Anda di halaman 1dari 30

PENGELOLAAN KEUANGAN DESA

DISUSUN OLEH :

Deni Jonathan
218400036

UNIVERSITAS MEDAN AREA


FAKULTAS HUKUM
T.A 2022/2023
Abstrak

Pengelolaan keuangan Desa yang meliputi : perencanaan, pelaksanaan, penatausahaan,


pelaporan, pertanggung-jawaban pengelolaan keuangan keuangan desa di kabupaten
Jombang. Metode penelitian yang digunakan deskriptif kualitatif dengan
mengkomparatifkan pengelolaan keuangan desa kesesuaiannya dengan Peraturan Bupati
(Perbup) Nomor 33 Tahun 2015 Tentang Pengelolaan Keuangan Desa. Dengan teknik
pengumpulan data melalui wawancara serta pengamatan langsung terhadap objek
penelitian. Penetapan daerah observasi dilakukan dengan mempertimbangkan besar
kecilnya penerimaan dana desa atau alokasi dana desa. Hasil penelitian ini menunjukkan
bahwa berdasarkan Peraturan Bupati Nomor 33 Tahun 2015 tentang pengelolan Keuangan
Desa secara garis besar pengelolaan Keuangan Desa telah mencapai akuntabilitas. Selain
itu masih diperlukan adanya pendampingan desa dari pemerintah daerah yang intensif
dalam membantu desa untuk mewujudkan akuntabilitas pengelolaan keuangan Desa.
Kegiatan ini menggunakan metode kualtatif, dengan menjelaskan apa yang bersangkutan
dengan Pengelolaan keuangan Desa

Abstract

Village financial management which includes: planning, implementation, administration,


reporting, responsibility for managing village finances in Jombang Regency. The research
method used is descriptive qualitative by comparing village financial management in
accordance with the Regent Regulation (Perbup) Number 33 of 2015 concerning Village
Financial Management. With data collection techniques through interviews and direct
observation of the object of research. The determination of the observation area is carried
out by considering the size of the receipt of village funds or the allocation of village funds.
The results of this study indicate that based on the Regent's Regulation Number 33 of 2015
concerning Village Financial Management, in general, village financial management has
achieved accountability. In addition, there is still a need for intensive village assistance from
the local government in helping villages to realize village financial management
accountability. This activity uses a qualitative method, by explaining what is related to
village financial managemen
DAFTAR ISI
Halaman

BAB 1 PENDAHULUAN.................................................................... 1
1.1. Latar Belakang Masalah....................................................................... 1
1.2. Tujuan Penelitian .................................................................................... 8
1.3. Manfaat Penelitian.................................................................................. 8

BAB 2 PEMBAHASAN ....................................................................... 9


2.1. Azas Pengelolaan Keuangan Desa………......................................... 9
2.2. Kewenangan Pengelolaan Keuangan Desa….............................. 16
2.3. Mekanisme Dan Prosedur Pengelolaan Keuangan Desa….. 19

BAB 3 PENUTUP ................................................................................. 27


27
3.1 Kesimpulan……………………………………………………………………..
28
3.2 Saran………………………………………………………………………………

Daftar Pustaka .............................................................................. 29


1

BAB 1

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Masalah

Agenda Pembangunan Nasional yang tertuang dalam Perpres No. 2 Tahun 2015 Tentang
RPJMN 2015-2019 yaitu “Membangun Indonesia dari pinggiran dengan memperkuat
daerah-daerah dan desa dalam kerangka NKRI” demi tercapainya nawacita tersebut maka
pembangunan desa menjadi salah satu prioritas utama dalam pemerintahan saat ini. Dasar
hukum tentang birokrasi pemerintahan desa mulai dijalankan dan diawasi oleh pihat
terkait demi terlaksanannya tata kelola pemerintahan desa yang baik.

Desa adalah kesatuan masyarakat hukum yang memiliki batas wilayah yang berwenang
untuk mengatur dan mengurus urusan pemerintahan, kepentingan masyarakat setempat
berdasarkan prakarsa masyarakat, hak asal usul, dan/atau hak tradisional yang diakui dan
dihormati dalam sistem pemerintah Negara Kesatuan Republik Indonesia

Peraturan memberikan landasan bagi semakin otonomnya desa secara praktek, bukan
hanya sekedar normatif. Dengan adanya kewenangan pengelolaan keuangan desa
(berdasarkan Permendagri Nomor 113 Tahun 2014) dan adanya alokasi dana desa
(berdasarkan PP Nomor 47 Tahun 2015), seharusnya desa semakin terbuka (transparan)
dan responsibel terhadap proses pengelolaan keuangan. Dalam ketentuan Permendagri
nomor 113 Tahun 2014 disampaikan bahwa pengelolaan keuangan desa adalah
keseluruhan kegiatan yang meliputi: perencanaan, penganggaran, penatausahaan,
pelaporan, pertanggungjawaban dan pengawasan keuangan desa, sehingga dengan hak
otonom tersebut diharapkan desa dapat mengelola keuangannya tersebut secara mandiri,
baik mengelola pendapatan dan mengelola pembelanjaan anggaran.

Berdasarkan hasil survei tentang praktik pengelolaan keuangan desa oleh Badan Pengawas
Keuanga dan Pembangunan (BPKP) tahun 2014 di Sumatera Barat, Kalimantan Selatan, dan
Jawa Tengah menunjukaan kondisi sebagai berikut: (1) Kondisi tatakelola desa variasinya
sangat tinggi, dari yang sangat kurang sampai dengan sudah maju; (2) Sumber Daya

1. Agus Subroto. 2009. Akuntabilitas Pengelolaan Dana Desa Studi Pengelolaan ADD di Desa-Desa Kec. Tlogomulyo
Kab. Temanggung Tahun 2008). Semarang: Program Pasca Sarjana Universitas Diponegoro

2. Ayi Sumarna. 2015. Pokok-Pokok Pengelolaan Keuangan Desa. Artikel Keuangan Desa
5

Manusia (SDM) perangkat desa bervariasi dari Sekolah Dasar (SD) sampai dengan S1,
umumnya SMP; (3) Kualitas Sumber Daya Manusia belum memadai; (4) Masih terdapat
desa yang belum menyusun RKP Desa; (5) Dana yang berasal dari bagi hasil pajak dan
retribusi kabupaten tidak disajikan dalam RAPBDesa dan realisasinya; (6) Desa belum
memiliki prosedur yang dibutuhkan untuk menjamin tertib administrasi dan pengelolaan
keuangan serta kekayaan milik desa; (7) Masih terdapat desa yang belum menyusun
Laporan sesuai ketentuan; (8) Evaluasi APB Desa belum didukung kesiapan aparat
kecamatan; (9) Pengawasan dan pembinaan belum didukung SDM memadai di tingkat APIP
Kab/Kota; (10) Proporsi penggunaan dana (ADD) belum sesuai ketentuan (30 % Opr. : 70%
pembangunan/pemberdayaan)

Temuan hasil survei terhadap praktik pengelolaan keuangan desa tersebut menunjukkan
bahwa masih diperlukan pembinaan dan pengawasan terhadap pemerintah desa dalam
pengelolaan keuangan desa agar akuntabilitas pengelolaan keuangan desa dapat berjalan
dengan baik sehingga Good Local Government dapat tercapai.

Akuntabilitas adalah kewajiban untuk memberikan pertanggung- jawaban atau menjawab


dan menerangkan kinerja serta tindakan seseorang / pimpinan suatu unit organisasi
kepada pihak yang memiliki hak atau yang berwenang meminta pertanggungjawaban.
Akuntabilitas akan semakin baik jika didukung oleh suatu sistem akuntansi yang
menghasilkan informasi yang akurat, handal, tepat waktu, serta dapat
dipertanggungjawabkan (Ayu Komang, 2014). Sejalan dengan hal tersebut, akuntabilitas
publik adalah kewajiban agen (pemerintah) untuk mengelola sumber daya, melaporkan,
dan mengungkapkan segala aktivitas dan kegiatan yang berkaitan dengan penggunaan
sumber daya publik kepada pemberi mandat (prinsipal).

Akuntabilitas dalam pemerintah desa sebagaimana diungkapkan oleh Sukasmanto (dalam


Sumpeno; 2011:222) melibatkan kemampuan pemerintah desa untuk
mempertanggungjawabkan kegiatan yang dilaksanakan dalam kaitannya dengan masalah
pembangunan dan pemerintahan desa. Pertanggungjawaban yang dimaksud adalah
masalah finansial yang terdapat dalam Anggaran Pendapatan Belanja Desa (APBDes)
dengan Pendapatan Asli Desa (PADes), Alokasi Dana Desa (ADD), dan Dana Desa (DD)
termasuk komponen di dalamnya.

3. Ariesto Hadi Sutopo dan Adrianus Arief, 2010. Terampil Mengolah Data Kualitatif. Prenada Media Grup; Jakarta.
6

Hasil penelitian terdahulu yang dilaksanakan oleh Astuti dan Fanida (2012) dengan judul
Akuntabilitas Pemerintah Desa Dalam Pengelolaan Anggaran Pendapatan dan Belanja Desa
(APBDesa) menunjukkan bahwa pelaksanaan prinsip-prinsip akuntabilitas sudah
diterapkan pada pengelolaan APBDesa dan sudah berjalan dengan baik, walaupun masih
ada beberapa kelemahan yang harus dibenahi. Sehingga dengan adanya akuntabilitas
keseluruhan proses penggunaan APBDesa mulai dari usulan perencanaannya, pelaksanaan
sampai dengan pencapaian hasilnya dapat dipertanggungjawabkan di depan seluruh pihak
terutama masyarakat desa. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui
Akuntabilitas Pengelolaan Keuangan Desa di Kabupaten Jombang.

