Anda di halaman 1dari 63

BAB 1

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Peraturan Menteri dalam Negeri Nomor 20 Tahun 2018 tentang Pengelolaan


Keuangan Desa mendefinisikan Desa adalah desa dan desa adat atau yang disebut
dengan nama lain, selanjutnya disebut desa, adalah kesatuan masyarakat hukum yang
memiliki batas wilayah yang berwenang untuk mengatur dan mengurus urusan
pemerintahan, kepentingan masyarakat setempat bedasarkan prakarsa masyarakat,
hak asal usul, dan/atau hak tradisional yang diakui dan dihormati dalam sistem
pemerintahan Negara Kesatuan Republik Indonesia. Sementara itu menurut Hoesada
(2016:32) menambahkan bahwa sebuah desa adalah sebuah yuridiksi hukum
berkegiatan utama pertanian, ekstraktif, dan pengelolaan sumber daya alam lain,
sebuah kawasan yang digunakan sebagai tempat permukiman pedesaan, pelayanan
jasa pemerintahan desa, pelayanan sosial, dan kegiatan ekonomi.
Desa sebagai pemerintahan yang bersentuhan dan berinteraksi langsung dengan
masyarakat menjadi salah satu fokus utama dalam pembangunan pemerintah, hal ini
dikarenakan sebagian besar wilayah Indonesia ada di pedesaan. Membangun desa
sama artinya membangun sebagian besar penduduk Indonesia.
Tuntutan tidak terjadi di pemerintah pusat maupun daerah saja, sekarang
pemerintah desa memiliki kewajiban untuk melaksanakan pemerintahan yang
amanah. Sejak berlakunya Undang -undang Nomor 6 Tahun 2014 tentang desa,
pembangunan negara difokuskan pada pembangunan kesejahteraan desa. Kepala desa
harus mampu melaksanakan segala sesuatu yang berkaitan dengan kegiatan
pengelolaan keuangan desa berdasarkan peraturan yang berlaku.
Pengelolaan keuangan desa yang berdasarkan Menteri dalam Negeri Nomor
20 Tahun 2018 tentang pengelolaan keuangan desa memberikan landasan bagi
semakin otonomnya desa secara praktik, bukan hanya sekedar normative. Dengan
adanya pemberian kewenangan pengelolaan keuangan desa dana desa seharusnya
desa semakin terbuka dan respontabilitas terhadap proses pengelolaan keuangan desa.
Pengelolaan keuangan desa yang berdasarkan Menteri dalam Negeri Nomor
20 Tahun 2018 adalah keseluruhan kegiatan yang meliputi
perencanaan,pengaanggaran, penatahusaan, pelaporan, pertanggungjawaban dan
pengawasan keuangan desa. Desa harus dapat mengelola keuangannya secara
mandiri, baik mengelola pendapatan dan sumber-sumber pendapatan, juga mengelola
pembelanjaan anggaran. Menurut Permendagri No.20 Tahun 20148 Kepala Desa
adalah pemegang kekuasaan pengelolaan keuangan desa dan mewakili Pemerintah
Desa dalam kepemilikan kekayaan milik desa yang dipisahkan. Kepala Desa dalam
mengelola keuangan desa dibantu oleh PTPKD (Pelaksana Teknis Pengelolaan
Keuangan Desa) yang dipilih secara langsung oleh beliau. PTPKD berasal dari
Serkertaris Desa, Kepala Seksi, dan Bendahara.
Serkertaris Desa bertindak selaku koordinator pelaksana teknis pengelolaan
keuangan dengan tugas menyusun dan melaksanakan APBDesa, melakukan
pengendalian terhadap kegiatan yang dibiayai APBDesa, menyuusn laporan
tanggungjawab dan melakukan verifikasi bukt-bukti penerimaan dan pengeluaran
APBDesa. Sementara itu Kepala Seksi bertindak sebagai pelaksana kegiatan sesuai
dengan bidangnya. Masing- masing kepala seksi memiliki tugas menyusun rencana
kegiatan, melaksanakan kegiatan tersebut bersama lembaga masyarakat desa,
melakukan pengeluaran, mengendalikan pelaksanaan kegiatan, melaporkan
pekembangan pelaksanaan kegiatan kepada Kepala Desa, dan menyiapkan dokumen
anggaran atas beban pengeluaran pelaksanaan kegiatan. Bendahara sendiri memiliki
tugas untuk menerima, menyimpan, menyetorkan/membayar, metausahakan, dan
mempertanggungjawabkan penerimaan pendapatan desa dan pengeluaran pendapatan
desa dalam rangka pelaksanaan APBDesa.

Mulai dari tahun 2015 sampai sekarang dana yang masuk ke desa jumlahnya
sangat besar, desa harus dapat mengelolanya dengan semaksimal mungkin untuk
kemajuan desanya masing-masing. Dana yang masuk ini dalam pengelolaan bisa
sangat sensitive dikalangan masyarakat, maka dari itu didalam pengelolaannya harus
seseuai pertauran yang berlaku agar tidak terjadi tudingan buruk terhadap aparatur
desa, sehingga masyrakat mengetahui pengelolaan dan penggunaan desa pertahun.
Dalam penelitian ini penulis tertarik terhadap pengelolaan keuangan desa
Dalam Kaum. Penulis melihat bahwa desa Dalam Kaum merupakan desa terbesar
kedua di kecamatan Sambas. Desa dalam kaum di dalam pengelolaan keuangannya
belum maksimal dalam pemanfaatan dana yang diberikan. Mulai dari tahun 2015
sampai 2019 dana yang diberikan jumlahnya sangat besar . Perkembangan APBDes
Dalam Kaum tahun 2015 sampai 2019:
Tabel 1.1 Perkembangan APBDes tahun 2015 sampai 2019
Tahun Pendapatan Belanja Surplus/defisit
2015 Rp 703.922.087 Rp 633.232.746 Rp 40.689.341
2016 Rp 614.893.041 Rp 597.183.200 Rp 17.709.841
Rp (Rp
2017 Rp 1.275.748.415
1.351.646.435,97 75.898.020,97)
Rp (Rp
2018 Rp 1.311.055.630
1.388.348.010,35 77.292.380,35)
Rp (Rp
2019 Rp 1.380.978.358
1.434.872.118,35 53.893.760,35)
Sumber: kantor desa Dalam Kaum

Berdasarkan uraian diatas, peneliti tertarik melakukan penelitian dengan


judul “Analisis Pengelolaan Keuangan Desa Berdasarkan Permendagri Nomor
20 Tahun 2018 (Studi Kasus Desa Dalam Kaum)”.

1.2 Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang diatas, maka dapat dirumuskan permasalahannya


yaitu bagaimanakah pengelolaan keuangan berdasarkan permendagri nomor 20 tahun
2018 pada desa Dalam Kaum?

1.3 Batasan Masalah

Sugiyono (2011 : 269) mengemukakan bahwa karena adanya


keterbatasan waktu, biaya, tenaga, teori-teori dan supaya penelitian dapat
dilakukan secara mendalam, maka tidak semua masalah yang telah diidentifikasi
akan diteliti. Dalam pembatasan masalah ini peneleti berfokus pada pengelolaan
keuangan berdasarkan permnedagri nomor 20 tahun 2018 yang meliputi
perencanaan, pelaksanaan, penatausahaan, pelaporan dan pertanggungjawaban.
1.4 Tujuan Penelitian

Berdasarakan rumusan masalah pada penelitian ini, maka tujuan yang akan
dicapai yaitu untuk mengetahui pengelolaan keuangan desa berdsarkan permendagri
nomor 20 tahun 2018 pada desa Dalam Kaum.

1.5 Manfaat Penelitian

Adapun manfaat yang dapat diperoleh bagi desa Dalam Kaum, Politeknik Negeri
Sambas dan Penulis sebagai berikut:
1. Bagi Desa Dalam Kaum
Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi sebuah sumbangan pemikiran bagi
pembangunan desa serta masukan mendukung pengelolaan keunagan desa Dalam
Kaum yang sesuai peraturan berlaku.
2. Bagi Politeknik Negeri Sambas
Penelitian ini diharpakan mampu menjadi referensi untuk penelitian yang akan
datang. Selain itu diharapkan penelitian ini menambah kepustakaan mengenai
pengelolaan keuangan khususnya desa.
3. Bagi Penulis
Penelitian ini diharapkan menjadi sarana penyaluran teori yang sudah diajarkan
selama ini di dalam perkuliahan dan memenuhi tugas akhir skripsi

1.6 Sistemika Penulisan

BAB 1 Pendahuluan; Bab ini menjelaskan mengani latar belakang masalah, rumusan
masalah, batasan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian, dan sistematika
penulisan.
BAB 2 Landasan Teori; Bab ini menjelaskan teori-teori yang mendukung dalam
penelitian.
BAB 3 Metode Penelitian; Bab ini menjelaskan tentang tempat dan waktu penelitian,
jenis penelitian, teknik pengumpulan, teknik pengolahan data, dan teknik analisis
data.
BAB 4 Analisis Data dan Pembahasan; Bab ini menjelaskan tentang deskripsi data
beserta analisis dan hasil penelitiannya.
BAB 5 Penutup; Bab ini menjelaskan bagian kesimpulan dan saran.
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Penelitian Terdahulu

Hasil penelitian terdahulu yang dilakukan Sabijono (2017) yang berjudul


Analisis Pengelolaan Keuangan Desa Berdasarkan Permendagri Nomor 113 Tahun
2014, bahwa Permendagri Nomor 113 Tahun 2014 Tentang Pengelolaan Keuangan
Desa belum digunakan karena kurang pahamnya SDM akan peraturan-peraturan yang
ada. Kegiatan penatausahaan sebenarnya sudah dilaksanakan dengan baik karena
semua sudah sesuai dengan ketenteuan yang berlaku dalam Permendagri Nomor 113
Tahun 2104. Selain itu kegiatan pelaporan secara umum juga sudah diolah dengan
SISKEUDES hanya dalam pelaporannya kepada pemerintah daerah masih terlambat.
Pertanggungjawaban keuangan di desa Adow juga tidaksesuai dengan Permendagri
Nomor 113 Tahun 2014 dimana tidak adanya Perdes mengenai laporan
pertanggungjawaban keuangan desa.
Penelitian selanjutnya dilakukan Kumlasari (2016) dengan judul
Transparansi dan Akuntabilitas Pemerintah Desa dalam Pengelolaan AlokasiDana
Desa, bahwa pelaksanaan program alokasi dana desa di Desa Bomo telah menerapkan
prinsip-prinsip partisipatif, responsif, transparan dan akuntabel. Pelaporan alokasi
dana desa tersebut telah dibuktikan dengan pertanggungjawaban pelaksanaan
program alokasi dana desa kepada pemerintah tingkat atasnya yang dilakukan secara
periodik. Transparansi dibuktikan oleh Tim Pelaksana Desa Bomo dengan memasang
papan informasi yang berisikan nama kegiatan, volume kegiatan, besaran anggaran
dari ADD maupun swadaya masyarakat. Selain itu, dalam informasi yang dibuat Tim
Pelaksana tersebut juga terdapat jadwal pelaksanaan kegiatan fisik yang sedang
dilaksanakan.
Hasil penelitian lainnya yang dilakukan oleh Khilmiyah (2016) yang
berjudul Penyajian Laporan Keuangan Pemerintah Desa, bahwa pengelolaan
keuangan desa untuk tahun 2015 di Desa Ampeldento telah sesuai dengan
Permendagri nomor 113 tahun 2014 dalam penyusunan Laporan anggaran pendapatan
desa. Namun masih ada beberapa yang kurang sesuai. Menurut peneliti hal ini
disebabkan karena masih terbatasnya SDM yang mengelola keuangan desa.
Partisipasi masyarakat juga masih kurang dalam menyalurkan ide-ide untuk
perkembangan desa. Secara umum asas transparan dan akuntabel telah diterapkan
dalam laporan pertanggungjawban APBDes di Desa Ampeldento Kecamatan Pakis
Kabupaten Malang untuk meningkatkan pelayanan dan upaya pemberdayaan
masyarakat.
Hasil penelitian lainnya yang dilakukan oleh Lina Nasehatun Nafidah dan
Nur Anisa (2017) yang berjudul Akuntabilitas Pengelolaan Keuangan Desa di
Kabupaten Jombang sudah dikelola secara akuntabilitas. Meskipun dalam
memuwujudkan akuntabilitas tersebut masih ada beberapa kendala teknis, seperti
terjadinya keterlambatan pencairan anggaran, kemampuan Sumber Daya Manusia
yang terbatas, pendampingan desa yang kurang maksimal serta adanya pemahaman
yang tidak sama antara desa dengan pemerintah daerah terhadap beberapa alokasi
pengeluaran anggaran untuk kegiatan desa.
Selanjutnya penelitian yang dilakukan oleh Elsa Dwi Wahyu Dewanti (2015)
yang berjudul Analisis Perencanaan Pengelolaan Keuangan Desa Di Desa Boreng
(Studi Kasus Pada Desa Boreng Kecamatan Lumajang Kabupaten Lumajang) tidak
sesuai menurut Permendagri menunjukkan bahwa masih banyak ketidaksesuaian
antara perencanaan keuangan desa di Desa Boreng dengan perencanaan keuangan
desa.
2.2 Landasan Teori

