Anda di halaman 1dari 42

PROPOSAL PENELITIAN

PEMAHAMAN APARATUR DESA TERHADAP PENGELOLAAN


KEUANGAN DESA DI KECAMATAN MASBAGIK KABUPATEN
LOMBOK TIMUR

Oleh :

TARI AYU GLAUCHA


AC015133

PROGRAM STUDI SARJANA

FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS UNIVERSITAS MATARAM

2020

PROPOSAL PENELITIAN
PEMAHAMAN APARATUR DESA TERHADAP PENGELOLAAN
KEUANGAN DESA DI KECAMATAN MASBAGIK KABUPATEN
LOMBOK TIMUR

Oleh :

NAMA : Tari Ayu Glaucha


NIM : A1C015133
JURUSAN : Akuntansi

Setelah membaca naskah proposal ini dengan seksama, maka menurut


pertimbangan kami telah memenuhi syarat untuk diseminarkan

Pembimbing Utama Pembimbing Pendamping

Bq. Anggun Hilendri L, SE., M.Si. Ak. Adhitya Bayu S, SE., M.SA. Ak.
NIP. 197804142001122002 NIP. 199006182018031001

ii
DAFTAR ISI

HALAMAMAN JUDUL ........................................................................................i

HALAMAN PENGESAHAN ............................................................................... ii

DAFTAR ISI ........................................................................................................ iii

1. PENDAHULUAN...................................................................................... 1
1.1. Latar Belakang .................................................................................. 1
1.2. Perumusan Masalah .......................................................................... 7
1.3. Tujuan Penelitian .............................................................................. 8
1.4. Manfaat Penelitian ............................................................................ 8

2. TINJAUAN PUSTAKA ............................................................................. 9


2.1. Landasan Teori Dan Hasil Penelitian Terdahulu .............................. 9
2.1.1. Pemerintah Desa.................................................................... 9
2.1.2. Konsep Pemahaman Aparatur Desa .................................... 11
2.1.3. Pengelolaan Keuangan Desa ............................................... 14
2.1.4. Penelitian Terdahulu ........................................................... 24
2.2. Kerangka Berpikir ........................................................................... 26

3. METODE PENELITIAN ......................................................................... 28


3.1. Jenis Penelitian................................................................................ 28
3.2. Informan Dan Kehadiran Penelitian ............................................... 28
3.3. Lokasi Penenlitian ........................................................................... 29
3.4. Prosedur Pengumpulan Data ........................................................... 30
3.5. Keabsahan Data .............................................................................. 32
3.6. Analisi Data .................................................................................... 33

DAFTAR PUSTAKA .................................................................................. 38

iii
JUDUL : PEMAHAMAN APARATUR DESA TERHADAP
PENGELOLAAN KEUANGAN DESA DI KECAMATAN MASBAGIK
KABUPATEN LOMBOK TIMUR

BAB 1

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa telah memberikan

amanat kepada desa untuk lebih mandiri dalam mengelola pemerintahan dan

berbagai sumber daya alam yang dimiliki, termasuk di dalamnya pengelolaan

keuangan dan kekayaan milik desa. Semua urusan yang terkait dengan keuangan

dilaksanakan berdasarkan Anggaran Pendapatan dan Belanja Desa atau APBDesa.

APBDesa ini merupakan keseluruhan gambaran keuangan desa yang dikelola oleh

pemerintah desa. Pengelolaan keuangan desa meliputi serangkaian kegiatan yang

dimulai dari proses perencanaan, pelaksanaan, penatausahaan, pelaporan, sampai

kepada pertanggungjawaban. Untuk pedoman pengelolaan keuangan desa,

pemerintah telah mengeluarkan Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 20 Tahun

2018 terkait pengelolaan administrasi keuangan desa.

Kaitannya dengan pedoman pengelolaan keuangan desa, Kabupaten

Lombok Timur juga menetapkan aturan tentang Pengelolaan Keuangan Desa yang

diatur dalam Peraturan Bupati Lombok Timur Nomor 2 Tahun 2019. Dalam

pertauran ini disebutkan bahwa Pengelolaan Keuangan Desa dilaksanakan oleh

aparatur desa sesuai dengan bidang tugasnya, seperti yang dijelaskan pada

1
Permendagri Nomor 113 Tahun 2014 yang sudah direvisi pada Permendagri

Nomor 20 Tahun 2018.

Seiring dengan pelaksanaan UndangUndang Nomor 6 Tahun 2014,

pemerintah Kabupaten Lombok Timur juga menetapkan aturan tentang Dana Desa

yang diatur dalam Peraturan Bupati Lombok Timur Nomor 5 Tahun 2019. Dalam

peraturan ini disebutkan bahwa pemberian Dana Desa dialokasikan secara merata

dan berkeadilan berdasarkan alokasi dasar setiap Desa, alokasi afirmasi setiap

Desa dan alokasi formula setiap Desa. Kabupaten Lombok timur yang terdiri dari

21 kecamatan, 239 desa dan 15 kelurahan mendapat jatah anggaran Dana Desa

tahun 2019 sebesar Rp. 307,330 milyar dan jumlah tersebut meningkat sebesar Rp

316,38 milyar untuk tahun 2020 ini. Untuk Kecamatan Masbagik, mendapat jatah

anggaran Dana Desa tahun 2019 sebesar Rp. 6,371,168 milyar.

Dalam Peraturan Menteri Keuangan (PMK) No : 205/PMK.07/2019 tentang

Pengelolaan Dana Desa, pola penyaluran Dana Desa tahun 2020 dilakukan dalam

3 (tiga) tahap yaitu Tahap I diberikan 40%, Tahap II diberikan 40%, dan Tahap III

diberikan 20%. Dalam Pasal 23 peraturan tersebut dijelaskan, khusus tahap I,

paling cepat dicairkan pada Januari dan paling lambat bulan Juni. Untuk tahap II,

paling cepat dicairkan pada bulan Maret dan paling lambat dicairkan pada minggu

ke empat bulan Agustus, sedangkan tahap III, paling cepat dicairkan pada bulan

Juli.

Di Kabupaten Lombok Timur dalam pelaksanaan pengelolaan Dana Desa

walaupun telah mengacu pada aturan dari pemerintah pusat maupun daerah

2
sebagai rujukan dalam pengelolaan keuangannya, namun berdasarkan wawancara

awal dengan Bapak Khairuddin (Kaur Keuangan) di Desa Masbagik Utara Baru

menjelaskan, bahwa pengelolaan keuangan desa yang terkait dengan perubahan

metode pencatatan keuangan desa pada Permendagri Nomor 20 Tahun 2018 yang

sekarang menggunakan basis kas memang dirasakan lebih memudahkan dalam

pelaksanaan tahapan perencanaan, pelaporan dan pertanggungjawaban karena

pencatatan akan dilakukan jika sudah terjadi sebuah transaksi. Meskipun

demikian, dalam penerapannya masih belum efektif dan efiseien.

Pemerintah desa sebagai penyelenggara pemerintahan terdepan dalam

pelaksanaan keuangan desa, diperlukan adanya kapasitas perangkat desa yang

memadai. Wasistiono dan Tahir (2006) mengemukakan bahwa umumnya

pemerintah desa memiliki kelemahan-kelemahan dalam hal diantaranya kualitas

sumber daya manusia yang menjadi aparat desa masih rendah, kebijakan atau

peraturan-peraturan terkait pemerintahan desa masih belum sempurna,

kemampuan dalam hal perencanaan pembangunan di tingkat desa masih rendah

dan terbatasnya sarana dan prasanana yang dapat menunjang operasional

administrasi desa. Kelemahan ini merupakan suatu keterbatasan yang dapat

mengganggu efisiensi dan efektivitas dalam pelaksanaan pengelolaan keuangan

desa. Posisi pemerintahan desa yang ada di pemerintahan terdepan juga menjadi

salah satu faktor penentu keberhasilan penyelenggaraan pemerintahan, sehingga

juga dituntut kinerja yang baik dalam melaksanakan tugas dan kewajibannya.