Desa adalah kesatuan masyarakat hukum yang memiliki kewenangan mengatur dan
mengurus kepentingan masyarakat setempat berdasarkan asal-usul dan adat- istiadat
setempat yang diakui dalam sistem pemerintahan nasional dan berada di daerah
Kabupaten, menurut Widjaya (dalam Misbahul Anwar; 2012). Definisi desa secara lengkap
terdapat dalam Undang-Undang No.6 tahun 2014 tentang Desa: Desa adalah desa dan desa
adat atau yang disebut dengan nama lain, selanjutnya disebut desa, adalah kesatuan
masyarakat hukum yang memiliki batas wilayah yang berwenang untuk mengatur dan
mengurus urusan pemerintahan, kepentingan masyarakat setempat berdasarkan prakarsa
masyarakat, hak asal usul, dan/atau hak tradisional yang diakui dan dihormati dalam
sistem pemerintahan Negara Kesatuan Republik Indonesia.

Pemerintahan Desa dalam Undang-Undang No.6 Tahun 2014 tentang Desa, bahwa
Pemerintahan Desa adalah penyelenggaraan urusan pemerintahan dan kepentingan
masyarakat setempat dalam sistem Negara Kesatuan Republik Indonesia. Pemerintahan
Desa dijalankan oleh Kepala Desa atau yang disebut dengan nama lain dibantu oleh
Perangkat Desa sebagai unsur penyelenggaran pemerintahan desa. selain kepala desa dan
perangkat desa, terdapat juga Badan Permusyawaratan Desa (BPD) yaitu lembaga yang
melaksanakan fungsi pemerintahan yang anggatanya wakil dari penduduk desa
berdasarkan keterwakilan wilayah dan ditetapkan secara demokratis.

Menurut Lembaga Administrasi Negara dan Badan Pengawasan Keuangan dan


Pembangunan RI ,Akuntabilitas adalah kewajiban untuk memberikan pertanggungjawaban
atau menjawab dan menerangkan kinerja dan tindakan seseorang/pimpinan suatu unit

4. Edi Supriadi. 2015. Pertanggungjawaban Kepala Desa dalam Pengelolaan Keuangan Desa Berdasarkan Undang-Undang
Nomor 6 Tahun 2014 Tentang Desa. Jurnal IUS, Vol. 3, No. 8, hlm. 330-346
7

organisasi kepada pihak yang memiliki hak atau yang berwenang meminta
pertanggungjawaban. Akuntabilitas adalah hal yang penting untuk menjamin nilai-nilai
seperti efisien, efektifitas, reliabilitas dan prediktibilitas. Suatu akuntabilitas tidak abstrak
tapi kongkrit dan harus ditentukan oleh hukum melalui seperangkat prosedur yang sangat
spesifik mengenai masalah apa saja yang harus dipertanggungjawabkan. Dalam
pelaksanaan akuntabilitas dilingkungan pemerintah, dapat diperhatikan prinsip-prinsip
akuntabilitas sebagai berikut: (1) harus ada komitmen dari pimpinan dan seluruh staf
instansi untuk melakukan pengelolaan pelaksanaan misi agar akuntabel; (2) harus
merupakan suatu sistem yang dapat menjamin penggunaan sumber daya secara konsisten
dengan peraturan perundangan-undangan yang berlaku; (3) harus dapat menunjukkan
tingkat pendapaian tujuan dan sasaran yang telah ditetapkan: (4) harus berorientasi pada
pencapaian visi dan misi serta hasil dan manfaat yang diperoleh; (5) Harus jujur, objektif,
transparan, dan inovatif sebagai katalisator perubahan manajemen instansi pemerintah
dalam bentuk pemutakhiran metode dan teknik pengukuran kinerja dan penyusunan
laporan akuntabilitas.

Mardiasmo mengemukakan bahwa secara garis besar manajemen keuangan daerah dapat
dibagi menjadi dua bagian, yaitu manajemen penrimaan daerah dan manajemen
pengeluaran daerah. Evaluasiterhadap pengelolaan keuangan daerah dan pembiayaan
pembangunan daerah mempunyai implikasi yang sangat luas. Kedua komponen tersebut
akan sangat menentukan kedudukan suatu pemerintah daerah dalam rangka
melaksanakan otonomi daerah. Peratuan Menteri dalam Negeri (Permendagri) 113 tahun
2014 tentang pengelolaan keuangan desa menjelaskan bahwa Keuangan Desa adalah
semua hak dan kewajiban desa yang dapat dinilai dengan uang serta segala sesuatu berupa
uang dan barang yang berhubungan dengan peaksanaan hak dan kewajiban desa. Keuangan
desa dikelola berdasarkan asas-asas transparan, akuntabel, partisipatif serta dilakukan
dengan tertib dan disiplin anggaran.

Penyelenggaraan kewenangan Desa berdasarkan hak asal usul dan kewenangan lokal
berskala Desa didanai oleh APBDesa. Penyelenggaraan kewenangan lokal berskala Desa
selain didanai oleh APB Desa, juga dapat didanai oleh anggaran pendapatan dan belanja
negara dan anggaran pendapatan dan belanja daerah.
8

Penyelenggaraan kewenangan Desa yang ditugaskan oleh Pemerintah didanai oleh


anggaran pendapatan dan belanja negara. Dana anggaran pendapatan dan belanja negara
dialokasikan pada bagian anggaran kementerian/lembaga dan disalurkan melalui satuan
kerja perangkat daerah kabupaten/kota. Penyelenggaraan kewenangan Desa yang
ditugaskan oleh pemerintah daerah didanai oleh anggaran pendapatan dan belanja daerah.
Seluruh pendapatan Desa diterima dan disalurkan melalui rekening kas Desa dan
penggunaannya ditetapkan dalam APB Desa. Pencairan dana dalam rekening kas Desa
ditandatangani oleh kepala Desa dan Bendahara Desa.

1.2 Tujuan Penelitian

1. Bagaimana Azas Pengelolaan keuangan Desa?

2. Bagaimana Kewenangan Pengelolaan Desa?

3. Apa itu Mekanisme dan prosedur Pengelolaan Keuangan Desa Menurut UU. 6 Tahun
2014 tentang desa?

1.3 Manfaat Penelitian

1. Untuk Mengetahui Bagaimana Azas Pengelolaan keuangan Desa


2. Agar dapat memahami Bagaimana Kewenangan Pengelolaan Desa
3. Apa itu Mekanisme dan prosedur Pengelolaan Keuangan Desa Menurut UU. 6 Tahun
2014 tentang desa
9

BAB II

PENDAHULUAN

2.1 Azas Pengelolaan Keuangan Desa

Berdasarkan Peraturan Dalam Negeri Nomor 113 Tahun 2014 mendefinisikan pengelolaan
keuangan desa adalah keseluruhan kegiatan yang meliputi : Perencanaan, Pelaksanaan,
Penatausahaan, Pelaporan dan Pertanggungjawaban. Sesuai latar belakang diatas, peneliti
lebih lebih memfokuskan dalam kegiatan Penatausahaan, Pelaporan dan
Pertanggungjawaban.

1. Penatausahaan

Penatausahaan keuangan desa ialah kegiatan mengatur keuangan desa dalam rangka
mewujudkan asas pengelolaan keungan desa yaitu asas transparan dan asas akuntabel.
Kegiatan penatausahaan meliputi semua kegiatan penerimaan dan pengeluaran kas yang
disertai oleh dokumen pendukung seperti buku kas umum, buku pembantu pajak dan buku
bank desa. Penatausahaan Keuangan Desa yang diatur dalam Peraturan Menteri Dalam
Negeri Nomor 113 Tahun 2014 tentang Pengelolaan Keuangan Desa Pasal 35 dan 36 yaitu:

1. Penatausahaan dilakukan oleh Bendahara Desa

2. Bendahara desa wajib melakukan pencatatan setiap penerimaan dan pengeluaran serta
melakukan tutup buku setiap akhir bulan secara tertib.

3. Bendahara desa wajib mempertanggungjawabkan uang melalui laporan


pertanggungjawaban.

4. Laporan pertanggungjawaban disampaikan setiap bulan kepada kepala desa dan paling
lambat tanggal 10 bulan berikutnya.

Dalam rangka mendukung terwujudnya tata kelola yang baik (good governace) dalam
penyelenggaraan desa, pengelolaan keuangan desa dilakukan berdasarkan prinsip tata
kelola yaitu transparan, akuntabel dan partisipatif serta dilakukan dengan tertib dan
disiplin anggaran.

