Anda di halaman 1dari 25

MAKALAH

FUNGSI PENCATATAN SIPIL

Makalah ini disusun guna memenuhi salah satu syarat nilai Mata Kuliah
Kaidah Internasional Pencatatan Sipil
Dosen Pengampu: Drs. Suwarta, SH, MM

Oleh:

Hanif Veftin Novita


NIM E3117056

PROGRAM STUDI D4 DEMOGRAFI DAN PENCATATAN SIPIL


FAKULTAS HUKUM
UNIVERSITAS SEBELAS MARET
SURAKARTA
November 2018
KATA PENGANTAR

Segala puji dan syukur saya panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa,
karena atas berkat dan limpahan rahmat-Nya maka penulis dapat menyelesaikan
sebuah karya tulis ini dengan tepat waktu.
Berikut ini penulis mempersembahkan sebuah karya tulis dengan judul
"FUNGSI PENCATATAN SIPIL", yang dapat memberikan manfaat yang besar
bagi kita untuk mempelajari mata kuliah Kaidah Internasional Pencatatan Sipil
Melalui kata pengantar ini penulis terlebih dahulu meminta maaf dan
memohon permakluman bila mana isi karya tulis ini ada kekurangan dan ada tulisan
yang kurang tepat atau menyinggung perasaan pembaca.
Dengan ini penulis mempersembahkan makalah ini dengan penuh rasa
terima kasih dan semoga Tuhan. memberkahi makalah ini sehingga dapat
memberikan manfaat bagi kita semua khususnya bagi calon lulusan D4 Demografi
dan Pencatatan Sipil.

Surakarta, 6 November 2018

Penulis

i
DAFTAR ISI

JUDUL

KATA PENGANTAR ........................................................................................... i

DAFTAR ISI ......................................................................................................... ii

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang ............................................................................................ 1


B. Rumusan Masalah ....................................................................................... 3
C. Tujuan Penulisan ......................................................................................... 3

BAB II LANDASAN TEORI

A. Pencatatan Sipil ..................................................................................... 4


B. Fungsi Pencatatan Sipil ......................................................................... 9

BAB III ISI

A. Fungsi Pencatatan Hukum Dari Aspek Hukum ........................................ 11


B. Fungsi Pencatatan Sipil Dari Aspek Statistik............................................ 14
C. Fungsi Pencatatan Sipil Dari Aspek Kerjasama/ Koordinasi .................... 17

BAB IV PENUTUP

A. Kesimpulan ............................................................................................... 20
B. Saran .......................................................................................................... 20

DAFTAR PUSTAKA .......................................................................................... 22

ii
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Indonesia merupakan salah satu Negara dengan jumlah penduduk yang
paling besar di dunia. Sesuai dengan data Direktorat Jenderal Administrasi
Kependudukan (Dirjen Adminduk) Kementerian Dalam Negeri Republik
Indonesia, jumlah penduduk Indonesia per 30 Juni 2016 adalah sebesar
257.912.349 jiwa. Dengan jumlah penduduk yang besar seperti ini, Indonesia
tentunya membutuhkan administrasi kependudukan yang terorganisir dari pusat
hingga ke daerah. Administrasi kependudukan dimaksud menyangkut seluruh
masalah kependudukan, yang meliputi pendaftaran penduduk, pencatatan sipil, dan
pengelolaan informasi kependudukan.
Administrasi Kependudukan menjadi semakin penting karena selalu
bersentuhan dengan setiap aktivitas kehidupan di Indonesia. diantaranya adalah saat
pemilu legislatif, pemilu presiden, pemilu kepala daerah, mengurus surat-surat
kendaraan, mengurus surat-surat tanah, dan aktivitas lainnya. Apabila kita akan
berdomisili pada suatu wilayah maka kita harus memiliki tanda domisili yang
dibuktikan dengan Kartu Tanda Penduduk.
Masyarakat setiap waktunya selalu menuntut pelayanan publik yang
berkualitas dari para birokrat, meskipun tuntutan tersebut sering tidak sesuai dengan
harapan karena secara empiris pelayanan publik yang terjadi selama ini masih
berbelit-belit, lambat, mahal dan membuat lelah para masyarakat yang melakukan
pelayanan.
Pelayanan publik (public service) merupakan salah satu perwujudan dari
fungsi pada aparatur negara sebagai abdi masyarakat, pelayanan publik
dimaksudkan untuk mensejahterahkan masyarakat atau warga negara.Pelayanan
publik yang profesional, itu artinya pelayanan publik yang bercirikan oleh adanya
akuntabilitas dan responsibilitas dari pemberi layanan (aparatur pemerintah).
Pembaruan pemerintahan dalam mewujudkan good governance, pada
dasarnya dengan berpedoman pada sistem dan proses penyelenggaraan
pemerintahan yang dilandasi prinsip-prinsip supremasi hukum, demokrasi,

1
akuntabilitas, profesionalisme, efektifitas dan efisiensi, desentralisasi dan
kepentingan umum dalam koridor negara kesatuan atas dasar keberagamannya
(Bhinneka Tunggal Ika). Diantaranya adalah pembenahan sistem administrasi
kependudukan, meliputi pendaftaran penduduk, pencatatan sipil, pengelolaan data-
informasi kependudukan, menjadi hal yang harus diperhatikan. Sebab data
menyangkut penduduk dan peristiwa kependudukan dapat menentukan arah
kebijakan publik (Herlina Dkk, 2015 : 456).
Reformasi dalam pelayanan publik saat ini diperlukan dengan mendudukan
pelayanan dan yang dilayani pada pengertian yang sesungguhnya. Pelayanan yang
seharusnya ditujukan untuk masyarakat umum, namum terkadang sebaliknya
pelayanan masyarakat terhadap negara, karena pada hakikatnya negara ini berdiri
untuk kepentingan masyarakat umum. Artinya birokrat seharusnya memberikan
pelayanan yang terbaik untuk masyarakat, dalam hal ini pelayanan yang diberikan
oleh para birokrat adalah tidak memanang sdiapa yang dilayaninya apakah itu
masyarakat biasa atau dari kalangan masyarakat birokrat itu sendiri agar tidak ada
sikap diskriminasi, dan melayani dengan tepat waktu yang telah ditentukan
sehingga masyarakat tidak menunggu lama atas pelayanan yang diinginkan.
Banyaknya penduduk yang belum mempunyai E-KTP, banyaknya data
ganda, ditemukannya pungutan liar dalam proses pelayanan administrasi
kependudukan, dan masih banyaknya calo dalam mempermudah pelayanan,
seringkali ditemukan. Hal ini menjadikan masyarakat yang malas dalam mengurus
administrasi kependudukan. Perlu diingat bahwa peran dan fungsi aparat
pemerintahan harus ditingkatkan karena administrasi kependudukan dan pencatatan
sipil merupakan tanggung jawab Bersama antara masyarakat dan pemerintahan.
Perencanaan di segala bidang memerlukan data penduduk. Banyaknya
penduduk asli maupun pendatang yang tak terdata akan menyulitkan dan
menghambat perencanaan pemerintahan daerah, karena itulah diperlukan
pengelolaan data administrasi kependudukan yang akurat dan dapat
dipertanggungjawabkan. Dinas Kependudukan dan Catatan Sipil merupakan
organisasi pelaksana dalam penyedia. data kependudukan serta sebagi penanggung
jawab penerbitan dokumen administrasi kependudukan sebagaimana diamanatkan
undang undang.

