Maret Surakarta angkatan 2005,
terutama ( khoiril anwar udint) terima kasih untuk saran dan selalu
menemaniku dalam kuliah ini, karena kalian saya bisa mengerti arti
persahabatan yang sesungguhnya.
10. Berbagai pihak yang tidak dapat disebutkan satu persatu.

Peneliti berharap semoga penulisan skripsi ini dapat bermanfaat bagi semua
pihak yang terkait khususnya bagi kepentingan pendidikan terutama bidang
pengajaran Sosiologi Antropologi.

Surakarta, Januari 2010

Penulis
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

DAFTAR ISI

JUDUL……………………………………………………………………............. i
PENGAJUAN……………………………………………………………………. ii
PERSETUJUAN……………………………………………………………….... iii
PENGESAHAN……………………………………………………………….… iv
ABSTRAK……………………………………………………………………..... vi
MOTTO…………………………………………………………………….…... vii
PERSEMBAHAN……………………………………………………………… viii
KATA PENGANTAR…………………………………………………………... ix
DAFTAR ISI………………………………………………………………..……. xi
DAFTAR TABEL…………………………………………………….…………. xiii
DAFTAR GAMBAR…………………………………………………………… xiv
DAFTAR LAMPIRAN………………………………………………………… xv
BAB I. PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah…………………….………………..1
B. Identifikasi Masalah…………… ……………………………5
C. Pembatasan Masalah……………………...………………….6
D. Perumusan Masalah…………………... …………………….7
E. Tujuan Penelitian………………………………….…………7
F. Manfaat Penelitian……………………………….…………..8
BAB II. LANDASAN TEORI
A. Tinjauan Pustaka
1. Tinjauan Tentang Pola Asuh Orang Tua…………..……9
2. Tinjauan Tentang Pergaulan Peer group…………….…21
3. Tinjauan Tentang Sikap.....................…………………..36
B. Penelitian Yang Relevan…………………………………....57
C. Keranga Berpikir…………………………..………………..58
D. Perumusan Hipotesis ………….……………………………60
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

BAB III METODOLOGI PENELITIAN


A. Tempat dan Waktu Penelitian………………...…………….61
B. Metode Penelitian……………………………………..…….62
C. Populasi, Sampel dan Teknik Pengambilan Sampel………..68
D. Teknik Pengumpulan Data………………………………….78
E. Teknik Analisis Data………………………………………..90
BAB IV HASIL PENELITIAN
A. Deskripsi Data………………………………..……………..95
B. Pengujian Prasyarat Analisis Data………………………….103
C. Pengujian Hipotesis………………………………...……….110
D. Pembahasan Hasil Analisis Data……………………………117
BAB V KESIMPULAN, IMPLIKASI DAN SARAN
A. Kesimpulan…………………………………………………120
B. Implukasi ………………………………………….………..121
C. Saran ………………………………………………………..122
DAFTAR PUSTAKA……………………………………………..……………...124
LAMPIRAN………………………………………………………………………127
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

DAFTAR TABEL

Tabel Waktu Penelitian………..………………………………………………61


Tabel Distribusi Frekuensi Data Pola Asuh Orang Tua (X1).............................99
Tabel Distribusi Frekuensi Pergaulan Peer Group (X2)....................................100
Tabel Distribusi Frekuensi Sikap (Y)................................................................102
Tabel Rangkuman Uji Normalitas Pola Asuh Orang Tua..................................105
Tabel Rangkuman Uji Normalitas Pergaulan Peer Group.................................106
Tabel Rangkuman Uji Normalitas Sikap............................................................107
Tabel Rangkuman Uji Linieritas X1 dengan Y...................................................109
Tabel Rangkuman Uji Linieritas X2 dengan Y...................................................109
Tabel Koefisien Beta dan Korelasi Parsial Model Penuh...................................112
Tabel Rangkuman Analisis Regresi Model Penuh..............................................112
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

DAFTAR GAMBAR

Gambar Kerangka Berpikir................................................................................60


Gambar Grafik Histogram Pola Asuh Orang Tua (X1)......................................99
Gambar Grafik Histogram Pergaulan Peer Group (X2)....................................101
Gambar Grafik Histogram Sikap (Y)................................................................103
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1. Kisi-kisi Uji Coba Angket.....................................................................127


Lampiran 2. Soal-soal Angket...................................................................................130
Lampiran 3. Data skor variabel X1,X2,Y...................................................................159
Lampiran 4. Hasil Uji Validitas.................................................................................162
Lampiran 5. Hasil Uji Reliabilitas.....................................................................................................169
Lampiran 6. Deskripsi Data butir X1........................................................................ 172
Lampiran 7. Deskripsi Data butir X2.........................................................................174
Lampiran 8. Deskripsi Data butir X3..............................................................................................................176
Lampiran 9. Sebaran/Distribusi Frekuensi dan Histogram X1..................................178
Lampiran 10. Sebaran/Distribusi Frekuensi dan Histogram X2................................180
Lampiran 11. Sebaran/Distribusi Frekuensi dan Histogram Y..................................181
Lampiran 12. Uji Normalitas.....................................................................................182
Lampiran 13. Uji Linieritas.......................................................................................186
Lampiran 14. Analisis Regresi Ganda.......................................................................192
Lampiran 15. Lembar Perizinan................................................................................195
Lampiran 16. Surat Keterangan Telah Melakukan Penelitian...................................199
Lampiran 17. Curriculum Vitae.................................................................................200
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

BAB 1
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah


Remaja merupakan masa peralihan dari anak-anak menuju proses kedewasaan
yang ditandai dengan emosi yang masih belum stabil dan masih berusaha untuk
mencari identitas diri. Remaja merupakan bagian dari proses perkembangan manusia
pada masa tertentu yakni antara anak-anak dan dewasa Dalam keberadaannya antara
anak-anak dan dewasa, maka perilaku para remaja masih mencari identitasnya, yaitu
ditandai oleh ketidakmantapan yang berpindah-pindah dari perilaku atau norma lama
ke norma yang baru dan sebaliknya. Ketidakmantapan ini memang indikasi dari
belum matangnya kepribadian. Masa remaja juga merupakan masa penyesuaian diri
dengan tuntutan lingkungan yang baru. Bagi remaja yang mampu mengatasi dirinya
akan mampu melalui masa transisi dengan lebih tenang. Bagi remaja yang
kepribadiannya belum mantap dan situasi eksternal kurang memberikan rasa aman
bisa muncul perilaku tidak wajar.
Siswa SMA merupakan remaja yang mengalami masa perubahan tingkah laku
dari anak-anak ke dewasa. Pada masa remaja berusaha mencari jati diri sehingga
banyak terjadi pertentangan-pertentangan dalam diri remaja yang mengakibatkan
timbulnya kecemasan dan kebingungan dalam diri remaja. Remaja akan berusaha
membebaskan diri dari tekanan orang tua dan akan bersikap agresif terhadap sesuatu
yang bertentangan dengan dirinya. Seorang remaja SMA akan menyadari betapa
pentingnya hubungan yang baik dalam masyarakat. Mereka akan belajar
bersosialisasi dan menyesuaikan diri dengan lingkungan pergaulan sehingga akan
membentuk perilaku dalam dirinya.
Perilaku merupakan suatu hal yang kompleks karena dipengaruhi oleh beberapa
faktor yaitu faktor pembawaan (hereditas) dan faktor lingkungan . Menurut Zainuddin
(1993:3) perilaku adalah tindakan manusia yang dapat diamati / diobservasi dan dilakukan
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

pada waaktu tertentu. Sikap disebabkan karena adanya suatu stimulus yaitu suatu obyek
fisik yang mempengaruhi seseorang dalam banyak cara. Setelah seseorang mengetahui
adanya stimulus kemudian memprosesnya kedalam pengetahuannya yang pada akhirnya
akan menimbulkan suatu sikap dimana sikap tersebut akan diimplementasikan dalam suatu
tindakan. Setiap anak dibekali dengan hati dan akal yang mulia, seiring dengan waktu anak
akan mengalami perkembangan yang berupa perkembangan kepribadian dan pertumbuhan
fisik yang menimbulkan suatu bentuk sikap yang berbeda.. Perkembangan tersebut terjadi
atas dasar interaksi atau saling mempengaruhi antara faktor bawaan dengan faktor
lingkungan. Faktor bawaan berupa bakat, emosi dan pikiran, sedangkan faktor lingkungan
berupa keluarga, sekolah dan masyarakat
Pengalaman-pengalaman yang didapat dalam keluarga menentukan cara-cara
bertingkah laku anak terhadap dunia luar dilingkungan keluarga. Dengan kata lain,
perkataan, sikap, dan tingkah laku seseorang anak dalam pergaulannya di masyarakat
mencerminkan bagaimana kehidupan keluarga anak yang bersangkutan. Apabila hubungan
anak dengan keluarganya berlangsung secara kurang baik, maka kemungkinan besar pada
umumnya hubungan anak dengan masyarakat di sekelilingnya akan berlangsung kurang
baik pula, sehingga tidaklah mengherankan apabila banyak perbuatan anak-anak yang
menyeleweng dari norma-norma yang berlaku di masyarakat.
Kehadiran anak dalam keluarga membutuhkan tanggung jawab yang berat, karena
anak tidaklah cukup dibesarkan saja dengan diberikan makanan dan pakaian tetapi
menuntut pula sesuatu hal yang penting, antara lain adalah pendidikan. Dalam keluarga
orang tua berperan sebagai seorang pemimpin yang berkewajiban mendidik anaknya.
Orang tua secara manusiawi memberikan hidup, bertanggung jawab dan berkewajiban
mengusahakan perkembangan anak yang sehat baik jasmani maupun rohani.Agar
hubungan antara anggota keluarga dapat terbina dan terpelihara dengan baik, peranan
orang tua sangat ditentukan oleh cara dan sikap dalam memelihara dan membimbing anak
termasuk dalam cara-cara kepemimpinannya terhadap anak.
Dalam keluarga yang memiliki tanggung jawab terhadap pendidikan anak adalah
orang tua, peran orang tua disini sebagai pendidik yang pertama dan utama sehingga sangat
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

besar pengaruhnya dalam menentukan berhasil tidaknya kepribadian anak. Mengingat


betapa pentingnya peranan keluarga didalam pembentukan kepribadian anak, maka tingkah
laku dan pergaulan serta harmonisasi atau kerukunan orang tua menjadi contoh bagi anak.
Keadaan keluarga yang kurang harmonis dapat membawa pengaruh psikologis buruk bagi
perkembangan mental dan pendidikan anak. Orang tua yang terlalu sibuk diluar rumah
tidak dapat memberikan cukup waktu kepada anak-anaknya dapat mengakibatkan anak
merasa dirinya diabaikan dan tidak dicintai. Kesempatan tersebut digunakan oleh anak
untuk mencari kepuasan diluar dengan kawan-kawannya yang senasib dan akhirnya
membentuk kelompok yang memiliki sifat-sifat agresif dan dapat mengganggu
masyarakat, sehingga keluarga merupakan kelompok pertama yang mengenalkan nilai-
nilai kebudayaan pada anak dan memegang peranan yang sangat penting dalam
pembentukan dan perilaku anak. Karena disini orang tua mempunyai peranan dalam dua
hal pokok yaitu peran memelihara dan mendidik yang akan sangat berpengaruh terhadap
sikap perilaku anak. Dalam peran memelihara ini orang tua dituntut untuk memenuhi
kebutuhan anak seperti pangan, sandang, papan atau kebutuhan material lainnya.
Dalam mendidik anak, orang tua dapat memberikan pendidikan secara non formal
seperti memberikan perhatian, kasih sayang, pengawasan dan bimbingan. Hal ini hanya
akan terwujud jika antara anak dan orang tua itu terjadi interaksi yang mendalam. Karena
adanya interaksi dengan orang tua dan anak yang tinggi anak akan menjadi lebih terbuka
dengan orang tua sehingga mereka akan merasa aman dan mempunyai pegangan dalam
bertindak. Dalam keluarga yang intensitas interaksinya kurang antara orang tua dan anak
maka hal ini akan menyebabkan munculnya kenakalan anak, karena tidak mempunyai
pegangan dan kontrol dalam bersikap dan bertindak. Intensitas interaksi orang tua dapat
terlihat dari pola asuh orang tua yang diterapkan pada anak.
Pola asuh orang tua merupakan cara atau sikap yang dilakukan oleh orang tua
terhadap anaknya sebagai perwujudan tanggung jawab dalam pembentukan
kedewasaan anak. Untuk benar-benar menjadi orang dewasa dan tidak hanya dewasa
secara fisik tetapi juga seorang remaja hendaknya mulai secara bertahap harus sudah
memperoleh kebebasan dari orang tua, mampu menyesuaikan diri dengan lingkungan,
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

membina hubungan dengan teman sebaya dalam proses memenuhi tantangan ini remaja
juga harus secara bertahap mengembagkan suatu filsafat kehidupan dan pengertian akan
identitas diri. Sebelum remaja dapat berhasil meninggalkan rasa aman bergantung pada
orang lain, mereka harus memiliki gagasan mengenai siapa diri mereka, kemana arah yang
mereka tuju, bagaimana cara untuk mencapainya, sehingga remaja butuh pengarahan dan
bimbingan dari orang –orang sekitarnya antara lain orang tua, guru, maupun tokoh
masyarakat pada umumnya
Dalam penulisan ini faktor keluarga lebih ditekankan pada pola asuh orang tua
dalam mendidik, memelihara dan membesarkan anak. Tata cara orang tua dalam mendidik
anak akan sangat berpengaruh terhadap perilaku sosialnya. Menurut Elizabeth Hurlock
yang diterjemahkan Istiwidayanti (2000:7) ada tiga macam pola asuh yang sering
digunakan oleh orang tua yaitu: pola asuh otoriter, pola asuh permisife (laszess faire), dan
pola asuh demokrasi. Bentuk pola asuh yang diterapkan pada anak harus disesuaikan
dengan kondisi dan kepribadian anak, karena hal tersebut berhubungan dengan sikap dan
anak dalam kehidupan sehari-hari. Pola asuh orang tua sangat penting dalam mendidik
anaknya karena nilai-nilai dan pola-pola tingkah laku orang tua selalu menjadi patokan
dalam bertindak. Dalam hal ini orang tua menjadi pendidik utama dan pertama dalam
keluarga untuk menuju lingkungan yang lebih luas. Dalam upaya agar anak mematuhi
norma-norma dan aturan-aturan dalam keluarga, kadang perlu juga anak diberikan
hukuman tetapi hukuman ini harus bersifat mendidik.
Selain faktor dari keluarga, faktor lain yang sangat penting dalam mempengaruhi
perilaku anak adalah pergaulan peer group. Pergaulan adalah proses terjadinya hubungan
atau interaksi antar individu yang lain, individu dengan kelompok maupun kelompok
dengan kelompok, dengan kata lain pergaulan adalah hidup untuk berteman, kebersamaan
atau hidup bermasyarakat, sedangkan yang dimaksud dengan peer group menurut Slamet
Santoso (1999:81), " adalah suatu kelompok yang anggotanya mempunyai persamaan
usia dan status atau posisi sosial.. Pada perkembangannya remaja lebih sering berada
diluar rumah bersama dengan teman-teman sebaya sebagai kelompok, maka pengaruh
teman-teman sebaya pada sikap, pembicaraan,minat, ketrampilan, dan perilaku lebih besar
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

daripada pengaruh keluarga. Disini remaja tidak lagi memilih teman-teman berdasarkan
kemudahannya baik di sekolah ataupun di lingkunagan tetangga sebagaimana pada masa
kanak-kanak, dan kegemaran pada kegiatan-kegiatan tidak lagi merupakan faktor penting
dalam pemilihan teman. Remaja menginginkan teman yang mempunyai minat dan nilai-
nilai yang sama, yang dapat mengerti dan membuatnya merasa aman, dan yang dapat
mempercayakan masalah dan membahas hal-hal yang tidak dapat dibicarakan dengan
orang tua maupun guru.
Dalam kelompok sebaya akan menimbulkan hubungan timbal balik antar
anggotanya. Semua perilaku yang baik ataupun yang buruk akan mudah ditiru oleh
anggota kelompok dan biasanya sikap dari mayoritas akan mudah ditiru dan menjadi
identitas kelompoknya. Kelompok sebaya biasanya mempunyai ungkapan-ungkapan,
bahasa yang khas, kebiasaan, nilai-nilai dan normanya sendiri. Kesemuanya itu menjadi
cara hidup yang dijadikan acuan bertingkah laku dari para anggotanya. Didalam kelompok
sebaya ini mempermudahkan dalam pertukaran informasi khususnya dalm berperilaku
remaja yang satu dengan remaja yang lain. Informasi inilah yang mempengaruhi anggota-
anggota dalam kelompok sebaya terhadap perilaku mereka.
Berdasar latar belakang tersebut di atas, masalah pola asuh orang tua dan pergaulan
peer group serta perilaku siswa sangat menarik untuk diteliti. Oleh karena itu, penulis
mengangkat penelitian dengan judul “ Hubungan Antara Pola Asuh Orang Tua dan
Pergaulan Kelompok Sebaya Dengan Sikap Siswa Kelas XI IPS SMA Negeri 3 Surakarta
Tahun Ajaran 2009/2010”

B. Identifikasi Masalah
Berdasarkan pada latar belakang masalah diatas identifikasi masalah dapat
dikemukakan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:
1. Sikap manusia terbentuk karena faktor pembawaan dan lingkungan
2. Sikap merupakan perbuatan yang dapat diamati atau diobservasi dalam kehidupan
manusia
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

3. Nilai dan norma dalam masyarakat merupakan ukuran bagi menyimpang atau
tidaknya sikap seseorang
4. Keluarga merupakan kelompok pertama yang mengenalkan nilai-nilai kebudayaan
pada anak sehingga memegang peranan penting dalam pembentukan sikap anak.
5. Pola asuh orang tua dapat mempengaruhi remaja dalam bersikap
6. Keluarga yang harmonis dapat memberikan pengaruh pada perkembangan psikologi
anak.
7. Kelompok sebaya dapat memberikan pengaruh terhadap sikap remaja, baik itu yang
bersifat positif maupun negatif
8. Pergaulan kelompok sebaya dapat membentuk sikap seorang remaja dalam bersikap
maupun bertindak
9. Dalam kelompok sebaya semua sikap yang baik maupun yang buruk akan ditiru oleh
anggota kelompok dan biasanya perilaku dari mayoritas akan mudah ditiru

C. Pembatasan Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah dan identifikasi masalah yang telah penulis
uraikan maka masalah dibatasi pada pola asuh orang tua, pergaulan kelompok sebaya, dan
sikap pada siswa. Maka penulis membatasi permasalahan sebagai berikut:
1. Ruang Lingkup Permasalahan
a. Pola asuh orang tua
Tata cara orang tua dalam memperlakukan anaknya yang diterapkan dalam
usaha memelihara, membimbing, melindungi dan mendidik anak
b. Pergaulan kelompok sebaya
Proses dimana individu saling bertemu dan saling berinteraksi satu sama lain
dengan jangka waktu yang bisa membentuk jalinan persahabatan atau pertemanan.
Interaksi ini terjadi dalam kelompok yang terdiri atas sejumlah individu-individu
yang memiliki kesamaan, yaitu mereka mempunyai usia, minat dan perasaan yang
sama. Dalam penelitian ini penulis membatasi pergaulan peer group pada remaja
usia SMA
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

c. Sikap siswa
tindakan siswa yang dapat diamati / diobservasi dan dilakukan di sekolah, di rumah
maupun dilingkungan masyarakatnya.
2. Obyek Penelitian
a. Variabel bebas X1 : Pola Asuh Orang Tua
b. Variabel bebas X2: Pergaulan Kelompok Sebaya
c. Variabel terikat Y: Sikap siswa
3. Subyek Penelitian
Subyek penelitian dalam penelitian ini adalah siswa kelas XI IPS SMA Negeri 3
Surakarta

D. Perumusan Masalah
Berdasarkan hasil dari identifikasi masalah diatas maka dapat dikemukakan
perumusan masalah sebagai berikut
1. Apakah ada hubungan positif antara pola asuh orang tua dengan sikap siswa kelas
XI IPS SMA Negeri 3 Surakarta tahun ajaran 2009/2010?.
2. Apakah ada hubungan positif antara pergaulan kelompok sebaya dengan sikap siswa
kelas XI IPS SMA Negeri 3 Surakarta tahun ajaran 2009/2010?
3. Apakah ada hubungan positif bersama antara pola asuh orang tua dan pergaulan
kelompok sebaya dengan sikap siswa kelas XI IPS SMA Negeeri 3 Surakarta tahun
ajaran 2009/2010?

E. Tujuan Penelitian
Berdasarkan perumusan masalah di atas maka tujuan penelitian ini adalah untuk:
1. Mengetahui hubungan pola asuh orang tua dengan sikap siswa kelas XI IPS SMA
Negeri 3 Surakarta tahun ajaran 2009/2010
2. Mengetahui hubungan pergaulan kelompok sebaya dengan sikap siswa kelas XI IPS
SMA Negeri 3 Surakarta tahun ajaran 2009/2010
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

3. Mengetahui hubungan antara pola asuh orang tua dan pergaulan kelompok sebaya
dengan sikap siswa kelas XI IPS SMA Negeri 3 Surakarta. tahun ajaran 2009/2010

F. Manfaat Penelitian
Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat sebagai berikut:
1. Manfaat teoritis
a). Hasil penelitian ini diharapkan memberikan sumbangan yang bermanfaat dalam
bidang ilmu Sosiologi Antropologi
b). Hasil penelitian ini diharapkan dijadikan sebagai masukan untuk penelitian lebih
lanjut yang berhubungan dengan masalah ini
2. Manfaat Praktis
a). Sebagai bahan pertimbangan dan masukan bagi orang tua agar dapat menggunakan
bentuk pola asuh yang tepat sehingga mampu mendidik, mengasuh serta
membesarkan anak sehingga nantinya perilaku anak akan sesuai dengan nilai dan
norma dalam masyarakat
b). Memberikan solusi bagi masyarakat agar dapat menciptakan lingkungan yang baik
dan mendukung tumbuh kembangnya anak.
c). Memberikan pengertian kepada remaja bahwa keterlibatan seorang remaja dalam
suatu kelompok akan menumbuhkan dampak yang positif maupun negatif
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

BAB II
LANDASAN TEORI

A. Tinjauan Pustaka
1. Tinjauan Tentang Pola Asuh Orang Tua
a. Pengertian Pola Asuh Orang Tua
Istilah pola asuh orang tua pada umumnya diartikan secara sederhana
yaitu sikap dan kebiasaan orang tua yang diterapkan dalam mengasuh dan
membesarkan anak dirumah. Sikap dan kebiasaan yang dimaksud menunjukkan
adanya kecenderungan yang mengarah pada pola pengelolaan dan perawatan
terhadap anak didik sebagai usaha mencapai kebahagiaan keluarga. Pola asuh
orang tua merupakan cerminan interaksi orang tua dengan anak. Komunikasi ini
melibatkan sikap, nilai dan kepercayaan orang tua untuk memelihara anaknya.
Orang tua memiliki banyak tugas, salah satu diantaranya adalah mengasuh
putra putrinya. Sebagai pengasuh dan pembimbing dalam keluarga, orang tua
sangatlah berperan dalam meletakkan dasar-dasar perilaku bagi anak-anaknya.
Sikap, perilaku dan kebiasaan orang tua selalu dinilai dan ditiru oleh anaknya
yang kemudian secara sadar atau tidak sadar akan diresapi serta menjadi
kebiasaan juga bagi anak-anaknya. Dalam mengasuh putra putrinya, orang tua
dipengaruhi oleh banyak faktor, diantaranya adalah usia orang tua, jenis kelamin,
status sosial dan lain sebagainya. Disamping itu juga diwarnai oleh sikap-sikap
tertentu dalam memelihara, membimbing dan mengarahkan putra putrinya. Sikap
tersebut dapat tercermin dalam pola asuh orang tua terhadap anaknya.
Kemudian banyak pendapat yang mengemukakan pengertian dari pola
asuh orang tua menurut cara pandang mereka masing-masing. Adapun
pengertian pola asuh orang tua menurut para ahli sebagai berikut:
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

1) Singgih (2000: 55) menyatakan bahwa “ Pola asuh merupakan perlakuan


orang tua dalam berinteraksi yang meliputi orang tua dalam menunjukkan
kekuasaan dan tata cara orang tua mengasuh anak’’
Maksud dari pengertian diatas adalah bahwa kekuasaan atau cara
yang digunakan orang tua cenderrung mengarah pada pola asuh yang
diterapkan. Perlakuan orang tua yang dimaksud adalah cara mengatur
tingkah laku anak yang dilakukan oleh orang tua sebagai perwujudan dari
tanggung jawab dari pembentukan kedewasaan diri anak. Pembentukan
kedewasaan diri pada anak akan mudah terbentuk apabila anak dengan
orang tua mempunyai hubungan hangat dengan orang tuanya, merasa
bahwa la disenangi serta mendapat perlakuan baik, akan tetapi hubungan
yang kurang serasi, penuh ketakutan dan kecemasan akan menyebabkan
sukarnya perkembangan serta kedewasaan pada anak
2). Sam Vaknin. (2009) mengatakan bahwa “parenting is interaction between
parent’s and children during their care”
Pernyataan tersebut dapat diterjemahkan secara bebas bahwa pola asuh
orang tua adalah interaksi antara orang tua dengan anaknya selama
mengadakan pengasuhan. Maksud dari pengertian di atas adalah bahwa pola
asuh orang tua adalah perlakuan atau hubungan interaksi yang terjadi antara
orang tua dengan anaknya. Interaksi ini terjadi antara orang tua dengan anak
dalam proses membimbing, mendidik dan mengasuh. Hubungan disini dapat
berupa perlakuan yang diberikan orang tua dalam menunjukkan perhatian
kepada anak-anaknya. Dengan kata lain, bagaimana orang tua memahami
keinginan-keinginan anaknya dapat terlihat dari cara orang tua mengasuh
anaknya. Kegiatan pengasuhan ini dapat berupa cara-cara yang dilakukan oleh
orang tua untuk mengatur anak-anaknya yang dapat diwujudkan dengan cara
memberitahukan nilai atau hal-hal yang boleh dan tidak boleh dilakukan oleh
anak.
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

Dari uraian di atas dapat disimpulkan bahwa pola asuh orang tua adalah
tata cara orang tua dalam memperlakukan anaknya yang diterapkan dalam
usaha memelihara, membimbing, melindungi dan mendidik anak. Tata cara orang
tua ini biasanya akan menggunakan pola kepemimpinan tertentu dalam
memperlakukan anak sesuai dengan kondisi anak dan keinginan orang tua dalam
berinteraksi dengan anaknya.

b. Bentuk Pola Asuh Orang Tua


Peranan keluarga terhadap perkembangan sosial anak sangat ditentukan
oleh tata cara dalam memelihara dan membimbing anak. Hal ini mudah diterima
apabila keluarga merupakan sebuah kelompok sosial dengan tujuan, struktur,
norma, dinamika kelompok, termasuk cara-cara kepemimpinannya yang
sangat mempengaruhi kehidupan individu dalam kelompok tersebut.
Menurut Elizabeth Hurlock yang diterjemahkan Istiwidayanti
(2000:7), Pola sosialisasi orang tua yang digunakan dalam menanamkan
disiplin pada anak ada tiga macam, yaitu otoriter, demokratis dan permisife".
Melihat jenis pembagian pola asuh orang tua maka dipilihlah pembagian pola asuh oang
tua Hurlock karena dianggap sudah mencakup semua garis besar pembagian dari pola asuh
orang tua.
Untuk lebih jelasnya bentuk-bentuk. pola asuh orang tua di atas akan
diuraikan lebih lanjut sebagai berikut:
1) Pola asuh berbentuk otoriter
a). Pengertian
Pola asuh otoriter berasal dari kata authoritarium yang artinya
kepatuhan yang mutlak. Para ahli mengemukakan pendapatnya mengenai
pola asuh otoriter sebagai berikut:
(1) Pengertian pola asuh otoriter menurut Elizabeth B. Hurlock dalam
alih bahasa Meitasari Tjandrasa (2004;125) yaitu
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

“pola asuh otoriter adalah pola asuh yang mendasarkan pada


aturan yang kaku dan memaksa anak untuk bersikap dan
bertingkah laku sesuai dengan keinginan orang tua sehingga
kebebasan anak untuk bertindak sesuai dengan keinginan diri
sendiri sangat terbatas “

Pendapat tersebut dapat diartikan bahwa pola asuh otoriter


merupakan pola asuh dimana orang tua memaksakan kehendaknya
kepada anak, sehingga anak tidak diberi kesempatan untuk
mengemukakan pendapatnya dan segala sesuatu yang berhubungan
dengan kebutuhan dan kepentingan anak ditentukan oleh orang tua.
Perlakuan orang tua mendidik anaknya dengan cara disiplin yang
keras. Dalam pola asuh otoriter ini anak akan ditekan oleh orang tua
karena segala sesuatu dipaksa oleh orang tua.
(2) Hetherington dan Parke dalam alih bahasa Soemitro (2000 : 66)
menyatakan

“Pola asuh otoriter adalah pola asuh yang mendasari pada


sikap orang tua yang terlalu mengontrol anak dengan sedikit
kasih sayang dan tanpa adanya kehangatan dalam rumah
sehingga tidak mendasar pada aspek kedewasaan edukatif
dalam membimbing anak.”

