Anda di halaman 1dari 33

MAKALAH

ADMINISTRASI DI KALIMATAN BARAT

Oleh :

INSTITUT PEMERINTAHAN DALAM NEGERI

2023
KATA PENGANTAR
Puji dan Syukur Penulis Panjatkan ke Hadirat Allah SWT karena berkat limpahan Rahmat
dan Karunia-Nya sehingga penulis dapat menyusun makalah ini tepat pada waktunya. Makalah ini
membahas tentang Administrasi Di Kalimatan Barat.

Dalam penyusunan makalah ini, penulis banyak mendapat tantangan dan hambatan akan
tetapi dengan bantuan dari berbagai pihak tantangan itu bisa teratasi. Olehnya itu, penulis
mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada semua pihak yang telah membantu dalam
penyusunan makalah ini, semoga bantuannya mendapat balasan yang setimpal dari Tuhan Yang
Maha Esa.

Penulis menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari kesempurnaan baik dari bentuk
penyusunan maupun materinya. Kritik konstruktif dari pembaca sangat penulis harapkan untuk
penyempurnaan makalah selanjutnya. Akhir kata semoga makalah ini dapat memberikan manfaat
kepada kita sekalian.

Jatinangor

Penulis

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR.................................................................................................................................i

DAFTAR ISI..............................................................................................................................................ii

BAB I.........................................................................................................................................................1

PENDAHULUAN......................................................................................................................................1

1.1 Latar Belakang....................................................................................................................................1

1.2 Rumusan Masalah...............................................................................................................................2

1.3 Tujuan.................................................................................................................................................2

BAB II........................................................................................................................................................3

PEMBAHASAN........................................................................................................................................3

2.1 Masalah Administrasi Di Kalimatan Barat.........................................................................................3

BAB III.....................................................................................................................................................10

PENUTUP................................................................................................................................................10

3.1. Kesimpulan.......................................................................................................................................10

DAFTAR PUSTAKA...............................................................................................................................11

ii
BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Pelayanan kepada masyarakat sudah menjadi tujuan utama dalam penyelenggaraan administrasi publik.

Di Indonesia penyelenggaraan pelayanan publik menjadi isu kebijakan yang semakin strategis karena

perbaikan pelayanan publik di negara ini cenderung berjalan di tempat, sedangkan implikasinya

sebagaimana diketahui sangat luas karena menyentuh seluruh ruang-ruang kepublikan baik dalam

kehidupan ekonomi, sosial, politik, budaya dan lain-lain. Dalam bidang ekonomi, buruknya pelayanan

publik akan berimplikasi pada penurunan investasi yang dapat berakibat terhadap pemutusan hubungan

kerja pada industri-industri dan tidak terbukanya lapangan kerja baru yang juga akan berpengaruh

terhadap meningkatnya angka pengangguran. Akibat lebih lanjut dari masalah ini adalah timbulnya

kerawanan sosial. Perbaikan pelayanan publik akan bisa memperbaiki iklim investasi yang sangat

diperlukan bangsa ini untuk dapat segera keluar dari krisis ekonomi yang berkepanjangan. Sayangnya

upaya menuju kepada perbaikan tersebut masih sebatas lips service. Dalam berbagai studi yang

dilakukan terhadap pelayanan publik ini rupanya tidak berjalan linear dengan reformasi yang dilakukan

dalam berbagai sektor sehingga pertumbuhan investasi malah bergerak ke arah negatif. Akibatnya

harapan pertumbuhan ekonomi yang diharapkan dapat menolong bangsa ini keluar dari berbagai krisis

ekonomi belum terwujud sesuai dengan harapan. Sementara dalam kehidupan politik, buruknya

pelayanan publik berimplikasi dalam terhadap kepercayaan masyarakat kepada pemerintah. Buruknya

pelayanan publik selama ini menjadi salah satu variabel penting yang mendorong munculnya krisis

kepercayaan masyarakat kepada pemerintah. Krisis kepercayaan tersebut teraktualisasi dalam bentuk

protes dan demonstrasi yang cenderung tidak sehat, hal itu menunjukkan kefrustasian publik terhadap

pemerintahnya. Sehubungan dengan itu perbaikan pelayanan publik mutlak diperlukan agar image

buruk masyarakat kepada pemerintah dapat diperbaiki, karena dengan perbaikan kualitas pelayanan

publik yang semakin baik dapat mempengaruhi kepuasan masyarakat sehingga kepercayaan

1
masyarakat terhadap pemerintah dapat dibangun kembali. Dari segi sosial budaya, pelayanan publik

yang buruk mengakibatkan terganggunya psikologi masyarakat yang terindikasi dari berkurangnya rasa

saling menghargai di kalangan masyarakat, timbulnya saling curiga meningkatnya sifat eksklusifisme

yang berlebihan, yang pada akhirnya menimbukan ketidakpedulian masyarakat baik terhadap

pemerintah maupun terhadap sesama. Akibat yang sangat buruk terlihat melalui berbagai kerusuhan

dan tindakan anarkis di berbagai daerah. Seiring dengan itu masyarakat cenderung memilih jalan pintas

yang menjurus ke arah negatif dengan berbagai tindakan yang tidak rasional dan cenderung melanggar

hukum.

Kelurahan adalah wilayah kerja lurah sebagai perangkat daerah kabupaten atau daerah kota dibawah

kecamatan. Pembentukan kelurahan ditujukan untuk meningkatkan kemampuan penyelenggaraan

pemerintahan kelurahan secara berdayaguna, berhasil guna, dan pelayanan terhadap masyarakat sesuai

dengan tingkat perkembangan dan kemajuan pembangunan. Pelaksanaan pelayanan publik pada tingkat

pemerintah kelurahan merupakan ujung tombak dalam pelayanan prima pada masyarakat. Pemberian

pelayanan kepada masyarakat menjadi salah satu aspek paling penting didalam pelaksanaan fungsi

pemerintahan dimana pemerintah berusaha memberikan pelayanan yang terbaik sebagai implikasi dari

fungsi aparatur Negara. Kualitas pelayanan publik merupakan suatu kondisi dimana pelayanan

mempertemukan atau memenuhi atau bahkan melebihi dari apa yang menjadi harapan konsumen

dengan sistem kinerja aktual dari penyedia jasa. Keberhasilan proses pelayanan publik sangat

tergantung pada dua pihak yaitu birokrasi (pelayan) dan masyarakat (yang dilayani). Dengan demikian

untuk melihat kualitas pelayanan publik perlu diperhatikan dan dikaji dua aspek pokok yakni aspek

proses internal organisasi birokrasi (pelayan) dan aspek eksternal organisasi yakni kemanfaatan yang

dirasakan oleh masyarakat pelanggan.

