Anda di halaman 1dari 25

MAKALAH

KUALITAS PELAYANAN PUBLIK DI KANTOR KANTOR


CAMAT JELAI HULU

Disusun oleh:

DILIANUS, A.Ma
NIP. 19791121 2014 07 1 004

PEMERINTAH KABUPATEN KETAPANG


KECAMATAN JELAI HULU
TAHUN 2022
KATA PENGANTAR

Assalamualaikum wr. Wb

Puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah memberikan kami kemudahan
sehingga kami dapat dapat menyelesaikan makalah ini dengan tepat waktu.

Kami mengucapkan syukur kepada Allah SWT atas nikmat sehat-Nya baik itu
berupa sehat fisik maupun pikiran, sehingga kami mampu menyelesaikan makalah
dengan judul “Kualitas Pelayanan Publik di KANTOR CAMAT JELAI HULU”

Kami menyadari bahwa makalah ini jauh dari kata sempurna karena sempurna
hanya milik Allah SWT. Sehingga masih banyak terdapat kesalahan dan kekurangan
didalamnya untuk itu, kami mengharapkan kritik dan saran untuk makalah ini agar
makalah ini akan menjadi lebih baik lagi. Apabila terdapat kesalahan kami mohon
maaf sebesar-besarnya.

Demikian, semoga makalah ini dapat bermanfaat. Terima kasih.

Wassalammualaikum wr. Wb

Riam, April 2022


DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR.........................................................................................................i

DAFTAR ISI.......................................................................................................................ii

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 LATAR BELAKANG...................................................................................................1

1.2 RUMUSAN MASALAH..............................................................................................2

1.3 TUJUAN PENULISAN................................................................................................2

1.4 MANFAAT PENULISAN............................................................................................3

BAB II LANDASAN TEORI

2.1 DEFINISI KECAMATAN............................................................................................8

2.2 GAMBARAN UMUM PELAYANAN PUBLIK DI INDONESIA.............................11

2.3 PENYEBAB TIDAK MAKSIMALNYA PELAYANAN PUBLIK............................14

2.4 KIAT MENGATASI PELAYANAN YANG TIDAK MAKSIMAL...........................16

BAB III

PEMBAHASAN

3.1 DIMENSI KUALITAS PELAYANAN PUBLIK........................................................19

3.2 FAKTOR-FAKTOR YANG MENENTUKAN KUALITAS PELAYANAN.............19


BAB IV PENUTUP......23

KESIMPULAN...................................................................................................................23

SARAN................................................................................................................................24

DAFTAR PUSTAKA..........................................................................................................25
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Kecamatan adalah wilayah kerja lurah sebagai perangkat daerah kabupaten


atau daerah kota dibawah kabupaten. Pembentukan Kecamatan ditujukan untuk
meningkatkan kemampuan penyelenggaraan pemerintahan Kecamatan secara
berdayaguna, berhasil guna, dan pelayanan terhadap masyarakat sesuai dengan
tingkat perkembangan dan kemajuan pembangunan.

Pelaksanaan pelayanan publik pada tingkat pemerintah Kecamatan merupakan ujung


tombak dalam pelayanan prima pada masyarakat. Pemberian pelayanan kepada
masyarakat menjadi salah satu aspek paling penting didalam pelaksanaan fungsi
pemerintahan dimana pemerintah berusaha memberikan pelayanan yang terbaik
sebagai implikasi dari fungsi aparatur Negara.

Kualitas pelayanan publik merupakan suatu kondisi dimana pelayanan


mempertemukan atau memenuhi atau bahkan melebihi dari apa yang menjadi
harapan konsumen dengan sistem kinerja aktual dari penyedia jasa. Keberhasilan
proses pelayanan publik sangat tergantung pada dua pihak yaitu birokrasi (pelayan)
dan masyarakat (yang dilayani). Dengan demikian untuk melihat kualitas pelayanan
publik perlu diperhatikan dan dikaji dua aspek pokok yakni aspek proses internal
organisasi birokrasi (pelayan) dan aspek eksternal organisasi yakni kemanfaatan yang
dirasakan oleh masyarakat pelanggan.
Kualitas memberikan suatu dorongan kepada pelanggan untuk menjalin ikatan yang
kuat dengan suatu instansi. Dalam jangka panjang ikatan seperti ini memungkinkan
suatu instansi memahami dengan seksama harapan pelanggan serta kebutuhan
mereka. Dengan demikian, instansi tersebut dapat meningkatkan kepuasan
pelanggan dengan cara, perusahaan memaksimumkan pengalaman pelanggan yang
menyenangkan dan meminimumkan atau meniadakan pengalaman pelanggan yang
kurang menyenangkan. Pada gilirannya kepuasan pelanggan dapat menciptakan
kesetiaan atau loyalitas kepada perusahaan yang memberikan kualitas yang
memuaskan

1.2 Rumusan Masalah

1. Bagaimana kualitas pelayanan publik di kantor KANTOR CAMAT


JELAI HULU?
2. Bagaimana analisis kualitas pelayanan di kantor KANTOR CAMAT JELAI
HULU?

