Anda di halaman 1dari 14

AKUNTANSI PEMERINTAHAN

PROF. DR. RIA NELLY SARI, SE, MBA, AK, CA

Pengelolaan Keuangan Desa

KELOMPOK 7

DINA SULASTRI (1810246421)

EPI YANI (1810246376)

DESI RUSFIANI (1810246362)

PROGRAM PASCASARJANA MAGISTER AKUNTANSI


FAKULTAS EKONOMI
UNIVERSITAS RIAU
TA. 2019
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kehadirat yang maha kuasa, karena atas izin dan kuasaNya-
lah kami bisa menyelesaikan makalah akuntansi pemerintahan ini, yakni berupa makalah
dengan judul “pengelolaan keuangan desa”.

Dalam penyusunan makalah ini kami mengalami berbagai hambatan, namun hambatan
itu bisa kami lalui karena pertolongan Allah dan berbagai pihak lainnya. Oleh karena itu,
kami ucapkan terima kasih kepada segala pihak yang telah membantu kami dalam
penyusunan makalah ini.

Kami menyadari bahwa penulisan makalah ini masih dari jauh dari sempurna, baik materi
maupun cara penulisannya. Namun demikian, kami telah berupaya dengan segala
kemampuan dan pengetahuan yang kami miliki sehingga dapat selesai dengan baik dan
oleh karenanya, kami dengan rendah hati dan dengan tangan terbuka menerima masukan,
saran dan usul guna penyempurnaan makalah ini.

Kami berharap semoga makalah ini bisa bermanfaat bagi seluruh pembaca.

Penyusun
BAB I
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Setelah orde baru berkahir dan digantikan dengan era reformasi, maka berkhirnya
pula sistem pemerintahan yang sentralistik. Berdasarkan undang-undang no. 22 tahun
1999 tentang pemerintah daerah dan undang-undang no. 25 tahun 1999 tentang
perimbangan keungan pudat dan daerah, paradigm sentralisasi diganti dengan
desentralisasi pada tahun 2001. Desentralisasi sendiri menurut undang-undang n0. 23
tahun 2014 adalah penyerahan urusan pemeintah oleh pemerintah pusat ke daerah
otonom derdasarkan asa otonomi.
Menurut Mardiasmo (2004 : 5), desentralisasi tidak hanya berarti pelimphan
wewenang dari pemerintah pusat ke pemerintah yang lebih rendah, tetapi juga
pelimpahan beberapa wewenang pemerintah ke pihak swasta dalam bentuk privatisasi.
Menurut Basri (2009 : 529), segi gagasannya, otonomi daerah tetap lebih baik daripada
sentralisme dan karenanya tetap layak diteruskan dan diperjuangkan. Kendati demikian
beliau juga berpendapat bahwa meskipun otonomi daerah dinilai cepat, terdapat beberapa
kekurangan didalamnya. Salah satu kekurangannya adalah kesulitan yang dihadapi oleh
pemerintah daerah sendiri dalam mengelola pemakaian dananya sehingga menimbulkan