5. Pengelolaan APBD di Indonesia, Lembaga Pengkajian Keuangan Publik Dan AkuntansiPemerintahan (LPKPAP) Badan
Pendidikan dan Pelatihan Keuangan, Jakarta LAN dan BPKP, Akuntabilitas dan Good Governance, Modul 1 dari 5 Modul
Sosialisasi Sistem Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah, Penerbit LAN, Jakarta.
10

Pengelolaan keuangan desa, dikelola dalam masa 1 (satu) tahun anggaran yakni mulai
tanggal 1 januari sampai dengan tanggal 31 Desember (Pasal 2, Permendagri No 37 Tahun
2007).

Transparansi (Transparancy)

Dalam Pasal 4 ayat 7 Peraturan Menteri Dalam Negeri Republik Indonesia NO. 13 Tahun
2006, tentang Pedoman Pengelolaan Keuangan Daerah, dikatakan transparan adalah
prinsip keterbukaan yang memungkinkan masyarakat untuk mengetahui dan
mendapatkan akses informasi seluas-luasnya tentang keuangan daerah. Dengan adanya
transparansi menjamin akses atau kebebasan bagi setiap orang untuk memperoleh
informasi tentang penyelenggaraan pemerintahan, yakni informasi tentang kebijakan,
proses pembuatan dan pelaksanannya, serta hasil-hasil yang dicapai. Transparansi yakni
adanya kebijakan terbuka bagi pengawasan. Sedangkan yang dimaksud dengan informasi
adalah informasi mengenai setiap aspek kebijakan pemerintah yang dapat dijangkau oleh
publik. Keterbukaan informasi diharapkan akan menghasilkan persaingan politik yang
sehat, toleran dan kebijakan dibuat berdasarkan pada preferensi publik.

Transparansi menjadi sangat penting bagi pelaksanaan fungsi-fungsi pemerintah dalam


menjalankan mandat dari rakyat. Mengingat pemerintah memiliki kewenangan mengambil
berbagai keputusan penting yang berdampak bagi orang banyak, pemerintah harus
menyediakan informasi yang lengkap mengenai apa yang dikerjakannya. Dengan
transparansi, kebohongan sulit untuk disembunyikan. Dengan demikian transparansi
menjadi instrumen penting yang dapat menyelamatkan uang rakyat dari perbuatan
korupsi.

Prinsip-prinsip transparansi dapat diukur melalui sejumlah indikator (Loina Lalolo Krina
P, 2003) seperti berikut : 1) Mekanisme yang menjamin sistem keterbukaan dan
standarisasi dari semua proses- proses pelayanan publik; 2) Mekanisme yang memfasilitasi
pertanyaan-pertanyaan publik tentang berbagai kebijakan dan pelayanan publik, maupun
proses-proses didalam sektor publik ; 3) Mekanisme yang memfasilitasi pelaporan maupun
penyebaran informasi maupun penyimpangan tindakan aparat publik didalam kegiatan
melayani.Keterbukaan pemerintah atas berbagai aspek pelayanan publik, pada akhirnya
akan membuat pemerintah menjadi bertanggungjawab kepada semua stakeholders yang
berkepentingan dengan proses maupun kegiatan dalam sektor publik.

6. Mardiasmo, 2002, Otonomi & Manajemen Keuangan Daerah, Penerbit Andi, Yogyakarta.
11

Akuntabilitas (accountability)

Akuntabilitas (accountability) adalah kewajiban untuk memberikan pertanggungjawaban


atau menjawab dan menerangkan kinerja dan tindakan seseorang badan hukum pimpinan
suatu organisasi kepada pihak yang memiliki hak atau berkewanangan untuk meminta
keterangan atau pertanggungjawaban. Dalam pelaksanaan akuntabilitas dilingkungan
instansi pemerintah, perlu diperhatikan prinsip-prinsip sebagai berikut : 1) Harus ada
komitmen dari pimpinan dan seluruh staf instansi untuk melakukan pengelolaan
pelaksanaan misi agar akuntabel ; 2) Harus merupakan suatu sistem yang dapat menjamin
penggunaan sumber-sumber daya secara konsisten dengan peraturan perundang-
undangan yang berlaku ; 3 Harus dapat menunjukkan tingkat pencapaian tujuan dan
sasaran yang telah ditetapkan ; 4) Harus berorientasi pada pencapaian visi dan misi serta
hasil dan manfaat yang diperoleh ; 5) Harus jujur, objektif, transparan dan inovatif sebagai
katalisator perubahan manajemen instansi pemerintah dalam bentuk pemutakhiran
metode dan teknik pengukuran kinerja dan penyusunan laporan akuntabilitas

Partisipasi

Sedangkan Partisipasi menurut (LAN dan BPKP, 2000) adalah setiap warganegara
mempunyai suara dalam pembuatan keputusan, baik secara langsung maupun melalui
intermediasi institusi legitimasi yang mewakili kepentingannya. Partisipasi ini dibangun
atas dasar kebebasan berasosiasi dan berbicara serta berpartisipasi secara konstruktif.
Dalam Permendagri NO. 37 Tahun 2007 tentang Pengelolaan Keuangan Desa, partisipasi
memakai kata-kata partisipatif, yaitu keikutsertaan dan keterlibatan masyarakat secara
aktif dalam proses pembangunan. Partisipasi masyarakat dalam penentuan kebijakan
publik menjadi kekuatan pendorong untuk mempercepat terpenuhinya prinsip
akuntabilitas dari penyelenggara pemerintahan di desa. Dalam penganggaran partisipasi
masyarakat sangat penting untuk mencegah kebijakan-kebijakan yang menyimpang.
Prinsip dan indikator partisipasi masyarakat dalam pengganggaran menurut (Gatot
Sulistioni, Hendriadi, 2004) mencakup hal-hal berikut : a) Adanya akses bagi partisipasi
aktif publik dalam proses perumusan program dan pengambilan keputusan anggaran ; b)
Adanya peraturan yang memberikan tempat ruang kontrol oleh lembaga independen dan
masyarakat baik secara perorangan maupun kelembagaan sebagai media check and
balances. 3) Adanya sikap proaktif pemerintah daerah untuk mendorong partisipasi warga
pada proses penganggaran
7. Neny Tri Indrianasari, 2017"PERAN PERANGKAT DESA DALAM AKUNTANBILITAS PENGELOLAAN KEUANGAN DESA"STIE
12

Hal ini mengingat kesenjangan yang tajam antara kesadaran masyarakat tentang cara
berpartisipasi yang efektif dan cita-cita mewujudkan APBD yang aspiratif.

Keuangan Desa dikelola berdasarkan praktik-praktik pemerintahan yang baik. Asas-asas


Pengelolaan Keuangan Desa sebagaimana tertuang dalam Permendagri Nomor 113 Tahun
2014 yaitu transparan, akuntabel, partisipatif serta dilakukan dengan tertib dan disiplin
anggaran, dengan uraian sebagai berikut:

a. Transparan yaitu prinsip keterbukaan

yang memungkinkan masyarakat untuk mengetahui dan mendapat akses informasi seluas-
luasnya tentang keuangan desa. Asas yang membuka diri terhadap hak masyarakat untuk
memperoleh informasi yang benar, jujur, dan tidak diskriminatif tentang penyelenggaraan
pemerintahan desa dengan tetap memperhatikan ketentuan peraturan perundang-
undangan;

b. Akuntabel yaitu perwujudan kewajiban untuk mempertanggungjawabkan pengelolaan


dan pengendalian sumber daya dan pelaksanaan kebijakan yang dipercayakan dalam
rangka pencapaian tujuan yang telah ditetapkan. Asas akuntabel yang menentukan bahwa
setiap kegiatan dan hasil akhir kegiatan penyelenggaraan pemerintahan desa harus dapat
dipertanggungjawabkan kepada masyarakat desa sesuai dengan ketentuan peraturan
perundangundangan;

c. Partisipatif yaitu penyelenggaraan pemerintahan desa yang mengikutsertakan


kelembagaan desa dan unsur masyarakat desa;

d. Tertib dan disiplin anggaran yaitu pengelolaan keuangan desa harus mengacu pada
aturan atau pedoman yang melandasinya.

KEKUASAAN PENGELOLAAN KEUANGAN DESA

Bab III Pasal 3 Permendagri NO. 37 Tahun 2007, disebutkan bahwa kepala Desa sebagai
Kepala Pemerintah Desa adalah pemegang kekuasaan pengelolaan keuangan desa dan
mewakili pemerintah desa dalam kepemilikan kekayaan desa yang dipisahkan, dengan
kewenangan : 1) Menetapkan kebijakan tentang pelaksanaan APBDesa; 2) Menetapkan
kebijakan tentang pengelolaan barang desa ; 3)Menetapkan bendahara desa, dengan
keputusan kepala desa ;
8. Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 13 Tahun 2006 Tentang Pedoman Pengelolaan KeuanganDaerah.
13

4) Menetapkan petugas yang melakukan pemungutan penerimaan desa: 5) Menetapkan


petugas yang melakukan pengelolaan barang milik desa.