Kualitas memberikan suatu dorongan kepada pelanggan untuk menjalin ikatan yang kuat dengan suatu

instansi. Dalam jangka panjang ikatan seperti ini memungkinkan suatu instansi memahami dengan

seksama harapan pelanggan serta kebutuhan mereka. Dengan demikian, instansi tersebut dapat

2
meningkatkan kepuasan pelanggan dengan cara, perusahaan memaksimumkan pengalaman pelanggan

yang menyenangkan dan meminimumkan atau meniadakan pengalaman pelanggan yang kurang

menyenangkan. Pada gilirannya kepuasan pelanggan dapat menciptakan kesetiaan atau loyalitas kepada

perusahaan yang memberikan kualitas yang memuaskan

1.2. Rumusan Masalah

1. Bagaimana Masalah Administrasi Di Kalimatan Barat?

1.3. Tujuan

Dalam makalah ini akan dibahas mengenai Masalah Administrasi Di Kalimatan Barat.

3
BAB II

PEMBAHASAN

2.1 Masalah Administrasi Di Kalimatan Barat

Kalimantan Barat adalah salah satu provinsi di Indonesia yang terletak di pulau Kalimantan bagian

barat. Provinsi ini berbatasan dengan negara tetangga Malaysia di sebelah utara, provinsi Sarawak di

sebelah barat, serta provinsi Kalimantan Tengah dan Kalimantan Timur di sebelah timur dan selatan.

Provinsi Kalimantan Barat memiliki luas wilayah sekitar 146.807 km persegi dan terdiri dari 14

kabupaten dan kota, dengan Pontianak sebagai ibu kota provinsi. Penduduk provinsi Kalimantan Barat

sebagian besar adalah suku Dayak, Melayu, dan Tionghoa. Provinsi Kalimantan Barat juga memiliki

banyak potensi alam yang dapat dijadikan sebagai sumber daya ekonomi, seperti hutan tropis yang

masih cukup luas, tambang mineral, dan hasil laut seperti ikan, udang, dan kepiting. Selain itu, provinsi

ini juga memiliki berbagai tempat wisata yang menarik, seperti Pantai Pasir Panjang, Taman Nasional

Gunung Palung, dan Monumen Equator di Pontianak. Dalam bidang kebudayaan, provinsi Kalimantan

Barat memiliki berbagai macam kesenian tradisional seperti tari melayu, tari Dayak, dan tari piring.

Selain itu, masyarakat Kalimantan Barat juga memiliki kebiasaan unik seperti memakan ikan terubuk

yang dianggap sebagai hidangan khas daerah ini. Secara keseluruhan, provinsi Kalimantan Barat

memiliki banyak potensi dan keunikan yang dapat dijelajahi dan diexplore. Oleh karena itu, provinsi ini

menjadi salah satu destinasi wisata yang menarik untuk dikunjungi bagi wisatawan yang mencari

pengalaman baru.

Berbicara mengenai pelayanan publik, tidak akan ada habisnya untuk dibahas. Banyak pandangan

miring manakala kata pelayanan publik itu dibahas. Pelayanan publik sering dikaitan dengan hal-hal

yang kotor, korup, berbelit-belit, dan petugas yang kurang ramah. Mungkin hal ini bisa saja tidak

terjadi tetapi inilah realita yang dirasakan penulis terjadi di Negara kita. Seharusnya pelayanan publik

atau pelayanan umum dapat didefinisikan sebagai segala bentuk jasa pelayanan, baik dalam bentuk

barang publik maupun jasa publik yang pada prinsipnya menjadi tanggung jawab dan dilaksanakan
4
oleh Instansi Pemerintah di Pusat, di Daerah, dan di lingkungan Badan Usaha Milik Negara atau Badan

Usaha Milik Daerah, dalam rangka upaya pemenuhan kebutuhan masyarakat maupun dalam rangka

pelaksanaan ketentuan peraturan perundang-undangan. Contoh dari pelayanan publik ini banyak sekali.

Sebagai contoh pembuatan SIM, E-KTP, jasa listrik (PLN), PDAM, PT KAI, pelayanan pajak,

pengurusan paspor dan segala bentuk perizinan.

Administrasi di Kalimantan Barat merujuk pada sistem organisasi dan tata kelola pemerintahan yang

diterapkan di provinsi Kalimantan Barat, Indonesia. Seperti di provinsi-provinsi lain di Indonesia,

administrasi di Kalimantan Barat terdiri dari berbagai unit kerja pemerintah yang saling terkait dan

bekerja sama dalam menjalankan fungsi-fungsi pemerintahan. Secara struktural, administrasi di

Kalimantan Barat terdiri dari beberapa tingkat pemerintahan, yaitu pemerintah provinsi,

kabupaten/kota, kecamatan, dan desa/kelurahan. Pemerintah provinsi dipimpin oleh seorang Gubernur

dan dibantu oleh Wakil Gubernur serta Sekretaris Daerah, sedangkan kabupaten/kota dipimpin oleh

seorang Bupati/Walikota dan dibantu oleh Wakil Bupati/Wakil Walikota serta Sekretaris Daerah