dampak serius berupa lonjakan kasus korupsi di daerah-daerah.
Seperti yang dikutip Asril dalam http”//nasional.kompas.com pada tahun 2015
Menteri Dalam Negri Thajo Kumolo mengatakan, tercatat terdapat 343 kasus kepala
daerah yang tersandung masalah korupsi. Beliau mengungkapkan bahwa sebagian besar
korupsi dilakukan dalam pengelolaaan keuangan daerah yang bersumber pada
penyusunan anggaran pajak, retribsu daerah, serta pengadaan barang dan jasa. Sementara
itu pada tahun 2017, menurut Mentri Desa Pembangunan Daerah Tertinggal dan
Transmigrasi (PDTT) yang dikutip dari sigruanus dalam http://regional.kompas.com
menyebutkan terdapat 600 laporan yang masuk terkait penyelewengan dana desa.
Meskipun 300 laporan diantaranya diduga terjadi karena aparatur kurang memahami
prosedur penggunaan dana desa.
Dalam rangka pencegahan penyalahgunaan dalam proses pengelolaan keuangan
yang dalam hal ini adalah desa, maka Kementerian Dalam Negeri membuat perturan No.
20 pasal 2 tahun 2018. Isi dari Keuangan Desa dikelola berdasarkan asas transparan,
akuntabel, partisipatif serta dilakukan dengan tertib dan disiplin anggaran. Tujuan dari
penerapan perturan ini agar setiap aparatr desa dapat memiliki landasan dalam mengelola
keuangan desa.
Desa sebagai pemerintahan yang bersentuhan dan berinteraksi langsung dengan
masyarakat menjadi salah satu fokus utama dalam pembangunan pemerintah, hal ini
dikarenakan sebagian besar wilayah Indonesia ada di pedesaan. Membangun desa sama
artinya membangun sebagian besar penduduk Indonesia. Peraturan Menteri dalam Negeri
Nomor 20 Tahun 2018 tentang Pengelolaan Keuangan Desa mendefinisikan Desa adalah
desa dan desa adat atau yang disebut dengan nama lain, selanjutnya disebut Desa adalah
kesatuan masyarakat hukum yang memiliki batas wilayah yang berwenang untuk
mengatur dan mengurus urusan pemerintahan, kepentingan masyarakat setempat
berdasarkan prakarsa masyarakat, hak asal usul, dan/atau hak tradisional yang diakui dan
dihormati dalam sistem pemerintahan Negara Kesatuan Republik Indonesia. Dewasa ini
tuntutan akuntabilitas tidak hanya pada pemerintah pusat maupun daerah saja, tetapi
pemerintah desa juga memiliki kewajiban yang sama dalam mewujudkan pemerintahan
yang akuntabel. Sejak disahkannya Undang-undang Nomor 6 Tahun 2014 tentang desa
atau yang sering disebut dengan undang-undang desa, pembangunan Negara difokuskan
pada pembangunan kesejahteraan desa.
BAB II
KAJIAN TEORI
PENGELOLAAN KEUANGAN DESA