Pendapat tersebut dapat ditarik suatu pengertian bahwa pola


asuh otoriter pada dasarnya merupakan pola asuh dimana orang tua
terlalu mengontrol anak-anaknya namun tidak memberikan perhatian
dan kasih sayang yang cukup pada anak-anaknya dan tidak
mengandung aspek pendidikan pada anak-anaknya. Dalam pola asuh
ini orang tua memiliki peraturan yang kaku dalam mengasuh anak-
anaknya dan membatasi anak untuk bersikap dan bertingkah laku
sesuai kehendak orang tuanya dan tidak ada kebebasan serta tidak
ada komunikasi timbal balik. Orang tua tidak mendorong anak untuk
membuat peraturan sendiri tetapi menentukan bagaimana harus
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

berbuat. Setiap pelanggaran baik besar atau kecil selalu diberi


hukuman
Dalam bentuk pola asuh otoriter, perlakuan orang tua dalam
membesarkan dan mendidik anaknya menetapkan disiplin yang keras. Orang
tua selalu menuntut kepatuhan anak, sehingga anak tidak dapat berbuat sesuatu
sesuai dengan keinginan dan kemampuan sendiri. Orang tua memiliki kaidah-
kaidah dan peraturan yang kaku memaksa dalam mengasuh anak. Mereka
selalu mengontrol tingkah laku anak secara total, selalu mengatur kehidupan
anak dan cenderung menghukum apabila anak berbuat sesuatu yang tidak
diinginkan orang tua.
b) Ciri Pola Asuh Otoriter
Dari pengertian-pengertian diatas, penulis dapat mengatakan bahwa
pola asuh otoriter dapat dilihat dengan mengetahui ciri-ciri sebagai
berikut:
(1) Ditandai dengan adanya pandangan orang tua yang selalu menganggap
anak sebagai anak kecil yang harus diatur orang tua dan anak harus
patuh seutuhnya, jika anak ingin menjadi anak baik.
(2) Lebih sering menggunakan hukuman dari pada penghargaan terhadap
perilaku anak, hukuman yang diterapkan dalam pola asuh ini lebih
menggunakan hukuman badan / fisik dari pada hukuman psikis.
(3) Adanya peraturan yang kaku dan tidak memberikan kesempatan anak
untuk bebas bertindak, kecuali sesuai dengan standar yang telah
ditentukan oleh orang tua.
(4) Komunikasi yang terjadi adalah komunikasi satu arah yang didominasi
para orang tua sehingga jarang terjadi dialog dalam keluarga, kalau
ada lebih berupa larangan, perintah, ataupun kontrol yang tak dapat
dibantah.
c) Dampak Pola Asuh Otoriter terhadap Anak
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

Pola asuh otoriter akan mengakibatkan anak tumbuh dalam keluarga


yang penuh permusuhan dan pola asuh ini akan lebih meninggalkan bekas
pada perilaku anak dan kepribadian anak, walau terlihat wajar namun
dibalik anak terhadap orang tuanya yang mendidik terlalu keras akan
tersimpan kekesalan yang terus menumpuk, sehingga akan meledak suatu
saat. Selanjutnya anak akan melakukan hal-hal yang tidak semestinya.
Dampak dari pola asuh otoriter bahwa anak akan merasa dunia itu
penuh permusuhan dan selalu berperilaku sesuai perasaan itu. Karena cara
mengasuh orang tua sangat keras dan tanpa toleransi anak menjadi
menganggap dunia ini penuh dengan permusuhan dan sama sekali tidak
ada kasih sayang. Anak tidak pernah diberi kesempatan berpendapat di
rumah sehingga melampiaskan di luar rumah dan sering bersikap agresif.

2). Pola asuh berbentuk permisife (laissez faire)


a) Pengertian
Dalam pola asuh laissez faire orang tua akan memberikan
kebebasan yang seluas-luasnya pada anak untuk menentukan tingkah
lakunya sendiri tanpa kendali sama sekali dari orang tua.
Para ahli mengemukakan pendapatnya mengenai pola asuh laissez
faire adalah sebagai berikut
(1) Menurut pendapat Singgih (1991 : 81) menyatakan bahwa :
“Pimpinan dari orang tua yang laissez faire adalah kurang begitu
tegas”. Anak menentukan sendiri apa yang dikehendaki, orang tua
tidak menggunakan fungsinya sebagai pimpinan yang mempunyai
kewibawaan”.
Pola asuh ini terlihat pada sikap orang tua yang memberikan
kesempatan yang seluas-luasnya kepada anak untuk menentukan
tingkah lakunya sendiri yang dianggap benar oleh anak tanpa adanya
kendali dari orang tua. Anak sedikit sekali dituntut suatu tanggung
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

jawab dan kewajiban. Dengan kata lain orang tua seakan acuh tak
acuh melepas tanggung jawab terhadap apa yang dilakukan anak..
Orang tua mempunyai anggapan tentang masa depan anak
ditentukan oleh anak itu sendiri tanpa campur tangan orang tua.
Orang tua memberikan kebebasan pada anak untuk berbuat
sekehendaknya dan lemah dalam melaksanakan disiplin pada anak
yang menyebabkan anak melakukan sikap menyimpang yang lebih
besar.
(2) Menurut Nurbani Yusuf (1998 : 76) tipe kepemimpinan Laissez faire
adalah “ Sikap dimana orang tua selalu memberikan kebebasan
kepada anak tanpa ada norma tertentu yang harus ditakuti”.
Tipe kepemimpinan laisez faire merupakan pola
kepemimpinan dimana orang tua memberikan kebebasan
sepenuhnya pada anak tanpa memberikan aturan atau larangan pada
anak tanpa memberikan aturan atau larangan pada anak bertindak
atau mengambil keputusan sesuai keinginannya
Berdasarkan pengertian-pengertian di atas dapat dipahami bahwa pola
asuh laissez faire adalah pola asuh yang mendasarkan pada kebebasan anak dalam
mengungkapkan keinginan dan kemauannya sendiri serta diijinkan membuat
keputusan sendiri tanpa ada bimbingan dari orang tua, sehingga dapat dikatakan
pola asuh ini adalah pola asuh yang acuh tak acuh pada anak. Dapat pula
dikatakan pola asuh dimana orang tua memberikan kebebasan sepenuhnya dan
anak diijinkan membuat keputusan sendiri tentang langkah apa yang akan
dilakukan orang tua tidak pernah memberikan penjelasan dan pengarahan kepada
anak tentang apa yang sebaiknya dilakukan anak. Dalam pola asuh laissez faire
hampir tidak ada komunikasi antara anak dan orang tua serta tidak ada disiplin
sama sekali.
b) Ciri-ciri Pola Asuh Laissez Faire
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

Dari pengertian-pengertian diatas, penulis dapat mengatakan bahwa


pola asuh otoriter dapat dilihat dengan mengetahui ciri-ciri sebagai berikut
(1) Orang tua menuruti kemauan anak baik yang bersifat positif maupun
negatif
(2) Orang tua juga cenderung memanjakan anak sehingga dalam
keluarga tidak ada peraturan, hukuman maupun disiplin seperti yang
diterapkan dalam pola asuh otoriter dan demokratis
(3) Komunikasi terjadi satu arah yang didominasi anak yang berupa
permintaan-permintaan, pengaduan atau rayuan agar permintaannya
dikabulkan orang tuanya
(4) Dalam pola asuh ini semua kebutuhan anak akan selalu dituruti atau
dengan kata lain orang tua selalu menuruti permintaan anak walau
sebenarnya permintaan anak tidak begitu berguna
(5) Anak dibiarkan bebas berpendapat dan perilakunya dibiarkan
berkembang tanpa bimbingan dari orang tua
c) Dampak Pola Asuh Laissez Faire
Anak yang berkembang dalam pola asuh laissez faire akan
mengalami dampak-dampak seperti ketidak matangan mental dalam
tindakannya. Ketidak matangan mental tersebut akan membawa anak tidak
bisa mandiri, suka memerintah orang lain untuk semua keinginannya
sehingga nantinya apapun juga selalu bergantung pada peranan orang tua.
Anak disini juga akan merasa tertutup dan merasa tidak aman berada
dilingkungannya karena anak dari kecil selalu tidak mendapat perhatian
dari orang tua
Pola asuh ini dapat juga menyebabkan seorang anak akan
meremehkan orang lain karena anak terbawa oleh didikan orang tua yang
jarang memarahi serta menyuruh anak untuk berbuat sesuatu sehingga
anak akan selalu menganggap bahwa dirinyanya lah yang pantas dilayani
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

selain itu anak tersebut juga akan sulit untuk diajak bekerja sama atau
saling menolong apabila dalam kesulitan.

3) Pola asuh berbentuk demokratis


a) Pengertian
Menurut Elizabeth B. Hurlock terjemahan Meitasari
Tjandrasa(1993:93) pola asuh demokratis adalah : “Pola asuh orang tua
yang ditandai dengan sifat orang tua yang mau menerima, responsif, dan
sangat memperhatikan kebutuhan anak yang disertai tuntutan kontrol
dan pembatasan”.
Pola asuh demokratis merupakan tata cara orang tua
memperlakukan anak keputusan diambil dengan persetujuan bersama.
Dalam bentuk pola asuh demokratis, orang tua selalu
menggunakan komunikasi timbal balik atau hubungan saling memberi
dan menerima antara orang tua dan anak. Aturan-aturan yang
ditetapkan orang tua diterima oleh anak karena diberikan alasan
yang jelas.. Orang tua menekankan aspek pendidikan daripada aspek
hukuman. Anak diberi kesempatan mengemukakan pendapat, perasaan
dan keinginannya.
b). Ciri dan Sifat Pola Asuh Demokratis
Dari pengertian-pengertian diatas, penulis dapat mengatakan
bahwa pola asuh otoriter dapat dilihat dengan mengetahui ciri-ciri
sebagai berikut
(1) Orang tua memandang anak sebagai individu yang sedang tumbuh
dan berkembang serta mempunyai inisiatif sendiri.
(2) Orang tua bersikap membimbing dengan memberikan penjelasan,
pengertian dan pelaran untuk membantu anak dalam menentukan
dirinya.
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

(3) Adanya sikap penerimaan orang tua, responsif dan sangat


memperhatikan kebutuhan anaknya disertai pembatasan yang
wajar sehingga anak diberi kekuasaan untuk menyampaikan
masalahnya.
(4) Komunikasi terjadi dua arah, komunikasi dapat berjalan sangat
akrab, lancar dan banyak sekali proses diskusi antar anak dan
orang tua.
c) Dampak Pola Asuh Demokratis
Pola asuh ini berdampak pada perkembangan kondisi anak, anak
akan lebih mandiri berpikir penuh inisiatif dalam tindakannya, memiliki
konsep diri yang sehat, positif dan penuh rasa percaya diri yang
direfleksikan pada perilaku yang aktif, terbuka dan spontan. Kebebasan
yang ada dalam keluarga dapat menjadikan akan mempunyai sifat kerja
sama yang baik dan memiliki pengendalian diri yang lebih baik,
kreatifitas lebih besar dan bersifat ramah kepada orang lain sehingga
dalam lingkungan sekolahnya dapat bersosialisasi dengan baik.
Pola asuh ini sangat tepat diterapkan pada anak ketika anak
menginjak masa remaja karena dalam masa remaja terjadi peralihan dari
masa kanak-kanak ke dewasa sehingga dalam diri anak muncul banyak
sekali goncangan-goncangan akibat belum sempurnanya perkembangan
fisik dan psikis pada anak. Anak cenderung mempunyai keinginan
melawan terhadap orang tua yang terlalu mengekangnya. Sehingga
dalam masa ini orang tua harus menggunakan pola asuh demokratis
sehingga dimata anak orang tua bukanlah sesuatu yang menakutkan
tetapi sebagai seorang sahabat yang mengerti dirinya.

c. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Pemilihan Pola Asuh Orang Tua


Orang tua dalam menerapkan pola asuh terhadap anak, belum tentu
menggunakan satu pola asuh saja, ada kemungkinan mereka menggunakan pola
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

asuh yang luwes atau gabungan antara pola asuh otoriter, permisife (laissez
faire) dan demokratis atau bisa juga secara bergantian. Walaupun demikian ada
kecenderungan orang tua lebih menyukai atau sering menggunakan satu pola
tertentu. R Diniarti M. So'oed dalam bukunya TO. Ihromi (1999:52),
rnenyebutkan beberapa faktor yang mempengaruhi penggunaan pola asuh orang
tua terhadap anak, yaitu :
1) Usia orang tua
2) Menyamakan pola yang dianggap paling baik oleh masyarakat
di sekitarnya.
3) Kursus-kursus
4) Jenis kelamin orang tua
5) Status sosial ekonomi
6) Konsep peranan orang tua
7) Jenis kelamin anak
8) Usia anak
9) Persepsi orang tua

Faktor – faktor yang mempengaruhi pemilihan pola asuh orang tua tersebut
dapat penulis jelaskan sebagai berikut :
1) Usia orang tua
Pada orang tua yang usianya masih muda cenderung memilih pola asuh
yang demokratis atau liberal dan mereka yang sudah tua biasanya
menggunakan pola asuh yang otoriter. Hal ini dikarenakan bahwa orang
tua yang berusia masih muda cenderung lebih supel dan terbuka terhadap
anaknya. Sedangkan orang tua yang sudah tua mereka cenderung lebih
kaku dalam mendidik anaknya dan sangat tertutup sehingga kurang adanya
komunikasi antara anak dan orang tua.
2) Menyamakan pola yang dianggap paling baik oleh masyarakat di sekitamya
Pilihan ini biasanya dilakukan oleh orang tua yang masih muda dan kurang
pengalaman. Mereka lebih dipengaruhi oleh apa yang dianggap baik oleh
masyarakat di sekitarnya dari pada oleh keyakinannya sendiri. Misalnya.
salah satu tetangga menggunakan pola asuh otoriter dan akhirnya anak dapat
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

menjadi seorang tentara. Kemudian cara/pola tersebut ditiru untuk diterapkan


pada anak. Padahal penggunaan pola otoriter yang diterapkan tetangga itu
disebabkan karena anak tetangga memiliki karakteristik yang mungkin saja
tidak terdapat pada diri anak sendiri.
3). Kursus-kursns
Orang tua dewasa yang telah mengikuti kursus persiapan
perkawinan kesejahteraan keluarga atau kursus pemeliharaan anak,
akan lebih mengerti tentang anak dan kebutuhan-kebutuhannya
sehingga mereka cenderung menggunakan pola yang demokratis.
4) Jenis kelamin orang tua
Umumnya wanita sebagai seorang ibu lebih mengerti tentang anak
karena itu lebih demokratis terhadap anaknya dibanding dengan pria.
Seorang ibu biasanya lebih terbuka, lebih dekat dan lebih mengerti akan
kebutuhan kasih sayang anaknya sehingga kedekatan ini menimbulkan
suasana yang harmonis. Sedangkan seorang ayah biasanya lebih kaku
dan kurang perhatian akan kasih sayang terhadap anaknya sehingga
kurangnya komunikasi antara ayah dan anak dalam keluarga.
5) Status sosial ekonomi
Status sosial ekonomi sangat mempengaruhi orang tua dalam bersikap dan
berperilaku. Sikap dan perilaku orang tua lebih ditentukan pada keadaan
ekonomi keluarga dalam mengambil keputusan dalam memperlakukan
anak. Hal ini dikarenakan bahwa ekonomi adalah sangat krusial dalam
sebuah keluarga. Dalam keluarga yang berstatus ekonomi tinggi orang tua
bisa memberikan segala sesuatu yang dibutuhkan oleh anaknya, tetapi
sebaliknya dalam keluarga yang berstatus ekonomi rendah orang tua akan
sulit memberikan segala sesuatu yang menjadi kebutuhan anaknya.
6) Konsep peranan orang tua
Orang tua yang tradisional akan cenderung menggunakan pola asuh yang
bersifat otoriter. Hal ini disebabkan karena orang tua yang tradisional masih
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

terikat oleh adat istiadat yang masih kaku dan belum mengikuti
perkembangan zaman, Sedangkan orang tua yang modern cenderung
menggunakan pola yang bersifat demokratis atau permisif. Dalam hal ini
orang tua yang modern bersifat lebih dinamis dan mengikuti
perkembangan jaman sehingga mereka memberikan kebebasan yang luas
pada anaknya.
7) Jenis kelamin anak
Orang tua memperlakukan anak sesuai dengan jenis kelaminnya. Biasanya
anak perempuan dijaga lebih ketat sehingga menggunakan pola otoriter,
sedangkan untuk anak laki-laki cenderung lebih demokratis atau liberal.
8) Usia anak
Umumnya pola asuh otoriter sering digunakan pada anak kecil, karena
mereka belum mengerti secara pasti mana yang baik dan yang buruk,
sehingga orang tua lebih sering menekan atau memaksa.
9) Persepsi orang tua
Pada faktor ini, orang tua cenderung menyamakan pola yang dianggap baik
oleh masyarakat. Pilihan ini dilakukan oleh orang tua yang usianya masih
muda dan kurang pengalaman. Sehinggal lebih dipengaruhi oleh apa yang dianggap
baik oleh masyarakat sekitar daripada oleh keyakinan sendiri, padahal setiap
anak mempunyai kondisi kepribadian berbeda yang harus dipertimbangkan
dalam pola asuh orang tua.

2. Tinjauan Tentang Pergaulan Peer Group


a. Pengertian Pergaulan
Pergaulan adalah proses terjadinya hubungan atau interaksi antar individu
satu dengan yang lain, individu dengan kelompok maupun kelompok dengan
kelompok, dengan kata lain pergaulan adalah hidup untuk berteman,
kebersamaan atau hidup bermasyarakat. Pergaulan adalah istilah yang sering
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

disebut-sebut orang untuk menjelaskan tentang segala hal yang berkenaan


dengan hal-hal yang berhubungan dengan teman atau pertemanan.
Beberapa pendapat mengemukakan pengertian dari pergaulan menurut cara
pandang mereka masing-masing. Adapun definisi pergaulan menurut para tokoh
adalah sebagai berikut:
1) Menurut Soedomo Hadi (2005:63), "Pergaulan adalah kontak langsung
antara individu satu dengan individu yang lain, termasuk didalamnya antar
pendidik dan anak didik". Dalam hal ini pergaulan meliputi tingkah laku
individu yang saling berinteraksi satu sama lain dalam jangka waktu
tertentu. Dalam pergaulan tersebut akan terjadi interaksi sosial dimana
interaksi sosial tersebut berasal dari semua kehidupan sosial, sehingga
tanpa interaksi sosial tidak akan ada kehidupan bersama.
2) Menurut Daliman (1997:14) "Pergaulan adalah kontak antara orang yang satu
dengan lainnya atau interaksi antara person dengan person lain". Dalam
pergaulan sehari-hari terjadi kontak antara satu orang dengan orang lain
maupun interaksi sosial antara person satu dengan person lain dan dalam
interaksi tersebut tidak lepas adanya proses saling mempengaruhi.
Pergaulan merupakan hubungan antar individu maupun kelompok secara
langsung sehingga akan memberi pengaruh bagi remaja dalam bertingkah
laku dalam kehidupan.
Dari pengertian di atas dapat penulis simpulkan hahwa pergaulan merupakan
proses dimana individu saling bertemu dan saling berinteraksi satu sama lain
dengan jangka waktu yang bisa membentuk jalinan persahabatan atau
pertemanan. Dalam persahabatan ini mereka dapat merasakan sosialisasi dengan
orang lain dan saling merasakan kehangatan dalam interaksi dengan sesamanya.
Setiap manusia secara naluri mempunyai dorongan untuk bergaul dengan orang
lain. Dorongan ini dalam kehidupan sehari-hari terwujud dengan adanya
saling berkomunikasi, saling berkunjung, mengadakan hubungan sosial
maupun hubungan antar pribadi.
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

b. Pengertian Peer Group


Pada hakekatnya manusia disamping sebagai makhluk individu juga
sebagai makhluk sosial yang dituntut adanya saling berhubungan antara sesama
dalam kehidupannya. Individu dalam kelompok sebaya (peer group) merasakan
adanya kesamaan satu dengan yang lainnya seperti dibidang usia, kebutuhan dan
tujuan yang dapat memperkuat kelompok itu.
Peer group atau kelompok sebaya merupakan suatu proses penting artinya
bagi proses pendewasaan remaja. Hal ini disebabkan kelompok sebaya merupakan
wadah untuk tumbuh dan berkembangnya suatu kepentingan atau masalah bersama
mengembangkan kecakapan-kecakapan dan pengetahuan-pengetahuan tertentu.
Remaja juga memperoleh kesempatan menguji kecakapan dan menambah
pemahaman tentang dirinya sendiri.
Beberapa pendapat mengemukakan pengertian dari peer group menurut
cara pandang mereka masing-masing. Adapun definisi kelompok sebaya menurut
para tokoh adalah sebagai berikut:
1) Menurut Slamet Santoso (1999:81), "Peer Group adalah suatu kelompok yang
anggotanya mempunyai persamaan usia dan status atau posisi sosial”.
Remaja akan masuk dalam lingkungan kelompok yang memiliki usia, status
dan posisi sosial yang sama. Kesamaan ini akan membuat seorang remaja
lebih mudah dalam merasakan, mengerti, dan menumbuhkan rasa toleransi
antara anggota satu dengan yang lain. Mereka juga akan saling bertukar
pengalaman yang dimiliki antara satu dengan yang lainnya.
2) http://www.google.co.id/peer group, 20:30, 30 Juli 2009, “Peer Group
adalah suatu kelompok orang yang mempunyai kesamaan umur, status
sosial, dan minat untuk mengembangkan hubungan dengan anggota dan
untuk menemukan kecocokan antar anggota dalam kelompok”. Seorang
remaja akan mengembangkan hubungan sosialisasi lebih intensif dengan
sesama anggota kelompok untuk menemukan persamaan atau kecocokan
dalam bidang umur, status sosial, dan minat dalan kelompoknya, setelah
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

menemukan persamaan atau kecocokan tersebut maka remaja akan


bersikap dan bertingkah laku sesuai dengan nilai-nilai dan aturan yang
berlaku dalam kelompok tersebut.
Dari uraian di atas dapat disimpulkan bahwa peer group adalah suatu
kelompok orang yang memiliki umur, status, dan minat serta perasaan yang sama.
Di antara anggota kelompok merasakan adanya tanggung jawab atas keberhasilan
dan kegagalan kelompoknya. Di dalam peer group atau kelompok sebaya ini,
individu merasa menemukan dirinya (pribadi) serta dapat mengembangkan
rasa sosial sejalan dengan perkembangan kepribadiannya.

c. Pengertian Pergaulan Peer Group


Pergaulan merupakan proses dimana individu saling bertemu dan saling
berinteraksi satu sama lain dengan jangka waktu yang bisa membentuk jalur
persahabatan atau pertemanan, sehingga dalam pergaulan tersebut akan
memunculkan interaksi sosial. Oleh karena itu tanpa adanya interaksi sosial tidak
akan ada kehidupan bersama. Interaksi sosial seorang remaja tidaklah sama
dalam hal erat dan seringnya hubungan. Semakin kuat hubungannya semakin
besar pula pergaulan antar individu.
Pergaulan seorang remaja merupakan hal –hal yang penting dalam masa
remaja tersebut, karena dalam pergaulan ini akan menentukan arah kehidupan
remaja dan sangat berpengaruh terhadap citra diri remaja. Dalam pergaulan akan
menjadikan remaja menjadi lebih dekat dengan lingkungan dan teman-temannya,
karena mereka menganggap bahwa pergaulan dapat memahami keinginannya
sehingga mereka ingin menghabiskan waktunya bersama teman-temannya dalam
bergaul. Remaja dalam bergaul akan merasa diberi status dan memperoleh simpati
Peer group merupakan hal penting dalam masa-masa remaja dimana
remaja pertama kalinya menerapkan prinsip-prinsip hidup bersama dan
bekerjasama. Dari jalinan yang kuat ini terbentuk norma, nilai, dan simbol yang
lain atau berbeda dengan yang ada di rumah mereka masing-masing. Bahkan
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

norma, nilai dan simbol antara kelompok satu dengan kelompok yang lain
berbeda.
Peer group merupakan suatu proses penting artinya bagi proses
pendewasaan remaja. Hal ini disebabkan kelompok sebaya merupakan wadah
untuk tumbuh dan berkembangnya suatu kepentingan atau masalah bersama,
mengembangkan kecakapan-kecakapan dan pengetahuan-pengetahuan tertentu .
Remaja juga memperoleh kesempatan menguji kecakapan dan menambah
pemahaman tentang dirinya sendiri.
Dari uraian tentang pergaulan dan peer group di atas dapat diartikan bahwa
pergaulan peer group adalah proses dimana individu saling bertemu dan saling
berinteraksi satu sama lain dengan jangka waktu yang bisa membentuk jalinan
persahabatan atau pertemanan dalam suatu kelompok orang yang memiliki umur,
status, dan minat serta perasaan yang sama.

d. Latar Belakang Terbentuknya Peer Group


Peer group merupakan suatu kelompok yang dibentuk oleh individu-
individu yang mempunyai persamaan usia dan status sosial. Peer group ini
muncul karena setiap anggotanya mempunyai kebutuhan dan keinginan yang
sama. Hal ini akan mendorong seorang anak untuk dapat memenuhi kebutuhan
tersebut dengan membuat suatu kelompok baik itu teman sekolah, teman bermain
bahkan anak kerabat. Karena mereka merasa bahwa hanya teman-teman dalam
kelompoknya saja yang dapat mengerti, memahami dan merasakan apa yang
sedang dialami.
Menurut Slamet Santoso (1999:83) “Latar belakang munculnya peer
group yaitu : “(1) Adanya perkembangan proses sosialisasi (2) Kebutuhan untuk
menerima penghargaan (3) Perlu perhatian dari orang lain (4) Ingin menemukan
dunianya”.
Latar belakang tersebut akan diuraikan sebagai berikut :
1) Adanya perkembangan proses sosialisasi
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

Pada usia remaja (usia anak SMP dan SMA), individu mencoba bersosialisasi
dalam lingkungan. Dalam usia remaja ini mereka sedang belajar memperoleh
kemantaban dalam mempersiapkan diri untuk menjadi orang dewasa yang
baru. Sehingga individu mencari kawan yang memiliki perasaan, keinginan
dan kebutuhan yang sama. Dalam kelompok individu dapat saling berinteraksi
satu sama lain, berusaha mengerti dan memahami satu sama lain agar dapat
diterima dalam kelompok tersebut.
2) Kebutuhan untuk menerima penghargaan
Secara psikologis, individu membutuhkan penghargaan dari orang lain agar
mendapatkan kepuasan dari apa yang telah dicapainya. Oleh karena itu
individu bergabung dengan teman sebayanya, yang mempunyai kebutuhan
psikologis yang sama yaitu ingin dihargai. Dengan begitu individu merasakan
adanya kebersamaan atau kekompakan dalam kelompok teman sebayanya.
3) Perlu perhatian dari orang lain
Pada masa ini remaja mulai mencari perhatian, dari lingkungannya, berusaha
mendapatkan status dan peranan seperti dalam kegiatan organisasi remaja di
kampung-kampung. Mereka menginginkan keberadaannya diakui dalam
kelompok. Individu memerlukan perhatian dari orang lain terutama yang
merasa senasib dengan dirinya. Hal ini dapat ditemui dalam kelompok sebaya
di mana individu merasa sejajar dengan yang lain, mereka tidak merasakan
adanya perbedaan status seperti jika mereka bergabung dalam dunia orang
dewasa.
4) Ingin menemukan dunianya
Dalam peer group individu dapat menemukan dunia sendiri yang berbeda
dengan dunia orang dewasa. Mereka mempunyai persamaan pembicaraan
dalam segala bidang, misalnya pembicaraan tentang masalah pacar,
pendidikan, kegemaran dan hal-hal yang menarik lain yang tidak dapat
mereka bicarakan dengan orang tua atau orang dewasa lain.
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

e. Ciri-ciri Peer Group


Peer Group merupakan suatu kelompok yang dibentuk oleh individu-
individu yang mempunyai persamaan usia dan status sosial. Peer group atau
kelompok sebaya mempunyai karakteristik tersendiri yang membedakan dengan
jenis kelompok lain. Ciri-ciri dari peer group menurut Slamet Santosa (1999:87)
yaitu : “(1) Tidak mempunyai struktur organisasi yang jelas (2) Bersifat
sementara (3) Peer group mengajarkan individu tentang kebudayaan yang luas (4)
Anggotanya adalah individu yang sebaya”.
Ciri-ciri peer group tersebut dijelaskan berikut ini :
1). Tidak mempunyai struktur organisasi yang jelas
Peer group atau Kelompok sebaya terbentuk secara spontan. Kelompok ini
tidak mempunyai struktur organisasi yang jelas karena semua anggota
mempunyai kedudukan dan fungsi yang sama, tetapi tetap ada satu orang di
antara anggota dianggap sebagai seorang pemimpin yaitu anak yang paling
disegani dan paling mendominasi dalam kelompok.
2). Bersifat sementara
Peer group ini bukanlah merupakan suatu organisasi resmi dan kemungkinan
tidak dapat bertahan lama karena tidak ada struktur organisasi yang jelas
lebih-lebih jika keinginan masing-masing anggota berbeda-beda dan tidak
mencapai kesepakatan. Dapat juga mereka dipisahkan karena keadaan seperti
pada teman sebaya saat lulus sekolah dan masing-masing anggotanya
melanjutkan ke jenjang pendidikan tinggi yang berbeda-beda.
3) Peer group mengajarkan individu tentang kebudayaan luas
Setiap anggota peer group berasal dari lingkungan yang berbeda dan
mempunyai aturan serta kebiasaan yang berbeda pula. Dalam peer group
mereka akan saling memperkenalkan kebiasaan masing-masing, sehingga
mereka dapat saling belajar. Secara tidak langsung kebiasan-kebiasaan yang
beraneka ragam tersebut dipilih dan disesuaikan dengan kelompok, untuk
melanjutkan dijadikan sebagai kebiasaan kelompok.
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

4) Anggotanya adalah individu yang sebaya


Peer group yang terbentuk secara spontan ini beranggotakan individu-individu
yang memiliki persamaan usia dan posisi sosial. Contoh konkritnya ialah pada
anak-anak SMP atau SMA, di mana mereka mempunyai tingkat usia,
keinginan dan tujuan serta kebutuhan yang sama.