Kabupaten/Kota. Tugas-tugas administrasi di Kalimantan Barat meliputi berbagai aspek pemerintahan,

seperti pelayanan publik, pengelolaan keuangan daerah, penyelenggaraan pemilihan umum,

pengawasan dan evaluasi kinerja pemerintah, pengembangan sumber daya manusia, dan lain

sebagainya. Selain itu, administrasi di Kalimantan Barat juga memiliki tugas untuk memfasilitasi

partisipasi masyarakat dalam pengambilan keputusan dan penyelesaian masalah di daerah. Dalam

menjalankan tugas-tugasnya, administrasi di Kalimantan Barat harus mengacu pada prinsip-prinsip tata

kelola yang baik, seperti transparansi, akuntabilitas, partisipasi, dan responsivitas. Prinsip-prinsip

tersebut harus diterapkan dalam setiap kegiatan pemerintahan untuk memastikan bahwa keputusan

yang diambil dan tindakan yang dilakukan oleh pemerintah benar-benar dapat memenuhi kebutuhan

dan kepentingan masyarakat. Secara keseluruhan, administrasi di Kalimantan Barat memiliki peran

yang sangat penting dalam menjalankan tugas-tugas pemerintahan dan memfasilitasi partisipasi

masyarakat. Oleh karena itu, pemerintah dan masyarakat di Kalimantan Barat perlu bekerja sama

5
dalam membangun sistem administrasi yang efektif dan efisien, serta terbuka dan responsif terhadap

kebutuhan dan aspirasi masyarakat.

Administrasi di Kalimantan Barat juga melibatkan berbagai macam kebijakan dan program pemerintah

yang dirancang untuk memenuhi kebutuhan dan meningkatkan kesejahteraan masyarakat di daerah

tersebut. Beberapa kebijakan dan program tersebut antara lain:

1. Program Keluarga Harapan (PKH): Program ini bertujuan untuk memberikan bantuan sosial

kepada keluarga miskin dan rentan di Kalimantan Barat. Bantuan yang diberikan berupa uang tunai

yang dapat digunakan untuk memenuhi kebutuhan dasar seperti makanan, pendidikan, dan kesehatan.

2. Program Indonesia Pintar (PIP): Program ini bertujuan untuk meningkatkan akses dan mutu

pendidikan di Kalimantan Barat. Program PIP menyediakan bantuan kepada siswa dari keluarga kurang

mampu untuk membayar biaya pendidikan dan memfasilitasi mereka dalam mengakses sumber belajar.

3. Program Pembangunan Infrastruktur: Pemerintah Kalimantan Barat juga memprioritaskan

pembangunan infrastruktur untuk mendukung pertumbuhan ekonomi dan meningkatkan kesejahteraan

masyarakat. Beberapa proyek infrastruktur yang sedang dilaksanakan antara lain pembangunan jalan

tol, pembangunan jalan raya, pembangunan pelabuhan, dan pembangunan bandara.

4. Program Kewirausahaan: Pemerintah Kalimantan Barat juga mendorong pengembangan

kewirausahaan di daerah tersebut. Program ini bertujuan untuk meningkatkan jumlah dan kualitas

usaha kecil dan menengah (UKM) di Kalimantan Barat dengan memberikan bantuan modal, pelatihan,

dan fasilitas pendukung lainnya.

Selain itu, administrasi di Kalimantan Barat juga harus menghadapi berbagai tantangan dan masalah

dalam menjalankan tugas-tugasnya, seperti kurangnya sumber daya manusia yang berkualitas,

kurangnya anggaran, permasalahan dalam pengawasan dan evaluasi kinerja pemerintah, dan lain

sebagainya. Oleh karena itu, diperlukan upaya yang terus-menerus dalam meningkatkan kapasitas dan

6
kualitas sumber daya manusia, memperkuat sistem pengawasan dan evaluasi, serta meningkatkan

partisipasi masyarakat dalam pengambilan keputusan dan penyelesaian masalah di daerah.

