KELOMPOK 7
Puji syukur kami panjatkan kehadirat yang maha kuasa, karena atas izin dan kuasaNya-
lah kami bisa menyelesaikan makalah akuntansi pemerintahan ini, yakni berupa makalah
dengan judul “pengelolaan keuangan desa”.
Dalam penyusunan makalah ini kami mengalami berbagai hambatan, namun hambatan
itu bisa kami lalui karena pertolongan Allah dan berbagai pihak lainnya. Oleh karena itu,
kami ucapkan terima kasih kepada segala pihak yang telah membantu kami dalam
penyusunan makalah ini.
Kami menyadari bahwa penulisan makalah ini masih dari jauh dari sempurna, baik materi
maupun cara penulisannya. Namun demikian, kami telah berupaya dengan segala
kemampuan dan pengetahuan yang kami miliki sehingga dapat selesai dengan baik dan
oleh karenanya, kami dengan rendah hati dan dengan tangan terbuka menerima masukan,
saran dan usul guna penyempurnaan makalah ini.
Kami berharap semoga makalah ini bisa bermanfaat bagi seluruh pembaca.
Penyusun
BAB I
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Setelah orde baru berkahir dan digantikan dengan era reformasi, maka berkhirnya
pula sistem pemerintahan yang sentralistik. Berdasarkan undang-undang no. 22 tahun
1999 tentang pemerintah daerah dan undang-undang no. 25 tahun 1999 tentang
perimbangan keungan pudat dan daerah, paradigm sentralisasi diganti dengan
desentralisasi pada tahun 2001. Desentralisasi sendiri menurut undang-undang n0. 23
tahun 2014 adalah penyerahan urusan pemeintah oleh pemerintah pusat ke daerah
otonom derdasarkan asa otonomi.
Menurut Mardiasmo (2004 : 5), desentralisasi tidak hanya berarti pelimphan
wewenang dari pemerintah pusat ke pemerintah yang lebih rendah, tetapi juga
pelimpahan beberapa wewenang pemerintah ke pihak swasta dalam bentuk privatisasi.
Menurut Basri (2009 : 529), segi gagasannya, otonomi daerah tetap lebih baik daripada
sentralisme dan karenanya tetap layak diteruskan dan diperjuangkan. Kendati demikian
beliau juga berpendapat bahwa meskipun otonomi daerah dinilai cepat, terdapat beberapa
kekurangan didalamnya. Salah satu kekurangannya adalah kesulitan yang dihadapi oleh
pemerintah daerah sendiri dalam mengelola pemakaian dananya sehingga menimbulkan
dampak serius berupa lonjakan kasus korupsi di daerah-daerah.
Seperti yang dikutip Asril dalam http”//nasional.kompas.com pada tahun 2015
Menteri Dalam Negri Thajo Kumolo mengatakan, tercatat terdapat 343 kasus kepala
daerah yang tersandung masalah korupsi. Beliau mengungkapkan bahwa sebagian besar
korupsi dilakukan dalam pengelolaaan keuangan daerah yang bersumber pada
penyusunan anggaran pajak, retribsu daerah, serta pengadaan barang dan jasa. Sementara
itu pada tahun 2017, menurut Mentri Desa Pembangunan Daerah Tertinggal dan
Transmigrasi (PDTT) yang dikutip dari sigruanus dalam http://regional.kompas.com
menyebutkan terdapat 600 laporan yang masuk terkait penyelewengan dana desa.
Meskipun 300 laporan diantaranya diduga terjadi karena aparatur kurang memahami
prosedur penggunaan dana desa.
Dalam rangka pencegahan penyalahgunaan dalam proses pengelolaan keuangan
yang dalam hal ini adalah desa, maka Kementerian Dalam Negeri membuat perturan No.
20 pasal 2 tahun 2018. Isi dari Keuangan Desa dikelola berdasarkan asas transparan,
akuntabel, partisipatif serta dilakukan dengan tertib dan disiplin anggaran. Tujuan dari
penerapan perturan ini agar setiap aparatr desa dapat memiliki landasan dalam mengelola
keuangan desa.
