Anda di halaman 1dari 39

PROPOSAL PENELITIAN

“ANALISIS FAKTOR-FAKTOR PENDORONG


TERJADINYA KLEPTOKRASI PENGELOLAAN
ALOKASI DANA DESA (ADD)
Studi Kasus Di Desa Doromelo Dan Desa Nusajaya,
Kecamatan Manggelewa, Kabupaten Dompu”.

Oleh :

HELMIN SAFITRI

NIM. A1C018066

JURUSAN AKUNTANSI
FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS
UNIVERSITAS MATARAM
2020
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Terbitnya Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014 tentang
Pengelolaan Dana Desa menjadi dasar bagi setiap perangkat desa di wilayah
Republik Indonesia untuk mengurus tata pemerintahan masing-masing
sekaligus pelaksanaan pembangunan dan peningkatan kesejahteraan serta
kualitas hidup masyarakat desa. Pemerintah Indonesia menerbitkan
peraturan ini dengan harapan pemerintah desa dapat mandiri dalam
mengelola pemerintahan dan berbagai sumber daya yang dimiliki, termasuk
sumber daya keuangan dan kekayaan milik desa. Tujuan akhir yang ingin
dicapai pemerintah adalah meningkatkan kesejahteraan hidup manusia,
penanggulangan kemiskinan, pembangunan sarana dan prasarana desa,
pengembangan potensi ekonomi lokal, dan pemanfaatan sumber daya yang
dimiliki secara berkelanjutan (Pristiyanto, 2015:10 (dalam Scholihah
2018)).1 Dalam rangka mendukung tercapainya tujuan tersebut, pemerintah
desa sesuai UU No. 6 Tahun 2014 diberikan pendapatan dari berbagai
sumber, diantaranya 1) Pendapatan Asli Daerah, 2) Alokasi APBN (Dana
Desa), 3) Bagian Pajak Daerah dan Retribusi Daerah (PDRD), 4) Alokasi
Dana Desa, 5) Bantuan Keuangan dari APBD Provinsi/Kabupaten/Kota, 6)
Hibah dan Sumbangan, dan 7) Lain-lain yang Sah. 2 Dari UU No. 6 Tahun
2014 juga disebutkan bahwa Pemerintah Kabupaten mengalokasikan dana
perimbangan dalam bentuk Alokasi Dana Desa (ADD) dengan
memperhatikan prinsip keadilan dan pemerataan. Alokasi Dana Desa
(ADD) sendiri adalah bentuk hubungan keuangan antara pemerintah
Kabupaten dan pemerintah desa.
Penatausahaan keuangan pemerintah desa terpisah dari keuangan
pemerintah kabupaten, sesuai dengan Peraturan Pemerintah Nomor 72

1
Sholichah, Nihayatus. 2018. DAMPAK DANA DESA DALAM PEMBANGUNAN DESA (Studi
Di Desa Tunjungtirto Kecamatan Singosari Malang) [Thesis]. Surabaya (ID) : Universitas Dr.
Soetomo Surabaya.
2
Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014
Tahun 2005 tentang Desa. Pemisahan tersebut bertujuan untuk
meningkatkan efisiensi dan efektivitas pengelolaan sumber daya keuangan
desa dalam rangka peningkatan kesejahteraan dan pelayanan kepada
masyarakat. Di dalam proses ini sendiri terdapat konsep desentralisasi dan
demokrasi antara penyelenggaraan pemerintah desa dengan pemerintah
kabupaten.3

Berdasarkan ketentuan Peraturan Pemerintah Nomor 72 Tahun 2005


tentang Desa Pasal 68 dan Surat Edaran Menteri Dalam Negeri Nomor
140/640/SJ tanggal 22 maret tahun 2005 perihal Pedoman Alokasi Dana
Desa dari Pemerintah Kabupaten/Kota kepada pemerintah desa dijelaskan
tujuan ditetapkan kebijakan alokasi dana desa adalah :4

1. Peningkatan kemampuan keuangan desa agar mampu membiayai


pelayanan pemerintah desa dan pemberdayaan masyarakat
2. Memotivasi swadaya gotong royong masyarakat dalam membangun
desa
3. Mengembangkan inisiatif dan prakarsa pemerintah desa dan
masyarakat untuk membangun desa
4. Mengefektifkan peran lembaga kemasyarakatan sebagai wadah
partisipasi masyarakat dalam perencanaan, pelaksanaan, dan
pengendalian pembangunan
5. Mengembangkan sektor produktif skala lokal bagi kepentingan
masyarakat desa, sehingga membuka kesempatan kerja dan
peningkatan pendapatan masyarakat.

Berdasarkan peraturan Bupati Dompu Nomor 05 Tahun 2019


tentang Tata Cara Pembagian dan Penetapan Rincian Pengalokasian Alokasi
Dana Desa Setiap Desa Tahun 2019 dijelaskan bahwa ADD untuk wilayah
Dompu dianggarkan dalam Anggaran dan Pendapatan Belanja Daerah
paling sedikit 10% dari dana perimbangan yang diterima daerah dalam
Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah setelah dikurangi dana alokasi
khusus. Pada tahun 2019 sendiri diketahui bahwa Alokasi Dana Desa untuk
3
Peraturan Pemerintah Nomor 72 Tahun 2005
4
Surat Edaran Menteri Dalam Negeri Nomor 140/640/SJ tanggal 22 maret tahun 2005
Desa Doromelo sebesar Rp 848.690.000 dan Alokasi Dana Desa untuk Desa
Nusajaya sebesar Rp 822.900.000,.5

Dapat dikatakan bahwa Alokasi Dana Desa merupakan sumber


pembiayaan utama bagi desa, untuk itu aparatur desa harus dapat
memposisikan keberadaan Alokasi Dana Desa sebagai stimulan dalam
upaya pemberdayaan masyarakat disertai peningkatan sarana dan prasarana
jangka panjang. Pengelolaan dana desa sangat bergantung pada bagaimana
kinerja aparatur pemerintahan desa itu sendiri, dimana ketika aparatur desa
mampu memaksimalkan pengelolaan yang baik maka dapat membantu desa
lebih maju dan kreatif. Pada tahun 2015 Ikatan Akuntan Indonesia
menyatakan bahwa pemerintah dalam hal mendelegasikan wewenang
pengelolaan keuangan ke pemerintah desa juga harus didukung oleh
ketersediaan sumber daya manusia yang berkomitmen dan berkompetensi.6
Ketika pengelolaan keuangan tidak didukung kapasitas sumber daya
manusia yang berkualitas maka dapat mendorong terjadinya perilaku
menyimpang dalam hal pengelolaan keuangan desa yang tidak sesuai
dengan tujuan utama organisasi atau dysfunctional behavior. Perilaku
menyimpang atau dysfunctional behavior didorong oleh faktor internal dan
eksternal, faktor internal dapat berupa keinginan dari individu itu sendiri
untuk memperoleh kekayaan lebih dan faktor eksternal dapat berupa adanya
kesempatan untuk melakukan penyimpangan.

Dysfunctional behavior dalam pengelolaan Alokasi Dana Desa


(ADD) di Kabupaten Dompu masih sering terjadi, menurut data sekitaran
tahun 2018-2020 terdapat beberapa aparatur desa di wilayah Kabupaten
Dompu yang terindikasi melakukan tindakan korupsi terhadap dana desa
yang diberikan oleh pemerintah pusat, dari sini dapat kita lihat bagaimana
penyelewengan terhadap dana desa menjadi suatu hal yang masih rentan
terjadi sehingga perlu dilakukan upaya penanganan terhadapnya. Suatu
kebijakan tertentu dapat mempengaruhi sikap atau perilaku suatu individu
5
Peraturan Bupati Dompu Nomor 05 Tahun 2019 tentang Tata Cara Pembagian dan
Penetapan Rincian Pengalokasian Alokasi Dana Desa Setiap Desa Tahun 2019
6
Satriajaya,Johan, dkk. 2017. Turbulensi Dan Legalisasi Kleptokrasi Dalam Pengelolaan
Keuangan Desa. Jurnal Akuntansi Multiparadigma JAMAL. 8(2) : 245.
juga praktik yang buruk sebagai penyebab dysfunctional behavior terjadi.
Oleh sebab itu, diperlukan pemimpin yang diharapkan dapat memimpin
(Bagrie dan Namada, 2013 (dalam Satriajaya et. al., 2017)) untuk
memberikan hasil yang baik. Pemimpin yang dimaksud adalah seseorang
yang cakap dan dapat dipercaya dalam hal mengendalikan pengelolaan
keuangan dana desa yang sarat akuntabilitas dan transparansi.7

Selain itu juga peran masyarakat sangat dibutuhkan dalam hal


mengawasi pengelolaan anggaran desa sehingga dana yang seharusnya
diperuntukkan untuk masyarakat bisa tersalurkan secara tepat untuk
menciptakan kesejahteraan masyarakat sesuai tujuan yang ingin dicapai
pemerintah pusat. Selanjutnya ketika masyarakat telah turut bertugas
mengawasi, maka pemerintah daerah kabupaten juga harus turut
menjembatani pengawasan tersebut, dimulai dengan pelaksanaan
transparansi pelaporan keuangan sektor publik sebagai bentuk
pertanggungjawaban tugas kepada masyarakat.