Administrasi publik sama halnya dengan administrasi lainnya yang dijalankan untuk serangkaian
kepentingan umum. Sehingga, dalam administrasi publik terdapat definisi yang cukup beragam dan
dari berbagai macam ahli. Sebagai contoh, beberapa akademisi berpendapat bahwa semua pekerjaan
yang kaitannya dengan pemerintah termasuk dalam kategori administrasi publik, sementara itu yang
lain memilih untuk berpendapat bahwa hanya aspek eksekutif saja dari fungsi pemerintah yang terdiri
atas administrasi publik. Bahkan, di era yang modern ini administrasi publik sering dianggap sebagai
tanggung jawab untuk menentukan kebijakan dan program dari pemerintah. Secara khusus, ini
merupakan perencanaan, pengorganisasian, pengarahan, koordinasi, dan pengendalian operasi
pemerintah. Di dalam suatu negara, administrasi publik dipraktikkan baik di tingkat pusat, menengah,
maupun lokal. Tentu saja, hubungan antara berbagai tingkat pemerintahan dalam suatu negara menjadi
masalah administrasi publik yang terus berkembang. Dengan tujuan memperjelas pemahaman Grameds
tentang pengertian administrasi publik, maka artikel ini akan mengulas bagaimana pengertian
pengertian administrasi publik, sifat dan ruang lingkup, teori, fungsi, dan tujuan administrasi publik.
Administrasi publik ialah salah satu dari ilmu sosial yang mengkaji sistem pengelolaan negara
yang mengaitkan dengan kebijakan, organisasi, manajemen, dan pelayanan. Administrasi publik selalu
berhubungan dengan Legislatif, Yudikatif, dan Eksekutif. Selain itu, administrasi publik erat kaitannya
dengan berbagai peraturan dan kebijakan yang berhubungan dengan publik, tujuan negara, administrasi
pembangunan, dan etika yang mengatur penyelenggaraan negara dengan baik. Jika ditinjau secara tata
bahasa, administrasi publik mempunyai dua kata penyusun, yaitu administrasi dan publik. Dengan
demikian, administrasi bisa diartikan sebagai suatu kegiatan atau kerja sama sekelompok orang yang
bertujuan untuk mencapai tujuan yang telah ditentukan. Sedangkan kata publik diartikan sebagai
negara dan warga negara atau masyarakat Dengan begitu, administrasi publik bisa kita artikan sebagai
sebuah proses menjalankan keputusan atau kebijakan untuk kepentingan negara, warga negara, atau
masyarakat. Perlu kita ketahui bersama bahwa administrasi publik seperti halnya dengan administrasi
lainnya yang dilakukan dengan tujuan untuk kepentingan umum. Marx mendefinisikan administrasi
sebagai administrasi ditentukan dengan tindakan yang diambil dalam mencapai tujuan yang telah
disadari. Ini merupakan penataan urusan yang sistematis dan penggunaan sumber daya yang
diperhitungkan dengan tujuan untuk mewujudkannya yang diinginkan oleh seseorang/organisasi.
7
Administrasi publik merupakan aspek terpenting dari birokrasi di seluruh dunia; baik itu negara
dengan karakteristik demokrasi, sosialis, atau bahkan kapitalis. Apalagi, dalam negara sosialis, karena
semua aspek kehidupan warga dipengaruhi dan ditentukan oleh pemerintah, peran pemerintah amat
sangat kuat. Namun, ada perubahan besar dalam cara administrasi publik diimplementasikan dari
zaman kuno dan abad pertengahan saat inisiatif tidak lebih dari fungsi administratif sporadis seperti
menjaga hukum dan ketertiban serta mengumpulkan pendapatan dengan sedikit atau tanpa aktivitas
untuk mencapai kesejahteraan.
Orang-orang yang melakukan kegiatan administrasi publik ini dipilih oleh raja-raja dan tidak lebih
baik dari pelayan pribadi mereka saja. Seiring dengan perkembangan zaman, tujuan administrasi publik
juga berubah dan di abad kesembilan belas; pendekatan terorganisir untuk melayani sipil dan
administrasi publik diadopsi. Pendekatan ini didasarkan pada kerangka hukum yang lengkap
menggantikan fungsi patriarki dan turun-temurun dengan birokrasi yang telah mengakar dengan kuat.
Adanya pendekatan baru bagi administrasi publik terjadi disebabkan sejumlah alasan. Salah satu alasan
utama dan terpenting yaitu revolusi industri. Dengan adanya revolusi industri, pemerintah di suatu
negara memasuki perdagangan, yang kemudian diikuti oleh paham isme-isme, yaitu imperialisme,
nasionalisme, dan internasionalisme yang menambah perluasan tugas dan tanggung jawab suatu
pemerintahan. Di zaman sekarang ini, sekali lagi jauh berbeda dengan yang terjadi seabad yang lalu.
Selain itu, ruang lingkup administrasi publik juga telah mengalami pergeseran, termasuk susah untuk
memutuskan apakah itu paradigma atau bukan. Akan tetapi, seiring dengan meningkatnya kesadaran di
kalangan masyarakat terutama di negara yang berkembang dan memperoleh ilmu pengetahuan tentang
hak, hak istimewa, dan hukum di antara orang-orang di negara maju (misalnya saja perdebatan tentang
Undang-Undang Rekonsiliasi Perawatan Kesehatan dan Pendidikan tahun 2010) telah memunculkan
tantangan baru bagi para administrator publik dan pembuat/pemangku kebijakan dalam suatu
pemerintahan. Permintaan untuk layanan nasional yang bersatu, konflik kepentingan antara berbagai
bagian ekonomi dalam suatu masyarakat dan dengan migrasi global serta kemudian globalisasi;
perlindungan kepentingan kelompok multi-etnis masyarakat telah menyebabkan administrator publik
sibuk. Administrasi ini sangat penting karena tidak cukup untuk membuat kebijakan dan undang-
undang di atas kertas putih saja. Penafsiran, penerjemahan kebijakan, dan undang-undang tersebut
menjadi tindakan dan pelaksanaannya merupakan bagian yang tidak mudah. Oleh karena itu,
penyelenggara publik wajib memainkan peran penting dalam menjalankan pemerintahan sebagai mesin
yang berjalan. Adanya birokrasi mungkin sering diejek oleh kalangan masyarakat, akan tetapi apabila
8
pekerjaan administratif dihentikan, tidak ada yang benar-benar terjadi. Di hampir seluruh negara di
dunia, jumlah orang yang dipekerjakan dalam pekerjaan administrasi publik tergolong sangat banyak,
contohnya negara adidaya Amerika Serikat, angkanya kira-kira mencapai 2.036.000 warga sipil, tidak
termasuk pegawai Kongres dan pengadilan Federal. Selain di Amerika Serikat, di Inggris angkanya
mencapai beberapa ribu dan di India juga ada ujian untuk menjadi pegawai negeri. Dari berbagai peran
penting yang dimainkan administrasi negara, yang paling penting yaitu melaksanakan hukum dan
kebijakan dengan baik, optimal, dan patuh, serta bertindak sebagai adjudicator.

Pada makalah ini penulis menuliskan kasus pelayanan yang tidak seharusnya terjadi di lingkungan

pemerintahan di Indonesia. Mengenai proses pembuatan KTP di Indonesia. Kartu Tanda Penduduk

(KTP) adalah identitas kependudukan. Kartu ini wajib dimiliki oleh warga negara Indonesia yang

berusia di atas 17 tahun atau sudah menikah. Batas pembuatannya adalah 14 hari semenjak menikah

atau berusia 17 tahun dengan biaya gratis atau tanpa uang sepeserpun. Sebagai sampling kasus, terdapat

beberapa fakta yang menunjukan sebaliknya dimana calon pembuat KTP dikenakan semacam charge

atau bolehlah secara kasar kita sebut uang sogok. Di kecamatan X sebut saja begitu, ketika proses

pembuatan KTP yang sedianya harus mengantri berjam-jam akibat banyaknya yang mengurus KTP

dalam sesi foto cukup membayar Rp 20.000 maka akan dipercepat alias tanpa antri dan keesokan

harinya KTP sudah siap di tangan. Itulah sekelumit fakta bahwa pembuatan KTP yang sedianya gratis

tanpa sepeser uang pun menjadi ajang mencari sampingan oknum-oknum yang tidak bertanggung

jawab. Saya pikir tidak semua instansi baik di kecamatan, atau kelurahan atau RT seperti itu tetapi

paling tidak, dari beberapa instansi atau bahkan mungkin banyak instansi, mengingat hal itu sudah

menjadi rahasia umum, terjadi hal yang kurang patut seperti itu. Serupa dengan kasus pembuatan KTP

adalah pembuatan SIM atau surat izin mengemudi, bahkan dalam masyarakat sampai terdapat istilah

SIM nembak atau SIM yang dibuat dengan uang pelicin. Misalnya, di Kota XYZ peserta yang ingin

mendapat SIM tanpa tes cukup membayar Rp 170.000. Selanjutnya adalah mengenai pelayanan pajak.

