Disusun oleh:
DILIANUS, A.Ma
NIP. 19791121 2014 07 1 004
Assalamualaikum wr. Wb
Puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah memberikan kami kemudahan
sehingga kami dapat dapat menyelesaikan makalah ini dengan tepat waktu.
Kami mengucapkan syukur kepada Allah SWT atas nikmat sehat-Nya baik itu
berupa sehat fisik maupun pikiran, sehingga kami mampu menyelesaikan makalah
dengan judul “Kualitas Pelayanan Publik di KANTOR CAMAT JELAI HULU”
Kami menyadari bahwa makalah ini jauh dari kata sempurna karena sempurna
hanya milik Allah SWT. Sehingga masih banyak terdapat kesalahan dan kekurangan
didalamnya untuk itu, kami mengharapkan kritik dan saran untuk makalah ini agar
makalah ini akan menjadi lebih baik lagi. Apabila terdapat kesalahan kami mohon
maaf sebesar-besarnya.
Wassalammualaikum wr. Wb
KATA PENGANTAR.........................................................................................................i
DAFTAR ISI.......................................................................................................................ii
BAB I
PENDAHULUAN
BAB III
PEMBAHASAN
KESIMPULAN...................................................................................................................23
SARAN................................................................................................................................24
DAFTAR PUSTAKA..........................................................................................................25
BAB I
PENDAHULUAN
LANDASAN TEORI
Kecamatan adalah wilayah kerja Lurah sebagai Perangkat Daerah Kabupaten atau
Kota. Kecamatan dipimpin oleh seorang Lurah yang berstatus sebagai Pegawai
Negeri Sipil. Kecamatan merupakan unit pemerintahan terkecil yang memiliki hak
untuk mengatur wilayahnya lebih terbatas.
• Jumlah Penduduk
• Luas Wilayah
• Bagian Wilayah Kerja
• Sarana dan Prasarana Pemerintahan.
Kesatuan wilayah administratif dengan segenap potensi sumber daya yang dimiliki,
Seperangkat aturan, tradisi dan kebiasaan yang dijunjung bersama untuk mencapai
tujuan bersama.
Elemen utama tersebut selanjutnya sebagai fokus dan lokus pelaksanan kebijakan dan
program pembangunan masyarakat. Pengembangan kebijakan dan program
pembangunan masyarakat desa tersebut dilakukan oleh suatu
organisasi yang berkedudukan di pusat, provinsi dan kabupaten/kota serta kecamatan.
Kantor Camat Jelai Hulu merupakan salah satu perangkat daerah yang memiliki
tugas pokok melaksanakan sebagian urusan Pemerintah Kab. Ketapang. Dalam
melaksanakan tugas pokok, Kantor Camat Jelai Hulu mempunyai fungsi yaitu
melayani masyarakat, meningkatkan mutu pelayanan masyarakat, memajukan dalam
pemberdayaan masyarakat sebagai aparatur pemerintah yang mengatur wilayahnya
tertib dan aman, dan melaksanakan pembangunan yang lebih maju.
KANTOR CAMAT JELAI HULU mempunyai visi dan misi, yakni sebagai berikut :
Visi
Misi
Berbicara mengenai pelayanan publik, tidak akan ada habisnya untuk dibahas.
Banyak pandangan miring manakala kata pelayanan publik itu dibahas. Pelayanan
publik sering dikaitan dengan hal-hal yang kotor, korup, berbelit-belit, dan petugas
yang kurang ramah. Mungkin hal ini bisa saja tidak terjadi tetapi inilah realita yang
dirasakan penulis terjadi di Negara kita. Seharusnya pelayanan publik atau pelayanan
umum dapat didefinisikan sebagai segala bentuk jasa pelayanan, baik dalam
bentuk barang publik maupun jasa publik yang pada prinsipnya menjadi tanggung
jawab dan dilaksanakan oleh Instansi Pemerintah di Pusat, di Daerah, dan di
lingkungan Badan Usaha Milik Negara atau Badan Usaha Milik Daerah, dalam
rangka upaya pemenuhan kebutuhan masyarakat maupun dalam rangka pelaksanaan
ketentuan peraturan perundang-undangan. Contoh dari pelayanan publik ini banyak
sekali. Sebagai contoh pembuatan SIM, E-KTP, jasa listrik (PLN), PDAM, PT KAI,
pelayanan pajak, pengurusan paspor dan segala bentuk perizinan.