f. Fungsi Peer Group


Peralihan dari kehidupan lingkungan keluarga menuju kehidupan
lingkungan orang dewasa dalam masyarakat merupakan perubahan yang besar
dari individu. Dalam peer group anak belajar bersosialisasi dengan anggota
kelompoknya yang mana mereka saling bertukar informasi dan pengalaman-
pengalaman hidup. Peer group merupakan wadah untuk saling mengerti dan
memahami antar anggota yang memiliki usia dan tujuan yang sama. Dalam hal ini
peer group mempunyai beberapa fungsi dalam perkembangan kedewasaan anak.
Menurut Slamet Santosa (1999:85), menyebutkan fungsi peer group
sebagai berikut :
1) Mengajarkan kebudayaan
2) Mengajarkan mobilitas sosial
3) Membantu peranan sosial yang baru
4) Peer group sebagai sumber informasi bagi orang tua dan guru bahkan
untuk masyarakat.
5) Dalam peer group, individu dapat mencapai ketergantungan satu sama
lain.
6) Peer group mengajar moral orang dewasa.
7) Di dalam Peer group individu dapat mencapai kebebasan sendiri.
8) Di dalam Peer group anak-anak mempunyai organisasi-organisasi sosial
yang baru.
Fungsi peer group di atas diuraikan sebagai berikut :
1) Mengajarkan kebudayaan
Dalam peer group diajarkan keadaan yang berbeda di tempat tersebut,
individu yang masuk dalam kelompok dituntut untuk menyesuaikan dengan
kelompoknya baik cara bertingkah laku, sikap dan gaya berpakaian. Anggota
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

dari kelompok sebaya terdiri dari individu-individu yang mempunyai


perbedaan dalam hal kebudayaan maupun kebiasaan-kebiasaan. Dalam
pergaulan peer group remaja diajarkan kebiasaan yang berbeda-beda, sehingga
setiap mdividu yang berada dalam kelompok sebayanya bisa mempelajari
kebudayaan maupun kebiasaan-kebiasaan yang berbeda
2) Mengajarkan mobilitas sosial
Seorang anak akan senang bila masuk dalam kelompok sebayanya yang
memiliki status sosial yang lebih tinggi. Dengan masuk dalam kelompok yang
berstatus sosial yang tinggi maka status mereka juga akan meningkat. Seorang
anak yang berda dalam peer group status sosialnya akan lebur menjadi satu
bagian dengan kelompoknya karena identitas kelompoknya juga berarti
identitas dirinya.
3) Membantu peranan sosial yang baru
Dalam peer group akan memberikan kesempatan bagi para anggotanya untuk
mengisi peranan sosial yang baru. Setiap anak mempunyai peran dalam peer
group sehingga interaksi yang terjalin sesuai dengan peranan dan tujuan dari
kelompoknya.
4) Peer Group sebagai sumber informasi bagi orang tua dan guru bahkan untuk
masyarakat
Peer group dapat memberikan informasi tentang hubungan sosial individu dan
orang yang berprestasi baik dapat dibandingkan dalam kelompoknya. Bila
suatu kelompok sebaya sukses maka anggota-anggotanya juga baik. Dalam
hal ini orang tua dan guru lebih mudah dalam pengawasannya terhadap anak
karena identitas seorang anak juga merupakan identitas dari kelompoknya.
5) Dalam Peer Group, individu dapat mencapai ketergantungan satu sama lain.
Karena dalam peer group ini mereka dapat merasakan kebersamaan dalam
kelompok, mereka saling tergantung satu sama lainnya. Seorang individu
akan memecahkan permasalahan-permasalahan hidupnya yang tidak bisa
diselesaikan dengan orang tua ataupun guru di sekolahnya.
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

6) Peer Group mengajar moral orang dewasa


Anggota peer group bersikap dan bertingkah laku seperti orang dewasa, untuk
mempersiapkan diri menjadi orang dewasa mereka belajar kemantapan sosial.
Tingkah laku mereka seperti orang dewasa tetapi mereka tidak mau disebut
dewasa.
7) Di dalam Peer Group individu dapat mencapai kebebasan sendiri
Kebebasan disini diartikan sebagai kebebasan berpendapat, bertindak atau
menemukan identitas diri. Seorang individu lebih mudah mengekspresikan
dirinya dalam peer group tanpa ada pekerjaan dari orang tua maupun orang
dewasa diluar kelompoknya. Karena dalam kelompok itu anggota yang lain
juga mempunyai tujuan dan keinginan yang sama.
8) Di dalam Peer Group, anak-anak mempunyai organisasi-organisasi sosial
yang baru.
Anak belajar tingkah laku yang baru yang tidak terdapat dalam keluarga.
Mereka belajar tentang bagaimana menjadi teman, bagaimana berorganisasi,
bagaimana berhubungan dengan anggota kelompok lain, dan bagaimana
menjadi pemimpin dan pengikut. Dalam hal ini anak merasakan bagian dari
keseluruhan status sosial, minat, dan tujuan yang ingin dicapai dari kelompot.

g. Peranan Peer Group


Dalam peer group setiap individu mempunyai peranan dalam
bersosialisasi antar anggota tentang cara berinteraksi, bertingkah laku, dan
mencapai tujuan. Peer group mempunyai kontribusi yang sangat positif terhadap
perkembangan kepribadian remaja. Namun di sisi lain, tidak sedikit remaja yang
mclakukan tindak kenakalan karena pengaruh peer group.
Syamsu Yusuf (2002:60) mengemukakan peranan peer group bagi
remaja adalah memberikan kesempatan bagi remaja untuk ;
1) Belajar bagaimana berinteraksi dengan orang lain
2) Belajar mengontrol tingkah laku sosial
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

3) Balajar mengembangkan ketrampilan, dan minat yang relevan


dengan usianya
4) Belajar Saling bertukar perasaan dan masalah.

Peranan peer group di atas akan dijelaskan lebih lanjut sebagai


berikut:
1) Belajar bagaimana berinteraksi dengan orang lain
Peer group mengajarkan seorang individu untuk menjalin suatu hubungan
dengan teman-teman dalam anggota kelompoknya. Dalam peer group mereka
akan lebih mudah bergaul dan bersosialisasi karena mereka memiliki berbagai
kesamaan, seperti usia, status sosial, dan minat serta tujuan. Seorang
individu merasa sebagai bagian dari satu kesatuan kelompok yang
memberikan peran bagi tiap-tiap anggotanya. Dalam peer group mereka
belajar tentang bagaimana bersikap, berperilaku dan cara mencapai sebuah
tujuan.
2) Belajar mengontrol tingkah laku sosial
Dalam peer group seorang anak akan lebih mudah dalam pengawasannya, karena
tingkah laku setiap individu menunjukkan perilaku umum dari kelompoknya. Hal
ini mempermudah orang tua maupun guru di sekolah dalam memberikan
pengawasan pada mereka. Seorang anak yang melakukan penyimpangan atau
membawa nama buruk dari kelompoknya sehingga kelompoknya akan
memberikan tekanan dan peringatan pada anak tersebut.
3) Belajar mengembangkan ketrampilan, dan minat yang relevan dengan usianya
Dalam peer group seorang anak dapat mengembangkan ketrampilannya karena
dalam kelompok tersebut banyak teman-teman yang mempunyai kegemaran yang
sama. Dalam hal ini anak akan lebih mudah dalam mengembangkan
ketrampilannya serta menumbuhkan minat yang relevan diantara teman
sebayanya untuk menurunkan eksistensi dalam kelompoknya.
4) Belajar saling bertukar perasaan dan masalah.
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

Dalam peer group seorang anak lebih nyaman karena teman sebaya biasanya
yang lebih mengerti akan dirinya dan persoalan yang dihadapi. Mereka saling
bersama menumpahkan segala perasaan dan permasalahan hidup yang tidak
dapat mereka ceritakan pada orang tua maupun gurunya. Kebersamaan inilah
yang menyebabkan tali persahabatan antar anggota sangat kuat. Mereka tak segan-
segan untuk menceritakan hal-hal yang berhubungan dengan masalah yang
dihadapinya, seperti masalah percintaan, persahabatan sampai dengan permasalahan
keluarga.

h. Bentuk-Bentuk Peer Group


Kelompok dalam peer group mengalami penggolongan lagi dan kelompok
ini bisa beranggotakan besar maupun kecil sesuai dengan interaksi antar anggotanya.
Penggolongan kelompok remaja menurut Elizabeth Hurlock dalam Istiwidayani
(2000:215) adalah sebagai berikut:
1) Teman dekat
2) Kelompok kecil
3) Kelompok besar
4) Kelompok yang terorganisasi
5) Kelompok geng

Untuk lebih jelasnya macam-macam kelompok sebaya tersebut


akan diuraikan sebagai berikut :
1) Teman dekat
Teman dekat terdiri dari dua atau tiga orang yang mempunyai jenis kelamin
minat dan kemampuan yang hampir sama. Beberapa kemiripan itu membuat
mereka sangat akrab dan saling mempengaruhi satu sama lain , walaupun
kadang-kadang terjadi juga perselisihan, tetapi dengan mudah mereka
melupakan
2) Kelompok kecil
Terdiri dari beberapa kelompok teman dekat, pada mulanya mereka terdiri
dari jenis kelamin yang sama, tetapi kemudian meliputi jenis kelamin laki-laki
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

dan perempuan. Di antara orang-orang yang berlainan jenis kelamin, hubungan


teman dekat (walaupun tidak selalu) berkembang menjadi hubungan romantis.
3) Kelompok besar
Terdiri dari beberapa kelompok kecil dan kelompok teman dekat, lalu
berkembang dengan meriingkatnya minat dan interaksi antara mereka. Karena
kelompok ini besar, maka penyesuaian minat antar anggotanya berkurang
sehingga terdapat jarak sosial yang lebih besar di antara mereka.
4) Kelompok yang terorganisasi
Kelompok ini mempunyai struktur organisasi atau susunan kepengurusan
yang jelas dan terwujud dalam organisasi sekolah atau masyarakat yang
dibentuk untuk memenuhi kebutuhan sosial para remaja. Kelompok ini
masih berada dibawah bimbingan dan pengawasan orang dewasa sehingga
remaja yang mengikuti kelompok ini sering merasa bosan karena mereka
menganggap telah diatur dan dibatasi ruang geraknya.
5) Kelompok geng
Remaja yang merasa tidak puas dengan kelompok yang terorganisasi
mungkin akan mengikuti kelompok geng. Kelompok geng biasanya terdiri dari
anak-anak berjenis kelamin sama dan minat utama mereka adalah untuk
menghadap penolakan teman-teman melalui perilaku anti sosial. Kelompok
geng sebenarnya tidak berbahaya asalkan orang dewasa masih tetap
mengarahkannya. Sebab dalam kelompok itu kaum remaja dapat
memenuhi kebutuhannya, misalnya, kebutuhan dimengerti, kebutuhan
dianggap, kebutuhan diperhatikan, kebutuhan mencari pengalaman baru,
kebutuhan berprestasi dan kebutuhan rasa aman yang semuanya tersebut tidak
dapat diperoleh dari rumah maupun dari sekolah.

i. Pengaruh Perkembangan Peer Group


Pada dasarnya manusia di samping sebagai makhuk individual juga sebagai
makhhluk sosial. Dalam perkembangan sosialnya, anak juga dipengaruhi oleh
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

perkembangan kepribadian dalam dirinya. Peer group berpengaruh dalam


kehidupan pribadi seorang anak dan kelompoknya. Pengaruh perkembangan peer
group meliputi dua hal yaitu pengaruh peer group terhadap kelompoknya dan
pengaruh peer group terhadap individu dalam kelompok.
Menurut Havinghurst dalam bukunya Slamet Santoso (1999:88), "Pengaruh
perkembangan peer group mengakibatkan munculnya “in group'' dan ''out
group” dan adanya kelas-kelas sosial" terhadap kelompoknya. Pengaruh
perkembangan peer group tersebut dijelaskan sebagai berikut :
1) Munculnya 'In' dan 'Out'Group
Pengaruh dari perkembangan peer group dalam lingkungan sosial adalah
akan memunculkan kelompok atau teman sebaya yang mempunyai usia,
status sosial, dan minat yang sama dalam kelompok tersebut, selain itu juga
akan memunculkan kelompok atau teman sebaya yang mempunyai usia,
status sosial, dan minat yang bcrbeda. Dalam pengaruh perkembangan
peer group ini kelompok sebaya yang mempunyai usia, status sosial dan
minat yang sama disebut dengan group yang berada di dalam
kelompoknya ( in group) dan kelompok sebaya yang mempunyai usia,
ststus sosial dan minat yang berbeda disebut group yang berada di luar
kelompoknya (out group). Contoh yang mudah mengenai in dalam dan out
group dapat dirasakan dalam suatu kelas, di mana seorang siswa akan
mempunyai teman akrab yang berada dalam peer groupnya dan teman yang
tidak akrab atau teman biasa yang berada di luar peer groupnya. Teman yang
akrab tersebut dinamakan group dalam dan teman yang tidak akrab atau teman
biasa dinamakan group luar.
2) Muncul adanya kelas-kelas sosial
Pembentukan peer group sering kali didasarkan atas persamaan status sosial
ekonomi seseorang, sehingga dapat digolongkan atas kelompok kaya dan
kelompok miskin. Biasanya mereka yang miskin akan sulit diterima masuk
dalam kelompok orang kaya, selain itu peer group juga berpengaruh
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

terhadap kemampuan kreativitas dan kegemaran yang sama. Hal ini akan
menimbulkan kelompok-kelompok dengan kreativitas dan kegemaran yang
berbeda-beda Misalnya : seorang remaja yang gemar olah raga akan
membentuk kelompok sesuai dengan kegemarannya atau seseorang yang suka
dengan melukis akan membentuk kelompok sesuai dengan kesukaannya yaitu
melukis
Menurut Slamet Santoso (1999:89), "Pengaruh dari perkembangan peer
group terhadap individu dalam kelompok ada yang positif dan ada yang negatif”.
Hal tersebut diuraikan lebih lanjut sebagai berikut:
1) Pengaruh positif dari peer group adalah :
a) Apabila seorang anak berkembang bersama dengan lingkungan
peer groupnya maka mereka akan lebih mudah dalam
perkembangan sosialisasinya yang lebih luas.
b) Dalam peer group seorang individu akan terbentuk rasa solidaritas
yang cukup kuat dengan anggota dalam kelompoknya.
c) Bila individu masuk dalam peer group, maka setiap anggota akan
dapat membentuk suatu masyarakat yang direncanakan karena
mereka dapat membedakan dan menyaring kebudayaan yang
bertentangan dengan kelompoknya.
d) Setiap anggota dapat berlatih memperoleh pengetahuan, kecakapan
dan melatih bakatnya.
e) Dalam peer grcup akan mendorong setiap anggota untuk lebih mandiri
karena mereka dapat mengaktualisasikan dirinya lebih luas dalam
kelompoknya
f) Dalam peer group setiap anggota dapat mengeluarkan pendapatnya
dan perasaannya tentang hubungan antar anggota dan tentang
kelompoknya.
2) Pengaruh negatif dari peer group adalah :
a) Sulit menerima seseorang dari luar kelompok yang tidak
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

mempunyai kesamaan.
b) Tertutup bagi individu lain yang tidak termasuk anggota dari
kelompoknya.
c) Menimbulkan rasa iri pada anggota satu dengan anggota yang lain
yang tidak memiliki kesamaan dengan dirinya.
d) Timbulnya persaingan antar anggota kelompok ataupun dengan
kelompok lain.
e) Timbulnya pertentangan atau gap-gap antar peer group, misalnya:
antara kelompok kaya dengan kelompok miskin.

3. Tinjauan tentang sikap


a. Pengertian Tentang Sikap
Dalam menjalankan kehidupan manusia melakukan akitivitas-aktivitas
atau perilaku. Syarat suatu sikap adalah jika orang yang bereaksi memiliki arti
terhadap orang lain atau balasan yang datangnya dari orang lain. Sikap manusia
diambil suatu gambaran mengenai tingkah laku manusia yang dibentuk oleh hal-hal
yang memperkuat atau memberikan dukungan yang positif atau negatif terhadap
satu sama lain dalam proses interaksi dimana mereka saling membentuk
perilakunya.
Dalam psikologi, sikap merupakan fungsi dari individu dan situasinya.Setiap
individu akan berindak dengan cara yang berbeda dalam situasi tertentu, situasi
tersebut mempunyai kekuatan untuk mempengaruhi sikap individu yang
bersangkutan. Sikap individu akan merefleksikan karakter yang dibawanya ke dalam
situasi tertentu.

Sikap manusia dapat bersifat lahiriah maupun batiniah, berupa perenungan,


perencanaan, pengambilan keputusan dan kelakukan itu terdiri dari intervensi positif
kedalam situasi atau sikap pasif yang sengaja tidak mau terlibat, dan kata sikap
hanya untuk perbuatan yang memiliki arti bagi seseorang.
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

Beberapa pendapat yang mengemukakan pengertian dari sikap menurut cara


pandang mereka masing-masing. Adapun definisi perilaku menurut para tokoh
adalah sebagai berikut:
1) Menurut Zainuddin (1993:3) “Sikap adalah tindakan yang dapat
diobservasikan”.
Tindakan yang dapat diobservasikan adalah suatu tindakan yang dapat
diwujudkan dan dapat diamati secara nyata. Perilaku merupakan
pengembangan kepribadian yang dimanifestasikan kedalam tindakan individu
yang dapat diamati/diobservasi secara obyektif.
2) Kartini kartono (1990:153) menyatakan bahwa “Sikap merupakan suatu reaksi
yang dapat diamati atau diobservasi sehingga reaksi tersebut akan nampak
hasilnya secara nyata”.
Suatu reaksi tersebut terjadi jika ada suatu rangsangan atau stimulus
yang ditujukan pada individu yang kemudian diwujudkan dalam suatu
tindakan yang nyata dan dapat diobservasi. Sikap merupakan suatu kesediaan
untuk melakukan suatu tindakan atau memberikan respon atas rangsang yang
diberikan oleh suatu objek sikap. Respon yang diberikan ini dapat berupa
tanggapan, penilaian atau tingkah laku yang melibatkan aspek pemikiran,
perasaan dan kecenderungan untuk melakukan suatu perbuatan..
3) Bimo walgito (1997:43) memberi batasan bahwa “Sikap adalah suatu respon,
tindakan, aktivitas komplek gerak yang dilakukan suatu organisasi atau
individu”
Pada dasarnya pendapat Bimo Walgito hampir sama dengan beberapa
pendapat di depan. Sikap merupakan respon atau tanggapan yang kompleks
dari suatu individu atau kelompok yang diwujudkan melalui suatu gerak yang
kompleks. Dalam interaksi tersebut manusia saling memberikan respon
terhadap apa yang terjadi dan segala sesuatu yang berrhubungan dengan hal
tersebut. Respon terhadap stimulus yang diberikan inilah yang disebut sebagai
sikap. Dalam hal ini sikap atau respon antar individu berbeda-beda dan
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

terbentuk sepanjang siklus hidup manusia yaitu dari mulai dilahirkan hingga
kematian. Sikap tidak muncul dengan sendirinya, tetapi sikap tersebut muncul
karena rangsangan atau dorongan baik dari dalam maupun dari luar individu
dan sebagian terbesar perilaku individu sebagai respon terhadap rangsangan
atau dorongan dari luar individu tersebut. Dorongan dari dalam yang
dimaksud dapat berupa kebutuhan, keinginan, kegelisahan, perhatian, rasa
bersalah dan lain sebagainya, sedangkan dorongan dari luar dapat berupa
dorongan dari orang tua dan masyarakat, penghargaan, bahaya, ancaman,
harapan orang lain dan sebagainya.

Dari uraian tersebut di atas dapat disimpulkan bahwa perilaku


merupakan tindakan manusia yang merupakan hasil dari reaksi, aktivitas
komplek gerak, respon atau tanggapan dari suatu organisasi atau individu yang
dapat diamati atau diobservasi dan dilakukan pada waktu tertentu sehingga hal-
hal yanh diperbuat akan nampak hasilnya dari perbuatan

b. Ciri-Ciri Sikap
Sikap merupakan hasil reaksi atau tanggapan dari stimulus atau
rangsangan dari luar individu yang sifatnya sangat kompleks, namun sikap
manusia dapat diobservasi secara nyata. Sikap manusia tidak sederhana dapat
dipahami dan diprediksikan. Berbagai faktor penting seperti hakekat stimulus itu
sendiri, latar belakang pengalaman individu, motivasi, status kepribadian, dan
sikap individu memegang peranan dalam menentukan bagaimanakah perilaku
seriring lingkungannya. Adapun ciri-ciri sikap menurut Gerungan (2000:151-152)
dalam skripsi Aprina Rasita Dewi sebagai berikut :
1) Perilaku bukan dibawa sejak ia dilahirkan
2) Perilaku berubah-ubah
3) Perilaku itu tidak berdiri sendiri
4) Objek perilaku dapat berupa sesuatu hal tertentu
5) Perilaku mempunyai segi-segi perasaan
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

Untuk lebih jelasnya dapat diuraikan sebagai berikut :


1) Sikap bukan dibawa sejak ia dilahirkan, artinya sikap dibentuk atau
dipelajarinya sepanjang perkembangan orang itu dalam hubungan dengan
obyeknya. Sifat ini membedakannya dengan sifat motif-motif biogenetis
seperti lapar, haus, kebutuhan akan istirahat dan lain-lain penggerak kegiatan
manusia yang menjadi pembawaan baginya dan yang terdapat padanya sejak
dilahirkan.
3) Sikap itu berubah-ubah, karena sikap dapat dipelajari orang atau sebaliknya,
sikap dapat dipelajari karena sikap dapat berubah pada diri orang-orang bila
terdapat keadaan-keadaan dan syarat-syarat tertentu yang mempermudah
berubahnya perilaku pada orang tersebut.
3) Sikap itu tidak berdiri sendiri, tetapi senantiasa mengandung relasi tertentu
terhadap objek. Dengan kata lain, sikap itu terbentuk, dipelajari, atau berubah
senantiasa berkenaan dengan suatu objek tertentu yang dapat dirumuskan
dengan jelas.
4) Objek dari sikap itu dapat sesuatu hal tertentu, tetapi dapat juga merupakan
kumpulan dari hal-hal tersebut. Bahwa objek dari sikap adalah bermacam-
macam dapat berupa sesuatu hal ataupun kumpulan dari sesuatu hal tersebut.
5) Sikap mempunyai segi-segi motivasi dan segi-segi perasaan. Sifat inilah yang
membedakan sikap dari kecakapan-kecakapan atau pengetahuan-pengetahuan
yang dimiliki orang.

c. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Sikap


Sikap seseorang tidak dapat terjadi dengan sendirinya tanpa ada faktor
faktor yang mempengaruhi, seperti yang dikatakan oleh Sigmund Freud dalam
Atkinson (1992:12) yang mengatakan bahwa sebagian besar perilaku manusia
berasal dari proses yang tidak disadari (unconscious processes). Yang dimaksud
dengan proses yang tidak disadari ialah pemikiran, rasa takut, keinginan-
keinginan yang tidak disadari seseorang tetapi membawa pengaruh terhadap
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

sikapnya. Setiap orang lahir dengan membawa berbagai impuls, banyak dari
impuls pada masa kanak-kanak yang dilarang dan dihukum oleh para orang tua
dan masyarakat berasal dari naluri pembawaan (innate instinct). Melarang impuls
tersebut hanya akan mengakibatkan mereka keluar dari kesadaran dan
menggantikannya dengan ketidaksadaran yang tetap berpengaruh terhadap sikap .
Berdasarkan pendapat Freud di atas, maka dapat diambil kesimpulan
bahwa sikap manusia terutama tidak dikuasai oleh akal tetapi oleh naluri-naluri
irrasional, dan sebagian besar sikap kita dipengaruhi oleh yang tidak disadari,
suatu tempat penyimpanan ingatan dan keinginan-keinginan yang tidak pernah
timbul mencapai kesadaran atau lebih ditekan, yaitu didorong keluar dari
kesadaran, sebab menimbulkan rasa takut atau malu dalam diri.
Menurut Soerjono Soekanto sikap dinamakan juga peranan, yaitu sikap
yang berkisar pada pola-pola interaksi manusia. Dalam hal ini Soerjono Soekanto
(2002:244) menjelaskan wujud peranan (perilaku) mencakup 3 hal yaitu:
1. Peranan meliputi norma-norma yang dihubungkan dengan posisi atau tempat
seseorang dalam masyarakat. Peranan dalam arti ini merupakan rangkaian
peraturan-peraturan yang membimbing seseorang dalam kehidupan
kemasyarakatan.
2. Peranan adalah suatu konsep tentang apa yang dapat dilakukan oleh individu
dalam masyarakat sebagai organisasi.
3. Peranan juga dapat dikatakan sebagai perilaku individu yang penting bagi
struktur sosial masyarakat.

Sikap yang ditunjukkan oleh seseorang selain disebabkan oleh proses


mental yang tidak disadari dan peranannya seperti di atas, perilaku tersebut juga
dapat disebabkan oleh pengaruh dari lingkungan sekitar. Menurut Krasner dan
Ulmann (Atkinson 1992:12) “Tindakan tidak dapat dipisahkan dari situasi tempat
tindakan itu berlangsung”. Pengertian ini memberikan gambaran bahwa sikap
seseorang mempunyai hubungan yang sangat erat dengan lingkungan atau tempat
perilaku terjadi. Dengan kata lain lingkungan mempunyai andil yang cukup besar
dalam mempengaruhi perilaku individu, sebab selain menjadi tempat perilaku
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

berlangsung, lingkungan juga menjadi faktor yang mempengaruhi sikap itu


sendiri. Lingkungan yang mempengaruhi sikap dalam diantarannya yaitu:
1) Lingkungan keluarga sebagai lingkungan pertama individu memperoleh
pendidikan;
2) Lingkungan teman sebaya sebagai lingkungan bagi individu untuk
berinteraksi dengan teman yang seusia dan membentuk kelompok atau
komunitas sendiri;
3) Lingkungan masyarakat sebagai lingkungan sosial yang lebih luas untuk
tempat individu bersosialisasi.
Hubungan sikap individu dengan lingkungan sosial yang saling
mempengaruhi tersebut dapat digambarkan sebagai berikut:

Masyarakat

Komunitas
Teman sebaya

Keluarga

Individu

Gambar 1. Hubungan Individu dengan Lingkungan Sosial

Calhoun dan Accocela (1990:412-414) mengemukakan bahwa lingkungan


memiliki pengaruh yang sangat besar terhadap sikap manusia. Ada 4 cara
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

bagaimana lingkungan dapat mempengaruhi sikap, yaitu: 1) Lingkungan


menghalangi sikap, akibatnya juga membatasi apa yang kita lakukan; 2)
Lingkungan mengundang atau mendatangkan sikap, sehingga dapat menentukan
bagaimana kita harus bertindak; 3) Lingkungan dapat membentuk diri. Sikap
yang dibatasi lingkungan dapat menjadi bagian tetap dari diri, yang menentukan
arah perkembangan kepribadian pada masa yang akan datang; 4) Lingkungan
akan mempengaruhi citra diri seseorang. Sikap individu yang dipengaruhi oleh
kepribadian merupakan organisasi faktor-faktor biologis yang mencakup
kebiasaan-kebiasaan, sikap dan lain-lain yang khas dimiliki seseorang yang
berkembang apabila orang tadi berhubungan dengan orang lain, sehingga citra
dirinya akan terbentuk.
Dari uraian di atas maka dapat disimpulkan bahwa sikap individu
disebabkan oleh faktor-faktor:
1) Proses mental yang tidak disadari yang berasal dari impuls yang ia bawa sejak
dilahirkan.
2) Peranan yang dapat membatasi dan mengatur perilaku seseorang.
3) Lingkungan yang menjadi tempat perilaku tersebut berlangsung, mencakup
lingkungan keluarga, lingkungan masyarakat, dan lingkungan kelompok
teman sebaya.

d. Bentuk-Bentuk Sikap

Sikap merupakan sesuatu yang dapat diamati dan diobservasi akan tetapi
sikappada dasarnya sangat kompleks. Menurut Notoadmojo ( 1996 : 5) bentuk-
bentuk operasional sikap dapat dikelompokkan sebagai berikut : 1) Sikap
dalam bentuk pengetahuan, 2) Sikap berbentuk perilaku, 3) Sikap dalam
bentuk perbuatan atau tindakan
Untuk lebih jelasnya dapat diuraikan sebagai berikut :
1) Sikap dalam bentuk pengetahuan, yaitu informasi yang dimiliki untuk
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

mengetahui situasi atau rangsangan dari luar. Informasi yang dimiliki akan
menentukan perilaku tertentu, mengenai tersedia atau tidsak kesempatan dan
sumber daya yang diperlukan. Hal ini dapat berasal dari pengalaman dengan
perilaku yang bersangkutan dimasa lalu atau dipengaruhi oleh informasi tak
langsung mengenai sikap itu misalnya dengan melihat pengalaman orang lain
atau teman yang pernah melakukannya.
2) Sikap berbentuk perilaku, yaitu tanggapan batin terhadap keadaan dan
rangsangan dari luar subyek, sehingga alam sendiri akan mencetak perilaku
manusia yang hidup didalamnya sesuai dengan sifat dan keadaan alam
tersebut selain alam itu sendiri. Faktor lingkungan sosial budaya juga
mempunyai pengaruh yang kuat terhadap perkembangan dan pembentukan
perilaku tersebut akan membawa kepada hasil yang diinginkan atau tidak
diinginkan. Keyakinan mengenai apa yang bersifat normatif (yang
diharapkan oleh orang lain) dan motivasi untuk bertindak sesuai dengan
harapan normatif subyektif dalam diri individu.
3) Sikap dalam bentuk perbuatan atau tindakan, yaitu tindakan nyata berupa
faktor perbuatan (action) terhadap situasi atau rangsangan dari luar. Perilaku
individu tidak muncul dengan sendirinya, tetapi sikap tersebut muncul karena
rangsangan dari luar individu, sebagai respon terhadap rangsangan atau
dorongan dari luar.
Pendapat lain tentang bentuk sikap adalah menurut Sarlito (2003:11)
perilaku dibedakan menjadi 2 yaitu : 1) sikap normal/tidak menyimpang/ konform
(perilaku positif), 2) sikap abnormal/deviant/menyimpang (perilaku negatif)
Untuk lebih jelasnya dapat diuraikan sebagai berikut :
1) Sikap normal (Sikap Positif)
Sikap yang normal/sikap positif adalah sikap yang sesuai dengan nilai dan
norma yang berlaku dalam masyarakat sikap yang mampu menyesuaikan diri
dengan lingkungan. Penyesuaian diri adalah kemampuan untuk mengubah diri
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

sesuai lingkungan atau sebaliknya mengubah lingkungan sesuai dengan keadaan


dirinya. Penyesuaian diri merupakan proses menyelaraskan antara kondisi dari
individu sendiri dengan sesuatu objek perangsang, melalui kegiatan belajar.
Proses penyelarasan diri ini meliputi usaha mencocokkan atau
mempertemukan antara kondisi diri individu yang selalu didasari oleh berbagai
jenis kebutuhan dengan objek berupa lingkungan fisik, psikis atau rohaniah, usaha
ini dilakukan melalui proses belajar sehingga akhirnya terjadi kebiasaan. Dalam
proses penyesuaian diri selalu terjadi interaksi antara dorongan-dorongan dari
dalam diri individu dengan suatu perangsang atau tuntutan lingkungan sosial.
Interaksi dalam hal ini bisa berkecenderungan positif maupun negatif
positif berarti ada kecocokan antara kebutuhan dorongan kebutuhan berikut cara
pemenuhannya dengan tuntutan lingkungan berupa : aturan, adat dan norma
masyarakat. Keadaan demikian menunjukkan adanya penyesuaian diri yang baik,
sedangkan negatif bermakna tidak ada kecocokan atau munculnya konflik antara
pemenuhan kebutuhan dengan tuntutan lingkungan.. Penyesuaian diri yang sehat
dapat diartikan pula sebagai adanya konformitas, yakni adanya kecocokan antara
norma pribadi dan norma sosial.
Penyesuaian diri diperlukan adanya proses pemahaman diri dan
lingkungannya, sehingga dapat terwujud keselarasan, kesesuaian, kecocokan atau
keharmonisan interaksi diri dan lingkungan. Proses pemahaman diri dan
lingkungan merupakan proses yang harus ditempuh agar sampai kepada adanya
kecocokan antara terpenuhinya dorongan kebutuhan dengan tuntutan
lingkungan.Tanpa pemahaman diri dan pemahaman lingkungan yang baik dan
tepat, individu akan sukar untuk mempertemukan kepentingan subjektif dengan
kenyataan objektif.
Penyesuaian diri selalu berproses dan berkembang secara dinamis, sesuai
dengan dinamika lingkungan hidup dan perkembangan dorongan keinginan
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

individu. Proses penyesuaian diri menurut Soeparwoto ( 2004 . 154 ) ada


beberapa tahap :
a) Tahap pertama
Individu menyadari bahwa pada dirinya ada sejumlah kebutuhan ( needs ) yang
mendorongnya untuk berusaha untuk -memenuhinya.
b) Tahap kedua
Individu mulai melakukan telaah atau nienipelajari konclisi clmnva yang
berkaitan dengan kebutuhan-kebutuhan, dorongan-dorongan yang muncul.
c) Tahap ketiga
Terjadinya insight atau penambahan tertentu terhadap diri sendiri dan
lingkungannya.
d) Tahap keempat
Upaya menginteraksikan antara kebutuhan beserta kemampuan dirinya dalam
memenuhi kebutuhan tersebut dengan peluang, tuntutan dan keterbatasan
lingkungannya.
e) Tahap kelima
Individu memunculkan perilaku atau tindakan sebagai hasil proses interaksi
sebagaimana terjadi pada tahap keempat.