1.3 Tujuan penulisan

1. Untuk mengetahui kualitas pelayanan public yang ada di kantor KANTOR


CAMAT JELAI HULU
2. Untuk mengetahui analisis dimensi kualitas pelayanan di kantor KANTOR
CAMAT JELAI HULU.
1.4 Manfaat penulisan

1. Memahami tentang kualitas pelayanan publik di kantor KANTOR CAMAT


JELAI HULU
2. Mengetahui pelayanan publik dikantor KANTOR CAMAT JELAI HULU
3. Memberikan informasi kualitas pelayanan publik yg ada di kantor KANTOR
CAMAT JELAI HULU
BAB II

LANDASAN TEORI

2.1 Definisi Kecamatan

Kecamatan adalah wilayah kerja Lurah sebagai Perangkat Daerah Kabupaten atau
Kota. Kecamatan dipimpin oleh seorang Lurah yang berstatus sebagai Pegawai
Negeri Sipil. Kecamatan merupakan unit pemerintahan terkecil yang memiliki hak
untuk mengatur wilayahnya lebih terbatas.

Dalam kamus bahasa Indonesia yang dikemukakan oleh Poerwadaraminta (1998:615)


mendefinisikan bahwa Kecamatan adalah daerah (kantor,rumah) Lurah. Sementara
itu dalam pasal 3 Peraturan Pemerintah Republik Indonesia No. 73 Tahun 2005
mengemukakan bahwa :

Kecamatan merupakan perangkat daerah Kabupaten/Kota yang berkedudukan di


wilayah Kecamatan.

Kecamatan dipimpin oleh Lurah yang berada dibawah dan bert

anggungjawab kepada Bupati/Walikota melalui Camat.

Camat diangkat oleh Walikota/Bupati dari Pegawai Negeri Sipil.

Syarat-syarat Camat meliputi :

• Pangkat/golongan minimal Penata (III/c).


• Masa kerja minimal 10 tahun.
• Kemampuan tekhnis dibidang administrasi pemerintahan dan
memahami keadaan sosial budaya masyarakat setempat.

Sesuai dengan undang-undang Nomor 73 Tahun 2005, Kecamatan adalah wilayah


kerja Lurah sebagai perangkat daerah kabupaten/kota dalam wilayah
kecamatan. Kecamatan dibentuk di wilayah kecamatan. Pembentukan
Kecamatan harus sekurang-kurangnya memenuhi syarat :

• Jumlah Penduduk
• Luas Wilayah
• Bagian Wilayah Kerja
• Sarana dan Prasarana Pemerintahan.

Di Kecamatan dapat dibentuk lembaga kemasyarakatan. Pembentukan lembaga


kemasyarakatan, dilakukan atas prakarsa masyarakat melalui musyawarah dan
mufakat. Lembaga kemasyarakatan mempunyai tugas membantu Lurah dalam
pelaksanaan urusan pemerintahan, pembangunan, sosial kemasyarakatan dan
pemberdayaan masyarakat. Dari pemahaman terhadap ruang lingkup Kecamatan,
maka elemen utama dari suatu Kecamatan terdiri dari :

Kesatuan wilayah administratif dengan segenap potensi sumber daya yang dimiliki,

Penduduk sebagai warga masyarakat, dan kelompok-kelompok masyarakat,

Pemerintahan desa dan Kecamatan,

Aktivitas sosial ekonomi masyarakat dalam memenuhi kebutuhan mereka sendiri,

Seperangkat aturan, tradisi dan kebiasaan yang dijunjung bersama untuk mencapai
tujuan bersama.

Elemen utama tersebut selanjutnya sebagai fokus dan lokus pelaksanan kebijakan dan
program pembangunan masyarakat. Pengembangan kebijakan dan program
pembangunan masyarakat desa tersebut dilakukan oleh suatu
organisasi yang berkedudukan di pusat, provinsi dan kabupaten/kota serta kecamatan.