1. Pengertian desa

Pengelolaan Keuangan Desa kembali diubah. Perubahan Pengelolaan Keuangan


Desa diatur dalam Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 20 Tahun 2018 tentang
Pengelolaan Keuangan Desa yang ditandatangani Menteri Dalam Negeri Thahjo Kumolo
pada tanggal 11 April 2018 dan mulai berlaku sejak tanggal diundangkannya
Permendagri Nomor 20 Tahun 2018 pada tanggal 8 Mei 2018 oleh Dirjen PP
Kemenkumham Widodo Ekatjahjana.
Permendagri 20 Tahun 2018 tentang Pengelolaan Keuangan Desa diterbitkan
dengan pertimbangan untuk melaksanakan ketentuan Pasal 106 Peraturan Pemerintah
Nomor 43 Tahun 2014 tentang Peraturan Pelaksanaan Undang–Undang Nomor 6 tahun
2014 tentang Desa sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Pemerintah Nomor 47
Tahun 2015 tentang Perubahan atas Peraturan Pemerintah Nomor 43 Tahun 2014 tentang
Peraturan Pelaksanaan Undang–Undang Nomor 6 tahun 2014 tentang Desa, perlu
membentuk Peraturan Menteri tentang Pengelolaan Keuangan Desa.
Dalam Permendagri 20 tahun 2018 bagian kesatu pasal 1 ayat 1 menyebutkan
Desa adalah desa dan desa adat atau yang disebut dengan nama lain, selanjutnya disebut
Desa, adalah kesatuan masyarakat hukum yang memiliki batas wilayah yang berwenang
untuk mengatur dan mengurus urusan pemerintahan, kepentingan masyarakat setempat
berdasarkan prakarsa masyarakat, hak asal usul, dan/atau hak tradisional yang diakui dan
dihormati dalam sistem pemerintahan Negara Kesatuan Republik Indonesia.
Sementara itu, menurut Hoesado(2016 :32) menambahkan bahwa sebuah desa
adalah sebuah yuridiksi hokum berkegiatan utama pertanian, ekstraktif, dan pengelolaan
sumber daya lam lain, sebuah kawasan yang digunakan sebagai tempat permukiman
pedesaan, pelayanan jasa pemerintah desa, sebagai tempat permukiman pedesaan,
pelayanan jasa pemrintah desa, pelayanan social dan kegiatan ekonomi.
2. Sistem keuangan desa
Keuangan Desa adalah semua hak dan kewajiban Desa yang dapat dinilai dengan
uang serta segala sesuatu berupa uang dan barang yang berhubungan dengan pelaksanaan
hak dan kewajiban Desa. Pengelolaan Keuangan Desa adalah keseluruhan kegiatan yang
meliputi perencanaan, pelaksanaan, penatausahaan, pelaporan, dan pertanggungjawaban
keuangan desa. Rencana Kerja Pemerintah Desa (RKPDesa) merupakan penjabaran dari
Rencana Pembangunan Jangka Menengah Desa untuk jangka waktu 1 (satu) tahun.
Anggaran Pendapatan dan Belanja Desa (APBDesa) merupakan rencana keuangan
tahunan Pemerintahan Desa. Diperlukan Peraturan Bupati/Walikota untuk mengatur
mengenai Pengelolaan Keuangan Desa.
Pengelolaan Keuangan Desa adalah keseluruhan kegiatan yang meliputi
perencanaan, pelaksanaan, penatausahaan, pelaporan, dan pertanggungjawaban keuangan
desa. Penyelenggaraan kewenangan Desa berdasarkan hak asal usul dan kewenangan
lokal berskala Desa didanai oleh APBDesa. Penyelenggaraan kewenangan lokal berskala
Desa selain didanai oleh APB Desa, juga dapat didanai oleh anggaran pendapatan dan
belanja negara dan anggaran pendapatan dan belanja daerah. Penyelenggaraan
kewenangan Desa yang ditugaskan oleh Pemerintah didanai oleh anggaran pendapatan
dan belanja negara. Dana anggaran pendapatan dan belanja negara dialokasikan pada
bagian anggaran kementerian/lembaga dan disalurkan melalui satuan kerja perangkat
daerah kabupaten/kota. Penyelenggaraan kewenangan Desa yang ditugaskan oleh
pemerintah daerah didanai oleh anggaran pendapatan dan belanja daerah. Seluruh
pendapatan Desa diterima dan disalurkan melalui rekening kas Desa dan penggunaannya
ditetapkan dalam APB Desa. Pencairan dana dalam rekening kas Desa ditandatangani
oleh kepala Desa dan Bendahara Desa. Pengelolaan keuangan Desa meliputi:
a) perencanaan;
b) pelaksanaan;
c) penatausahaan;
d) pelaporan;dan
e) pertanggungjawaban
Akuntansi desa adalah pencatatan dari proses transaksi yang terjadi di desa,
dibuktikan dengan nota-nota kemudian dilakukan pencatatan dan pelaporan keuangan
sehingga akan menghasilkan informasi dalam bentuk laporan keuangan yang digunakan
pihak-piihak yang berhubungan dengan desa.