Terdapat beberapa penelitian sebelumnya yang membahas mengenai


penyelewengan dana desa sebagai bentuk tindakan korupsi, salah satunya
adalah penelitian yang dilakukan oleh Sahrir (2017) yang dimana terdapat 9
poin yang menjadi modus utama aparatur desa dalam melakukan perilaku
menyimpang terkait pengelolaan dana desa, 9 poin tersebut diantaranya
membuat RAB di atas harga pasar kemudian membayar berdasarkan
kesepakatan yang lain, kepala desa mempertanggungjawabkan pembiayaan
bangunan fisik dana desa padahal bersumber dari dana berbeda, meminjam
sementara dana desa dengan memindahkan dana ke rekening pribadi dan
tidak dikembalikan, pemotongan dana desa oleh oknum pelaku, membuat
perjanjian dinas fiktif dengan cara memalsukan tiket penginapan/perjalanan,
mark up pembayaran honorarium perangkat desa, pembayaran ATK tidak
sesuai dengan real cost dan pemalsuan bukti pembayaran, memungut pajak
namun tidak disetorkan ke kantor pajak, dan melakukan pembelian

7
Satriajaya,Johan, dkk. 2017. Turbulensi Dan Legalisasi Kleptokrasi Dalam Pengelolaan
Keuangan Desa. Jurnal Akuntansi Multiparadigma JAMAL. 8(2) : 245.
inventaris kantor dengan dana desa tetapi diperuntukkan secara pribadi. 8
Terdapat juga penelitian lainnya yang dilakukan oleh Andi Siti Sri Hutami
(2017) yang menyatakan bahwa terdapat kemungkinan terjadinya perilaku
menyimpang terkait pengelolaan dana desa itu berasal dari proses-proses
pengelolaan itu sendiri. Proses pengelolaan dana desa diantaranya adalah
perencanaan, pelaksanaan, penatausahaan, pelaporan, dan
pertanggungjawaban keuangan desa.9

Berdasarkan pemaparan tersebut, maka diperlukan kajian khusus


yang membahas bagaimana alasan dibalik seseorang melakukan tindakan
dysfunctional behavior sebagai bentuk penyelewengan keuangan desa, Oleh
karena itu penelitian ini akan berusaha memahami secara fenomenologi
perilaku aparat desa terkait hal-hal yang melatarbelakangi setiap tindakan
yang memiliki implikasi keuangan. Fokus masalah yang ingin dibahas yaitu
faktor-faktor yang mendorong terjadinya dysfunctional behavior sebagai
bentuk kleptokrasi pengelolaan Alokasi Dana Desa (ADD) dengan melihat
proses dari pengelolaan tersebut yaitu perencanaan, pelaksanaan,
penatausahaan, pelaporan, dan pertanggungjawaban keuangan desa.
Sehingga didapatkan judul dari penelitian ini adalah “ANALISIS FAKTOR-
FAKTOR PENDORONG TERJADINYA KLEPTOKRASI PENGELOLAAN
ALOKASI DANA DESA (ADD) DI DESA DOROMELO DAN DESA
NUSAJAYA, KECAMATAN MANGGELEWA, KABUPATEN DOMPU”.

8
Sahrir. 2017. TINJAUAN YURIDIS PENYALAHGUNAAN DANA DESA DALAM TINDAK PIDANA
KORUPSI (Putusan Nomor : 05 / Pid / 2011 / PT.Mks.) [skripsi]. Makassar (ID) : Universitas
Hasanuddin.
9
Siti Sri Hutami, Andi. 2017. Analisis Pengelolaan Alokasi Dana Desa (ADD) di Desa
Abbatireng Kecamatan Gilireng, Kabupaten Wajo. Government: Jurnal Ilmu Pemerintahan.
10(1):11-13.
1.2 Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang di atas maka rumusan masalah dari


penelitian ini adalah,

1. Bagaimana proses perencanaan, pelaksanaan, penatausahaan,


pelaporan, dan pertanggungjawaban pengelolaan Alokasi Anggaran
Desa (ADD) yang memiliki kemungkinan terjadinya dysfunctional
behavior di Desa Doromelo dan Desa Nusajaya, Kecamatan
Manggelewa, Kabupaten Dompu?
2. Bagaimana perbandingan proses pengelolaan Alokasi Anggaran
Desa (ADD) dari kedua desa tersebut?

1.3 Tujuan Penelitian

Tujuan yang hendak dicapai di dalam penelitian ini adalah,

1. Untuk mengetahui bagaimana proses perencanaan, pelaksanaan,


penatausahaan, pelaporan, dan pertanggungjawaban pengelolaan
Alokasi Anggaran Desa (ADD) yang memiliki kemungkinan
terjadinya dysfunctional behavior di Desa Doromelo dan Desa
Nusajaya, Kecamatan Manggelewa, Kabupaten Dompu.
2. Untuk mengetahui bagaimana perbandingan proses pengelolaan
Alokasi Anggaran Desa (ADD) dari kedua desa tersebut.

1.4 Manfaat Penelitian

Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat dan


kegunaan sebagai berikut :

1. Manfaat Teoritis
Penelitian ini diharapkan dapat dijadikan sebagai acuan bagi peneliti
sejenis dan bermanfaat dalam menambah pengetahuan dan wawasan
terutama menyangkut hal-hal yang berkaitan dengan berbagai
permasalahan tentang pengelolaan Alokasi Anggaran Desa (ADD)
2. Manfaat Praktis
a. Bagi Lembaga/instansi yang diteliti
Penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi dan
referensi bagi pihak-pihak yang berkepentingan untuk
pemahaman mengenai faktor-faktor yang mempengaruhi
terjadinya kleptokrasi dalam pengelolaan ADD. Hasil penelitian
dapat dijadikan bahan/alat evaluasi mengenai tindakan apa yang
perlu dilakukan untuk menghindari faktor-faktor tersebut dan
mencegah terjadinya perilaku menyimpang atau disfunctional
behavior.
3. Manfaat Kebijakan
Di harapkan mampu memberikan masukan kepada pemerintah
dalam hal membuat regulasi atau kebijakan terkait dengan
pencegahan pengelolaan ADD yang menyimpang dari semestinya.
4. Manfaat Akademi
Penelitian ini dilakukan untuk memenuhi syarat kelulusan mata
kuliah metode kualitatif di semester 5 Jurusan Akuntansi, Fakultas
Ekonomi dan Bisnis Universitas Mataram.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Tinjauan Teoritis


2.1.1 Teori Keagenan (Agency Theory)

Agency Theory awalnya digunakan dalam sector private yang


melibatkan pemilik sebagai principal yang tidak dapat mengelola sendiri
perusahaannya dan menyerahkan tanggungjawab itu kepada manajer
selaku agent.Teori ini menjelaskan hubungan antara pihak principal dan
agent. Menurut pendapat Hill dan Jones (1992) menyatakan bahwa
Agency Theory dan Stakeholder merupakan cara strategis organisasi
dalam mencapai tujuannya. Desa sebagai satuan pemerintahan di sektor
publik melibatkan beberapa stakeholder internal maupun stakeholder
eksternal. Kepala desa dan jajarannya dapat disebut agent, dan
pemerintah kabupaten disebut principal. Pengelola bertanggung jawab
atas pengelolaan dana alokasi desa dan pelaporan dana tersebut.

Menurut pendapat Yusnaini (2011) mengungkapkan bahwa


management control systems (MSC) diperlukan untuk mengatasi
permasalahan yang terjadi karena hubungan antara agent dan principal
tersebut. Hal ini penting untuk menyelaraskan tujuan agent dan tujuan
principal. Kontrol yang dilakukan pada teori ini berkaitan dengan
informasi yang tersedia diguna kan untuk menilai efektivitas
kebijakan, perencanaan, dan kewajiban pihak manajemen untuk
melaporkan informasi kepala pihak pemilik dan pihak eksternal (Walker
(1962) dalam Zeff (2008); Brief (2005). 10

10
Wahyuni Novianti, Sri. 2019. Pengaruh Ketepatan Waktu Penerimaan Dana, Kecukupan
Dana, Sasaran Pengguna Dana Bantuan Operasional Sekolah Terhadap Prestasi Belajar
Siswa (Studi pada SMP dan SMA se-Kota Mataram) [skripsi]. Mataram (ID) : Universitas
Mataram.
2.1.2 Teori Kepatuhan (Compliance Theory)