2.2.1 Pengertian Desa

Menurut UU No.20 Tahun 2018 Pasal 1 Ayat 1, desa dan desa adat atau
yang disebut dengan nama lain, selanjutnya disebut desa, adalah kesatuan
masyarakat hukum yang memiliki batas wilayah yang berwenang untuk mengatur
dan mengurus urusan pemerintahan, kepentingan masyarakat setempat
bedasarkan prakarsa masyarakat, hak asal usul, dan/atau hak tradisional yang
diakui dan dihormati dalam sistem pemerintahan Negara Kesatuan Republik
Indonesia. Sementara itu menurut Hoesada (2016: 32) menambahkan bahwa
sebuah desa adalah sebuah yuridiksi hukum berkegiatan utama pertanian,
ekstraktif, dan pengelolaan sumber daya alam lain, sebuah kawasan yang
digunakan sebagai tempat permukiman pedesaan, pelayanan jasa pemerintahan
desa, pelayanan sosial, dan kegiatan ekonomi.
Desa di Indonesia berjumlah cukup banyak. Beberapa diantaranya bahkan
sudah berdiri sejak berpuluh-puluh tahun lamanya. Bahkan beberapa desa sudah
terbentuk ratusan tahun yang lalu. Karenanya, penyebutan “Desa” dibeberapa
tempat amatlah berbeda. Selain itu terdapat desa yang berada di daerah terpencil
di pelosok daerah. Desa tersebutlah yang dapat dikatakan dengan Desa Adat
karena keseharian masyarakatnya masih lebih sering menggunakan adat yang
berlaku dan bukan dengan peraturan daerah. Menurut UU No.6 Tahun 2014 Pasal
6 Ayat 1 mengatakan, Desa dapat juga disebut Desa Adat. Penyebutan Desa atau
Desa Adat sebagaimana dimaksud pada ayat 1, disesuaikan dengan penyebutan
yang berlaku di daerah setempat.
Selanjutnya Menurut UU No.6 Tahun 2014 Pasal 97 menyebutkan bahwa
penetapan Desa Adat memiliki beberapa syarat yaitu pertama, kesatuan
masyarakat hukum adat beserta hak tradisionalnya secara nyata masih hidup, baik
yang bersifat teritorial, genealogis, maupun yang bersifat fungsional. Kedua,
kesatuan masyarakat hukum adat beserta hak tradisionalnya dipandang sesuai
dengan perkembangan masyarakat. Ketiga, kesatuan masyarakat hukum adat
beserta hak tradisionalnya ssuai dengan prinsip Negara Kesatuan Republik
Indonesia. Kesatuan masyarakat hukum adat beserta hak tradisionalnya
dipandang sesuai dengan perkembangan masyarakat apabila pertama,
keberadaannya telah diakui berdasarkan undang-undang yang berlaku sebagai
pencerminan perkembangan nilai yang dianggap ideal dalam masyarakat dewasa
ini, baik undang-undang yang bersifat umum maupun sektoral. Kedua, Substansi
hak tradisional tersebut diakui dan dihormati oleh warga kesatuan masyarakat
yang bersangkutan dan masyarakat yang lebih luas serta tidak bertentangan
dengan hak asasi manusia.