Pada makalah ini penulis menuliskan kasus pelayanan yang tidak seharusnya terjadi
di lingkungan pemerintahan di Indonesia. Mengenai proses pembuatan KTP di
Indonesia. Kartu Tanda Penduduk (KTP) adalah identitas kependudukan. Kartu ini
wajib dimiliki oleh warga negara Indonesia yang berusia di atas 17 tahun atau sudah
menikah. Batas pembuatannya adalah 14 hari semenjak menikah atau berusia 17
tahun dengan biaya gratis atau tanpa uang sepeserpun. Sebagai sampling kasus,
terdapat beberapa fakta yang menunjukan sebaliknya dimana calon pembuat KTP
dikenakan semacam charge atau bolehlah secara kasar kita sebut uang sogok. Di
kecamatan X sebut saja begitu, ketika proses pembuatan KTP yang sedianya harus
mengantri berjam-jam akibat banyaknya yang mengurus KTP dalam sesi foto cukup
membayar Rp 20.000 maka akan dipercepat alias tanpa antri dan keesokan harinya
KTP sudah siap di tangan. Itulah sekelumit fakta bahwa pembuatan KTP yang
sedianya gratis tanpa sepeser uang pun menjadi ajang mencari sampingan oknum-
oknum yang tidak bertanggung jawab. Saya pikir tidak semua instansi baik di
kecamatan, atau Kecamatan atau RT seperti itu tetapi paling tidak, dari beberapa
instansi atau bahkan mungkin banyak instansi, mengingat hal itu sudah menjadi
rahasia umum, terjadi hal yang kurang patut seperti itu.
Serupa dengan kasus pembuatan KTP adalah pembuatan SIM atau surat izin
mengemudi, bahkan dalam masyarakat sampai terdapat istilah SIM nembak atau SIM
yang dibuat dengan uang pelicin. Misalnya, di Kota XYZ peserta yang ingin
mendapat SIM tanpa tes cukup membayar Rp 170.000.
Selanjutnya adalah mengenai pelayanan pajak. Masih segar dalam ingatan ketika
bagaimana oknum pegawai pajak, Gayus Halomoan Tambunan dalam kasus pajak
yang melibatkan “pemain-pemain kelas kakap” yang tentu saja
menciderai perasaan para wajib pajak dan makin memperparah sentiment negatif
masyarakat terhadap institusi perpajakan. Reformasi perpajakan memang sudah
digulirkan semenjak tahun 2002 dan berdampak positif ditandai dalam berbagai
barometer dan penelitian bahwa pajak bukanlah institusi terkorup dan tercapainya
target penerimaan negara yang semakin meningkat, tetapi tetap Instansi perpajakan
butuh usaha ekstra keras untuk bisa memperbaiki citranya.
Dari uraian-uraian di atas kondisi pelayanan publik masih sangat buruk, masih
diwarnai praktek kolusi, korupsi, dan nepotisme (KKN) serta sarat dengan paradigma
korporatisme untuk mencari keuntungan pribadi. Buruknya pelayanan publik
diperparah pula oleh rendahnya partisipasi masyarakat dalam mengingatkan para
pejabat publik termasuk pegawai negeri sipil (PNS) agar bekerja lebih profesional.
Namun itulah gambaran realita yang terjadi di Negara Indonesia kita ini.
2.3 Penyebab Tidak Maksimalnya Pelayanan Publik
Terdapat 3 unsur penting dalam pelayanan publik, yaitu unsur pertama, adalah
organisasi pemberi (penyelenggara) pelayanan yaitu Pemerintah Daerah, unsur
kedua, adalah penerima layanan (pelanggan) yaitu orang atau masyarakat atau
organisasi yang berkepentingan, dan unsur ketiga, adalah kepuasan yang diberikan
dan/atau diterima oleh penerima layanan (pelanggan).
1. Unsur pertama menunjukkan bahwa pemerintah daerah memiliki posisi kuat
sebagai (regulator) dan sebagai pemegang monopoli layanan, dan menjadikan Pemda
bersikap statis dalam memberikan layanan, karena
layanannya memang dibutuhkan atau diperlukan oleh orang atau masyarakat atau
organisasi yang berkepentingan. Posisi ganda inilah yang menjadi salah satu faktor
penyebab buruknya pelayanan publik yang dilakukan pemerintah daerah, karena akan
sulit untuk memilah antara kepentingan menjalankan fungsi regulator dan
melaksanakan fungsi meningkatkan pelayanan.