Kepatuhan berasal dari kata patuh. Menurut KBBI, patuh berarti


suka menurut perintah, taat kepada perintah atau aturan dan memiliki
sifat disiplin. Menurut Tyler (1990) terdapat dua perspektif dalam
literatur sosiologi mengenai kepatuhan kepada hukum yaitu perspektif
instrumental dan perspektif normatif. Perspektif instrumental
mengasumsikan bahwa individu secara utuh didorong oleh kepentingan
pribadi dan tanggapan terhadap perubahan-perubahan yang berhubungan
dengan perilaku. Perspektif normatif mengasumsikan bahwa seseorang
cenderung mematuhi hukum yang mereka anggap sesuai dengan norma
internal mereka.11

Tuntutan akan kepatuhan terhadap penyampaian laporan


keuangan dana desa sebelumnya diatur dalam Peraturan Pemerintah
Republik Indonesia Nomor 8 Tahun 2016 tentang perubahan kedua PP
Nomor 60 Tahun 2014 tentang dana desa yang bersumber dari anggaran
pendapatan dan belanja negara, Peraturan Menteri Desa Pembangunan
Daerah Tertinggal dan Transmigrasi Nomor 6 Tahun 2020 tentang
penetapan prioritas penggunaan dana desa tahun 2015, Peraturan
Menteri Dalam Negeri Nomor 20 Tahun 2018 tentang Pengelolaan Dana
Desa, dan selanjutnya diatur dalam Peraturan Bupati Dompu Nomor 05
Tahun 2019 tentang Tata Cara Pembagian dan Penetapan Rincian
Pengalokasian Alokasi Dana Desa. Peraturan-peraturan tersebut secara
hukum menjadi dasar bagi setiap aparat desa dalam melakukan
kepatuhan terhadap pengelolaan terkait dana desa, kepatuhan tersebut
diselenggarakan dengan tujuan terhindar dari perilaku menyimpang atau
dysfunctional behavior sebagai bentuk kleptokrasi dalam pengelolaan
dana desa. Kepahaman setiap aparat desa terkait peraturan-peraturan
yang ada akan mendorong mereka bertindak secara benar dan objektif
sesuai dengan konsep teori kepatuhan (compliance Theory).
11
Hidayatullah, Alif., Sulhani. 2018. Pengaruh Manipulasi Laporan Keuangan dan
Karakteristik Chief Financial Officer terhadap Ketepatwaktuan Pelaporan Keuangan
dengan Kualitas Audit Sebagai Variabel Pemoderasi. Jurnal Dinamika Akuntansi dan Bisnis.
5(2): 120.
2.1.3 Desa

Istilah desa berasal dari bahasa India swadesi yang berarti tempat
asal, tempat tinggal, negeri asal, atau tanah leluhur yang merujuk pada
suatu kesatuan hidup dengan kesatuan norma serta memiliki batas yang
jelas. Bintarto mendefinisikan desa dilihat dari aspek geografis yaitu
sebagai suatu hasil dari perwujudan antara kegiatan sekelompok
manusia dengan lingkungannya. Hasil dari perpaduan itu ialah suatu
wujud atau penampakan di muka bumi yang ditimbulkan oleh unsur-
unsur fisiografi, sosial ekonomis, politis dan kultural yang saling
berinteraksi antar unsur tersebut dan juga dalam hubungannya dengan
daerah lain.12 Istilah desa juga disebut secara beragam diberbagai wilayah di
Indonesia, seperti : gampong (Aceh), kampong (Sunda), nagari (Padang),
wanus (Sulawesi Utara), huta (Batak), dusun dan marga (Sumatera Selatan),
tiuh atau pekon (Lampung), lembang (Toraja), banua dan wanua (Kalimantan).
Berbagai nama lain selain desa menunjukkan bahwa desa atau sebutan lain
telah ada sejak zaman dahulu, bahkan sebelum adanya Negara Kesatuan
Republik Indonesia13

Menurut Nurcholis (2011) Desa adalah suatu wilayah yang


ditinggali oleh sejumlah orang yang saling mengenal, hidup bergotong
royong, memiliki adat istiadat yang relatif sama, dan mempunyai tata
cara sendiri dalam mengatur kehidupan kemasyarakatannya.14 Menurut
UU Nomor 6 Tahun 2014, Desa adalah desa dan desa adat atau yang
disebut dengan nama lain, selanjutnya disebut Desa, adalah kesatuan
masyarakat hukum yang memiliki batas wilayah yang berwenang untuk
mengatur dan mengurus urusan pemerintahan, kepentingan masyarakat
setempat berdasarkan prakarsa masyarakat, hak asal usul, dan/atau hak
tradisional yang diakui dan dihormati dalam sistem pemerintahan

12
Nurman.2015.Strategi Pembangunan Daerah (h.266). Jakarta : Rajawali Pers.
13
Yuliansayah.2016.Akuntansi Desa (h.1). Jakarta : Salemba Empat
14
Hanif, Nurcholis. 2011. Pertumbuhan dan Penyelenggaraan Pemerintah Desa. Jakarta:
ERLANGGA.
Negara Kesatuan Republik Indonesia.15 UU Nomor 6 Tahun 2014
dikenal dengan sebutan UU Desa, di dalamnya disebutkan bahwa Desa
atau yang disebut dengan nama lain telah ada sebelum Negara Kesatuan
Republik Indonesia terbentuk. Adapun menurut UU Nomor 72 Tahun
2005 Tentang Desa, dijelaskan bahwa Desa adalah kesatuan masyarakat
hukum yang memiliki batas-batas wilayah yang berwenang untuk
mengatur dan mengurus kepentingan masyarakat setempat, berdasarkan
asal usul dan adat istiadat setempat yang diakui dan dihormati dalam
sistem Pemerintahan Negara Kesatuan Republik Indonesia.16

Berdasarkan beberapa pengertian desa diatas dapat disimpulkan


bahwa desa merupakan suatu kesatuan masyarakat hukum yang memiliki
batas wilayah yang dibangun berdasarkan sejarah, adat istiadat, nilai-
nilai, budaya, hukum dan keistimewaan tertentu yang diakui dalam
sistem ketatanegaraan Negara Kesatuan Republik Indonesia yang
memiliki kewenangan untuk mengatur, mengorganisir, dan menetapkan
kebutuhan masyarakatnya secara mandiri.

Sebagai suatu kesatuan wilayah, desa memiliki karakteristik yang


khas yang dapat dibedakan dengan kesatuan wilayah lainnya.
Karakteristik desa yang dapat dilihat dari berbagai aspek menurut Sapari
Imam As’ari meliputi:17

a. Aspek morfologi, desa merupakan pemanfaatan lahan atau tanah


oleh penduduk atau masyarakat yang bersifat agraris, serta
bangunan rumah tinggal yang terpencar.
b. Aspek jumlah penduduk, maka desa didiami oleh sejumlah kecil
penduduk dengan kepadatan yang rendah.
c. Aspek ekonomi, desa ialah wilayah yang penduduk atau
masyarakatnya bermata pencaharian pokok dibidang pertanian,
bercocok tanam atau agrarian, atau nelayan.