Sikap normal atau positif dikendalikan oleh peraturan-peraturan. Anak


tidak dapat diharapkan untuk mengetahui seluruh kebiasaan kelompok, ataupun
untuk berperilaku menurut cara yang benar-benar bermoral atau sesuai. Meskipun
demikian pada waktu anak mencapai rnasa remaja, anggota kelompok sosial
mengharapkan mereka bersikap sesuai dengan kebiasaan kelompok. Bila mereka
gagal melakukannya hal ini umumnya disebabkan mereka tidak ingin
melakukannya dan bukannya karena mereka tidak mengetahui apa yang
diharapkan kelompok.
Sikap yang dapat disebut normal tidak saja sesuai dengan standar sosial yang
diharapkan melainkan juga dilaksanakan dengan sukarela. la muncul bersamaan
dengan peralihan kekuasaan eksternal ke internal terdiri atas tingkah laku/perilaku
yang diatur dan dalam, yang disertai perasaan tanggung jawab pribadi untuk
tindakan masing-masing.
Sikap positif pada prinsipnya didasari oleh perilaku dan pandangannya
terhadap individu dan lingkungan yaitu apabila individu dapat mewujudkan
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

kesesuaian, kecocokan, dan keharmonisan antara dorongan pribadi dan tuntutan


atau harapan lingkungan sosialnya, sehingga terjadi perkembangan pribadi dan
sosial yang wajar dan sehat.
Adapun karakteristik sikap normal atau positif menurut Soeparwoto ( 2004
:160 ) adalah sebagai berikut :
a) Kemampuan menerima dan memahami sebagimana adanya.
b) Kemampuan menerima dan menilai kenyataan lingkungan diluar dirinya
secara objektif, sesuai dengan perkembangan rasional dan perasaan.
c) Kemampuan bertindak sesuai dengan potensi, kemampuan yang ada pada
dirinya dan kenyataan objektif diluar dirinya.
d) Memiliki perasaan aman yang memadai.
e) Rasa hormat pada sesama manusia dan mampu bertindak toleran.
f) Bersifat terbuka dan sanggup menerima umpan balik.
g) Memiliki kestabilan psikologis terutama kestabilan emosi
h) Mampu bertindak sesuai nilai yang berlaku serta selaras dengan hak
dan kewajibannya.
Untuk lebih jelasnya dapat diuraikan sebagai berikut:
a) Kemampuan menerima dan memahami sebagaimana adanya. la sanggup
menerima kelemahan-kelemahan, kekurangan- kekurangan disamping
kelebihannya. la tidak akan memusuhi dirinya sendiri, membenci apabila
merusak keadaan dirinya betapapun kurang memuaskan menurut
penilaiannya. Pada pihak lain bukan bersikap pasif menerima keadaan
demikian, melainkan ada usaha aktif disertai kesanggupan
mengembangkan segenap bakat, potensi, serta kemampuannya secara
maksimal.
b) Kemampuan menerima dan menilai kenyataan lingkungan diluar dirinya
secara objektif, sesuai dengan perkembangan rasional dan perasaan.
Dalam berperilaku ia selalu bersikap mau belajar dari orang lain, dapat
mengakui keadaan orang lain baik mengenai kekurangan maupun
kelebihannya, sehingga secara terbuka ia mau menerima balikan atau
feedback dari orang lain.
c) Kemampuan bertindak sesuai dengan potensi, kemampuan yang ada pada
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

dirinya dan kenyataan objektif diluar dirinya. Yaitu adanya kecenderungan


seseorang untuk tidak menyia-nyiakan kekuatan yang ada pada dirinya,
dan tidak akan melakukan hal-hal yang jauh diluar kemampuannya.
Terjadi perimbangan yang rasional antara energi yang dikeluarkan dengan
hasil yang diperolehnya, sehingga timbul kepercayaan terhadap diri sendiri
maupun terhadap lingkungannya.
d) Memiliki perasaan aman yang memadai. Berarti tidak dihantui rasa cemas
ataupun ketakutan dalam hidupnya serta tidak mudah dikecewakan oleh
keadaan sekitarnya. Perasaan aman artinya bahwa orang atau individu
tersebut mempunyai harga diri yang mantap, dan perasaan terlindung
mengenai keadaan dirinya, sehingga individu tidak merasa terancam oleh
lingkungan dimana ia berada tetapi bahkan dapat menaruh kcpercayaan
diri terhadap lingkungan.

e) Rasa hormat pada sesama manusia dan mampu bertindak toleran. Yaitu
adanya pengertian dan penerimaan keadaan diluar dirinya walaupun
sebenarnya kurang sesuai dengan harapan atau keinginannya. Ketulusan
menerima perbedaan, membiarkan orang lain sebagaimana adanya dan
jauh dari sikap memaksakan kemauan agar orang lain seperti apa yang
dikehendakinya.
f) Bersifat terbuka dan sanggup menerima umpan balik. Yaitu kemampuan
bersikap dan berbicara atas dasar kenyataan sebenarnya, jauh dan keinginan
berpura-pura atau bersembunyi dibalik kepalsuan Disampimg itu ada
kemauan belajar dari keadaan sekitarnya, khususnya belajar mengenai
reaksi orang lain terhadap perilakinya.
g) Memiliki kestabilan psikologis terutama kestabilan emosi. Yang tercermin
dalam memelihara tata hubungan dengan orang lain. Yaitu mempunyai
tata hubungan yang hangat penuh perasaan, mempunyai pengertian yang
dalam, sikapnya tidak dibuat-buat, tidak mudah tersinggung, marah atau
kecewa, atau dengan kata lain ia mampu mengendalikan dirinya.
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

h) Mampu bertindak sesuai dengan norma yang berlaku, serta selaras dengan
hak dan kewajibannya. Mampu mematuhi dan melaksanakan norma yang
berlaku tanpa adanya paksaan dalam setiap perilakunya. Sikap dan
keberadaannya selalu didasarkan atas kesadaran akan kebutuhan norma,
dan atas keinsyafan sendiri. Norma tersebut dijadikan miliknya, dengan
kata lain individu mampu memanfaatkan atau menggunakan haknya secara
wajar sesuai dengan tata kehidupan masyarakat. Demikian pula dalam
melakukan kewajibannya mampu memenuhinya sesuai dengan tuntutan
masyarakat, antara keduanya terjadi perimbangan yang selaras dan
rasional.
2) Sikap abnormal atau menyimpang
Sikap menyimpang adalah sikap yang tidak dapat diterima
masyarakat pada umumnya dan tidak sesuai dengan norma sosial yang ada
(Kartini Kartono, 2006 : 13). Dari pendapat Kartini Kartono dapat diartikan
bahwa setiap sikap yang tidak sesuai, tidak serasi, atau tidak dapat diterima
masyarakat pada umumnya, bertentangan dengan norma maupun nilai yang
berlaku dalam lingkungannya digolongkan sebagai perilaku menyimpang.
Menurut James W Van Der Zanden dalam buku sosiologi ( 1997 : 64 ),
"Sikap menyimpang adalah sikap yang oleh sejumlah besar orang dianggap
sebagai hal yang tercela dan diluar batas toleransi. Dari pendapat James dapat
ditarik suatu pengertian bahwa sikap yang bagi sejumlah orang dianggap hina,
tercela atau diluar dari batas toleransi maka disebut sebagai sikap menyimpang,
sedangkan menurut Bimo Walgito (1994 : 56), "Sikap menyimpang adalah
suatu sikap yang diekspresikan oieh seseorang atau beberapa anggota
masyarakat yang secara disadari atau tidak disadari, tidak sesuai dengan
norma-norma yang berlaku yang telah diterima oleh sebagian besar anggota
masyarakat”. Dari pendapat Bimo Walgito dapat ditarik suatu pengertian bahwa
sikap yang diekspresikan oleh individu baik secara disadari maupun tidak
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

disadari tidak sesuai dengan norma yang telah diakui dan diterima dalam
masyarakat akan dianggap sebagai sikap menyimpang
Sikap menyimpang pada seorang remaja terjadi karena adanya
pengaruh maupun faktor-faktor yang dapat mendorong kuat seorang anak
remaja melakukan perbuatan menyimpang tersebut. Adapun faktor-faktor
yang melatar belakangi terjadinya perilaku menyimpang pada remaja antara
lain :
(1) Penyebab dari dalam si remaja sendiri (internal )
(a) Kurangnya penyaluran emosi
Pada masa remaja kondisi emosi tampak lebih tinggi atau lebih intens
dibandingkan dengan keadaan normal, meningginya emosi remaja
karena berkaitan dengan mulai berfungsinya kelenjar-kelenjar
endokrin. Emosi yang tinggi dapat termanifestasikan dalam berbagai
bentuk tingkah laku seperti bingung, emosi berkobar-kobar atau
rnudah meledak, bertengkar, tak bergairah, pemalas, membentuk
mekanisme pertahanan diri. Selama masa penyesuaian biasanya remaja
mengalami perasaan tidak iman dan tidak menentu, yang dapat
memicu meningkatnya emosi . Emosi yang tinggi pada masa remaja
sebaiknya tidak dibiarkan begitu saja, tetapi perlu mendapat
penyaluran atau penanganan yang baik agar tidak menimbulkan hal-hal
yang merugikan.
(b) Kelemahan dalam pengendalian dorongan-dorongan dan
kecenderungannya.
Dalam diri remaja terdapat banyak sekali dorongan-dorongan untuk
mencoba hal-hal yang baru, dan apabila dorongan-dorongan itu tidak
terpenuhi konsekuensinya adalah timbul frustasi. Dimana keadaan
batin remaja tidak dapat terpuaskan karena adanya suatu rintangan dan
remaja tersebut akan sangat kecewa.
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

(c) Kegagalan prestasi sekolah atau pergaulan


Kegagalan prestasi bagi seorang remaja adalah hal yang paling
menakutkan karena makin tinggi prestasi seseorang makin besar rasa
harga dirinya, dan apabila makin rendah prestasi mengakibatkan
kurang harga diri.
(d) Kekurangan dalam pembentukan hati nurani.
Remaja yang merasa aman dengan kasih sayang serta dihargai akan
merefleksikan suatu watak yang bahagia, perilaku kasih sayang dan
hubungan yang sehat dengan orang lain. Sebaliknya, anak yang
mengalami hambatan dalam memenuhi kebutuhan-kebutuhan ini
menampakkan adanya penarikan diri, kebencian, permusuhan,
kecemasan dan agresivitas.
(2) Penyebab dari luar remaja (eksternal)
(a) Lingkungan keluarga
Keluarga mempunyai pengaruh yang sangat besar pada remaja,
keluarga yang tidak harmonis akan memberi pengaruh yang buruk bagi
remaja. Begitu juga dengan keluarga yang tidak utuh atau retak akan
memberi dampak yang buruk pada anak.
(b) Lingkungan masyarakat:
1. Perkembangan teknologi menimbulkan kegoncangan pada remaja
yang belum memiliki kekuatan mental untuk menerima perubahan
perubahan baru. Teknologi yang semakin canggih sangat
berpengaruh bagi perkembangan remaja misalnya dengan adanya
internet banyak sekali remaja yang menyalahgunakan teknologi
tersebut karena remaja yang belum memiliki kekuatan mental
justru menggunakannya untuk melihat gambar-gambar porno dari
situs-situs internet. .
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

2. Faktor sosial-politik, sosial-ekonomis, dengan mobilisasi-mobilisasi


sesuai dengan kondisi secara keseluruhan atau kondisi-kondisi
setempat seperti di kota-kota besar dengan ciri-ciri khasnya.
Perubahan yang terjadi secara cepat dan tidak menentu pada
bidang sosial, ekonomi, dan politik memberi dampak negatif bagi
perkembangan remaja.
3. Kepadatan penduduk yang menimbulkan persoalan demografis dan
bermacam kenakalan remaja. Padatnya jumlah penduduk semakin
membuat remaja tertekan dalam mengembangkan kebebasannya
sehingga banyak bermunculan kasus kenakalan remaja
Sikap yang menyimpang atau deviant merupakan suatu bentuk tingkah
laku yang mengingkari terhadap nilai dan norma. Bentuk reaksinya adalah
pelarian diri dari nilai-nilai dan norma-norma yang berlaku dalam masyarakat.
Menurut Sarlito Wirawan Sarwono (2003:207) sikap menyimpang dapat
dibedakan menjadi 2 yaitu , 1. Kenakalan remaja, 2. Gangguan kejiwaan
Untuk lebih jelasnya dapat diuraikan sebagai berikut:
1. Kenakalan remaja
a.) Pengertian
Menurut Singgih (1992 : 90) "Kenakalan remaja adalah perbuatan
atau tingkah laku yang dilakukan oleh seorang remaja baik secara
sendirian maupun secara kelompok yang bersifat melanggar
ketentuan-ketentuan hukum, moral dan sosial yang berlaku
dimasyarakat". Suatu perbuatan atau tindakan yang melanggar aturan
atau nonna yang dilakukan baik secara individu maupun kelompok
yang dilakukan remaja digolongkan pada kenakalan remaja.
Menurut Sarlito Sarwono Wirawan (2003 : 207) "Kenakalan remaja
adalah perilaku menyimpang dari atau melanggar hukum". Setiap
perilaku atau tindakan yang menyimpang atau melanggar hukum
disebut kenakalan remaja akan tetapi pendapat ini kurang tepat karena
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

tidak pelakunya tidak dijelaskan secara jelas dilakukan remaja atau


orang dewasa. Sikap atau tindakan yang melanggar hukum yang
dilakukan orang muda dianggap sebagai kenakalan remaja pendapat ini
juga kurang lengkap karena orang muda ini hanya dibatasi umur dan
tidak membatasi apakah orang muda yang dimaksud sudah menikah
atau belum menikah karena dibawah umur 18 tahun apabila sudah
menikah tidak dapat disebut sebagai remaja lagi.
Dari pengertian di atas dapat disimpulkan bahwa kenakalan remaja
adalah perilaku menyimpang yang dilakukan oleh remaja dibawah usia 18
tahun dan belum menikah yang secara sendirian maupun kelompok, melanggar
hukum, moral dan sosial yang berlaku dimasyarakat dan jika dilakukan oleh
orang dewasa disebut sebagai kejahatan.
b.) Ciri -ciri pokok kenakalan remaja
(1) Adanya perbuatan atau tingkah laku yang bersifat pelanggaran
hukum yang berlaku dan pelanggaran nilai-nilai moral.
(2) Kenakalan tersebut mempunyai tujuan yang asosial yakni dengan
perbuatan atau tingkah laku tersebut ia bertentangan dengan nilai
atau norrna sosial yang ada dilingkungan hidupnya.
(3) Kenakalan remaja merupakan kenakalan yang dilakukan oleh
mereka yang berumur antara 13-18 tahun dan belum menikah.
c). Bentuk- bentuk kenakalan remaja
Kenakalan remaja dapat dilakukan oleh seorang remaja saja
atau dapat juga dilakukan bersama-sama suatu kelompok remaja.
Jensen (dalam Sarwono, 2002 : 207) membagi kenakalan remaja ini
menjadi 4 jenis yaitu : a). kenakalan remaja yang menimbulkan korban
fisik pada orang lain, b). kenakalan yang menimbulkan korban materi, c).
kenakalan yang tidak menimbulkan kerugian dipihak orang lain, d).
kenakalan yang melawan status.
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

Untuk lebih jelasnya dapat diuraikan sebagai benkut:


a.) Kenakalan remaja yang menimbulkan korban fisik pada orang
lain: kenakalan mi menimbulkan kerugian secara fisik pada orang
lam misalnya: perkelahian, perkosaan, perampokan
b). Kenakalan yang menimbulkan korban materi : kenakalan ini
merugikan orang lain secara materi tetapi tidak menimbulkan
kerugian secara fisik pada orang lain, misalnya : perusakan,
pencurian, pencopetan, pemerasan dan Iain-lain.
c). Kenakalan sosial yang tidak menimbulkan korban dipihak orang
lain : kenakalan ini sebenarnya sangat rnerugikah dirinya sendiri
tetapi tidak merugikan orang lain, misalnya : pelacuran,
penyalahgunaan obat
d.) Kenakalan yang melawan status misalnya : kenakalan yang
sifatnya mengarah pada kebebasan yaitu sebuah pengingkaran status
sebagai akibat banyaknya aturan-aturan yang harus ditaati, misalnya :
mengingkari status anak sebagai pelajar dengan cara membolos,
mengingkari status orang tua, minggat dari rumah, membantah
perintah orang tua dan Iain-lain.
Selain itu untuk menilai kenakalan remaja hendaknya perlu
diperhatikan faktor kesengajaan atau kesadaran dari individu yang
bersangkutan. Selama anak atau remaja itu tidak tahu pula akan
konsekuensinya maka ia tidak dapat digolongkan sebagai nakal.
Karakteristik atau bentuk-bentuk kenakalan remaja adalah sebagai berikut :
a.) Membohong : memutar balikkan kenyataan dengan tujuan menipu
orang atau menipu kesalahan.
b). Membolos : pergi meninggalkan sekolah tanpa sepengetahuan
pihak sekolah.
c.) Kabur : meninggalkan rumah tanpa ijin orang tua atau
menentang keinginan orang tua.
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

d). Keluyuran : pergi sendiri maupun berkelompoK tanpa tujuan dan


mudali menimbulkan perbuatan iseng yang negatif.
e). Bersenjata tajam : memiliki dan membawa benda yang
membahayakan orang lain. Misalnya : pisau, pisau silet, pistol dan
sebagainya.
f.) Pergaulan buruk : bergaul dengan teman yang memberi pengaruh
buruk sehingga mudah terjerat dalam perkara yang benar-benar
kriminal.
g). Berpesta pora hura-hura : berpesta pora semalam suntuk
tanpa pengawasan, sehingga timbul tindakan-tindakan yang kurang
bertanggung jawab (amoral dan asosial )
h) Membaca pornografi : membaca buku-buku cabul, ponografi,
tidak senonoh atau melihat gambar-gambar yang berada di internet
yang menampilkan gambar yang tidak sepantasnya untuk dilihat.
i) Mengkompas : secara sendirian atau berkelompok meminta uang
pada orang lain dengan paksa, makan dirumah makan tanpa
membayar atau naik bis tanpa karcis. Perbutan tersebut sangatlah
merugikan orang lain karena dengan sengaja merampas barang atau
kepunyaan orang lain
j) Melacurkan diri : merusak diri dengan cara mentato tubuhnya
minum-minuman keras, mengisap ganja, pecandu narkoba,
sehingga merusak dirinya maupun orang lain. Tampilan urakan,
berpakaian tidak pantas juga termasuk tingkah laku merusak diri.
2. Gangguan kejiwaan.
Gangguan kejiwaan merupakan salah satu dari bentuk perilaku
menyimpang yang sering terjadi di masyarakat saat ini. Penggolongan
gangguan kejiwaan menurut Sarlito Sarwono Wirawan (2003 ; 220)
adalah sebagai berikut:
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

1. mental stress yang menimbulkan :


a. hiperaktivitas
b. depresi
2. neurosis
a. phobia
b.obsesi
3. reaksi konversi
4. skizofirenia
5. anorezia nervosa
Untuk lebih jelasnya dapat diuraikan sebagai berikut :
a. Hiperaktivitas. Tanda-tandanya :
1) selalu gelisah, mudah terangsang, mudah tersinggung
2) mengganggu anak lain
3) tidak pernah menyelesaikan pekerjaan dengan tuntas
4) tidak bisa memusatkan perhatian
5) tuntutannya tinggi, mudah frustasi
6) sering menangis
7) emosi cepat berubah
8) tingkah lakunya sulit diduga
b. Depresi. Gejalanya antara lain :
1) selalu sedih
2) pesimis, berpandangan negatif pada diri sendiri, dunia dan
masa depan.
3) cara berpakaian kurang teratur, ekspresi wajah murung,
bicaranya sedikit dan perlahan dan gerak tubuhnya lamban
4) tidak nafsu makan, insomnia, sakit diberbagai bagian tubuh,
siklus haid tidak teratur.
2. Neurosis
a. Phobia
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

Ketakutan yang luar biasa tanpa alasan yang jelas kepada hal-
hal yang lazimnya tidak menimbulkan ketakutan. Seperti : gelap,
keramaian, tempat sempit, dan sebagainya.
b. Obsesi
Adanya pikiran atau perasaan atau keyakinan yang sangat kuat
tentang suatu hal yang diikuti dengan kecenderungan untuk terus-
menerus melakukan hal tersebut. Walaupun yang bersangkutan
menyadari bahwa hal itu yang tidak masuk akal, Seperti : perasaan
bahwa kedua tangannya selalu kotor karena selalu memegang
benda-benda yang penuh kuman sehingga orang yang
bersangkutan sering sekali mencuci tangannya walaupun
tangannya baru saja dicuci beberapa menit yang lain.
3. Reaksi konversi
Yaitu kecemasan yang dialihkan kepada tubuh.
Misal : cemas menghadapi ujian, cemas menghadapi lingkungan
baru, selalu berkeringat dingin dan sakit perut waktu menghadapi
ujian dan sebagainya.
4. Skizoirenia
Tanda-tandanya :
a. Cara berpikir tidak teratur dan tidak logis, cara bicara
melantur dan gagasan yang meloncat-loncat.
b. Tidak mampu melihat kenyataan dengan benar dan
timbullah halusinasi.
c. Tidak mampu melakukan hubungan sosial
d. Tidak mampu mengendalikan gagasan, perasaan dan
tingkah lakunya sehingga ia bisa tertawa sambil menangis,
memarahi semua orang yang lewat atau menari ditengah jalan.
5. Anorexia Nervosa
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

Suatu jenis gangguan obsesi kompulsi yang khas yaitu penderita


mempunyai obsesi ingin Iangsing.

B. Penelitian Yang Relevan


Secara teoritis, pada dasarnya pembentukkan sikap seseorang tidak dapat
terjadi dengan sendirinya tanpa ada faktor - faktor yang mempengaruhi. Faktor ini
dapat berupa faktor yang berasal dari dalam ataupun dari luar diri individu.
Berikut adalah penelitian-penelitian yang relevan dengan penelitian yang
peneliti lakukan :
Penelitian yang dilakukan oleh Retno Puji Purwati dengan judul “Hubungan
antara Pola Asuh Orang Tua dan Konsep Diri dengan sikap social pada siswa kelas X
SMA Batik Surakarta tahun ajaran 2008/2009”. Hasil dari penelitian ini adalah bahwa
ada hubungan yang signifikan antara pola asuh orang tua dengan sikap sosial, ada
hubungan antara konsep diri dengan sikap sosial, ada hubungan antara pola asuh
orang tua dan konsep diri dengan sikap social pada siswa
Penelitian yang dilakukan oleh Toma Arfiantoro dengan judul “Hubungan
antara pola asuh orang tua dan pergaulan peer group dengan persepsi tentang pacaran
pada siswa kelas XI SMA Batik 1 Surakarta Tahun Ajaran 2007/2008”. hasil dari
penelitian tersebut adalah bahwa ada hubungan yang signifikan antara pola asuh
orang tua dengan persepsi tentang pacaran, ada hubungan yang signifikan antara
pergaulan peer group dengan persepsi tentang pacaran, ada hubungan yang signifikan
antara pola asuh orang tua dan pergaulan peer group dengan persepsi pacaran.
Penelitian lain yang relevan adalah penelitian yang dilakukan oleh Aprina
Rasita Wardani dengan judul “Hubungan antara pola asuh siswa dan status sosial
dengan perilaku pada siswa SMA Negeri Kartasura tahun ajaran 2007/2008”. Hasil
dari penelitian ini adalah bahwa ada hubungan yang signifikan antara pola asuh
dengan perilaku pada siswa, ada hubungan antara status sosial dengan perilaku pada
siswa, ada hubungan antara pola asuh orang tua dan status sosial dengan perilaku
pada siswa.
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

C. KERANGKA BERFIKIR
Sikap manusia sangat kompleks, akan tetapi sikap manusia itu dapat diamati
secara nyata. Sikap manusia bukan hanya pembawaan, tetapi terbentuk dari
lingkungaan. Lingkungan dapat berupa lingkungan fisik maupun lingkungan sosial.
Akan tetapi dalam penelitian ini penulis cenderung mengamati lingkungan sosial.
Dalam hal ini lingkungan yang dimaksud adalah keluarga, nilai, norma dan
masyarakat. Interaksi sosial memegang peranan penting dalam pembentukan perilaku
seseorang. Tanpa interaksi dengan orang lain kemungkinan anak tidak akan
mengetahui perilaku yang disetujui secara sosial, maupun memiliki sumber motivasi
yang mendorongnya untuk tidak berbuat sesuka hatinya. Interaksi sosial awal terjadi
dalam keluarga.
Keputusan dalam pengelolaan yang diterapkan orang tua terhadap anaknya
menunjukkan dan mencerminkan pola asuh yang dipilih. Setiap orang tua memiliki
wawasan dalam mendidik dan membimbing anaknya. Wawasan yang menunjuk pada
persepsi dilingkungan keluarganya dan yang menjadi pola asuh dalam mengelola
anak-anaknya dapat dibedakan atas tiga bentuk yaitu pola asuh orang tua otoriter,
yang demokratis dan laisez faire.
Bagi orang tua dengan pilihan pengelolaan otoriter akan menerapkan pola
pengelolaan dan pembimbingan pada anak sangat kaku, ketat, memiliki kekuasaan
mutlak dengan diiringi peraturan, perintah dan berbagai larangan yang ketat. Dampak
dari pola asuh yang otoriter anak akan menjadi pasif, kurang inisiatif, kurang kreatif,
penggugup dan pembangkang. Pola asuh dengan kepemimpinan demokratis
menunjuk dengan adanya komunikasi antar orang tua dengan anak saling menghargai
dan adanya pengertian. Jadi orang tua menganggap anak sebagai subyek yang
memiliki hak dan kewajiban sendiri. Dengan kata lain bahwa tipe kepemimpinan
orang tua yang demokratis mengacu pada kecendeerungan sifat anak lebih percaya
diri, terbuka, lebih mudah bekerja sama yang berdampak pada kemampuan
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

penyesuaian diri yang luwes. Sedangkan untuk pola asuh yang laisez faire menunjuk
sikap orang tua yang acuh tak acuh terhadap anaknya. Jadi orang tua yang memiliki
sifat masa bodoh dalam bertindak yang akan berdampak anak tidak mau diatur
bersifat semaunya, keras kepala, suka membuat aturan sendiri. Dari ketiga pola
asuhtersebut kemungkinan berkaitan dengan pengelolaan pendidikan anak yang
mengarah pada perilaku anak.
Selain pola asuh orang tua, pergaulan peer group juga sangat mempengaruhi
perilaku. Pergaulan menjadi suatu kebutuhan untuk mengembangkan aspek sosial bagi
anak remaja. Seorang anak membutuhkan teman dalam proses sosialisasinya untuk
membentuk konsep diri. Dalam hal ini Peer group sebagai tempat sosialisasi pertama
setelah keluarga yang mengajarkan banyak hal, baik tentang perilaku, toleransi dan
pengalaman-pengalaman baru. Dalam Peer Group yang memiliki ciri, norma, kebiasaan
yang jauh berbeda dengan apa yang ada dalam lingkungan keluarga menyebabkan
remaja merasa kesulitan untuk melakukan penyesuaian diri karena adanya konflik nilai
dalam diri remaja. Dalam peer group biasanya mereka saling bertukar pengalaman
terutama masalah perilaku. Pergaulan yang benar sesuai nilai dan norma yang
berlaku dalam masyarakat akan menyebabkan perilaku yang positif, namun
pergaulan yang salah yang tidak sesuai dengan nilai dan norma yang berlaku akan
menyebabkan perilaku yang negatif.
Dua faktor tersebut yaitu pola asuh orang tua dan pergaulan peer group
dimungkinkan secara bersama-sama mempunyai korelasi dengan sikap. Jika pola asuh
orang tua yang diterapkan dalam mendidik anak sesuai dengan kondisi anak maka
memiliki korelasi dengan sikap yang positif. Namun jika pola asuh orang tua yang
diterapkan dalam mendidik anak salah maka memiliki korelasi dengan sikap yang
negatif. Sedangkan dalam pergaulan peer group, seorang remaja saling berinteraksi,
bertukar pikiran dan pengalaman yang dimiliki satu sama lain, baik itu hal yang
positif maupun yang negatif. Jika hal yang ditiru bersifat positif maka memiliki
korelasi dengan sikap yang positif. Namun jika hal yang ditiru bersifat negatif
maka memiliki korelasi dengan sikap yang negatif
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