2. Unsur kedua, adalah orang, masyarakat atau organisasi yang berkepentingan atau
memerlukan layanan (penerima layanan), pada dasarnya tidak memiliki daya tawar
atau tidak dalam posisi yang setara untuk menerima layanan, sehingga tidak memiliki
akses untuk mendapatkan pelayanan yang baik. Posisi inilah yang mendorong
terjadinya komunikasi dua arah untuk melakukan KKN dan memperburuk citra
pelayanan dengan mewabahnya Pungli, dan ironisnya dianggap saling
menguntungkan.
3. Unsur ketiga, adalah kepuasan pelanggan menerima pelayanan, unsur kepuasan
pelanggan menjadi perhatian penyelenggara pelayanan (Pemerintah), untuk
menetapkan arah kebijakan pelayanan publik yang berorienntasi untuk memuaskan
pelanggan, dan dilakukan melalui upaya memperbaiki dan meningkatkan kinerja
manajemen pemerintahan daerah.
Ada beberapa upaya yang dapat dilakukan dalam peningkatan kualitas pelayanan
publik, diantaranya adalah:
1. Revitalisasi, restrukturisasi, dan deregulasi di bidang pelayanan publik;
Dilakukan dengan mengubah posisi dan peran (revitalisasi) birokrasi dalam
memberikan layanan kepada publik. Dari yang suka mengatur dan
memerintah, merubah menjadi suka melayani, dari yang suka menggunakan
pendekatan kekuasaan, berubah menjadi suka menolong menuju kearah yang
fleksibel kolaboratis, dan dari cara-cara sloganis menuju cara-cara kerja
yang realitas. Namun sebelum melakukan revitalisasi dan restrukturisasi
kelembagaan, maka langkah pertama yang harus di tempuh adalah deregulasi, dengan
mengkaji dan menyempurnakan peraturan perundang- perundangan yang melandas
penyelenggaraan pelayanan di berbagai Instansi Pemerintah Daerah untuk lebih
disesuaikan dengan reformasi dengan memangkas berbagai peraturan yang
menghambat agar menjadi lebih sederhana/efesien dan memperpendek jalur birokrasi
yang panjang untuk kemudian dan kelancaran pelaksanaan pelayanan. Dalam upaya
ini antara lain juga termasuk melalui penetapan bebagai standar pelayanan,
penyederhanaan kelembagaan dan rentang kendalinya.
PEMBAHASAN
Sementara itu Vincent (1997: 67) mengidentifikasi 10 dimensi untuk melihat kualitas
pelayanan, yaitu: ketepatan waktu pelayanan, akurasi layanan, kesopanan dan
keramahan dalam memberikan pelayanan, tanggung jawab, kelengkapan, kemudahan
mendapat layanan, variasi model layanan, layanan pribadi, kenyamanan dalam
memperoleh layanan, dan atribut pendukung lainnya seperti lingkungan, kebersihan,
ruang tunggu, AC, dan lain-lain.
Dari uraian di atas dapat disarikan bahwa kinerja pelayanan adalah hasil kerja yang
dicapai oleh pegawai dalam melaksanakan tugas sesuai dengan tanggung jawabnya
yang diukur berdasarkan indikator bukti fisik (tangible), keandalan (reliability), daya
tanggap (responsiveness), jaminan (assurance), dan empati (emphaty).
BAB IV
PENUTUP
KESIMPULAN
Kecamatan adalah wilayah kerja Lurah sebagai Perangkat Daerah Kabupaten atau
Kota. Kecamatan dipimpin oleh seorang Lurah yang berstatus sebagai Pegawai
Negeri Sipil.
Saran
Barata, Atep. 2004. Dasar- Dasar Pelayanan Prima. Jakarta : Elex Media. Dani,
Sudarwan. 2008. Kinerja Staf dan Organisasi. Bandung : Pustaka Beta. Hardiyansyah.
http://www.landasanteori.com/2015/10/pengertian-kualitas-pelayanan- publik.html
(Diakses pada hari, Jumat, 24 Februari 2017)
https://tesisdisertasi.blogspot.com/2010/07/dimensi-kualitas-pelayanan.html? m=1
https://kertyawitaradya.wordpress.com/2010/03/03/dimensi-kualitas-
pelayanan-publik/