15
Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014
16
Undang-Undang Nomor 72 Tahun 2005
17
Yuliansayah.2016.Akuntansi Desa (h.3). Jakarta : Salemba Empat
d. Aspek hukum, desa merupakan kesatuan wilayah hukum
tersendiri, yang aturan atau nilai yang mengikat masyarakat
disuatu wilayah. Tiga sumber hukum yang dianut dalam desa,
yakni :
1) Adat asli, yaitu norma-norma yang dibangun oleh penduduk
sepanjang sejarah dan dipandang sebagai pedoman warisan
dari masyarakat.
2) Agama/kepercayaan, yaitu sistem norma yang berasal dari
ajaran agama yang dianut oleh warga desa itu sendiri.
3) Negara Indonesia, yaitu norma-norma yang timbul dari UUD
1945 dan peraturan yang dikeluarkan oleh pemerintah.
e. Aspek sosial budaya, desa itu tampak dari hubungan sosial antar
penduduknya yang bersifat khas, yakni hubungan kekeluargaan,
bersifat pribadi, tidak banyak pilihan, dan kurang tampak adanya
pengkotaan, dengan kata lain bersifat homogen, serta bergotong
royong.
Sedangkan dalam hal kelembagaan, Kelembagaan desa
merupakan kelembagaan yang mendukung penyelenggarana
pemerintahan desa, pelaksanaan pembangunan desa, pembinaan
kemasyarakatan desa, dan pemberdayaan masyarakat desa.
Kelembagaan desa terdiri atas:18
a. Pemerintah Desa
Pemerintah desa adalah kepala desa atau yang disebut dengan nama
lain dibantu perangkat desa sebagai unsur penyelenggara
pemerintahan desa. Sesuai dengan penjelasan dalam UU. No. 6
Tahun 2014, kepala desa/desa adat atau yang disebut dengan nama
lain merupakan kepala pemerintahan desa/desa adat yang memimpin
penyelenggaraan pemerintahan desa. Dalam melaksanakan tugasya,
kepala desa dibantu oleh perangkat desa. Perangkat desa terdiri atas :
1) Sekretariat Desa
18
Deputi Bidang Pengawasan Penyelenggaraan Keuangan Daerah. 2015. Petunjuk
Pelaksanaan Bimbingan & Konsultasi Pengelolaan Keuangan Desa [internet]. [diunduh
2020 Okt 24]. Tersedia pada : www.bpkp.go.id.
Sekretariat desa dipimpin oleh sekretaris desa dibantu oleh
unsur staf sekretariat yang bertugas membantu kepala desa
dalam bidang administrasi pemerintahan. Sekretaris desa
bertindak selaku koordinator pelaksanaan pengelolaan keuangan
desa dan bertanggung jawab kepada kepala desa, mempunyai
tugas menyusun dan melaksanakan kebijakan pengelolaan
APBDes, meyusun dan melaksanakan kebijakan pengelolaan
barang desa, menyusun Raperdes APBDes, dan
pertanggungjawaban pelaksanaan APBDes dan menyusun
rancangan keputusan kepala desa tentang pelaksanaan peraturan
desa tentang APBDes dan perubahan APBDes.
2) Pelaksana Wilayah
Pelaksana wilayah merupakan unsur pembantu kepala desa
sebagai satuan tugas kewilayahan. Jumlah pelaksana
kewilayahan ditentukan secara proporsional antara pelaksana
kewilayahan yang dibutuhkan dan kemampuan keuangan desa.
3) Pelaksana Teknis
Pelaksana teknis merupakan unsur pembantu kepala desa
sebagai pelaksana tugas operasional. Pelaksana teknis paling
banyak terdiri atas tiga seksi.
b. Badan Permusyawaratan Desa
Badan permusyawaratan desa adalah lembaga yang melaksanakan
fungsi pemerintahan yang anggotanya merupakan wakil dari
penduduk desa berdasarkan keterwakilan wilayah dan ditetapkan
secara demokratis. Badan permusyawaratan desa mempunyai fungsi
membahas dan menyepakati rancangan peraturan desa bersama
kepala desa, menampung dan menyalurkan aspirasi masyarakat, dan
melakukan pengawasan kinerja kepala desa.
c. Lembaga Kemasyarakatan Desa
Lembaga kemasyarakatan desa bertugas membantu pemerintah desa
dan merupakan mitra dalam pemberdayaan masyarakat desa.
Lembaga masyarakat desa diantaranya seperti rukun tetangga, rukun
warga, pembinaan kesejahteraan keluarga, karang taruna, dan
Lembaga pemberdayaan masyarakat desa atau yang disebut dengan
nama lain. Lembaga kemasyarakatan desa berfungsi sebagai wadah
partisipasi masyarakat desa dalam pembangunan, pemerintahan,
kemasyarakatan, dan pemberdayaan yang mengarah terwujudnya
demokratisasi dan transparansi ditingkat masyarakat, serta
menciptakan akses agar masyarakat lebih berperan aktif dalam
kegiatan pembangunan.
d. Lembaga Adat Desa
Lembaga adat desa merupakan mitra pemerintah desa dan lembaga
desa lainnya dalam memberdayakan msayarakat desa. Dalam
eksistensinya, masyarakat hukum adat memiliki wilayah hukum adat
dan hak atas kekayaan didalam wilayah hukum adat tersebut, serta
berhak dan berwenang untuk mengatur, mengurus, dan meyelesaikan
berbagai permasalahan kehidupan masyarakat desa berkaitan dengan
adat istiadat dan hukum adat yang berlaku.

2.1.4 Alokasi Dana Desa


Alokasi Dana Desa merupakan wujud dari pemenuhan Hak Desa
untuk menyelenggarakan otonominya agar tumbuh dan berkembang
mengikuti pertumbuhan dari desa itu sendiri berdasarkan
keanekaragaman, partisipasi, otonomi asli, demokratisasi, dan
pemberdayaan masyarakat.
Alokasi Dana Desa dimaksud untuk membiayai program
Pemerintahan Desa dalam melaksanakan kegiatan pemerintahan dan
pemberdayaan masyarakat. Pernyataan ini sejalan dengan Peraturan
Pemerintah Nomor 72 Tahun 2005 tentang Desa Pasal 68 dan Surat
Edaran Menteri Dalam Negeri Nomor 140/640/SJ Tanggal 22 Maret
2005 Perihal Pedoman Alokasi Dana Desa dari Pemerintah
Kabupaten/Kota ke Pemerintah Desa salah satunya adalah untuk
peningkatan kemampuan keuangan desa agar mampu membiayai
pelayanan pemerintah desa dan pemberdayaan masyarakat.
Alokasi Dana Desa merupakan bagian dari pembangunan daerah
Kabupaten Dompu, dan merupakan bagian tak terpisahkan dari
pembangunan nasional. Oleh karena itu untuk mencapai keberhasilan
maksud dan tujuan alokasi dana desa, maka perlu didukung dengan
adanya perencanaan yang baik dan benar sehingga pemanfaatan dana
tersebut tepat sasaran dan sesuai dengan yang dibutuhkan oleh
masyarakat. Melalui perencanaan yang baik akan terwujud efisiensi dan
efektifitas pemanfaatan Alokasi Dana Desa tersebut. Hal tersebut sejalan
dengan apa yang telah dikemukakan oleh Indriarsari dan Winarni, 2013
(dalam Joni, 2015) yang menyatakan bahwa “pengelolaan keuangan
daerah keseluruhan proses kegiatan yang meliputi perencanaan,
pelaksanaan, penatausahaan, pelaporan, pertanggungjawaban, dan
pengawasan keuangan daerah”.19

Berdasarkan Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 37 Tahun


2007 tentang Pedoman Pengelolaan Keuangan Desa, aspek-aspek yang
diperhatikan dalam penggunaan Alokasi Dana Desa adalah sebagai
berikut :20

1. Penggunaan Alokasi Dana Desa dimusyawarahkan antara


Pemerintah Desa dengan Masyarakat dan dituangkan dalam
peraturan desa tentang Anggaran Pendapatan dan Belanja Desa
(APBDesa) tahun yang bersangkutan
2. Pengelolaan Alokasi Dana Desa dilakukan oleh pemerintah desa
yang dibantu oleh lembaga kemasyarakatan di desa
3. Kegiatan-kegiatan yang dapat didanai oleh Alokasi Dana Desa
adalah sesuai dengan ketentuan penggunaan Belanja APBDesa
4. Bagian dari Alokasi Dana Desa yang digunakan untuk kegiatan
Pemberdayaan Masyarakat Desa, sekurang-kurangnya adalah 60%
5. Peraturan lebih lanjut tentang pelaksanaannya dapat diatur dalam
keputusan kepala desa
19
Joni. 2015. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Implementasi Kebijakan Alokasi Dana
Desa di Desa Tanjung Ria Kecamatan Sepauk Kabupaten Sintang [thesis]. Jakarta (ID) :
Universitas Terbuka.
20
Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 37 Tahun 2007
6. Perubahan penggunaan Alokasi Dana Desa yang tercantum dalam
APBDesa dapat diatur sesuai dengan kebijakan yang berlakuk di
daerah
7. Guna kepentingan pengawasan, maka semua penerimaan dan
pengeluaran keuangan sebagai akibat diberikannya Alokasi Dana
Desa dicatat dan dibukukan sesuai dengan kebijakan daerah tentang
APBDesa.

Memperhatikan ketentuan tersebut di atas, kegiatan-kegiatan yang


dapat didanai oleh Alokasi Dana Desa adalah sesuai dengan ketentuan
penggunaan Belanja APBDesa. Selain itu, bagian dari alokasi dana desa
yang digunakan untuk kegiatan pemberdayaan masyarakat desa, sekurang-
kurangnya adalah sebesar 60%.

Peraturan Bupati Dompu Nomor 05 Tahun 2019 tentang Tata Cara


Pembagian dan Penetapan Rincian Pengalokasian Alokasi Dana Desa Setiap
Desa menjelaskan bahwa “Alokasi Dana Desa adalah dana yang
dialokasikan oleh pemerintah kabupaten untuk desa yang bersumber dari
bagian dana perimbangan keuangan pusat dan daerah yang diterima oleh
kabupaten Dompu”. Berdasarkan pemaparan mengenai Alokasi Dana Desa
tersebut maka dapat disimpulkan bahwa alokasi dana desa adalah seluruh
proses kegiatan pengelolaan keuangan desa dalam penyelenggaraan
pemerintahan desa dimulai dari perencanaan, pelaksanaan sampai dengan
pertanggungjawaban sesuai dengan teori-teori dan peraturan-peraturan
perundang-undangan yang berlaku.