2
Kinerja pemerintah daerah dalam peningkatan pelayanan masyarakat untuk
meningkatkan tata kehidupan masyarakat yang lebih sejahtera. Menyikapi kondisi
demikian, kini pemerintah daerah melakukan peningkatan kinerja birokrasi untuk
mewujudkan data masyarakat yang lebih berkualitas. Birokrasi merupakan sarana
pemerintah untuk melaksanakan pelayanan publik sesuai dengan aspirasi
masyarakat.
Birokrasi adalah suatu organisasi yang memiliki jenjang, setiap jenjang
diduduki oleh seorang pejabat yang ditunjuk atau diangkat, disertai dengan aturan
tentang kewenangan dan tanggung jawabnya, dan setiap kebijakan yang dibuat
harus diketahui oleh pemberi mandat (Sedarmayanto, 2007 dalam Herlina Dkk,
2015 : 457). Dalam setiap organisasi, birokrasi diperlukan agar aturan yang
disepakati dapat dilaksanakan. Birokrasi dituntut menjalankan fungsi dan aktivitas
yang menjadi tanggung jawab dengan tingkat efisiensi serta efektifitas maksimal
yang berorientasi pelayanan. Unsur-unsur birokrasi yaitu : Struktur, Visi dan Misi,
Personil, Fasilitas Pendukung, dan Kepemimpinan (Said, 2010 dalam Herlina Dkk,
2015 : 457).

B. Rumusan Masalah
Dari latar belakang yang telah dikemukakan, masalah dapat dirumuskan
sebagai berikut.
1. Bagaimana fungsi pencatatan sipil dari aspek hukum?
2. Bagaimana fungsi pencatatan sipil dari aspek statistik?
3. Bagaimana fungsi pencatatan sipil dari aspek kerjasama/ koordinasi?

C. Tujuan Penulisan
Berdasarkan rumusan masalah yang dikemukakan, tujuan yang ingin
dicapai dalam penulisan ini yaitu:
1. Mengetahui fungsi pencatatan sipil dari aspek hukum
2. Mengetahui fungsi pencatatan sipil dari aspek statistik
3. Mengetahui Bagaimana fungsi pencatatan sipil dari aspek kerjasama/
koordinasi

3
BAB II
LANDASAN TEORI

A. Pencatatan Sipil
1. Sejarah Lembaga Catatan Sipil di Indonesia
Lembaga Catatan Sipil di Eropa pertama kali diadakan di Negara Perancis
pada saat zaman Revolusi Perancis. Di Belanda, lembaga pencatatan sipil
diperkenalkan pertama kali pada zaman raja Lodewijk Napoleon dan bersamaan
waktunya ketika kodifikasi tahun 1838 yang dimasukkan di dalam BW (Sanusi,
2016 : 1).
Lembaga Catatan Sipil yang ada di Indonesia sekarang ini sebenarnya
merupakan kelanjutan, peralihan, pengambil operan dari negeri Belanda yang
dinamakan dengan Burgerlijke Stand (BS). Pada zaman Belanda, Burgerlijke Stand
ini merupakan suatu lembaga yang diadakan oleh penguasa dengan maksud
membukukan selengkap mungkin dan memberikan kepastian hukum sebesar-
besarnya tentang semua peristiwa atau kejadian yang penting, misalnya kelahiran,
kematian, perceraian dan pengakuan anak. Setiap peristiwa tersebut dicatat sebagai
bukti mengenai yang dapat digunakan baik bagi yang berkepentingan maupun bagi
pihak ketiga (Sanusi, 2016 : 1).
Burgerlijke Stand yang ada di negara Belanda sendiri sebenarnya berasal
dari Perancis. Hal ini terbukti dari sejarah bahwa pada abad 18, Belanda pernah
menjadi negara jajahan Perancis dan lembaga semacam ini telah ada sejak Revolusi
Perancis. Pada saat itu para pendetalah yang menyelenggarakan dan menyediakan
daftar-daftar mengenai perkawinan, kelahiran, kematian dan sebagainya. Situasi ini
kemudian berubah setelah dibentuknya Undang-Undang pada tanggal 20
September 1772 (Sanusi, 2016 : 2).
Tugas pendeta digantikan oleh Pemerintah Kota Praja dalam mengadakan
daftar-daftar yang harus dicatat yaitu mengenai perkawinan, kematian dan
kelahiran warga kota praja, sedangkan badan atau orang-orang lain dilarang
melakukan pekerjaan itu. Sejak itulah pemerintah mengambil alih pelaksanaan
catatan sipil dari pendeta menjadi tugas lembaga pemerintahan dan untuk
selanjutnya Lembaga Catatan Sipil di Perancis diterapkan di Belanda dan di
wilayah-wilayah jajahannya termasuk juga Hindia-Belanda (Sanusi, 2016 : 4).

4
Lembaga pencatatan sipil di negeri Belanda berasal dari Perancis. Lembaga
ini telah ada sejak Revolusi Perancis. Catatan sipil di Perancis pada waktu itu
diselenggarakan oleh pendeta yang dalam hal ini pendeta di Perancis sebelum abad
ke 18 telah menyediakan daftar untuk perkawinan, kelahiran,kematian, dan lainnya
(Viktor M. Situmorang, 1991 : 15 dalam Jafar, 2014 : 3).
Pencatatan sipil di Perancis kemudian diambil alih oleh pemerintah yang
kemudian di berlakukan di negeri Belanda dan wilayah penjajahan
Belandatermasuk Hindia Belanda. Di Batavia (Jakarta sekarang) catatan sipil telah
adasejak tahun 1820, meskipun secara de jure tahun 1850 yang disesuaikan
dengankedudukan kota Jakarta itu sendiri. Namun dalam pelaksanaannya hanya
diperuntukkan kepada beberapa golongan penduduk saja (H. Soekarno, 1985 :19).
Pemberlakuan catatan sipil oleh pemerintah Belanda tersebut sesuai dengan politik
hukum pemerintah dan penggolongan penduduk di Hindia Belanda sesuai dengan
Pasal 131 junto Pasal 163 Indische Staats Regeling. Menurut ketentuan tersebut
penduduk di Hindia Belanda dibagi kedalam tiga golongan penduduk dengan
pemberlakuan aturan hukum yang berbeda kepada masing-masing golongan itu.
Sebagai akibat dari politik pemerintah Hindia Belanda, maka aturan
pencatatan sipil di Indonesia yang berlaku bagi penduduk tidak seragam aturan
hukumnya, yaitu:
1. Reglemen Catatan Sipil Stb.1849-25 tentang Pencatatan Perkawinan dan
Perceraian bagi warga negara Indonesia keturunan Eropah.
2. Reglemen Catatan Sipil Stb.1917-130 jo.Stb.1919-81 tentang Pencatatan
Perkawinandan Perceraian bagi warga Negara Indonesia keturunan Cina.
3. Reglemen Catatan Sipil Stb.1933-75 jo. Stb. 1936-607 tentang Pencatatan
Perkawinan dan Perceraian bagi warga Negara Indonesia yang beragama
Kristen di Jawa, Madura, Minahasa, Ambon, dan sebagainya.
4. Reglemen Catatan Sipil Stb.1904-279 tentang Pencatatan Perkawinan dan
Perceraian bagi warga Negara Indonesia perkawinan campuran.
5. Reglemen Catatan Sipil Stb.1920-751 jo. Stb.1927-564 tentang Pencatatan
Kelahiran dan Kematian bagi warga Negara Indonesia asli di Jawa dan
Madura.