Masih segar dalam ingatan ketika bagaimana oknum pegawai pajak, Gayus Halomoan Tambunan

dalam kasus pajak yang melibatkan “pemain-pemain kelas kakap” yang tentu saja menciderai perasaan

para wajib pajak dan makin memperparah sentiment negatif masyarakat terhadap institusi perpajakan.

9
Reformasi perpajakan memang sudah digulirkan semenjak tahun 2002 dan berdampak positif ditandai

dalam berbagai barometer dan penelitian bahwa pajak bukanlah institusi terkorup dan tercapainya

target penerimaan negara yang semakin meningkat, tetapi tetap Instansi perpajakan butuh usaha ekstra

keras untuk bisa memperbaiki citranya.

Dari uraian-uraian di atas kondisi pelayanan publik masih sangat buruk, masih diwarnai praktek kolusi,

korupsi, dan nepotisme (KKN) serta sarat dengan paradigma korporatisme untuk mencari keuntungan

pribadi. Buruknya pelayanan publik diperparah pula oleh rendahnya partisipasi masyarakat dalam

mengingatkan para pejabat publik termasuk pegawai negeri sipil (PNS) agar bekerja lebih profesional.

Namun itulah gambaran realita yang terjadi di Negara Indonesia kita ini.

Hal yang dirasakan oleh masyarakat saat ini dalam hal pelayanan publik adalah, ada kecenderungan

adanya ketidakadilan dalam pelayanan publik di mana masyarakat yang tergolong miskin akan sulit

mendapatkan pelayanan. Sebaliknya, bagi mereka yang memiliki “uang“, dengan sangat mudah

mendapatkan segala yang diinginkan. Untuk itu, apabila ketidakmerataan dan ketidakadilan ini terus-

menerus terjadi, maka pelayanan yang berpihak ini akan memunculkan potensi yang bersifat berbahaya

dalam kehidupan berbangsa. Potensi ini antara lain terjadinya disintegrasi bangsa, perbedaan yang lebar

antar yang kaya dan miskin dalam konteks pelayanan, peningkatan ekonomi yang lamban, dan pada

tahapan tertentu dapat meledak dan merugikan bangsa Indonesia secara keseluruhan.

Citra layanan publik di Indonesia, dari dahulu hingga kini, lebih dominan sisi gelapnya ketimbang sisi

terangnya, selain mekanisme birokrasi yang bertele-tele ditambah dengan petugas birokrasi yang tidak

profesional. Sudah tidak asing kalau layanan publik di Indonesia dicitrakan sebagai salah satu sumber

korupsi , dan sangat beralasan kalau World Bank, dalam World Development Report 2004,

memberikan stigma bahwa layanan publik di Indonesia sulit diakses oleh orang miskin, dan menjadi

pemicu ekonomi biaya tinggi (high cost economy) yang pada akhirnya membebani kinerja ekonomi

makro, alias membebani publik (masyarakat). Jadi sangat dibutuhkan peningkatkan kualitas dan

menjamin penyediaan pelayanan publik serta memberi perlindungan bagi warga negara dari
10
penyalahgunaan wewenang (abuse of power) dalam penyelenggaraan pelayanan publik oleh

pemerintah.

Jika diperhatikan berbagai permasalahan penyelenggaraan pelayanan publik di Indonesia, maka

permasalahan utama pelayanan publik sekarang ini adalah berkaitan dengan peningkatan kualitas dari

pelayanan itu sendiri. Menurut Albrecht dan Zemke (1990) kualitas pelayanan publik merupakan hasil

interaksi dari berbagai aspek, yaitu sistem pelayanan, sumber daya manusia pemberi pelayanan,

strategi, dan pelanggan. Sementara Mohammad (2003) menyebutkan bahwa pelayanan yang

berkualitas sangat tergantung pada aspek-aspek seperti bagaimana pola penyelenggaraannya, dukungan

sumber daya manusia, dan kelembagaan yang mengelola.

Dilihat dari sisi pola penyelenggaraannya, pelayanan publik di Indonesia masih memiliki berbagai

kelemahan antara lain: (1) kurang responsive, (2) kurang informatif, (3) kurang accessible, (4) kurang

koordinasi, (5) birokratis, (6) kurang mau mendengar keluhan/saran/aspirasi masyarakat, dan (7)

inefisiensi. Dilihat dari sisi sumber daya ma- nusianya kelemahan utamanya adalah ber- kaitan dengan

profesionalisme, kompetensi, emphaty dan etika. Pola kerja yang digunakan oleh sebagian besar

aparatur yang ada seka- rang ini masih dipengaruhi oleh model biro- krasi klasik, yakni cara kerja yang

terstruktur/ hierarkis, legalistik formal, dan sistem tertutup. Selain itu beberapa pendapat menilai bahwa

kelemahan sumber daya manusia aparatur pemerintah dalam memberikan pelayanan disebabkan oleh

sistem kompensasi yang rendah dan tidak tepat.

Tuntutan masyarakat terhadap pelayanan publik, ternyata erat kaitannya dengan masalah-masalah

moral dan etika birokrasi (moral and ethical of bureaucracy). Kumorotomo (1994 : 24) menyebutkan

bahwa, “Para birokrat sangat memerlukan kepekaan etika, agar dapat memberikan pelayanan kepada

masyarakat. Dengan demikian, jelaslah, bahwa pelaksanaan tugas pelayanan publik, hanya akan

berjalan dengan baik, apabila didukung oleh moral dan etika, serta sikap dan tindakan aparatur yang

professional, dalam pelaksanaan tugas”. Hal ini, pada gilirannya, akan dapat meningkatkan efektivitas

pelayanan publik, yang dilakukan oleh aparatur pemerintah. Semangkat kerja birokrasi pemerintah
11
yang berorientasi pada pelayanan publik, perlu menjadi pedoman. Untuk menciptakan kondisi

demikian, diperlukan upaya pemerintah. Bahkan semenjak pemerintah orde baru, upaya perbaikan

birokrasi itu, telah banyak dilakukan.