Kantor Camat Jelai Hulu merupakan salah satu perangkat daerah yang memiliki
tugas pokok melaksanakan sebagian urusan Pemerintah Kab. Ketapang. Dalam
melaksanakan tugas pokok, Kantor Camat Jelai Hulu mempunyai fungsi yaitu
melayani masyarakat, meningkatkan mutu pelayanan masyarakat, memajukan dalam
pemberdayaan masyarakat sebagai aparatur pemerintah yang mengatur wilayahnya
tertib dan aman, dan melaksanakan pembangunan yang lebih maju.

KANTOR CAMAT JELAI HULU mempunyai visi dan misi, yakni sebagai berikut :

Visi

Menjadikan KANTOR CAMAT JELAI HULU sebagai Kecamatan yang tertib


administrasi, maju dan mampu memberikan pelayanan prima di bidang
pemerintahan, pembangunan, kemasyarakatan, dan kebersihan sesuai dengan amanah
pemerintah kabupaten ketapang.

Misi

• Meningkatkan kualitas pelayanan prima kepada masyarakat.


• Menciptakan kinerja pegawai yang jujur, bertanggungjawab, dan
profesionalisme.
• Membudayakan pola hidup bersih dan sehat.
• Menciptakan situasi yang aman, tertib, dan nyaman.
• Meningkatkan kerjasama masyarakat Kecamatan Tamalanrea dalam
pembangunan guna terciptanya kemajuan pembangunan.

• Pengantar dari ketua RT/RW tempat domisili


• Bukti pelunasan PBB
• Kartu Tanda Penduduk
• Kartu Keluarga dan
• Berkas lain yang diperlukan sesuai jenis layanan surat yang
dibutuhkan.

2.2 Gambaran Umum Pelayanan Publik Di Indonesia.

Berbicara mengenai pelayanan publik, tidak akan ada habisnya untuk dibahas.
Banyak pandangan miring manakala kata pelayanan publik itu dibahas. Pelayanan
publik sering dikaitan dengan hal-hal yang kotor, korup, berbelit-belit, dan petugas
yang kurang ramah. Mungkin hal ini bisa saja tidak terjadi tetapi inilah realita yang
dirasakan penulis terjadi di Negara kita. Seharusnya pelayanan publik atau pelayanan
umum dapat didefinisikan sebagai segala bentuk jasa pelayanan, baik dalam
bentuk barang publik maupun jasa publik yang pada prinsipnya menjadi tanggung
jawab dan dilaksanakan oleh Instansi Pemerintah di Pusat, di Daerah, dan di
lingkungan Badan Usaha Milik Negara atau Badan Usaha Milik Daerah, dalam
rangka upaya pemenuhan kebutuhan masyarakat maupun dalam rangka pelaksanaan
ketentuan peraturan perundang-undangan. Contoh dari pelayanan publik ini banyak
sekali. Sebagai contoh pembuatan SIM, E-KTP, jasa listrik (PLN), PDAM, PT KAI,
pelayanan pajak, pengurusan paspor dan segala bentuk perizinan.
Pada makalah ini penulis menuliskan kasus pelayanan yang tidak seharusnya terjadi
di lingkungan pemerintahan di Indonesia. Mengenai proses pembuatan KTP di
Indonesia. Kartu Tanda Penduduk (KTP) adalah identitas kependudukan. Kartu ini
wajib dimiliki oleh warga negara Indonesia yang berusia di atas 17 tahun atau sudah
menikah. Batas pembuatannya adalah 14 hari semenjak menikah atau berusia 17
tahun dengan biaya gratis atau tanpa uang sepeserpun. Sebagai sampling kasus,
terdapat beberapa fakta yang menunjukan sebaliknya dimana calon pembuat KTP
dikenakan semacam charge atau bolehlah secara kasar kita sebut uang sogok. Di
kecamatan X sebut saja begitu, ketika proses pembuatan KTP yang sedianya harus
mengantri berjam-jam akibat banyaknya yang mengurus KTP dalam sesi foto cukup
membayar Rp 20.000 maka akan dipercepat alias tanpa antri dan keesokan harinya
KTP sudah siap di tangan. Itulah sekelumit fakta bahwa pembuatan KTP yang
sedianya gratis tanpa sepeser uang pun menjadi ajang mencari sampingan oknum-
oknum yang tidak bertanggung jawab. Saya pikir tidak semua instansi baik di
kecamatan, atau Kecamatan atau RT seperti itu tetapi paling tidak, dari beberapa
instansi atau bahkan mungkin banyak instansi, mengingat hal itu sudah menjadi
rahasia umum, terjadi hal yang kurang patut seperti itu.