5
Berdasarkan ketentuan tersebut diatas bahwa pemerintah Hinda Belanda
belum memperhatikan secara serius mengenai pencatatan sipil bagi orang-orang
yang beragama Islam. Ketentuan pencatatan sipil bagi orangorang yang beragama
Islam baru diberlakukan setelah Indonesia merdeka yaitu melalui Undang-Undang
Nomor 32 Tahun 1954 tentang pencatatan nikah, talak dan rujuk bagi warga
Indonesia yang beragama Islam. Sesuai dengan ketentuan tersebut diatas,
pencatatan sipil di Indonesia masih bersifat pluralisme hukum. Hal ini membawa
akibat terjadi kesimpangsiuran pemahaman dan pelaksanaan pencatatan sipil itu
sendiri.
2. Pengertian Pencatatan Sipil
Pencatatan sipil adalah pencatatan terhadap peristiwa penting yang dialami
oleh seseorang dalam suatu buku register pencatatan sipil yang dilakukan oleh
Negara. Peristiwa penting yang perlu dicatat adalah peristiwa yang dialami oleh
penduduk yang membawa akibat terjadinya perubahan hak-hak keperdataan,
maupun lahirnya hak keperdataan atau hapusnya hak keperdataan. Jadi yang dicatat
adalah setiap peristiwa perdata yang dialami seseorang dengan tujuan agar
peristiwa itu dapat diketahui dengan jelas (Jafar, 2014 : 1).
Jadi istilah pencatatan sipil bukanlah dimaksud sebagai suatu catatan dari
orang-orang sipil atau golongan sipil sebagai lawan dari kata golongan militer, akan
tetapi catatan sipil itu merupakan suatu catatan yang menyangkut kedudukan
hukum seseorang. (Viktor M. Situmorang, 1991 : 10 dalam Jafar, 2014 :1).
Pencatatan sipil berbeda dengan sensus, karena pencatatan sipil harus
dilakukan melalui proses yang berkelanjutan, dan mengandung sistem yang tetap
dan berkelanjutan. Hal ini untuk menjamin perlindungan hukum bagi kepentingan
individu seseorang sebagai warga Negara. Pencatatan sipil dilakukan secara
menyeluruh dan berkelanjutan yang merupakan ciri utama pencatatan sipil,
sehingga data yang dihasilkan pencatatan bersifat akurat.
Jadi pencatatan sipil adalah suatu pencatatan yang dilakukan oleh instansi
pemerintah yang sifatnya permanen dan berkelanjutan, wajib sifatnya dan
menyeluruh atas kejadian yang dialami penduduk sesuai dengan aturan hukum
aturan hukum yang berlaku disuatu Negara. Dalam hal ini harus dilakukan sesuai

6
dengan aturan hukum yang berlaku dengan mempertimbangkan lingkungan sosial
yang berlaku serta budaya khas bagi suatu masyarakat.
Pencatatan sipil pada dasarnya juga berbeda dengan pendaftaran penduduk.
Dalam konvensi hak sipil dan hak politik yang telah diratifikasi oleh pemerintah
Republik Indonesia ke dalam Undang-undang Nomor 12 Tahun 2005 sangat jelas
disebutkan bahwa hak sipil adalah hak-hak yang melekat pada diri seseorang yang
berkaitan dengan masalah keperdataannya. Hak-hak keperdataan seseorang sebagai
warga Negara harus dicatat agar mendapat perlindungan hukum.

3. Dasar Pencatatan Sipil di Indonesia


Untuk keseragaman pencatatan sipil, maka Presiden Republik Indonesia
melalui Keputusan Presiden Nomor 12 Tahun 1983 Tentang Penataan Dan
Peningkatan Pembinaan Penyelenggaraan Catatan Sipil, Mengintruksikan Agar
Penyelenggara Pencatatan Sipil Diseragamkan Dalam Pelaksanaannya. Keputusan
Presiden Nomor 12 Tahun 1983 ditindak lanjuti dengan Surat Keputusan Menteri
Dalam Negeri Nomor 54 Tahun 1983 Tentang Organisasi Dan Tata Kerja Kantor
Pencatatan Sipil Kabupaten/Kota Di Indonesia. Dalam pasal 4 ayat (1) Keputusan
Menteri Dalam Negeri tersebut diterapkan 3 tipe organisasi kantor pencatatan sipil
yaitu:
a. Organisasi Kantor Catatan Sipil Tipe A
b. Organisasi Kantor Catatan Sipil Tipe B
c. Organisasi Kantor Catatan Sipil Tipe C
Pasal 26 Ayat 3 UUD 1945 mengatur bahwa “Hal-hal mengenai warga
negara dan penduduk diatur dengan Undang-undang”. Amanat ini merupakan
pengakuan negara yang hakiki untuk ikut serta menjabarkan tujuan negara, yaitu
antara lain untuk mencapai masyarakat Indonesia yang adil dan makmur melalui
pengaturan warga negara dan penduduk secara benar.
Ketentuan ini juga mengamanatkan perlunya pengaturan tentang kepastian
dan perlindungan hukum bagi warga negara dan penduduk untuk memperoleh hak
public dan hak sipil di bidang administrasi kependudukan. Sebagai penjabaran dari
pasal 26 Ayat 3 UUD 1945 tersebut, saat ini telah diterbitkan beberapa undang-
undang yaitu:

7
a. Undang-Undang (UU) Nomor 12 Tahun 2006 Tentang Kewarganegaraan
Republik Indonesia.
b. Undang-Undang (UU) Nomor 23 Tahun 2006 Tentang Administrasi
Kependudukan.
c. Undang-Undang (UU) Nomor 52 Tahun 2009 Tentang Perkembangan
Kependudukan dan Pembangunan Keluarga.
d. Undang-Undang (UU) Nomor 24 Tahun 2013 Tentang Perubahan Atas
Undang-UndangNomor 23 Tahun 2006 Tentang Administrasi
Kependudukan
Keempat Undang-Undang itu secara spesifik melalui rumusan masing-
masing normanya, memberikan tanggapan dan pengakuan terhadap penentuan
status pribadi dan status hukum setiap Peristiwa Kependudukan dan Peristiwa
Penting yang dialami oleh Penduduk, dan juga memberikan kontribusi yang
signifikan dalam informasi, pengolahan, dan pemanfaatan data. kependudukan.
Kumpulan Peraturan Perundang-undangan, dasar hukum Administrasi
Kependudukan yang harus Terlampir tentang penyelenggaran Administrasi
Kependudukan dan Pencatatan Sipil di Indonesia adalah sebagai berikut:
a. Undang-Undang (UU) Nomor 1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan.
b. Undang-Undang (UU) Nomor 12 Tahun 2006 Tentang Kewarganegaraan
Republik Indonesia.
c. Undang-Undang (UU) Nomor 23 Tahun 2006 Tentang Administrasi
Kependudukan.
d. Undang-Undang (UU) Nomor 52 Tahun 2009 Tentang Perkembangan
Kependudukan dan Pembangunan Keluarga.
e. Undang-Undang (UU) Nomor 24 Tahun 2013 Tentang Perubahan Atas
Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2006.
f. Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 9 Tahun 1975 Tentang Penutupan
Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan.
g. Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 102 Tahun 2012 Tentang Renungan
Peraturan Pemerintah Nomor 37 Tahun 2007 Tentang Penutupan Undang-
Undang Nomor 23 Tahun 2006 Tentang Administrasi Kependudukan.

8
h. Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 25 Tahun 2008 Tentang Persyaratan
dan Tata Cara Pendaftaran Penduduk dan Pencatatan Sipil.
i. Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 35 Tahun 2010 Tentang Perubahan
Peraturan Presiden Nomor 26 Tahun 2009 Tentang Penerapan Kartu Tanda
Penduduk Berbasis Nomor Induk Kependudukan Nasional.
j. Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 26 Tahun 2009 Tentang Penerapan
Kartu Tanda Penduduk Berbasis Nomor Induk Kependudukan Nasional.
k. Peraturan Menteri Dalam Negeri (Permendagri) Nomor 54 Tahun 2007
Tentang Pelaksanaan Pengangkatan Anak.
l. Peraturan Menteri Dalam Negeri (Permendagri) Nomor 18 Tahun 2010
Tentang Pedoman Pengangkatan dan Pemberhentian Serta Tugas Pokok
Pejabat Pencatatan Sipil dan Petugas Registrasi.
m. Peraturan Menteri Dalam Negeri (Permendagri) Nomor 19 Tahun 2010
Tentang Formulir dan Buku yang Digunakan Dalam Pendaftaran Penduduk
dan Pencatatan Sipil.
n. Peraturan Menteri Dalam Negeri (Permendagri) Nomor 65 Tahun 2010
Tentang Pedoman Penyusunan Profil Perkembangan Kependudukan.
Lampiran Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 65 Tahun 2010 Tanggal
31 Desember 2010 Sistematika, Uraian dan Cara Penghitungan Kuantitas
Penduduk, Kualitas Penduduk, Mobilitas Penduduk, dan Kepemilikan
Dokumen Kependudukan.
o. Peraturan Menteri Dalam Negeri (Permendagri) Nomor 9 Tahun 2011
Tentang Pedoman Penerbitan Kartu Tanda Penduduk (KTP) Berbasis
Nomor Induk Kependudukan (NIK) Secara Nasional.

B. Fungsi Pencatatan Sipil


Kehadiran subjek hukum dalam lalu lintas hukum perdata, setidak-tidaknya
memiliki arti penting dalam 3 (tiga) hal yaitu pertama, saat kelahiran; kedua, saat
perkawinan, dan ketiga, saat kematian. Ketiga perbuatan hukum tersebut wajib
memiliki bukti yang ditunjukkan dengan adanya suatu akta yang disebut dengan
akta catatan sipil (burgerlijkestand) (Tutik, 2008 : 63).

9
Pencatatan sipil sebagai suatu lembaga hukum yang mengadakan
pendaftaran, pencatatan serta pembukuan yang selengkap-lengkapnya dan sejelas-
jelasnya untuk memberikan ketertiban dan kepastian hukum atas peristiwa
kelahiran, perkawinan, perceraian, dan kematian seseorang. Lembaga catatan sipil
tersebut dibentuk dengan tujuan untuk mencatat selengkapnya dan sejelas-jelasnya
sehingga memberikan kepastian yang benar mengenai semua kejadian, antara lain:
1. Kelahiran
2. Pengakuan (terhadap kelahiran)
3. Perkawinan dan perceraian
4. Kematian
5. Izin Kawin
Penyelenggaraan Admnistrasi Kependudukan yang dilakukan oleh Catatan
Sipil, bertujuan untuk :
1. Memberikan keabsahan identitas dankepastian hukum atas dokumen
penduduk untuk setiap peristiwa kependudukan dan peristiwa penting yang
dialami oleh penduduk
2. Memberikan perlindungan status hak sipil penduduk
3. Menyediakan data dan informasi kependudukan secara nasional mengenai
Pendaftaran Penduduk dan Pencatatan Sipil pada berbagi tingkatan secara
akurat, lengkap, mutakhir dan mudah diakses sehingga menjadi acuan bagi
perumusan kebijakan dan pembangunan pada umumnya
4. Mewujudkan tertib Administrasi Kependudukan secara nasional dan
terpadu
5. Menyediakan data penduduk yang menjadi rujukan dasar bagi sektor terkait
dalam penyelenggaraan setiap kegiatan pemerintahan, pembangunan dan
kemasyarakatan (UndangUndang Administrasi Kependudukan).
Dapat disimpulkan bahwa tujuan catatan sipil yaitu:
1. Untuk mewujudkan kepastian hukum.
2. Untuk membentuk ketertiban umum.
3. Sebagai alat pembuktian.
4. Untuk memperlancar aktivitas pemerintah di bidang kependudukan atau
administrasi kependudukan