Adapun model kerangka berfikir antar variabel dalam penelitian ini adalah
sebagai berikut :
Variabel Independen Variabel Dependen

Pola Asuh Orang Tua


(X1)

Sikap
(Y)

Pergaulan Peer Group


(X2)

D. PERUMUSAN HIPOTESIS
Hipotesis adalah jawaban sementara yang harus diuji melalui kegiatan
penelitian. Perumusan hipotesis yang penulis kemukakan sebagai berikut:
1. Ada hubungan positif antara pola asuh orang tua dengan sikap pada siswa kelas XI
IPS SMA N 3 Surakarta tahun ajaran 2009/2010
2. Ada hubungan positif antara pergaulan peer group dengan sikap pada siswa
kelas XI IPS SMA N 3 Surakarta tahun ajaran 2009/2010.
3. Ada hubungan positif antara pola asuh orang tua dan pergaulan peer group dengan
sikap pada siswa kelas XI IPS SMA N 3 Surakarta tahun ajaran 2009/2010.
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

BAB III
METODOLOGI PENELITIAN

A. Tempat dan Waktu penelitian


1. Tempat Penelitian

Sesuai dengan judul yang diambil, maka penelitian akan dilaksanakan di SMA N
3 Surakarta yang beralamat di jalan Prof. WZ.Johanes 58, Surakarta. Dengan subjek
penelitian siswa kelas XI IPS SMA N 3 Surakarta tahun ajaran 2009/2010. Alasan
peneliti mengambil SMA N 3 Surakarta sebagai tempat penelitian adalah
a. Tersedia data yang berhubungan dengan obyek penelitian
b. Lokasi terssebut mudah dijangkau, jarak dapat ditempuh dengan cepat serta
transportasi mudah, sehingga lebih mempercepat dan memperlancar jalannya
penelitian terutama dalam mengumpulkan data yang diperlukan
c. Mudah dalam memperoleh data karena penulis sebagai peneliti pernah praktek
pengalaman lapangan di SMA N 3 Surakarta
d. Adanya ijin dari pihak SMA N 3 Surakarta

2. Waktu Penelitian
Penelitian ini direncanakan kurang lebih 10 bulan dari bulan Februari 2009
sampai dengan bulan November 2009 . Adapun jadwal pelaksanaan kegiatan adalah
sebagai berikut:
No Nama Feb Mar Apr Mei Jun Jul Ags Sep Okt Nov
09 09 09 2009 09 09 09 09 09 09
1 Proposal
2 Konsultasi
Bab I, II, III
3 Penelitian,
Pengumpulan
data
4 Analisis data
5 Penyusunan
Laporan
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

B. Metode Penelitian
Penelitian tidak bisa terlepas dari metode penelitian karena dengan pemilihan
metode yang tepat akan menentukan keberhasilan penelitian. Sasaran dalam
penelitian akan tercapai apabila dilakukan dengan menggunakan metode yang tepat.
Untuk memperoleh suatu kebenaran, suatu penelitian perlu menggunakan metode
ilmiah yang tepat, agar hasil yang diperoleh benar-benar dapat
dipertanggungjawabkan. Sebagai seorang peneliti, kita dituntut untuk dapat memilih
dan menetapkan metode penelitian yang tepat. Metode penelitian yang kurang tepat
dapat mengakibatkan hasil penelitian yang tidak sesuai dengan tujuan penelitian.
Metodologi berasal dari kata “metode” yang berarti cara yang tepat untuk
melakukan sesuatu dan “logos” yang berarti ilmu atau pengetahuan. Berikut ini akan
penulis ketengahkan beberapa definisi mengenai metodologi penelitian yang
dikemukakan oleh para ahli, yaitu
1. Hadari Nawawi (1995: 24) mengatakan bahwa ”Ilmu yang memperbincangkan
tentang metode-metode ilmiah dalam menggali kebenaran pengetahuan disebut
metodologi penelitian atau metodologi research”.
Maksud dari pendapat tersebut adalah bahwa semua ilmu yang mengatur
dan membicarakan mengenai cara atau metode-metode ilmiah yang berfungsi
untuk menggali adanya suatu kebenaran sebuah pengetahuan adalah disebut
sebagai metodologi penelitian.
2. Menurut Cholid Narbuko dan Abu Achmadi (2007: 1) menyebutkan bahwa
“Metodologi penelitian adalah cara melakukan sesuatu dengan menggunakan
pikiran secara seksama untuk mencapai suatu tujuan”.
Pendapat tersebut mengandung maksud bahwa metodologi merupakan
segala cara dan upaya yang ditempuh oleh seorang peneliti untuk mencapai tujuan
penelitiannya. Cara dan upaya yang dimaksud bukanlah ditempuh dengan jalan
yang asal-asalan, namun cara-cara tersebut merupakan penggunaan pikiran,
metode atau paradigma yang ilmiah untuk mencapai tujuan suatu penelitian.
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

Dari kedua pendapat tersebut diatas, maka peneliti dapat menyimpulkan


bahwa metodologi penelitian merupakan ilmu pengetahuan tentang prosedur atau cara
yang ditempuh untuk mencari sebuah kebenaran yang mencakup teknik-teknik yang
digunakan dalam sebuah penelitian
Ada berbagai metode yang digunakan dalam penelitian, Consuelo G Sevilla et
al (1993:40) mengemukakan bahwa :
“Metode yang dapat digunakan dalam penelitian ada 5 macam. Metode-metode
penelitian yang dimaksud adalah metode penelitian sejarah (historis), metode
penelitian deskriptif, metode penelitian eksperimen, metode penelitian expost
facto (kausal komparatif), metode penelitian partisipatoris”.

Untuk lebih memperjelas pendapat tersebut, maka penulis dapat


menguraikannya sebagai berikut :
1. Metode penelitian sejarah (historis)
Metode penelitian historis adalah penelitian yang menerapkan metode
pemecahan yang ilmiah dari perspektif historis suatu masalah yang bertujuan
untuk membuat rekontruksi masa lampau secara sistematis dan objektif. Sejarah
dapat membantu kita untuk menentukan strategi dan ide lain, dan mungkin
menemukan cara yang lebih baik untuk memutuskan dan mengerjakan sesuatu
Metode ini merupakan sebuah proses yang meliputi pengumpulan dan penafsiran
gejala, peristiwa ataupun menemukan gagasan yang timbul dimasa lampau untuk
menemukan generalisasi yang berguna dalam usaha memahami situasi sekarang
dan meramalkan perkembangan yang akan datang.

2. Metode penelitian deskriptif


Metode penelitian deskriptif adalah proses pemecahan masalah yang
diselidiki dengan menggambarkan keadaan suatu obyek atau subyek penelitian
pada saat sekarang berdasarkan fakta-fakta yang tampak atau sebagaimana adanya.
Tujuan utama dalam menggunakan metode deskriptif adalah untuk
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

menggambarkan sifat atau suatu keadaan yang ada pada waktu penelitian
dilakukan dan menjelajahi penyebab dari gejala-gejala tertentu.
Penelitian deskriptif terdiri dari berbagai jenis. Menurut Consoule G Sevilla
et al (1993:73) Jenis-jenis penelitian deskriptif antara lain :
a. Studi Kasus
b. Survei
c. Penelitian Pengembangan (developmental study)
d. Penelitian Lanjutan (follow-up study)
e. Analisis Dokumen
f. Analisis Kecenderungan (trend analysis)
g. Penelitian Korelasi (correlational study)

Secara singkat, jenis-jenis penelitian deskriptif tersebut dapat dijabarkan


sebagai berikut :
a. Studi Kasus
Studi kasus adalah suatu penelitian yang terinci tentang seseorang atau sesuatu
unit selama kurun waktu tertentu. Metode ini akan melibatkan kita dalam
penyelidikan yang lebih mendalam dan pemeriksaan secara menyeluruh
terhadap tingkah laku individu. Studi kasus sering dapat memberikan
kemungkinan kepada peneliti untuk memperoleh wawasan yang mendalam
mengenai aspek-aspek dasar perilaku manusia. Studi kasus melibatkan satu
orang atau beberapa orang selama kurun waktu yang lama. Contoh studi kasus
adalah penelitian tentang perkembangan proses pembelajaran pada siswa,
proses ritual pada suatu upacara adat tertentu.
b. Survei
Metode survei adalah metode yang menekankan lebih pada penentuan informasi
tentang variabel daripada informasi tentang individu. Survei digunakan untuk
mengukur gejala-gejala yang ada tanpa menyelidiki kenapa gejala-gejala
tersebut ada (exist). Contoh survei antara lain adalah survei tentang keadaan
suatu wilayah, suryei tentang jumlah penduduk
c. Penelitian Pengembangan (developmental study)
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

Penelitian perkembangan adalah suatu penelitian untuk mengukur pertumbuhan


dan perkembangan suatu variabel yang sejalan dalam kurun waktu tertentu.
Contoh dari studi pengembangan adalah penelitian mengenai prestasi siswa
dalam pembelajaran, kelengkapan kurikulum pembelajaran
d. Penelitian Lanjutan (follow-up study)
Penelitian lanjutan adalah penelitian untuk menyelidiki perkembangan lanjutan
para subjek setelah diberikan perlakuan tertentu atau setelah kondisi tertentu.
Penelitian ini biasa digunakan untuk menilai kesuksesan program-program
tertentu. Contoh dari penelitian lanjutan antara lain adalah penelitian tentang
program trnasmigrasi, penelitian tentang program keluarga berencana
e. Analisis Dokumen
Metode analisis dokumen adalah metode yang digunakan untuk mengumpulkan
data melalui pengujian arsip-arsip dan dokumen. Contoh dari analisis dokumen
yaitu penyelidikan tentang berapa banyak pelajaran mengenai pendidikan watak
yang terdapat pada buku-buku pelajaran.
f. Analisis Kecenderungan (trend analysis)
Analisis kecenderungan adalah penelitian yang digunakan untuk menemukan
atau mencari status yang akan datang. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk
mencari kecenderungan kebutuhan atau keperluan orang-orang di masa depan.
Analisis kecenderungan digunakan untuk meramalkan suatu gejala. Contoh dari
analisis kecenderungan adalah pemerintah harus membuat perencanaan program
wajib belajar sembilan tahun untuk meningkatkan mutu sumber daya manusia
g. Penelitian Korelasi (correlational study)
Penelitian korelasi adalah suatu penelitian yang dirancang untuk menentukan
tingkat hubungan antar variabel-variabel yang berbeda dalam suatu populasi.
Melalui penelitian ini kita dapat menentukan apakah ada dan seberapa kuat
hubungan antara dua variabel atau lebih. Pada penelitian deskriptif korelasional
ini permasalahan yang dihadapi adalah merupakan permasalahan yang masih
aktual, yang masih ada pada masa sekarang ini dan pada penelitian ini data yang
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

diperoleh mula-mula disusun lalu dijelaskan dan kemudian dianalisis. Contoh


dari penelitian korelasi adalah hubungan antara pola asuh orang tua dan
pergaulan peer group dengan kenakalan remaja
3. Metode penelitian eksperimental
Metode penelitian eksperimental adalah suatu metode penelitian yang
digunakan untuk mengadakan kegiatan percobaan untuk memperoleh suatu hasil.
Tujuan eksperimental adalah untuk menyelidiki kemungkinan hubungan sebab
akibat dengan cara membandingkan peristiwa dimana terdapat fenomena tertentu.
Metode ini digunakan pada penelitian-penelitian dengan mengadakan kegiatan
percobaan untuk melihat atau memperoleh suatu hasil dan mempunyai tujuan
untuk meneliti pengaruh dari beberapa kondisi terhadap suatu gejala.

4. Metode penelitian expost facto (kausal komparatif)


Penelitian expost facto adalah penelitian yang dilakukan tanpa eksperimen,
artinya variabel bebas atau perlakuan (treatment) telah terjadi secara apa adanya
(alamiah) tanpa dimanipulasi, dan pengukuran (pengumpulan data) untuk semua
variabel dilakukan dalam waktu yang sama, setelah perlakuan berjalan lanjut. Jenis
metode ini seringkali digunakan dalam bidang pendidikan, psikologi, dan sosiologi
karena sebagian besar variabel yang diselidiki dalam bidang-bidang tersebut tidak
secara langsung dapat dimanipulasi oleh peneliti.
5. Metode penelitian partisipatoris
Penelitian partisipatoris adalah penelitian yang melibatkan semua partisipan
dalam proses penelitian, mulai dari formulasi masalah sampai dengan diskusi
bagaimana masalah tersebut diatasi dan bagaimana penemuan-penemuan akan
ditafsirkan. Penelitian partisipatoris memerlukan waktu yang panjang, lamban dan
sulit tetapi menciptakan proses Partisipan penelitian harus melihat proses
penelitian sebagai keseluruhan pengalaman masyarakat dimana kebutuhan-
kebutuhan masyarakat dibangun, dan kesadaran serta kesepakatan dalam
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

masyarakat ditingkatkan. Penelitian ini berorientasi kepada orang –orang yang


akhirnya banyak mengalami tantangan.
Berdasarkan pada judul penelitian ini yaitu “ Hubungan Antara Pola Asuh
Orang Tua dan Pergaulan Peer Group dengan Perilaku Siswa Kelas XI IPS SMA N 3
Surakarta Tahun Ajaran 2009/2010”, maka penelitian ini bersifat deskriptif
korelasional karena penelitian ini bermaksud menggambarkan sifat atau keadaan yang
sementara sedang berjalan dan berusaha meneliti sejauh mana hubungan antara
variabel satu dengan lainnya.. Menurut Hadari Nawawi dan Mimi Martini
(1996:108):
“Perkataan korelasi pada dasarnya berarti hubungan. Oleh karena itu model
studi korelasi ini juga bermaksud mengungkapkan masalah penelitian, dengan
cara membuktikan hubungan antara dua variable atau lebih. Penelitian ini
bertujuan membuat deskripsi atau gambaran yang sistematis, akurat,
factual,mengenai faktor-faktor, sifat-sifat atau hubungan antara fenomena
yang diteliti, apakah dua variable atau lebih ada hubungan atau tidak”

Penelitian ini tidak hanya berusaha menggambarkan suatu fenomena yang


sesuai dengan fakta yang ada tetapi mencari hubungan diantara variabel-variabel
yang diteliti dengan cara menguji hipotesis Adapun variabel tersebut adalah variabel
bebas yang diberi kode (X), dalam hal ini adalah pola asuh orang tua dan pergaulan
peer group dan variabel terikat yang diberi kode (Y) dalam hal ini adalah perilaku
siswa. Ciri-ciri penelitian korelasional antara lain:
1 Penelitian ini dilakukan apabila variable yang diteliti rumit dan atau tidak dapat
diteliti dengan metode eksperimental atau tidak dapat dimanipulasi
2 Memungkinkan pengukuran beberapa variable dan saling berhubungan secara
serentak dalam keadaan realistisnya.
3 Apa yang diperoleh adalah taraf atau tinggi rendahnya saling hubungan dan bukan
ada atau tidaknya saling hubungan tersebut
4 Memusatkan diri pada pemecahan masalah-masalah yang ada pada masa sekarang
yang masih actual
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

5 Data yang dikumpulkan mula-mula disusun dan dijelaskan dan kemudian


dianalisis karena itu metode ini sering disebut metode analitik
6 Penelitian dirancang untuk menentukan variable-variabel yang berbeda dalam
suatu populasi
Adapun langkah-langkah pokok dalam metode korelasional yang
dikemukakan oleh Sumardi Surya Brata (1998:25):
1 Definisikan Masalah
2 Lakukan penelaahan kepustakaan
3 Rancangan cara pendekatannya
a.)
Identifikasi variable yang relevan
b.)
Tentukan subyek sebaik-baiknya
c.)
Pilih atau susun alat pengukur yang tepat
d.)
Pilih metode korelasional yang cocok untuk masalah yang
sedang digarap
4 Kumpulkan data
5 Analisis data yang telah terkumpul dan buat interpretasinya
6 Tuliskan laporan

C. Populasi, Sampel dan Teknik Pengambilan Sampel


1. Populasi
Dalam suatu penelitian perlu ditetapkan terlebih dahulu objek penelitian yang
sering disebut dengan populasi. Sebelum menentukan populasi, perlu kiranya diketahui
tentang pengertian populasi. Berikut adalah beberapa pengertian dari populasi yang
disampaikan oleh para ahli :

a.) Menurut Sutrisno Hadi (2001-102), “Populasi adalah sejumlah individu yang
mempunyai satu sifat yang sama".
Maksud dari pendapat tersebut diatas adalah keseluruhan dari individu-
individu yang ada di suatu tempat tertentu yang dikenai penelitian, yang tentunya
individu-individu tersebut mempunyai sifat yang sama.
b.) Hadari Nawawi (1995:141), "Populasi adalah keseluruhan subjek penelitian yang
dapat terdiri dari manusia, benda, hewan tumbuh-tumbuhan, dan gejala yang
memiliki karakteristik tertentu dalam ilmu pengetahuan".
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

Maksud dari pendapat tersebut adalah bahwa populasi merupakan semua


atau keseluruhan dari objek dalam sebuah penelitian. Objek penelitian ini dapat
berupa manusia, benda, hewan, tumbuhan, gejala, hasil tes atau peristiwa yang
memiliki karakteristik tertentu yang sebelumnya telah ditetapkan sebagai batasan
dalam penentuan populasi.

c.) Saifuddin Azwar ((2002: 77) “Populasi didefinisikan sebagai kelompok subyek
yang hendak dikenai generalisasi hasil penelitian.
Pendapat tersebut memiliki arti bahwa populasi adalah sekelompok subjek
yang telah ditentukan oleh peneliti sebagai subjek penelitian yang nantinya akan
dikenai generalisasi hasil penelitian
Berdasarkan uraian di atas dapat disimpulkan bahwa populasi adalah
keseluruhan objek penelitian yang ada dalam wilayah penelitian tertentu dan
mempunyai sifat, kualitas serta karakteristik yang sama. Populasi dalam penelitian
ini adalali seluruh siswa Kelas XI IPS SMA N 3 Surakarta yang terdiri dari 4 kelas
sejumlah 160 siswa.

2. Sampel
a. Pengertian Sampel
Dalam penelitian sosial, tidak selalu seluruh populasi dikenakan dalam
penelitian. Hal tersebut mengingat besarnya jumlah populasi dan keterbatasan
biaya, waktu dan tenaga. Untuk mengatasi hal tersebut maka perlu adanya
pembatasan yaitu dengan menetapkan jumlah sampel yang representatif yang
dapat mewakili populasi. Berikut adalah beberapa pengertian dari populasi yang
disampaikan oleh para ahli:
1) Menurut Winarno Surakhmad (1994:93), "Sampel adalah sebagian wakil
dari populasi yang diteliti dengar menggunakan cara-cara tertentu
Maksud dari pernyataan tersebut adalah bahwa sampel adalah bagian
dari populasi yang akan diteliti dengan menggunakan cara-cara tertentu yang
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

sebelumnya telah ditentukan dengan cara sampling. Hasil penelitian dari


sampel ini nantinya akan mewakili seluruh populasi penelitian.
2) Menurut Hadari Nawawi (1995: 144) bahwa “Sampel secara sederhana
diartikan sebagai bagian dari populasi yang menjadi sumber data sebenarnya
dalam suatu penelitian”.
Pernyataan tersebut mengandung makna bahwa sampel merupakan
bagian dari populasi yang tidak diteliti seluruhnya
3. Sutrisno Hadi (1994:221) menyatakan, "Sampel adalah bagian objek yang
diteliti, untuk menetapkan besarnya sampel, langkah-langkah yang dilakukan
adalah apabila subjeknya kurang dari 100 atau lebih dari 100, maka sampel
yang diambil 20% sampai 25%"'
Maksud dari pernyataan diatas adalah bahwa setiap subyek yang akan
diteliti yang besarnya lebih atau kurang dari 100 maka untuk menetapkan
besarnya sampel diambil 20% sampai 25% dari keseluruhan obyek tersebut
Dari beberapa pengertian di atas, maka dapat disimpulkan bahwa sampel
adalah sebagian individu yang menjadi anggota populasi yang di peroleh cara-cara
tertentu untuk menjadi wakil dari populasi yang diteliti.
b. Teknik Sampling
Untuk memperoleh sejumlah sampel dalam penelitian, maka digunakanlah
teknik sampling agar jumlah sampel sesuai dengan jumlah populasi yang ada.
Maksudnya adalah agar peneliti mendapatkan sampel yang representatif atau
dapat mewakili populasi yang ada. Banyak para ahli yang mendefinisikan teknik
sampling menurut pandangannya masing-masing, diantaranya adalah sebagai
berikut:
1) Hadari Nawawi (1995: 152) menyatakan bahwa tentang teknik sampling
adalah “cara untuk menentukan sampel yang jumlahnya sesuai dengan ukuran
sampel yang akan dijadikan sumber data sebenarnya, dengan memperhatikan
sifat-sifat dan penyebaran populasi agar diperoleh sampel yang representatif
atau benar-benar mewakili populasi”.
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

Maksud dari pendapat tersebut adalah bahwa teknik sampling


merupakan suatu cara atau upaya pengambilan sampel yang sesuai. Sampel
akan dijadikan data yang sebenarnya, artinya bahwa tidak semua populasi
dikenai penelitian namun hanya sebagian saja yang akan diteliti
2) Menurut Sutrisno Hadi (2000: 75) mengemukakan bahwa “Sampling adalah
cara yang digunakan untuk mengambil sampel”.
Maksud dari pernyataan tersebut diatas adalah bahwa teknik sampling adalah
teknik yang digunakan untuk mengambil jumlah besarnya sampel yang akan
diteliti. Karena di dalam sebuah penelitian tidak keseluruhan populasi akan diteliti
melainkan hanya sebagian yang disebut dengan sampel
Dari beberapa definisi yang telah disebutkan diatas, maka peneliti dapat
menyimpulkan bahwa teknik sampling adalah teknik atau cara yang digunakan
oleh peneliti untuk menentukan jumlah sampel yang akan mewakili jumlah
populasi dalam suatu penelitian. Sampel yang diambil ini diharapkan dapat
mewakili populasi yang ada karena nantinya hasil penelitian yang dikenakan pada
sampel ini akan digunakan sebagai penggeneralisasian terhadap populasi
penelitian.
Pengambilan sampel dalam penelitian memerlukan teknik pengambilan
sampel tersendiri. Menurut Sutrisno Hadi (2000: 75) ada dua macam teknik
sampling, yaitu:
1) Teknik Random Sampling
Prosedur random sampling meliputi :
a) Cara undian, yaitu pengambilan sampel yang dilakukan secara undian.
b) Cara ordinal, yaitu memilih nomor genap atau ganjil atau kelipatan
tertentu dari suatu daftar yang telah disusun.
c) Cara randomisasi dari tabel bilangan random.
2) Teknik Non Random Sampling meliputi :
a) Proporsional sampling yaitu cara pengambilan sampel dari tiap- tiap sub
populasi dengan memperhitungkan sub- sub populasi.
b) Teknik stratified sampling yaitu pengambilan sampel apabila populasi
terdiri dari susunan kelompok- kelompok yang bertingkat.
c) Teknik purposive sampling yaitu pengambilan sampel berdasarkan ciri-
ciri atau sifat- sifat tertentu yang dipandang mempunyai sangkut paut yang
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

erat dengan ciri-ciri atau sifat-sifat populasi yang sudah diketahui


sebelumnya.
d) Teknik quota sampling yaitu pengambilan sampel yang berdasarkan ada
quantum.
e) Teknik double sampling yaitu cara pengambilan sampel yang
mengusahakan adanya sampel kembar.
f) Teknik area probability sampling yaitu cara pengambilan sampel dengan
cara pembagian sampel berdasarkan pada area.
g) Teknik cluster sampling yaitu pengambilan sampel berdasarkan atas
kelompok yang ada pada populasi.

Untuk memperjelas kita dalam memahami teknik sampling diatas maka


penulis akan menguraikannya sebagai berikut :
1) Teknik Random Sampling
Teknik random sampling adalah pengambilan sampel secara random
atau acak tanpa pandang bulu. Dalam random sampling semua individu
dalam populasi diberi kesempatan yang sama untuk dipilih menjadi anggota
sampel. Adapun cara-cara yang digunakan dalam random sampling adalah
sebagai berikut
a) Cara Undian
Cara ini dilakukan dengan cara seperti melakukan undian. Individu
yang telah keluar dalam proses undian maka dia tidak lagi ikut diundi
sehingga tidak akan ada kemungkinan munculnya nama yang sama. Akan
tetapi sangat sulit untuk melakukan cara ini jika jumlah subjek dalam populasi
sangat banyak atau jika kita belum mengatahui secara pasti semua individu
dalam populasi. Dalam proses pengundian dapat dilakukan dengan dua cara
yaitu dengan pengembalian dan tanpa pengembalian.
Adapun penjelasan dua teknik undian diatas akan dijelaskan sebagai
berikut :
(1.) Undian dengan pengembalian
Teknik undian dengan pengembalian dilakukan dengan cara
mengundi seluruh populasi penelitian sehingga keluar salah satu
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

sampel, kemudian sampel yang sudah keluar dikembalikan lagi dan


kembali diikutsertakan dalam prosese pengundian selanjutnya. Proses
pengundian dengan cara ini lebih baik digunakan karena dengan teknik
ini mempunyai intensitas ketetapan pengembalian sampel yang tetap.
(2.) Undian tanpa pengembalian
Teknik undian tanpa pengembalian disebut dengan simpel
random sampling dimana individu yang telah keluar dalam proses
undian maka dia tidak lagi ikut diundi, maka dari itu tidak akan ada
kemungkinan muncul nama yang sama. Dalam teknik ini setiap
sampel dalam populasi mempunyai satu kali kesempatan untuk di
jadikan sampel. Keuntungan mengunakan teknik ini adalah sampel
yang didapat tidak bias dan tidak menggunakan teknik yang sulit.
Namun jika jumlah subyek dalam populasi ini sangat banyak sangat
sulit utuk melakukan teknik ini.
b) Cara Ordinal
Cara ini dilakukan dengan mengambil subjek dari atas ke bawah. Ini
dilakukan dengan mengambil mereka-mereka yang bernomor ganjil,
genap, nomor kelipatan, lima sepuluh dan sebagainya tergantung
ketentuan yang dibuat oleh peneliti yang sebelumnya telah disusun.
c) Randomisasi dari Tabel Bilangan Random
Tabel bilangan random umumnya terdapat pada buku-buku statistik.
Cara ini paling banyak digunakan oleh para peneliti. Hal ini karena selain
prosedurnya sangat sederhana, kemungkinan penyelewengan juga dapat
dihindari. Randomisasi dapat dikenakan pada semua subjek atau individu
dalam populasi.
2) Teknik Non Random Sampling
Semua sampling yang dilakukan bukan dengan teknik random
sampling disebut nonrandom sampling. Dalam sampling ini tidak sumua
individu dalam populasi diberi kesempatan yang sama untuk menjadi anggota
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

sampel. Generalisasi dalam non random sampling tidak dapat memberikan


taraf keyakinan yang tinggi kecuali apabila peneliti memiliki keyakinan dan
dapat membuktikan bahwa populasi relatif sangat homogen. Jenis-jenis
nonrandom sampling adalah sebagai berikut :
a) Proporsional sampling
Proporsional sampel adalah sampel yang terdiri dari sub-sub sampel
yang pertimbangannya mengikuti pertimbangan sub-sub populasi, artinya
adalah bahwa besarnya sampel ditentukan atau tergantung besar kecilnya
dari tiap sub populasi. Individu yang ditugaskan untuk menjadi sampel
diambil secara random dari sub populasi. Cara ini disebut dengan
proporsional random sampling.
b) Teknik stratified sampling
Stratified sampling dilakukan dengan cara populasi atau elemen
populasinya dibagi dalam kelompok-kelompok yang disebut strata.
Banyaknya tingkat harus diperhatikan, kemudian setiap tingkatan harus
mewakilkan anggotanya untuk menjadi sampel dalam penelitian. Dalam
hal ini proporsi dari jumlah subjek yang ada dalam tiap-tiap tingkatan
dalam populasi yang harus dicerminkan dalam sampel sehingga mereka
dapat dipandang sebagai wakil terbaik bagi populasi.
c) Teknik purposif sampling
Dalam purposif sampling pemilihan sekelompok subjek didasarkan
atas ciri atau sifat tertentu yang dianggap memiliki kesamaan dengan ciri
yang telah diketahui sebelumnya. Oleh karena itu keadaan dan informasi
mengenai populasi tidak perlu diragukan lagi. Secara intensional peneliti
tidak meneliti semua daerah atau kelompok dalam populasi, namun
peneliti hanya perlu mengambil beberapa kelompok kunci saja.
d) Teknik quota sampling
Dalam quota sampling yang harus dilakukan adalah penetapan
jumlah subjek yang akan diteliti. Kemudian permasalahan mengenai siapa
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