Serupa dengan kasus pembuatan KTP adalah pembuatan SIM atau surat izin
mengemudi, bahkan dalam masyarakat sampai terdapat istilah SIM nembak atau SIM
yang dibuat dengan uang pelicin. Misalnya, di Kota XYZ peserta yang ingin
mendapat SIM tanpa tes cukup membayar Rp 170.000.

Selanjutnya adalah mengenai pelayanan pajak. Masih segar dalam ingatan ketika
bagaimana oknum pegawai pajak, Gayus Halomoan Tambunan dalam kasus pajak
yang melibatkan “pemain-pemain kelas kakap” yang tentu saja
menciderai perasaan para wajib pajak dan makin memperparah sentiment negatif
masyarakat terhadap institusi perpajakan. Reformasi perpajakan memang sudah
digulirkan semenjak tahun 2002 dan berdampak positif ditandai dalam berbagai
barometer dan penelitian bahwa pajak bukanlah institusi terkorup dan tercapainya
target penerimaan negara yang semakin meningkat, tetapi tetap Instansi perpajakan
butuh usaha ekstra keras untuk bisa memperbaiki citranya.

Dari uraian-uraian di atas kondisi pelayanan publik masih sangat buruk, masih
diwarnai praktek kolusi, korupsi, dan nepotisme (KKN) serta sarat dengan paradigma
korporatisme untuk mencari keuntungan pribadi. Buruknya pelayanan publik
diperparah pula oleh rendahnya partisipasi masyarakat dalam mengingatkan para
pejabat publik termasuk pegawai negeri sipil (PNS) agar bekerja lebih profesional.
Namun itulah gambaran realita yang terjadi di Negara Indonesia kita ini.
2.3 Penyebab Tidak Maksimalnya Pelayanan Publik

Faktor-faktor penyebab buruknya pelayanan publik selama ini antara lain:


1. Kebijakan dan keputusan yang cenderung menguntungkan para elit politik dan
sama sekali tidak pro rakyat.
Teori kebijakan menyatakan bahwa “Kebijakan di buat untuk menguntungkan orang
yang membuat kebijakan tersebut”. Terlepas dari keuntungan positif atau negatif
terhadap orang tersebut. Namun realita yang terjadi pada sistem pemerintahan kita
yaitu masih banyaknya kebijakan yang dikeluarkan pemerintah dengan latar belakang
ingin meperoleh keuntungan. Banyak contoh yang dapat kita temukan, salah satunya.
Msalnya, di beberapa kota- kota besar dilakukan penggusuran besar-besaran sektor
informal dan pedagang kaki lima dengan alasan keberadaan sektor informal dan
pedagang kaki lima tersebut mengganggu ketertiban, kenyamanan serta kepentingan
umum (publik). Namun, sebagian besar publik adalah penduduk miskin yang butuh
lapangan pekerjaan. Bila diteliti maka kebutuhan kota yang bersih tanpa pedagang
kaki lima sebenarnya, cuman kebutuhan sebagian kecil masyarakat menengah ke
atas. Dalam hal ini Kecamatan Jelai Hulu. Kabupaten Ketapang, sektor informal dan
pedagang kaki lima bukannya di gusur tetapi di tata. Di Kawasan Pantai Losari , tiap
hari sabtu dan minggu pagi sampai siang diperbolehkan bagi pedagang kaki lima
untuk berjualan.
2. Kelembagaan yang dibangun selalu menekankan sekedar teknis-mekanis saja dan
bukan pedekatan pe-martabat-an kemanusiaan.
3. Kecenderungan masyarakat yang mempertahankan sikap menerima (pasrah) apa
adanya yang telah diberikan oleh pemerintah sehingga berdampak pada sikap kritis
masyarakat yang tumpul.
Pada umumnya masyarakat yang hidup di desa, baik itu desa dekat kota maupun
desa pedalaman, memiliki sikap acuh dan tidak mau tau (apatis)
terhadap apa yang telah diberikan oleh pemerintah. Padahal pemerintah telah
berusaha untuk memberikan pelayanan yang baik kepada mereka. Hal ini dipicu
karena masyarakat berfikir pelayanan yang memakan waktu banyak dan urusan yang
berbelit-belit dapat mengganggu waktu mereka untuk mencari nafkah di sawah dan
dikebun.
4. Adanya sikap-sikap pemerintah yang berkecenderungan mengedepankan
informality birokrasi dan mengalahkan proses formalnya dengan asas mendapatkan
keuntungan pribadi.
Hal ini sangat sering kita temukan dalam kehidupan bermasyarakat kita. Salah satu
contoh, pada saat kita ingin mengurus surat kehilangan di kantor polisi, untuk
mempercepat proses pembuatnya penyelenggara pelayanan tersebut memita upah
sebagai uang pelicin/pungli (pungutan liar) untuk mempermudah proses
pembuatannya. Prilaku tersebut mencerminkan prilaku yang tidak benar pada
seorang penyelenggara pelayanan publik, pasalnya kegiatan pungli tersebut sangat
diharamkan dalam aturan pelayanan. Hal ini bisa saja dipicu karena kurangnnya gaji
atau upah yang didapatkan oleh penyelenggara pemerintah, namun di sisi lain
kenaikan gaji para pelayan masyarakat juga dinaikkan untuk mengimbangi
kinerjanya tersebut. Tetapi itulah realitanya di Indonesia.