10
BAB III
ISI

A. Fungsi Pencatatan Sipil Dari Aspek Hukum


Dari segi hukum, pencataatan sipil berfungsi sebagai pelegalan status warga
negara dan data-data pribadi yang diakui secara sah menurut hukum di Indonesia.
disebutkan bahwa catatan sipil adalah suatu lembaga yang diadakan oleh
penguasa/pemerintah untuk membukukan selengkapnya dan karena itu
memberikan kepastian sebesar-besarnya tentang semua peristiwa yang penting bagi
status keperdataan seseorang seperti perkawinan, kelahiran, pengakuan anak,
perceraian, dan kematian. Jadi pencatatan sipil bertujuan untuk memastikan status
perdata seseorang agar lebih jelas dari sudut hukum. Kepastian hukum tentang
status perdata seseorang yang mengalami peristiwa itu harus dicatat.
Kepastian hukum mengenai kelahiran menentukan status perdata mengenai
dewasa atau belum dewasa seseorang. Kepastian hukum mengenai perkawinan
menentukan status perdata mengenai boleh atau tidaknya melangsungkan
perkawinan dengan orang lain lagi. Kepastian hukum mengenai perceraian
menetukan status perdata untuk bebas mencari pasangan lain. Kepastian hukum
mengenai kematian menentukan status perdata sebagai ahli waris dan keterbukaan
waris.
Pentingnya pencatatan sipil tidak hanya ditinjau dari sudut hukum perdata
tetapi juga ditinjau dari sudut hukum Islam. Hal ini dapat dilihat adanya perintah
pencatatan perkawinan bagi orang beragama Islam yang diatur dalam Undang-
Undang Nomor 32 Tahun 1954 dan Kompilasi Hukum Islam. Oleh karena kuatnya
kepentingan publik dalam pencatatan sipil serta akibat yang ditimbulkan maka jika
tidak dilaksanakan akan mendatangkan mudharat bagi dirinya dan masyarakat.
Secara maslahat kedudukan pencatatan sipil dalam hukum Islam menjadi penting
dan masuk dalam maslahat yang sifatnya dharuriyah. Dalam hal ini menjalankan
sistem pencatatan sipil menurut hukum Islam, maka sejatinya dia telah menjalankan
perintah agama.
Dalam perkembangan hukum dewasa ini pencatatan sipil bukan lagi berdiri
sendiri melainkan sudah menjadi bagian dari dinas kependudukan bukan bagian

11
dari departemen agama. Dalam konteks pemerintah daerah, peranan dinas
kependudukan semakin urgen dan mendapat tempat di dalam masyarakat hukum.
Eksistensi dinas kependudukan, terlihat dari kebutuhan hukum masyarakat yang
semakin hari semakin relatif banyak melakukan pengurusan tentang akte
perkawinan, akte kematian, akte kelahiran, akte perceraian, dan perubahan nama.
Berdasarkan Keputusan Presiden Republik Indonesia No. 12 tahun 1983
Pasal 5 ayat (2) Lembaga yang berwenang untuk mengeluarkan akta sebagaiman
dimaksud di atas adalah Lembaga Catatan Sipil. Dalam Keputusan tersebut
dikatakan sebagai berikut : "Dalam melaksanakan tugas sebagaimana yang
dimaksud dalam ayat (1) pasal ini, maka Kantor Catatan Sipil mempunyai fungsi
menyelenggarakan :
1 Pencatatan dan penerbitan kutipan akta kelahiran.
2 Pencatatan dan penerbitan kutipan akta perkawinan.
3 Pencatatan dan penerbitan kutipan akta perceraian.
4 Pencatatan dan penerbitan kutipan akta pengakuan/pengesahan anak.
5 Pencatatan dan penerbitan kutipan akta kematian.
Bertitik tolak dari uraian di atas, maka dapatlah ditarik suatu pengertian
tentang Akta Catatan Sipil yaitu suatu surat/catatan resmi yang dibuat oleh pejabat
pemerintahan yaitu Pejabat Catatan Sipil. Akta Catatan Sipil mencatat mengenai
peristiwa yang menyangkut manusia yang terjadi di dalam keluarga (seperti
peristiwa perkawinan, kelahiran, pengakuan/pengesahan anak, perceraian dan
kematian) yang kemudian didaftarkan dan dibukukan pada Lembaga Catatan Sipil.
Daftar-daftar itulah yang dinamakan akta catatan sipil sedangkan yang diserahkan
adalah kutipan Akta Catatan Sipil dan Salinan Akta ada pada Kantor Catatan Sipil
yang isinya sama dengan kutipan akta. Akta Catatan Sipil (dalam arti luas) pada
prinsipnya terbagi ke dalam tiga bagian, yaitu:
1 Register akta (akta dalam arti sempit), yaitu kumpulan berurutan dari
lembaran-lembaran dokumen bercatatan yang disimpan instansi
penyelenggara pencatatan sipil sebagai buku induk dan sebagai dokumen
negara sehingga diperlakukan secara khusus dengan pengamanan yang
ketat. Pada register inilah data Pencatatan Sipil tersebut dibuat. Penomeran
dilakukan berdasarkan urutan tanggal masuknya dokumen (bukan tanggal

12
peristiwa) dengan menyediakan sejumlah kolom tambahan untuk keperluan
rujuk silang dengan pencatatan peristiwa penting yang lain (misalnya dalam
Register Akta Kelahiran akan disebutkan juga apabila yang bersangkutan
sudah menikah, sementara pernikahannya sendiri dicatat dalam register
yang tersedia khusus untuk pernikahan). Register akta inilah yang berfungsi
sebagai dokumen otentik pokok yang paling sempurna kekuatan hukumnya.
Register ini bersifat permanen dan dirawat abadi.
2 Kutipan akta (akta dalam pengertian masyarakat awam sehari-hari), yaitu
lembaran dokumen resmi yang dibuat sebagai kutipan sebagian data relevan
yang ada dalam register akta dan dipergunakan bagi keperluan pribadi yang
bersangkutan mengenai status hukum (dibawa dan dipergunakan untuk
keperluan sehari-hari). Kutipan inilah yang dalam kehidupan sehari-hari
dipergunakan sebagai bukti otentik yang sempurna dan tidak perlu
dibuktikan lain. Kekuatannya hanya kalah apabila terbukti berbeda dengan
buku registernya, tuntutan hanya diperkenankan atas permintaan pihak yang
berwenang dengan menggunakan alasan hukum yang diperkenankan.
3 Salinan akta (akta dalam arti formalitas yuridis), yaitu salinan (kopi) dari
satu berkas register tertentu baik secara penuh ataupun sebagian, dalam
bentuk tiruan data yang sempurna. Keperluannya hanya untuk keperluan
pengadilan, mengingat register akta pada prinsipnya tidak boleh dibawa
keluar dari ruang penyimpanan, maka untuk kemudahan dibuatkan salinan
tersebut.
Produk hukum terkait pencatatan sipil berdasarkan Pasal 68 Undang-
Undang Administrasi Kependudukan:
1 Akta Kelahiran, yaitu akta otentik yang diterbitkan oleh pemerintah daerah
mengenai peristiwa kelahiran seorang anak yang mempunyai akibat hukum
terhadap dirinya maupun keluarganya dan pihak lain dalam hal
kekeluargaan maupun warisan.
2 Akta Kematian adalah akta otentik yang diterbitkan oleh pemerintah daerah
mengenai peristiwa kematian seseorang yang mempunyai akibat hukum
bagi dirinya maupun keluarganya dan pihak lain yang menyangkut bidang
kekeluargaan dan warisan.