3. Badan Permusyawaratan Desa (BPD)


Berdasarkan Permendagri No. 1 tahun 2017 pasal 1 tentang penataan desa
menyebutkan Badan Permusyawaratan Desa adalah lembaga yang melaksanakan fungsi
pemerintahan yang anggotanya merupakan wakil dari penduduk Desa berdasarkan
keterwakilan wilayah dan ditetapan secara demokratis.
Sementara itu Hoesada (2016 : 33) menjelaskan, sebagai sebuah yuridiksi hukum
seolah-olah miniature mandiri pemerintahan NKRI, sebuah desa membentuk Badan
Permusyawaratan Desa, membangun peraturan Desa sebagai peraturan Desa sebagai
peraturan perundang-undangan dessa tersebut yang ditetapkan oleh kepala desa setelah
dimusyawarahkan bersama Badan Permusyawaratan Desa (BPD), didalamnya termaktub
peraturan desa tentang Rencana Pembangunan Jangka Menengah Desa (RPJM Desa) dan
diturunkan menjadi rencana pembangunan tahunan dea yang disebut Rencana Kerja
Pemerintah desa (RKP Desa) terintehrasi ke atas dengan program-program pemerintah
pusat dan pemerintah daerah yang masuk ke desa tersebut. Secara garis besar, Badan
Permusyawaratan Desa (BPD) adalah badan yang terdiri dari beberapa orang perwakilan
dari desa untuk melaksanakan tugas kepemerintahan dengan tujuan agar komunikasi
antara aparatur desa dengan masyarakat dapat terjalin. Sehingga aspirasi-aspirasi
masyarakat dapat tersalurkan dengan baik.
Berdasarkan permendagri No. 1 Tahun 2017 Pasal 1 dijelaskan bahwa
Musyawarah desa atau disebut dengan nama lain adalah musyawarah antara Badan
Permusyawaratan Desa untuk menyepakati hal yang bersifat strategis. BPD memiliki tiga
fungsi utama yaitu :
a. Membahas dan menyepakati rancangan peraturan desa bersama kepala desa
b. Menamping dan menyalurkan aspirasi masyarakat desa
c. Melakukan pengawasan kepala desa.
Berdasarakan fungsi utamanya BPD memiliki peranan yang cukup besar bagi
keberlangsungan kegiatan pemerintah didesa tersebut. Karena selain menampung dan
menyalurkan aspirasi dari masyarakat, BPD juga memiliki andil dan funsi menyepakati
rancangan peraturan dan juga ikut serta melakukan pengawasan kepada kepala desa dan
seluruh jajaran desa.
BPD berkedudukan sebagai unsur penyelenggara pemerintahan desa. Anggota BPD
adalah wakil dari penduduk desa, berdasarka keterwakilan wilayah yang ditetapkan
dengan cara musyawaarah dan mufakat. Masa jabatan BPD adalah 6 tahun dan dapat
diangkat/diusulkan kembali untuk 1 kali masa jabatan berikutnya. Anggota BPD
ditetapkan berjumlah ganjil. Minimal 5 orang maksimal 11 orang berdasarkan luas
wilayah, jumlah penduduk, dan kemampuan keuangan desa. Peresmian anggota BPD
ditetapkan dengan keputusan Bupati/Walikota. Pimpinan BPD terdiri dari ketua (1
orang), wakil ketua (1 orang) sekretaris (1 orang).

4. Kelembagaan Desa
Berdasarkan Pasal 211 UU No. 32 Tahun 2004 dan Pasal 89 ayat (1) PP No. 72
Tahun 2005, di Desa dapat dibentuk Lembaga Kemasyarakatan, yang diatur lebih lanjut
dengan Permendagri No. 5 Tahun 2007 tentang Pedoman Penataan Lembaga
Kemasyarakatan. Lembaga Kemasyarakatan atau yang disebut dengan nama lain adalah
lembaga yang dibentuk oleh masyarakat sesuai dengan kebutuhan dan merupakan mitra
Pemerintah Desa dalam memberdayakan masyarakat. Lembaga Kemasyarakatan dapat
dibentuk atas prakarsa masyarakat danlatau atas prakarsa masyarakat yang difasilitasi
Pemerintah melalui musyawarah dan mufakat. Pembentukan Lembaga Kemasyarakatan
Desa ditetapkan dalam Peraturan Desa dengan berpedoman pada Peraturan Daerah
Kabupaten/Kota, berdasarkan pertimbangan bahwa kehadiran lembaga tersebut sangat
dibutuhkan oleh masyarakat, maksud dan tujuannya jelas, bidang kegiatannya tidak
tumpang tindih dengan lembaga yang sudah ada.