Terdapat 3 unsur penting dalam pelayanan publik, yaitu unsur pertama, adalah
organisasi pemberi (penyelenggara) pelayanan yaitu Pemerintah Daerah, unsur
kedua, adalah penerima layanan (pelanggan) yaitu orang atau masyarakat atau
organisasi yang berkepentingan, dan unsur ketiga, adalah kepuasan yang diberikan
dan/atau diterima oleh penerima layanan (pelanggan).
1. Unsur pertama menunjukkan bahwa pemerintah daerah memiliki posisi kuat
sebagai (regulator) dan sebagai pemegang monopoli layanan, dan menjadikan Pemda
bersikap statis dalam memberikan layanan, karena
layanannya memang dibutuhkan atau diperlukan oleh orang atau masyarakat atau
organisasi yang berkepentingan. Posisi ganda inilah yang menjadi salah satu faktor
penyebab buruknya pelayanan publik yang dilakukan pemerintah daerah, karena akan
sulit untuk memilah antara kepentingan menjalankan fungsi regulator dan
melaksanakan fungsi meningkatkan pelayanan.
2. Unsur kedua, adalah orang, masyarakat atau organisasi yang berkepentingan atau
memerlukan layanan (penerima layanan), pada dasarnya tidak memiliki daya tawar
atau tidak dalam posisi yang setara untuk menerima layanan, sehingga tidak memiliki
akses untuk mendapatkan pelayanan yang baik. Posisi inilah yang mendorong
terjadinya komunikasi dua arah untuk melakukan KKN dan memperburuk citra
pelayanan dengan mewabahnya Pungli, dan ironisnya dianggap saling
menguntungkan.
3. Unsur ketiga, adalah kepuasan pelanggan menerima pelayanan, unsur kepuasan
pelanggan menjadi perhatian penyelenggara pelayanan (Pemerintah), untuk
menetapkan arah kebijakan pelayanan publik yang berorienntasi untuk memuaskan
pelanggan, dan dilakukan melalui upaya memperbaiki dan meningkatkan kinerja
manajemen pemerintahan daerah.

2.4 Kiat Mengatasi Pelayanan yang tidak Maksimal

Ada beberapa upaya yang dapat dilakukan dalam peningkatan kualitas pelayanan
publik, diantaranya adalah:
1. Revitalisasi, restrukturisasi, dan deregulasi di bidang pelayanan publik;
Dilakukan dengan mengubah posisi dan peran (revitalisasi) birokrasi dalam
memberikan layanan kepada publik. Dari yang suka mengatur dan
memerintah, merubah menjadi suka melayani, dari yang suka menggunakan
pendekatan kekuasaan, berubah menjadi suka menolong menuju kearah yang
fleksibel kolaboratis, dan dari cara-cara sloganis menuju cara-cara kerja
yang realitas. Namun sebelum melakukan revitalisasi dan restrukturisasi
kelembagaan, maka langkah pertama yang harus di tempuh adalah deregulasi, dengan
mengkaji dan menyempurnakan peraturan perundang- perundangan yang melandas
penyelenggaraan pelayanan di berbagai Instansi Pemerintah Daerah untuk lebih
disesuaikan dengan reformasi dengan memangkas berbagai peraturan yang
menghambat agar menjadi lebih sederhana/efesien dan memperpendek jalur birokrasi
yang panjang untuk kemudian dan kelancaran pelaksanaan pelayanan. Dalam upaya
ini antara lain juga termasuk melalui penetapan bebagai standar pelayanan,
penyederhanaan kelembagaan dan rentang kendalinya.