13
3 Akta Perkawinan adalah akta otentik yang diterbitkan oleh pemerintah
daerah atas peristiwa hukum mengenai perkawinan antara seorang laki-laki
dan seorang perempuan yang bukan beragama Islam sebagai suami isteri
dengan tujuan membentuk keluarga/rumah tangga yang bahagia, kekal dan
abadi berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa sebagaimana yang dimaksud
dalam Undang-Undang No. 1 TAhun 1974.
4 Akta Perceraian adalah akta otentik yang diterbitkan oleh pemerintah daerah
atas peristiwa perceraian atau putusnya perkawinan dari suami isteri beserta
akibat hukumnya baik terhadap dirinya maupum keluarganya dan pihak lain
berdasarkan Keputusan Pengadilan yang telah mempunyai kekuatan hukum
yang pasti dan tetap.
5 Akta Pengakuan dan Pengesahan Anak adalah akta otentik yang diterbitkan
oleh pemerintah daerah mengenai peristiwa pengakuan dan pengesahan
anak yang mempunyai akibat hukum terhadap dirinya beserta keluarganya
dan pihak lain di bidang kekeluargaan, warisan sesuai dengan peraturan
yang berlaku.

B. Fungsi Pencatatan Sipil Dari Aspek Statistik


Sistem pelaporan dan pencatatan sipil (registrasi sipil) adalah sumber data
yang dapat diandalkan, efektif dan efisien. Sistem tersebut mencakup seluruh
penduduk, dilakukan secara terus menerus, dan berkekuatan hukum serta digunakan
sebagai basis data statistik yang dapat diandalkan. Kejadian kelahiran, kematian,
termasuk penyebab kematian sangat penting untuk membuat perencanaan
pembangunan ekonomi dan sosial, termasuk sektor kesehatan. Namun di negara
berkembang termasuk Indonesia, sistem seperti ini sering lemah atau datanya tidak
lengkap, sehingga sistem registrasi sipil ini belum memadai untuk menghasilkan
statistik vital. Untuk melengkapi kebutuhan tersebut menggunakan alternatif dari
sumber data lain, termasuk sensus penduduk, dan survei rumah tangga sampel.
Dinas Kependudukan dan Pencatatan Sipil (Dispendukcapil) mempunyai
tugas pembantuan di bidang kependudukan dan catatan sipil. Layanan catatan sipil
berupa layanan yang berkaitan dengan kelahiran, kematian, perkawinan,
perceraian, dan masalah catatan sipil lainnya. Banyaknya warga negara Indonesia

14
dapat mempengaruhi jumlah kelahiran, kematian, perkawinan, hingga perceraian.
Biasanya perkawinan berpengaruh kepada banyaknya jumlah kelahiran juga dapat
berpengaruh pada perceraian. Hal-hal tersebut wajib dilaporkan masyarakat kepada
Dispendukcapil agar pemerintah daerah memiliki informasi yang lengkap tentang
masyarakatnya.
Statistika pencatatan sipil dalam sosial dan kependudukan digunakan dalam
berbagai macam tujuan, misalnya sensus penduduk. Sensus penduduk merupakan
salah satu prosedur yang paling dikenal dan rutin diadakan oleh Badan Pusat
Statistik setiap 10 tahun sekali di tahun yang berakhiran 0 (nol). Hal tersebut
dimaksudkan untuk mengetahui pertumbuhan dan perkembangan penduduk selama
10 tahun terakhir agar bisa dijadikan bidang – bidang yang lain sebagai acuan dalam
menentukan kebijakan – kebijakan yang akan mereka ambil. Sebagai contoh,
dengan adanya data penduduk yang sudah terkumpul, bidang ekonomi dapat
memperkirakan dan mengambil keputusan dalam menentukan peredaran uang yang
terjadi.
Statistik pencatatan sipil sebagai penunjang terlaksananya program kerja
pemerintah yang telah dibuat. Aplikasi statistika lainnya yang sekarang popular
dalam bidang ini adalah prosedur jajak pendapat (misalnya dilakukan sebelum
pemilihan umum), serta jajak cepat (perhitungan cepat hasil pemilu) atau yang biasa
disebut quick count. Selain itu, statistika juga dapat digunakan sebagai acuan dalam
penentuan strategi – strategi yang harus dilakukan dalam bidang politik, semisal
dalam rangka pemilu (pemilihan umum). Pemerintah tentunya mempunyai program
kerja untuk rakyatnya yang harus diusahakan agar dapat dilaksanakan semaksimal
dan sebaik mungkin. Dalam hal ini, statistika menjadi sesuatu yang penting untuk
mewujudkan program kerja tersebut.
Sebagai contoh, pemerintah tidak akan tahu berapa banyak lapangan
pekerjaan yang harus mereka buat atau buka jika mereka tidak tahu berapa banyak
dari rakyatnya yang pengangguran. Oleh karena itu, pemerintah harus melakukan
pengumpulan data pekerjaan rakyat yang kemudian dikelompokkan sesuai kriteria
yang ada menggunakan metoda statistika. Jadi, jelaslah terbukti bahwa statistika
mempunyai peranan penting dalam bidang politik pemerintahan.

15
Setiap 10 tahun sekali, tepatnya pada tahun yang berakhiran 6, Badan Pusat
Statistik pasti melakukan suatu sensus yang dikenal sebagai sensus ekonomi. Hal
ini bertujuan untuk mengetahui bagaimana perkembangan ekonomi di Indonesia
ini. Data ekonomi yang telah diperoleh dapat memberitahukan apakah
perekonomian negara kita mengalami peningkatan atau malah mengalami
penurunan. Selain itu, data tersebut juga dapat digunakan sebagai tolok ukur
perkembangan Negara Indonesia dengan negara – negara yang lain.
Dalam undang-undang Nomor 24 tahun 2013 menyebutkan dalam salah
satu pasalnya bahwa semua kepala lingkungan harus aktif mencatat semua kejadian
kematian warganya, dan melaporkan ke instansi di atasnya. Statistik kelahiran,
kematian, perpindahan, perkawinan, perceraian, adopsi, yang direkam melalui
Sistem Registrasi Sipil pemerintah menciptakan catatan permanen dari setiap
peristiwa. Catatan tersebut merupakan dokumen hukum yang dibutuhkan oleh
warga sebagai bukti fakta, dan sebagai landasan membentuk sistem statistik vital
suatu negara. Selanjutnya statistik vital digunakan sebagai dasar memperoleh
berbagai ukuran demografi dan epidemiologi dalam perencanaan nasional di
berbagai sektor. Sistem Registrasi Sipil dan Statistik Vital (Civil Registrations and
Vital Statistics/ CRVS) yang baik menjadi dasar untuk perencanaan, monitoring
dan evaluasi program pembangunan.
Para pengambil keputusan dan kebijakan sangat tergantung pada data
statistik yang tepat waktu, lengkap dan metode yang dapat diandalkan. Metode
harus dapat diandalkan untuk mengukur input, proses, dan output menuju tujuan
global, seperti Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB), Millenium Development Goals
(MDGs).
Dalam mewujudkan pembangunan di kabupaten/kota, setiap
kabupaten/kota perlu membawa perencanaan pembangunan disegala sektor untuk
itu diperlukan berbagai data di tingkat kabupaten bahkan di tingkat kecamatan,
antara lain adalah data jumlah penduduk. data penduduk ini diperlukan untuk
digunakan dalam pembuatan rencana program pembangunan hampir di seluruh
sektor,seperti pendidikan,kesehatan serta sektor-sektor di bidang ekonomi.selain
untuk perencanaan program,data jumlah penduduk per kecamatan juga diperlukan
untuk perhitungan jumlah sasaran dan evaluasi keberhasilan program.