Kinerja yang baik bergantung pada kemampuan yang dimiliki oleh aparatur

pemerintah desa itu sendiri.

3
Terkait dengan pengelolaan keuangan desa, kepala desa adalah pemegang

kekuasaan pengelolaan keuangan desa. Untuk melaksanakan pengelolaan

keuangan desa ini, kepala desa menguasakan sebagian kekuasaannya kepada

perangkat desa. Di Kabupaten Lombok Timur pada hasil obserasi awal di dua desa

di wilayah Kecamatan Masbagik (Desa Masbagik Utara dan desa Masbagik Utara

baru) menunjukkan aparatur desa (terutama kaur keuangan) masih belum

sepenuhnya memahami sistem pengelolaan Dana Desa yang sesuai dengan

Permendgari Nomor 20 Tahun 2018 dan siskeudes. Kondisi ini terjadi karena

adanya perubahan sistem pengelolaan keuangan. Perubahan metode pencatatan

keuangan desa seperti dalam penerapan siskeudes yang menggunakan basis kas

yang sebenarnya lebih memudahkan dalam pelaksanaan tahapan pencatatan

keuangan. Namun perubahan sistem kerja ini akan terlaksana dengan baik,

tergantung kepada pemahaman dan kemampuan yang memadai terutama aparatur

desa yang terlibat langsung sebagai pengelola keuangan desa. Pengelolaan inilah

yang seharusnya sesuai dengan sasaran yang telah ditetapkan sebelumnya atau

dengan kata lain pengelolaan keuangan yang dilakukan harus efektif. Oleh karena

itu, menjadi penting untuk mengkaji pemahaman aparatur desa dalam

pengelolaan keuangan desa.

Penelitian pengelolaan keuangan desa pernah dilakukan oleh Muriana dan

Rahmawaty (2017). Hasil penelitian menunjukkan, bahwa Tingkat pendidikan,

kualitas pelatihan dan pengalaman kerja berpengaruh secara bersama-sama

terhadap pemahaman laporan keuangan desa di Kecamatan Banda Raya Kota

Banda Aceh. Hal ini menunjukkan bawa semakin tinggi tingkat pendidikan

4
aparatur desa, semakin baik kualitas pelatihan dan semakin lama

masa/pengalaman kerja maka akan semakin meningkatkan pemahaman laporan

keuangan desa.

Penelitian yang dilakukan oleh Setiana dan Yuliani (2017) di Desa se-

Kecamatan Mungkin Kabupaten Magelang. Hasil penelitian menunjukkan, bahwa

Peran perangkat desa berpengaruh positif terhadap Akuntabilitas Pengelolaan

Dana Desa, dan pemahaman perangkat desa tidak berpengaruh positif terhadap

akuntabilitas pengelolaan Dana Desa. Akuntabilitas merupakan suatau bentuk

tanggungjawab perangkat desa, tanpa mempertimbangkan pemahaman tentang

Undang-Undang No. 6 Tahun 2014. Perlu adanya pendampingan perangakat desa

untuk pemahan tentang pengelolaan dana desa tersebut. Pemhaman perangkat

desa tersebut diharpakan akan membuat desa tersebut akan lebih

bertanggungjawab untuk pengelolaan dana desa sesuai dengan Undag-Undang No.

6 Tahun 2014.

Penelitian yang dilakukan oleh Nurhasanah dan Ratih (2018) Hasil

penelitian menunjukkan, bahwa kegiatan peningkatan kompetensi aparatur desa

dan pemahaman akuntansi Desa Sebong Lagoi Kecamatan Teluk Kabupaten

Sebong Bintan membutuhkan koordinasi yang lebih intensif dan waktu yang

cukup. Kegiatan yang dimaksud adalah kegiatan yang dilaksanakan melalui

sosialisasi dan penyampaian informasi yang berkaitan dengan peningkatan

kompetensi aparatur desa dan pemahaman akuntansi desa Sebong Lagoi. Selain

materi tersebut juga disampaikan materi motivasi membangun desa yang di

5
harapkan dapat memberikan motivasi agar Desa Sebong Lagoi mampu menjadi

desa mandiri.

Penelitian yang dilakukan oleh Sumiyati, Icih. Dan Umiyati, (2019) di

Kabupaten Subang. Hasil penelitian menunjukkan bahwa secara parsial tingkat

pemahaman aparat desa tentang perencanaan, pelaksanaan, penatausahaan

keuangan desa berpengaruh positif signifikan terhadap ketepatan waktu

pertanggungjawaban Dana Desa, sedangkan pemahaman aparat desa tentang

pelaporan dan pertanggungjawaban keuangan desa tidak berpengaruh terhadap

ketepatan waktu pertanggungjawaban Dana Desa. Hal ini terjadi karena waktu

pertanggungjawaban terhambat oleh penyelesaian pembangunan yang berasal dari

dana desa tersebut yang belum selesai sampai akhir tahun sehingga belum bisa

dibuatkan laporannya. Sedangkan secara simultan, pemahaman aparat desa

tentang perencanaan, pelaksanaan, penatausahaan, pelaporan dan

pertanggungjawaban keuangan desa berpengaruh secara signifikan terhadap

ketepatan waktu pertanggungjawaban Dana Desa.

Penelitian yang dilakukan oleh Romadhon (2019) pada aparatur desa di

Kecamatan Mojotengah Kabupaten Wonosobo. Hasil penelitian menunjukkan,

bahwa Tingkat pendidikan, kualitas pelatihan dan pengalaman kerja berpengaruh

secara bersama-sama terhadap pemahaman laporan keuangan desa. Sementara

fasilitas kantor mempunyai pengaruh negatif terhadap pemahaman laporan

keuangan desa. Hal ini karena terjadinya perubahan sistem dari pemerintah yang

semula manual menjadi komputerisasi sehingga perangkat desa tidak siap

6
menggunakan sistem yang baru, yang menyebabkan nilai koefisien pada variabel

ini negatif. Dengan asumsi variabel-variabel lain dianggap konstan.

Perbedaan spesifik dengan penelitin terdahulu adalah Penelitian ini lebih

memfokuskan tentang bagaimana pemahaman aparatur desa dalam pelaksanaan

proses pengelolaan keuangan desa yang terkait dengan penerapan Permendagri

Nomor 20 Tahun 2018 tentang pengelolaan keuangan desa. penelitian ini juga

dilaksanakan dalam kondisi terjadinya wabah Covid 19 yang berdampak pada

perubahan penggunaan Anggaran Dana Desa. Perubahan penyusunan anggaran ini

terindikasi akan menyebabkan kesulitan aparat desa dalam pengelolaan keuangan

desa karena secara langsung akan merubah seluruh perencanaan dan

penganggaran yang sudah disekapati sebelumnya pada Musrenbangdes, termasuk

prioritas penggunaan anggaran Dana Desa. Selain itu, perbedaan dengan

keseluruhan penelitian terdahulu adalah tahun penelitian yang berbeda, lokasi dan

sampel yang berbeda pula.

Berdasarkan uraian di atas, peneliti tertarik untuk melakukan penelitian

tentang Pemahaman Aparatur Desa Terhadap Pengelolaan Keuangan Desa

Di Kecamatan Masbagik Kabupaten Lombok Timur.

1.2. Perumusan Masalah

Bertolak dari uraian latar belakang, maka dapat dirumuskan permasalahan

sebagai berikut :

7
1. Bagaimanakah pemahaman aparatur desa terhadap pengelolaan keuangan

berdasarkan Permendagri Nomor 20 Tahun 2018 di Kecamatan Masbagik

Kabupaten Lombok Timur?

2. Faktor-faktor apa saja yang menjadi kendala pemahaman aparatur desa dalam

pengelolaan keuangan desa di Kecamatan Masbagik Kabupaten Lombok

Timur?

1.3. Tujuan Penelitian

Adapun tujuan daripenelitian ini adalah :

1. Menganalisis pemahaman aparatur desa terhadap pengelolaan keuangan desa

berdasarkan Permendagri Nomor 20 Tahun 2018 di Kecamatan Masbagik

kabupaten Lombok Timur?