2. Peningkatan profesionalisme pejabat pelayan publik;


Langkah-langkah yang harus dilakukan dalam upaya meningkatkan profesionalisme
petugas pemberi pelayanan, antara lain:
a) Melakukan kajian/analisis kebutuhan diklat teknis fungsional oleh pemerintah
pusat dan pemerintah darah yang aplikatif dan praktis;
b) Menetapkan kewenangan penyelenggaraan diklat teknis fungsional diantara
pemerintah pusat, pemerintah provinsi dan pemerintah kabupaten/kota;
c) Mengupayakan pengembangan jabatan fungsional bidang pelayanan publik; dan
d) Melakukan studi banding tentang sistem penyelenggaraan pelayanan publik.

3. Korporatisasi unit pelayanan publik;


Kebijakan otonomi manajemen (korporatisasi), yaitu pemberian kewenangan secara
eksplisit dan jelas kepada unit/satuan kerja tertentu dari Instansi Pemerintah untuk
menyelenggarakan manajemen operasional pelayanan secara mandiri dan otonom.
Kebijakan tersebut pada dasarnya dimaksudkan
untuk membangun dan meningkatkan kinerja satuan-satuan organisasi pemerintah,
agar mampu memberikan pelayanan prima dan memilih keunggulan kompetitif
(competitive advantages), terutama terhadap unit kerja yang menyelenggarakan
fungsi pelayanan masyarakat. Langkah korporatisasi ini tentu harus diikuti dengan
berbagai perubahan dan penyesuaian sistem dan manajemen unit-unit pelayanan
tersebut termasuk perubahan tata nilai dan budaya kerja dari para penyelenggara.

4. Pengembangan dan pemanfaatan E-Government bagi instansi pelayanan


publik.
Sejalan dengan program pembangunan tekhnologi informasi di Indonesia, di sektor
pemerintahan, sebagai aplikasi pemberdayaan aparatur negara, pemerintah
meningkatkan dan mengembangkan penyelenggaraan E- Government atau E-
Government On Line. Pada seluruh organisasi pemerintah, baik pusat maupun daerah
terutama kepada instansi yang memberikan pelayanan kepada masyarakat, sehingga
penyediaan data dan informasi dapat diakses dan dimanfaatkan secara cepat, akurat
dan aman oleh masyarakat dan para pengguna lainnya.

5. Peningkatan partisipasi masyarakat dalam pelayanan publik.


Dalam rangka mewujudkan tranparansi dan akuntabilitas dalam pelaksanaan
pelayanan publik oleh aparatur, dikembangkan suatu konsep dengan
membangun keterlibatan/partisipasi masyarakat dalam menyelenggarakan fungsi-
fungsi pelayanan publik untuk membangun kreativitas dan partisipasi masyarakat
dalam pembangunan di samping masyarakat dapat berpartisipasi penuh dan
melakukan pengawasan sosial.
BAB III

PEMBAHASAN

3.1 Dimensi Kualitas Pelayanan Publik

Kualitas pelayanan adalah tingkat kesesuaian antara harapan atau keinginan


dan persepsi dari pelayanan yang diterima pelanggan. Kualitas pelayanan publik
adalah sesuatu yang berhubungan dengan terpenuhinya harapan atau kebutuhan
pelanggan, dimana pelayanan dikatakan berkualitas apabila dapat menyediakan
produk atau jasa sesuai dengan kebutuhan para pelanggan.

Berkaitan dengan kualitas, diyakini bahwa harapan pelanggan mempunyai


peranan yang besar dalam menentukan kualitas barang dan jasa, karena pada
dasarnya hubungan yang erat antara penentuan kualitas dan kepuasaan pelanggan.
Karena pelanggan adalah orang yang menerima hasil pekerjaan seseorang atau suatu
organisasi, maka hanya pelangganlah yang dapat menentukan kualitasnya seperti
apa dan hanya mereka pula yang dapat menyampaikan apa dan bagaimana kebutuhan
mereka.

3.2 FAKTOR-FAKTOR YANG MENENTUKAN KUALITAS PELAYANAN

Parasuraman, Zeithaml, dan Berry (dalam Tjiptono, 1998:69) yang melalukan


penelitian khusus terhadap beberapa jenis pelayanan, mengidentifikasi sepuluh faktor
utama yang menentukan kualitas pelayanan, yakni :