16
C. Fungsi Pencatatan Sipil Dari Aspek Kerjasama/ Koordinasi
Koordinasi adalah usaha penyesuaian bagian-bagian yang berbeda, agar
kegiatan dari pada bagian-bagian itu selesai pada waktunya, sehingga masing-
masing dapat memberikan sumbangan usahanya secara maksimal, agar
memperoleh hasil secara keseluruhan (Nuhidayat Dkk, 2013 : 152).
Koordinasi Pemerintahan adalah suatu kegiatan penyelenggaraan
pemerintahan yang harus ditujukan ke arah tujuan yang hendak di capai yaitu yang
telah ditetapkan menjadi garis-garis besar haluan Negara dan garis-garis besar
haluan pembangunan baik untuk tingkat pusat ataupun untuk tingkat daerah, guna
menuju kepada sasaran dan tujuan itu gerak kegiatan harus ada pengendalian
sebagai alat untuk menjamin langsungnya kegiatan.
Betapa pentingnya arti koordinasi dalam pemerintahan dapatlah dirasakan
bila kita perhatikan dalam pengaruh yang berbeda yang didapatkan dalam dinas-
dinas umum, dan berapa banyak orang dinas itu terbagi biasanya sering kali adanya
kepentingan dalam dinas itu yang nampaknya saling bertentangan. Akan tetapi
orang sekaligus dapat mengerti pula bahwa masalah koordinasi itu merupakan salah
satu dari problema-problema pemerintahan yang sangat penting.
Dalam administrasi Pemerintah, koordinasi dimaksudkan untuk
menyerasikan dan menyatukan kegiatan yang dilakukan oleh pejabat pimpinan dan
kelompok pejabat pelaksana. Suatu tindakan pelaksanaan yang terkoordinasikan
berarti kegiatan kelompok pejabat baik pimpinan dan para pelaksanaan menjadi
serasi, seirama dan terpadu dalam pencapaian tujuan bersama. (Handayaningrat,
1982 dalam Nurhidayat Dkk, 2013 : 154).
Saat ini, teknologi memiliki pengaruh besar dalam berbagai bidang
kehidupan masyarakat. Salah satunya adalah sistem birokrasi dan layanan publik.
Perkembangan teknologi melahirkan konsep e-government, sebuah praktik
pemerintahan yang memanfaatkan perkembangan teknologi informasi dan
komunikasi untuk meningkatkan kualitas layanan publik dan manajemen
pemerintahan. Pengembangan aplikasi e-government memerlukan pendanaan yang
cukup besar sehingga diperlukan kesiapan, baik sisi sumber daya aparat
pemerintahan maupun kesiapan dari masyarakat. E-Government dapatlah
digolongkan dalam empat tingkatan. Tingkat pertama adalah pemerintah

17
mempublikasikan informasi melalui website. Tingkat kedua adalah interaksi antara
masyarakat dan kantor pemerintahan melaui e-mail. Tingkat ketiga adalah
masyarakat pengguna dapat melakukan transaksi dengan kantor pemerintahan
secara timbal balik. Level terakhir adalah integrasi di seluruh kantor pemerintahan,
dimana masyarakat dapat melakukan transaksi dengan seluruh kantor pemerintahan
yang telah mempunyai pemakaian database bersama.
Fungsi pencatatan sipil yang berjalan baik memerlukan lembaga publik
yang diemban oleh negara, yang melayani kepentingan umum maupun individu
dengan mengumpulkan, menyaring, mengisi, menjaga, memperbaiki,
menyesuaikan, dan mensahkan peristiwa-peristiwa penting seperti kelahiran,
kematian, dan perceraian, serta karakteristik-karakteristik yang berhubungan
dengan status sipil individu dan yang mempengaruhi mereka serta keluarganya.
Sulit bagi Indonesia saat ini untuk mengetahui ciri-ciri dan kecenderungan
penduduknya karena tidak efisiennya sistem pencatatan sipil dan statistik vital.
Sebagai akibatnya, perencanaan sosial untuk pembangunan sumber daya manusia
di Indonesia sering didasarkan pada perkiraan yang ketepatan dan kehandalannya
diragukan.
koordinasi pemerintahan merupakan pengaturan yang aktif, bukan
pengaturan yang pasif berupa membuat pengaturan terhadap setiap gerak dan
kegiatan hubungan kerja antara beberapa pejabat pemerintah baik pusat maupun
daerah serta lembaga-lembaga pemerintahan yang mempuyai tugas kewajiban dan
wewenang yang saling berhubungan satu sama lain, dimana pengaturan bertujuan
untuk mencegah terjadinya kesimpangsiuran dan saling tumpangtindih kegiatan
yang mengakibatkan pemborosan-pemborosan dan pengaruh yang tidak baik
terhadap semangat dan tertib kerja.
Dalam suatu pelayanan, pelayanan yang terbaik diantaranya memberikan
pelayanan yang cepat sehingga pengunjung tidak dibiarkan menunggu lama. Untuk
mengurangi waktu tunggu pengunjung dalam mengantri, maka perlu penambahan
fasilitas pelayanan untuk mengurangi antrian atau menghindari deret antrian yang terus
memanjang. Jika sering timbul antrian yang panjang maka akan mengakibatkan
kekecewaan pelanggan serta tingkat kepercayaan terhadap jasa pelayanan tersebut
menurun. Pada Dispendukcapil terdapat beberapa loket diantaranya loket pindah