2. Mengidentifikasi faktor-faktor kendala dalam pengelolaan keuangan desa di

Kecamatan Masbagik Kabupaten Lombok Timur?

1.4. Manfaat Penelitian

1. Manfaat Teoritis.

Penelitian ini diharapkan dapat menjelaskan tentang pemahaman

aparatur desa yang terkait dengan pengelolaan keuangan desa. Selain itu

diharapkan dapat menjadi referensi bagi peneliti selanjutnya sebagai

pengembangan penelitian yang berhubungan dengan pemahaman aparatur

desa dalam pengelolaan keuangan desa.

2. Manfaat Praktis .

8
Hasil penelitian diharapkan dapat memberikan sumbangan pemikiran

bagi pengembangan pemerintahan desa dan masukan bagi aparatur desa

dalam pelaksanaan pengelolaan keuangan desa yang sesuai dengan peraturan

perundang-undangan yang berlaku.

9
BAB 2

KAJIAN PUSTAKA

2.1. Landasan Teori Dan Hasil Penelitian Terdahulu

2.1.1. Pemerintahan Desa

Pemerintahan Desa adalah penyelenggaraan urusan pemerintahan dan

kepentingan masyarakat setempat dalam sistem pemerintahan Negara Kesatuan

Republik Indonesia. Pemerintahan desa terdiri atas pemerintah desa (yang

meliputi kepala desa dan perangkat desa) dan Badan Permusyawaratan Desa

(BPD) (Undang-Undang Nomor 6 tahun 2014 : 9).

1. Kepala Desa

Kepala Desa merupakan pimpinan penyelenggaraan pemerintahan

desa berdasarkan kebijakan yang ditetapkan bersama Badan Permusyawaratan

Desa (BPD).. Kepala desa juga memiliki wewenang menetapkan peraturan

desa yang telah mendapat persetujuan bersama BPD. Dalam melaksanakan

tugas, kewenangan, hak, dan kewajiban sebagaimana dimaksud dalam Pasal 26

Undang-Undang nomor 6 tahun 2014, kepala desa wajib :

a. Menyampaikan laporan penyelenggaraan pemerintahan desa setiap akhir

tahun anggaran kepada bupati/walikota;

b. Menyampaikan laporan penyelenggaraan pemerintahan desa pada akhir

masa jabatan kepada Bupati/Walikota;

10
c. Memberikan laporan keterangan penyelenggaraan pemerintahan secara

tertulis kepada Badan Permusyawaratan Desa (BPD) setiap akhir tahun

anggaran; dan

d. Memberikan dan/atau menyebarkan informasi penyelenggaraan

pemerintahan secara tertulis kepada masyarakat desa setiap akhir tahun

anggaran.

2. Perangkat Desa

Dalam melaksanakan tugasnya, kepala desa dibantu oleh perangkat

desa. Perangkat Desa terdiri atas :

a. Sekretariat Desa Sekretariat desa dipimpin oleh sekretaris desa dibantu oleh

unsur staf sekretariat yang bertugas membantu kepala desa dalam bidang

administrasi pemerintahan. Sekretaris desa dalam melaksanakan tugasnya

dibantu oleh kepala urusan. Kepala urusan mempunyai tugas untuk

membantu sekretaris desa dalam bidang urusan yang menjadi tanggung

jawabnya. Sesuai pasal 62 PP Nomor 43 Tahun 2014 dinyatakan bahwa

sekretaris desa dibantu paling banyak terdiri dari 3 (tiga) bidang urusan.

Secara umum, kepala urusan keuangan merangkap sebagai bendahara desa

sedangkan kepala urusan umum merangkap sebagai pengurus kekayaan

milik desa.

b. Pelaksana Wilayah Pelaksana kewilayahan merupakan unsur pembantu

kepala desa sebagai satuan tugas kewilayahan. Jumlah pelaksana

kewilayahan ditentukan secara proporsional antara pelaksana kewilayahan

yang dibutuhkan dan kemampuan keuangan desa.

11
c. Pelaksana Teknis Pelaksana teknis merupakan unsur pembantu kepala desa

sebagai pelaksana tugas operasional. Pelaksana teknis sesuai PP Nomor 43

Tahun 2014 pasal 64 paling banyak terdiri atas 3 (tiga) seksi.

3. Badan Permusyawaratan Desa

Badan permusyawaratan desa (BPD) merupakan lembaga perwujudan

demokrasi dalam penyelenggaraan pemerintahan desa. Anggota BPD adalah

wakil dari penduduk desa bersangkutan berdasarkan keterwakilan wilayah.

Anggota BPD terdiri dari ketua rukun warga, pemangku adat, golongan profesi,

pemuka agama dan tokoh atau pemuka masyarakat lainnya. Masa jabatan

anggota BPD adalah 6 tahun dan dapat diangkat/diusulkan kembali untuk satu

kali masa jabatan berikutnya. Anggota BPD tidak diperbolehkan merangkap

jabatan sebagai kepala desa dan perangkat desa. BPD berfungsi menetapkan

peraturan desa bersama kepala desa, menampung dan menyalurkan aspirasi

masyarakat (Undang-Undang Nomor 6 tahun 2014 : 18).

Badan Permusyawaratan Desa mempunyai fungsi :

a. Membahas dan menyepakati rancangan peraturan desa bersama kepala desa;

b. Menampung dan menyalurkan aspirasi masyarakat desa; dan

c. Melakukan pengawasan kinerja kepala desa.

2.1.2. Konsep Pemahaman Aparatur Desa

Beberapa pengertian tentang pemahaman telah diungkapkan oleh para ahli,

salah satunya menurut Winkel dan Mukhtar dalam Anas Islami (2016 : 27),

pemahaman adalah kemampuan seseorang untuk menangkap makna dan arti dari

12
bahan yang dipelajari, yang dinyatakan dengan menguraikan isi pokok dari suatu

bacaan atau mengubah data yang disajikan dalam bentuk tertentu ke bentuk yang

lain. Sementara Benjamin S. Bloom dalam Anas Islami (2016 : 27), mengatakan

bahwa pemahaman (Comprehension) adalah kemampuan seseorang untuk

mengerti atau memahami sesuatu setelah sesuatu itu diketahui dan diingat.

Dengan kata lain, memahami adalah mengerti tentang sesuatu dan dapat

melihatnya dari berbagai segi. Jadi, dalam hal ini dapat disimpulkan bahwa

seseorang dapat dikatakan memahami tentang pengelolaan desa apabila dia dapat

memberikan penjelasan atau uraian yang lebih rinci tentang hal yang telah

dipelajari dengan menggunakan bahasanya sendiri.

Menurut Bloom dalam Wowo Sunarno Kuswana (2012 : 44), menjelaskan

kemampuan pemahaman berdasarkan tingkat kepekaan dan derajat penyerapan

materi dapat dibagi ke dalam tiga tingkatan yaitu :

1. Menerjemahkan (translation)

Menerjemahkan diartikan sebagai pengalihan arti dari bahasa yang

satu kedalam Bahasa yang lain sesuai dengan pemahaman yang diperoleh dari

konsep tersebut. Dapat juga diartikan dari konsepsi abstrak menjadi suatu

model simbolik untuk mempermudah orang mempelajarinya. Dengan kata lain,

menerjemahkan berarti sanggup memahami makna yang terkandung didalam

suatu konsep. Pemamahan seperti ini masuk dalam kategori tingkatan

pemahaman yang rendah.

2. Menafsirkan (interpretation)

Kemampuan ini lebih luas dari pada menerjemahkan, kemampuan ini

13
untuk mengenal dan memahami. Menafsirkan dapat dilakukan dengan cara

menghubungkan pengetahuan yang lalu dengan pengetahuan lain yang

diperoleh berikutnya. Pemamahan seperti ini masuk dalam kategori tingkatan

pemahaman yang sedang.

3. Mengekstrapolasi (extrapolation)

Ekstrapolasi menurut kemampuan intelektual yang lebih tinggi karena

seseorang harus bisa melihat arti lain dari apa yang tertulis. Membuat perkiraan

tentang konsekuensi atau memperluas presepsi dalam arti waktu, dimensi,

kasus ataupun masalahnya. Pemamahan seperti ini masuk dalam kategori

tingkatan pemahaman yang tinggi.