yang akan diinterview atau yang menjadi responden diserahakn kepada


sebuah tim. Tim ini bertugas untuk mengumpulkan informasi-informasi
yang dibutuhkan dalm penelitian. Ciri utama dari quota sampling adalah
jumlah subjek yang sudah ditentukan akan dipenuhi, permasalahan apakah
subjek tersebut mewakili populasi atau sub populasi tidaklah menjadi
persoalan.
e) Teknik double sampling
Teknik ini sangat baik digunakan apabila penelitian menggunakan
angket yang dikirimkan dengan menggunakan jasa pos sebagai usaha
penampungan bagi mereka yang tidak mengembalikan angket. Responden
yang telah mengembalikan daftar angket dimasukkan kedalam sampel
pertama, sedangkan responden yang tidak mengembalikan daftar angket
dimasukkan ke dalam sampel kedua. Pengumpulan data dari sampel kedua
dapat ditempuh dengan jalan interview.
f) Teknik area probability sampling
Area probabiliti sampling membagi daerah-daerah populasi menjadi
sub-sub populasi, dan sub populasi ini dibagi lagi kedalam daerah yang
lebih kecil dan apabila diperlukan maka daerah kecil ini dapat dibagi lagi
kedalam daerah-daerah yang lebih kecil lagi. Adapun besarnya subjek
yang akan diteliti dari masing-masing daerah tersebut tidak dapat
ditetapkan secara umum. Hal ini sangat tergantung pada situasi khusus
yang dihadapi oleh peneliti.
g) Teknik cluster sampling
Dalam cluster sampling satuan-satuan sampel tidak terdiri dari
individu melainkan kelompok-kelompok atau cluster. Sampling ini
dipandang ekonomik karena observasi-observasi yang dilakukan terhadap
cluster dipandang lebih murah dan mudah dari pada observasi terhadap
individu yang terpencar-pencar.
Dalam penelitian ini teknik pengambilan sampel yang digunakan adalah
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

teknik simple random sampling. Teknik ini merupakan cara undian tanpa
pengembalian. Kerlinger ( 1996:188) menyatakan bahwa “ Random sampling is
that method of drawing a portion (or sample) of a population or universe so that
each member of the populatio or universe has an equal chance of being selected”.
Terjemahan dari pendapat tersebut bahwa sampling acak ialah metode penarikan
sebagain atau seluruh sampel dari sebuah populasi atau keseluruhan tersebut
mempunyai peluang yang sama untuk dipilih
Pendapat tersebut memiliki makna bahwa teknik simple random sampling
ini menjelaskan setiap individu dalam populasi mempunyai kesempatan yang
sama untuk menjadi anggota sample. Anggota dari populasi diseleksi secara
bebas dalam satu waktu, satu kali mereka diseleksi tidak ada kesempatan untuk
kedua kali. Adapun alasan penggunakan simple random sampling adalah sebagai
berikut:
(1) Cara tersebut dianggap sebagai cara yang paling sederhana dalam
pengambilan sampel, sehingga peneliti dapat menentukan jumlah sampel
secara tepat dan representatif
(2) Pelaksanaannya sangat mudah dan dapat dilakukan melaluio prosedur uandian
tanpa pengembalian, sehingga dapat menghemat waktu, tenaga dan biaya
(3) Setiap individu dalam populasi mempunyai kesempatan yang sama untuk
menjadi anggota sampel
(4) Penggunaan dari simple random sampling ini adalah sample yang didapat
tidak bias dan tanpa banyak menggunakan teknik yang sulit
Adapun langkah-langkah pengambilan sample secara acak melalui undian dapat
dilakukan dengan cara:
(1.) Membuat suatu daftar yang berisi daftar semua anggota populasi sebanyak
160 orang
(2.) Memberi kode yang diwujudkan dalam angka untuk tiap subyek, kemudian
dimaksukkan ke dalam daftar nama siswa
(3.) Menuliskan kode-kode masing-masing subyek dalam suatu lembaran kertas-
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

kertas kecil
(4.) Menggulung potongan-potongan kertas dan memasukkannya kedalam
kaleng
(5.) Menganbil gulungan-gulungan kertas tersebut dari kaleng secara acak tanpa
dikembalikan
(6.) Proses pengundian dilakukan hingga gulungan-gulungan dikeluarkan
memenuhi jumlah sampel yang ditetapkan.
c. Teknik pengambilan sampel
Tidak ada peraturan yang tegas yang mengatur tentang jumlah sampel yang
dipersyaratkan untuk suatu penelitian dari populasi yang tersedia. Selain itu juga
tidak ada batasan yang jelas mengenai sampel yang besar dan sampel yang kecil.
Jumlah sampel juga banyak tergantung pada faktor-faktor seperti biaya, fasilitas,
waktu yang tersedia, jumlah populasi yang ada atau bersedia untuk dijadikan
sampel serta tujuan penelitian. Namun dalam penelitian ini peneliti berkiblat pada
pendapat para ahli berikut ini :
1) Sutrisno Hadi (2001: 221) menyebutkan bahwa “Sampel adalah bagian objek
yang diteliti untuk menetapkan besarnya sampel, langkah yang dilakukan
adalah apabila subjeknya kurang dari 100 atau lebih dari 100 maka sampel
yang diambil adalah 20% sampai 25%”.
2). Menurut suharsimi Arikunto (1998:120) menyatakan bahwa “Untuk sekedar
ancer-ancer maka apabila subjeknya lebih besar dari 100 diambil antara 10-
15% atau 20-25% atau lebih…”.
Untuk menetapkan besarnya sampel dalam penelitian ini, peneliti mengacu
pada pendapat Sutrisno Hadi (1994:221), "Sampel adalah sebagian objek yang
diteliti, untuk menetapkan besarnya sampel, langkah-langkah yang dilakukan adalah
apabila subjeknya kurang dari 100 atau lebih dari 100, maka sampel yang diambil
20% sampai 25%". Populasi dalam penelitian ini ialah siswa kelas XI IPS di SMA N
3 Surakarta. Peneliti menetapkan besarnya sampel 25% dari jumlah siswa kelas XI
IPS di SMA N 3 Surakarta tahun ajaran 2009/2010. Sampel dalam penelitian ini
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

berjumlah 40 siswa. Jumlah sampel tersebut diperoleh berdasarkan penghitungan 25%


dari 160.

D. Teknik Pengumpulan Data


Data merupakan faktor penting dalam suatu penelitian. Pengumpulan data
dimaksudkan untuk memperoleh suatu data atau keterangan yang benar dan dapat
dipercaya. Untuk dapat mencapai syarat validitas dan reliabilitas dalam suatu
penelitian maka diperlukan cara atau teknik pengumpulan dam yang tepat.
Dalam penelitian ini digunakan beberapa teknik pengumpulan data, dengan
maksud agar teknik satu dapat melengkapi teknik yang lain karena mengingat setiap
teknik mempunyai kekurangan dan kelebihan masing-masing.. Sesuai dengan variabel
dalam penelitian ini, maka peneliti menggunakan dua teknik yaitu teknik utama dan
bantu.
1. Teknik utama pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian adalah:
a. Angket
b. Dokumentsi,
2. Teknik bantu yang digunakan dalam penelitian adalah :
a. Observasi
Untuk lebih jelasnya akan diuraikan sebagai berikut

1. Metode utama
a. Metode Angket atau kuesioner
1) Pengertian angket
Angket atau kuesioner merupakan daftar pertanyaan yang diajukan secara
tertulis kepada subjek penelitian yang memperoleh jawaban atau tanggapan secara
tertulis seperlunya. Angket pada umumnya meminta keterangan tentang fakta
yang diketahui oleh responden atau juga mengenai pendapat atau sikap. Maksud
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

serta tujuan penelitian akan mempunyai pengaruh terhadap materi serta bentuk
pertanyaan yang ada dalam angket atau kuesioner.
a.) Menurut Sumadi Suryabrata (1990:15), "Angket adalah daftar pertanyaan yang
harus dijawab dan atau daftar isian yang harus diisi yang berdasarkan kepada
sejumlah subyek, dan berdasar atas jawaban dan atau isian itu penyelidik
mengambil kesimpulan mengenai subyek yang diselidiki",
Maksud dari pernyataan di atas adalah bahwa angket merupakan suatu
teknik pengumpulan data yang berupa daftar pertanyaan dari seorang peneliti yang
diberikan kepada informan untuk dijawab atau diisi yang berdasarkan kepada
sejumlah obyek, kemudian setelah itu penyelidik mengambil kesimpulan atas
subyek yang diteliti tersebut
b.) Menurut Sanafiah Faisal (1981: 2)” Angket adalah alat pengumpulan data berisi
daftar pertanyaan secara tertulis ditujukan kepada subyek atau responden peneliti”.
Maksud dari pendapat diatas adalah bahwa angket merupakan suatu
bentuk alat pengumpulan data yang berupa daftar pertanyaan secara tertulis yang
ditujukan kepada responden atau informan maupun subyek penelitian
Berdasarkan pengertian di atas dapat disimpulkan bahwa angket adalah
sejumlah daftar pertanyaan secara tertulis yang ditujukan kepada responden dijawab
sesuai dengan kenyataan yang ada. Angket digunakan untuk mendapatkan informasi
keterangan, tanggapan atau hal-hal lain yang diketahui responden.
2) Jenis-jenis angket
Teknik angket atau kuesioner merupakan suatu teknik pengumpulan data
dengan menyebarkan daftar pertanyaan tertulis untuk mendapatkan informasi yang
dibutuhkan tentang hal-hal yang diketahui oleh responden. Angket pada
umumnya meminta keterangan tentang fakta yang diketahui oleh responden atau
juga mengenai pendapat atau sikap.
Angket atau kuesioner dapat dibedakan menjadi beberapa jenis. Apabila
dilihat dari cara penyampaiannya menurut Suharsimi Arikunto (2002: 140)
mengemukakan macam-macam angket, antara lain
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

(1) Dipandang dari cara menjawabnya, ada:


(a.) Angket terbuka, yang memberi kapada responden untuk menjawab dengan
kalimatnya sendiri.
(b.) Angket tertutup, yang sudah disediakan jawabannya, sehingga responden
tinggal memilih.
(2) Dipandang dari bentuknya, angket dapat dibedakan menjadi empat jenis,
yaitu :
(a.) Angket pilihan ganda, sebuah pertanyaan disusun dengan berbagai
kemungkinan jawaban, responden diminta memilih salah satu dari
beberapa pilihan jawaban.
(b.) Angket isian, sebuah pertanyaan ditulis dalam kalimat pertanyaan atau
perumusan dan ada beberapa kalimat yang dihilangkan.
(c.) Angket chek list, sebuah daftar dimana responden tinggal membubuhkan
tanda chek (V) pada kolom yang sesuai.
(d.) Rating skale (skala bertingkat), yaitu sebuah pertanyaan diikuti oleh
kolom-kolom yang menunjukkan tingkat-tingkat, misalnya mulai dari
sangat setuju sampai ke sangat tidak setuju.
(3) Dipandang dari jawaban yang diberikan, yaitu:
(a.) Angket langsung, Angket ini diberikan secara langsung kepada responden
yang dimintai informasi tentang dirinya, dapat berupa tanggapan pribadi,
keyakinan, minat dan sebagainya
(b.) Angket tidak langsung, Angket ini diberikan kepada responden untuk
menilai keadaan psikis orang lain. Responden tidak memberikan jawaban
secara langsung mengenai keadaan dirinya tetapi menjelaskan keadaan
orang lain

Berdasar uraian di atas dalam penelitian ini, peneliti menggunakan bentuk


angket tertutup dan angket langsung dimana daftar pertanyaanya dijawab oleh
responden sendiri dengan memilih alternatif jawaban yang sudah tersedia. Adapun
alasan penggunaan bentuk angket tertutup dan angket langsung adalah
a.) Angket tertutup, karena apabila dipandang dari cara menjawabnya, dalam
penelitian ini penulis telah menyediakan alternatif jawaban dan responden tinggal
mengisi dengan cara memilih jawaban yang paling tepat dan sesuai keadaan
dirinya.
b.) Angket langsung, karena dipandang dari cara penyampaiannya yang langsung
diberikan kepada responden.
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

3). Kelebihan dan kelemahan angket


Teknik pengumpulan data dengan metode angket memiliki kelebihan
dan kelemahan. Sumadi Suryabrata (2002:75), mengemukakan ada beberapa
kelebihan angket, di antaranya sebagai berikut:
a.) Biaya relatif murah, karena dengan menggunakan angket lebih
memungkinkan dijangkaunya sampel daerah dan respoden dalam jumlah
besar.
b.) Waktu dalam memperoleh data relatif singkat, dalam waktu singkat
dapat diperoleh banyak data. Pengumpulan data dapat berlangsung
serempak tanpa begitu tergantung pada besarnya jumlah petugas pengumpul
data.
c.) Untuk para pelaksana tidak dibutuhkan keahlian mengenai lapangan yang
sedang diselidiki.
d.) Pengumpulan data dapat dilaksanakan sekaligus terhadap subjek yang
jumlahnya besar.

Selain memiliki kelebihan-kelebihan seperti yang disebutkan di atas,


angket/kuesioner juga memiliki beberapa kelemahan. Sutrisno Hadi (1994:187)
mengemukakan bahwa kelemahan angket sebagai alat pengumpul data di
antaranya dalah :
a.) Unsur-unsur yang tidak disadari tidak dapat diungkap. Penggunaan angket
hanya bagi sampel responden yang tergolong mampu membaca dan
menulis.Untuk sampel responden yang tergolong buta huruf, praktis tidak
dapat menggunakan teknik angket.
b.) Besar kemungkinannya jawaban-jawaban dipengaruhi oleh keinginan-
keinginan pribadi.
c.) Ada hal-hal yang dirasa tidak perlu dinyatakan, misalnya hal-hal :
memalukan atau yang dipandang tidak penting untuk dikemukakan.
d.) Kesukaran merumuskan keadaan diri sendiri kedalam bahasa.
kecenderungan untuk mengkonstruksi secara logik unsur-unsur yang di
kurang berhubungan secara logika.

4. Alasan penggunaan angket


Alasan digunakannya angket sebagai alat pengumpul data dalam penelitian ini
adalah:
1.) Metode angket sangat praktis, yaitu dalam jangka waktu yang singkat dapat
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

memperoleh data yang banyak


2.) Menghemat waktu dan biaya
3.) Responden dapat menjawab dengan bebas sesuai dengan keadaan dirinya
5. Langkah-langkah menyusun angket
a.) Instrumen Penelitian
Instrumen yang digunakan dalam penelitian ini adalah angket. Jenis
angket yang digunakan dalam penelitian ini adalah angket langsung dan tertutup
yaitu berupa angket yang daftar pernyataannya langsung dikirim kepada orang
yang ingin dimintai pendapat, keyakinannya atau diminta menceritakan tentang
keadaan dirinya sendiri.
b.) Kisi-kisi Angket
Sebelum menyusun angket, terlebih dahulu dibuat konsep alat ukur yang
sesuai dengan penelitian yang dilakukan. Konsep alat ukur ini berupa kisi-kisi
angket. Konsep ini dijabarkan ke dalam variabel dan indikator yang dijadikan
pedoman dalam menyusun item-item angket sebagai instrumen pengukuran.
c.) Butir Angket
Penyusunan butir-butir sebagai alat ukur didasarkan pula kisi-kisi angket
yang telah dibuat sebelumnya. Setelah indikator ditetapkan, kemudian dituangkan
kedalam butir-butir angket yang terdiri butir positif dan butir negatif.
d.) Prosedur Penyusunan Angket
Mengenai prosedur yang penulis tempuh dalam penyusunan angket
adalah:
(1.) Menetapkan tujuan
Dalam penelitian ini tujuan penyusunan angket ini adalah untuk
memperoleh data tentang pola asuh orang tua, pergaulan peer group dan
perilaku siswa
(2.) Menetapkan aspek yang ingin diungkap
Untuk memperjelas aspek yang ingin diungkap maka digunakan kisi-
kisi angket. Kisi- kisi instrument diperlukan untuk memperjelas serta
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

mempermudah pembuatan item- item instrument. Pembuatan kisi- kisi dalam


instrument ini disesuaikan dengan indikator- indikator yang sudah ditentukan
sebelumnya dan disesuaikan dengan lingkup masalah dan tujuan yang hendak
dicapai
(3.) Menentukan jenis dan bentuk angket
Dalam penelitian ini, angket yang digunakan adalah angket langsung
tertutup. Alasan digunakan teknik ini adalah karena angket akan diberikan
langsung kepada responden untuk diisi. Bentuk pertanyaannya adalah
pertanyaan tertutup agar memudahkan responden untuk memilih jawaban
yang telah disediakan dan membatasi jawaban yang akan diberikan oleh
responden sehingga hasil penelitian ini sesuai dengan tujuan yang ingin
dicapai.
(4.) Menyusun Item Angket
Angket tersusun atas item-item terdiri dari pertanyaan-pertanyaan
yang dibuat dengan mengacu pada kisi-kisi angket. Instrumen yang dibagikan
dapat disusun dengan langkah sebagai berikut :
(a.) Membuat item- item pertanyaan.
(b.) Membuat surat pengantar angket.
(c.) Menyusun petunjuk dan pedoman pengisian angket.
(5.) Menentukan Skor
Setelah angket disusun maka, kemudian akan disusun skor dari masing
masing jawaban. Dalam penelitian angket ini, setiap item mcmpunyai
alternatif jawaban dan skor antara 1 sampai 4. Dari alternatif jawaban tersebut
diberikan bobot nilai sebagai berikut:
Bentuk item positif
(a) Alternatif jawaban A, mcmpunyai bobot nilai 4
(b) Alternatif jawaban B, mempunyai bobot nilai 3
(c) Alternatif jawaban C, mempunyai bobot nilai 2
(d) Alternatif jawaban D. mempunyai bobot nilai 1
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

Bentuk Item Negatif


(a) Alternatif jawaban A, mempunyai bobot nilai 1
(b) Alternatif jawaban B, mempunyai bobot nilai 2
(c) Alternatif jawaban C, mempunyai bobot nilai 3
(d) Alternatif jawaban D, mempunyai bobot nilai 4
e.) Uji Coba (Try Out) Angket
Setelah angket disusun, maka angket tersebut perlu diuji cobakan terlebih
dahulu mengenai validitas dan reliabilitasnya yaitu melalui try out. Tujuan
diadakannya try out ialah agar mendapatkan angket yang benar-benar valid. Oleh
karena itu instrumen penelitian perlu diuji melalui uji validitas dan reliabilitas
sebelum diterapkan di lapangan.
Dalam penelitian ini, try out dilakukan di SMA N 3 Surakarta pada kelas
XI IPS Tahun Ajaran 2009/2010 yang berjumlah 40 siswa atau lebih mudahnya
satu kelas yaitu kelas XI IPS.4. Siswa yang telah mengikuti try out angket,
nantinya tidak akan diikutkan dalam penelitian.
Menurut Sutrisno Hadi (2000 : 166) maksud diadakannya try out adalah
sebagai berikut :
1) Untuk menghindari pertanyaan-pertanyaan yang kurang jelas maksudnya.
2) Untuk meniadakan penggunaan kata-kata yang terlalu asing, terlalu akademik,
atau kata-kata yang menimbulkan kecurigaan.
3) Untuk memperbaiki pertanyaan-pertanyaan yang biasa dilewati atau hanya
menimbulkan jawaban-jawaban yang dangkal.
4) Untuk menambah item yang sangat perlu atau meniadakan item yang ternyata
tidak relevan dengan tujuan research.

Berdasarkan pendapat tersebut di atas, maksud peneliti mengadakan try-


out angket ini adalah:
1) Menghindari pertanyaan-pertanyaan yang bermakna ganda dan tidak jelas.
2) Menghindari pertanyaan-pertanyaan yang sebenarnya tidak diperlukan
3) Menghindari kata-kata yang kurang dimengerti oleh responden
4) Menghilangkan item-item yang dianggap tidak relevan dengan penelitian.
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

Selain beberapa maksud diadakannya try-out seperti yang disebutkan di atas,


tujuan diadakan try-out terhadap angket adalah untuk mengetahui kelemahan angket
yang disebarkan kepada responden dan untuk mengetahui sejauh mana responden
mengalami kesulitan di dalam menjawab pertanyaan tersebut, serta untuk mengetahui
apakah angket tersebut memenuhi syarat validitas dan reabilitas.
1) Uji validitas angket
Menurut Nasution ( 2003 : 74 ) suatu alat pengukur dikatakan valid,
jika alat itu mengukur apa yang harus diukur oleh alat itu. Validitas
menunjukkan sejauh mana suatu alat pengukur itu mengukur apa yang ingin
diukur. Dengan kata lain, validitas adalah kesesuaian antara alat ukur dengan
hal yang akan diukur. Dalam hal ini menggunakan teknik validitas internal
yaitu korelasi antara skor dengan skor total untuk menghitung besarnya
koefisien korelasi menggunakan teknik product momen dengan rumus:
nSCU - (SC )(SU )
{nSC { }}
rxy =
- (SC ) nSU 2 - (SU )
2 2 2

(Saifuddin Azwar, 2002: 19)


Keterangan:
rxy = koefisien korelasi antara variable X dan Y

å X = Jumlah skor dalam sebaran X


å Y = Jumlah skor dalam sebaran Y
å XY = Jumlah perkalian skor X dan skor Y yang berpasangan
å X = Jumlah skor yang dikuadratkan dalam sebaran X
2

åY 2
= Jumlah skor yang dikuadratkan dalam sebaran Y

n = Jumlah subyek
Kriteria uji validitas tersebut adalah jika ρ < 0,05 maka dapat
disimpulkan bahwa kriteria pengujian adalah valid, sebaliknya jika ρ > 0,05
maka kriteria pengujian dinyatakan tidak valid.
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

2) Uji Reliabilitas
Reliabilitas adalah istilah yang dipakai untuk menunjukkan sejauh
mana suatu hasil pengukuran sampel konsisten apabila pengukuran diulangi
dua kali atau lebih. Dengan kata lain reliabilitas adalah indeks yang
menunjukkan sejauh mana suatu alat pengukur dapat dipercaya atau dapat
diandalkan. Untuk menghitung korelasi reliabilitas digunakan rumus
alpha cronbach sesuai rumus Saifuddin Azwar (2002: 78) sebagai berikut :

é k ùé ås b ù
2

r11 = ê úê 1 - ú
ë (k - 1) û êë s t2 úû

Keterangan:
r11 : Reliabilitas instrument
k : Banyaknya butir pernyataan/banyaknya soal
s b2 : Varians butir

s t2 : Varians total
Kriteria uji reliabilitas tersebut adalah jika ρ < 0,05 maka dapat
disimpulkan bahwa kriteria pengujian adalah reliabel, sebaliknya jika ρ >
0,05 maka kriteria pengujian dinyatakan tidak reliabel.
Uji coba atau try out dilaksanakan pada hari Selasa tanggal 15
September 2009 dengan jumlah responden sebanyak 25 siswa. Berdasarkan
hasil uji coba angket tersebut kemudian dilakukan uji validitas dan reliabilitas.
Adapun hasil dari uji validitas dan reliabilitas adalah sebagai berikut :
1) Uji Validitas
Untuk menghitung uji validitas digunakan rumus koefisien korelasi
product moment.
a) Variabel Pola Asuh Orang Tua (X1)
Dari hasil analisis butir (item) pada angket yang diuji cobakan
menunjukkan bahwa dari 50 item soal didapat 46 soal yang valid dan 4
butir item yang dinyatakan gugur atau tidak valid. Soal yang dinyatakan
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

valid adalah soal nomor 1, 2, 3, 4 ,5, 6, 7, 8, 9, 10, 11, 12, 13, 14, 15, 16,
17, 18, 19, 20, 21, 22, 23, 24, 25, 26, 27, 28, 29, 30, 31, 32, 33, 34, 35, 36,
37, 38, 39, 40, 41, 43, 44, 45, 49, 50 dan item yang dinyatakan gugur
adalah soal nomor 42, 46, 47, 48. Item soal dikatakan valid apabila ρ <
0,05. Perhitungan selengkapnya dapat dilihat pada lampiran halaman .
b) Variabel Peer group (X2)
Dari hasil analisis butir (item) pada angket yang diuji cobakan
menunjukkan bahwa dari 62 item soal didapat 47 soal yang valid dan 15
butir item yang dinyatakan gugur atau tidak valid. Soal yang dinyatakan
valid adalah soal nomor 1, 2, 3, 4, 5, 6, 7, 8, 9, 10, 11, 12, 13,14, 15, 16,
17, 18, 19, 20, 21, 22, 23, 24, 25, 26, 27, 28, 29, 30, 31, 32, 33, 34, 35, 36,
37, 38, 39, 40, 41, 42, 43, 46, 48, 50 dan 60. dan item yang dinyatakan
gugur adalah soal nomor 44, 45, 47, 49, 51, 52, 53, 54, 55, 56, 57, 58, 59,
61, 62. Item soal dikatakan valid apabila ρ < 0,05. Perhitungan
selengkapnya dapat dilihat pada lampiran halaman .
c) Variabel Sikap (Y)
Dari hasil analisis butir (item) pada angket yang diuji cobakan
menunjukkan bahwa dari 50 item soal didapat 46 soal yang valid dan 4
butir item yang dinyatakan gugur atau tidak valid. Soal yang dinyatakan
valid adalah soal nomor 1, 2, 3, 4 ,5 , 6, 7, 8, 9, 10, 11, 12, 13, 14, 15, 16,
17, 18, 19 , 20 , 21, 22, 23, 24, 25, 26, 27, 28, 29, 30, 31, 32, 33, 34, 35,
36, 37, 38, 39, 42, 44, 45, 46, 48, 49 dan item yang dinyatakan gugur
adalah soal nomor 40, 41, 43, 47 . Item soal dikatakan valid apabila ρ <
0,05. Perhitungan selengkapnya dapat dilihat pada lampiran halaman .

2) Uji Reliabilitas
Untuk menghiting reliabilitas digunakan rumus alpha cronbach dari
Saifuddin Azwar (1997: 78).
a) Variabel Pola Asuh Orang Tua (X1)
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

Hasil uji reliabilitas menunjukkan bahwa hasil perhitungan


diperoleh rtt = 0,973. Karena rtt > rtab 5% yaitu 0.973 > 0,000 maka item soal
dikatakan reliabel. Perhitungan selengkapnya dapat dilihat pada lampiran
halaman .
b) Variabel pergaulan peer group (X2)
Hasil uji reliabilitas menunjukkan bahwa hasil perhitungan
diperoleh rtt = 0.970. Karena rtt > rtab 5% yaitu 0.970 > 0,000 maka item soal
dikatakan reliabel. Perhitungan selengkapnya dapat dilihat pada lampiran
9 halaman 125.
c) Variabel Sikap (Y)
Hasil uji reliabilitas menunjukkan bahwa hasil perhitungan
diperoleh rtt = 0.943. Karena rtt > rtab5% yaitu 0.943 > 0,000 maka item soal
dikatakan reliabel. Perhitungan selengkapnya dapat dilihat pada lampiran
10 halaman 130.
Dari hasil uji coba yang dilakukan maka ada beberapa perbaikan,
diantaranya adalah pembagian atau pemecahan X1 yaitu Pola Asuh Orang Tua
menjadi Pola Asuh Ayah (X1a)dan Pola Asuh Ibu (X1b). Namun untuk X2 dan
Y tetap.

b. Metode dokumentasi
Selain angket atau kuesioner, pengumpulan data dalam penelitian ini
dilakukan dengan dokumentasi. Suharsimi Arikunto (1998: 236) menjelaskan metode
dokumentasi adalah “Mencari data mengenai hal-hal variabel yang berupa catatan
buku, surat kabar, majalah, prasasti, dan notulen”. Dokumen dalam hal ini untuk
memperoleh nama dan daftar kelas dari siswa kelas XI IPS SMA N 3 Surakarta tahun
ajaran 2009/2010.
Alasan peneliti menggunakan teknik dokumentasi adalah:
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

1) Lebih mudah mendapatkan data, karena data sudah tersedia dan menghemat
waktu.
2) Data yang diperoleh dapat dipercaya dan mudah menggunakannya.
3) Pada waktu yang relatif singkat dapat diperoleh data yang diinginkan
4). Data dapat ditinjau kembali jika diperlukan

2. Metode Bantu

a. Metode observasi
Teknik observasi adalah suatu teknik pengumpulan data yang dilakukan
dengan mengadakan pengamatan secara langsung terhadap objek penelitian dan
mencatat fenomena yang diselidiki melalui penglihatan dan pengamatan. ". Teknik
observasi yang dilakukan dalam penelitian adalah observasi langsung yaitu peneliti
secara langsung melakukan pengamatai lokasi mengenai kejadian atau peristiwa yang
sesuai dengan permasalahan yang diangkat, namun peneliti tidak ikut serta dalam
proses yang menjadi kajian penelitian. Metode ini hanya digunakan sebagai
pendukung dalam penelitian ini untuk mendapatkan gambaran umum wilayah
penelitian.