2.2.2 Pengelolaan Keuangan Desa


Menurut UU No.6 Tahun 2014, “Keuangan Desa adalah semua hak dan
kewajiban Desa yang dapat dinilai dengan uang serta segala sesuatu berupa uang
dan barang yang berhubungan dengan pelaksanaan hak dan kewajiban Desa”.
Selanjutnya, hak dan kewajiban yang dimaksud menimbulkan pendapatan,
belanja, pembiayaan, dan pengelolaan Keuangan Desa. Sementara itu Menurut
Permendagri No.20 Tahun 2018 dijelaskan bahwa “Pengelolaan Keuangan Desa
adalah keseluruhan kegiatan yang meliputi perencanaan, pelaksanaan,
penatausahaan, pelaporan, dan pertangungjawaban keuangan desa.
Menurut Permendagri No.20 Tahun 2018 Kepala Desa adalah pemegang
kekuasaan pengelolaan keuangan desa dan mewakili Pemerintah Desa dalam
kepemilikan kekayaan milik desa yang dipisahkan. Kepala Desa dalam mengelola
keuangan desa dibantu oleh PTPKD (Pelaksana Teknis Pengelolaan Keuangan
Desa) yang dipilih secara langsung oleh beliau. PTPKD berasal dari Serkertaris
Desa, Kepala Seksi, dan Bendahara.
Serkertaris Desa bertindak selaku koordinator pelaksana teknis
pengelolaan keuangan dengan tugas menyusun dan melaksanakan APBDesa,
melakukan pengendalian terhadap kegiatan yang dibiayai APBDesa, menyuusn
laporan tanggungjawab dan melakukan verifikasi bukt-bukti penerimaan dan
pengeluaran APBDesa. Sementara itu Kepala Seksi bertindak sebagai pelaksana
kegiatan sesuai dengan bidangnya. Masing- masing kepala seksi memiliki tugas
menyusun rencana kegiatan, melaksanakan kegiatan tersebut bersama lembaga
masyarakat desa, melakukan pengeluaran, mengendalikan pelaksanaan kegiatan,
melaporkan pekembangan pelaksanaan kegiatan kepada Kepala Desa, dan
menyiapkan dokumen anggaran atas beban pengeluaran pelaksanaan kegiatan.
Bendahara sendiri memiliki tugas untuk menerima, menyimpan,
menyetorkan/membayar, metausahakan, dan mempertanggungjawabkan
penerimaan pendapatan desa dan pengeluaran pendapatan desa dalam rangka
pelaksanaan APBDesa.
Siklus pengelolaan keuangan desa hampir sama dengan siklus pengelolaan
keuangan negara. Pengelolaan keuangan negara terdiri dari perencanaan dan
penganggaran, pelaksanaan/perbendaharaan, akuntansi, pemeriksaan, dan
pertanggungjawaban. Sementara itu pengelolaan keuangan desa terdiri dari
perencanaan, penganggaran, pelaksanaan, penatausahaan, pelaporan, dan
pertanggungjawaban. Siklus keuangan desa sendiri menurut Widodo, dkk (2015:
39) dalam petunjuk pelaksanaan bimbingan dan konsultasi pengelolaan keuangan
desa, dapat dijabarkan sebagai berikut:
A. Perencanaan Keuangan Desa
Perencanaan keuangan desa mengacu pada perencanaan pembangunan
kabupaten/kota. Perencanaan pembangunan desa dibagi menjadi RPJM dan RKP.
RPJM Desa (Rencana Pembangunan Jangka Menengah Desa) adalah
perencanaan yang dilakukan untuk rencana enam tahun. RPJM Desa dalam
penyusunannya wajib melibatkan Musrenbangdes (Musyawarah Perencanaan
Pembangunan Desa) secara partisipatif. Musrenbangdes sendiri diikuti oleh
pemerintah desa, BPD (Badan Permusyawaratan Desa) dan unsur masyarakat
desa, yang terdiri atas tokoh adat, tokoh agama, toko masyarakat dan/atau tokoh
pendidikan. RPJM sendiri paling lama ditetapkan paling lama tiga bulan setelah
pelantikan kepala desa.
Sementara itu untuk RKP sendiri dibuat untuk jangka waktu lebih sedikit
yaitu satu tahun. RKP desa disusun oleh pemerintah desa sesuai dengan
informasi dari pemerintah kabupaten/kota berkaitan dengan pagu indikatif desa
dan rencana kegiatan pemerintah, pemerintah daerah provinsi, dan pemerintah
kabupaten/kota. RKP Desa berisi uraian tentang:
1) Evaluasi pelaksanaan RKP Desa tahun sebelumnya;
2) Prioritas program, kegiatan, dan anggaran desa yang dikelola oleh
desa;
3) Prioritas program, kegiatan, dan anggaran desa yang dikelola melalui
kerja sama antar-desa dan pihak ketiga;
4) Rencana program, kegiatan, dan anggaran desa yang dikelola oleh
desa sebagai kewenangan penugasan dari pemerintah, pemerintah daerah
provinsi, dan pemerintah kabupaten/kota;
5) Pelaksana kegiatan desa, yang terdiri atas unsur perangkat desa
dan/atau unsur masyarakat desa.
Rancangan RKP Desa dilampiri Rencana Kegiatan dan Rencana Anggaran
Biaya (RAB), yang telah diverifikasi oleh tim verifikasi. Selanjutnya, Kepala
Desa menyelenggarakan Musrenbanges yang diadakan untuk membahas dan
menyepakati rancangan RKP Desa. RKP Desa sendiri menjadi dasar dalam
penyusunan rancangan APB Desa (RAPBDesa).
B. Proses Penganggaran (APB Desa)
Setelah RKP Desa ditetapkan maka dilanjutkan proses penyusunan APB Desa.
Rencana Kegiatan dan Rencana Anggara Biaya yang telah ditetapkan dalam RKP
Desa dijadikan pedoman dalam proses penganggarannya. APBDes merupakan
rencana anggaran keuangan tahunan pemerintah desa yang ditetapkan untuk
menyelenggarakan program dan kegiatan yang menjadi kewenangan desa.
Penyusunan APBDesa dapat dijabarkan pada proses berikut:
1) Pelaksana kegiatan menyampaikan usulan anggaran kegiatan kepada
Serkertaris Desa berdasarakan RKP Desa yang telah ditetapkan;
2) Serkertaris Desa menyusun rancangan peraturan Desa tentang
APBDes dan menyampaikan kepada Kepala Desa;
3) Kepala Desa selanjutnya menyampaikan kepada BPD untuk dibahas
dan disepakati bersama. Rancangan Peraturan Desa tentang APBDes
disepakati bersama paling lambat bulan Oktober tahun berjalan antara Kepala
Desa dan BPD;
4) Rancangan Peraturan Desa tentang APBDes yang telah disepakati
bersama sebagaimana selanjutnya disampaikan oleh Kepala Desa kepada
Bupati/Walikota melalui camat atau sebutan lain paling lambat tiga hari sejak
disepakati untuk dievaluasi;
5) Bupati/Walikota menetapkan hasil evaluasi Rancangan APBDes
paling lama dua puluh hari kerja sejak diterimanya Rancangan Peraturan Desa
tentang APBDes. Dalam hal Bupati/Walikota tidak memberikan hasi evaluasi
dalam batas waktu maka Peraturan Desa tersebut berlaku dengan sendirinya.
Dalam hal Bupati/Walikota menyatakan hasil evaluasi Rancangan Peraturan
Desa tentang APBDes tidak sesuai dengan kepentingan umum dan perundang-
undangan yang lebih tinggi, Kepala Desa melakukan penyempurnaan paling
lama tujuh hari kerja terhitung sejak diterimanya hasil evaluasi. Apabila hasil
evaluasi tidak ditindaklanjuti oleh Kepala Desa dan Kepala Desa tetap
menetapkan Rancangan Peraturan Desa tentang APBDes menjadi Peraturan
Desa, Bupati/Walikota melibatkan Peraturan Desa dengan keputusan
Bupati/Walikota yang sekaligus menyatakan berlakunya pagu APBDes tahun
anggaran sebelumnya;
6) Peraturan Desa tentang APBDes ditetapkan paling lambat tanggal 31
Desember tahun anggaran berjalan.
C. Pelaksanaan APBDes
1) Prinsip Pelaksanaan Keuangan Desa
Terdapat beberapa prinsip umum yang harus ditaati yang mencakup
penerimaan dan pengeluaran. Prinsip itu diantaranya bahwa seluruh
penerimaan dan pengeluaran desa dilaksanakan melalui Rekening Kas Desa.
Pencairan dana dalam Rekening Kas Desa ditandatangani oleh Kepala Desa
dan Bendahara Desa. Khusus bagi desa yang memilik pelayanan perbankan
diwilayahnya maka pengaturannya lebih lanjut akan ditetapkan oleh
pemerintah kabupaten/kota. Dengan pngaturan tersebut, maka pembayaran
kepada pihak ketiga secara normatif dilakukan melalui transfer ke rekening
bank pihak ketiga.
Dalam pelaksanaannya, Bendahara Desa dapat menyimpan uang dalam
kas desa pada jumlah tertentu untuk memenuhi kebutuhan operasional
pemerintah desa. Batasan jumlah uang tunai yang disimpan dalam kas desa
ditetapkan dengan peraturan bupati/walikota.
Selain itu, agar operasional kegiatan berjalan lancar, dimungkinkan
juga pembayaran kepada pihak ketiga dilakukan dengan menggunakan kas
tunai melalui pelaksana kegiatan (panjar kegiatan). Pemberian panjar kepada
pelaksana dilakukan dengan persetujuan terlebih dahulu dari Kepala Desa
melalui verifikasi Serkertaris Desa. Semua penerimaan dan pengeluaran desa
didukung oleh bukti yang lengkap da sah serta ditandatangani oleh Kepala
Desa dan Bendahara Desa.
2) Pelaksanaan Penerimaan Pendapatan
Pelaksanaan penerimaan pendapatan yaitu proses menerima dan
mencatat pendapatan desa. Pendapatan desa yang bersifat Pendapatan Asli
Desa berasal dari masyarakat dan lingkungan desa, sedangkan pendapatan
transfer berasal dari pemerintah supra desa. Pihak yang terkait dalam proses
penerimaan pendapatan adalah pemberi dana (Pemerintah
Pusat/Prov/Kab/Kota, Masyarakat, Pihak ketiga), Penerima Dana (Bendahara
Desa/Pelaksana Kegiatan/Kepala Dusun) dan bank.
3) Pelaksanaan Pengeluaran/Belanja
Belanja Desa diprioritaskan untuk memenuhi kebutuhan pembanguan
yang disepakati dalam Musyawarah Desa dan sesuai dengan prioritas
Pemerintah baik pemerintah pusat maupun pemerintah
provinsi/kabupaten/kota. Hal tersebut seluruhnya tertuang dalam RKP Desa
yang pelaksanaannya akan diwujudkan melalui APBDesa.
Setelah APBDesa ditetapkan dalam bentuk Peraturan Desa, program
dan kegiatan sebagaimana yang telah direncanakan baru dapat dilaksanakan.
Hal ini dikecualikan untuk Belanja Pegawai yang bersifat mengikat dan
operasional perkantoran yang diatur dalam Keputusan Kepala Desa. Dengan
adanya ketentuan dari kepala desa tersebut, maka belanja pegawai dan
operasional dapat dilakukan tanpa perlu menunggu penetapan APBDes.
Pelaksanaan APBDes dilakukan sesuai dengan kewenangan yang dimiliki
oleh desa berdasarkan ketentuan yang berlaku.
4) Pelaksanaan Pembiayaan
Pelaksanaan Pembiayaan mencakup penerimaan pembiayaan dan
pengeluaran pembiayaan. Penerimaan pembiayaan mencakup SiLPA tahun
sebelumnya, pencairan dana cadangan dan hasil penjualan kekayaan desa
yang dipisahkan. Pencairan dana cadangan merupakan kegiatan pencairan
dana dari rekening dana cadangan ke rekening desa yang dilakukan sesuai
peraturan desa yang mengatur hal tersebut. Sedangkan penerimaan
pembiayaan yang berasal dari hasil penjualan kekayaan desa yang dipisahkan
diperoleh dari realisasi penjualan aset/kekayaan desa kepada pihak ketiga.
Pengeluaran pembiayaan diantaranya adalah pembentukan dana cadangan dan
penyertaan modal desa.
Pembentukan dana cadangan dilakukan setelah adanya penetapan
persetujuan melalui peraturan desa. Pembentukan dana cadangan ditempatkan
pada rekening tersebdiri dan penganggarannya tidak melebihi tahun akhir
masa jabatan kepala desa. Begitu juga halnya dengan penyertaan modal desa,
pelaksanaannya dilakukan setelah mendapat persetujuan dari BPD.
D. Penatausahaan Keuangan Desa
Penatausahaan keuangan desa adalah kegiatan pencatatan yang khususnya
dilakukan oleh bendahara desa. Bendahara desa wajib melakukan pencatatan
terhadap seluruh transaksi yang ada berupa penerimaan dan pengeluaran.
Bendahara desa melakukan pencatatan secara sistematis dan kronologis atas
transaksi-transaksi keuangan yang terjadi. Penatausahaan keuangan desa yang
dilakukan oleh bendahara desa dilakukan cara sederhana yaitu berupa
pembukuan belum menggunakan jurnal akuntansi.
Penatausahaan baik penerimaan kas maupun pengeluaran kas, bendahara
desa menggunakan buku kas umum, buku kas pembantu pajak, dan buku bank.
Bendahara desa melakukan pencatatan atas seluruh penerimaan dan pengeluaran
dalam buku kas umum untuk yang bersifat tunai. Sedangkan transaksi
penerimaan dan pengeluaran yang melalui bank/transfer dicatat dalam buku
bank. Buku kas pembantu pajak digunakan oleh bendahara desa untuk mencatat
penerimaan uang yang berasal dari pungutan pajak dan mencatat pengeluaran
berupa penyetoran pajak ke kas negara. Khusus untuk pendapatan dan
pembiayaan, terdapat buku pembantu berupa buku rincian pendapatan dan buku
rincian pembiayaan.
1) Penatausahaan Penerimaan Desa.
Penerimaan yang bersifat tunai yang diterima oleh bendahara desa
dibuatkan bukti kuitansi tanda terima dan dicatat oleh bendahara desa pada
buku kas umum. Sedangkan untuk penerimaan bersifat transfer, bendahara
desa akan mendapat informasi dari bank berupa nota kredit atas dana- dana
yang masuk ke dalam rekening kas desa. Berdasarkan nota kredit ini
selanjutnya bendahara desa melakukan pencatatan ke dalam buku bank.
Pencatatan penerimaan baik kas maupun transfer harus disertai dengan bukti
yang lengkap dan sah serta dicatat secara benar dan tertib.
Selain pencatatan pada buku kas umum atau buku bank, bendahara
desa juga membukukan realisasi pedapatan ke dalam buku rincian pendapatan.
Pencatatan dalam buu rincian pendapatan berguna untuk mengklasifikasi
rincian dan realisasi pendapatan yang diterima agar dapat dilaporkan ke dalam
laporan realisasi APBDes. Pencatatan seluruh penerimaan tersebut dilakukan
secara benar dan tertib.
2) Penatausahaan Belanja Desa.
Penatausahaan kegiatan yang bersifat tunai yang dikeluarkan oleh
bendahara desa dibutkan bukti kuitansi pengeluaran dan dicatat oleh
bendahara desa pada buku kas umum. Sedangkan untuk belanja yang bersifat
transfer langsung ke pihak ketiga, bendahara desa melakukan pencatatan ke
dalam buku bank (tidak dicatat di BKU, karena BKU untuk transaksi tunai).
Pencatatan penerimaan baik kasu maupun transfer harus disertai dengan bukti
yang lengkap dan sah serta dicatat secara benar dan tertib.
Selain pencatatan transaksi pada buku kas umum atau buku bank,
bendahara desa juga mencatat kewajiban perpajakan yang dipotong/dipungut
atas transaksi belanja yang dilakukan. Atas pemotongan/pungutan pajak yang
dilakukan, bendahara desa mencatat dalam buku pajak pada kolom
penerimaan. Ketika bendahara desa melakukan penyetoran ke kas negara
dengan batasan waktu yang diatur dalam ketentuan perpajakan melalui surat
setoran pajak (SSP) maka bendahara desa mencatat dalam buku pembantu
pajak pada kolom pengeluaran.
Khusus untuk pungutan pajak daerah disesuaikan dengan kondisi
daerah masing-masing, dan jika memang diberlakukan kepada desa maka
dalam peraturan kepala daerah tersebut harus terdapat pemberian kewenangan
pemungutan pajak daerah kepada bendahara desa. Jika hal tersebut tidak
disebutkan maka bendahara desa tidak boleh melakukan pemungutan karena
tidak ada wewenang.
3) Penatausahaan Pembiayaan Desa.
Seperti halnya pencatatan pendapatan pada BUK/buku bank, untuk
membukukan realisasi pembiayaan, baik penerimaan pembiayaan maupun
pengeluaran pembiayaan dicatat dalam buku rincian pembiayaan. Pencatatan
dalam buku rincian pembiayaan berguna untuk mengklasifikasi rincian dari
realisasi pembiayaan. Pencatatan ini diperlukan agar dapat dilaporkan ke
dalam laporan realisasi APBDes. Pencatatan seluruh penerimaan pembiayaan
maupun pengeluaran pembiayaan tersebut dilakukan secara benar dan tertib.
4) Dokumen Penatausahaan Oleh Bendahara Desa.
Bendahara desa tidak menggunakan buku pembantu lain berupa buku
pembantu panjar dan buku pembantu rincian objek belanja, karena telah
dilaksanakan oleh fungsi yang lain. Buku pembantu panjar secara sederhana
telah digantikan dengan buku pembantu kegiatan yang dikelola pelaksana
kegiatan. Buku pembantu rincian objek belanja yang menggambarkan
akumulasi realisasi belanja dapat dilihat pada dokumen SPP terakhir yang
juga didokumentasikan oleh pelaksana kegiatan. Buku pemantu kas tunai
tidak ada karena telah digantikan dengan buku kas umum.
5) Laporan Bendahara Desa.
Sesuai Permendagri No.113 Tahun 2014, bendahara desa wajib
mempertanggungjawabkan uang melalui laporan pertanggungjawaban.
Laporan pertanggungjawaban ini disampaikan setiap bulan kepada kepala
desa paling lambat tanggal 10 bulan berikutnya. Sebelumnya, bendahara desa
melakukan tutup buku setiap akhir bulan secara tertib, meliputi buku kas
umum, buku bank, buku pajak dan buku rincian pendapatan. Penutupan buku
ini dilakukan bersama dengan kepala desa.
Berdasarkan buku yang dikelola, maka seharusnya laporan
pertanggungjawaban bendahara desa menggambarkan arus uang masuk yang
diterima dari pendapatan dan arus uang yang keluar untuk belanja, panjar dan
lain-lain arus uang tersebut tercatat dari buku kas umum dan buku bank.
6) Penatausahaan oleh pelaksana kegiatan
Penatausahaan yang dilakukan oleh pelaksana kegiatan berupa
pencatatan dalam buku kas pembantu kegiatan dan laporan kegiatan ketika
kegiatan telah selesai. Buku kas pembantu kegiatan mencatat penerimaan
yang diperoleh dari bendahara desa (panjar) atau dari masyarakat (swadaya)
yang telah dirupiahkan.
Pengeluaran dicatat oleh pelaksana kegiatan atas belanja-belanja yang
telah dilakukan baik berupa belanja barang/jasa maupun belanja modal. Atas
saldo yang masih tersisa dan berada di pelaksana kegiatan, maka dilakukan
penyetoran kepada bendahara desa. Hal yang perlu menjadi catatan adalh
semua penerimaan dan pengeluaran tersebut didukung dengan bukti yang sah
dan lengkap, tidak hanya pengeluaran tetapi termasuk juga penerimaan.
7) Kode Rekening
Pengelolaan keuangan yang baik memerlukan adanya suatu klasifikasi
dalam sistem yang dijabarkan dalam kode rekening. Kode rekening tersebut
terdiri dari kumpulan akun secara lengkap yang digunakan di dalam
pembuatan proses perencanaan, pelaksanaan, penatausahaan hingga
pelaporan. Diharapkan dengan adanya kode rekening, kebutuhan akan
pelaporan yang konsisten dari sejak teradinya proses perencanaan dan
penganggaran akan dapat terpenuhi.
Mengingat pentingnya peran kode rekening tersebut maka diperlukan
standarisasi kode rekening sehingga akan dicapai keseragaman dalam
pemakaiannya khusus diwilaya suatu kabupaten/kota. Berdasarkan hal-hal
tersebut, maka kode rekening disusun sedemikian rupa sehingga dapat
berfungsi secara efektif. Tujuan pembakuan kode rekening adalah
mengakomodasi proses manajemen keuangan dengan anggaran berbasis
kinerja sedimikian rupa agar diperoleh:
a. Perencanaan anggaran pendapatan, belanja dan pembiayaan
dilakukan secara proporsional, transparan dan profesional;
b. Pelaksanaan anggaran berbasis kinerja dilakukan secara lebih
akuntabel; dan
c. Laporan keuangan mengakomodasi secara baik pengendalian
anggaran, pengukuran kinerja dan pelapoan kinerja keuangan dalam
laporan keuangan.
E. Pelaporan dan Pertanggungjawaban Keuangan Desa
Dalam melaksanakan tugas, kewenangan, hak, dan kewajibannya dalam
pengelolaan keuangan desa, kepala desa memiliki kewajiban untuk
menyampaikan laporan. Laporan tersebut bersifat periodik semesteran dan
tahunan, yang disampaikan ke Bupati/Walikota dan ada juga yang disampaikan
ke BPD. Laporan kepada bupati/walikota (melalui camat) adalah laporan
semesteran realisasi pelaksanaan APBDes, laporan pertanggungjawaban realisasi
pelaksanaan APBDes kepada bupati/walikota setiap akhir tahun anggaran, dan
laporan realisasi penggunaan dana desa. Sementara itu laporan kepada Badan
Permusyawaratan Desa (BPD) adalah laporan keterangan pertanggungjawaban
realisasi pelaksanaan APBDes terdiri dari pendapatan, belanja, dan pembiayaan.
1) Laporan Realisasi Pelaksanaan APBDes.
Laporan realisasi pelaksanaan APBDes disampaikan kepada
bupati/walikota melalui camat, terdiri dari:
a. Laporan semseter pertama, disampaikan paling lambat pada akhir
bulan Juli tahun berjalan;
b. Laporan semester akhir tahun, disampaikan paling lambat pada
akhir bulan Januari tahun berikutnya.
Laporan realisasi pelaksaaan APBDes semseter pertama
menggambarkan realisasi pendapatan, belanja dan pembiayaan selama
semester I dibandingkan dengan target dan anggarannya, sedangkan laporan
realisasi pelaksanaan APBDes semester akhir tahun menggambarkan realisasi
pendapatan, belanja dan pembiayaan sampai dengan akhir tahun, jadi bersifat
akumulasi hingga akhir tahun anggaran.
2) Laporan Pertanggungjawaban Realisasi Pelaksanaan APBDes.
Laporan pertanggungjawaban realisasi pelaksanaan APBDes setiap
akhir tahun anggaran disampaikan kepada bupati/walikota melalui camat
terdiri dari pendapatan, belanja, dan pembiayaan yang telah ditetapkan dengan
peraturan desa. Setelah pemerintah desa dan BPD telah sepakat terhadap
laporan pertanggungjawaban realisasi pelaksanaan APBDes dalam bentuk
peraturan desa, maka perdes ini disampaikan kepada bupati/walikota sebagai
bagian tidak terpisahkan dari laporan penyelenggaraan pemerintahan desa.
Laporan pertanggungjawaban realisasi pelaksanaan APBDes disampaikan
paling lambat satu bulan setelah tahun anggaran.
3) Laporan Realisasi Penggunaan Dana Desa.
Laporan realisasi penggunaan dana desa disampaikan kepada
bupati/walikota setiap semester. Penyampaian laporan realisasi penggunaan
dana desa dilakukan:
a. Untuk semester I paling lambat minggu keempat bulan Juli tahun
anggaran berjalan
b. Untuk semester II paling lambat minggu keempat bulan Januari
tahun anggaran berikutnya.
Berdasarkan laporan dana desa dari desa-desa yang ada di wilayah
kabupaten/kota, bupati/walikota menyampaikan laporan realisasi penyaluran
dan konsolidasi penggunaan dana desa kepada mentri keuangan dengan
tembusan mentri yang menangani desa, mentri teknis/pimpinan lembaga
pemerintah nonkementrian terkait, dan gubernur paling lambat minggu bulan
maret tahun anggaran berikutnya.
4) Laporan Pertanggungjawaban Realisasi Pelaksanaan APBDes.
Laporan pertanggungjawaban realisasi pelaksanaan APBDes
disepakati di awal tahun dalam bentuk peraturan desa. Laporan
pertanggungjawaban realisasi pelaksanaan APBDes dilampiri, merupakan
laporan yang disampaikan secara periodik kepada BPD terhadap pelaksaan
APBDes yang telah
a. Format laporan pertanggungjawaban realsiasi pelaksanaan APBDes
tahun anggaran berkenaan;
b. Format laporan kekayaan milik desa per 31 Desember tahun
anggaran berkenaan; dan
c. Format laporan program pemerintah dan pemerintah daerah yang
masuk ke desa.
Rancangan peraturan desa tentang pertanggungjawaban realisasi
pelaksanaan APBDes tidak dilakukan evaluasi sebagaimana proses peraturan
desa untuk penetapan APBDes. Hal ini didasarkan pada Permendagri No.113
Tahun 2014 tentang pedoman teknis peraturan di desa dimana dinyatakan
hanya empat jenis rancangan peraturan desa yang telah dibahas dan disepakati
oleh kepala desa dan BPD yang dilakukan evaluasi oleh bupati/walikota
melalui camat yaitu tentang APBDes, pungutan, tata ruang, dan organisasi
pemerintaha desa. Laporan ini disampaikan kepada BPD secara tertulis paling
lambat tiga bulan setelah berakhirnya tahun anggaran.
5) Informasi Kepada Masyarakat.
Pelaksanaan pembangunan yang dilaksaan oleh pemerintah daerah
harus diinformasikan termasuk keuangannya kepada masyarakat. hal itu
sebagai wujud transparansi yang merupakan asas dari pengelolaan keuangan
desa. Laporan pertanggungjawaban realisasi pelaksanaan ABPDes sesuai
ketentuan dan keterbukaan publik diinformasukan kepada masyarakat secara
tertulis dengan media informasi yang mudah diakses oleh masyarakat, antara
lain papan pengumuman, radio komunitas, dan media informasi lainnya.