Kepala Desa dalam melaksanakan pengelolaan keuangan desa, dibantu oleh pelaksana
teknis pengelolaan keuangan desa (PTPKD), yang terdiri dari : Sekretaris Desa dan
Perangkat Desa. Sekretaris desa bertindak selaku koordinator pelaksana pengelolaan
keuangan desa dan bertanggungjawab kepada Kepala Desa. Tugas sekretaris desa adalah :
1) Menyusun dan melaksanakan kebijakan pengelolaan APBDesa ; 2) Menyusan dan
melaksanakan kebijakan Pengelolaan APBDesa ; 3) Menyusun Raperdes APBDesa,
perusahan APBDesa dan pertanggungjawaban pelaksanaan APBDesa ; 4) Menyusun
Rancangan Keputusan Kepala Desa tentang pelaksanaan peraturan desa tentang APBDesa
dan Perubahan APBDesa. Jika dibandingkan dengan kekuasaan pengelolaan keuangan
daerah, terlihat dalam kekuasaan pengelolaan keuangan desa dilakukan oleh Kepala Desa,
dibantu oleh pelaksana teknis pengelolaan keuangan desa (PTPKD), yang terdiri dari
sekretaris desa dan perangkat desa lainnya. Sedangkan kekuasaan pengelolaan keuangan
daerah dalam Peraturan Menteri Dalam Negeri NO. 13 Tentang 2006 (revisi NO. 59 Tahun
2007) tentang Pedoman Pengelolaa Keuangan Daerah, dinyatakan bahwa kekuasaan
pengelola keuangan daerah terdiri dari : 1) Kepala daerah selaku pemegang kekuasaan
pengelolaan keuangan daerah, 2) Sekretaris Daerah selaku koordinator Pengelolaan
keuangan daerah, 3) Kepala SKPKD selaku pejabat pengelola keuangan daerah, 4) Kepala
SKPD selaku pejabat pengguna anggaran/pengguna barang, 5) Pejabat pengguna
anggaran/pengguna barang dalam melaksanakan tugas-tugasnya dapat melimpahkan
sebagian kewenangannya kepada kepala unit kerja pada SKPD selaku kuaasa pengguna
anggaran/kuasa pengguna barang.

STRUKTUR ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA DESA (APBDesa)

Anggaran Pendapatan dan Belanja Desa (APBDesa) terdiri dari : Pendapatan Desa, Belanja
Desa, dan Pembiayaan Desa. Pendapatan Desa meliputi semua penerimaan uang melalui
rekening desa yang merupakan hak desa dalam 1 (satu) tahun anggaran yang tidak perlu
dibayar kembali oleh desa, yang terdiri dari : Pendapatan asli desa (PADesa), Bagi hasil
pajak Kabupaten/Kota, Bagian dari retribusi Kabupaten/Kota, Alokasi Dana Desa (ADD),
Bantuan keuangan dari Pemerintah, Pemerintah Provinsi, pemerintah Kabupaten/Kota dan
Desa lainnya, Hibah, dan Sumbangan pihak ketiga.
14

Belanja desa meliputi semua pengeluaran dari rekening desa yang merupakan kewajiban
desa dalam 1 (satu) tahun anggaran yang tidak akan diperoleh pembayarannya kembali
oleh desa, yang terdiri dari : a. Belanja Langsung, adalah belanja yang penganggarannya
dipengaruhi secara langsung oleh adanya program atau kegiatan. Karakteristik biaya
langsung adalah sebagai berikut : (1) dianggarkan untuk setiap program atau kegiatan yang
diusulkan oleh desa, (2) Jumlah anggaran belanja langsung suatu program atau kegiatan
dapat diukur atau dibandingkan secara langsung dengan output program atau kegiatan
yang bersangkutan. (3) Varialibitas jumlah setiap jenis belanjalangsung dipengaruhi oleh
target kinerja atau tingkat pencapaian yang diharapkan dari program atau kegiatan yang
bersangkuran. Kelompok belanja langsung dibagi menurut jenis belanja yang terdiri :
belanja pegawai, belanja barang dan Jasa, serta belanja modal.

Belanja tidak langsung, yaitu belanja yang penganggarannya tidak dipengaruhi secara
langsung oleh adanya usulan program atau kegiatan. Belanja tidak langsung merupakan
belanja yang dianggarkan setiap bulan dalam satu tahun anggaran sebagai konsekuensi
dari kewajiban pemerintah desa secara periodik kepada pegawai yang bersifat tetap
(pembayaran gaji dan tunjangan) dan/atau kewajiban untuk pengeluaran belanja lainnya
yang umumnya diperlukan secara periodik. Karakteristik belanja tidak langsung antara lain
sebagai berikut : (1) Dianggarkan setiap bulan dalam satu tahun (bukan untuk setiap
program atau kegiatan); (2) Jumlah anggaran belanja tidak langsung sulit diukur atau sulit
dibandingkan secara langsung dengan output program atau kegiatan tertentu. Kelompok
belanja tidak langsung dibagi menurut jenis belanja terdiri dari : 1) Belanja
pegawai/penghasil tetap ; 2) Belanja subsidi ; 3) Belanja Hibah (pembatasan hibah); 4)
Belanja bantuan sosial; 5) Belanja bantuan keuangan; 6)Belanja tak terduga. Sedangkan
Pembiayaan (financing) adalah seluruh transaksi keuangan pemerintah, baik penerimaan
maupun pengeluaran, yang perlu dibayar atau akan diterima kembali, yang dalam
penganggaran pemerintah terutama dimaksudkan untuk menutup defisit dan atau
memanfaatkan surplus anggaran. Penerimaan pembiayaan antara lain dapat berasal dari
pinjaman dan hasil investasi. Sementara pengeluaran pembiayaan antara lain digunakan
untuk pembayaran kembali pokok pinjaman, pemberian pinjaman kepada entitas lain, dan
penyertaan modal oleh pemerintah (Peraturan Pemerintah NO 24 Tahun 2005, tentang
standar akuntansi Pemerintah). Pembiayaan neto merupakan selisih antara penerimaan
pembiayaan dengan pengeluaran pembiayaan. Jumlah pembiayaan neto harus dapat
menutup desifit anggaran.
15

Penganggaran Desa ( Perencanaan, Penyusunan, dan Pelaksanaan Anggaran Pendapatan


dan Belanja Desa (APBDesa)

Dalam ketentuan umum, Peraturan Menteri Dalam Negeri NO 66 Tahun 2007 tentang
Perencanaan Pembangunan Desa, dinyatakan bahwa Perencanaan pembangunan jangka
menengah desa (RPJM- Desa) disusun dalam periode 5 (lima) tahun, yang memuat arah
kebijakan pembangunan desa, arah kebijakan keuangan desa, kebijakan umum, dan
program dan satuan program Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD), lintas SKPD, dan
program prioritas kewilayahan, disertai dengan rencana kerja.

Selanjutnya dalam Bab V Permendagri NO. 37 tahun 2007, dinyatakan RPJM-Desa


merupakan penjabaran visi dan misi dari kepala desa yang terpilih. RPJM Desa ditetapkan
paling lambat 3 (tiga) bulan setelah kepala Desa dilantik. Kepala Desa bersama Badan
Permusyawaratan Desa (BPD) menyusun RKPDesa yang merupakan penjabaran dari
RPJMDesa berdasarkan hasil musyawarah rencana pembangunan desa. Penyusunan
RKPDesa diselesaikan paling lambat akhir bulan Januari tahun anggaran sebelumnya.
RPJM-Desa ditetapkan dengan peraturan desa, sedangkan RKPDesa ditetapkan dengan
peraturan kepala desa.

Dalam penetapan rancangan APBDesa Pasal 5 dan 6, Permendagri NO. 37 Tahun 2007 tidak
dinyatakan bahwa penyusunan dan penetapan rancangan APBDesa disusun berdasarkan
prestasi kerja yang akan dicapai. Sementara itu dalam Undang-Undang NO. 17 Tahun 2003
Pasal 14 dan Pasal 19 ayat 1 dan 2, dinyatakan bahwa dalam rangka penyusunan rancangan
APBN/APBD, disusun berdasarkan prestasi kerja yang akan dicapai. Berarti dalam
penyusunan dan penetapan APBDesa belum disusun berdasarkan anggaran berbasis
kinerja. Pelaksana otonomi desa menyebabkan perlunya reformasi dalam manajemen
keuangan desa. Salah satu reformasi yang penting adalah dalam bidang penganggaran
(budgeting reform). Reformasi anggaran meliputi proses penyusunan, penetapan dan
pelaksanaan dan pertanggungjawaban anggaran. Aspek utama reformasi anggaran adalah
perubahan anggaran dengan pendekatan tradisional (tradisional budget) ke anggaran
dengan pendekatan kinerja (performance budget).

Anggaran tradisional didominasi oleh penyusunan anggaran yang bersifat line item dan
incrementalism, yaitu proses penyusunan anggaran yang hanya mendasarkan pada
besarnya realisasi anggaran tahun sebelumnya, konsekuensinya tidak ada perubahan yang
mendasar atas anggaran baru.
16

Hal ini sering bertentangan dengan kebutuhan riil dan kepentingan masyarakat. Dengan
basis seperti ini, APBDesa masih terlalu berat menahan, arahan, batasan, serta orientasi
subordinasi kepentingan pemerintah atasan.

Sedangkan anggaran kinerja pada dasarnya adalah sistem penyusunan dan pengelolaan
anggaran desa yang berorientasi pada pencapaian hasil atau kinerja. Kinerja tersebut harus
mencerminkan efisiensi dan efektivitas pelayanan publik, yang berarti harus berorientasi
pada kepentingan publik.