1. Realibility, yang mencakup konsistensi kerja (performance) dan


kemampuan untuk dipercaya (dependability). Hal ini berarti
perusahaan memberikan pelayanannya secara tepat sejak awal (right the first
time) dan telah memenuhi janji (iklan)nya.
2. Responsiveness, yaitu kemauan atau kesiapan para pegawai untuk
memberikan pelayanan yang dibutuhkan pelanggan.
3. Competence, artinya setiap pegawai perusahaan memiliki pengetahuan dan
ketrampilan yang dibutuhkan untuk dapat memberikan pelayanan tertentu.
4. Access, yaitu kemudahan untuk dihubungi atau ditemui, yang berarti lokasi
fasilitas pelayanan mudah dijangkau, waktu menunggu tidak terlalu lama,
saluran komunikasi mudah dihubungi.
5. Courtesy, yaitu sikap sopan santun, respek, perhatian, dan keramahan dari
para kontak personal perusahaan
6. Communication, yaitu memberikan informasi yang dapat dipahami pelanggan
serta selalu mendengarkan saran dan keluhan pelanggan.
7. Credibility, yaitu jujur dan dapat dipercaya. Disini menyangkut nama dan
reputasi perusahaa, karakteristik pribadi, kontak personal, dan interaksi
dengan pelanggan.
8. Security, yaitu aman (secara fisik, finansial dan kerahasiaan) dari bahaya,
resiko atau keragu-raguan.
9. Understanding/knowing the customer, yaitu upaya untuk memahami
kebutuhan pelanggan.
10. Tangible, yaitu segala bukti fisik seperti pegawai, fasilitas, peralatan, tampilan
fisik dari pelayanan misalnya kartu kredit plastik.

Namun dalam perkembangan selanjutnya Parasuraman et al., (dalam Zeithaml dan


Bitner (1996: 118) sampai pada kesimpulan bahwa kesepuluh dimensi kualitas
pelayanan di atas dirangkumkan menjadi lima dimensi pokok yang terdiri dari
reliability, responsiveness, assurance (yang mencakup competence, courtesy,
credibility, dan security), empathy (yang mencakup
access, communication dan understanding the customer), serta tangible. Penjelasan
kelima dimensi untuk menilai kualitas pelayanan tersebut adalah :

1. Tangibles (bukti fisik); meliputi fasilitas fisik, perlengkapan, pegawai dan


sarana komunikasi serta kendaraan operasional. Dengan demikian bukti
langsung/wujud merupakan satu indikator yang paling konkrit. Wujudnya
berupa segala fasilitas yang secara nyata dapat terlihat.
2. Reliability (kepercayaan); merupakan kemampuan memberikan pelayanan
yang dijanjikan dengan segera dan memuaskan. Menurut Lovelock, reliability
to perform the promised service dependably, this means doing it right, over a
period of time. Artinya, keandalan adalah kemampuan perusahaan untuk
menampilkan pelayanan yang dijanjikan secara tepat dan konsisten.
Keandalan dapat diartikan mengerjakan dengan benar sampai kurun waktu
tertentu. Pemenuhan janji pelayanan yang tepat dan memuaskan meliputi
ketepatan waktu dan kecakapan dalam menanggapi keluhan pelanggan serta
pemberian pelayanan secara wajar dan akurat.
3. Responsiveness (daya tanggap); yaitu sikap tanggap pegawai dalam
memberikan pelayanan yang dibutuhkan dan dapat menyelesaikan dengan
cepat. Kecepatan pelayanan yang diberikan merupakan sikap tanggap dari
petugas dalam pemberian pelayanan yang dibutuhkan. Sikap tanggap ini
merupakan suatu akibat akal dan pikiran yang ditunjukkan pada pelanggan.
4. Assurence (jaminan); mencakup pengetahuan, kemampuan, kesopanan dan
sifat dapat dipercaya yang dimiliki pegawai, bebas dari bahaya, risiko dan
keragu-raguan. Jaminan adalah upaya perlindungan yang disajikan untuk
masyarakat bagi warganya
terhadap resiko yang apabila resiko itu terjadi akan dapat mengakibatkan
gangguan dalam struktur kehidupan yang normal.
5. Emphaty (empati); meliputi kemudahan dalam melakukan hubungan,
komunikasi yang baik dan memahami kebutuhan pelanggan. Empati
merupakan individualized attention to customer. Empati adalah perhatian
yang dilaksanakan secara pribadi atau individu terhadap pelanggan dengan
menempatkan dirinya pada situasi pelanggan.

Sementara itu Vincent (1997: 67) mengidentifikasi 10 dimensi untuk melihat kualitas
pelayanan, yaitu: ketepatan waktu pelayanan, akurasi layanan, kesopanan dan
keramahan dalam memberikan pelayanan, tanggung jawab, kelengkapan, kemudahan
mendapat layanan, variasi model layanan, layanan pribadi, kenyamanan dalam
memperoleh layanan, dan atribut pendukung lainnya seperti lingkungan, kebersihan,
ruang tunggu, AC, dan lain-lain.