5. Pengelolaan Keuangan Desa


Menurut UU No. 6 tahun 2014, “keuangan desa adalah semua hak dan kewajiban
desa yang dapat dinilai dengan uang serta segala sesuatu berupa uang dan barang yang
berhubungan dengan pelaksanaan hak dan kewajiban desa”. Selanjutnya hak dan
kewajiban tersebut menimbulkan pendapatan, belanja, pembiayaan, dan pengelolaan
keuangan desa. Sedangkan menurut Permendagri no. 20 tahun 2018 Pengelolaan
Keuangan Desa adalah keseluruhan kegiatan yang meliputi perencanaan, pelaksanaan,
penatausahaan, pelaporan, dan pertanggungjawaban keuangan Desa.
Berdasarkan Permendagri no 20 tahun 2018 kepala desa sebagai Pemegang
Kekuasaan Pengelolaan Keuangan Desa, yang selanjutnya disingkat PKPKD, adalah
kepala Desa atau sebutan nama lain yang karena jabatannya mempunyai kewenangan
menyelenggarakan keseluruhan pengelolaan keuangan Desa. Dan juga Pelaksana
Pengelolaan Keuangan Desa, yang selanjutnya disingkat PPKD, adalah perangkat Desa
yang melaksanakan pengelolaan keuangan Desa berdasarkan keputusan kepala Desa yang
menguasakan sebagian kekuasaan PKPKD.
Sekretaris Desa adalah perangkat Desa yang berkedudukan sebagai unsur pimpinan
sekretariat Desa yang menjalankan tugas sebagai koordinator PPKD. Selain itu Kepala
Urusan, yang selanjutnya disebut Kaur, adalah perangkat Desa yang berkedudukan
sebagai unsur staf sekretariat Desa yang menjalankan tugas PPKD. Kepala Seksi, yang
selanjutnya disebut Kasi, adalah perangkat Desa yang berkedudukan sebagai pelaksana
teknis yang menjalankan tugas PPKD.
Pengelolaan keuangan Desa meliputi: perencanaan, pelaksanaan, penatausahaan,
pelaporan; dan pertanggungjawaban. Siklus keuangan desa menurtu Widodo, dkk (2015
:39) menjabarkan pengelolaan keuangan desa sebagai berikut :
1) Perencanaan keuangan desa
Perencanaan keuangan desa mengacu pada perencanaan pembangunan
kabupaten/kota. Perencanaan pembangunan desa dibagi menjadi RPJM dan RKP.
RPJM Desa adalah perencanaan yang dilakukan untuk rencana enam tahun,
RPJM Desa dalam penyusunannya wajib melibakan Musrembangdes secara
partisipatif. Musrembang sendiri diikuti oleh pemerintah desa, BPD dan unsur
masyarakat desa yang terdiri atas tokoh adat, tokoh agama, tokoh masyarakat
dan/atau tokoh pendidikan. RPJM sendiri paling lama ditetapkan tiga bulan
setelah pelantikan kepala desa.
Sementara RKP dibuat untuk jangka waktu satu tahun. RKP desa disusun oleh
pemerintah desaa sesuai dengan informasi dari pemerintah kabupaten/kota
berkaitan dengan pagu indikatif desa dan rencana kegiatan pemerintah,
pemerintah daerah provinsi dan pemerintah kabupaten/kota. RKP desa berisi
uraian tentang:
a) Evaluasi pelaksanaan RKP Desa tahun sebelumnya;
b) Prioritas program, kegiatan, anggran desa yang dikelola oleh desa
c) Prioritas program, kegiatan, anggran desa yang dikelola melalui kerjasama
antar desa dan pihak ketiga
d) Prioritas program, kegiatan, anggran desa yang dikelola oleh desa sebagai
kewenangan penugasan dari pemerintah, pemerintah daerah provinsi, dan
pemerintah kabupaten/kota;
e) Pelaksanaan kegiatan desa, yang terdiri atas unsur perangkat desa dan/atau
unsur masyarakat desa.
Rancangan RKP desa dilampiri rencana kegiatan dan rencana Anggaran Biaya
(RAB), yang telah diverifikasi oleh tim verifikasi. Selanjutnya, kepala desa
menyelenggarakan musrembang yang diadakan untuk membahas dan
menyepakati rancangan RKP Desa. RKP desa sendiri menjadi dasar dalam
penyususnan rancangan APBdes (RanPerdesa).
2) Proses penganggaran (APBDesa)