18
datang/dalam, pindah datang/luar, loket legalisir, loket perubahan data, loket kelahiran,
loket kematian, loket perkawinan/perceraian, dan loket pengambilan akta.
Pemanfaatan data kependudukan dipahami sebagai aktivitas pemberian hak
akses atas data kependudukan oleh Menteri Dalam Negeri kepada lembaga
pengguna dalam rangka peningkatan kualitas pelayanan public, penelitian,
perencanaan pembangunan, dan atau penegakan hukum. Kementerian Dalam
Negeri mendelegasikan kewenangan pemanfaatan data kependudukan kepada
Dirjen Dukcapil, Gubernur, dan Bupati/Walikota sesuai dengan skala
kewenangannya.
Peraturan Menteri Dalam Negeri No. 61 Tahun 2015 tentang Persyaratan,
Ruang Lingkup dan Tata Cara Pemberian Hak Akses serta Pemanfaatan Nomor
Induk Kependudukan, Data Kependudukan, dan Kartu Tanda Penduduk Elektronik,
Kemendagri berwenang dan berkewajiban melayani pemanfaatan NIK, data
kependudukan dan KTP-el kepada lembaga pengguna yang meliputi lembaga
Negara, kementerian, lembaga pemerintah non kementerian dan Badan Hukum
Indonesia yang memberikan pelayanan public di tingkat pusat. Dalam Pasal 5,
Pemerintah Provinsi berwenang dan berkewajiban melayani pemanfaatan NIK, data
kependudukan dan KTP-el kepada lembaga pengguna, yaitu Satuan Kerja
Perangkat Daerah Provinsi. Sedang Pasal 6, menyatakan Pemerintah
Kabupaten/Kota berwenang dan berkewajiban melayani pemanfaatan NIK, data
kependudukan dan KTP-el kepada lembaga pengguna, meliputi Satuan Kerja
Perangkat Daerah Kabupaten/Kota dan Badan Hukum Indonesia yang memberikan
pelayanan public yang tidak memiliki hubungan vertikal dengan lembaga pengguna
di tingkat pusat.
Koordinasi dalam pelaksanaan suatu rencana, pada dasarnya merupakan
salah satu aspek dari pengendalian yang sangat penting. Koordinasi disini adalah
suatu proses rangkaian kegiatan menghubungi, bertujun untuk menyelaraskan tiap
langkah dan kegiatan dalam organisasi agar tercapai gerak yang tepat dalam
mencapai sasaran dan tujuantujuan yang telah ditetapkan, selain sebagai suatu
proses, koordinasi itu dapat juga diartikan sebagai suatu pengatutran yang tertib
dari kumpulan/gabungan usaha untuk menciptakan kesatuan tindakan

19
BAB IV
PENUTUP
A. Kesimpulan
Berdasarkan kajian yang telah ditulis dapat ditarik kesimpulan sebagai
berikut.
1. Pencatatan sipil sebagai kegiatan wajib di suatu negara untuk mendapatkan
data akurat yang dilindungi dan disahkan negara berdasarkan peraturan
yang berlaku.
2. Data hasil register kegiatan pencatatan sipil secara sah mewakili kondisi
nyata di lapangan yang digunakan untuk menentukan arah kebijakan dan
peraturan suatu negara.
3. Koordinasi antar Lembaga dibawah pemerintah dan masyarakat sebagai alat
untuk memperoleh dan mempercepat proses register data diri masyarakat
guna mendapatkan data akurat.

B. Saran
Berdasarkan kesimpulan yang telah disampaikan disampaikan saran sebagai
berikut.
1. Oleh karena pentingnya akta catatan sipil dalam mendukung kehidupan
pribadi seseorang, maka fungsi dan pemahaman masyarakat terhadap
catatan sipil harus ditingkatkan. Masyarakat harus digerakkan atau di
motivasi untuk memperoleh akta catatan sipil. Di samping itu juga data yang
dihasilkan dari aktifitas pencatatan sipil bersifat akurat (valid) dan dapat
digunakan untuk pelayanan publik.
2. Dari segi keandalan (reliability), sebaiknya waktu pemerosesan pelayanan
yang diberikan aparat Disdukcapil dapat lebih tepat waktu sebagaimana
telah ditetapkan dalam peraturan, selalu memberikan pelayanan yang sama
kepada semua masyarakat, serta melayani masyarakat dengan ramah, penuh
senyum serta selalu siap menolong.
3. Dari segi ketanggapan (Responsivenes), sebaiknya aparat lebih
meningkatkan lagi ketanggapan dalam menanggapi masalah yang timbul,

20
lebih tanggap dalam melayani masyarakat ketika tiba dikantor, serta lebih
tanggap dalam melayani keluhan dari masyarakat.
4. Dari segi keyakinan (Assurance), sebaiknya dapat mempertahankan sikap
ramah dan sopan dalam melayani masyarakat, dapat memberikan pelayanan
yang lebih tuntas dan menyeluruh, serta memberikan penjelasan dengan
lebih baik lagi dalam menimbulkan kepercayaan dan keyakinan masyarakat
kepada aparat.
5. Dari segi perhatian (Emphaty), sebaiknya aparat Disdukcapil dapat lebih
meningkatkan perhatian kepada setiap masyarakat, keluhan masyarakat,
serta meningkatkan pemberian pelayanan yang baik kepada semua
masyarakat.
6. Dari segi berwujud (Tangible), sebaiknya aparat Disdukcapil dapat
mempertahankan dan menjaga kebersihan kerapihan kantor, menjaga
peralatan dan perlengkapan kantor, serta menjaga kerapihan dan
penampilan mereka.

21
DAFTAR PUSTAKA

Herlina, Zauhar, S., & Suryadi. (2015). Kinerja Dinas Kependudukan Dan Catatan
Sipil dalam Pelayanan Administrasi Kependudukan di Kabupaten Kota
Baru Kalimantan Selatan. Dalam Jurnal Ilmu Sosial dan Ilmu Politik,
Volume 4, No 3, Halaman 456-465. Diperoleh pada 6 November 2018,
dari https://www.neliti.com/id/publications/42444/kinerja-dinas-
kependuduka n-dan-catatan-sipil-dalam-pelayanan-administrasi

Jafar, M. (2014). Analisis Pencatatan Sipil Ditinjau dari Sudut Pandang Hukum
Perdata. Diperoleh pada 6 November 2018, dari
https://www.academia.edu/17537433/Hukum_perdata-pencatatan_sipil

Kementerian Pemberdayaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi. (2017).


Peraturan Terkait Kependudukan dan Pencatatan Sipil di Indonesia.
Diperoleh pada 6 November 2018, dari
https://sipp.menpan.go.id/sektor/kependudukan-dan-pencatatan-sipil /per
aturan-terkait-kependudukan-dan-pencatatan-sipil-di-indonesia

Nurhidayat, M., Nurmaeta, S., & Hardi, R. (2013). Koordinasi Antar Lembaga
Pemerintah dalam Pelayanan E-KTP di Kecamatan Rappocini Kota
Makassar. Dalam Jurnal Ilmu Pemerintahan, Volume 4, No 2, Halaman
150-162. Diperoleh pada 6 November 2018, dari
http://download.portalgaruda.org/article.php?article=520206. Makassar:
Universitas Muhamadiyah Makassar

Sanusi. (2016). Definisi Catatan Sipil dan Sejarahnya. Diperoleh pada 6 November
2018, dari http://tabirhukum.blogspot.com/2016/11/definisi-catatan-sipil-
dan-sejarahnya.html

Tutik, T.T. (2008). Hukum Perdata dalam Sistem Hukum Nasional. Jakarta:
Kencana Prenada Media Group

22

Anda mungkin juga menyukai