Beberapa faktor yang menyebabkan buruknya pelayanan kepada masyarakat adalah disebabkan antara

lain :

1. Tidak/kurang adanya kesadaran para pegawai terhadap tugas/kewajiban yang menjadi tanggung

jawabnya. Akibatnya mereka bekerja dan melayani seenaknya, padahal orang

yang menunggu hasil kerjanya sudah gelisah. Akibat wajar dari ini adalah tidak adanya disiplin kerja

yang jelas.

2. Pendapatan pegawai yang tidak mencukupi memenuhi kebutuhan hidup meskipun secara

minimal. Akibatnya pegawai tidak tenang bekerja, berusaha mencari tambahan pendapatan dalan jam

kerja cara antara lain “menjual” jasa pelayanan.

3. Kemampuan pegawai yang tidak memadai untuk tugas yang dibebankan kepadanya. Akibatnya

hasil pekerjaan tidak memenuhi standard yang ditetapkan.

4. Tidak tersedianya sarana palayanan yang memadai. Akibatnya pekerjaan menjadi lambat, waktu

banyak yang hilang dan penyelesaian masalah terlambat.

5. Sistem, prosedur dan metode kerja yang ada tidak memadai sehingga mekanisme kerja tidak

berjalan sebagaimana yang diharapkan.

6. Kelambatan pelayanan umum tidak hanya disebabkan oleh kurang baiknya cara pelayanan pada

tingkat bawah, akan tetapi juga disebabkan buruknya tata kerja dalam organisasi. Sikap pandang

organisasi birokrasi pemerintah kita, misalnya terlalu berorientasi kepada kegaitan dan pertanggung

jawaban yang sifatnya formal. Penekanan kepada hasil produksi atau kualitas pelayanan sangatlah

12
kurang, sehingga lambat laun pekerjaan-pekerjaan yang organisasi menjadi kurang menantang dan

kurang menggairahkan. Dengan ditambah oleh semangat kerja yang buruk, maka terjadilah suasana

rutinitas yang semakin mengenjala dan akhirnya aktivitas-aktivitas yang dijalankan itu menjadi

“counter-production”.

7. Penyebab hambatan-hambatan terhadap peningkatan kualitas pelayanan publik tidak terlepas

dari sistem dan mekanisme kerja yang diterapkan dalam birokrasi pemerintah kita. Formalitas dalam

rincian tugas-tugas organisasi menuntut uni-informalitas dan keseragaman yang tinggi. Akibatnya para

pegawai menjadi takut berbuat salah dan

Berdasarkan factor – factor diatas terdapat dampak buruk yang terjadi salah satunya terjadi Pungutan

Liar (Pungli) dikalangan masyarakat yang dilakukan oleh para aparatur pelayanan. Dengan memberi

alasan bahwa proses pengerjaan data lebih cepat dari pada biasanya sehingga banyak masyarakat yang

tergiur dan tergoda akan tawaran tersebut. Pungutan liar atau pungli adalah pengenaan biaya di tempat

yang tidak seharusnya biaya dikenakan atau dipungut. Kebanyakan pungli[1] dipungut oleh pejabat

atau aparat, walaupun pungli[2] termasuk ilegal dan digolongkan sebagai KKN, tetapi kenyataannya

hal ini jamak terjadi di Indonesia.

Untuk dapat keluar dari permasalahan di atas, pemerintah melakukan optimalisasi dalam
menerapkan Pedoman penyelenggaraan Pelayanan Publik dengan memperhatikan asas-asas yang
termuat dalam penyelenggaraan publik. Selanjutnya dalam penyelenggaraan pelayanan publik
diterapkan pula prinsip-prinsip pelayanan publik, seperti Kesederhanaan,yaitu prosedur pelayanan yang
tidak berbelit-belit, mudah dipahami dan dilaksanakan, Kepastian waktu,dimana pelayanan dapat
diselesaikan sesuai waktu yang telah ditentukan, Kemudahan akses, dimana tempat pelayanan berlokasi
di tempat yang mudah dijangkau,memadai,memiliki jaringan telekomunikasi dan informasi yang lancer
Dalam penyelenggaraan pelayanan publik ada standar pelayanan yang dipublikasikan
untuk menjamin kepastian bagi si penerima pelayanan.Standar pelayanan adalah ukuran yang
dilakukan dalam melakukan layanan yang wajib ditaati pemberi dan / atau penerima pelayanan.
Menurut Nommensen Sinamo (2015 : 83 ) standar pelayanan meliputi: (a)Prosedur Pelayanan,Prosedur

13
pelayanan yang dilakukan bagi pemberi dan penerima pelayanan termasuk pengaduan,(b).Waktu
Penyelesaian, Waktu penyelesaian yang ditetapkan sejak saat pengajuan permohonan sampai dengan
penyelesaian pelayanan termasuk pengaduan, (c).Biaya pelayanan,Biaya atau tarif pelayanan termasuk
rincian yang ditetapkan dalam proses pemberian layanan; (d).Produk pelayanan,Hasil pelayanan yang
akan diterima sesuai dengan ketentuan yang telah ditetapkan, (e).Sarana dan prasarana,Penyediaan
sarana dan prasarana pelayanan yang memadai oleh penyelenggara pelayanan publik, (f).Kompetensi
petugas pemberi pelayanan, kompetensi petugas harus ditetapkan dengan berdasarkan pengetahuan,
keahlian, sikap keterampilan,dan perilaku yang dibutuhkan.
Sebelum terbitnya Undang-undang nomor 25 Tahun 2009,telah ada pedoman umum dalam
penyelenggaraan publik yang dijadikan dasar hukum dalam penyelenggaraan pelayanan 1