2.2 Kewenangan Pengelolaan Keuangan Desa

Pemerintah desa sebagai ujung tombak dalam sistem pemerintahan daerah akan
berhubungan dan bersentuhan langsung dengan masyarakat. Karena itu, sistem dan
mekanisme penyelenggaraan pemerintahan daerah sangat didukung dan ditentukan oleh
Pemerintah Desa dan Badan Permusy- awaratan Desa (BPD) sebagai bagian dari
Pemerintah Daerah. Struktur kelembagaan dan mekanisme kerja di semua tingkatan
pemerintah, khususnya pemerintahan desa harus diarahkan untuk dapat menciptakan
pemerintahan yang peka terhadap perkem- bangan dan perubahan yang terjadi dalam
masyarakat. Reformasi dan otonomi daerah sebena- rnya adalah harapan baru bagi
pemerintah dan masyarakat desa untuk membangun desanya sesuai kebutuhan dan
aspirasi ma- syarakat. Bagi sebagian besar aparat pemer- intah desa, otonomi adalah suatu
peluang baru yang dapat membuka ruang kreativitas bagi aparatur desa dalam mengelola
desa, misalnya semua hal yang akan dilakukan oleh pemerintah desa harus melalui rute
persetujuan kecamatan, untuk sekarang hal itu tidak berlaku lagi. Hal itu jelas membuat
pemerintah desa semakin leluasa dalam menentukan program pembangunan yang akan
dilaksanakan, dan dapat disesuaikan dengan kebutuhan masyarakat desa.

Kewenangan pengelolaan keuangan Desa dilaksanakan oleh Kepala Desa sebagaimana


disebutkan dalam Pasal 75 ayat (1) bahwa Kepala Desa adalah pemegang kekuasaan
pengelolaan Keuangan Desa. Dalam melaksanakan kekuasaannya kepala desa
menguasakan sebagian kekuasaannya kepada perangkat desa. Dalam rangka
melaksanakan kewenangan yang dimiliki untuk mengatur dan mengurus kepentingan

9. Lembaga Adiministrasi Negara dan Badan Penga- was Keuangan dan Pembangunan , 2000 : 3

10. Dalam Modul APBDes Partisipatif, Membangun Tanggung-Gugat Tata Pemerintahan Desa (2003, hal 52)
17

masyarakatnya, dibentuklah Badan Permusyawaratan Desa (BPD) sebagai lembaga


legislasi dan wadah yang berfungsi untuk menampung dan menyalurkan aspirasi
masyarakat. Lembaga ini pada hakikatnya adalah mitra kerja Pemer- intah Desa yang
memiliki kedudukan yang sejajar dalam menyelenggarakan urusan pemerintahan,
pembangunan, dan pember- dayaan masyarakat.

Prinsip pengeloaan keuangan di Desa dalam rangka Good Governance harus men- cakup
beberapa aspek diantaranya adalah:4

1).Aspiratif, dalam pengambilan kebi- jakan tentang pengelolaan keuangan Desa


pemerintah desa dan BPD harus mendengar aspirasi dari masyarakat.

2).Partisipatif, dalam pengambilan ke- bijakan pengelolaan keuangan Desa, pemerintah


desa harus melibatkan masyarakat.

3).Transparan, masyarakat mem- peroleh informasi yang cukup tentang APBDes, termasuk
program pembangunan,lelang kas Desa, ban- tuan pemerintah dan pungutan ke
masyarakat.

4).Akuntabilitas, dalam mengelola keun- gan desa harus berdasarkan kepala aturan yang
berlaku.

Badan Permusyawaratan Desa (BPD) dapat membuat Rancangan Peraturan Desa yang
secara bersama-sama Pemerintah Desa ditetapkan menjadi Peraturan Desa. Dalam hal ini,
BPD sebagai lembaga pengawasan memiliki kewajiban untuk melakukan kon- trol terhadap
implementasi peraturan desa serta anggaran pendapatan dan belanja desa (APBDes).
Badan Permusyawaratan Desa (BPD) bukan merupakan lembaga pertama yang berperan
sebagai lembaga penyalur aspirasi masyarakat desa melainkan perbaikan dari lembaga
sejenis yang pernah ada sebelumnya, seperti LMD yang direvisi menjadi Badan Perwakilan
Desa (BPD) yang oleh Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 diubah menjadi Badan
Permusyawaratan Desa (BPD). Pembahasan mengenai Badan Perwakilan Desa dan Kepala
Desa dalam undang-undang yang lama (UU No. 22 Ta- hun 1999) pasal 104 dinyatakan
bahwa

“Badan Perwakilan Desa atau yang dise- but dengan nama lain berfungsi men- gayomi adat
istiadat, membuat peraturan Desa, serta membuat pengawasan ter- hadap
penyelenggaraan Pemerintahan Desa.”
18

Konsepsi Badan Perwakilan Desa seb- agaimana yang diinginkan oleh Undang- Undang
Nomor 22 Tahun 1999 adalah un- tuk memberikan fungsi kontrol yang kuat kepada Kepala
Desa. Selain itu, dikenalkan- nya Badan Perwakilan Desa adalah untuk memperkenalkan
adanya lembaga legislatif, dan mempunyai kewenangan-kewenangan legislasi pada
umumnya di Desa. Hal ini berbeda dengan Undang-undang Nomor 32 Tahun 2004. Badan
Perwakilan Desa yang semula diharapkan dapat men- jalankan fungsi check and balance di
desa, telah dikurangi perannya. Di desa, berdasar- kan undang-undang ini, tidak mengenal
lagi lembaga perwakilan. Yang ada adalah lembaga permusyawaratan desa yang dise- but
dengan Badan Permusyawaratan Desa. Pada pasal 209 undang-undang tersebut dijelaskan
bahwa

“Badan Permusyawaratan Desa berfungsi menetapkan peraturan Desa bersama Ke- pala
Desa, menampung dan menyalurkan aspirasi masyarakat.”

Namun Badan Permusyawaratan Desa memiliki fungsi kontrol yang sangat ber- beda jauh
dengan Badan Perwakilan Desa. Dalam Badan Permusyawaratan Desa fungsi kontrol
terhadap kepala Desa dalam menjalankan tugasnya lemah. Selain itu, terdapat beberapa
kelemahan dari Badan Permusyawaratan Desa, antara lain :

1) Tidak melibatkan partisipasi langsung masyarakat/pemilihan langsung

2) Keanggotaan berbasis tokoh masyara- kat yang tidak mencerminkan keang- gotaan desa

3) Kekuatan legitimasi lemah tetapi mem- buat peraturan desa

4) Fungsi kontrol ada pada badan musy- awarah desa, namun dalam hal pengam- bilan
keputusan terkait sanksi diserah- kan kepada Camat dan Bupati.

Kepala Desa menjalankan hak, we- wenang dan kewajiban pimpinan Pemer- intahan Desa
yaitu penyelenggaraan rumah tangganya sendiri dan merupakan peny- elenggaraan dan
penanggung jawab utama dibidang pemerintahan,pembangunan dan kemasyarakatan
dalam rangka penyeleng- garaan urusan Pemerintahan Desa, urusan pemerintahan umum
termasuk pembinaan ketentraman dan ketertiban sesuai dengan peraturan perundang-
undangan yang ber- laku dan menumbuhkan serta megembang- kan jiwa gotong-royong
masyarakat desa, Kepala Desa antara lain melakukan usaha penetapan koordinasi melalui
lembaga- lembaga kemasyarakatan lainnya yang ada di Desa.
19

2.3 Mekanisme Dan Prosedur Pengelolaan Keuangan Desa Menurut Uu No. 6 Ta- hun 2014
Tentang Desa

1. Mekanisme Pengelolaan Keuangan Desa

Pemerintahan Desa merupakan meru- pakan simbol formal dari kesatuan ma- syarakat
desa. Pemerintahan Desa sebagai bahan kekuasaan terendah, selain memi- liki wewenang
asli untuk mengatur rumah tanggga sendiri otonomi/pemerintahan sendiri pelimpahan
dekonsentrasi dari pemerintah diatasnya.Pemerintah Desa dis- elenggarakan di bawah
pimpinan seorang kepala desa beserta para pembantunya, mewakili masyarakat desa guna
hubungan keluar maupun kedalam masyarakat yang bersangkutan.

Informasi yang dikelola dalam sistem tersebut adalah informasi umum yang cenderung
lebih luas dan berbeda-beda ragamnya antar kabupaten, sesuai dengan perbedaan fokus
pembangunan di daerah masing-masing. Sedangkan pembahasan sistem informasi
akuntansi adalah spesifik dan mempunyai standar yang sama pada seluruh desa di
Indonesia seperti masa sebelumnya diatur oleh Permendag- ri No.37/2007 tentang
Pedoman Pengelo- laan Keuangan Desa. Karena itu pengem- bangan sistem informasi
akuntansi yang saya usulkan disini dilakukan pada beber- apa bagian, ada yang di pusat,
ada yang di pemerintah daerah, dan ada yang di desa itu sendiri yang semuanya
memanfaatkan jaringan komunikasi data selular dengan tujuan keseragaman sistem dan
memperkecil biaya investasi perangkat keras.