2.2.3 Mekanisme Pengelolaan Keuangan


1. Mekanisme Perencanaan Keuangan Desa
Permendagri No. 20 Tahun 2018 Bab IV bagian kesatu pasal 31-42
mekanisme perencanaan keuangan desa sebagai berikut:
A. Sekretaris Desa mengoordinasikan penyusunan rancangan APB Desa
berdasarkan RKP Desa tahun berkenaan dan pedoman penyusunan APBDesa
yang diatur dengan Peraturan Bupati/Wali Kota setiap tahun. Materimuatan
Peraturan Bupati/Wali Kota paling sedikit memuat sinkronisasi kebijakan
pemerintah daerah kabupaten/kota dengan kewenangan Desadan RKP Desa,
prinsip penyusunan APB Desa, kebijakan penyusunan APBDesa, teknis
penyusunan APB Desa, dan hal khusus lainnya.
B. Sekretaris Desa menyampaikan Rancangan Peraturan Desa tentang APBDesa
kepada Kepala Desa. Rancangan Peraturan Desa tentang APB Desa
disampaikan Kepala Desa kepada BPD untuk dibahas dan disepakat ibersama
dalam musyawarah BPD. Rancangan Peraturan Desa tentangAPB Desa
disepakati bersama paling lambat bulan Oktober tahun berjalan.Dalam hal
BPD tidak menyepakati rancangan Peraturan Desa tentang APBDesa yang
disampaikan Kepala Desa, Pemerintah Desa hanya dapat melakukan kegiatan
yang berkenaan dengan pengeluaran operasional penyelenggaraan
pemerintahan Desa dengan menggunakan pagu tahun sebelumnya.
C. Atas dasar kesepakatan bersama kepala Desa dan BPD, Ke pala Desa
menyiapkan Rancangan Peraturan Kepala Desa mengenai penjabaran
APBDesa. Sekretaris Desa mengoordinasikan penyusunan Rancangan
Peraturan Kepala Desa .
D. Rancangan Peraturan Desa tentang APB Desa disampaikan Kepala Desa
kepada Bupati/Wali Kota melalui camat atau sebutan lain paling lambat 3
(tiga) hari sejak disepakati untuk dievaluasi. Bupati/Wali Kota dalam
melakukan evaluasi berpedoman dengan panduan Evaluasi Rancangan
Peraturan Desa tentang APB Desa.
E. Penyampaian Rancangan Peraturan Desa tentang APB Desa dilengkapi
dengan dokumen paling sedikit meliputi surat pengantar, rancangan peraturan
kepala Desa mengenai penjabaran APB Desa, peraturan Desa mengenai RKP
Desa, peraturan Desa mengenai kewenangan berdasarkan hak asal usul dan
kewenangan lokal berskala Desa, peraturan Desa mengenai pembentukan
dana cadangan, jika tersedia, peraturan Desa mengenai penyertaan modal, jika
tersedia, dan berita acara hasil musyawarah BPD.
F. Hasil evaluasi dituangkan dalam Keputusan Bupati/Wali Kota dan
disampaikan kepada Kepala Desa paling lama 20 (dua puluh) hari kerja
terhitung sejak diterimanya rancangan dimaksud.
1) Dalam hal Bupati/Wali Kota tidak memberikan hasil evaluasi dalam batas
waktu, rancangan peraturan Desa dimaksud berlaku dengan sendirinya.
2) Dalam hal hasil evaluasi telah sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan yang lebih tinggi, kepentingan umum, dan
RKPDesa, selanjutnya kepala Desa menetapkan menjadi Peraturan Desa.
3) Dalam hal hasil evaluasi tidak sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan yang lebih tinggi, kepentingan umum, dan RKP
Desa, kepala Desa bersama BPD melakukan penyempurnaan paling lama
20 (dua puluh) hari kerja terhitung sejak diterimanya hasil evaluasi.
G. Apabila hasil evaluasi tidak ditindak lanjuti oleh Kepala Desa dan Kepala
Desa tetap menetapkan Rancangan Peraturan Desa tentang APB Desa menjadi
Peraturan Desa dan Rancangan Peraturan Kepala Desa tentang Penjabaran
APB Desa manjadi Peraturan Kepala Desa, Bupati/Wali Kota membatalkan
peraturan dimaksud dengan Keputusan Bupati/Wali Kota.
H. Kepala Desa memberhentikan pelaksanaan Peraturan Desa dan Peraturan
Kepala Desa paling lama 7 (tujuh) hari kerja setelah pembatalan.
I. Sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan selanjutnya Kepala Desa bersama
BPD mencabut Peraturan Desa dan Peraturan Kepala Desadimaksud. Dalam
hal pembatalan Kepala Desa hanya dapat melakukanpengeluaran terhadap
operasional penyelenggaraan pemerintahan Desadengan menggunakan pagu
tahun sebelumnya sampai penyempurnaan Rancangan Peraturan Desa tentang
APB Desa disampaikan dan mendapat persetujuan Bupati/Wali Kota.
J. Bupati/Wali Kota dapat mendelegasikan evaluasi Rancangan Peraturan Desa
tentang APB Desa kepada camat atau sebutan lain.
K. Rancangan Peraturan Desa tentang APB Desa yang telah dievaluasi
ditetapkan oleh kepala Desa menjadi Peraturan Desa tentang APB Desa.
Peraturan Desa tentang APB Desa ditetapkan paling lambat tanggal
31Desember tahun anggaran sebelumnya.
1) Kepala Desa menetapkan Rancangan Peraturan Kepala Desa tentang
penjabaran APB Desa sebagai peraturan pelaksana dari Peraturan Desa
tentang APB Desa.
2) Kepala Desa menyampaikan Peraturan Desa tentang APB Desa dan
Peraturan Kepala Desa tentang penjabaran APB Desa kepada
Bupati/WaliKota paling lama 7 (tujuh) hari kerja setelah ditetapkan.
L. Kepala Desa menyampaikan informasi mengenai APB Desa kepada
masyarakat melalui media informasi paling sedikit memuat APB Desa,
pelaksana kegiatan anggaran dan tim yang melaksanakan kegiatan, dan alamat
pengaduan.
M. Pemerintah Desa dapat melakukan perubahan APB Desa apabila terjadi
penambahan dan/atau pengurangan dalam pendapatan Desa pada tahun
anggaran berjalan, sisa penghematan belanja dan sisa lebih perhitungan
pembiayaan tahun berjalan yang akan digunakan dalam tahun berkenaan,
keadaan yang menyebabkan harus dilakukan pergeseran antar bidang, antar
sub bidang, antar kegiatan, dan antar jenis belanja, dan keadaan yang
menyebabkan SiLPA tahun sebelumnya harus digunakan dalam tahun
anggaran berjalan. Perubahan APB Desa hanya dapat dilakukan 1 (satu) kali
dalam 1 (satu) tahun anggaran, kecuali dalam keadaan luar biasa. Kriteria
keadaan luar biasa diatur dalam Peraturan Bupati/Wali Kota mengenai
Pengelolaan Keuangan Desa. Perubahan APB ditetapkan dengan peraturan
Desa mengenai perubahan APB Desa dan tetap mempedomani RKP Desa.
N. Pemerintah Desa dapat melakukan perubahan terhadap Peraturan Kepala Desa
tentang perubahan penjabaran APB Desa sebelum Rancangan Peraturan Desa
tentang Perubahan APB Desa ditetapkan. Peraturan Kepala Desa tentang
perubahan penjabaran APB Desa dapat dilakukan apabila terjadi penambahan
dan/atau pengurangan dalam pendapatan Desa pada tahun anggaran berjalan,
apabila keadaan yang menyebabkan harus segera dilakukan pergeseran
antarobjek belanja, dan kegiatan yang belum dilaksanakan tahun sebelumnya
dan menyebabkan SiLPA akan dilaksanakan dalam tahun anggaran berjalan.
Kepala Desa memberitahukan kepada BPD mengenai penetapan Peraturan
Kepala Desa tentang perubahan penjabaran APBDesa dan selanjutnya
disampaikan kepada Bupati/Wali Kota melalui surat pemberitahuan mengenai
Peraturan Kepala Desa tentang perubahan penjabaran APBDesa.