publik di Indonesia sebagaimana diatur dalam Keputusan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara
nomor 63 Tahun 2004 tentang Pedoman umum penyelenggaraan pelayanan publik, dimana dalam
keputusan MENPAN tersebut dinyatakan bahwa hakikat pelayanan publik adalah pemberian pelayanan
prima kepada masyarakat yang merupakan manifestasi kewajiban aparatur pemerintah sebagai abdi
masyarakat. Terkait hal ini diatur pula standar pelayanan publik yang harus dipenuhi, yaitu (1)
Prosedur Pelayanan, (2) Waktu penyelesaian pelayanan, (3) Biaya pelayanan, (4) Produk atau hasil
pelayanan, (5) Sarana prasarana pelayanan, dan (6) kompetensi petugas si pemberi pelayanan yang ahli
dan terampil serta ramah.Untuk meningkatkan kualitas pelayanan publik,pemerintah telah
memberlakukan Undang - undang nomor 25 tahun 2000 tentang Program Pembangunan Nasional yang
mengamanatkan perlu adanya indeks kepuasan masyarakat sebagai tolok ukur dalam menilai tingkat
kualitas pelayanan publik sekaligus sebagai acuan bagi unit pelayanan instansi pemerintah dalam
menyusun indeks kepuasan masyarakat. Selanjutnya menurut Nommensen Sinamo(2015:85) Tujuan
penyusunan indeks kepuasan masyarakat adalah untuk mengetahui tingkat kinerja unit pelayanan
secara berkala sebagai bahan untuk menetapkan kebijakan dalam rangka meningkatkan kualitas
pelayanan publik selanjutnya.

Pola pelayanan publik dapat dibedakan atas 5(lima) macam pola, yaitu: (1) Polapelayanan teknis

fungsional,yakni pelayanan masyarakat yang diberikan oleh suatu instansi pemerintahsesuai dengan

bidang tugas, fungsi dan kewenangannya.(2) Pola pelayanan satu pintu ,yakni pelayanan masyarakat

yang diberikan secara tunggal oleh suatu unit kerja pemerintah berdasarkan pelimpahan wewenang
1
Sinamo, Nomensen.2015. Hukum Tata Negara Indonesia. Jakarta : Permata Aksara.
14
dari unit kerja pemerintah terkait lainnya yang bersangkutan. (3)Pola pelayanan satu atap yang

dilakukan secara terpadu pada satu instansi pemerintah yang bersangkutan sesuai kewenangan masing-

masing.(4) Pola pelayanan terpusat yang dilakukan oleh suatu instansi pemerintah yang bertindak

selaku coordinator terhadap pelayanan instansi pemerintah lainnya yang terkait dengan bidang

pelayanan masyarakat yang bersangkutan,(5) Pola pelayanan elektronik adalah menggunakan teknologi

informasi dan komunikasi yang merupakan otomatisasi layanan (online) sehingga dapat menyesuaikan

diridengan keinginaan dan kapasitas pelanggan.

CONTOH KASUS : Selasa, 07 Mei 2013, pukul 08.30 Wib, kemarin , di Karawang, ketika hendak

mengurus perpanjangan Tanda Daftar Perusahaan Perseroan Terbatas (PT) di KantorPemerintah

Kabupaten Karawang Dinas Perindustrian, Perdagangan dan Pasar Kabupaten Karawang, Jl. A. Yani

No. 30 Karawang. Penulis diminta untuk memberikan sejumlah uang, sebesar Rp. 1.000.000, - (satu

juta rupiah) untuk biaya administrasi oleh seorang oknum aparat kantor Dinas tersebut yang berisial

“A”, tanpa malu-malu oknum aparat itu menyampaikan bahwa hal ini sudah biasa.Ketika ditanya,

apakah hal ini merupakan aturan resmi kantor Dinas tempat oknum aparat itu bekerja, dengan enteng ia

menjawab tidak, “tetapi kalau ingin dikerjakan sama saya, maka bapak harus membayar segitu,

waktunya seminggu, karena pimpinan sedang tidak ada di tempat”.Akhirnya, dengan sedikit kesal dan

berargumen bahwa hal ini “tidak benar”, penulis akhirnya mengurungkan niat untuk memperpanjang

TDP di kantor Dinas Perindustrian, Perdagangan dan Pasar tersebut. Dan, memilih untuk mengurus

TDP perseroan terbatas tersebut ke Kantor Pemerintah Kabupaten Karawang, yaitu di Badan

Penanaman Modal dan Pelayanan Terpadu, yang beralamat di Jl. A. Yani No. 1

Karawang,bersebelahan dengan kantor Bupati Karawang.

Kualitas pelayanan publik kita saat ini masih jauh dari harapan. Dapat dikatakan juga, belum berjalan

secara maksimal. Faktor yang mempengaruhi pelayanan publik belum berjalan secara maksimal adalah

ketika perputaran pergantian kepemimpinan karena lembaga itu tidak memiliki konsep pelayanan

15
publik yang berkelanjutan. Misalnya, selama lima tahun pejabat bupati, wali kota, gubernur, presiden,

selalu mencalonkan kembali dan berkampanye.

Tetapi konsep pelayanan publik kan tidak berjalan lima tahun. Konsep pelayanan publik itu seharusnya

bersifat jangka menengah dan panjang. Sehingga membuat pelayanan publik tidak selesai dalam lima

tahun. Ganti pemimpin, ganti konsep. Hal ini dapat mengganggu peningkatan kualitas pelayanan

publik. Selain itu, kinerja pelayanan publik belum dilaksanakannya transparansi dan akuntabilitas

dalam penyelenggaraan pelayanan publik.

Oleh karena itu, pelayanan publik harus dilaksanakan secara transparan dan akuntabel oleh setiap unit

pelayanan instansi pemerintah karena kualitas kinerja birokrasi pelayanan publik memiliki implikasi

yang luas dalam mencapai kesejahteraan masyarakat. Contohnya didalam bidang pendidikan. untuk

mewujudkan pelayanan yang berkualitas, transparan dan akuntabel antara lain telah ditetapkan

Keputusan Men.PAN Nomor 63/KEP/M.PAN/7/2003 tentang Pedoman Umum Penyelenggaraan

Pelayanan Publik.