Desa sebagai pemerintahan yang bersentuhan dan berinteraksi langsung dengan
masyarakat menjadi salah satu fokus utama dalam pembangunan pemerintah, hal ini
dikarenakan sebagian besar wilayah Indonesia ada di pedesaan. Membangun desa sama
artinya membangun sebagian besar penduduk Indonesia. Peraturan Menteri dalam Negeri
Nomor 20 Tahun 2018 tentang Pengelolaan Keuangan Desa mendefinisikan Desa adalah
desa dan desa adat atau yang disebut dengan nama lain, selanjutnya disebut Desa adalah
kesatuan masyarakat hukum yang memiliki batas wilayah yang berwenang untuk
mengatur dan mengurus urusan pemerintahan, kepentingan masyarakat setempat
berdasarkan prakarsa masyarakat, hak asal usul, dan/atau hak tradisional yang diakui dan
dihormati dalam sistem pemerintahan Negara Kesatuan Republik Indonesia. Dewasa ini
tuntutan akuntabilitas tidak hanya pada pemerintah pusat maupun daerah saja, tetapi
pemerintah desa juga memiliki kewajiban yang sama dalam mewujudkan pemerintahan
yang akuntabel. Sejak disahkannya Undang-undang Nomor 6 Tahun 2014 tentang desa
atau yang sering disebut dengan undang-undang desa, pembangunan Negara difokuskan
pada pembangunan kesejahteraan desa.
BAB II
KAJIAN TEORI
PENGELOLAAN KEUANGAN DESA
1. Pengertian desa
4. Kelembagaan Desa
Berdasarkan Pasal 211 UU No. 32 Tahun 2004 dan Pasal 89 ayat (1) PP No. 72
Tahun 2005, di Desa dapat dibentuk Lembaga Kemasyarakatan, yang diatur lebih lanjut
dengan Permendagri No. 5 Tahun 2007 tentang Pedoman Penataan Lembaga
Kemasyarakatan. Lembaga Kemasyarakatan atau yang disebut dengan nama lain adalah
lembaga yang dibentuk oleh masyarakat sesuai dengan kebutuhan dan merupakan mitra
Pemerintah Desa dalam memberdayakan masyarakat. Lembaga Kemasyarakatan dapat
dibentuk atas prakarsa masyarakat danlatau atas prakarsa masyarakat yang difasilitasi
Pemerintah melalui musyawarah dan mufakat. Pembentukan Lembaga Kemasyarakatan
Desa ditetapkan dalam Peraturan Desa dengan berpedoman pada Peraturan Daerah
Kabupaten/Kota, berdasarkan pertimbangan bahwa kehadiran lembaga tersebut sangat
dibutuhkan oleh masyarakat, maksud dan tujuannya jelas, bidang kegiatannya tidak
tumpang tindih dengan lembaga yang sudah ada.
BAB III
PENUTUP
Kesimpulan
Anggara Dana Desa diatur secara khusus didalam Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014
tentang Desa. Dalam Peraturan Pemerintah Nomor 43 Tahun 2014 tentang Desa Pasal 93
Nomor 6 tahun 2014 setidaknya ingin menjawab dua problem utama, yaitu
mengembalikan otonomi asli desa sebagaimana pernah dirampas orde baru, serta pada
saat yang sama mengembangkan otonomi desa untuk membatasi intervensi otonomi
cukup tinggi. Faktor penghambat dalam pengelolaan Anggaran Dana Desa dalam
swadaya masyarakat merupakan Pendapatan Asli Desa yang sah. Kurangnya swadaya
masyarakat merupakan cerminan dari tingkat kesejahteraan masyarakat desa yang dinilai
Peraturan Menteri Dalam Negeri 114 tahun 2014 tentang Pedoman Pembangunan
Desa