3. Identifikasi Variabel
a. Variabel Dependen (Tergantung)
Variabel dependen merupakan variabel yang dipengaruhi. Variabel dependen ini
merupakan variabel yang tergantung dengan variabel yang lainnya, Dalam suatu
penelitian, variabel dependen merupakan hasil dari variabel yang menyebabkan.
Jadi Variabel dependen merupakan objek dari studi atau penelitian. Dalam
penelitian ini variabel dependen disimbolkan dengan Y yaitu sikap siswa
b. Variabel Independen (Bebas)
Variabel independen merupakan variabel yang mempengaruhi., Variabel
independen tidak dipengaruhi oleh variabel lain tetapi yang mempengaruhi atau
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

yang menjadi sebab. Variabel independen merupakan variabel yang


memanipulasi atau variabel yang tidak dapat dimanipulasi. Jadi, Variabel
independen merupakan subjek studi atau penelitian. Dalam penelitian ini variabel
independen disimbolkan dengan X1 dan X2. X1 yaitu pola asuh orang tua dan X2
pergaulan peer group.
4. Sumber Data
Dalam penelitian ini data mengenai pola asuh orang tua, pergaulan peer group
dan sikap diambil dari siswa kelas XI IPS SMA N 3 Surakarta Tahun pelajaran
2009/2010 beserta catatan dokumen –dokumen yang ada di SMA Negeri 3 Surakarta

E. Teknik Analisis Data


Teknik analisis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah teknik
analisis regresi ganda yaitu cara atau teknik khusus untuk mencari hubungan antar
dua variabel (sebagai prediktor) dengan variabel lain (sebagai kriterium). Alasan
digunakannya teknik ini adalah :
1. Karena dalam penelitian ini terdapat dua variabel predikator dan satu variabel
kriterium,
2. Untuk mengetahui hubungan antara prediktor dengan kriterium, sekaligus dapat
mengetahui signifikan atau tidaknya hubungan tersebut.
Sesuai dengan teknik yang digunakan, peneliti menggunakan dasar dalam
analisis dengan pedoman sebagai berikut :
Kaidah Uji Hipotesis Menggunakan Komputer :
Jika ρ (probabilitas) < 0,01 = sangat signifikan
Jika ρ (probabilitas) < 0,05 = signifikan
Jika ρ (probabilitas) < 0,15 = cukup signifikan
Jika ρ (probabilitas) < 0,30 = kurang signifikan
Jika ρ (probabilitas) > 0,30 = tidak signifikan
Kaidah Uji Hipotesis Konvensional (Menggunakan Tabel Signifikansi) :
Jika ρ (probabilitas) < 0,01 = sangat signifikan
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

Jika ρ (probabilitas) < 0,05 = signifikan


Jika ρ (probabilitas) > 0,05 = tidak signifikan
Dalam uji butit tes menggunakan signifikansi ρ < 0,05.
Langkah-langkah yang diperlukan dalam penelitian ini untuk menguji
persyaratan analisis regresi ganda adalah :
1. Uji Prasyarat Analisis
2. Uji Hipotesis
1.Uji Persyaratan Analisis
a. Uji Normalitas
Uji normalitas digunakan untuk mengetahui penyebaran suatu variabel
acak berdistribusi normal atau tidak. Uji normalitas dalam penelitian ini
menggunakan rumus Chi-Kuadrat adalah sebagai berikut:
æ f 0 - fh ö
X2 = å çè fh ø
÷

(Sutrisno Hadi 2001: 346)


Keterangan:
X2 = Chi-kuadrat
fh = frekuensi yang diharapkan dalam sampel
fo = frekuensi yang diharapkan dalam populasi
Jika ρ > 0,05 maka data yang diperoleh berdistribusi normal, sebaliknya jika
ρ < 0,05 maka data yang dipeoleh berdistribusi tidak normal
b. Uji Linieritas
Uji linearitas variabel X1 terhadap Y, dan X2 terhadap Y adalah untuk
mengetahui tingkat kelinieran data atau untuk mengetahui bahwa setiap
peningkatan variabel X juga diikuti dengan variabel Y, dengan penetapan harga-
harga :

1) JK (G)
æ
ç
= å åY -
2
(å Y)
2
ö
÷
ç ni ÷
Xi
è ø
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

2) JK (TC) = JK (S) – JK (G)


3) dk (TC) =k–2
4) dk (G) =n–k
JK (TC )
5) RJK (TC) =
dk (TC )
JK (G )
6) RJK (G) =
dk (G )
(Sudjana, 1996: 15 – 22)
Keterangan:
JK (G) : Menyatakan jumlah kuadrat galat
JK (TC) : Menyatakan jumlah kuadrat tuna cocok
dk : Derajad kebebasan (setiap variabel mempunyai derajat
berbeda-beda)
Untuk tuna cocok (TC) :k–2
Untuk galat :n–k
RJK (TC) : Menyatakan varian (rerata) kuadrat tuna cocok
RJK (G) : Menyatakan varian (rerata) kuadrat galat
Jika ρ > 0,05 maka dapat disimpulkan korelasinya linier, sebaliknya jika ρ
< 0,05 maka korelasinya tidak linier.
2. Uji Hipotesis
Setelah uji prasyarat telah terpenihi, maka dapat dilakukan pengujian hipotesis yang
telah diajukan. Uji hipotesis ini menggunakan uji regresi ganda. Adapun alngkah-
langkah dalam pengujian hipotesis dalam penelitian ini adalah :
a. Uji Hipotesis Pertama dan Kedua :
nSC1 U - (SC1 )(SU )
rC1U =
{nSC 2
1
2
}{
- (SC1 ) nSU 2 - (SU )
2
}
(Sutrisno Hadi, 2001: 4)

Keterangan:
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

n : Menyatakan jumlah data observasi


X : Variabel prediktor
Y : Variabel kriterium
rX 1Y : Koefisien korelasi X1 dan Y

rX 2Y : Koefisien korelasi X2 dan Y


b. Uji Hipotesis Ketiga

a 1 å x1 y + a 2 å x 2 y
ry(1,2) =
åy 2

Sutrisno Hadi (2001: 25),


Keterangan:
ry(1,2) = Koefisien korelasi antara X1 dan X2 dengan Y
a1 = koefisien prediktor X1
a2 = koefisien prediktor x2
S xiy = jumlah produk antara xi dan y
S x2 y = jumlah produk antara X2 dan y
S y2 = jumlah kuadrat kriterium Y
Jika ρ > 0,05 maka data yang diperoleh korelasinya signifikan, sebaliknya
jika ρ < 0,05 maka data yang dipeoleh korelasinya tidak signifikan.
c. Langkah selanjutnya adalah mengadakan uji siginifikansi atau keberartian antara
kriterium dengan prediktor-prediktornya. Uji signifikansi menggunakan rumus :
R2 / k
( )
F=
1 - R 2 / (n - k - 1)
(Sudjana, 1996: 75)
Keterangan :
F = Harga garis regresi
n = Ukuran sampel
K = Banyaknya fariabel bebas
R = Koefisien korelasi antara kriterium dengan prediktornya.
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

Jika ρ > 0,05 maka signifikan, sebaliknya jika ρ < 0,05 maka tidak
signifikan.
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

BAB IV
HASIL PENELITIAN

A. Deskripsi Data
Sesuai dengan variable-variabel yang terdapat dalam penelitian ini, untuk
menguji hipotesis maka diperlukan data yang diperoleh dari penelitian, data yang
diperoleh meliputi tentang : deskripsi wilayah penelitian dan hasil penelitian.
Adapun penjelasan dari masing-masing data yang diperoleh tersebut adalah
sebagai berikut:
1. Deskripsi Wilayah Penelitian
Deskripsi wilayah penelitian digunakan untuk menggambarkan atau
melukiskan keadaan subyek atau obyek penelitian pada saat sekarang berdasarkan
fakta-fakta yang tampak sebagaimana adanya. Dalam hal ini adalah menggambarkan
atau melukiskan keadaan wilayah penelitian yaitu SMA Negeri 3 Surakarta yang
beralamat di jalan Prof W.Z Yohanes 58 kerkop Surakarta. Dengan subyek penelitian
siswa kelas XI IPS SMA Negeri 3 Surakarta tahun ajaran 2009/2010, data yang
diperoleh meliputi :
a. Sejarah singkat SMA N 3 Surakarta
b. Visi dan Misi SMA N 3 Surakarta.
Adapun Penjelasan dari masing-masing data yang diperoleh tersebut adalah
sebagai berikut:
a. Sejarah singkat SMA N 3 Surakarta
1. Sejarah lahir dan perkembangan tanggal 3 Nopember 1943 berdiri Sekolah
Menengah Tinggi (SMT) yang berlokasi di Manahan dengan Kepala Sekolah
Mr. Widodo Sastrodiningrat.
2. Tanggal 15 Desember 1949, SMT Manahan diganti namanya menjadi SMA
Negeri A/B Margoyudan yang terdiri dari :
a. SMA Negeri A/B I (masuk pagi)
b. SMA Negeri A/B II (masuk siang untuk para pejuang)
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

Dengan Kepala Sekolah Bapak Soepandam.


3. Tanggal 17 Agustus 1951, SMA Negeri A/B Bagian Malam diganti namanya
menjadi SMA Negeri A/B I Bagian Malam.
Jadi ada 3 (tiga SMA Negeri A/B, yaitu :
a. SMA Negeri A/B I
b. SMA Negeri A/B II
c. SMA Negeri A/B I Bagian Malam
Dengan Kepala Sekolah waktu itu Bapak Soepandam.
4. Tanggal 1 Agustus 1956, SMA Negeri A/B Bagian Malam diubah namanya
menjadi SMA Negeri A/B III. Dengan Kepala Sekolah Bapak Soepandam.
5. Tanggal 1 Agustus 1958 ketiga SMA Negeri A/B itu diubah namanya dari :
a. SMA Negeri A/B I menjadi SMA Negeri I B (Ilmu Pasti Alam). Kepala
Sekolah Bapak Soepandam.
b. SMA Negeri A/B II menjadi SMA Negeri II A (Sastra). Kepala Sekolah
Bapak Parjatmo.
c. SMA Negeri A/B III menjadi SMA Negeri III B (Ilmu Pasti Alam), yang
sekarang dikenal dengan nama SMA Negeri 3 Surakarta. Kepala Sekolah
Bapak Roespandji Atmowirogo.
(Tanggal 1 Agustus 1958 tersebut diresmikan menajdi lahirnya SMA Negeri 3
Surakarta).
6. Tanggal 30 Januari 1967, SMA Negeri 3 Surakarta pindah dari lokasi
Margoyudan 56 Solo ke Jalan Warungmiri 90 (sekarang Jalan Laksamana RE
martadinata 143), menempati bekas Gedung SD Sin Tjung.
7. Tahun 1975 mendapat lokasi di Jalan Belik Jagalan, sekarang dikenal dengan
Jalan Prof. WZ Johanes 58 Kerkop Surakarta.
8. Tanggal 7 Maret 1997, SMA Negeri 3 Surakarta berubah namanya menajdi
SMU Negeri 3 Surakarta berdasarkan Keputusan Mendikbud RI dengan
Nomor 035/0/1997 tanggal 7 Maret 1997 tentang Perubahan Nomenklatur
SMA menjadi SMU serta Organisasi dan Tata Kerja SMU.
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

9. Tanggal 8 Juli 2003, SMU Negeri 3 Surakarta kemabli menjadi SMA Negeri
3 Surakarta, menurut Undang-undang RI No. 20/2003, tentang Sistem
Pendidikan Nasional.
Adapun Nama-nam kepala sekolah SMA N3 Surakarta antara lain adalah
sebagai berikut:
1. Bapak Soepandam
2. Bapak Roespandji Atmowirogo
3. Bapak R Soemitro
4. bapak Drs. Singih Prawoto
5. bapak Soeyono
6. Bapak Drs. Sri Waloejo Mangoendikoro
7. Bapak Soegiman
8. Bapak Soekiman
9. Bapak Drs. Kuswanto, MM
10. Bapak Drs. H. Sonarso, MM
11. Bapak Ngadiyo,M.Pd
b. Visi dan Misi SMA N 3 Surakarta
1. VISI
Visi SMA Negeri 3 Surakarta adalah “Widya Karma Jaya” artinya unggul
dalam ilmu dan perbuatan/budi perkerti. Visi ini sudah ditetapkan pada tanggal 2
Januari 1967, yang pada saat itu dikenal dan diakui sebagai motto SMA Negeri 3
Surakarta.
2. MISI
Misi SMA Negeri 3 Surakarta adalah mengahasilkan lulusan yang mampu
bersaing dengan lulusan sekolah lain, untuk masuk ke Perguruan Tinggi bermutu.
Untuk mewujudkan misi tersebut, dilakukan dengan cara :
1. Meningkatkan kedisiplinan siswa, guru dan staf tata usaha.
2. Meningkatkan kualitas bidang akademis (pembelajaran).
3. Meningkatkan kualitas SDM sekolah.
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

4. meningkatkan kualitas bidang non akademis yang meliputi (kegiatan


ekstrakulikuler seperti olah raga, kesenian, keorganisanian dan lain-lain).

2. Data Hasil Penelitian


Penelitian tentang hubungan antara Pola Asuh Orang Tua (X1) dan Pergaulan
Peer Group (X2) dengan Perilaku (Y) siswa kelas XI SMA Negeri 3 Surakarta tahun
ajaran 2009/2010, meliputi tiga macam data yaitu :
1. Pola Asuh Orang Tua yang berasal dari data skor angket responden
2. Pergaulan Peer Group yang berasal dari data skor angket responden
3. Perilaku yang berasal dari data skor angket responden
Ketiga data tersebut akan dijelaskan dalam uraian di bawah ini :
a. Deskripsi Data Tentang Pola Asuh Orang Tua
Pola asuh orang tua dalam penelitian ini adalah variabel bebas (X1). Skor data
yang telah diperoleh dapat dilihat pada ( lampiran 9 halaman 178 ). Sedangkan
rangkuman data statistik dapat disajikan dalam uraian sebagai berikut :
1. Skor Tertinggi = 180,00
2. Skor Terendah = 117,00
3. Mean = 133,35
4. Median = 134,18
5. Modus = 136,00
6. SB = 10,75
7. SR = 6,04
Adapun distribusi frekuensi data pola asuh orang tua dapat disajikan
dalam tabel sebagai berikut :
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

Tabel 1. Distribusi Frekuensi Data Pola Asuh Orang Tua (X1)


Variant f fx fx2 f% fk%-naik
116,5-129,5 11 1.346,00 164.858.,00 27,50 27,50
129,5-142,5 25 3.370,00 454.588,00 62,50 90,00
142,5-155,5 3 438,00 63.948,00 7,50 97,50
155,5-168,5 0 0,00 0,00 0,00 0,00
168,5-181,5 1 180,00 32400,00 2,50 100,00
Total 40 5.334,00 715.794,00 100,00 -

Berdasarkan tabel sebaran frekuensi variabel Pola Asuh Orang Tua maka
dapat diketahui bahwa responden paling banyak menempati interval 129,5-142,5
dengan prosentase kelas 62,50%; kemudian diikuti oleh interval 116,5-129,5
dengan prosentase 27,50%, kemudian diikuti oleh interval 142,5-155,5 dengan
prosentase 7,50%, kemudian diikuti lagi oleh interval 168,5-181,5 dengan
prosentase 2,50%. Sedangkan responden paling sedikit berada pada interval
155,5-168,5 dengan prosentase kelas 0,00%. Penyebaran data dapat diperikasa
dalam histogram berikut ini :

Grafik Histogram Pola Asuh Orang Tua


library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

Berdasarkan grafik histogram data X1 diketahui bahwa frekuensi data pola


asuh orang tua yang tertinggi terletak pada interval 129,5-142,5 dengan jumlah 25
orang. Frekuensi terendah terletak pada interval 155,5-168,5 dengan jumlah 0
orang.

b. Deskripsi Data Tentang Pergaulan Peer Group


Pergaulan Peer Group dalam penelitian ini adalah variabel bebas (X2).
Skor data yang telah diperoleh dapat dilihat pada ( lampiran 9 halaman 180 ).
Sedangkan rangkuman data statistik dapat disajikan dalam uraian sebagai berikut
1. Skor Tertinggi = 155,00
2. Skor Terendah = 125,00
3. Mean = 144,58
4. Median = 145,00
5. Modus = 2 modus
6. SB = 6,51
7. SR = 5,15
Adapun distribusi frekuensi data Pergaulan Peer Group dapat disajikan
dalam tabel sebagai berikut :
Tabel 2. Distribusi Frekuensi Data Pergaulan peer group (X2)
Variant f fx fx2 f% fk%-naik
124,5-131,5 1 125,00 15.625,00 2,50 2,50
131,5-138,5 6 818,00 111.530,00 15,00 17,50
138,5-145,5 14 1.990,00 282.916,00 35,00 52,50
145,5-152,5 14 2.079,00 308.765,00 35,00 87,50
152,5-159,5 5 771,00 118.893,00 12,50 100,00
Total 40 5.783,00 837.729,00 100,00 -
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

Berdasarkan tabel sebaran frekuensi variabel Pergaulan Peer Group maka


dapat diketahui bahwa responden paling banyak menempati interval 145,5-152,5
dan interval 138,5-145,5 dengan prosentase 35,00%; kemudian diikuti oleh
interval 131,5-138,5 dengan prosentase masing-masing kelas 15%; kemudian
diikuti oleh interval 152,5-159,5 dengan prosentase 12,50%. Sedangkan
responden paling sedikit berada pada interval 124,5-131,5 dengan prosentase
kelas 2,50%. Penyebaran data dapat diperikasa dalam histogram berikut ini :

Grafik Histogram Pergaulan Peer group


Berdasarkan grafik histogram data X2 diketahui bahwa frekuensi data
pergaulan peer group yang tertinggi terletak pada interval 145,5- 152,5 dan pada
interval 138,5-145,5 dengan jumlah 14 orang. Frekuensi terendah terletak pada
interval 124,5-131,5 dengan jumlah 1 orang

c. Deskripsi Data Tentang Sikap


Perilaku siswa dalam penelitian ini adalah variabel terikat (Y). Skor data
yang telah diperoleh dapat dilihat pada ( lampiran 11 halaman 181 ). Sedangkan
rangkuman data statistik dapat disajikan dalam uraian sebagai berikut
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

1. Skor Tertinggi = 173,00


2. Skor Terendah = 107,00
3. Mean = 137,38
4. Median = 138,00
5. Modus = 141,50
6. SB = 9,91
7. SR = 6,26
Adapun distribusi frekuensi data Perilaku dapat disajikan dalam tabel
sebagai berikut :
Tabel 3. Distribusi Frekuensi Sikap ( Y )
Variant f fx fx2 f% fk%-naik
106,5-120,5 2 227,00 25.849,00 5,00 5,00
120,5-134,5 12 1.571,00 205.779,00 30,00 35,00
134,5-148,5 24 3.375,00 474.947,00 60,00 95,50
148,5-162,5 1 149,00 22.201,00 2,50 97,50
162,5-176,5 1 173,00 29.929,00 2,50 100,00
Total 40 5.495,00 758.705,00 100,00

Berdasarkan tabel sebaran frekuensi variabel Perilaku maka dapat


diketahui bahwa responden paling banyak menempati interval 134,5-148,5
dengan prosentase 60,00%; kemudian diikuti oleh interval 120,5-134,5 dengan
prosentase kelas 30%; kemudian diikuti oleh interval 106,5-120,5 dengan
prosentase 5%. Sedangkan responden paling sedikit berada pada interval 162,5-
176,5 dan pada interval 148,5-162,5 dengan prosentase kelas 2,50%. Penyebaran
data dapat diperikasa dalam histogram berikut ini :
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

30

25 24
Frekuenzy
20

15
12
10

5
2 1 1
0
106,5 120,5 134,5 148,5 162,5 176,5

Interval

Grafik Histogram Sikap

Berdasarkan grafik histogram data Y diketahui bahwa frekuensi data


pergaulan peer group yang tertinggi terletak pada interval 134,5-148,5 dengan
jumlah 24 orang. Frekuensi terendah terletak pada interval 162,5-176,5 dan
148,5-162,5 dengan jumlah 1 orang

B. Pengujian Prasyarat Analisis Data


Data yang telah tersusun secara sistematis seperti pada lampiran, selanjutnya
dianalisis untuk membuktikan hipotesis yang dirumuskan. Syarat analisis data yang
digunakan analisis regresi linier adalah sebaran populasi data harus berdistribusi
normal dan kedua variabel bebas harus linier dengan variabel terikat.
Dalam bagian ini akan dijelaskan hal-hal sebagai berikut
1. Hasil uji normalitas
2. Hasil uji linieritas
Hasil uji prasyarat analisis data yang telah dilakukan dapat dijelaskan dalam
uraian sebagai berikut :
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

1. Uji Normalitas
Hasil uji normalitas ini digunakan untuk menunjukkan apakah data yang
dianalisis mempunyai sebaran ( distribusi ) normal atau tidak. Adapun teknik
analisis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah analisis regresi ganda
menggunakan computer seri SPS program analisis butir ( validitas dan
realiabilitas instrument) edisi : Prof. Sutrisno Hadi dan Yuni Pamardiningsih
UGM Yogyakarta tahun 2004 versi IBM/IN, pengujian ini meliputi:
1. Kriteria pengujian persyaratan normalitas
2. Uji normalitas pola asuh orang tua
3. Uji normalitas pergaulan peer group
4. Uji normalitas Sikap
a. Kriteria Pengujian Persyaratan Normalitas
Sebelum menguji normalitas dari masing-masing variable, perlu membuat
kriteria persyaratan normalitas sebagai berikut:
Ho : Distribusi data hasil penelitian tidak berbeda dengan distribusi teoritik
artinya data berdistribusi normal
Ha : Distribusi data hasil penelitian berbeda dengan distribusi teoritik artinya
data berdistribusi tidak normal
Untuk menetapkan normal atau tidaknya distribusi data digunakan kriteria
sebagai berikut
Jika ρ > 0,05 maka data yang diperoleh berdistribusi normal
Jika ρ < 0,05 maka data yang diperoleh berdistribusi tidak normal.
b. Uji normalitas pola asuh orang tua
Pada uji normalitas X1 (pola asuh orang tua), langkah pertama yang
dilakukan adalah membuat tabel rangkuman variabel X1 (lampiran 12 halaman
183 ). Kemudian dilakukan perhitungan sesuai dengan tabel tersebut adalah :
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

Tabel 4. Hasil Uji Normalitas Pola Asuh Orang Tua (X1)


Klas fo fh Fo-fh (fo-fh) (fo-fh)
fh
10 1 0,33 0,67 0,45 1,38
9 0 1,11 -1,11 1,23 1,11
8 0 3,17 -13,17 10,04 3,17
7 6 6,37 -0,37 0,14 0,02
6 11 9,03 1,97 3,89 0,43
5 13 9,03 3,97 15,78 1,75
4 5 6,37 -1,37 1,87 0,29
3 4 3,17 0,83 0,69 0,22
2 0 1,11 -1,11 1,23 1,11
1 0 0,33 -0,33 0,11 0,33
Total 40 40,00 0,00 - 9,80
Rerata = 133,350 S.B = 10,784
Chi Kuadrat = 9,801 db = 9
P = 0,367

Berdasarkan perhitungan tabel uji normalitas sebaran variabel X1 diatas


diperoleh hasil sebagai berikut:
χ2 = 9,801
ρ = 0,367
Hasil tersebut menunjukkan bahwa ρ > 0,05 yaitu 0,367 > 0,05 maka
dapat disimpulkan bahwa sampel yang diambil berdasarkan populasi data yang
berdistribusi normal.
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

c. Uji normalitas Pergaulan Peer Group


Pada uji normalitas X2 (pergaulan Peer Group), langkah pertama yang
dilakukan adalah membuat tabel rangkuman variabel X2 (lampiran 12 halaman
184 ). Kemudian dilakukan perhitungan sesuai dengan tabel tersebut adalah :

Tabel 5. Hasil Uji Normalitas Pergaulan peer group (X2)


Klas fo fh Fo-fh (fo-fh) (fo-fh)
fh
10 0 0,33 -0,33 0,11 0,33
9 0 1,11 -1,11 1,23 1,11
8 5 3,17 1,83 3,36 1,06
7 8 6,37 1,63 2,66 0,42
6 8 9,03 -1,03 1,06 0,12
5 7 9,03 -2,03 4,11 0,46
4 7 6,37 0,63 0,40 0,06
3 4 3,17 0,83 0,69 0,22
2 0 1,11 -1,11 1,23 1,11
1 1 0,33 0,67 0,45 0,33
Total 40 40,00 0,00 - 1,38
Rerata = 144,575 S.B = 6,508
Chi Kuadrat = 6,252 db = 9
P = 0,714

Berdasarkan perhitungan tabel uji normalitas sebaran variabel X2 diatas


diperoleh hasil sebagai berikut:
χ2 = 6,252
ρ = 0,714
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

Hasil tersebut menunjukkan bahwa ρ > 0,05 yaitu 0,714 > 0,05 maka
dapat disimpulkan bahwa sampel yang diambil berdasarkan populasi data yang
berdistribusi normal.
c. Uji normalitas sikap
Pada uji normalitas Y (sikap), langkah pertama yang dilakukan adalah
membuat tabel rangkuman variabel Y (lampiran 12 halaman 185 ). Kemudian
dilakukan perhitungan sesuai dengan tabel tersebut adalah :
Tabel 6. Hasil Uji Normalitas Perilaku ( Y )
Klas fo fh Fo-fh (fo-fh) (fo-fh)
fh
10 1 0,33 0,67 0,45 1,38
9 0 1,11 -1,11 1,23 1,11
8 0 3,17 -3,17 10,04 3,17
7 8 6,37 1,63 2,66 0,42
6 13 9,03 3,97 15,78 1,75
5 10 9,03 0,97 0,94 0,10
4 6 6,37 -0,37 0,14 0,02
3 1 3,17 -2,17 4,70 1,48
2 0 1,11 -1,11 1,23 1,11
1 1 0,33 0,67 0,45 1,38
Total 40 40,00 0,00 11,91
Rerata = 137,375 S.B = 9,909
Chi Kuadrat = 11,913 db = 9
P = 0,218

Berdasarkan perhitungan tabel uji normalitas sebaran variabel Y diatas


diperoleh hasil sebagai berikut:
χ2 = 11,913
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

ρ = 0,218
Hasil tersebut menunjukkan bahwa ρ > 0,05 yaitu 0,218 > 0,05 maka
dapat disimpulkan bahwa sampel yang diambil berdasarkan populasi data yang
berdistribusi normal.
2. Hasil uji Linieritas dan keberartian
Dengan adanya hasil uji linieritas maka diketahui apakah ada hubungan
antara variabel bebas dengan variabel terikat. Adapun teknik analisis data yang
digunakan dalam penelitian ini adalah analisis regresi ganda menggunakan
komputer seri SPS program analisis butir ( validitas dan realibilitas instrumen)
edisi Prof Sutrisno Hadi dan Yuni Pamardiningsih UGM Yogyakarta tahun 2004
versi IBM/IN, pengujian ini meliputi:
a. Kriteria Pengujian Persyaratan Linieritas
Sebelum menguji linieritas dari masing-masing variabel, perlu membuat
kriteria persyaratan linieritas sebagai berikut
Ho : Data hasil penelitian tidak berbeda dengan data hasil teoritik artinya
linier
Ha : Data hasil penelitian berbeda dengan data hasil teoritik artinya tidak
linier
Untuk menetapkan linier atau tidaknanya distribusi data digunakan kriteria
sebagai berikut
Jika ρ > 0,05 maka data yang diperoleh berdistribusi normal
Jika ρ < 0,05 maka data yang diperoleh berdistribusi tidak normal
b. Uji linieritas Pola Asuh Orang Tua dengan Sikap
Berdasarkan hasil uji linieritas antara Pola Asuh Orang Tua dengan Sikap ,
diperoleh ρ = 0,108 dan F = 2,660. Karena ρ > 0,05 maka dapat diambil
kesimpulan bahwa pola asuh orang tua dan perilaku mempunyai korelasi yang
linier. Hasil uji linieritas Pola Asuh Orang Tua dengan Sikap dapat dilihat pada
tabel berikut ini :
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

Tabel 7. Rangkuman Uji Linieritas X1 terhadapY


Sumber Derajat R2 db Var F ρ
Regresi ke 1 0,368 1 0,368 22,102 0,000
Residu 0,632 38 0,017 -- --
Regresi ke 2 0,410 2 0,205 12,864 0,000
Beda ke 2 – ke 0,042 1 0,042 2,660 0,108
residu 1 0,590 37 0,016 -- --
Korelasinya Linier

Sebagai bukti bahwa korelasi antara Pergaulan peer group dengan


Perilaku adalah linier dapat dilihat pada lampiran. 13 halaman 187 dalam bentuk
grafik hasil uji linieritas Pola Asuh Orang Tua dengan sikap.
c. Uji linieritas Pergaulan Peer Group dengan Sikap
Berdasarkan hasil uji linieritas antara Pergaulan Peer Group (X2) dengan
sikap (Y) , diperoleh ρ = 0,194 dan F = 1,727. Karena ρ > 0,05 maka dapat
diambil kesimpulan bahwa pola asuh orang tua dan perilaku mempunyai korelasi
yang linier. Hasil uji linieritas Pola Asuh Orang Tua dengan Perilaku dapat dilihat
pada tabel berikut ini :
Tabel 8. Rangkuman Uji Linieritas X2 terhadapY
Sumber Derajat R db Var F p
Regresi Ke 1 0,243 1 0,243 12,213 0,002
Residu 0,757 38 0,020 -- --
Regresi Ke 2 0,277 2 0,138 7,087 0,003
Beda Ke 2-ke1 0,034 1 0,034 1,727 0,194
Residu 0,723 37 0,020 -- --
Korelasinya Linier
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

Sebagai bukti bahwa korelasi antara Pergaulan peer group dengan


Perilaku adalah linier dapat dilihat pada lampiran 12 halaman 169 dalam bentuk
grafik hasil uji linieritas Pola Asuh Orang Tua dengan Perilaku

C. Proses Pengujian Hipotesis


Pengujian hipotesis pada dasarnya merupakan suatu langkah menguji apakah
persyaratan yang telah dikemukakan dalam perumusan hipotesis diterima atau tidak.
Hipotesis yang dikemukakan diterima apabila data empiris mendukung persyaratan
dalam hipotesis, sebaliknya hipotesis ditolak apabila data empiris tidak mendukung
persyaratan hipotesis. Adapun teknik analisis data yang digunakan dalam penelitian
ini adalah analisis regresi ganda menggunakan komputer seri SPS program analisis
butir ( validitas dan realibilitas instrumen) edisi Prof Sutrisno Hadi dan Yuni
Pamardiningsih UGM Yogyakarta tahun 2004 versi IBM/IN. Agar dapat diketahui
hasil uji hipotesis. Berdasarkan perhitungan uji hipotesis diperoleh hasil perhitungan
koefisien korelasi sederhana antara X1 dengan Y dan X2 dengan Y, sebagai berikut
1. Mencari Korelasi antara Kriterium dengan Prediktor
Langkah pertama yang dilakukan adalah dengan membuat tabel kerja matriks
interkorelasi analisis sebagai berikut:
Tabel 9. Matrik Interkorelasi
r X1 X2 Y
X1 1,000 0,417 0,606
p 0,000 0,007 0,000
X 0,417 1,000 0,493
p 0,007 0,000 0,002
Y 0,606 0,493 1,000
p 0,000 0,002 0,000

a. Korelasi antara X1 dengan Y


library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

Ha : Ada korelasi antara pola asuh orang tua dengan Sikap


Ho : Tidak ada hubungan antara pola asuh orang tua dengan Sikap
Setelah membuat tabel kerja pada selanjutnya dilakukan perhitungan
sesuai (lampiran 13 hal 171 ). Perhitungan yang telah dilakukan diperoleh hasil
sebagai berikut
rxy = 0,606
ρ = 0,000
Dari hasil diatas dapat diketahui bahwa ρ < 0,05, maka berdasarkan
pedoman kaidah uji hipotesis menurut Prof. Sutrisno Hadi dan Yuni
Pamardiningsih UGM Yogyakarta tahun 2004 versi IBM/IN dapat disimpulkan
bahwa Ha diterima dan Ho ditolak. Dengan demikian pengujian hipotesis pertama
dalam penelitian ini yang berbunyi “Ada hubungan yang signifikan antara pola
asuh orang tua dengan perilaku siswa kelas XI IPS SMA Negeri 3 Surakarta
Tahun Pelajaran 2009/2010” dinyatakan diterima, dengan peluang galat lebih
kecil dari 5% (p < 0,05)
b. Korelasi antara X2 dengan Y
Ha : Ada korelasi antara pergaulan peer group orang tua dengan Sikap
Ho : Tidak ada hubungan antara pergaulan peer group dengan Sikap
Setelah membuat tabel kerja pada selanjutnya dilakukan perhitungan
sesuai (lampiran 13 hal 171 ). Perhitungan yang telah dilakukan diperoleh hasil
sebagai berikut
rxy = 0,493
ρ = 0,002
Dari hasil diatas dapat diketahui bahwa ρ < 0,05, maka berdasarkan
pedoman kaidah uji hipotesis menurut Prof. Sutrisno Hadi dan Yuni
Pamardiningsih UGM Yogyakarta tahun 2004 versi IBM/IN dapat disimpulkan
bahwa Ha diterima dan Ho ditolak. Dengan demikian pengujian hipotesis pertama
dalam penelitian ini yang berbunyi “Ada hubungan yang signifikan antara
pergaulan peer group dengan perilaku siswa kelas XI IPS SMA Negeri 3
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