6. Asas Pengelolaan Keuangan Desa


Menurut Permendagri no 20 tahun 2018 pasal 2 menjelaskan Keuangan Desa
dikelola berdasarkan asas transparan, akuntabel, partisipatif serta dilakukan dengan tertib
dan disiplin anggaran. APB Desa merupakan dasar pengelolaan keuangan Desa dalam
masa 1 (satu) tahun anggaran mulai tanggal 1 Januari sampai dengan tanggal 31
Desember.
a. Transparansi
Menurut Anwar dan Jatmiko (2012 :393), transparansi artinya dalam
menjalankan pemerintahan, pemerintah mengungkapkan hal-hal yang sifatnya
material secara berkala kepada pihak-pihak yang memiliki kepentingan untuk itu,
dalam hal ini yaitu masyarakat luas. Sementara Tanjung (2014:9) Transparansi
berarti memberikan informasi keuangan yang terbuka dan jujur kepada masyarakat
berdasarkan pertimbangan bahwa masyarakat memiliki hak untuk mengetahui secara
terbuka dan menyeluruh atas pertanggung jawaban pemerintah dalam pengelolaan
smber daya yang dipercayakan kepadanya dan ketaatannya pada peraturan
perundang-undangan.
b. Akuntabel
Terdapat beberapa pengertian mengenai akuntabilitas atau biasa disebut
dengan akuntabel. Mahsun (2014 :84) membandingkan antara akuntabilitas dengan
responsilitas. Ia berpendapat bahwa istilah akuntabilitas dan responsibilitas sering
didefinisikan dengan tanggung jawab. Akuntabilitas lebih menekankan pada
catatan/laporan, sedangkan responsibilitas lebih didasarkan atas kebijaksanaan.
Responsibilitas lebih bersifat internal sebagaitanggungjawaban antara bawahan
kepada atasan. Sedangkan akuntabilitas lebih bersifat eksternal sebagai tuntutan
pertanggungjawaban dari masyarakat terhadap apa saja yang telah dilakukan oleh
pejabat atau aparat.
Menurut Tanjung (2006:9) akuntabilitas berarti pertanggungjawaban
pengelolaan sumber daya serta peaksanaan kebijakan yang dipercayakan kepada
entitas pelaporan dalam mencapai tujuan yang telah ditetapkan secara periodik.
Menurut Ellwood (1993) yang dikutip oleh Mahsun (2014 :86) ada empat
dimensi akuntabilitas :
1) Akuntabilitas kejujuran dan akuntabilitas hukum
2) Akuntabilitas proses
3) Akuntabilitas program
4) Akuntabilitas kebijakan
c. Partisipasif
Menurut UNDP (United Nation Development Program) yang dikutip oleh
Mardiasmo (2004:24), partisipasi adalah keterlibatan masyarakat dalam pembuatan
keputusan baik secara langsung maupun tidak langsung melalui lembaga perwakilan
yang dapat menyalurkan aspirasinya. Partisipasi dibangun atas dasar kebebasan
beraosiasi dan berbicara serta berpartisiasi secara kontruktif.
d. Tertib dan disiplin anggaran
Menurut permendagri 20 tahun 2018 pasal 2, pengelolaan keuangan desa
dikelola dalam masa satu tahun anggran yakni tanggal 1 januari sampai 31 desember.
APBDes terebut berisi tentang Rencana Pembangunan Jangka Menengah Desa
(RPJMDes) dan Juga Renacana pembangunan Tahunan Desa atau yang disebut
Rencana Kerja Pemerintah Desa (RKPDes). Rencana tersebut berisi tentang
pembangunan desa secara berkelanjutan dan juga pengembangan para penduduk
desa. Dalam pembentukannya, RPJMDes dan RKPDes dibetuk dengan cara
mengikut sertakan masyarakat untuk bermusyawarah dan mengutarakan aspirasinya.