2.1.5 Pengelolaan Keuangan Desa

Pengelolaan Keuangan Desa menurut UU Desa adalah semua


hak dan kewajiban desa yang dapat dinilai dengan uang serta segala
sesuatu berupa uang dan barang yang berhubungan dengan pelaksanaan
hak dan kewajiban Desa. Hak dan kewajiban tersebut menimbulkan
pendapatan, belanja, pembiayaan yang perlu diatur dalam pengelolaan
keuangan desa yang baik. Siklus pengelolaan keuangan desa meliputi
perencanaan, pelaksanaan, penatausahaan, pelaporan, dan
pertanggungjawaban, dengan periodisasi 1 (satu) tahun anggaran,
terhitung mulai tanggal 1 Januari sampai dengan 31 Desember.
Keuangan desa dikelola berdasarkan asas-asas transparan, akuntabel,
partisipasif, serta dilakukan dengan tertib dan disiplin anggaran.
Akuntabilitas keuangan desa tidak hanya bersifat horisontal antara
pemerintah desa dengan Badan Permusyawaratan Desa (BPD), tetapi
juga harus bersifat vertikal antara kepala desa dengan masyarakat desa
dan atasan kepala desa. Dokumen publik tentang pengelolaan keuangan
desa harus dapat diakses oleh masyarakat desa, serta tidak diskriminasi
terhadap satu golongan tertentu terkait dengan pengelolaan keuangan
desa.

Secara umum siklus pengelolaan keuangan desa berdasarkan


Permendagri Nomor 20 Tahun 2018 tentang Perubahan Atas
Permendagri Nomor 113 Tahun 2014 tentang Pengelolaan Keuangan
Desa yaitu sebagai berikut:21

1. Perencanaan
Perencanaan pembangunan desa diselenggarakan dengan
melibatkan masyarakat desa melalui musyawarah perencanaan
pembangunan desa. Secara dokumentatif pencanaan dan
pembangunan desa tertuang dalam Pembangunan Jangka
Menengah Desa (RPJMDes) yang berlaku 6 (enam) tahun dan
Rencana Pembangunan Tahunan Desa atau yang disebut dengan
Rencana Kerja Pemerintah Desa (RKPDes) dan Anggaran
Pendapatan dan Belanja Desa (APBDes) yang berlaku 1 (satu)
tahun. RKPDes harus mengacu kepada RPJMDes. RKPDes
merupakan rencana program kegiatan desa yang dijadikan sebagai
acuan dalam menyusun APBDes. RPJMDes disusun dan
ditetapkan pada saat kepala desa dilantik melalui musyawarah
desa. RKPDes disusun dan ditetapkan pemerintah desa melalui
musyawarah rencana pembangunan desa (musrenbangdes) yang

21
Permendagri Nomor 20 Tahun 2018 tentang Perubahan Atas Permendagri Nomor 113
Tahun 2014
dihadiri oleh masyarakat dan unsur-unsur desa pada saat
mendekati akhir dari tahun anggaran berjalan. Setelah penetapan
RKPDes langkah selanjutnya adalah menetapkan APBDes.
Sebelum menetapkan APBDes, sekretaris desa menyusun
rancangan anggaran pendapatan dan belanja desa (RAPBDes).
Dokumen RAPBDes diserahkan kepada kepala desa, selanjutnya
dibawa kedalam forum musyawarah desa (musdes) untuk
ditetapkan menjadi APBDes berdasarkan kesepakatan bersama
dengan Badan Permusyawaratan Desa (BPD). APBDes
ditetapkan paling lambat pada bulan desember tahun berjalan.
RKPDes dan APBDes ditetapkan melalui peraturan desa (perdes).
Perdes merupakan produk kesepakatan antara pemerintah desa
dan BPD.
2. Penganggaran
Penganggaran dilaksanakan setelah RKPDes ditetapkan. Rencana
kegiatan dan Rencana Anggaran Biaya yang telah ditetapkan
dalam RKPDes dijadikan pedoman dalam proses
penganggarannya. Anggaran Pendapatan dan Belanja Desa
(APBDes) merupakan rencana anggaran keuangan tahunan
pemerintah desa yang ditetapkan untuk menyelenggarakan
program dan kegiatan yang menjadi kewenangan desa.
3. Pelaksanaan
Dalam pelaksanaan pengelolaan keuangan desa, terdapat beberapa
prinsip umum yang harus ditaati yang mencakup penerimaan dan
pengeluaran. Prinsip itu diantaranya bahwa seluruh penerimaan
dan pengeluaran desa dilaksanakan melalui Rekening Kas Desa.
Pelaksana kegiatan mengajukan pendanaan untuk melaksanakan
kegiatan harus disertai dengan dokumen Rencana Anggaran
Biaya (RAB). Pelaksana kegiatan bertanggungjawab terhadap
tindakan pengeluaran yang menyebabkan atas beban anggaran
belanja kegiatan. Pelaksana kegiatan mengajukan surat perintah
pembayaran (SPP) kepada kepala desa melalui sekretaris desa.
SPP yang telah disetujui oleh kepala desa maka selanjutnya
dilakukan pembayaran oleh bendahara desa. Pencairan dana
dalam Rekening Kas Desa ditandatangani oleh kepala desa dan
bendahara desa.
4. Penatausahaan
Penatausahaan keuangan desa adalah kegiatan pencatatan yang
khususnya dilakukan oleh Bendahara desa. Bendahara desa wajib
melakukan pencatatan terhadap seluruh transaksi yang ada berupa
penerimaan dan pengeluaran. Bendahara Desa melakukan
pencatatan secara sistematis dan kronologis atas transaksi-
transaksi keuangan yang terjadi. Bendahara desa wajib
mempertanggungjawabkan uang melalui laporan
pertanggungjawaban. Laporan pertanggungjawaban yang
dimaksud disampaikan setiap bulan kepada kepala desa. Saat ini
penatusahaan dilakukan secara otomatis dengan menggunakan
aplikasi bernama sistim keuangan desa (siskeudes). Siskeudes
dikembangkan oleh Kementerian Dalam Negeri (kemendagri)
bersama dengan Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan
(BPKP) untuk membantu pemerintah desa dalam mengelola
keuangan desa.
5. Pelaporan
Dalam melaksanakan tugas, kewenangan, hak, dan kewajibannya
dalam pengelolaan keuangan desa, kepala desa memiliki
kewajiban untuk menyampaikan laporan. Laporan tersebut
bersifat periodik semesteran dan tahunan yang disampaikan ke
Bupati/Walikota. Laporan semester pertama berupa laporan
realisasi APBDesa. Laporan realisasi semester pertama
disampaikan paling lambat pada bulan juli tahun berjalan.
Laporan semester akhir tahun disampaikan paling lambat pada
akhir bulan januari pada tahun berikutnya.
6. Pertanggungjawaban
Laporan pertanggungjawaban realisasi pelaksanaan APBDes
setiap akhir tahun anggaran disampaikan kepada Bupati/Walikota
melalui camat terdiri dari pendapatan, belanja, dan pembiayaan
yang telah ditetapkan dengan peraturan desa. Setelah pemerintah
desa dan BPD telah sepakat terhadap laporan
pertanggungjawaban realisasi pelaksanaan APBDes dalam bentuk
peraturan desa, maka perdes ini disampaikan kepada
Bupati/Walikota sebagai bagian tidak terpisahkan dari laporan
penyelenggaraan pemerintahan desa. Laporan pertanggung
jawaban diinformasikan kepada masyarakat secara tertulis dan
dengan media informasi yang mudah diakses oleh masyarakat.

2.1.6 Dysfunctional Behavior

Menurut Wikipedia secara umum perilaku disfungsional


(dysfunctional behavior) adalah perilaku individu atau kelompok yang
pada dasarnya bertentangan dengan tujuan organisasi. Satriajaya et al.,
2017 berpendapat bahwa persepsi, kepribadian, dan motivasi merupakan
pembentuk perilaku seseorang. Perilaku yang ditunjukkan dapat berupa
functional maupun dysfunctional yang disebabkan oleh karakter individu
serta adanya perubahan situasi dan kondisi yang dialami individu
tersebut (Satriajaya et al,. 2017). Pemimpin memainkan peran penting
dalam membentuk arah organisasi (visi), menyusun strategi organisasi,
mempengaruhi pelaksana kepentingan, dan akhirnya mewujudkan tujuan
organisasi (Alemu, 2016).22 Damayanti (2016) menyatakan pendapat
bahwa tahapan perkembangan moral merupakan ukuran dari tinggi
rendahnya moral seseorang berdasarkan perkembangan penalaran
moralnya. Terdapat 3 (tiga) tingkat perkembangan moral yaitu tahapan
terendah (preconventional), tahapan kedua (conventional) dan tahapan
tertinggi (postconventional).23
22
Satriajaya,Johan, dkk. 2017. Turbulensi Dan Legalisasi Kleptokrasi Dalam Pengelolaan
Keuangan Desa. Jurnal Akuntansi Multiparadigma JAMAL. 8(2) : 245.
23
Damayanti, Dionisia Nadya Sri. 2016. Pengaruh Pengendalian Internal dan Moralitas
Individu Terhadap Kecurangan Akuntansi (Studi Eskperimen pada Pegawai Bagian
Keuangan dan Akuntansi Universitas Negeri Yogyakarta) [skripsi]. Yogyakarta (ID) :
Menurut Donnelly et al. 2003 (dalam Anita et al., 2016) perilaku
disfungsi lebih mungkin terjadi pada situasi ketika persepsi pribadi (self-
perception) individu atas kerjanya rendah.24 Perilaku disfungsional
terjadi pada situasi ketika individu merasa dirinya kurang mampu
mencapai hasil yang diharapkan melalui usahanya sendiri. Individu yang
kinerjanya dibawah harapan supervisor memiliki kemungkinan yang
lebih besar terlibat dalam perilaku disfungsional karena menganggap
dirinya tidak memiliki kemampuan untuk bertahan dalam organisasi
melalui usahanya sendiri. Aspek perilaku dalam penganggaran sektor
publik dapat mempengaruhi perilaku pimpinan dan pegawai yang
berperan sebagai pelaksana anggaran. Aspek perilaku dapat
mempengaruhi kinerja anggaran. Aspek perilaku dalam penganggaran
sektor publik yaitu (Mahmudi, 2011: 80) partisipasi anggaran
merupakan pelibatan staf dan manajer dalam proses penyusunan
anggaran, keterlibatan manajemen senior dalam proses penganggaran
penting untuk menghasilkan anggaran yang berkualitas, senjangan
anggaran (budgetary slack) merupakan selisih antara jumlah yang
dianggarkan dengan kemampuan atau kebutuhan riil yang dimiliki
pengguna anggaran.25