Ketiga tingkatan tersebut merupakan tolak ukur yang dapat dijadikan

patokan untuk menentukan tingkat pemahamn seseorang. Seseorang dikatakan

paham dalam pelaksanaan proses pengelolaan keuang desa apabila seseorang

tersebut mampu utnuk mengukur, mengklasifikasikan (membedakan) dan

mengikhtisarkan (menyajikan) unsur-unsur dalam proses pengelolaan keuangan

yang sesuai dengan ketentuan yang berlaku, dalam hal ini ketentuan dalam

Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2018 tentang pengelolaan keuangan desa.

Pemahaman sering dikaitkan dengan membaca (pemahaman bacaan),

dalam kategori ini merupakan pemahaman yang lebih luas dan berhubungan

dengan komunikasi yang mencakup materi tertulis bersifat verbal. Dalam

pengertian lain, penggunaan istilah agak terbatas dari biasanya karena pemahaman

yang tidak dibuat identik dengan pemahaman lengkap. Menurut Bloom dalam

Wowo Sunarno Kuswana (2012 : 44) menjelaskan ada beberapa indicator yang

14
bisa digunakan untuk mengetahui pemahaman seseorang, diantaranya :

1. Mengartikan, mengubah dari satu bentuk gambaran ke bentuk yang lain.

2. Memberikan contoh, menemukan contoh khusus atau ilustrasi konsep atau

prinsip.

3. Mengklasifikasi, menentukan sesuatu kedalam kategori.

4. Menyimpulkan, meringkas tema umum atau khusus.

5. Menduga, menggambarkan kesimpulan logika dari informasi yang ada.

6. Membandingkan, mendeteksi korespondensi Antara dua ide, objek, atau

semacamnya.

7. Menjelaskan, meciptakan system model penyebab atau pengaruh.

Selanjutnya menurut UU NO 6 tahun 2014 aparatur desa adalah para

birokrat desa (sekretaris desa hingga kepala-kepala urusan) disebut sebagai

Perangkat Desa yang bertugas membantu Kepala Desa dalam menjalankan urusan

pemerintahan, pembangunan dan kemasyarakatan, termasuk pelayanan

administrasi di dalamnya. Jadi pemahaman aparatur desa dalam penelitian ini

dibatasi pada pengertian, bahwa seorang aparatur desa dikatakan paham apabila

mampu untuk mengukur, mengklasifikasikan (membedakan) dan mengikhtisarkan

(menyajikan) unsur-unsur dalam pengelolaan keuangan desa yang sesuai dengan

ketentuan perundang-undangan yang berlaku.

2.1.3. Pengelolaan Keuangan Desa

Adrian Puspawijawa dan Julia Dwi Nuritha (2016 : 11) menjelaskan

15
Pengertian Keuangan Desa adalah semua hak dan kewajiban desa yang dapat

dinilai dengan uang serta segala sesuatu berupa uang dan barang yang

berhubungan dengan pelaksanaan hak dan kewajiban desa. Hak dan kewajiban

tersebut menimbulkan pendapatan, belanja, pembiayaan yang perlu diatur dalam

pengelolaan keuangan desa yang baik. Seangkan pengelolaan keuangan desa

adalah keseluruhan kegiatan yang meliputi prencanaan, pelaksanaan,

penatausahaan, pelaporan, dan pertanggung jawaban, dengan periodisasi 1 (satu)

tahun anggaran, terhitung mulai tanggal 1 Januari sampai dengan 31 Desember

Chabib Soleh dan Heru Rochmansjah (2014 : 7) menjelaskan, bahwa untuk

mencapai efektivitas dan efisiensi dalam pengelolaan kuangan desa diperlukan

sejumlah asas atau prinsip yang harus dijadikan pedoman. Asas atau prinsip-

prinsip dimaksud adalah :

1. Asas kesatuan, yaitu asas atau prinsip yang menghendaki agar semua

pendapatan dan belanja desa disajikan dalam kesatuan dokumen anggaran

desa.

2. Asas universalitas, yaitu asas atau prinsip yang mengharuskan agar setiap

transaksi keuangan desa ditampilkan secara utuh dalam dokumen anggaran

desa.

3. Asas tahunan, yaitu asas atau prinsip yang membatasi masa berlakunya

anggaran untuk satu tahun anggaran.

4. Asas spesialitas, yaitu asas atau prinsip yang mewajibkan agar setiap kredit

anggaran yang disediakan terinci secara jelas peruntukannya.

16
5. Asas akuntabilitas yang berorientasi pada hasil, yaitu asas atau prinsip yang

menentukan bahwa setiap kegiatan pengelolaan keuangan desa harus dapat

dipertanggung jawabkan kepada masyarakat desa, sesuai dengan ketentuan

perundang-undangan.

6. Asas proporsionalitas, yaitu asas atau prinsip yang mengutamakan

keseimbangan antara hak dan kewajiban dalam pengelolaan keuangan desa.

7. Asas profesionalitas, yaitu asas atau prinsip yang mengutamakan keahlian

berdasarkan kode etik dan ketentuan perundang-undangan yang berlaku.

8. Asas keterbukaan, yaitu asas atau prinsip yang membuka diri terhadap hak

masyarakat untuk memperoleh informasi yang benar, jujur dan tidak

diskriminatif tentang pengelolaan keuangan desa dengan tetap memperhatikan

perlindungan terhadap hak pribadi dan golongan.

9. Asas pemeriksaan keuangan oleh BPK yang bebas dan mandiri, yaitu asas

atau prinsip yang memberikan kebebasan bagi BPK untuk melakukan

pemeriksaan keuangan desa dengan tidak boleh dipengaruhi oleh siapapun.

10. Asas velue for money, yaitu asas atau prinsip yang menekankan bahwa dalam

pengelolaan keuangan desa harus dilakukan secara ekonomis, efisiensi dan

efektif.

11. Asas kejujuran, yaitu asas atau prinsip yang menekankan bahwa dalam

pengelolaan keuangan dana publik (termasuk APBDesa) harus dipercayakan

kepada aparat yang memiliki integritas dan kejujuran yang tinggi, sehingga

potensi munculnya praktek korupsi, kolusi dan nepotisme (KKN) dapat

diminimalkan.

17
12. Asas pengendalian, yaitu asas atau prinsip yang menghendaki dilakukannya

monitoring terhadap penerimaan maupun pengeluaran anggaran pendapatan

dan belanja desa (APBDesa) sehingga bila terjadi selisih (varians) dapat

segera dicari penyebab timbulnya selisih tersebut.

13. Asas ketertiban dan ketaatan terhadap peraturan perundang-undangan, yaitu

asas atau prinsip yang mengharuskan bahwa dalam pengelolaan keuangan

desa wajib berpedoman kepada peraturan perundang-undangan yang berlaku.

14. Asas pertanggung jawaban, yaitu asas atau prinsip yang mewajibkan kepada

penerima amanah atau penerima mandat untuk mempertanggung jawabkan

pengelolaan dan pengendalian sumberdaya dan pelaksanaan kebijakan yang

dipercayakan kepadanya dalam rangka pencapaian tujuan yang telah

ditetapkan.

15. Asas keadilan, yaitu asas atau prinsip yang menekankan perlunya

keseimbangan distribusi kewenangan dan pendanaannya dan atau

keseimbangan distribusi hak dan kewajiban berdasarkan pertimbangan

objektif.

16. Asas kepatutan, yaitu asas atau prinsip yang menekankan adanya suatu sikap

dan tindakan yang wajar dan proporsional.

17. Asas manfaat untuk masyarakat, yaitu asas atau prinsip yang mengharuskan

bahwa keuangan desa wajib digunakan atau diutamakan untuk memenuhi

kebutuhan masyarakat desa.