Dari uraian di atas dapat disarikan bahwa kinerja pelayanan adalah hasil kerja yang
dicapai oleh pegawai dalam melaksanakan tugas sesuai dengan tanggung jawabnya
yang diukur berdasarkan indikator bukti fisik (tangible), keandalan (reliability), daya
tanggap (responsiveness), jaminan (assurance), dan empati (emphaty).
BAB IV

PENUTUP

KESIMPULAN

Kecamatan adalah wilayah kerja Lurah sebagai Perangkat Daerah Kabupaten atau
Kota. Kecamatan dipimpin oleh seorang Lurah yang berstatus sebagai Pegawai
Negeri Sipil.

Pelayanan publik adalah mendahulukan kepentingan umum, mempermudah urusan


publik, dan mempersingkat waktu pelaksaan urusan publik, serta memberikan
kepuasan kepada publik. Menurut Parasuraman untuk mengetahui kualitas pelayanan
yang dirasakan secara nyata oleh konsumen, ada 5 indikator atau dimensi kualitas
pelayanan menurut apa yang dikatakan konsumen, yaitu Kehandalan (Reliability),
Empati (Emphaty), Berwujud (Tangibles), Ketanggapan (Responsiveness), dan
Jaminan Kepastian (Assurance).

Kualitas pelayanan di Kantor KANTOR CAMAT JELAI HULU sudah cukup


memuaskan. Dilihat dari segi tangibles atau fasilitas yang sudah memadai,
responsiviness atau pelayanannya yang sudah tepat dan cepat, assurance atau
kepercayaan dapat dilihat dari aman dan kenyamanan masyarakat dalam pemberian
pelayanan, serta reliability dan empathy aparatur yang sudah berusaha membangun
komunikasi yang baik dengan masyarakat.

Saran

Menyadari tugas pelayanan aparatur pemerintah di kantor KANTOR CAMAT JELAI


HULU merupakan hal penting guna menunjang keberhasilan dalam penyelenggaraan
pemerintahan serta membangun kepercayaan masyarakat
atas pelayanan yang dilakukan oleh aparatur pemerintah di kantor KANTOR
CAMAT JELAI HULU, tentunya aparatur pemerintah harus selalu :

Mengupayakan hal-hal yang baru guna menunjang keberhasilan Pemerintah.

Dalam menjalankan tugasnya, aparatur pemerintah Kecamatan tamalanrea perlu


memperhatikan kendala-kendala yang berhubungan dengan pelayanan publik dan
masyarakat tidak hanya mengeluarkan pendapat namun bisa bekerjasama dengan
aparatur pemerintah di kantor KANTOR CAMAT JELAI HULU sebab masyarakat
sebagai sasaran utama dalam pelayanan publik.

Bagi aparatur Pemerintah di kantor KANTOR CAMAT JELAI HULU dalam


melaksanakan tugas pelayanan, hendaknya melakukan perubahan yang menyangkut
semua aspek, dalam hal ini aparatur pemerintah di kantor Kecamatan ikut berperan
dalam pembentukan perilaku, disiplin kerja dan kesadaran dalam tanggung jawab
pelayanan yang menyentuh kebutuhan masyarakat di Kecamatan dan
mempersiapkan strategi serta upaya-upaya untuk menunjang pekerjaan.
DAFTAR PUSTAKA

Barata, Atep. 2004. Dasar- Dasar Pelayanan Prima. Jakarta : Elex Media. Dani,

Sudarwan. 2008. Kinerja Staf dan Organisasi. Bandung : Pustaka Beta. Hardiyansyah.

2011. Kualitas Pelayanan Public. Yogyakarta : Gava Media.

Thoha, Miftah. 1995. Kepemimpinan Dalam Manajemen Suatu Pendekatan Perilaku.


Jakarta : PT. Grafindo Persada.

Tjiptono, Fandy. 1997. Prinsip-Prinsip Total Quality Service. Yogyakarta : Andi


Offset.

http://www.landasanteori.com/2015/10/pengertian-kualitas-pelayanan- publik.html
(Diakses pada hari, Jumat, 24 Februari 2017)

https://id.wikipedia.org/wiki/Prosedur_operasi_standar (Diakses pada hari,


Jumat 24 Februari 2017

http://id.wikipedia.org/wiki/Pelayanan_publik (Diakses pada hari, Sabtu, 25 Februari


2017)

https://tesisdisertasi.blogspot.com/2010/07/dimensi-kualitas-pelayanan.html? m=1

https://kertyawitaradya.wordpress.com/2010/03/03/dimensi-kualitas-
pelayanan-publik/

Anda mungkin juga menyukai