e. Badan Usaha Milik Desa

Guna meningkatkan pendapatan masyarakat dan Desa, Pemerintah Desa dapat


mendirikan Badan Usaha Milik Desa sesuai dengan kebutuhan dan potensi desa yaitu:
a. kebutuhan masyarakat terutama dalam pemenuhan kebutuhan pokok
b. tersedia sumberdaya desa yang belum dimanfaatkan secara optimal terutama
kekayaan desa
c. tersedia sumberdaya manusia yang mampu mengelola badan usaha sebagai aset
penggerak perekonotnian masyarakat
d. adanya unit-unit usaha masyarakat yang merupakan kegiatan ekonomi warga
masyarakat yang dikelola secara parsial dan kurang terakomodasi, yang berbentuk
badan hukum dapat berupa lembaga bisnis, yaitu unit usaha yang lcepemilikan
sahamnya berasal dari Pemerintah Desa dan masyarakat, seperti usaha mikro kecil
dan menengah, lembaga keuangan mikro perdesaan (usaha ekonomi desa simpan
pinjam, badan kredit desa, lembaga simpan pinjam berbasis masyarakat, lembaga
perkreditan desa, lumbung pitih nagari dan sebagainya), dan ditetapkan dengan
Peraturan Desa yang berpedoman pada Peraturan Daerah Kabupaten/Kota serta
peraturan perundang-undangan
Badan Usaha Milik Desa adalah usaha desa yaitu jenis usaha yang meliputi
pelayanan ekonomi desa seperti :
a. usaha jasa yang meliputi jasa keuangan, jasa angkutan darat dan air, listrik desa,
dan usaha lain yang sejenis
b. penyaluran sembilan bahan pokok ekonomi desa,
c. perdagangan hasil pertanian meliputi tanaman pangan, perkebunan, peternakan,
perikanan, dan agrobisnis.

BAB III
PENUTUP
Kesimpulan

Anggara Dana Desa diatur secara khusus didalam Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014

tentang Desa. Dalam Peraturan Pemerintah Nomor 43 Tahun 2014 tentang Desa Pasal 93

pengelolaan keuangan desa meliputi: perencanaan, pelaksanaan, penganggaran,

penatausahaan, pelaporan dan pertanggungjawaban. Setelah melalui proses panjang

Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa telah disahkan. Undang-Undang

Nomor 6 tahun 2014 setidaknya ingin menjawab dua problem utama, yaitu

mengembalikan otonomi asli desa sebagaimana pernah dirampas orde baru, serta pada

saat yang sama mengembangkan otonomi desa untuk membatasi intervensi otonomi

daerah pasca reformasi. Pengawasan Badan Permusyawaratan . Faktor pendukung dalam

melaksanakan pengelolaan Anggaran Dana Desa adalah parsitisipasi masyarakat. Tingkat

partisipasi masyarakat dalam proses perencanaan pelaksanaan Anggaran Dana Desa

cukup tinggi. Faktor penghambat dalam pengelolaan Anggaran Dana Desa dalam

pemberdayaan masyarakat selanjutnya yaitu rendahnya swadaya masyarakat, padahal

swadaya masyarakat merupakan Pendapatan Asli Desa yang sah. Kurangnya swadaya

masyarakat merupakan cerminan dari tingkat kesejahteraan masyarakat desa yang dinilai

masih kurang sejahtera.


DAFTAR PUSTAKA

Undang-Undang No. 6 tahun 2014 tentang Desa

PP Nomor 43 tahun 2014 tentang peraturan pelaksanaan undang-undang nomor 6


tahun 2014 tentang Desa

Peraturan Menteri Dalam Negeri 114 tahun 2014 tentang Pedoman Pembangunan
Desa

Peraturan Menteri Dalam Negeri 20 tahun 2018 tentang pengelolaan keuangan


Desa

Hoesada.J. (2016) Bunga rampai Akuntansi Pemerintahan, Jakarta:Salemba Empat

Stefanus Dimasias Aditya (2018) Evaluasi Pengelolaan Keuangan Desa


Bersadarkan Asas Transparansi, Akuntabel, Partisipatif, Tertib dan disiplin Anggaran,
Skripsi, Universitas Sanata Dharma

Anda mungkin juga menyukai