Setiap tahapan proses pengelolaan keuangan desa memiliki berbagai aturan

yang harus dipahami dan dilaksanakan sesuai dengan batasan waktu yang sudah

18
ditentukan. Sehingga pemerintah desa harus mempunyai struktur organisasi

pengelolaan keuangan, uraian tugas, bagan alir, serta kriteria yang menjadi acuan

dalam kegiatan pengelolaan keuangan desa. Aturan pengelolaan keuangan desa

dalam hal ini adalah acuan berdasarkan Permendagri Nomor 20 Tahun 2018

tentang Pengelolaan Keuangan Desa. Selain itu, untuk dapat melaksanakan

pengelolaan keuangan desa dengan baik, maka perlu didukung oleh SDM yang

kompeten dan berkualitas yang dalamhal ini aparat desa serta sistem dan prosedur

keuangan yang memadai.

Berdasarkan Permendagri No. 20 Tahun 2018 tentang Pengelolaan

Keuangan Desa, pengelolaan keuangan desa dilakukan dengan beberapa tahapan

sebagai berikut :

1. Perencanaan

Pemerintah desa menyusun perencanaan pembangunan desa sesuai

dengan kewenangannya dengan mengacu pada perencanaan pembangunan

kabupaten dan kota. Rencana pembangunan desa disusun untuk menjamin

keterkaitan dan konsistensi antara perencanaan, penganggaran, pelaksanaan

dan pengawasan (Wiratna Sujarweni, 2015 : 18).

Mekanisme perencanaan menurut Permendagri Nomor 20 Tahun 2018

adalah sebagai berikut :

a. Sekretaris Desa menyusun Rancangan Peraturan desa tentang APBDesa

berdasarkan RKPDesa tahun berkenaan, kemudian rancangan peraturanDesa

tentang APBDesa disampaikan kepada Kepala Desa dan BPD untuk dibahas

19
dan disepakati bersama. Paling lambat bulan Oktober tahun berjalan

rancangan Peraturan Desa tentang APBDesa disepakati.

b. Kepala Desa menyampaikan rancangan Peraturan Desa tentang APBDesa

kepada Bupati/walikota melalui Camat paling lambat 3 (tiga) hari sejak

disepakati untuk dievaluasi.

c. Bupati/Walikota menetapkan hasil evaluasi Rancangan Peraturan Desa

tentang APBDesa paling lama 20 (dua puluh) hari kerja sejak diterimanya

Rancangan Peraturan Desa tentang APBDesa, jika Bupati/Walikota dalam

waktu yang ditentukan tidak memberikan hasil evaluasi maka Peraturan

Desa tersebut berlaku dengan sendirinya. Namun jika Bupati/Walikota

menyatakan hasil evaluasi Rancangan Peraturan Desa tentang APBDesa

tidak sesuai dengan kepentingan umum dan peraturan perundang-undangan

yang lebih tinggi, Kepala Desa melakukan penyempurnaan paling lama 7

(tujuh) hari kerja terhitung sejak diterimanya hasil evaluasi.

d. Apabila evaluasi tidak ditindaklanjuti oleh Kepala Desa dan Kepala desa

tetap menetapkan Rancangan Peraturan Desa tentang APBDesa menajdi

Peraturan Desa, Bupati/walikota membatalkan Peraturan Desa dengan

keputusan Bupati/walikota. Pembatalan Peraturan Desa sekaligus

menyatakan berlakunya Pagu APBDesa tahun anggaran sebelumnya, setelah

pembatalan Kepala Desa hanya dapat melakukan pengeluaran terhadap

operasional penyelenggaraan Pemerintah Desa. Kepala Desa

memberhentikan pelaksanaan Peraturan Desa paling lama 7 (tujuh) hari

20
kerja setelah pembatalan dan selanjutnya Kepala Desa bersama BPD

mencabut Peraturan Desa yang dimaksud.

2. Pelaksanaan

a. Pelaksanaan pengelolaan keuangan Desa merupakan penerimaan dan

pengeluaran Desa yang dilaksanakan melalui rekening kas Desa pada bank

yang ditunjuk Bupati/ Wali Kota. Desa yang belum memiliki pelayanan

perbankan di wilayahnya, rekening kas Desa dibuka di wilayah terdekat

yang dibuat oleh Pemerintah Desa dengan spesimen tanda tangan kepala

Desa dan Kaur Keuangan.

b. Kaur Keuangan dapat menyimpan uang tunai pada jumlah tertentu untuk

memenuhi kebutuhan operasional pemerintah Desa. Pengaturan jumlah uang

tunai tersebut ditetapkan dalam Peraturan Bupati/Wali Kota mengenai

pengelolaan Keuangan Desa.

c. Kepala Desa menugaskan Kaur dan Kasi pelaksana kegiatan anggaran

sesuai tugasnya menyusun DPA paling lama 3 (tiga) hari kerja setelah

Peraturan Desa tentang APB Desa dan Peraturan Kepala Desa tentang

Penjabaran APB Desa ditetapkan. DPA terdiri atas:

1) Rencana Kegiatan dan Anggaran Desa;

2) Rencana Kerja Kegiatan Desa; dan

3) Rencana Anggaran Biaya.

d. Kaur dan Kasi pelaksana kegiatan anggaran menyerahkan rancangan DPA

kepada Kepala Desa melalui Sekretaris Desa paling lama 6 (enam) hari kerja

setelah penugasan.

21
e. Sekretaris Desa melakukan verifikasi rancangan DPA paling lama 15 (lima

belas) hari kerja sejak Kaur dan Kasi menyerahkan rancangan DPA dan

disetujui oleh Kepala Desa.

f. Dalam hal terjadi perubahan Peraturan Desa tentang APB Desa dan/atau

perubahan Peraturan Kepala Desa tentang Penjabaran APB Desa yang

menyebabkan terjadinya perubahan anggaran dan/atau terjadi perubahan

kegiatan, Kepala Desa menugaskan Kaur dan Kasi pelaksana kegiatan

anggaran untuk menyusun rancangan DPPA untuk selanjutnya rancangan

DPPA harus disetujui oleh Kepala Desa yang telah diverifikasi oleh

Sekretaris Desa.

g. Kaur Keuangan menyusun rancangan RAK Desa berdasarkan DPA yang

telah disetujui kepala Desa. RAK Desa memuat arus kas masuk dan arus kas

keluar yang digunakan mengatur penarikan dana dari rekening kas untuk

mendanai pengeluaran berdasarkan DPA yang telah disahkan oleh kepala

Desa.

h. Kaur dan Kasi pelaksana kegiatan anggaran menggunakan buku pembantu

kegiatan untuk mencatat semua pengeluaran anggaran kegiatan sesuai

dengan tugasnya.

i. Kaur dan Kasi pelaksana kegiatan anggaran mengajukan SPP dalam setiap

pelaksanaan kegiatan anggaran sesuai dengan periode yang tercantum dalam

DPA dengan nominal sama besar atau kurang dari yang tertera dalam DPA.

Kaur Keuangan melakukan pencairan anggaran sesuai dengan besaran yang

tertera dalam SPP setelah mendapatkan persetujuan dari kepala Desa.

22
3. Penatausahaan

a. Penatausahaan keuangan dilakukan oleh Kaur Keuangan sebagai pelaksana

fungsi kebendaharaan dengan melakukan pencatatan setiap penerimaan dan

pengeluaran dalam buku kas umum. dan ditutup setiap akhir bulan.

b. Kaur Keuangan wajib membuat buku pembantu kas umum yang terdiri atas

1) Buku pembantu bank;

2) Buku pembantu pajak; dan

3) Buku pembantu panjar.

4) Penerimaan Desa disetor ke rekening kas Desa dengan cara :

a) Disetor langsung ke bank oleh Pemerintah, Pemerintah Provinsi dan

Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota;

b) Disetor melalui bank lain, badan, lembaga keuangan dan/atau kantor

pos oleh pihak ketiga; dan

c) Disetor oleh Kaur Keuangan untuk penerimaan yang diperoleh dari

pihak ketiga.

c. Pengeluaran atas beban APB Desa dilakukan berdasarkan RAK Desa yang

telah disetujui oleh Kepala Desa dan dibuktikan dengan kuitansi

pengeluaran dan kuitansi penerimaan.

d. Buku kas umum yang ditutup setiap akhir bulan dilaporkan oleh Kaur

Keuangan kepada Sekretaris Desa paling lambat tanggal 10 (sepuluh) bulan

berikutnya.

e. Sekretaris Desa melakukan verifikasi, evaluasi dan analisis atas laporan dari

kaur keuangan dan disampaikan kepada Kepala Desa untuk disetujui.