Dalam bidang akuntansi, Pemerintah sendiri khususnya di Pemda Provinsi dan Pemda
Kabupaten/kota masih belum tuntas dalam merevisi proses akuntansinya agar dapat
menghasilkan laporan keuangan ber- basis akrual seperti yang diharapkan oleh PP No.
71/2010 tentang “Standar Akun- tansi Pemerintah” (SAP). PP tersebut men- gatur tentang
perubahan standar akuntansi dari yang sebelumnya akuntansi berbasis kas menjadi
berbasis akrual. Pengelolaan Keuangan Desa adalah keseluruhan kegiatan yang meliputi
peren- canaan, pelaksanaan, penatausahaan, pelaporan, dan pertanggungjawaban
keuangan desa. Penyelenggaraan kewenangan Desa berdasarkan hak asal usul dan
kewenan- gan lokal berskala Desa didanai oleh APB- Desa. Penyelenggaraan kewenangan
lokal berskala Desa selain didanai oleh APB Desa, juga dapat didanai oleh anggaran
pendapatan dan belanja negara dan ang- garan pendapatan dan belanja daerah.

11. Saparin, Tata PemerintahanDan Administrasi Pemerintahan Desa, Ghalia Indonesia, Hal. 30

12. Bito Wikantosa dari Kemendes PDTT dalam diskusi terbatas, 9 Juli 2015.
20

Penyelenggaraan kewenangan Desa yang ditugaskan oleh Pemerintah didanai oleh


anggaran pendapatan dan belanja negara. Dana anggaran pendapatan dan belanja negara
dialokasikan pada bagian anggaran kementerian/lembaga dan disalurkan me- lalui satuan
kerja perangkat daerah kabu- paten/kota. Penyelenggaraan kewenangan Desa yang
ditugaskan oleh pemerintah dae- rah didanai oleh anggaran pendapatan dan belanja
daerah. Seluruh pendapatan Desa diterima dan disalurkan melalui rekening kas Desa dan
penggunaannya ditetapkan dalam APB Desa. Pencairan dana dalam rekening kas Desa
ditandatangani oleh kepala Desa dan Bendahara Desa..

Kompetensi Kepala Desa Sebagai Penjamin Pengelolaan Keuangan Desa Yang lain

Kepala desa memegang peranan penting dalam pengelolaan keuangan desa karena dia
merupakan pemegang kekuasaan pengelolaan keuangan desa (Pasal 3 ayat (1) Permen-
dagri No. 113 Tahun 2014). Dengan posisinya tersebut, dia memiliki kewenangan yang luas,
antara lain: menetapkan kebijakan tentang pelaksanaan APBDes; menetapkan Pelaksana
Teknis Pengelolaan Keuangan Desa (PTPKD) yang terdiri atas sekretaris desa, kepala seksi,
dan bendahara; menetapkan petugas yang melakukan pemungutan penerimaan desa;
menyetujui pengeluaran atas kegiatan yang ditetapkan dalam APBDes; dan melakukan
tindakan yang mengakibatkan pengeluaran atas beban APBDes (Pasal 3 ayat (2)
Permendagri No. 113 Tahun 2014).

Jelaslah di sini bahwa kepala desa menjadi tumpuan utama untuk memastikan apakah
pengelolaan keuangan desa sudah dijalankan sesuai dengan asas-asas dan prinsip-prinsip
yang ditentukan. Apakah ke- pala desa sanggup menanggung tanggungja- wabnya? Jawaban
atas pertanyaan tersebut bisa saja beragam mengingat kualitas kepala desa berbeda di desa
satu dengan yang lain. Dalam diskusi terbatas yang diadakan Pusat Inovasi Tata
Pemerintahan LAN pada tanggal 26 Juni 2015, salah satu narasumber yaitu Kepala Bidang
Pembangunan Desa BPMPPD Kabupaten Tangerang Tifna Purnama mem- berikan
kesaksian bahwa banyak kepala desa di Kabupaten Tangerang yang kualitasnya di bawah
standar. Ada kepala desa yang korup (menggunakan ADD untuk menutup hutang
kampanye pemilihan kepala desa), berkonflik terus dengan BPD sehingga telat atau gagal
menghasilkan APBDes dan perdes lainnya, tidak paham perencanaan, bahkan ada yang
buta huruf. Salah satu hal yang ditengarai menjadi muara dari banyaknya kepala daerah
yang tidak kompeten adalah ketentuan yang termaktub dalam Permendagri No. 112 Tahun
2014 tentang Pemilihan Kepala Desa.
13. Pengaruh Alokasi Dana Desa Dalam Meningkatkan Pemberdayaan Masyarakat,Jurnal Mirai Management
21

Peraturan tersebut tidak memberikan persyaratan kompetensi bagi calon kepala desa
menyang- kut hal-hal substantif seperti memahami (setidaknya secara teoretis)
manajemen kepemimpinan desa, manajemen pengelolaan keuangan, perencanaan
pembangunan desa, dan sebagainya. Pasal 21 hanya memuat per- syaratan yang sifatnya
normatif dan administratif. seperti bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, memegang
teguh dan mengamal- kan Pancasila, berpendidikan paling rendah tamat sekolah menengah
pertama (SMP) atau sederajat, berusia paling rendah 25 tahun pada saat mendaftar,
terdaftar sebagai pen- duduk dan bertempat tinggal di desa setem- pat paling kurang satu
tahun sebelum pen- daftaran, tidak sedang menjalani hukuman pidana penjara, berbadan
sehat, tidak pernah sebagai kepala desa selama tiga kali masa jabatan, dan sebagainya.
Dengan persyaratan seperti di atas, tentu tidak ada jaminan bahwa calon-calon kepala desa
yang lulus seleksi merupakan orang- orang dengan kualitas dan kapasitas mumpunyai
seharusnya, kepala desa dituntut dan di- persyaratkan untuk memiliki kompetensi dalam
hal teknis dan manajerial terkait pe- nyelenggaraan pemerintahan desa agar dana desa
dapat dioptimalkan sebaik mungkin untuk peningkatan kesejahteraan masyara- kat dengan
tanpa mengorbankan kualitas pe- ngelolaannya. Seiring dengan titik berat pem- bangunan
yang semakin bertumpu kepada desa, seharusnyalah persyaratan untuk pen- calonan
kepala desa juga ditingkatkan kualifikasinya. Penjaringan calon kepala desa yang ber-
kualitas sedikit banyak akan ditentukan oleh masyarakat desa itu sendiri. Setiap masyara-
kat mendapatkan pemimpin yang pantas dia dapatkan. Jika dinamika dan tatanan masya-
rakat desa berkembang secara organis dan demokratis, maka akan muncul pemimpin
pemimpin alamiah yang bijak sekaligus kom- peten. Sebaliknya, jika masyarakat tersebut
telah diinfiltrasi oleh nilai-nilai yang merusak modal sosialnya seperti individualisme, kese-
rakahan, pemaksaan, dan kekerasan, maka akan sulit untuk mengharapkan lahirnya ca-
lon-calon pemimpin asli yang berkualitas.

PENDAMPING DESA SEBAGAI AGEN PEMBERDAYA

Pendampingan desa merupakan aspek la- in yang berperan krusial dalam menentukan
terjaminnya pengelolaan keuangan desa se- cara transparan, akuntabel, dan partisipatif.
Pasal 128 ayat (2) PP No. 43 Tahun 2014 menyebutkan bahwa pendampingan masya- rakat
desa dilaksanakan oleh satuan kerja pe- rangkat daerah (SKPD) kabupaten/kota dan dapat
dibantu oleh tenaga pendamping pro- fesional, kader pemberdayaan masyarakat desa,
dan/atau pihak ketiga.
14. Tugas pendamping desa profesional secara rinci dapat dilihat dalam Bab II (Pasal 11-17) Permendes PDTT No. 3 tahun
2015.
22

Sementara itu, ayat 3 pasal yang sama menyebutkan bahwa camat atau sebutan lain
melakukan koor- dinasi pendampingan masyarakat desa di wilayahnya. Ini artinya,
pendampingan dapat dilakukan oleh berbagai pihak, mulai dari pemerintah, masyarakat,
dan bahkan swasta. Pendampingan oleh jajaran pemerintah diko- ordinasikan oleh
Kemendagri dan pendam- pingan oleh masyarakat dikoordinasikan Ke- mendes PDTT.

Menarik untuk disoroti di sini adalah tugas pendampingan yang dilaksanakan oleh
masyarakat. Pendamping desa merupakan aktor di tingkat masyarakat yang berperan
penting dalam mengawal pengelolaan keu- angan desa. Mereka melakukan fasilitasi un- tuk
pemerintah dan masyarakat desa agar kegiatan pemerintahan, pembangunan, pem-
berdayaan, dan kemasyarakatan dapat ber- jalan dengan efektif demi percepatan pening-
katan kesejahteraan masyarakat desa. Per- mendes PDTT No. 3 Tahun 2015 tentang Pen-
dampingan Desa telah mengatur dengan rinci mengenai pendamping desa ini, di antaranya
tujuan pendampingan desa, ruang lingkup pendampingan desa, tugas pendamping desa,
manajemen pendampingan desa, dan penda- naannya. Di dalamnya disebutkan bahwa tu-
juan pendampingan desa meliputi: a) meningkatkan kapasitas, efektivitas dan akunta-
bilitas pemerintahan desa dan pembangunan Desa; b) meningkatkan prakarsa, kesadaran
dan partisipasi masyarakat Desa dalam pembangunan desa yang partisipatif; c)
meningkatkan sinergi program pembangun- an Desa antarsektor; dan d) mengoptimalkan
aset lokal Desa secara emansipatoris (Pasal 2 Permendes PDTT No. 3 Tahun 2015). Ada pun
pendamping desa terdiri atas tenaga pendamping profesional (yang terdiri atas
pendamping desa yang berkedudukan di kecamatan, pendamping teknis yang berke-
dudukan di kabupaten, dan tenaga ahli pem- berdayaan masyarakat yang berkedudukan di
pusat dan provinsi), kader pemberdayaan masyarakat desa yang berkedudukan di desa dan
diperoleh melalui mekanisme musya- warah desa, dan pihak ketiga (terdiri dari LSM,
perguruan tinggi, organisasi masyara- kat, dan perusahaan).