2. Mekanisme Pelaksanaan Keuangan Desa


Peraturan Menteri Dalam Negeri No. 20 Tahun 2018 Bab V bagian
keduapasal 43-62 mekanisme pelaksanaan keuangan desa sebagai berikut:
A. Kepala Desa menugaskan Kaur dan Kasi pelaksana kegiatan anggaran
menyusun DPA paling lama 3 (tiga) hari setelah peraturan desa tentang
APBDesa dan peraturan Kepala Desa tentang penjabaran APBDesa
ditetapkan.
B. DPA yang disusun Kaur dan Kasi desa terdiri atas:
1) Rencana Kegiatan dan Anggran Desa yang terdiri dari setiap kegiatan
anggaran yang disediakan, dan rencana penarikan dana untuk kegiatan
yang telah dianggarkan.
2) Rencana Kerja Kegiatan Desa yang meliputi lokasi, volume, biaya,
sasaran, waktu pelaksanaan kegiatan, pelaksana kegiatan anggaran dan
tim yang melaksanakan kegiatan.
3) Rencana Anggaran Biaya, yang terdiri dari satuan harga untuk setiap
kegiatan.
C. Kaur dan Kasi pelaksana kegiatan anggaran menyerahkan rancangan DPA
kepada Kepala Desa melalui Sekretaris Desa paling lama 6 (enam) hari kerja
setelah penugasan.
D. Sekretaris Desa melakukan verifikasi rancangan DPA paling lama 15(lima
belas) hari kerja sejak Kaur dan Kasi menyerahkan rancangan DPA.
E. Kepala Desa menyetujui rancangan DPA yang telah diverifikasi oleh
Sekretaris Desa.
F. Kepala Desa menugaskan Kaur dan Kasi pelaksana kegiatan anggaran untuk
menyusun rancangan DPPA jika terjadi perubahan peraturan desa tentang
APBDesa dan/atau perubahan peraturan Kepala Desa tentang penjabaran
PBDesa yang menyebabkan terjadinya anggaran dan/atau terjadi perubahan
kegiatan.
G. Rancangan DPPA yang disusun oleh Kaur dan Kasi meliputi rencana kegiatan
dan anggaran desa perubahan dan rencana anggaran biaya perubahan.
H. Kaur dan Kasi pelaksana kegiatan menyerahkan rancangan DPPA kepada
Kepala Desa melalui Sekretaris Desa paling lama 6 (enam) hari kerja setelah
penugasan.
I. Sekretaris Desa melakukan verifikasi rancangan DPPA paling lama 1(lima
belas) hari kerja sejak Kaur dan Kasi menyerahkan DPPA.
J. Kepala Desa menyetujui rancangan DPPA yang telah diverifikasi oleh
Sekretaris Desa.
K. Kaur Keuangan menyusun rancangan RAK Desa berdasarkan DPA yang telah
disetujui Kepala Desa.
L. Rancangan RAK Desa yang disusun Kaur Keuangan Desa meliputi:
a. Arus kas masuk, yang terdiri dari semua pendapatan desa yang berasal
dari Pendapatan Asli Desa, transfer dan pendapatan lain yangdidukung
oleh bukti yang lengkap dan sah.
b. Arus kas keluar, yaitu memuat semua pengeluaran belanja atas beban
APBDesa dan didukung oleh bukti yang lengkap dan sah.
M. Rancangan RAK Desa disampaikan keapada Kepala Desa melalui Sekretaris
Desa.
N. Sekretaris Desa melakukan verifikasi rancangan RAK Desa yang diajukan
Kaur Keuangan Desa.
O. Kepala Desa menyetujui rancangan RAK Desa yang telah diverifikasi oleh
Sekretaris Desa.
P. Kaur dan Kasi melaksanakan kegiatan berdasarkan DPA yang telah disetujui
Kepala Desa dengan pengadaan melalui swakelola dan/atau penyedia
barang/jasa yang diatur dengan peraturan Bupati/ Wali Kota berpedoman pada
peraturan perundang-undangan barang/jasa di desa.
Q. Kaur dan Kasi pelaksana kegiatan anggaran mengajukan SPP dan wajib
menyertakan laporan perkembangan pelaksanaan kegiatan anggaran dalam
setiap pelaksanaan kegiatan anggaran sesuai dengan periode yang tercantum
dalam DPA dengan nominal sama besar atau kurang dari yang tertera dalam
DPA.
R. Penggunaan anggaran yang diterima dari pengajuan SPP untuk kegiatan
pengadaan barang/jasa secara swakelola tidak lebih dari 10 (sepuluh)
harikerja, jika dalam hal pembayaran pengadaan barang/jasa belum dilakukan
dalam waktu 10 (sepuluh) hari kerja, Kaur dan Kasi pelaksana kegiatan
anggaran wajib mengembalikan dana yang sudah diterima kepada Kaur
Keuangan untuk disimpan dalam kas desa dan mencatat pengeluaran anggaran
ke dalam buku kas umum dan buku pembantu panjar.
S. Kaurdan Kasi pelaksana kegiatan anggaran menyampaikan
pertanggungjawaban pencairan anggaran berupa bukti transaksi pembayaran
pengadaan barang/jasa kepada Sekretaris Desa.
T. Sekretaris Desa memeriksa kesesuaian bukti transaksi pembayaran dengan
pertanggungjawaban pencairan anggaran yang disampaikan oleh Kaur dan
Kasi pelaksana kegiatan anggaran.
U. Pengajuan SPP untuk kegiatan seluruhnya dilaksanakan melalui penyedia
barang/jasa dilakukan setelah barang/jasa diterima dengan lampiran
pernyataan tanggung jawab belanja, dan bukti penerimaan barang/jasa
ditempat.
V. Dalam setiap pengajuan SPP Sekretaris Desa berkewajiban untuk meneliti
kelengkapan permintaan pembayaran yang diajukan oleh Kaur dan Kasi
pelaksana kegiatan anggaran, menguji kebenaran perhitungan tagihan atas
beban APBDesa yang tercantum dalam permintaan pembayaran, menguji
ketersediaan dana untuk kegiatan dimaksud, dan menolak pengajuan
permintaan pembayaran oleh Kaur dan Kasi pelaksana kegiatan anggaran
apabila tidak memenuhi persyaratan yang ditetapkan.
W. Kepala Desa menyetujui permintaan pembayaran sesuai dengan hasil
verifikasi yang dilakukan oleh Sekretaris Desa.
X. Kaur Keuangan melakukan pencairan anggaran sesuai dengan besaran tertera
dalam SPP setalah mendapatkan persetujuan dari Kepala Desa.
Y. Kaur dan Kasi pelaksana kegiatan anggaran wajib menyampaikan laporan
akhir realisasi pelaksanaan kegiatan dan anggaran kepada Kepala Desa paling
lambat 7 (tujuh) hari sejak seluruh kegiatan selesai.
Z. Kaur dan Kasi pelaksana kegiatan anggaran menyusun RAB pelaksanaan dari
anggaran belanja tak terduga yang diusulkan kepada Kepala Desa yang
sebelumnya sudah diverifikasi oleh Sekretaris Desa.
AA. Kepala Desa melalui surat keputusan Kepala Desa menyetujui RAB
pelaksanaan kegiatan anggaran belanja tak terduga sesuai dengan verifikasi
yang dilakukan Sekretaris Desa.
BB. Kepala Desa melaporkan pengeluaran anggaran belnja tak terduga kepada
Bupati/Wali Kota paling lama 1 (satu) bulan sejak keputusan desa ditetapkan.
CC. Kaur Keuangan sebagai wajib pungut pajak melakukan pemotogan pajak
terhadap pengeluaran kas desa atas beban belanja pegawai, barang/jasa,dan
modal, da waib menyetorkan seluruh penerimaan pajak yang dipungut sesuai
dengan peraturan perundang-undangan.
DD. Penerimaan pembiayaan dari SiLPA tahun sebelumnya digunakan untuk
menutupi defisit anggaran apabila realisasi pendapatan lebih kecil dari
padarealisasi belanja dan mendanai kegiatan yang belum selesai atau lanjutan.
EE. Kaur dan Kasi pelaksana kegiatan anggaran mengajukan kembali rancangan
DPA untuk disetujui Kepala Desa menjadi DPAL untuk mendanai kegiatan
yang belum selesai atau lanjutan yang terlebih dahulu menyampaikan laporan
akhir realisasi pelaksanaan kegiatan dan anggaran kepada Kepala Desa paling
lambat pertengahan bulan desember tahun anggaran berjalan.
FF. Sekretaris Desa menguji kesesuaian jumlah anggaran dan sisa kegiatan yang
akan disahkan dalam DPAL.
GG. DPAL yang telah disetujui menjadi dasar penyelesaian kegiatan yang belum
selesai atau lanjutan pada tahun anggaran berikutnya.

3. Mekanisme Penatausahaan Keuangan Desa


Peraturan Menteri Dalam Negeri No. 20 Tahun 2018 Bab IV bagian ketiga
pasal 63-67 mekanisme penatausahaan keuangan desa sebagai berikut:
A. Kaur Keuangan sebagai pelaksana fungsi kebendaharaan mencatat setiap
penerimaan dan pengeluaran dalam buku kas umum dan ditutup setiap akhir
bulan.
B. Kaur Keuangan wajib membuat buku pembantu kas umum yang terdiri dari
buku pembantu bank merupakan catatan penerimaan dan pengeluaran melalui
rekening kas desa, buku pembantu pajak merupakan catatan penerimaan
potongan pajak dan pengeluaran setoran pajak, dan buku pembantu panjar
merupakan catatan pemberian dan pertanggungjawaban uang panjar.
C. Penerimaan Desa disetor ke rekeking kas desa dengan cara disetor langsung
ke bank oleh Pemerintah, Pemerintah Provinsi dan Pemerintah
Kabupaten/Kota, disetor melalui bank lain, badan, lembaga keuangan dan/atau
kantor pos pihak ketiga, dan disetor oleh Kaur Keuangan untukpenerimaan
yang diperoleh dari pihak ketiga.
D. Pengeluaran atas beban APBDesa dilakukan berdasarkan RAK Desa yang
telah disetujui oleh Kepala Desa.
E. Pengeluaran atas beban APBDesa untuk kegiatan yang dilakukan secara
swakelola dikeluarkan oleh Kaur Keuangan kepada Kaur pelaksana kegiatan
anggaran atas dasar DPA dan SPP yang diajukan serta disetujui oleh Kepala
Desa dan dibuktikan dengan kuitansi pengeluaran dankuitansi penerimaan
yang sudah ditandatangani oleh Kaur Keuangan danpenerima dana.
F. Pengeluaran atas beban APBDesa untuk kegiatan yang dilakukan melalui
penyedia barang/jasa dikeluarkan oleh Kaur Keuangan langsung kepada
penyedia atas dasar DPA dan SPP yang diajukan oleh Kasi pelaksana kegiatan
anggaran dan telah disetujui oleh Kepala Desa dan dibuktikan dengan kuitansi
pengeluaran dan kuitansi penerimaan yang sudah ditandatangani oleh Kaur
Keuangan dan penerima dana.
G. Pengeluaran atas beban APBDesa untuk belanja pegawai, dilakukan secara
langsung oleh Kaur Keuangan dan diketahui oleh Kepala Desa dan dibuktikan
dengan kuitansi pengeluaran dan kuitansi penerimaan yang sudah
ditandatangani oleh Kaur Keuangan dan penerima dana.
H. Buku kas umum yang ditutup setiap akhir bulan oleh Kaur Keuangan kepada
Sekretaris Desa paling lambat tanggal 10 (sepuluh) bulan berikutnya.
I. Sekretaris Desa melakukan verifikasi, evaluasi dan analisis laporan dan
melaporkan hasil verifikasi, evaluasi dan analisis kepada Kepala Desa untuk
disetujui.

4. Mekanisme Pelaporan Keuangan Desa


Permendagri No. 20 Tahun 2018 Bab IV bagian keempat pasal 68 dan 69
mekanisme pelaporan keuangan desa sebagai berikut:
A. Kepala Desa menyampaikan laporan pelaksanaan APBDesa semester
pertama dengan cara menggabungkan seluruh laporanpaling
lambatminggu kedua bulan juli tahun berjalan kepada
Bupati/WaliKotamelalui camat.
B. Laporan pelaksanaan APBDesa semester pertama yang disusun
olehKepala Desa terdiri atas laporan pelaksanaan APBDesa dan
laporan realisasi kegiatan yang diterima dari Kaur dan Kasi pelaksana
kegiatandan anggaran.

5. Mekanisme Pertanggungjawaban Keuangan Desa


Permendagri No. 20 Tahun 2018 Bab IV bagian kelima pasal 70-73
mekanisme pertanggung jawaban keuanagan desa sebagai berikut:
A. Kepala Desa menyampaikan laporan pertanggungjawaban realisasi
APBDesa yaitu bagian dari laporan penyelenggaraan Pemerintahan
Desa akhir tahun anggaran kepada Bupati/Wali Kota melalui camat
setiap akhir tahun anggaran paling lambat 3 (tiga) bulan setelah akhir
tahun anggaran berkenaan yang ditetapkan dengan peraturan desa yang
terdiri atas laporan keuangan seperti laporan realisasi APBDesa dan
catatan atas laporan keuangan, laporan realisasi kegiatan, dan daftar
program sektoral, program daerah dan program lainnya yang masuk ke
Desa. Kemudian Bupati/ Wali Kota menyampaikan laporan
konsolidasi realisasi pelaksanaan APBDesa tersebut kepada Menteri
melalui Diretur Jenderal Bina Pemerintahan Desa paling lambat
minggu kedua bulan april tahun berjalan.
B. Laporan pelaksanaan APBDesa semester pertama dan laporan
pertanggungjawban realisasi APBDesa yang dilaporkan oleh Kepala
Desa harus diinformasikan kepada masyarakat melalaui media
informasi paling sedikit memuat laporan realisasi APBDesa, laporan
realisasi kegiatan, legiatan yang belum selesai dan/atau tidak
terlaksana, Sisa anggaran, dan alamat pengaduan.
BAB 3
METODOLOGI PENELITIAN

3.1 Jenis dan pendekatan penelitian

Jenis penelitian ini adalah studi kasus dengan menggunakan pendekatan


kualitatif deskriptif. Menurut Sugiyono (2014: 1) Metode penelitian kualitatif adalah
metode penelitian yang digunakan untuk meneliti pada kondisi objek yang alamiah
dimana peneliti adalah sebagai instrumen kunci, teknik pengumpulan data dilakukan
secara trianggulasi (gabungan), analisis data bersifat induktif, dan hasil penelitian
kualitatif lebih menekankan makna dari pada generalisasi. Penelitian dengan
menggunakan studi kasus sendiri adalah penelitian secara integrative dan
komprehensif agar diperoleh pemahaman yang mendalam tentang individu berserta
masalah yang dihadapinya dengan tujuan masalahnya dapat terselesaikan dan
memperoleh perkembangan diri yang baik (Rahardjo, 2011: 2).

3.2 Lokasi dan Waktu Penelitian

Penelitian ini akan dilakukan pada Kantor Desa Dalam Kaum, Kecamatan
Sambas, Kabupaten Sambas yang beralamatkan di Jl. Tsafiodien. Penelitian
dilaksanakan selama 90 hari.

3.3 Jenis dan Sumber Data

Jenis data yang digunakan dalam penelitian ini yaitu data primer dan sekunder.
A Data primer
Data primer pada penelitian diperoleh dengan cara melakukan wawancara
langsung kepada narasumber dan juga melalui observasi yang dilakukan peneliti.
B Data Sekunder
Peneliti memperoleh data sekunder ini dari dokumen berupa laporan
pertanggungjawaban pelaksanaan anggaran pendapatan dan belanja desa, serta
beberapa dokumen atau laporan pendukung lainnya.