23
4. Pelaporan

a. Kepala Desa menyampaikan laporan pelaksanaan APB Desa semester

pertama kepada Bupati/Wali Kota melalui camat yangterdiri dari :

1) Laporan pelaksanaan APB Desa; dan

2) Laporan realisasi kegiatan.

b. Kepala Desa dalam menyusun laporan dengan cara menggabungkan seluruh

laporan realisasi paling lambat minggu kedua bulan Juli tahun berjalan.

c. Bupati/Wali Kota menyampaikan laporan konsolidasi pelaksanaan APB

Desa kepada Menteri melalui Direktur Jenderal Bina Pemerintahan Desa

paling lambat minggu kedua Bulan Agustus tahun berjalan.

5. Pertanggungjawaban

a. Kepala Desa menyampaikan laporan pertanggungjawaban realisasi APB

Desa kepada Bupati/Wali Kota melalui camat setiap akhir tahun anggaran

dan paling lambat 3 (tiga) bulan setelah akhir tahun anggaran berkenaan

yang ditetapkan dengan Peraturan Desa, yang terdiri dari :

1) Laporan keuangan, terdiri atas: laporan realisasi APB Desa; dan catatan

atas laporan keuangan.

2) Laporan realisasi kegiatan; dan

3) Daftar program sektoral, program daerah dan program lainnya yang

masuk ke Desa.

b. Laporan pertanggungjawaban Kepala Desa harus diinformasikan kepada

masyarakat melalui media informasi yang memuat :

1) Laporan realisasi APB Desa;

24
2) Laporan realisasi kegiatan;

3) Kegiatan yang belum selesai dan/atau tidak terlaksana;

4) Sisa anggaran; dan

5) Alamat pengaduan.

c. Format Kode Rekening, Materi Muatan Penyusunan Peraturan Bupati/Wali

Kota tentang Penyusunan APB Desa, Peraturan Desa tentang APB Desa,

Peraturan Kepala Desa tentang Penjabaran APB Desa, Panduan Evaluasi

Rancangan Peraturan Desa tentang APB Desa, Peraturan Desa tentang

Perubahan APB Desa, Peraturan Kepala Desa tentang Penjabaran Perubahan

APB Desa, DPA, DPPA, RAK Desa, Buku Pembantu Kegiatan, Laporan

Perkembangan Pelaksanaan Kegiatan dan Anggaran, SPP, Laporan Akhir

Realisasi Pelaksanaan Kegiatan dan Anggaran, DPAL, Peraturan Desa

tentang Perubahan APB Desa, Peraturan Kepala Desa tentang Perubahan

Penjabaran APB Desa, Buku Kas Umum, Buku Pembantu Kas Umum,

Kuitansi, Laporan Pelaksanaan APB Desa Semester Pertama, dan Laporan

Pertanggungjawaban tercantum dalam Lampiran yang merupakan bagian

tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri ini.

2.1.4. Penelitian Terdahulu

Penelitian pengelolaan keuangan desa pernah dilakukan oleh Muriana dan

Rahmawaty (2017). Hasil penelitian menunjukkan, bahwa Tingkat pendidikan,

kualitas pelatihan dan pengalaman kerja berpengaruh secara bersama-sama

terhadap pemahaman laporan keuangan desa di Kecamatan Banda Raya Kota

25
Banda Aceh. Hal ini menunjukkan bawa semakin tinggi tingkat pendidikan

aparatur desa, semakin baik kualitas pelatihan dan semakin lama

masa/pengalaman kerja maka akan semakin meningkatkan pemahaman laporan

keuangan desa.

Penelitian yang dilakukan oleh Setiana dan Yuliani (2017) di Desa se-

Kecamatan Mungkin Kabupaten Magelang. Hasil penelitian menunjukkan, bahwa

Peran perangkat desa berpengaruh positif terhadap Akuntabilitas Pengelolaan

Dana Desa, dan pemahaman perangkat desa tidak berpengaruh positif terhadap

akuntabilitas pengelolaan Dana Desa. Akuntabilitas merupakan suatau bentuk

tanggungjawab perangkat desa, tanpa mempertimbangkan pemahaman tentang

UU No 6 Tahun 2014. Perlu adanya pendampingan perangakat desa untuk

pemahan tentang pengelolaan dana desa tersebut. Pemhaman perangkat desa

tersebut diharpakan akan membuat desa tersebut akan lebih bertanggungjawab

untuk pengelolaan dana desa sesuai dengan UU No 6 Tahun 2014.

Penelitian yang dilakukan oleh Nurhasanah dan Ratih (2018) Hasil

penelitian menunjukkan, bahwa kegiatan peningkatan kompetensi aparatur desa

dan pemahaman akuntansi Desa Sebong Lagoi Kecamatan Teluk Kabupaten

Sebong Bintan membutuhkan koordinasi yang lebih intensif dan waktu yang

cukup. Kegiatan yang dimaksud adalah kegiatan yang dilaksanakan melalui

sosialisasi dan penyampaian informasi yang berkaitan dengan peningkatan

kompetensi aparatur desa dan pemahaman akuntansi desa Sebong Lagoi. Selain

materi tersebut juga disampaikan materi motivasi membangun desa yang di

26
harapkan dapat memberikan motivasi agar Desa Sebong Lagoi mampu menjadi

desa mandiri.

Penelitian yang dilakukan oleh Sumiyati, Icih. Dan Umiyati, (2019) di

Kabupaten Subang. Hasil penelitian menunjukkan bahwa secara parsial tingkat

pemahaman aparat desa tentang perencanaan, pelaksanaan, penatausahaan

keuangan desa berpengaruh positif signifikan terhadap ketepatan waktu

pertanggungjawaban Dana Desa, sedangkan pemahaman aparat desa tentang

pelaporan dan pertanggungjawaban keuangan desa tidak berpengaruh terhadap

ketepatan waktu pertanggungjawaban Dana Desa. Hal ini terjadi karena waktu

pertanggungjawaban terhambat oleh penyelesaian pembangunan yang berasal dari

dana desa tersebut yang belum selesai sampai akhir tahun sehingga belum bisa

dibuatkan laporannya. Sedangkan secara simultan, pemahaman aparat desa

tentang perencanaan, pelaksanaan, penatausahaan, pelaporan dan

pertanggungjawaban keuangan desa berpengaruh secara signifikan terhadap

ketepatan waktu pertanggungjawaban Dana Desa.

Penelitian yang dilakukan oleh Romadhon (2019) pada aparatur desa di

Kecamatan Mojotengah Kabupaten Wonosobo. Hasil penelitian menunjukkan,

bahwa Tingkat pendidikan, kualitas pelatihan dan pengalaman kerja berpengaruh

secara bersama-sama terhadap pemahaman laporan keuangan desa. Sementara

fasilitas kantor mempunyai pengaruh negatif terhadap pemahaman laporan

keuangan desa. Hal ini karena terjadinya perubahan sistem dari pemerintah yang

semula manual menjadi komputerisasi sehingga perangkat desa tidak siap

27
menggunakan sistem yang baru, yang menyebabkan nilai koefisien pada variabel

ini negatif. Dengan asumsi variabel-variabel lain dianggap konstan.