Surakarta Tahun Pelajaran 2009/2010” dinyatakan diterima, dengan peluang galat


lebih kecil dari 5% (p < 0,05)
c. Korelasi antara X1 dan X2 dengan Y
Ha : Ada korelasi antara pergaulan peer group orang tua dengan Sikap
Ho : Tidak ada hubungan antara pergaulan peer group dengan Sikap
Tabel 10. Koefisien Beta dan Korelasi Parsial
X Beta (B) SB(B) F-Parsial t P
0 13,675650
1 0,447272 0,1133657 0,507 3,935 0,001
2 0,443062 0,187701 0,333 2,360 0,022

Galat Baku = 7,629


Korelasi R = 0,662
Tabel 11. Rangkuman Analisis Regresi Model Penuh
Sumber JK db RK f R P
Variasi
Regresi 1,676,129 2 838,065 14,401 0,438 0,000
Penuh 1,408,216 1 1,408,216 24,198 0,368 0,000
Variabel X1 267,913 1 267,913 4,604 0,070 0,036
Variabel X2
Residu Penuh 2,153,246 1 58,196
Total 3,829,375 39

Setelah membuat tabel kerja pada (lampiran 13 halaman 171 ),


selanjutnya dilakukan perhitungan sesuai dengan rumus sehingga diperoleh :
Rx(1,2)y = 0,662
ρ = 0,000
F = 14,401
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

Karena ρ < 0,05, maka berdasarkan pedoman kaidah uji hipotesis menurut
Prof. Sutrisno Hadi dan Yuni Pamardiningsih UGM Yogyakarta tahun 2004 versi
IBM/IN dapat disimpulkan bahwa Ha diterima dan Ho ditolak. Dengan demikian
pengujian hipotesis pertama dalam penelitian ini yang berbunyi “Ada hubungan
positif yang signifikan antara pola asuh orang tua dan pergaulan peer group
dengan sikap pada siswa kelas XI IPS SMA Negeri 3 Surakarta Tahun Pelajaran
2009/2010” dinyatakan diterima dengan peluang galat lebih kecil dari 5% ( p <
0,05)
2. Mencari Persamaan Garis Regresi
a. Persamaan Regresi Linier Sederhana
1) Persamaan regresi linier sederhana antara Pola Asuh Orang Tua (X1) dengan
Sikap (Y)
Y = a + b1X1
Y = 13,675 + 0,447 (X1)
Artinya
1) Konsatanta 13,675 dapat diartikan bahwa apabila tidak ada Pola Asuh
Orang Tua (X1), maka Sikap (Y) yang dicapai mahasiswa sebesar 13,675
2) Koefisien regresi 0,447 X, menyatakan bahwa setiap kenaikan satu unit
Pola Asuh Orang Tua (X1), maka akan meningkatkan Sikap (Y) sebesar 0,
447.
2) Persamaan regresi linier sederhana antara Pola Asuh Orang Tua (X2) dengan
Sikap (Y)
Y = a + b2X2
Y = 13,675 + 0,443 (X2)
Artinya
1) Konsatanta 13,675 dapat diartikan bahwa apabila tidak ada Pergaulan Peer
Group (X2), maka Sikap (Y) yang dicapai mahasiswa sebesar 13,675
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

2) Koefisien regresi 0,443 X, menyatakan bahwa setiap kenaikan satu unit


Pergaulan Peer Group (X2) maka akan meningkatkan Sikap (Y) sebesar
0,443.
b. Persamaan Regresi Linier Ganda
Y = a + b1X1 +b2X2
Y = 13,675 + 0,447 (X1) + 0,443 (X2)
Artinya:
1) Koefisien 13,675 menyatakan bahwa apabila tidak ada Pola Asuh Orang
Tua (X1) dan Pergaulan Peer Group (X2) yang tinggi, maka Sikap (Y)
sebesar 13,675
2) Koefisien regresi X1 = 0,447 menyatakan bahwa setiap penambahan satu
unit Pola Asuh Orang Tua (X1) akan meningkatkan Sikap (Y) sebesar
0,447
3) Koefisien regresi X2 = 0,443 menyatakan bahwa setiap penambahan satu
unit Pergaulan Peer Group (X2) akan meningkatkan Sikap (Y) sebesar
0,443
Berdasarkan pernyataan-pernyataan tersebut diatas dapat diambil
kesimpulan bahwa rata-rata sikap (Y) akan meningkat sebesar 13,675. Dalam hal
ini untuk setiap peningkatan satu unit Pola Asuh Orang Tua (X1) akan
meningkatkan sikap (Y) sebesar 0,447. Demikian halnya dengan Pergaulan Peer
Group, setiap peningkatan satu unit Pergaulan Peer Group (X2) akan
meningkatkan sikap (Y) sebesar 0,443.
3. Menentukan Sumbangan Prediktor terhadap Kriterium
Penghitungan sumbangan masing-masing variabel dengan bantuan komputer
paket SPS edisi Sutrisno Hadi dan Yuni Pamardiningsih versi IBM/In program
analisis regresi model penuh dan stepwise tergambar pada tabel perbandingan bobot
prediktor model penuh sebagai berikut
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

Tabel 12. Perbandingan Bobot Prediktor


Variabel Korelasi lugas Korelasi parsial Koefisien determinasi
X r xy ρ r par-xy ρ SD Relatif SD
% Efektif %
1 0,606 0,000 0,507 0,001 84,016 36,774
2 0,493 0,002 0,333 0,022 15,984 6,996
Total 100,000 43,770

Berdasarkan hasil perhitungan sumbangan masing-masing variabel, peneliti


memperoleh hasil sebagai berikut:
a. Sumbangan Efektif (SE)
Sumbangan efektif diperlukan untuk mengetahui besarnya sumbangan
murni yang diberikan masing-masing prediktor.
1) Berdasarkan keterangan diatas dapat diketahui bahwa sumbangan efektif X1
dengan Y atau SE (X1) yaitu sebesar 36,774%. Hal tersebut dapat diartikan
bahwa sumbangan efektif Pola Asuh Orang Tua terhadap variasi naiknya
sikap yaitu sebesar 36,774% sedangkan sisanya (100,000%-36,774%) =
63,226% disebabkan oleh variabel lain yang berada diluar faktor Pola Asuh
Orang Tua. Dengan kata lain, perubahan sikap ditentukan oleh Pola Asuh
Orang Tua sebesar 36,774% dan perubahan sikap sebesar 63,226% ditentukan
oleh variabel lain diluar variabel Pola Asuh Orang Tua (XI)
2) Berdasarkan keterangan diatas dapat diketahui bahwa sumbangan efektif X2
dengan Y atau SE (X2) yaitu sebesar 6,996%. Hal tersebut dapat diartikan
bahwa sumbangan efektif Pergaulan Peer Group terhadap variasi naiknya
sikap yaitu sebesar 6,996% sedangkan sisanya (100,000%-6,996%) =
93,004% disebabkan oleh variabel lain yang berada diluar faktor Pergaulan
Peer Group. Dengan kata lain, perubahan sikap ditentukan oleh Pergaulan
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

Peer Group sebesar 6,996% dan perubahan sikap sebesar 93,004%


ditentukan oleh variabel lain diluar variabel Pergaulan Peer Group (X2)
3) Berdasarkan kedua pernyataan diatas dapat diambil kesimpulan bahwa
sumbangan efektif Pola Asuh Orang Tua (X1) dan Pergaulan Peer Group (X2)
secara bersama-sama dengan sikap (Y) atau SE (X1+X2) sebesar 43,770%.
Hal tersebut dapat diartikan bahwa sumbangan efektif (SE) Pola Asuh Orang
Tua dan Pergaulan Peer Group secara bersama-sama terhadap variasi naiknya
sikap sebesar 43,770%, sedangkan sisanya (100,000%-43,770%) = 56,23%
disebabkan oleh variabel lain yang berada diluar variabel Pola Asuh Orang
Tua (X1) dan Variabel Pergaulan Peer Group (X2) yang kurang tinggi
b. Sumbangan Relatif (SR)
Sumbangan relatif diperlukan untuk mengetahui besarnya sumbangan
masing-masing prediktor (X) terhadap kriterium (Y).
1) Berdasarkan keterangan di atas dapat diketahui bahwa sumbangan relatif X1
dengan Y atau SR% (X1) sebesar 84,016%. Hal tersebut dapat diartikan
bahwa secara relatif Pola Asuh Orang Tua memberikan sumbangan sebesar
84,016% bagi naiknya variabel sikap
2) Berdasarkan ketenrangan diatas dapat diketahui bahwa sumbangan relatif X2
dengan Y atau SR% (X2) sebesar 15,984%. Hal tersebut dapat diartikan
bahwa secara relatif variabel Pergaulan Peer Group memberikan sumbangan
sebesar 15,984% bagi naiknya variabel sikap
3) Berdasarkan pernyataan diatas dapat diketahui bahwa sumbangan relatif XI
dan X2 dengan Y atau SR% (X1+X2) sebesar 84,016%+15,984% = 100,000%.
Hal tersebut dapat diartikan bahwa secara relatif Pola Asuh Orang Tua dan
Pergaulan Peer Group memberikan sumbangan sebesar 100,000% bagi
naiknya sikap.
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

D. Pembahasan Hasil Analisis Data


Setelah dilakukan analisis data untuk pengujian hipotesis kemudian dilakukan
pembahasan hasil analisis data. Pembahasan analisis data sebagai berikut :
1. Hubungan antara Pola Asuh Orang Tua (X1) dengan Sikap (Y)
2. Hubungan antara Pergaulan Peer Group(X2) dengan Sikap (Y)
3. Hubungan antara Pola Asuh Orang Tua (X1) dan Pergaulan Peer Group
(X2) dengan Sikap (Y)
Adapun penjelasan dari masing-masing pembahasan hasil analisis data diatas
adalah sebagai berikut :
1. Hubungan antara Pola Asuh Orang Tua (X1) dengan Sikap (Y)
Hipotesis yang berbunyi ” Ada hubungan positif yang signifikan antara
pola asuh orang tua terhadap sikap pada siswa kelas XI SMA IPS Negeri 3
Surakarta tahun ajaran 2009/2010” diterima karena ρ < 0,05 . Hal ini dapat
dibuktikan dari hasil analisis yang telah dilakukan yaitu menunjukkan ada
korelasi rx1y sebesar 0,606 dan ρ = 0,000. Hal ini menunjukkan adanya hubungan
positif yang signifikan antara pola asuh orang tua dengan perilaku pada siswa
kelas XI IPS SMA Negeri 3 Surakarta tahun ajaran 2009/2010. Dikatakan
memiliki hubungan positif yang signifikan karena semakin tepat orang tua
memberikan pola asuh yang sesuai dengan situasi dan kondisi remaja maka
perilaku remaja akan semakin baik.
Berdasarkan hasil penelitian tersebut terlihat bahwa pola asuh orang tua
memiliki hubungan dengan perilaku pada siswa kelas XI SMA Negeri 3
Surakarta. Baik pola asuh otoriter, laissez faire maupun demokratis sangat
berhubungan bagi terbentuknya sikap pada siswa Dengan demikian pola asuh
orang tua dalam memperlakukan anaknya yang diterapkan dalam usaha
memelihara, membimbing, melindungi dan mendidik anak yang diterapkan harus
sesuai dengan perkembangan dan kondisi anak sehingga akan dapat membentuk
sikap yang positif yaitu perilaku yang tidak melanggar nilai-nilai dan norma-
norma yang berlaku dalam masyarakat.
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

2. Hubungan antara Pergaulan Peer Group (X2) dengan Sikap (Y)


Hipotesis yang berbunyi ” Ada hubungan positif yang signifikan antara
pergaulan peer group terhadap sikap pada siswa kelas XI IPS SMA Negeri 3
Surakarta tahun ajaran 2009/2010” diterima karena ρ < 0,05 . Hal ini dapat
dibuktikan dari hasil analisis yang telah dilakukan yaitu menunjukkan ada
korelasi rx2y sebesar 0,493 dan ρ = 0,002. Hal ini menunjukkan adanya hubungan
positif yang signifikan antara pergaulan peer group dengan sikap pada siswa
kelas XI IPS SMA Negeri 3 Surakarta tahun ajaran 2009/2010. Dikatakan
memiliki hubungan yang positif karena apabila seorang remaja dapat memilih
dengan tepat dalam pergaulan dengan teman sebayanya maka perilaku seorang
remaja tersebut akan meningkat ke arah yang positif.
Berdasarkan hasil penelitian tersebut terlihat bahwa pergaulan seorang
remaja dalam peer groupnya memiliki hubungan dengan terbentuknya perilaku.
Hal ini dapat terlihat pada saat ini banyak remaja yang berperilaku melanggar
norma-norma dan nilai-nilai dalam masyarakat karena remaja tersebut
terpengaruh atau terbawa oleh teman pergaulannya. Bila teman dalam peer group
masih menjaga nilai dan norma masyarakat maka akan menumbuhkan sikap yang
positif.
3. Hubungan antara Pola Asuh Orang Tua (X1) dan Pergaulan peer group (X2)
dengan Sikap (Y)
Hipotesis yang berbunyi ” Ada hubungan positif yang signifikan secara
bersama-sama antara pola asuh orang tua dan pergaulan peer group terhadap
sikap pada siswa kelas XI IPS SMA Negeri 3 Surakarta tahun ajaran 2009/2010”
diterima karena ρ < 0,05 . Hal ini dapat dibuktikan dari hasil analisis koefisien
korelasi ganda Ry(x1,2) = 0,662, ρ = 0,000 dan F = 14,401. Hal ini menunjukkan
bahwa pola asuh orang tua dan pergaulan peer group secara bersama-sama
mempunyai hubungan positif yang signifikan dengan sikap pada siswa kelas XI
IPS SMA Negeri 3 Surakarta tahun ajaran 2009/2010. Ini berarti bahwa semakin
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

baik pola asuh orang tua yang diikuti dengan memilih pergaulan teman sebaya
yang baik maka semakin baik pula sikap siswa dan sebaliknya, semakin buruk
pola asuh orang tua yang diikuti dengan memilih pergaulan teman sebaya yang
buruk maka semakin buruk pula sikap siswa.
Berdasarkan hasil penelitian tersebut terlihat bahwa pola asuh orang tua
dan pergaulan peer group memiliki hubungan dengan perilaku pada siswa kelas
XI IPS SMA Negeri 3 Surakarta. Hal ini menunjukkan bahwa pola asuh orang tua
dan pergaulan peer group secara bersama-sama mempunyai hubungan positif
dengan sikap pada siswa kelas XI IPS SMA Negeri 3 Surakarta tahun ajaran
2009/2010. Faktor pola asuh orang tua dalam mendidik dan membesarkan anak
juga dapat menyebabkan terbentuknya perilaku pada remaja. Bentuk-bentuk pola
asuh yang diterapkan pada anak baik itu otoriter, liberal maupun demokratis harus
disesuaikan dengan kondisi dan kepribadian anak agar mendorong anak untuk
membentuk sikap yang positif. Selain karena faktor pola asuh orang tua, sikap
yang positif dapat terbentuk karena adanya pergaulan yang baik dari seorang
remaja dalam peer groupnya
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

BAB V
KESIMPULAN, IMPLIKASI DAN SARAN

A. KESIMPULAN
Dari hasil perhitungan dan analisis data yang telah dilakukan, dapat diketahui
bahwa rx1y = 0,606 dan ρ = 0,000. Dari hasil tersebut diketahui bahwa ρ < 0,05 maka
berdasarkan pedoman kaidah uji hipotesis menurut Sutrisno Hadi dan Yuni
Pamardiningsih (2004) diambil kesimpulan Ha diterima dan Ho ditolak. Hal ini
menunjukkan bahwa terdapat hubungan positif yang signifikan antara pola asuh
orang tua dengan sikap pada siswa kelas XI IPS SMA Negeri 3 Surakarta tahun
ajaran 2009/2010, sehingga pola asuh yang diterapkan pada anak baik otoriter,
permisife dan demokratis sangat berhubungan dengan sikap pada siswa SMA. Siswa
yang memiliki pola pengasuhan orang tua yang baik dalam keluarganya maka akan
memiliki sikap yang positif, karena pola asuh yang baik dan harmonis kepada anak
akan menciptakan situasi dan kondisi yang akan mendorong anak untuk memiliki
sikap yang positif.
Dari hasil perhitungan dan analisis data yang telah dilakukan, dapat diketahui
bahwa rx2y = 0,493 dan ρ = 0,002. Dari hasil tersebut diketahui bahwa ρ < 0,05 maka
berdasarkan pedoman kaidah uji hipotesis menurut Sutrisno Hadi dan Yuni
Pamardiningsih (2004) diambil kesimpulan Ha diterima dan Ho ditolak Hal ini
menunjukkan bahwa terdapat hubungan positif yang signifikan antara pergaulan peer
group dengan sikap pada siswa kelas XI IPS SMA Negeri 3 Surakarta tahun ajaran
2009/2010, sehingga pergaulan peer group mempunyai pengaruh yang sangat besar
terhadap perilaku pada siswa SMA. Siswa yang memiliki pergaulan peer group yang
menjaga nilai dan norma masyarakat maka akan cenderung memiliki sikap yang
positif.
Dari hasil perhitungan dan analisis data yang telah dilakukan, dapat diketahui
bahwa Ry(x1,2) = 0,662 , ρ = 0,000 dan F = 14,401. Dari hasil tersebut
diketahui bahwa ρ < 0,05 maka berdasarkan pedoman kaidah uji hipotesis menurut
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

Sutrisno Hadi dan Yuni Pamardiningsih (2004) diambil kesimpulan Ha diterima dan
Ho ditolak. Hal ini menunjukkan bahwa terdapat hubungan positif yang signifikan
antara pola asuh orang tua dan pergaulan peer group dengan sikap pada siswa kelas
XI IPS SMA Negeri 3 Surakarta tahun 2009/2010. Siswa yang memiliki pola
pengasuhan orang tua yang baik dalam keluarganya dan memiliki pergaulan peer
group yang menjaga nilai dan norma masyarakat maka akan cenderung memiliki
sikap yang positif.

B. IMPLIKASI
Adanya hubungan positif yang signifikan antara pola asuh orang tua dengan
sikap pada siswa, memberikan gambaran pada orang tua siswa untuk lebih
memperhatikan hubungan keluarga dengan menerapakan pola asuh yang sesuai
dengan kondisi siswa. Sehingga tercipta suasana yang mendukung siswa untuk
berkembang sesuai dengan potensi yang dimiliki. Apabila dalam keluarga dengan
pola asuh yang diterapkan sesuai dengan suasana yang kondusif maka merupakan
langkah awal dalam proses pembentukan perilaku dalam diri siswa. Orang tua juga
harus memberikan perhatian yang cukup agar siswa tidak mencari perhatian di luar
rumah yang akan membentuk sikap yang negatif. Dalam sebuah keluarga orang tua
berperan sebagai pemimpin bagi anak-anaknya. Pemimpin yang baik harus dapat
bertindak sebagai teman bagi anak namun tetap menjaga kewibawaan sebagai orang
tua agar anak bersikap hormat dan patuh pada orang tua.
Selain hubungan positif yang signifikan antara pola asuh orang tua dengan
sikap pada siswa, adanya hubungan positif yang signifikan antara pergaulan peer
group dengan sikap, memberikan gambaran bagi siswa untuk bergaul dengan teman-
teman usia sebaya baik di lingkungan keluarga, sekolah maupun masyarakat. Dengan
mempunyai kemampuan untuk melakukan penyesuaian diri yang positif dalam peer
group maka diharapkan siswa menciptakan suasana pergaulan yang akrab, selaras,
serasi, harmonis dan dinamis dengan tidak melanggar aturan yang berlaku di
masyarakat, serta mampu menghindari perilaku yang tidak sesuai dengan norma
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

tersebut. Suatu kelompok sebaya (peer group) menimbulkan hubungan timbal balik
bagi para anggotanya. Semua perilaku yang baik maupun yang buruk akan mudah
ditiru oleh anggota kelompok. Jika yang ditiru adalah perilaku yang baik maka akan
bermanfaat dan tidak menimbulkan masalah, namun jika yang ditiru adalah perbuatan
yang buruk, maka menyebabkan terbentukya sikap yang melanggar aturan.
Dengan memperhatikan seluruh faktor-faktor yang dapat membentuk sikap
pada siswa, memberikan implikasi bahwa terbentuknya perilaku pada siswa tidak
hanya berasal dari keluarga khususnya pada pola asuhnya saja tetapi juga dari faktor
pergaulan peer groupnya. Orang tua perlu membina dan menciptakan suasana yang
harmonis dan kondusif dalam keluarga dengan menerapkan pola asuh yang sesuai
dengan perkembangan dan kondisi siswa. Anak yang tumbuh dalam keluarga yang
menerapkan pola asuh yang sesuai dengan kondisi anak akan menciptakan sikap yang
positif sebaliknya pola asuh orang tua yang salah akan membentuk sikap yang negatif
yang akan merugikan diri siswa dan keluarga. Selain itu perilaku pada siswa sangat
dipengaruhi oleh pergaulan dalam peer groupnya. Pergaulan peer group yang baik
akan memberikan sumbangan dalam pembentukan sikap yang positif, sedangkan
pergaulan peer group yang salah akan mengarah pada sikap yang akan melanggar
nilai-nilai dan aturan yang ada.

C. SARAN
Berdasarkan kesimpulan dan implikasi yang telah penulis uraikan diatas,
maka saran-saran yang dapat disampaikan adalah sebagai berikut :
1. Bagi Orang Tua
Orang tua hendaknya bisa benar-benar memahami dengan baik, bahwa
perkembangan psikologi anak sangat dipengaruhi oleh pola asuh orang tua serta
kondisi keluarga setiap hari, yang diterapkan dalam usaha memelihara, membimbing,
melindungi dan mendidik anak. Oleh karena itu orang tua harus menerapkan pola
asuh yang paling tepat dan disesuaikan dengan situasi, kondisi dan kepribadian anak.
Selain itu orang tua hendaknya memberikan bimbingan dan perhatian yang cukup
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

bagi anak agar anak tidak salah memilih teman bergaul. Dengan demikian orang tua
agar menciptakan suasana lingkungan rumah yang harmonis dan kondusif dengan
menerapkan pola asuh yang sesuai dengan kondisi anak agar membentuk perilaku
yang positif karena pada masa ini merupakan masa seorang anak dalam mencari jati
diri.
2. Bagi Siswa
Siswa hendaknya memiliki kemauan untuk mencari teman bergaul dan
bersosialisasi dengan siswa lain yang memiliki perilaku yang tidak melanggar norma-
norma ataupun aturan yang telah berlaku, sehingga dengan bergaul dengan siswa
yang berperilaku sesuai dengan aturan maka diharapkan akan mendorong bagi siswa
tersebut untuk berperilaku yang positif. Siswa juga diharapkan untuk dapat lebih
menyadari arti penting dalam pergaulan dengan teman sebayanya bagi dirinya sendiri
dan masa depannya, dan bisa mengerti atau membedakan antara pergaulan dengan
teman yang baik dengan pergaulan dengan teman yang telah melanggar aturan.
Disamping itu siswa hendaknya memelihara pergaulan dengan teman-teman
sebayanya dan lebih meningkatkan kerja sama serta mengisi waktu luang dengan
kegiatan-kegiatan yang positif yang membangun kreatifitas siswa. Dengan demikian
akan membentuk perilaku yang positif.
3. Bagi Sekolah
Sekolah hendaknya mengoptimalkan fungsi atau peran BK di sekolah, dengan
mengadakan sosialisasi bahwa BK bukan hanya untuk siswa yang bermasalah atau
melanggar aturan sekolah, namun juga menjadi tempat bagi siswa yang berprestasi
atau untuk siswa yang ingin berkonsultasi. Dengan demikian siswa tidak lagi merasa
takut, dan menganggap bahwa BK adalah tempat bagi siswa yang bermasalah saja.
4. Bagi Peneliti Lain
Penelitian ini diharapkan dapat menjadi acuan atau pedoman bagi peneliti lain
yang akan melakukan penelitian dengan tema yang hampir sama.
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

DAFTAR PUSTAKA

Atkinson and Atkinson. 1999. Pengantar Psikologi. ( Penerjemah : Kusuma W).


Jakarta : Erlangga

Bimo Walgito. 1997. Psikologi Sosial. Yogyakarta :: Andi Offset

Cholid Narbuko dan Abu Achmadi. 2007. Metodologi Penelitian. Jakarta : Bumi
Aksara.

Daliman.1997. Ilmu Pendidikan. Surakarta : Fakultas Psikologi Universitas


Muhammadiyah Press.

Gerungan, W.A. 2000. Psikologi Sosial. Bandung: PT. Refika Aditama.

Hadari Nawawi. 1995. Metode Penelitian Bidang Sosial. Yogyakarta: Gajah Mada
University Press.

Hetherington dan Parke, 2000, Psikologi Perkembangan Anak dan Remaja, Alih
bahasa : Soemitro, Jakarta: Universitas Indonesia.

Hurlock, Elizabeth B. 2004. Perkembangan Anak (Jilid 2 Edisi6). Terjemahan


Meitasari Tjandrasa dari judul asli “Child Development”. Jakarta: Erlangga

__________________ 2000. Psikologi perkembangan Suatu Pendekatan Rentang


Kehidupan. Terjemahan Istiwidayanti dan Soejarwo.. Jakarta : Erlangga

J.F. Calhoun and Acocella JR. 1990. Psikologi Tentang Penyesuaian dan Hubungan
Kemanusiaan. (Terjemahan : Satmoko). Semarang : IKIP Semarang Press

Kartini Kartono, 1983. Patologi Sosial. Jakarta : Rajawali Press

___________________ 1990. Pengantar Metodologi Research. Bandung : Mandar


Maju

____________________ 2006. Patologi Sosial II : Kenakalan Remaja. Jakarta :


Rajawali Press

Kerlinger, Fred. N. 1996. Behavioral Research Terjemahan, Landung Simatopang.


Universitas Indonesia

Musen. 1997. Perkembangan Anak. Yogyakarta : Eresco


library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

Nasution, 2003, Metode Reseach, Jakarta : Bumi Aksara.

Nurbani Yusuf. 1998. Bimbingan Konseling Anak Remaja. Yogyakarta: UD.Rama

Saifuddin Azwar. 2002. Sikap Manusia Teori dan Pengukurannya. Yogyakarta:


Pustaka Pelajar.

______________. 2002. Reliabilitas dan Validitas. Yogyakarta: Pustaka Pelajar

Sam Vaknin, Ph.D, 2009, Parenting - The Irrational Vocation, diakses dalam
(http://archive.constantcontact.com/fs056/1101439140372/archive/110210466
3935.html) tanggal 10 Juni 2009 Pukul 19.00

Sanapiah Faisal. 1981. Dasar dan Teknik Menyusun Angket. Surabaya: Usaha
Nasional

Sarlito Wirawan Sarwono 2003. Psikologi Remaja. Jakarta: CV. Rajawali

Sevilla, Consuelo G,et all. 1993. Pengantar Metode Penelitian. Terjemahan


Alimuddin Tuwu dari judul asli “An Introduction to Research Methods”.
Jakarta: UI- Press

Singgih D Gunarso dan Ny Singgih D Gunarso, 2000, Psikologi Perkembangan Anak


dan Remaja, Jakarta Pusat: Gunung Mulia

Slamet Santoso.1999. Dinamika Kelompok. Jakarta : Bumi Aksara

Soedomo Hadi. 2005. Pendidikan (Suatu Pengantar). Surakarta: UNS Press

Soekidjo Notoatmojo. 1996. Pendidikan Perilaku Kesehatan. Jakarta. Gajah Mada


University Press

Soeparwoto.2004. Psikologi Perkembangan. Universitas Negeri Semarang: UPT


UNNES Press

Soerjono Soekanto. 1990. Sosiologi Suatu Pengantar. Jakarta: Raja Grafindo Persada

Sudjana. 1996. Metode Statistika. Bandung: Tarsito.


library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

Suharsimi Arikunto. 1998. Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktek. Jakarta :


Rineka Cipta

Sumadi Suryabrata. 2002. Metode Penelitian. Jakarta : PT Raja Grafindo Persada

Syamsu Yusuf LN. 2004. Psikologi Perkembangan Anak dan Remaja. Bandung :
Remaja Rosdakarya

Sutrisno Hadi, 1978. Metode Research Jilid 1. Yogyakarta: Andi Offset.

___________. 2001. Analisis Regresi. Yogyakarta: Andi Offset.

___________. 2001.Metode Research Jilid 3. Yogyakarta: Andi Offset.

TO. Ihromi. 1999. Bunga Rampai Sosiologi. Jakarta : Yayasan Obor Indonesia

Van Der Zanden, James W. Alih bahasa Ratna Juwita. 1997. Psikologi Sosial. Jakarta
: Erlangga

Winarno Surakhmad. 1994. Pengantar Interaksi Mengajar-Belajar. Bandung:


Tarsito.

Zainuddin. 1993. Perawatan jiwa untuk anak-anak. Jakarta : Paramita

http://www.google.co.id/peer group, 20:30, 30 Juli 2009

Anda mungkin juga menyukai