3.4 Teknik Pengambilan Sampel

Sampling dalam penelitian empirik diartikan sebagai proses pemilihan atau


penentuan sampel (contoh). Secara konvensional, konsep sampel (contoh) menunjuk
pada bagian dari populasi. Akan tetapi, dalam penelitian kualitatif tidak bermaksud
untuk menggambarkan karakteristik populasi atau menarik generalisasi kesimpulan
yang berlaku bagi suatu populasi, melainkan lebih berfokus kepada representasi
terhadap fenomena sosial. Data atau informasi harus ditelusuri seluas-luasnya sesuai
dengan keadaan yang ada. Hanya dengan demikian, peneliti mampu mendeskripsikan
fenomena yang diteliti secara utuh (Burhan Bungin, 2012:53).
Menurut Sugiyono (2009:300), dalam penelitian kualitatif teknik sampling
yang lebih sering digunakan adalah purposive sampling dan snowball sampling.
Purposive sampling adalah teknik pengambilan sampel sumber data dengan
pertimbangan tertentu, misalnya orang tersebut dianggap paling tahu tentang apa
yang kita harapkan. Snowball sampling adalah teknik pengambilan sampel sumber
data yang pada awalnya jumlahnya sedikit, lama-lama menjadi besar. Sementara itu
menurut Burhan Bungin (2012:53), dalam prosedur sampling yang paling penting
adalah bagaimana menentukan informan kunci (key informan) atau situasi sosial
tertentu yang sarat informasi. Memilih sampel, dalam hal ini informan kunci atau
situasi sosial lebih tepat dilakukan dengan sengaja atau bertujuan, yakni dengan
purposive sampling.
Penelitian ini mengunakan teknik purposive sampling. Karena peneliti
merasa sampel yang diambil paling mengetahui tentang masalah yang akan diteliti
oleh peneliti.

3.5 Teknik Pengumpulan Data

A. Wawancara
Wawancara menurut Esterberg (2002) dalam Sugiyono (2014: 72) adalah
pertemuan dua orang untuk bertukar informasi dan ide melalui tanya jawab,
sehingga dapat dikonstruksikan makna dalam suatu topik tertentu. Metode
wawancara yang digunakan dalam penelitian ini adalah wawancara
semiterstruktur. Wawancara semiterstruktur dipilih agar memberikan keleluasaan
kepada narasumber untuk menceritakan secara jelas tentang permasalahan yang
terjadi.
B. Observasi
Observasi adalah metode yang digunakan dengan cara ikut didalam kegiatan
suatu objek penelitian. Observasi ditempuh agar permasalahan yang terjadi dapat
terlihat secara langsung. Observasi dilakukan dengan mengamati kegiatan yang
berlangsung di wilayah Desa Dalam Kaum. Kegiatan yang diamati berhubungan
dengan pengelolaan keuangan desa mulai dari perencanaan, pelaksanaan,
penatausahaan, pelaporan, hingga pertanggungjawaban.
C. Dokumentasi
Dokumentasi menurut Bungin (2007: 121), adalah metode yang digunakan
untuk menelurusi data historis. Data-data historis pada penelitian ini dapat
diperoleh melalui laporan pertanggungjawaban pelaksanaan anggaran
pendapatan dan belanja desa, serta beberapa dokumen atau laporan pendukung
lainnya.

3.6 Teknik Pengolahan Data


Teknik pengolahan data menurut Efendi, Tukiran, dan Sucipto dalam Singarimbun
(1995: 240) terdiri dari:
A Editing
Yaitu cara yang digunakan untuk meneliti kambali data yang telah diperoleh
dilapangan baik yang diperoleh melalui wawancara maupun dokumentasi guna
menghindari kekeliruan dan kesalahan.
B Interpretasi
Yaitu memberikan penafsiran atau penjabaran atas hasil penelitian untuk dicari
makna yang lebih luas dengan menghubungkan jawaban yang diperoleh dengan
data lain.

3.7 Metode Analisis Data

Pada Jenis penelitian kualitatif ini, pengolahan data tidak harus dilakukan
setelah data terkumpul atau pengolahan data selesai. Dalam hal ini, data sementara
yang terkumpulkan, data yang sudah ada dapat diolah dan dilakukan analisis data
secara bersamaan.
Pada saat analisis data, dapat kembali lagi ke lapangan untuk mencari
tambahan data yang dianggap perlu dan mengolahnya kembali. Suyanto dan Sutinah
(2006: 173), mengatakan pengolahan data dalam penelitian kualitatif dilakukan
dengan cara mengklasifikasikan atau mengkategorikan data berdasarkan beberapa
tema sesuai fokus penelitannya.
Pengolahan data pada penelitian ini terdiri dari :
A Reduksi Data
Reduksi data merupakan proses pemilihan, pemusatan perhatian pada
penyederhanaan, pengabstrakan, transformasi data kasar yang muncul dari
catatan-catatan lapangan (Miles dan Huberman (1992:16)). Langkah-langkah
yang dilakukan adalah menajamkan analisis, menggolongkan atau
pengkategorisasian ke dalam tiap permasalahan melalui uraian singkat,
mengarahkan, membuang yang tidak perlu, dan mengorganisasikan data
sehingga dapat ditarik dan diverifikasi. Data yang di reduksi antara lain seluruh
data mengenai permasalahan penelitian.
Data yang di reduksi akan memberikan gambaran yang lebih spesifik dan
mempermudah peneliti melakukan pengumpulan data selanjutnya serta mencari
data tambahan jika diperlukan. Semakin lama peneliti berada di lapangan maka
jumlah data akan semakin banyak, semakin kompleks dan rumit. Oleh karena itu,
reduksi data perlu dilakukan sehingga data tidak bertumpuk agar tidak
mempersulit analisis selanjutnya.
B Penyajian Data
Setelah data di reduksi, langkah analisis selanjutnya adalah penyajian data.
Penyajian data merupakan sebagai sekumpulan informasi tersusun yang
memberikan kemungkinan adanya penarikan kesimpulan dan pengambilan
tindakan. (Miles dan Huberman, 1992 : 17).
Penyajian data diarahkan agar data hasil reduksi terorganisaikan, tersusun
dalam pola hubungan sehingga makin mudah dipahami. Penyajian data dapat
dilakukan dalam bentuk uraian naratif, bagan, hubungan antar kategori serta
diagram alur. Penyajian data dalam bentuk tersebut mempermudah peneliti
dalam memahami apa yan terjadi. Pada langkah ini, peneliti berusaha menyusun
data yang relevan sehingga informasi yang didapat disimpulkan dan memiliki
makna tertentu untuk menjawab masalah penelitian.
Penyajian data yang baik merupakan satu langkah penting menuju
tercapainya analisis kualitatif yang valid dan handal. Dalam melakukan
penyajian data tidak semata-mata mendeskripsikan secara naratif, akan tetapi
disertai proses analisis yang terus menerus sampai proses penarikan kesimpulan.
Langkah berikutnya dalam proses analisis data kualitatif adalah menarik
kesimpulan berdasarkan temuan dan melakukan verifikasi data.
C Menarik kesimpulan atau verifikasi
Tahap ini merupakan tahap penarikan kesimpulan dari semua data yang telah
diperoleh sebagai hasil dari penelitian. Penarikan kesimpulan atau verifikasi
adalah usaha untuk mencari atau memahami makna/arti, keteraturan, pola-pola,
penjelasan, alur sebab akibat atau proposisi. Sebelum melakukan penarikan
kesimpulan terlebih dahulu dilakukan reduksi data, penyajian data serta
penarikan kesimpulan atau verifikasi dari kegiatan-kegiatan sebelumnya. Sesuai
dengan pendapat Miles dan Huberman, proses analisis tidak sekali jadi,
melainkan interaktif, secara bolak-balik diantara kegiatan reduksi, penyajian dan
penarikan kesimpulan atau verifikasi selama waktu penelitian. Setelah
melakukan verifikasi maka dapat ditarik kesimpulan berdasarkan hasil penelitian
yang disajikan dalam bentuk narasi. Penarikan kesimpulan merupakan tahap
akhir dari kegiatan analisis data. Penarikan kesimpulan ini merupakan tahap
akhir dari pengolahan data.
BAB 4
DESKRIPSI HASIL PENELITIAN DAN ANALISA

4.1 Profil Desa Dalam Kaum

Dalam Kaum merupakan salah satu desa yang terdapat di Kecamatan


Sambas, Kabupaten Sambas, Kalimantan Barat. Desa ini memiliki luas 32 km2
(12,98% dari wilayah Kecamatan Sambas) dan merupakan desa terluas kedua di
Kecamatan Sambas setelah Desa Lumbang. Desa ini dulunya merupakan pusat
pemerintahan Kesultanan Sambas yang sampai sekarang masih bediri kokoh Keraton
Kesultanan yang dinamai Istana Alwatzikoebillah. Desa Dalam Kaum terdiri dari 4
dusun, yaitu: Dusun Kaum, Dusun Sukamantri, Dusun Sukaramai dan Dusun
Sukaraja.

Berdasarkan Sensus Penduduk Indonesia 2010, Desa Dalam Kaum


merupakan desa dengan jumlah penduduk tebanyak ketiga di Kecamatan Sambas
setelah Desa Kartiasa dan Desa Lumbang. Penduduk Desa Dalam Kaum sebanyak
3.619 jiwa (8,05% dari total penduduk Kecamatan Sambas) dengan rincian 1.761
laki-laki dan 1.858 perempuan. Kepadatan penduduk di desa ini adalah 113 jiwa/km2
yang menjadikannya sebagai desa dengan kepadatan penduduk terkecil keempat di
Kecamatan Sambas setelah Desa Sumber Harapan, Lumbang, dan Lubuk Dagang.
(sumber:wikepidia)

Desa Dalam Kaum kaya akan tempat wisata, diantaranya:

 Istana Alwatzikoebillah, istana atau keraton Kesultanan Sambas.


 Makam sultan-sultan Sambas, yang terletak tak jauh dari istana.
 Masjid Jami’ Sultan Muhammad Syafieuddin II, salah satu masjid terbesar di
Sambas dan merupakan peninggalan dari zaman kesultanan.
 Muare Ulakkan, muara yang mempertemukan Sungai Sambas Besar, Sungai
Sambas Kecil, dan Sungai Teberau; terletak di depan keraton Sambas.
 Water Front City, proyek pembangunan area tepi Sungai Sambas; bantuan
dari Kesultanan Brunai Darussalam.
 Gerattak Sabbo’, jembatan besar yang menghubungkan Desa Dalam Kaum
dengan Desa Tanjung Mekar; pernah mengalami kerusakan hebat ketika
Sambas mengalami banjir besar pada tahu 1963.
 Gerattak Asam, salah satu dari dua jembatan beton peninggalan zaman
kolonial; menghubungkan Desa Dalam Kaum dengan Desa Lubuk Dagangdan
Tanjung Bugis.

Kegiatan pariwisata di Dalam Kaum dibantu dengan adanya Kelompok Sadar Wisata
(Pokdarwis) Muare Ulakkan.

Gambar 4.1 Lokasi Kantor Desa Dalam Kaum


Gambar 4.2 Tampak Depan Kantor Desa Dalam Kaum (Sebelum Renovasi)
Sumber: Kantor Desa Dalam Kaum
STRUKTUR PEMERINTAHAN DESA