2.1.7 Kleptokrasi

Menurut Wikipedia kleptokasi berasal dari bahasa Yunani


kleptes yaitu pencuri dan kratos yaitu kuasa. Kleptokrasi adalah istilah
yang mengacu kepada sebuah bentuk pemerintahan yang mengambil
wang pungutan atau pajak yang berasal dari publik atau rakyat untuk
memperkaya kelompok tertentu atau diri sendiri. Pemerintahan yang
seperti ini umumnya tidak jauh dari praktik-praktik korupsi, kecurangan,
dan kriminalisasi. Pelakunya adalah orang-orang yang tidak mengalami

Universitas Negeri Yogyakarta.


24
Anita, Rizqa., dkk. 2016. Analisis Penerimaan Auditor atas Dysfunctional Audit Behavior :
Studi Empiris pada KAP di Wilayah Sumatra. Jurnal Akuntansi. 4(2) : 114-128
25
Mahmudi. 2011. Akuntansi Sektor Publik. Yogyakarta : Penerbit UII Press
kesulitan ekonomi, bahkan tidak jarang adalah orang yang dikenal
publik. (Sympision, 2012 (dalam Auliadini, Fatma 2019)) ciri dari
negara kleptokrasi antara lain adalah tingkat korupsi yang dilakukan
oleh birokrasi sangat tinggi. Birokrasi dalam arti eksekutif, legislatif dan
yudikatif. Negara kleptokrasi pada umumnya mengandalkan
pembiayaan negara pada sumber daya alam yang dieksploitasi secara
tidak terkendali, lebih memakmurkan birokrat yang korup dan korupsi
mitranya daripada kemakmuran rakyatnya. Jadi bisa dikatakan bahwa
legalisasi kleptokrasi memiliki arti pencurian yang disahkan dalam
kepemerintahan.26

26
Auliadini, Fatma. 2019. Turbulensi dan Legalisasi Kleptokrasi Dalam Pengelolaan
Keuangan Desa Kalipecabean Kabupaten Sidoarjo [thesis]. Surabaya (ID): STIESIA
Surabaya.
2.1.8 Penelitian Terdahulu

Tabel 1.1
Penelitian Terdahulu
Nama Peneliti,
No Judul Penelitian Hasil Penelitian
Tahun
1 Andi Siti Sri “Analisis Pengelolaan Proses Pengelolaan ADD meliputi
Hutami. 2017 Alokasi Dana Desa Perencanaan, Pelaksanaan, Penatausahaan,
(ADD) di Desa Pelaporan dan Pertanggungjawaban. Penge-
Abbatireng Kecamatan lolaan ADD yang dilakukan oleh Pemerintah
Gilireng, Kabupaten Desa Abbatireng Kecamatan Gilireng
Wajo” Kabupaten Wajo telah mengikuti aturan
petunjuk teknis yang telah diatur dalam
peraturan perundang-undangan. Namun dalam
prosesnya masih belum optimal. Hal ini terlihat
dari proses pelaporan dan pertanggungjawaban
yang mengalami keterlambatan. Untuk pro- ses
Pelaporan Realisasi Penggunaan ADD belum
sesuai dengan jadwal yang telah ditentukan
sehingga menyebabkan keterlambatan
pencairan Dana untuk tahapan berikutnya.
Begitu pula dengan Pertanganggung jawaban
penggunaan ADD sehingga masyarakat tidak
dapat mengevaluasi hasil kerja Pemerintah desa
dan Pertanggungjawaban kepada Pemerintah
daerah yang tidak dilaksanakan dengan tepat
waktu.
2 Mega Elvira “Kinerja Pemerintah Dalam Permasalahan-permasalahan yang di hadapi
Maumeha, Daud Pengelolaan Alokasi Dana Desa Dokulamo khususnya untuk menerima
Liando, Josef Desa (Suatu Studi Di Desa kebijakan anggaran yang terbilang cukup besar
Kairupan. 2017 Dokulamo Kecamatan yang akan diterima oleh desa, antara lain :
Galela Barat)” 1. Permasalahan Sumber Daya Manusia
2. Permasalahan Fasilitas, Sarana dan
Prasarana Desa
Desa belum dapat membedakan pembiayaan
penyelenggaraan pemerintahan (seperti,
penyelenggaraan pelatihan–pelatihan dan
bimbingan teknis untuk pemerintah desa),
pembangunan (seperti, perbaikan jalan,
pembukaan jalan, jembatan dan sarana
prasarana fisik sosial lainnya), pemberdayaan
masyarakat (seperti, dalam bidang ekonomi
yaitu bantuan untuk meningkatkan taraf
perekonomian masyarakat desa lebih baik lagi,
penyuluhan untuk masyarakat desa dalam hal
pembangunan desa dan pemberdayaan
masyarakat desa lainnya yang akan
meningkatkan Sumber Daya Manusia yang
lebih baik lagi) dan juga bagi kemasyarakatan
(hal ini berupa peningkatan sarana sosial
seperti pembangunan rumah ibadat, sarana
kesehatan yang baik dan memadai dan sarana
pendidikan yang baik dan bermutu).
3 Sri Wulandari. “Analisis Kemampuan Pengelolaan ADD di Desa Margolembo
2017 Pemerintah Desa Dalam Kecamatan Mangkutana untuk saat ini sudah
Pengelolaan Alokasi berjalan secara optimal. Hal tersebut
Dana Desa (Add) Di dikarenakan. Kemampuan pemerintah desa
Desa Margolembo baik dari aspek administratif maupun dalam
Kecamatan Mangkutana penentuan program kerja dalam penggunaan
Kabupaten Luwu Timur” ADD yang sudah membaik, Permasalahan
tersebut dipengaruhi oleh beberapa faktor yaitu:
1. Kurangnya sumber daya manusia
(SDM) untuk ditempatkan di kantor
Desa Margolembo itu sendiri.
2. Pembinaan dan pengawasan oleh
pemerintahan diatasnya masih kurang.
Dasar hukum pelaksanaan pemerintahan yang
tidak konsisten membuat pemerintah desa
menjadi dilema dalam menjalankan
pemerintahan.
4 Johan “Turbulensi Dan Didapatkan hasil dan kesimpulan bahwa
Satriajaya, Lilik Legalisasi Kleptokrasi terjadinya dysfunctional behavior di Desa
Handajani, I Dalam Pengelolaan Gambo disebabkan adanya ‘turbulensi’ yang
Nyoman Keuangan Desa” dialami pengelola keuangan desa. Hal ini
Nugraha Ardana ditandai dengan adanya berbagai bentuk
Putra. 2017 tekanan yang diterima atau dihadapi pengelola
keuangan desa, antara lain adanya arahan dan
instruksi aparatur pemerintah daerah yang tidak
konsisten dan tidak sesuai dengan amanat
regulasi yang sesungguhnya. Hal itu
disebabkan kompetensi dan motivasi individu
yang bervariasi sehingga memunculkan
pluralitas interpretasi terhadap regulasi terkait.
Maka, pelaksanaan tugasnya sebagai
implementor dalam membina, mengawasi, dan
mendampingi pengelola keuangan desa ataupun
sebagai hermes dalam menyampaikan berbagai
arahan dan instruksi sebagai pelaksanaan tugas
pokok dan fungsinya
belum optimal.
5 Fatma Auliadini. “Turbulensi Dan Didapatkan hasil dan kesimpulan bahwa
2019 Legalisasi Kleptokrasi pengelolaan keuangan di Desa Kalipecabean
Dalam Pengelolaan sesuai dengan Peraturan Bupati No 50 Tahun
Keuangan Desa 2017, dalam mengelola keuangan perangkat
Kalipecabean Kabupaten desa masih mendapatkan sedikit tekanan karena
Sidoarjo” harus menyesuaikan porsi belanja operasional
serta belanja non operasional sesuai dengan PP
43 Tahun 2014, tidak terdapat kecurangan yang
dilakukan oleh perangkat Desa Kalipecabean.
Hal tersebut dikarenakan dalam mengelola
keuangan desa sudah dilakukan sesuai dengan
peraturan yang diterbitkan serta kepala desa
menampung aspirasi masyarakat untuk
melakukan perbaikan sarana dan prasarana.
2.2 Kerangka Penelitian