Pendamping desa profesional memiliki tugas dalam ruang lingkup yang luas, di mana
fasilitasi dan bimbingan pengelolaan keuang- an hanya salah satu di antaranya, meskipun
hal itu tak disebutkan secara ekplisit di dalam Permendes PDTT No. 3 tahun 2015.7
Rekrutmen pendamping profesional dilaku- kan secara terbuka. Mengingat tugas dan
tanggungjawabnya yang luas, maka wajar bila ditetapkan bahwa mereka harus memili- ki
kualifikasi yang tinggi.

15. Antonius Galih Prasetyo dan Abdul Muis"pengelolaan keuangan desa"Peneliti dan Peneliti Madya pada Pusat Inovasi Tata
Pemerintahan
23

Untuk pendamping desa misalnya, disebutkan bahwa mereka harus memiliki kompetensi
yang sekurang- kurangnya memenuhi unsur kualifikasi antara lain: memiliki pengetahuan
dan kemampu- an dalam pemberdayaan masyarakat; memiliki pengalaman dalam
pengorganisasian masyarakat desa; mampu melakukan pendam- pingan usaha ekonomi
masyarakat desa; mampu melakukan teknik fasilitasi kelompok kelompok masyarakat desa
dalam mu- syawarah des; dan/atau memiliki kepekaan terhadap kebiasaan, adat-istiadat,
dan nilai- nilai budaya masyarakat desa (Pasal 24 Permendes PDTT No. 3 tahun 2015).
Khusus untuk tenaga pendamping profesional, mereka bahkan harus memiliki sertifikasi
kompe- tensi yang diterbitkan oleh lembaga sertifi- kasi profesi (Pasal 27 ayat (1)). Sebelum
terjun ke lapangan, tenaga pendamping profesional juga diberikan pembekalan pe-
ningkatan kapasitas dalam bentuk pelatihan (Pasal 28 ayat (1)). Dalam catatan Kemendes
PDTT, dibutuhkan lebih dari 44.030 pendam- ping desa di tingkat kabupaten, kecamatan,
dan desa. Dari jumlah tersebut, 12.442 orang merupakan eks fasilitator PNPM dan 31.558
sisanya merupakan tenaga baru lulusan sar- jana dan pendamping lokal desa yang dire-
krut dari kalangan masyarakat desa sendiri. Meskipun telah diatur dalam suatu instrumen
kebijakan yang cukup ideal secara normatif, namun bukan berarti isu pendam- ping desa
bebas dari masalah dan risiko. Syarat kualifikasi yang tinggi bisa jadi terpaksa
dikompromikan mengingat kebutuhan akan pendamping desa dalam jumlah yang banyak
perlu segera dilakukan, padahal jumlah calon pendamping yang benar-benar kompeten dan
berpengalaman terbatas. Salah satu poin dalam kajian KPK mengenai risiko pengelola- an
dana desa juga menyoroti mengenai pelu- ang korupsi yang dilakukan oleh pendamping
desa. Dengan otoritas pengetahuan dan pe- ngalamannya, mereka dapat memanipulasi
aparatur desa sehingga penggunaan dana desa disetir sedemikian rupa untuk kepenti- ngan
pribadinya. Ada juga kekhawatiran bah- wa pendamping desa menjadi lahan profesi yang
dijatahkan untuk kader partai politik atau sukarelawan pendukung calon presiden
pemenang pemilu, dengan demikian mengor- bankan tuntutan profesionalitas.

Alokasi Dana Desa

Pengertian Alokasi Dana Desa adalah anggaran keuangan yang diberikan pemerintah
kepada desa, yang mana sumbernya berasal dari bagi hasil pajak daerah serta dari dana
perimbangan keuangan pusat dan daerah yang diterima oleh kabupaten (Rahmawati,
2019). Pengelolaan alokasi dana desa harus memenuhi beberapa prinsip pengelolaan
antara lain:
24

1) Setiap kegiatan yang pendanaannya diambil dari alokasi dana desa harus melalui
perencanaan, pelaksanaan dan evaluasi secara terbuka dengan prinsip: dari, oleh dan untuk
masyarakat. 2) Seluruh kegiatan dan penggunaan alokasi dana desa harus dapat
dipertanggungjawabkan secara administrasi, teknis dan hukum. 3) Alokasi dana desa harus
digunakan dengan prinsip hemat, terarah dan terkendali.

Tujuan Pemberian Alokasi Dana Desa

Tujuan pemberian bantuan langsung alokasi dana desa menurut (Ramadhan, 2014), antara
lain meliputi: 1. Meningkatkan penyelenggaraan pemerintahan desa dalam melaksanakan
pelayanan pemerintahan, pembangunan dan kemasyarakatan sesuai dengan
kewenangannya. 2. Meningkatkan kemampuan lembaga kemasyarakatan di desa dalam
perencanaan, pelaksanaan dan pengendalian pembangunan secara partisipatif sesuai
dengan potensi yang dimiliki. 3. Meningkatkan pemerataan pendapatan, kesempatan kerja
dan kesempatan bagi masyarakat desa serta dalam rangka pengembangan kegiatan sosial
ekonomi masyarakat. 4. Mendorong peningkatan partisipasi swadaya gotong royong
masyarakat.

Faktor Pendukung Pengelolaan Alokasi Dana Desa

Faktor-faktor yang mendukung pelaksanaan kegiatan alokasi dana desa yaitu adanya
peraturan perundang-undangan yang jelas sehingga tim pelaksana dapat melakukan
tugasnya dengan baik (Annisa, 2021). Peraturan perundang-undangan yang ada juga
memudahkan tim pelaksana untuk membagi anggaran alokasi dana desa disetiap pos-
posnya. Selain itu, tingkat partisipasi masyarakat Desa Matompi dalam pelaksanaan
kegiatan juga sangat tinggi. Hal tersebut dibuktikan dengan budaya gotong royong
masyarakat yang sangat baik, khususnya pada tahap pelaksanaan. Dengan
diberdayakannya masyarakat melalui gotong royong secara tidak langsung pemerintah
desa memberikan bimbingan dan dukungan agar masyarakat mampu menjalankan
perannya agar kemudian tidak terjatuh ke dalam posisi yang lemah dan
terpinggirkan.Faktor penghambat dalam pelaksanaan kegiatan alokasi dana desa yaitu
budaya paternalistik yang masih melekat pada masyarakat sehingga mereka cenderung
bersikap acuh dan memberikan kepercayaan sepenuhnya kepada kepala desa. Hal tersebut
juga mengakibatkan rendahnya pengawasan dari masyarakat dalam pelaksanaan kegiatan
tersebut.
25

Padahal pengawasan dari masyarakat sangat diperlukan untuk menghindari hal-hal yang
tidak diinginkan terjadi. Selain itu, dominasi pihak kecamatan dalam penyusunan Surat
Pertanggung Jawaban (SPJ) alokasi dana dianggap dapat menghambat kemandirian desa.
Padahal tugas dari tim pengendali kecamatan hanya melakukan bimbingan teknis
administrasi keuangan kepada tim pelaksana tingkat desa (Kila, 2017).

Hak Masyarakat Desa

Pada Pasal 67 ayat (2) Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014 Tentang Desa disebutkan
bahwa desa memiliki kewajiban diantaranya yaitu meningkatkan kualitas kehidupan
masyarakat desa, mengembangkan pemberdayaan masyarakat desa, serta memberikan
dan meningkatkan pelayanan kepada masyarakat desa. Selain itu masyarakat desa
memiliki beberapa hak untuk ikut berpartisipasi dalam penyelenggaraan pemerintahan
desa diantaranya: 1. Meminta dan mendapatkan informasi dari pemerintah desa serta
mengawasi kegiatan penyelenggaraan pemerintahan desa, pelaksanaan pembangunan
desa, dan pemberdayaan masyarakat desa; 2. Memperoleh pelayanan yang sama dan adil;
3. Menyampaikan aspirasi, saran, dan pendapat lisan atau tertulis secara bertanggung
jawab tentang kegiatan penyelenggaraan pemerintahan desa, pelaksanaan pembangunan
desa, pembinaan kemasyarakatan desa, dan pemberdayaan masyarakat desa; 4.
Mendapatkan pengayoman dan perlindungan dari gangguan ketenteraman dan ketertiban
di desa (Tahir, 2018).