2.2. Kerangka Berfikir

Berdasarkan uraian dari latar belakang, perumusan masalah dan teori-teori

yang mendasari penelitian ini, maka secara sederhana dapat digambarkan suatu

kerangka berfikir sebagai berikut :

Desa Masbagik Utara dan Masbagik Utara Baru

Kecamatan Masbagik Lombok Timur

Pengelolaan Keuangan Desa: Peraturan Undang-Undang :

• Pemahaman Perencanaan Permendagri Nomor 20 Tahun 2018


• Pemahaman Pelaksanaan Tentang Pengelolaan Keuangan
• Pemahaman Penatausahaan Desa
• Pemahaman Pelaporan
• Pemahaman
Pertanggungjawaban

Analisis pemahaman aparatur desa dan indentifikasi


kendala-kendala dalam pengelolaan keuangan Desa

Kesimpulan

28
Gambar. 2.1.

Skema Kerangka Berfikir

Kerangka berfikir pada gambar. 2.1. menjelaskan, bahwa pemahaman

pengelolaan keuangan desa oleh aparatur desa dapat dinilai melalui pemahaman

aparatur desa pada perencanaan, pemahaman pada pelaksanaan, pemahaman pada

penatausahaan, pemahaman pada pelaporan dan pemahaman aparatur desa pada

pertanggungjawaban. Kelima kriteria tersebut dianalisis menggunakan Undang-

Undang dan peraturan yang berlaku. Berdasarkan hasil analisis tersebut dapat

disimpulkan bahwa aparatur desa dinilai paham atau tidak paham dalam

pelaksanaan pengelolaan keuangan desa berdasarkan Permendagri Nomor 20

Tahun 2018 tentang Pengelolaan Keuangan Desa.

29
BAB III

METODE PENELITIAN

3.1. Jenis Penelitian

Jenis penelitian ini menggunakan metode deskriptif dengan pendekatan

kualitatif. Tujuan dari penelitian deskriptif ini adalah untuk membuat deskripsi,

gambaran atau lukisan secara sistematis, faktual dan akurat mengenai fakta-fakta,

sifat-sifat serta hubungan antarfenomena yang diselidiki (Nazir, 2014:43).

Penelitian kualitatif yakni penelitian yang alamiah dan dilakukan dengan metode

yang alamiah pula. Dipilihnya metode deskriptif pada penelitian ini didasarkan

pada alasan bahwa permasalahan yang dikaji dalam penelitian ini yakni

bagaimana pemahaman aparatur desa terhadap pengelolaan keuangan desa di

kecamatan Masbagik di tinjau dari Permendagri Nomor 20 Tahun 2018 yang

memerlukan sejumlah data lapangan yang bersifat aktual dan konseptual.

3.2. Subjek Penelitian

Informan dalam penelitian ini adalah beberapa informan yang dipercaya

dapat memberikan informasi yang dibutuhkan meliputi : Kepala Desa,

Sekretaris Desa, Kasi Keuangan dan Kasi Pelaksanaan dengan tujuan untuk

mengetahui pemahaman aparatur desa terhadap pengelolaan keuangan desa di

Kecamatan Masbagik Kabupaten Lombok Timur.

30
3.3. Lokasi Penelitian

Penelitian ini akan dilaksanakan di 2 (dua) desa di kecamatan Masbagik

Kabupaten Lombok Timur, yaitu Desa Masbagik Utara dan Desa Masbagik Utara

Baru. Pengambilan desa ini didasarkan dengan pertimbangan bahwa Desa

Masbagik Utara merupakan desa induk dan Desa Masbagik Utara Baru

merupakan Desa pemekaran yang ke-dua desa tersebut berdasarkan observasi

awal memiliki beberapa berbedaan dalam hal pengelaman aparatur desa. Desa

Masbagik Utara yang merupakan desa induk memiliki apatarur desa yang

memiliki pengalam kerja yang lebih tinggi, sedangkan Desa Masbagik Utara Baru

yang merupakan desa pemekaran memiliki aparatur desa yang merupakan orang-

orang baru dengan pengalaman kerja yang masih rendah. Selain itu, ke dua desa

juga memiliki perbedaan dalam program perencanaan pembangunan desa menurut

potensi desa yang ada, sehingga akan menentukan arah dan kebijakan prioritas

pembangunan desa tersebut.

3.4. Data dan Jenis data

Jenis data dalam penelitian ini terdiri dari :

1. Data Primer

Data primer yaitu data yang diperoleh melalui wawancara langsung

pada saat peneliti berada dilapangan dengan tujuan untuk mengetahui segala

31
hal yang berhubungan dengan subyek penelitian. Data primer dalam penelitian

ini diperoleh dari Kepala Desa, Sekretaris Desa, Kepala Urusan (Kaur Keungan

dan Kaur Pelaksana), Kepala Seksi (Kasi Pelaksana dan Kasi Keuangan).

2. Data Sekunder

Data sekunder yang digunakan berupa dokumen-dokumen desa pada

umumnya, terutama dokumen yang menyangkut tahapan perencanaan,

pelaksanaan, penatausahaan, pelaporan dan pertanggungjawaban.

3.5. Prosedur Pengumpulan Data

Beberapa prosedur pengumpulan data yang dilakukan dalam penelitian ini

antara lain :

1. Wawancara semi struktural

Jenis wawancara ini sudah termasuk dalam kategori in-depth interview,

dimana dalam pelaksanaannya lebih bebas dibandingkan dengan wawancara

terstruktur. Tujuan dari wawancara jenis ini adalah untuk menemukan

permasalahan secara lebih terbuka, dimana pihak yang diajak wawancara

dimintai pendapat, dan ide-ide dari pengetahuan yang dimilikinya. Dalam

melakukan wawancara, peneliti perlu mendengarkan secara teliti dan mencatat

apa yang dikemukakan oleh informan (Sugiyono, 2017 : 467).

32
Wawancara semi struktural ini akan dilakukan kepada aparat desa

sebagai subyek utama dalam penelitian ini dan juga kepada subyek pendukung

seperti Kepala Desa dan ketua BPD.

2. Observasi

Observasi yang dilakukan pada penelitian ini dimaksudkan untuk

mengamati apakah pengelolaan keuangan desa sudah sesuai dengan aturan

yang berlaku mulai dari perencanaan sampai dengan pertanggungjawaban yang

dilakukan oleh aparat Desa. Selain itu apakah sudah menggunakan,

menerapkan dan memahami Siskeudes versi terbaru.

3. Dokumentasi

Catatan dan dokumentasi yang dikumpulkan dalam penelitian ini yakni

hasil Musrenbangdes (RPJMDes), Rencana Kerja Pemerintah Desa (RKPDes),

Rencana Anggaran Biaya (RAB), APBDes, laporan realisasi anggaran tahun

pertama, laporan pertanggungjawaban realisasi pelaksanaan APBDes, dan

Laporan Kekayaan Milik Desa. Selain mengumpulkan dokumen-dokumen

fisik, pengumpulan data juga dilakukan dengan mengumpulkan informasi-

informasi yang ada pada website resmi setiap kantor desa terpilih.

Setelah data di peroleh melalui proses wawancara, observasi dan

dokumentasi yang di muat dalam rekaman dengan hasil audio dan video kemudian

di analisis. Untuk menganalisis hasil penelitian dengan mudah, maka digunakan

kategori penilaian hasil evaluasi sebagai berikut :

33
Tabel 3.1

Kategori Penilaian Pemahaman Aparatur Desa Dalam Pengelolaan


Keuangan Desa Di Kecamatan Masbagik Lombok Timur.

No. Kategori Indikator


1. Paham Aparat desa di kecamatan Masbagik mengerti tahapan
(P) proses pengelolaan keuangan desa dan sesuai berdasarkan
Undang-Undang No. 20 Tahun 2018
2. Tidak Aparat desa di kecamatan Masbagik tidak mengerti
Paham tahapan pengelolaan keuangan desa dan tidak sesuai
(TP) berdasarkan Undang-Undang No. 20 Tahun 2018
3. Belum Aparat desa di kecamatan Masbagik tidak mengerti dengan
Pernah item yang belum pernah terjadi dalam pengelolaan
Terjadi keuangan desa, tetapi sesuai berdasarkan Undang-Undang
(BPT) No. 20 Tahun 2018.
Sumber : Olahan Penulis (2020)

3.5. Keabsahan Data

Keabsahan data dalam penelitian ini ditentukan dengan menggunakan

kriteria kredibilitas. Untuk mendapatkan data yang relevan, maka peneliti

melakukan pengecekan keabsahan data hasil penelitian dengan cara :

1. Perpanjangan Pengamatan

Dengan perpanjangan pengamatan, peneliti kembali ke melakukan

pengamatan, wawancara lagi dengan informan yang pernah ditemui maupun

yang baru. Dengan perpanjangan pengamatan ini berarti hubungan peneliti

dengan informan akan semakin terbentuk rapport, semakin akrab (tidak ada

jarak lagi), semakin terbuka, saling mempercayai sehingga tidak ada informasi

yang disembunyikan lagi. Bila telah terbentuk rapport, maka telah terjadi

34
kewajaran dalam penelitian, dimana kehadiran peneliti tidak lagi mengganggu

perilaku yang dipelajari.