Kerangka penelitian Analisis Faktor-Faktor Pendorong Terjadinya Kleptokrasi Pengelolaan Alokasi Dana Desa (Add) Di
Desa Doromelo dan Desa Nusajaya, Kecamatan Manggelewa, Kabupaten Dompu dapat digambarkan dalam bagan kerangka
penelitian sebagai berikut :

PENGELOLAAN ALOKASI DANA DESA

DESA DOROMELO DESA NUSAJAYA


KABUPATEN DOMPU KABUPATEN DOMPU

PERENCANAAN PELAKSANAAN PENATAUSAHAAN PELAPORAN PERTANGGUNGJAWABAN

FAKTOR-FAKTOR PENDORONG

KLEPTOKRASI
BAB III
METODE PENELITIAN

2.1 Jenis Penelitian

Jenis yang digunakan dalam penelitian ini adalah deskriptif


dengan menggunakan pendekatan kualitatif. Metode kualitatif adalah
merupakan metode-metode untuk mengeksplorasi dan memahami
makna yang oleh sejumlah individu atau sekelompok orang dianggap
berasal dari masalah sosial atau kemanusiaan. Penelitian kualitatif
melibatkan upaya penting seperti mengajukan pertanyaan dan prosedur,
mengumpulkan data yang spesifik dari para partisipan, menganalisis
data secara induktif mulai dari tema yang khusus ke tema yang umum
(Creswell, 2010:4-5).27 Penelitian kualitatif merupakan pendekatan yang
menggunakan fenomena, perilaku, data atau lisan, peristiwa, dan
pengetahuan yang dimiliki oleh informan. Fenomena yang dimaksud
dalam penelitian ini ada kejadian atau peristiwa yang berhubungan
dengan perilaku dalam mengelola alokasi dana desa di Desa Doromelo
dan Desa Nusajaya, Kecamatan Manggelewa, Kabupaten Dompu.
Penelitian dengan pendekatan kualitatif dapat dibedakan menjadi lima
tipe utama yaitu : fenomenologis, etnografi, studi kasus, naratif, dan
metode teori dasar (Sugiyono, 2017:12).28 Penelitian ini sendiri
menggunakan pendekatan fenomenologi dimana peneliti berusaha
menggambarkan makna dari pengalaman hidup yang dialami oleh aparat
desa terkait proses pengelolaan alokasi dana desa dimulai dari proses
perencanaan sampai dengan pertanggungjawaban.

27
Creswell, J. W. 2010. Research Design: Pendekatan Kualitatif, Kuantitatif, dan Mixed.
Yogjakarta : PT Pustaka Pelajar.
28
Sugiyono. 2017. Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif, dan R&D. Bandung : Alfabeta,
CV.
2.2 Lokasi Penelitian

Lokasi penelitian ini di Desa Doromelo dan Desa Nusajaya


Kecamatan Manggelewa, Kabupaten Dompu. Desa ini dipilih dengan
mempertimbangkan kemudahan peneliti dalam memperoleh data dengan
cepat dan mudah.

2.3 Jenis dan Sumber Data


2.3.1 Jenis Data

Jenis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data


kualitatif. Data kualitatif disebut juga data naratif adalah data penelitian
yang menjelaskan suatu fenomena yang diteliti berdasarkan hal-hal
umum dan tidak dapat dihitung.

2.3.2 Sumber Data

Dalam penelitian ini peneliti menggunakan dua sumber data


antara lain:29

1. Data Primer
Menurut Hasan (2002: 82) data primer adalah data yang
diperoleh dan dikumpulkan langsung dari lapangan. Data
primer didapatkan dari sumber informan yaitu individu atau
perorangan dan kelompok dalam bentuk wawancara yang
dilakukan peneliti. Wawancara itu sendiri berisikan
pertanyan-pertanyaan terkait dengan fokus penelitian.
2. Data Sekunder
Data sekunder adalah data yang diperoleh atau dikumpulkan
dari sumber-sumber yang telah ada (Hasan, 2002 : 58). Data
ini digunakan untuk mendukung informasi primer yang
didapatkan sebelumnya. Data sekunder dapat berupa bahan
pustaka, literatur, penelitian terdahulu, buku, dan lain

29
Hasan, M. Iqbal. 2002. Pokok-Pokok Materi Metodologi Penelitian dan Aplikasinya.
Bogor : Ghalia Indonesia
sebagainya. Pada penelitian ini data sekunder yang digunakan
adalah penelitian-penelitan terdahulu yang memiliki fokus
permasalahan yang sama yaitu mengenai pengelolaan dana
desa.

2.4 Teknik Pengumpulan Data dan Informan Penelitian

Teknik pengumpulan data dalam penelitian ini yaitu melalui


wawancara dan dokumentasi. Wawancara dilakukan untuk mengetahui
bagaimana proses pengelolaan alokasi dana desa yang tepat dimulai dari
perencanaan sampai dengan pertanggungjawaban dan hal-hal apa yang
dapat mendorong terjadinya kleptokrasi di dalam tahap-tahap tersebut.
Dalam penelitian ini yang digunakan adalah wawancara dengan
pedoman umum, yang dimana peneliti dilengkapi dengan pedoman
wawancara yang sangat umum, dengan mencantumkan topik yang ingin
diteliti. Wawancara yang akan dilakukan dalam penelitian fenomenologi
ini dilakukan secara informal, interaktif (percakapan), dan melalui
pertanyaan dan jawaban yang terbuka. Walaupun pada awalnya peneliti
telah mempersiapkan daftar pertanyaan, pada pelaksanaannya, tidak
kaku mengikuti daftar pertanyaan yang telah dibuat. Wawancara
mengalir sesuai dengan respon atau jawaban responden. Hal yang
terpenting adalah dapat menggali semua data yang dicari. Kemudian
wawancara juga akan didokumentasikan dalam bentuk video atau
rekaman sebagai sumber bukti yang mendukung objektifitas proses
penelitian.

Informan dalam penelitian ini adalah beberapa informan yang


dapat dipercaya memberikan informasi akurat terkait penelitian yang
dilakukan. Subjek informan tersebut meliputi :

1. Kepala Desa, sebagai pemegang kekuasaan tertinggi terkait


pengelolaan keuangan desa dan menjadi perwakilan pemerintah
desa terkait pengelolaan sumber daya desa termasuk keuangan
desa.
2. Pelaksana teknis pengelolaan keuangan desa yang selanjutnya
disingkat PTPKD adalah unsur perangkat desa yang membantu
kepala desa untuk pengelolaan keuangan desa. PTPKD terdiri
atas :
a. Sekretaris desa yang bertugas selaku koordinator
pelaksanaan teknis pengelolaan keuangan desa
b. Bendahara desa yang bertugas menerima, menyimpan,
menyetorkan/membayar, menatausahakan, dan
mempertanggungjawabkan keuangan desa.
3. Masyarakat, yaitu orang-orang yang terlibat dan ikut
berpartisipasi dalam proses musyawarah desa (Musdes).

2.5 Instrumen Penelitian

Instrumen penelitian adalah pedoman tertulis tentang


wawancara, atau pengamatan, atau daftar pertanyaan yang dipersiapkan
untuk mendapatkan informasi. Instrument ini disebut pedoman
pengamatan atau pedoman wawancara yang menjadi dasar peneliti pada
saat turun ke lapangan mengajukan pertanyaan kepada informan. Di
dalam instrument penelitian ini memuat tahap-tahap pengelolaan
keuangan dimulai dari perencanaan, pelaksanaan, penatausahaan,
pelaporan, sampai dengan pertanggungjawaban.