Gambar 4.3 Struktur Organisasi Pemerintah Desa


Gambar 4. 4 Strukstur Organisasi Badan Permusyawaratan
4.2 Hasil Penelitian

4.2.1 Gambaran Umum Pengelolaan Keuangan Desa Dalam Kaum

Setiap kepala desa memiliki visi dan misi dalam membangun desa. Visi dan
misi tersebut selanjutnya dituangkan menjadi Rencana Pembangunan Jangka
Menengah (RPJMDes) untuk jangka waktu enam tahun. RPJMDes harus
ditetapkan didalam Musyawarah Perencanaan Pembangunan Desa
(Musrembangdes) bersama-sama dengan pemerinah desa, Badan
Permusyawaratan Desa, tokoh adat, tokoh masyarakat, tokoh agama, dan unsur
masyarakat lainnya paling lama tiga bulan setelah kepala desa dilantik.
Selanjutnya setelah RPJMDes terbentuk, barulah pemerintah desa membuat
Rencana Kerja Pemerintah Desa (RKPDes). RKPDes adalah rencana kerja
pemerintah desa selama satu tahun kedepan. RKPDes dibentuk bedasarkan
informasi dari pemeritah daerah kabupaten/kota berkaitan dengan pagu indikatif
desa. RKPDes tersebut juga dilampirkan dengan Rencana Anggaran Biaya
(RAB), dan Rencana Kegiatan yang telah diverifikasi oleh tim verifikasi.
Pembentukan RKPDes ini dilakukan bersamaan dengan pembentukan RPJMDes
di awal masa kepemimpinan kepala desa.
Pembentukan RKPDes dan RAB dijadikan dasar penyusunan Rancangan
Anggaran Pendapatan dan Belanja Desa (RAPBDes). Proses penganggaran
APBDes dilakukan dari tingkat dusun melalui musyawarah dusun. Setiap dusun
akan memaparkan kegiatan yang ingin direalisasikan beserta dengan
anggarannya. Setelah itu barulah BPD akan menyelenggarakan musyawarah desa.
Dalam musyawarah desa akan dipaparkan mengenai rencana kegiatan dari
masing-masing dusun. Setelah itu pemerintah desa akan memilih kegiatan yang
ingin direalisasikan berdasarkan skala prioritas. Didalam musyawarah desa juga
dipaparkan mengenai RKPDes. Setelah musyarawah desa dilakukan, maka
selanjutnya diadakan musrembangdes yang diselenggarakan oleh aparatur desa.
Dalam musrembangdes, ditetapkanlah mengenai RKPDes dan RAB yang
selanjutnya di tetapkan menjadi RAPBDes.
Setelah ditetapkannya RAPBDes, maka pemerintah desa akan memberikan
RAPBDes tersebut kepada kecamatan sebagai perpanjangan tangan dari
kabupaten untuk melakukan evaluasi berkaitan dengan penetapan RAPBDes
tersebut. Untuk desa Dalam Kaum sendiri, hal yang biasanya dievaluasi berkaitan
dengan peraturan penggunaan dana desa. Karena tidak semua kegiatan yang
dianggarkan dapat dibiayai oleh dana desa. Hal tersebut dikarenakan ada kriteria
tertentu bagi sebuah kegiatan yang dapat dibiayai dan kriteria tersebut berubah-
ubah.
Selanjutnya ketika RAPBDes sudah dievaluasi kecamatan dan sudah
dibenahi oleh pihak desa, maka RAPBDes berubah menjadi APBDes. APBDes
selanjutnya akan menjadi pedoman dalam melaksanakan kegiatan yang sudah di
anggarkan sebelumnya. Kegiatan dapat dilaksanakan ketika dana yang telah
dianggarkan di dalam APBDes dan RAB cair ke rekening desa. Dana-dana
tersebut berasal dari tiga sumber yaitu pemerintah pusat (Kemenkeu, Kemendagri,
KDPDTT) yang berupa dana desa, provinsi (Bantuan keuangan), dan
kabupaten/kota (Alokasi Dana Daerah, dan Dana Bagi Hasil Pajak/Retribusi).
Dana desa sendiri cair secara bertahap. Ada dua tahapan pencairan dana desa
yaitu diawal tahun dan di pertengahan tahun. Dana tersebut hanya bisa cair saat
laporan pertanggungjawaban tahap sebelumnya sudah diselesaikan. Dana ini
dahulu ditransfer ke kabupaten. Berbeda dengan sekarang yang dana tersebut
langsung di transfer ke rekening desa. Dana desa ini hanya diperuntukan untuk
pengembangan masyarakat. Ketika dana desa diberikan kepada desa terbelakang,
maka peruntukannya untuk membangun fasilitas kebutuhan pokok seperti
penyediaan air minum, dan MCK. Ketika dana desa diberikan kepada desa
berkembang, maka peruntukannya untuk pemberdayaan masyarakat dan
kebudayaan. Selanjutnya jika dana desa diberikan kepada desa maju, maka
peruntukannya diperbolehkan untuk pembangunan tempat wisata komersil.
Berbeda dengan dana desa, dana yang diperoleh dari Provinisi Kalimantan
Barat sangatlah terbatas atau bahkan jarang sekali ada. Hal tersebut dikarenakan
untuk mendapat dana bantuan dari provinsi, desa harus mengajukan proposal
terlebih dahulu dan biasanya untuk pengembangan kebudayaan. Menurut Kepala
Desa Dalam Kaum, dana dari Kabupaten Sambas lebih banyak disumbangkan
melalui hasil retribusi pajak daerah tersebut.
Belanja desa yang diperbolehkan dari ketiga sumber pendapatan tersebut
adalah 70% untuk pembangunan dan pemberdayaan masyarakat, sementara itu
30% sisanya untuk penghasilan tetap atau operasional pemerintah desa. Nantinya
saat kegiatan yang sudah dianggarkan tersebut tidak dapat dilaksanakan
atau terdapat sisa dana, maka dana tersebut dimasukan kedalam Sisa Lebih
Perhitungan Anggaran (SiLPA). SiLPA tersebut akan digunakan untuk kegiatan
selanjutnya, atau digunakan untuk anggaran di tahun berikutnya. Setiap kegiatan
memiliki RABnya masing-masing. Dahulu, setiap kegiatannya hanya di tuliskan
nama kegiatannya beserta jumlah anggarannya saja. Berbeda dengan sekarang
yang mana setiap kegiatan diberikan rincian mengenai anggarannya. RAB
tersebut dijadikan pedoman bagi tim pelaksana kegiatan untuk melakukan
pengadaan barang. Saat pelaksana kegiatan ingin melakukan pencairan dana
untuk membeli keperluan pembangunan kegiatan tersebut, maka pelaksana
kegiatan akan membuat Surat Permintaan Pembayaran (SPP), dan Surat
Pernyataan Tanggung Jawab Belanja yang selanjutnya diverifikasi oleh
serkertaris desa. Pemerintah desa Dalam Kaum sendiri membuat tiga rangkap
lampiran dokumen yaitu SPP, SPTB, dan lampiran buku kas pembantu. Lampiran
buku kas pembantu ini nantinya digunakan untuk memudahkan bendahara desa
mengarsip setiap dana yang keluar. Setelah lampiran-lampiran tersebut disetujui
oleh serkertaris desa, maka selanjutnya lampiran tersebut diberikan kepada
bendahara desa untuk mencairkan dananya. Setelah dana cair dan kegiatan sudah
dilaksanakan, tim pelaksana harus membuat laporan pertanggungjawaban kepada
kepala desa. Laporan tersebut nantinya akan digabungkan dengan laporan lainnya
menjadi Laporan Pertanggungjawaban (LPJ). Laporan tersebut akan dibahas
bersama dengan BPD dan tanpa dievaluasi oleh kecamatan. Barulah setelah LPJ
disepakati, maka akan diberikan kepada kecamatan dan menjadi peraturan desa
tentang pertanggungjawaban APBDes.

4.2.2 Perencenaan
Perencaana merupakan tahap awal dalam pengelolaan keuangan desa.
Perencaan pengelolaan keuangan desa merupakan hasil dari Musdus sampai
Perdes APBDes yang telah disepakati bersama. Untuk melihat apakah
pengelolaan keuangan desa Dalam Kaum telah sesuai dengan Permendagri
Nomor 20 Tahun 2018 sebagai berikut:
Tabel 4.1 Perbandingan Proses Perencanaan Keuangan Desa di desa Dalam
Kaum dengan PERMENDAGRI Nomor 20 Tahun 2018
Permendagri Desa Dalam Sesuai/
No
Nomor 20 Tahun Kaum Tidak Keterangan
2018 Sesuai
1 Sekretaris Desa Sekretaris Desa Sesuai Sekretaris Desa
menyusun telah menyusun telah menyusun
RAPBDesa RAPBDesa RAPBDesa
berdasarkan berdasarkan berdasarkan
RKPDesa tahun RKPDesa tahun RKPDesa
Berkenaan berkenaan
2 Sekretaris Desa Sekretaris Desa Sesuai RAPBDes telah
menyampaikan menyampaikan sampaikan oleh
rancangan rancangan Sekretaris Desa
Peraturan Desa Peraturan Desa kepada Kepala
tentang APBDesa tentang APBDesa Desa paling
kepada Kepala Desa kepada Kepala lambat pada awal
Desa bulan Oktober

Permendagri Desa Dalam Sesuai/


No
Nomor 20 Tahun Kaum Tidak Keterangan
2018 Sesuai

3 APBDesa Kepala Desa Sesuai Kepala Desa


disampaikan oleh menyampaikan telah
Kepala Desa Rancangan menyampaikan
kepada Badan peraturan Desa RAPBDesa
Permusyawaratan tentang APBDesa kepada BPD
Desa untuk dibahas kepada BPD untuk
dan disepakati dibahas dan
Bersama disepakati bersama
4 Rancangan Rancangan Sesua RAPBDes
Peraturan Desa Peraturan Desa i disepakati
tentang APBDesa tentang APBDesa bersama sesuai
disepakati bersama disepakati bersama waktu yang
paling lambat bulan pada bulan Oktober ditentukan
Oktober tahun tahun 2020
berjalan
5 Rancangan RAPBDes yang Sesuai Tidak melebihi
Peraturan Desa telah dibahas dan batas waktu yang
tentang APBDesa disepakati bersama ditentukan
yang telah disampaikan oleh
disepakati bersama Kepala Desa
disampaikan oleh kepada Bupati
Kepala Desa melalui Camat
kepada dalam jangka
Bupati/Walikota waktu satu sampai
melalui Camat atau dua hari kerja
sebutan lain paling
lambat 3 (tiga) hari
sejak disepakati
untuk dievaluasi
6 Bupati/Walikota Bupati tidak Sesuai Evaluasi
menetapkan hasil melakukan evaluasi RAPBDes
evaluasi Rancangan terhadap RAPBDes dilakukan oleh
APBDesa paling sebab sudah Camat yang
lama 20 (dua puluh) dilimpahkan membutuhkan
hari kerja sejak kepada Camat. waktu paling
diterimanya Paling lama Camat lama 7 hari kerja.
Rancangan membutuhkan
Peraturan Desa waktu 7 hari kerja
tentang APBDesa untuk melakukan
evaluasi RAPBDes

4.2.3 Pelaksanaan
Pelaksanaan dalam pengelolaan keuangan desa merupakan implementasi atau
eksekusi dari APBDes. Secara teknis pelaksanaan keuangan telah diatur dalam
Permendagri Nomor 20 Tahun 2018. Berikut adalah pelaksaan pengelolaan
keuangan desa Dalam Kaum berdasarkan Permendagri Nomor 20 Tahun 2018
Tabel 4.2 Perbandingan Proses Pelaksanaan Keuangan Desa di desa Dalam
Kaum dengan PERMENDAGRI Nomor 20 Tahun 2018
Permendagri Desa Dalam Sesuai/
No
Nomor 20 Tahun Kaum Tidak Keterangan
2018 Sesuai
1 Semua penerimaan Penerimaan dan Sesuai Semua
dan pengeluaran pengeluaran desa pengeluaran
desa dalam rangka dalam rangka dilakukan
pelaksanaan pelaksanaan melalui rekening
kewenangan desa melalui rekening kas desa
dilaksanakan kas desa.
melalui rekening
kas desa
2 Khusus bagi desa Desa sudah Sesuai Mengetahui
yang belum memiliki rekening, ketentuan jika
memiliki pelayanan jika belum biasanya belum memiliki
perbankan di sesuai peraturan rekening desa
wilayahnya maka Bupati maka diatur oleh
pengaturannya Perbup
ditetapkan oleh
Pemerintah
Kabupaten/Kota

Permendagri Sesuai/
No
Nomor 20 Tahun Desa Dalam Tidak Keterangan
2018 Kaum Sesuai
3 Semua penerimaan Semua penerimaan Sesuai Bukti tersebut
dan pengeluaran dan pengeluaran antara lain; SPP,
desa harus desa telah RAB
didukung oleh bukti didukung oleh
yang lengkap dan bukti yang lengkap
sah dan sah

4 Pemerintah desa Pemerintah Desa Sesuai Desa tidak


dilarang melakukan melakukan melakukan
pungutan sebagai pungutan sebagai pungutan selain
penerimaan desa penerimaan desa yang ditetapkan
selain yang sesuai dengan yang dalam Perdes
ditetapkan dalam ditetapkan dalam
peraturan desa peraturan desa

5 Bendahara dapat Bendahara Desa Sesuai Bendahara Desa


menyimpan uang menyimpan uang menyimpan uang
dalam Kas Desa kas desa dengan kas desa dengan
pada jumlah tertentu nominal tertentu nominal tertentu
dalam rangka sesuai dengan
memenuhi ketentuan
kebutuhan
operasional
pemerintah desa
6 Pengaturan jumlah Bendahara Desa Sesuai Jumlah uang kas
uang dalam kas menyimpan uang desa yang
desa ditetapkan kas desa dengan disimpan
dalam nominal tertentu Bendahara Desa
Peraturan sesuai dengan ditetapkan
Bupati/Walikota. Perbub dengan Perbub
7 Pengeluaran desa Pengeluaran desa Sesuai APBDes harus
yang yang ditetapkan
mengakibatkan mengakibatkan menjadi Perdes
beban APBDesa beban APBDes
sebelum
tidak dapat dilakukan setelah
dilakukan sebelum APBDesa melakukan
rancangan peraturan ditetapkan menjadi pengeluaran desa
desa tentang Perdes
APBDesa
ditetapkan menjadi
peraturan desa

4.2.4 Penatahusaan
Penatahusaan secara sederhana dapat dikatakan sebagai kegiatan yang
berhubungan dengan pembukuan atau administrasi pembukuan. Tahap ini
merupakan proses pencatatan seluruh transaksi keuangan yang terjadi dalam satu
tahun anggaran.
Tabel 4.3 Perbandingan Proses Penatahusaan Keuangan Desa di desa Dalam
Kaum dengan PERMENDAGRI Nomor 20 Tahun 2018
Permendagri Desa Dalam Sesuai/
No Nomor 20 Tahun Kaum Tidak Keterangan
2018 Sesuai
1 Penatausahaan Bendahara Desa Sesuai Penatausahaan
dilakukan oleh melakukan keuangan desa
Bendahara Desa penatausahaan telah dilakukan
keuangan desa oleh Bendahara
Desa
2 Bendahara Desa Bendahara Desa Sesuai Bendahara Desa
wajib melakukan melakukan selalu mencatat
pencatatan setiap pencatatan setiap setiap
penerimaan dan penerimaan dan penerimaan dan
pengeluaran serta pengeluaran serta pengeluaran dan
melakukan tutup melaksanakan tutup melakuan tutup
buku setiap akhir buku setiap akhir buku
bulan secara tertib bulan
3 Bendahara Desa Bendahara Desa Sesuai Bendahara Desa
wajib mempertanggung- membuat LPJ
mempertanggung- jawabkan uang sebagai bentuk
jawabkan uang melalui laporan pertanggungjawa
melalui laporan pertanggungjawa- -ban keuangan
pertanggungjawa- ban (LPJ)
ban