Maksud, Tujuan dan Sasaran Alokasi Dana Desa

Maksud Alokasi Dana Desa (ADD) yang merupakan bantuan keuangan dari pemerintahan
Kabupaten Luwu Timur kepada pemerintah desa yang berasal dari anggaran pendapatan
Kabupaten Luwu Timur, dimaksudkan untuk membiayai program pemerintahan desa
dalam melaksanakan kegiatan pemerintahan dan pemberdayaan masyarakat (Octrian et al.,
2013). Sementara tujuan dari alokasi dana desa adalah: a. Meningkatkan penyelenggaraan
pemerintahan desa dalam melaksanakan pelayaanan pemerintahan, pembangunan, dan
kemasyarakatan sesuai kewenangannya. b. Meningkatkan kemampuan lembaga
permasyarakatan di desa dalam perencanaan pelaksanaan dan pengendalian dan
pembangunan secara partisipatif sesuai dengan potensi desa. c. Meningkatkan pemerataan
pendapatan, kesempatan bekerja dan kesempatan berusaha bagi masyarakat desa. d.
Mendorong peningkatan swadaya gotong royong masyarakat. e. Membantu meringankan
beban masyarakat, terutama masyarakat yang berekonomi lemah/ miskin
26

Sedangkan sasaran utama Alokasi Dana Desa (ADD) adalah:

1. Meningkatnya efektivitas penyelenggaraan Pemerintahan Desa

2. Meningkatnya pelaksanaan pembangunan desa

3. Meningkatkan kualitas pelayanan masyarakat

4. Meningkatnya partisipasi dan pemberdayaan masyarakat desa.


27

BAB III

PENUTUP

3.1 Kesimpulan

Berdasarkan Peraturan Dalam Negeri Nomor 113 Tahun 2014 mendefinisikan pengelolaan
keuangan desa adalah keseluruhan kegiatan yang meliputi : Perencanaan, Pelaksanaan,
Penatausahaan, Pelaporan dan Pertanggungjawaban. Sesuai latar belakang diatas, peneliti
lebih lebih memfokuskan dalam kegiatan Penatausahaan, Pelaporan dan
Pertanggungjawaban.

1. Penatausahaan

Penatausahaan keuangan desa ialah kegiatan mengatur keuangan desa dalam rangka
mewujudkan asas pengelolaan keungan desa yaitu asas transparan dan asas akuntabel.
Kegiatan penatausahaan meliputi semua kegiatan penerimaan dan pengeluaran kas yang
disertai oleh dokumen pendukung seperti buku kas umum, buku pembantu pajak dan buku
bank desa. Penatausahaan Keuangan Desa yang diatur dalam Peraturan Menteri Dalam
Negeri Nomor 113 Tahun 2014 tentang Pengelolaan Keuangan Desa Pasal 35 dan 36 yaitu:

1. Penatausahaan dilakukan oleh Bendahara Desa

2. Bendahara desa wajib melakukan pencatatan setiap penerimaan dan pengeluaran serta
melakukan tutup buku setiap akhir bulan secara tertib.

3. Bendahara desa wajib mempertanggungjawabkan uang melalui laporan


pertanggungjawaban.

4. Laporan pertanggungjawaban disampaikan setiap bulan kepada kepala desa dan paling
lambat tanggal 10 bulan berikutnya.

Dalam rangka mendukung terwujudnya tata kelola yang baik (good governace) dalam
penyelenggaraan desa, pengelolaan keuangan desa dilakukan berdasarkan prinsip tata
kelola yaitu transparan, akuntabel dan partisipatif serta dilakukan dengan tertib dan
disiplin anggaran. Pengelolaan keuangan desa, dikelola dalam masa 1 (satu) tahun
anggaran yakni mulai tanggal 1 januari sampai dengan tanggal 31 Desember (Pasal 2,
Permendagri No 37 Tahun 2007).

Transparansi (Transparancy)
28

Dalam Pasal 4 ayat 7 Peraturan Menteri Dalam Negeri Republik Indonesia NO. 13 Tahun
2006, tentang Pedoman Pengelolaan Keuangan Daerah, dikatakan transparan adalah
prinsip keterbukaan yang memungkinkan masyarakat untuk mengetahui dan
mendapatkan akses informasi seluas-luasnya tentang keuangan daerah. Dengan adanya
transparansi menjamin akses atau kebebasan bagi setiap orang untuk memperoleh
informasi tentang penyelenggaraan pemerintahan, yakni informasi tentang kebijakan,
proses pembuatan dan pelaksanannya, serta hasil-hasil yang dicapai. Transparansi yakni
adanya kebijakan terbuka bagi pengawasan. Sedangkan yang dimaksud dengan informasi
adalah informasi mengenai setiap aspek kebijakan pemerintah yang dapat dijangkau oleh
publik. Keterbukaan informasi diharapkan akan menghasilkan persaingan politik yang
sehat, toleran dan kebijakan dibuat berdasarkan pada preferensi publik.

Transparansi menjadi sangat penting bagi pelaksanaan fungsi-fungsi pemerintah dalam


menjalankan mandat dari rakyat. Mengingat pemerintah memiliki kewenangan mengambil
berbagai keputusan penting yang berdampak bagi orang banyak, pemerintah harus
menyediakan informasi yang lengkap mengenai apa yang dikerjakannya. Dengan
transparansi, kebohongan sulit untuk disembunyikan. Dengan demikian transparansi
menjadi instrumen penting yang dapat menyelamatkan uang rakyat dari perbuatan
korupsi.

Prinsip-prinsip transparansi dapat diukur melalui sejumlah indikator (Loina Lalolo Krina
P, 2003) seperti berikut : 1) Mekanisme yang menjamin sistem keterbukaan dan
standarisasi dari semua proses- proses pelayanan publik; 2) Mekanisme yang memfasilitasi
pertanyaan-pertanyaan publik tentang berbagai kebijakan dan pelayanan publik, maupun
proses-proses didalam sektor publik ; 3) Mekanisme yang memfasilitasi pelaporan maupun
penyebaran informasi maupun penyimpangan tindakan aparat publik didalam kegiatan
melayani.

3.2 Saran

Saya sadar bahwa makalah yang saya buat ini masih banyak kekurangan, baik dari tulisan
maupun bahasa yang kami sajikan. Oleh karena itu, mohon berikan sarannya agar kami bisa
membuat makalah ini lebih baik lagi, dan semoga makalah ini bermanfaat bagi pembaca.
29

DAFTAR PUSTAKA

Agus Subroto. 2009. Akuntabilitas Pengelolaan Dana Desa Studi Pengelolaan ADD di Desa-
Desa Kec. Tlogomulyo Kab. Temanggung Tahun 2008). Semarang: Program Pasca Sarjana
Universitas Diponegoro

Ariesto Hadi Sutopo dan Adrianus Arief, 2010. Terampil Mengolah Data Kualitatif. Prenada
Media Grup; Jakarta.

Ayi Sumarna. 2015. Pokok-Pokok Pengelolaan Keuangan Desa. Artikel Keuangan Desa

Edi Supriadi. 2015. Pertanggungjawaban Kepala Desa dalam Pengelolaan Keuangan Desa
Berdasarkan Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014 Tentang Desa. Jurnal IUS, Vol. 3, No. 8

Mardiasmo, 2002, Otonomi & Manajemen Keuangan Daerah, Penerbit Andi, Yogyakarta.

Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 13 Tahun 2006 Tentang Pedoman Pengelolaan
KeuanganDaerah.

Pengelolaan APBD di Indonesia, Lembaga Pengkajian Keuangan Publik Dan Akuntansi

Pemerintahan (LPKPAP) Badan Pendidikan dan Pelatihan Keuangan, Jakarta LAN dan
BPKP, Akuntabilitas dan Good Governance, Modul 1 dari 5 Modul Sosialisasi Sistem
Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah, Penerbit LAN, Jakarta.

Neny Tri Indrianasari, 2017"PERAN PERANGKAT DESA DALAM AKUNTANBILITAS


PENGELOLAAN KEUANGAN DESA"STIE Widya Gama Lumajang

Lembaga Adiministrasi Negara dan Badan Penga- was Keuangan dan Pembangunan , 2000
:3

Dalam Modul APBDes Partisipatif, Membangun Tanggung-Gugat Tata Pemerintahan Desa


(2003)

Saparin, Tata PemerintahanDan Administrasi Pemerintahan Desa, Ghalia Indonesia, Hal. 30

Edi Supriyadi"PERTANGGUNGJAWABAN KEPALA DESA DALAM PENGELOLAAN


KEUANGAN DESA BERDASARKAN UNDANG- UNDANG NOMOR 6 TAHUN 2014 TENTANG
DESA" Kepala Desa Mekar Damai
30

Tugas pendamping desa profesional secara rinci dapat dilihat dalam Bab II (Pasal 11-17)
Permendes PDTT No. 3 tahun 2015.

Bito Wikantosa dari Kemendes PDTT dalam diskusi terbatas, 9 Juli 2015.

Antonius Galih Prasetyo dan Abdul Muis"pengelolaan keuangan desa"Peneliti dan Peneliti
Madya pada Pusat Inovasi Tata Pemerintahan

Pengaruh Alokasi Dana Desa Dalam Meningkatkan Pemberdayaan Masyarakat,Jurnal Mirai


Management

Anda mungkin juga menyukai