Berikut daftar pertanyaan wawancara untuk para informan


penelitian :
Tabel 2.1

Instrumen Penelitian

Daftar Pertanyaan Wawancara untuk Pemerintah Desa yaitu Aparat Desa dan Masyarakat

Dimensi Indikator Pertanyaan Wawancara


Perencanaan 1. Siapa saja yang terlibat di dalam
pelaksanaan Musrenbangdes?
Pelaksanaan Musrenbangdes
2. Bagaimana proses Musrenbangdes
dilakukan?
Penyusunan RKP Desa 3. Bagaimana proses evaluasi RKP Desa
tahun lalu?
4. Bagaimana penentuan prioritas program,
kegiatan, dan anggaran dalam
penyusunan RKP Desa?
5. Bagaimana proses kesepakatan dan
evaluasi dari RKP Desa yang dibuat?
6. Faktor apa yang dapat mendorong
terjadinya penyelewengan kekuasaan
didalam perencanaan pengelolaan alokasi
dana desa?
7. Bagaimana proses penyusunan APB
Desa dilakukan?
8. Bagaimana pengelolaan pendapatan dan
belanja yang termuat di APB Desa?
9. Bagaimana pelaksanaan
Pelaksanaan Penyusunan APB Desa
pengeluaran/belanja desa?
10. Faktor apa yang dapat mendorong
terjadinya penyelewengan kekuasaan
didalam pelaksanaan pengelolaan alokasi
dana desa?
Penatausahaan Penatausahaan Penerimaan, Belanja, Pembiayaan 11. Bagaimana proses penatausahaan
oleh Bendahara Desa penerimaan, belanja, pembiayaan desa?
12. Bagaimana dokumen penatausahaan
bendahara desa dan siapa saja yang
memiliki akses terhadap dokumen
tersebut?
13. Bagaimana bentuk pelaporan keuangan
desa oleh bendahara desa?
14. Faktor apa yang dapat mendorong
terjadinya penyelewengan kekuasaan
didalam pelaksanaan penatausahaan
alokasi dana desa?
15. Siapa yang bertindak menerima laporan
dan mengevaluasi?
16. Bagaimana proses pelaporan?
Laporan Realisasi Pelaksanaan APB Desa, Laporan
17. Siapa yang terlibat dalam proses
Pelaporan dan Pertanggungjawaban Pelaksanaan, Laporan
pelaporan ?
Pertanggungjawaban Realisasi Penggunaan Dana Desa, Laporan
18. Faktor apa yang dapat mendorong
Pertanggungjawaban Penggunaan Dana Desa
terjadinya penyelewengan kekuasaan
didalam pelaksanaan pelaporan dan
pertanggungjawaban alokasi dana desa?
2.6 Teknik Analisis Data

Setelah peneliti berhasil mengumpulkan data dalam bentuk data primer maupun
sekunder, tahapan selanjutnya dalam proses analisis data antara lain :

a. Reduksi Data
Peneliti mengambil dan merangkum informasi yang telah diperoleh sesuai dengan
fokus penelitian, seperti mengambil inti dari hasil wawancara yang sesuai
indikator pertanyaan yang disusun, kemudian dilakukan dokumentasi untuk
memperkuat hasil wawancara.
b. Membandingkan Data Hasil Dokumentasi dan Wawancara
Proses ini bertujuan untuk melihat kebenaran dari data yang telah dikumpulkan
sebelumnya, sekaligus melihat gambaran dari bagaimana pengelolaan dana desa
dilakukan.
c. Mengadakan Member Check
Member Check adalah proses pengecekan data yang diperoleh peneliti dari
pemberi data. Tujuan dilakukan member check adalah untuk mengetahui seberapa
jauh data yang diperoleh sesuai dengan yang diberikan pemberi data. Sehingga
informasi yang digunakan peneliti selanjutnya sesuai dengan yang dimaksud
sumber data atau informan.
d. Melakukan Analisis Data
Peneliti menganalisis dokumen-dokumen yang terkait dalam hal pengelolaan dana
alokasi desa di Desa Doromelo dan Desa Nusajaya, apakah dokumen-dokumen
tersebut objektif adanya dan dapat dipercaya serta dapat dibuktikan.
e. Penyajian Data
Penyajian data dilakukan dalam bentuk uraian singkat sehingga memudahkan
peneliti memahami kondisi yang terjadi sebenarnya. Uraian tersebut berasal dari
hasil wawancara dan telah diperkuat dan dinarasikan dengan hasil dokumentasi.
f. Menarik Kesimpulan
Peneliti menarik kesimpulan apabila telah ditemukan perbedaan atau kesamaan
dari hasil wawancara dan dokumentasi.
g. Analisis dan Deskripsi
Peneliti menganalisis dan mendeskripsikan kesimpulan dari data yang didapatkan
mengenai bagaimana pengelolaan alokasi dana desa di Desa Doromelo dan Desa
Nusajaya dan faktor-faktor apa yang dapat mendorong terjadinya kleptokrasi
dalam pengelolaan keuangan desa.
DAFTAR PUSTAKA

Anita, Rizqa., Rita Anugerah, dan Zulbahridar. 2016. Analisis Penerimaan Auditor atas
Dysfunctional Audit Behavior : Studi Empiris pada Kantor Akuntan Publik di Wilayah
Sumatra. Jurnal Akuntansi. 4(2) : 114-128

Antlov, H. 2003. Negara Dalam Desa. Yogjakarta : LAPPERA.

Auliadini, Fatma. 2019. Turbulensi dan Legalisasi Kleptokrasi Dalam Pengelolaan Keuangan
Desa Kalipecabean Kabupaten Sidoarjo [thesis]. Surabaya (ID): STIESIA Surabaya.

Creswell, J. W. 2010. Research Design: Pendekatan Kualitatif, Kuantitatif, dan Mixed.


Yogjakarta : PT Pustaka Pelajar.

Damayanti, Dionisia Nadya Sri. 2016. Pengaruh Pengendalian Internal dan Moralitas
Individu Terhadap Kecurangan Akuntansi (Studi Eskperimen pada Pegawai Bagian
Keuangan dan Akuntansi Universitas Negeri Yogyakarta) [skripsi]. Yogyakarta (ID) :
Universitas Negeri Yogyakarta.

Deputi Bidang Pengawasan Penyelenggaraan Keuangan Daerah. 2015. Petunjuk Pelaksanaan


Bimbingan & Konsultasi Pengelolaan Keuangan Desa [internet]. [diunduh 2020 Okt
24]. Tersedia pada : www.bpkp.go.id.

Hanif, Nurcholis. 2011. Pertumbuhan dan Penyelenggaraan Pemerintah Desa. Jakarta:


ERLANGGA.

Hasan, M. Iqbal. 2002. Pokok-Pokok Materi Metodologi Penelitian dan Aplikasinya. Bogor :
Ghalia Indonesia

Hidayatullah, Alif., Sulhani. 2018. Pengaruh Manipulasi Laporan Keuangan dan


Karakteristik Chief Financial Officer terhadap Ketepatwaktuan Pelaporan Keuangan
dengan Kualitas Audit Sebagai Variabel Pemoderasi. Jurnal Dinamika Akuntansi dan
Bisnis. 5(2): 120.

Joni. 2015. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Implementasi Kebijakan Alokasi Dana Desa
di Desa Tanjung Ria Kecamatan Sepauk Kabupaten Sintang [thesis]. Jakarta (ID) :
Universitas Terbuka.

Mahmudi. 2011. Akuntansi Sektor Publik. Yogyakarta : Penerbit UII Press

Nurman.2015.Strategi Pembangunan Daerah. Jakarta : Rajawali Pers.

Peraturan Bupati Dompu Nomor 05 Tahun 2019 tentang Tata Cara Pembagian dan Penetapan
Rincian Pengalokasian Alokasi Dana Desa Setiap Desa Tahun 2019

Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 20 Tahun 2018 tentang Perubahan Atas
Permendagri Nomor 113 Tahun 2014
Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 37 Tahun 2007

Peraturan Pemerintah Nomor 72 Tahun 2005

Sahrir. 2017. Tinjauan Yuridis Penyalahgunaan Dana Desa Dalam Tindak Pidana Korupsi
(Putusan Nomor : 05 / Pid / 2011 / PT.Mks.) [skripsi]. Makassar (ID) : Universitas
Hasanuddin.

Satriajaya, Johan., Lilik Handajani, dan I Nyoman Nugraha Ardana Putra. 2017. Turbulensi
Dan Legalisasi Kleptokrasi Dalam Pengelolaan Keuangan Desa. Jurnal Akuntansi
Multiparadigma JAMAL. 8(2) : 245.

Sholichah, Nihayatus. 2018. Dampak Dana Desa Dalam Pembangunan Desa (Studi Di Desa
Tunjungtirto Kecamatan Singosari Malang) [Thesis]. Surabaya (ID) : Universitas Dr.
Soetomo Surabaya.

Siti Sri Hutami, Andi. 2017. Analisis Pengelolaan Alokasi Dana Desa (ADD) di Desa
Abbatireng Kecamatan Gilireng, Kabupaten Wajo. Government: Jurnal Ilmu
Pemerintahan. 10(1):11-13.

Sugiyono. 2017. Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif, dan R&D. Bandung : Alfabeta,
CV.

Surat Edaran Menteri Dalam Negeri Nomor 140/640/SJ tanggal 22 maret tahun 2005

Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014

Undang-Undang Nomor 72 Tahun 2005

Wahyuni Novianti, Sri. 2019. Pengaruh Ketepatan Waktu Penerimaan Dana, Kecukupan
Dana, Sasaran Pengguna Dana Bantuan Operasional Sekolah Terhadap Prestasi Belajar
Siswa (Studi pada SMP dan SMA se-Kota Mataram) [skripsi]. Mataram (ID) :
Universitas Mataram.

Yuliansayah.2016.Akuntansi Desa. Jakarta : Salemba Empat

Anda mungkin juga menyukai