Permendagri Sesuai/
No Nomor 20 Tahun Desa Dalam Tidak Keterangan
2018 Kaum Sesuai
4 Laporan Bendahara Desa Tidak Bendahara Desa
pertanggungjawa- menyampaikan Sesuai menyampaikan
ban disampaikan laporan kepada laporan melebihi
setiap bulan kepada Kepala Desa, waktu yang
Kepala Desa dan paling lambat ditentukan
paling lambat tanggal 15 bulan
tanggal 10 bulan berikutnya
Berikutnya
5 Penatausahaan Penatausahaan Sesuai Penatausahaan
penerimaan dan penerimaan dan keuangan desa
pengeluaran pengeluaran sesuai ketentuan
menggunakan (a) menggunakan (a) menggunkan
buku kas umum (b) buku kas umum (b) buku kas umum,
buku Kas Pembantu buku Kas Pembantu buku kas
Pajak, dan (c) buku Pajak, dan (c) buku pembantu pajak
Bank Bank dan buku bank

4.2.5 Pelaporan
Pelaporan adalah kegiatan yang dilakukan untuk menyampaikan hal-hal yang
berhubungan dengan hasil pekerjaan yang telah dilakukan selama satu periode
tertentu sebagai bentuk pelaksanaan tanggungjawab atas tugas dan wewenang
yang diberikan. Berikut pelaporan keuangan desa dalam kaum berdasarkan
Permendagri Nomor 20 Tahun 2018
Tabel 4.4 Perbandingan Proses Pelaporan Keuangan Desa di desa Dalam
Kaum dengan PERMENDAGRI Nomor 20 Tahun 2018
Permendagri Desa Dalam Sesuai/
No Nomor 20 Tahun Kaum Tidak Keterangan
2018 Sesuai
1 Kepala Desa Kepala Desa telah Sesuai Laporan realisasi
menyampaikan menyampaikan pelaksanaan
laporan realisasi laporan realisasi APBDes telah
pelaksanaan pelaksanaan disampaikan
APBDesa kepada APBDes kepada kepada Bupati
Bupati/Walikota Bupati, berupa
berupa (a) laporan laporan semester
semester pertama perama dan laporan
dan (b) laporan semester akhir
semester akhir tahun
tahun
2 Laporan semester Laporan semester Sesuai Telah sesuai
pertama berupa pertama merupakan dengan ketentuan
laporan realisasi laporan realisasi dalam pelaporan
APBDesa APBDes

3 Laporan realisasi Laporan realisasi Sesuai Tidak melebihi


pelaksanaan pelaksanaan batas akhir dalam
APBDesa APBDes penyampaian
disampaikan paling disampaikan paling laporan realisasi
lambat pada akhir lambat akhir bulan pelaksanaan
bulan Juli tahun Juli APBDes
berjalan
4 Laporan semester Laporan semester Tidak Mengalami
akhir tahun akhir tahun sesuai keterlambatan
disampaikan paling disampaikan di dalam
lambat pada akhir bulan Maret penyampaian
bulan Januari tahun laporan semester
berikutnya akhir tahun
4.2.6 Pertanggungjawaban
Pada tahap pertanggungjawaban, bendahara/kaur keuangan wajib melaporkan
penggunaan dana anggaran pendapatan dan belanja desa (APBDesa) kepada
kepala desa. Tanggungjawab tersebut harus dibuat secara rinci dan sesuai dengan
ketentuan yang berlaku. Berikut tahap pertanggungjawaban desa Dalam Kaum
Tabel 4.5 Perbandingan Proses Pertanggungjawaban Keuangan Desa di desa
Dalam Kaum dengan PERMENDAGRI Nomor 20 Tahun 2018
Permendagri Desa Dalam Sesuai/
No Nomor 20 Tahun Kaum Tidak Keterangan
2018 Sesuai
1 Kepala Desa Kepala Desa Sesuai Laporan
menyampaikan menyampaikan disepakati dan
laporan laporan disahkan
pertanggungjawab- pertanggungjawa- bersama dengan
an realisasi ban realisasi BPD sebelum
pelaksanaan pelaksanaan disampaikan oleh
APBDesa kepada APBDesa kepada Kepala Desa
Bupati/Walikota Bupati melalui kepada Bupati
setiap akhir tahun Camat setiap akhir
anggaran tahun anggaran
2 Laporan Laporan Sesuai Mengikuti
pertanggungjawa- pertanggungjawa- ketentuan LPJ
ban realisasi ban realisasi realisasi
pelaksanaan pelaksanaan pelaksanaan
APBDesa terdiri APBDes terdiri dari APBDes terdiri
dari pendapatan, pendapatan, dari pendapatan,
belanja, dan belanja, dan belanja dan
pembiayaan pembiayaan pembiayaan

3 Laporan Laporan Sesuai Laporan


pertanggungjawaba pertanggungjawa- disepakati dan
n realisasi ban realisasi ditetapkan
pelaksanaan pelaksanaan menjadi Perdes
APBDesa APBDesa bersama dengan
ditetapkan dengan ditetapkan dengan BPD
Peraturan Desa Peraturan Desa
Permendagri Sesuai/
No Nomor 20 Tahun Desa Dalam Tidak Keterangan
2018 Kaum Sesuai
4 Laporan Laporan Sesuai Pemerintah desa
Pertanggungjawa- Pertanggungjawab mengetahui
ban Realisasi anRealisasi bahwa LPJ
Pelaksanaan Pelaksanaan realisasi
APBDesa APBDesa pelaksanaan
merupakan bagian merupakan bagian APBDes
tidak terpisahkan tidak terpisahkan merupakan
dari laporan dari laporan bagian tidak
penyelenggaraan penyelenggaraan terpisahkan dari
Pemerintahan Desa Pemerintahan Desa laporan
penyelenggaran
pemerintahan
desa
5 Laporan realisasi Laporan realisasi Sesuai BPD dan kepala
dan laporan dan laporan dusun
pertanggungjawaba pertanggungjawab- dikumpulkan di
n realisasi an realisasi balai desa untuk
pelaksanaan pelaksanaan diinformasikan
APBDesa APBDesa mengenai
diinformasikan diinformasikan laporan APBDes
kepada masyarakat kepada masyarakat
secara tertulis dan melalui
dengan media perwakilannya
informasi yang yaitu BPD dan
mudah diakses oleh kepala dusun
masyarakat secara tertulis dan
lisan
6 Media informasi Pemerintah desa Sesuai Papan
antara lain papan Dalam Kaum pengumuman
pengumuman, menggunakan digunakan untuk
radio komunitas, papan menginformasi-
dan media pengumuman kan laporan
informasi lainnya APBDes kepada
masyarakat
umum
4.3 Hasil Analisis

4.3.1 Analisis Perencanaan Keuangan Desa berdasarkan Permendagri No.20


Tahun 2018 tentang Pengelolaan Keuangan Desa
Berdasarkan analisis, secara teknis perencanaan pengelolaan keungan desa
Dalam Kaum telah sesuai dengan Permendagri Nomor 20 Tahun 2018. Pada
Tahap perencaanan desa Dalam Kaum dimulai dari RPJM Des sampai
terbentuknya APBDes dilalui melalui Musdus hingga Musrembangdes yang telah
sepakati bersama telah sesusai Permendagri Nomor 20 Tahun 2018.

4.3.2 Analisis Pelaksanaan Keuangan Desa berdasarkan Permendagri No.20


Tahun 2018 tentang Pengelolaan Keuangan Desa
Berdasarkan analisis, pelaksanaana keungan desa Dalam Kaum telah sesuai
dengan Permendagri Nomor 20 Tahun 2018. Pada Tahap pelaksanaan desa Dalam
Kaum, dalam rangka pelaksanaan kewenangan desa dilaksanakan melalui
rekening kas desa. Semua penerimaan dan pengeluaran desa telah didukung oleh
bukti yang lengkap dan sah, karena setiap pelaksana kegiatan yang membutuhkan
pendanaan pemerintah desa selalu disertai dengan Rincian Anggaran Biaya
(RAB) sehingga pelaksanaannya selalu ada pengadministrasian yang baik.

4.3.3 Analisis Penatahusaan Keuangan Desa berdasarkan Permendagri


No.20 Tahun 2018 tentang Pengelolaan Keuangan Desa
Berdasarkan hasil analisis penatahusaan keuangan desa Dalam Kaum telah
sesuai dengan Permendagri namun ada beberapa hal yang tidak sesuai seperti
keterlambatan menyapaikan laporan sesuai waktu yang telah ditentukan.
Bendahara Desa melakukan pencatatan setiap penerimaan dan pengeluaran serta
melaksanakan tutup buku setiap akhir bulan dan bendahara
mempertanggungjawbaan uang pada laporan pertangungjawaban serta
penatahusaannya menggunakan buku kas umum, buku pembantu pajak dan Buku
Bank.

4.3.4 Analisis Pelaporan Keuangan Desa berdasarkan Permendagri No.20


Tahun 2018 tentang Pengelolaan Keuangan Desa
Pada Tahap ini desa dalam kaum belum sepenuhnya sesuai dengan
Permendagri Nomor 20 Tahun 2018 dikarenakan masih terjadi keterlambatan
dalam pelaporan pertanggungjawban. Pada tahap pelaporan, kepala desa
menyampaikan laporan pelaksanaan APBDesa semester pertama kepada Bupati
melalui Camat. Laporan tersebut berupa laporan pelaksanaan APBdesa dan
laporan realisasi kegiatan, laporan semester pertama ini dilaporkan pada bulan
Juli tahun berjalan. Tujuan pelaporan ini adalah untuk mengevaluasi sampai
sejauh mana keberhasilan yang telah dicapai serta meningkatkan kinerja aparatur
pemerintah desa, dan sebagai koreksi atas keberhasilan yang diperoleh dalam
menyelenggarakan pemerinatahan desa. Selain laporan semester pertama, kepala
desa juga membuat laporan semester akhir tahun yang seharusnya pada bulan
Januari tahun berikutnya tetapi baru terealisasi pada bulan maret, laporan-laporan
tersebut berupa laporan keterangan penyelenggaraan pemerintahan (LKPP) Desa
akhir tahun anggaran yang berisi tentang Perdes APBDesa, berupa rincian
anggaran pada bidang-bidang tertentu, dan realisasi dan target presentase
anggaran. Laporan selanjutnya adalah laporan penyelenggaraan pemerintahan
desa (LPPDesa) akhir tahun anggaran yang berisi program kerja penyelenggaraan
pemerintahan desa, program kerja pelaksanaan pembangunan, program kerja
pembinaan kemasyarakatan, program kerja pemberdayaan masyarakat,
pelaksanaan APBDesa, serta keberhasilan, permasalahan dan solusi. Kepala desa
juga melaporkan penyelenggaraan pemerintahan desa setiap akhir tahun kepada
bupati dan kepada BPD.
4.3.5 Analisis Pe Keuangan Desa berdasarkan Permendagri No.20 Tahun
2018 tentang Pengelolaan Keuangan Desa
Desa dalam Kaum dalam pertanggung jawaban keuangan desa sudah sesuai
dengan Permendagri No. 20 Tahun 2018. Kepala desa dalam kaum setiap akhir
tahun menyampaikan laporan pertanggungjawaban kepada Bupati melalui Camat.
Pertanggungjawaban tersebut merupakan laporan yang terdiri dari laporan
keuangan yaitu realisasi APBDesa, catatan atas laporan keuangan baik
pendapatan maupun pembiayaan, laporan realisasi kegiatan yang telah dan belum
terlaksana. Laporan-laporan tersebut merupakan bagian dari laporan
penyelenggaraan pemerintahan desa akhir tahun anggaran.
Laporan-laporan yang telah dilaporkan kepada Bupati melalui Camat
tersebut, oleh kepala desa juga diinformasikan kepada masyarakat melalui media
informasi yang mudah diakses oleh masyarakat. Selama ini dalam pelaksanaan
pertanggungjawaban kepala desa kepada masyarakat, kepala desa menngunakan
banner yang berisi informasi APBDesa tahun berjalan, dan informasi realisasi dari
APBDesa yang telah dialaksanakan meliputi realisasi kegiatan yang sudah
dan/atau belum terlaksana, anggaran yang digunakan dan sisa anggaran.
Dari uraian analisis pengelolaan keuangan desa diatas, Di desa Dalam Kaum
sudah sesuai dengan perintah Permendagri No. 20 Tahun 2018 tentang
pengelolaan keuangan desa, yang peraturan tersebut dituangkan dalam Peraturan
Bupati Sambas Nomor 48 Tahun 2018 tentang Pedoman Pengelolaan Keuangan
Desa.
BAB 5
PENUTUP

5.1 Kesimpulan

Berdasarkan hasil temuan yang telah dijabarkan sebelumnya, maka dapat


disimpulkan bahwa pengelolaan keuangan desa Dalam Kaum belum sepenuhnya
sesuai dengan Permendagri Nomor 20 Tahun 2018. Kesimpulan tersebut diambil
berdasarkan temuan berupa data wawancara, observasi, dan dokumentasi yang telah
sesuai dengan indikator yang dipenuhi. Meskipun demikian, pemerintah desa Dalam
Kaum tetap memperhatikan Permendagri Nomor 20 Tahun 2018 dalam pengelolaan
keuangannya.

5.2 Saran

Berdasarakan hasil penelitian, peneliti menyarankan bagi:


A. Pemerintah Desa Dalam Kaum
1) Perlu menambah SDM yang ahli sistem informatika
2) Lebih disiplin dalam penyelesaian laporan.
B. Peneliti selanjutnya
1) Untuk Peneliti selanjutnya perlu menambah mekanisme pengelolaan
Keuangan Berdasarkan permendagri Nomor 20 Tahun 2018

Anda mungkin juga menyukai