2. Triangulasi

Triangulasi dalam pengujian kredibilitas ini diartikan sebagai

pengecekan data dari berbagai sumber dengan berbagai cara, dan berbagai

waktu (Sugiyono, 2017 : 518). Dalam penelitian ini peneliti menguji data yang

didapat dari informan dengan membandingkan antara satu informan dengan

informan lainnya. Data yang diperoleh dari informan tersebut kemudian

didiskripsikan, dikategorikan, dan melihat mana pandangan yang sama dan

berbeda.

3. Menggunakan Bahan Referensi

Bahan referensi disini adalah adanya pendukung untuk membuktikan

data yang telah ditemukan oleh peneliti (Sugiyono, 2017 : 521). Pada penelitian

ini bahan referensi yang digunakan adalah Permendagri Nomor 20 Tahun 2018

untuk mengetahui apakah pemerintah desa dalam pengelolaan keuangan desa

sudah paham dengan proses tahapan pengelolaan keuangan desa. Selain itu

hasil wawancara perlu didukung dengan adanya rekaman wawancara, foto, dan

dokumen-dokumen yang autentik sehingga menjadi lebih dapat dipercaya.

3.6. Analisis Data

35
Penelitian ini mengunakan prosedur analisis data kualitatif model Miles

dan Huberman (Sugiyono, 2017: 484). Terdapat empat macam kegiatan analisis

data kualitatif, yaitu :

1. Pengumpulan Data

Kegiatan utama pada setiap penelitian adalah mengumpulkan data.

Dalam penelitian kualitatif pengumpulan data dengan wawancara dan

dokumentasi. Pada tahap awal peneliti melakukan penjelajahan secara umum

terhadap situasi sosial/objek yang diteliti, semua yang dilihat dan didengar

dicatat semua. Dengan demikian peneliti akan memproleh data yang sangat

banyak dan sangat bervariasi. Tahap ini merupakan mengumpulkan data terkait

pemahaman aparatur desa terhadap pengelolaan keuangan desa di Kecamatan

Masbagik Kabupaten Lombok Timur.

2. Reduksi Data

Mereduksi data berarti merangkum, memilih hal-hal yang pokok,

memfokuskan pada hal-hal yang penting, dicari tema dan polanya dan

membuang yang tidak perlu (Sugiyono, 2017 : 485). Dalam penelitian ini

dokumen-dokumen yang direduksi adalah dokumen-dokumen yang menunjang

terbentuknya proses pengelolaan keuangan desa untuk melihat pemahaman dan

kendadala-kendala yang dihadapi oleh aparatur desa. Dokumen-dokumen

tersebut antara lain :

a. Rencana Program Pemerintah Desa Jangka Menengah (RPJMDes)

36
b. Rencana Kerja Pemerintah Desa (RKPDes)

c. Rencana Anggaran Biaya (RAB)

d. Anggaran Pendapatan dan Belanja Desa (APBDes)

e. Laporan Realisasi Pelaksanaan APBDes

3. Penyajian Data

Setelah data direduksi, maka langkah selanjutnya adalah menyajikan

data. Dalam penelitian ini, penyajian data dapat dilakukan dalam bentuk uraian,

bagan, hubungan antar kategori, flowchart, dan sejenisnya yang akan

memperlihatkan pemahaman aparatur desa dalam pengelolaan keuangan desa.

4. Penarikan Kesimpulan atau Verifikasi

Langkah selanjutnya dalam analisis data penelitian ini adalah penarikan

kesimpulan dan verifikasi. Penarikan kesimpulan dilakukan secara terus

menerus sepanjang proses penelitian berlangsung. Sejak awal memasuki lokasi

penelitian dan selama proses pengumpulan data berlangsung, peneliti berusaha

untuk menganalisis dan mencari makna dari data yang dikumpulkan, yaitu

dengan mencari pola, tema, hubungan, persamaan dan hal-hal yang sering

timbul yang dituangkan dalam kesimpulan yang tentative namun dengan

bertambahnya data melalui verifikasi terus menerus akan memperoleh

kesimpulan-kesimpulan yang bersifat mendasar dan sesuai dengan tujuan

penelitian.

37
DAFTAR PUSTAKA

Anas Sudijono, 1996. pengantar evaluasi pendidikan, Jakarta: PT. Raja grafindo
persada, h. 50

Anonim, 2017. Buku Pintar Dana Desa. Kementrian Keuangan Republik


Indonesia. Jakarta.

Davis, James H., Schoorman, F David., dan Donaldson, Lex. 1997. Toward a
Stewardship Theory of Management. Academy of Management
Review. Vol.22, No.1, Page 20-47.

Kuswana, Sunarno, Wowo, 2012. Taksonomi Kognitif, Bandung: PT. Remaja


Rosdakarya, h. 44

Mahmudin, M.Ali. 2016. Manajemen Pemerintahan Desa, Dalam Pengelolaan


Dana Desa. Laporan Studi Pustaka Institut Pertanian Bogor.

Mardiasmo. 2009. Akuntansi Sektor Publik. Yogyakarta: CV Andi Offset.

Permendagri Nomor 113 Tahun 2014. Tentang Pedoman Pengelolaan


Keuangan Desa

Permendagri Nomor 20 Tahun 2018. Tentang Pedoman Pengelolaan Keuangan


Desa

Permendagri Nomor 37 Tahun 2007. Tentang Pedoman Umum Tata Cara


Pelaporan dan Pertanggungjawaban Penyelenggaraan Pemerintahan Desa

Peraturan Menteri Keuangan RI No. 40 /PMK.07/ 2020 Tentang Perubahan Atas


Peraturan Menteri Keuangan No. 05/PMK.07/ 2019 Tentang
Pengelaolaan Keuangan Desa.

Permendesa No. 6 Tahun 2020, tentang Perubahan Atas Peraturan Menteri Desa,
Pembangunan Daerah Tertinggal Dan Transimigrasi No. 11 Tahun
2019, Tentang Prioritas Penggunaan Dana Desa Tahun 2020.

Peraturan Bupati Lombok Timur No. 2 Tahun 2019, Tentang Pengelolaan


Keuangan Desa.

Peraturan Bupati Lombok Timur No. 5 Tahun 2019, Tentang Tata Cara
Pembagian Dan Penetapan Rincian Dana Desa Setiap Desa Di
Kabupaten Lombok Timur Tahun 2019.

38
Puspawijaya, Adian dan Nuritha, Dwi, Julia, 2016. Pengelolaan Keuangan Desa,
Bogor : Pusdiklatwas BPKP, ed. 2, h. 11.

Rahmawati, Hesti Irna. 2015. “Analisis Kesiapan Desa Dalam Implementasi


Penerapan UU Nomor 6 Tahun 2014 Tentang Desa (Studi Pada Delapan
Desa Di Kabupaten Sleman)”. Dalam The 2nd University Research
Colloquium, ISSN 2407-9189. Hal 305-313. Yogyakarta: Universitas
Cokroaminoto.

Soleh, Chabib dan Rochmansjah, Heru, 2014. Pengelolaan Keuangan Desa,


Bandung: FOKUSMEDIA, h. 7.

Sugiyono. 2013. Metode Penelitian Bisnis. Bandung: CV Alfabeta.

Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014. Tentang Desa

39

Anda mungkin juga menyukai