Namun demikian transparansi dan akuntabilitas yang merupakan kewajiban yang harus dilaksanakan

secara utuh oleh setiap instansi dan unit pelayanan instansi pemerintah sesuai dengan tugas dan

fungsinya belum juga dapat dilaksanakan secara menyeluruh. Transparansi dan akuntabilitas harus

dilaksanakan pada seluruh aspek manajemen pelayanan publik, meliputi kebijakan, perencanaan,

pelaksanaan, pengawasan/ pengendalian, dan laporan hasil kinerjanya. Transparansi dan akuntabilitas

hendaknya dimulai dari proses perencanaan pengembangan pelayanan publik karena sangat terkait

dengan kepastian berusaha bagi investor baik dalam negeri maupun luar negeri, serta kepastian

pelayanan bagi masyarakat umum yang memerlukan dan yang berhak atas pelayanan.

Sebelum kita membahas mengenai permasalahan-permasalahan pendidikan di Indonesia


secara luas, sebaiknya kita melihat definisi dari pendidikan itu sendiri terlebih dahulu. Dalam
Kamus Besar Bahasa Indonesia, pendidikan berasal dari kata dasar didik (mendidik), yaitu

16
memelihara dan memberi latihan (ajaran, pimpinan) mengenai akhlak dan kecerdasan pikiran.
Sedangkan pendidikan mempunyai pengertian yaitu proses pengubahan sikap dan tata laku
seseorang atau kelompok orang dalam usaha mendewasakan manusia melalui upaya pengajaran
dan latihan, proses perbuatan, cara mendidik.
Jika bicara masalah pendidikan banyak hal yang dapat diangkat. Antara lain
sarana pendidikan, pelaku pedidikan mulai dari pengajar hingga siswa yang diajar. Bagaimana
pelayanan publik dalam bidang pendidikan? Berbicara tentang pelayanan publik di bidang
pendidikan, Pengaduan di bidang pendidikan merupakan yang paling banyak. Karena
pendidikan ini merupakan sektor yang paling banyak bersentuhan dengan masyarakat umum.
Kualitas pendidikan di Indonesia saat ini sangat memprihatinkan.
Ini dibuktikan antara lain dengan data UNESCO (2000) tentang peringkat Indeks
Pengembangan Manusia (Human Development Index), yaitu komposisi dari peringkat
pencapaian pendidikan, kesehatan, dan penghasilan per kepala yang menunjukkan, bahwa
indeks pengembangan manusia Indonesia makin menurun. Di antara 174 negara di dunia,
Indonesia menempati urutan ke-102 (1996), ke-99 (1997), ke-105 (1998), dan ke-109 (1999).
Menurut survei Political and Economic Risk Consultant (PERC), kualitas
pendidikan di Indonesia berada pada urutan ke-12 dari 12 negara di Asia. Posisi Indonesia
berada di bawah Vietnam. Data yang dilaporkan The World Economic Forum Swedia (2000),
Indonesia memiliki daya saing yang rendah, yaitu hanya menduduki urutan ke-37 dari 57
negara yang disurvei di dunia. Dan masih menurut survai dari lembaga yang sama Indonesia
hanya berpredikat sebagai follower bukan sebagai pemimpin teknologi dari 53 negara di dunia.

Banyak masalah yang dihadapi oleh pelayanan publik dalam bidang pendidikan,
mengakibatkan kualitas pendidikan di Indonesia belum terlaksana secara efisien dan efektif.
Berbagai faktor yang menyebabkan kualitas pendidikan di Indonesia semakin terpuruk.
Faktor-faktor tersebut yaitu,

 Rendahnya Kualitas Sarana Fisik belajar.

17
Untuk sarana fisik misalnya, banyak sekali sekolah dan perguruan tinggi kita yang
gedungnya rusak, kepemilikan dan penggunaan media belajar rendah, buku
perpustakaan tidak lengkap. Sementara laboratorium tidak standar, pemakaian
teknologi informasi tidak memadai dan sebagainya. Bahkan masih banyak sekolah
yang tidak memiliki gedung sendiri, tidak memiliki perpustakaan, tidak memiliki
laboratorium dan sebagainya.

Data Balitbang Depdiknas (2003) menyebutkan untuk satuan SD terdapat 146.052 lembaga
yang menampung 25.918.898 siswa serta memiliki 865.258 ruang kelas. Dari seluruh ruang
kelas tersebut sebanyak 364.440 atau 42,12% berkondisi baik, 299.581 atau 34,62% mengalami
kerusakan ringan dan sebanyak 201.237 atau 23,26% mengalami kerusakan berat. Kalau
kondisi MI diperhitungkan angka kerusakannya lebih tinggi karena kondisi MI lebih buruk
daripada SD pada umumnya. Keadaan ini juga terjadi di SMP, MTs, SMA, MA, dan SMK
meskipun dengan persentase yang tidak sama.

Dibawah ini adalah beberapa contoh potret buruknya kualitas sarana fisik belaja di gorontalo :
Sangat memprihatinkan. Hal ini merupakan akibat dari kesejahteraan bangsa Indonesia yang
kurang merata. Padahal penduduk Indonesia bagian timur itu juga merupakan bagian dari
Indonesia ini.

Potret suasana pembelajaran anak-anak SD di Papua. Fasilitas yang digunakan sangat minim
dan terkesan apa ad

 Kualitas guru pengajar


Keadaan guru di Indonesia juga sangat memprihatinkan. Kebanyakan guru belum
memiliki profesionalisme yang memadai untuk menjalankan tugasnya sebagaimana
disebut dalam pasal 39 UU No 20/2003 yaitu merencanakan pembelajaran,
melaksanakan pembelajaran, menilai hasil pembelajaran, melakukan pembimbingan,
melakukan pelatihan, melakukan penelitian dan melakukan pengabdian masyarakat.
Walaupun guru dan pengajar bukan satu-satunya faktor penentu keberhasilan
18
pendidikan tetapi, pengajaran merupakan titik sentral pendidikan dan kualifikasi,
sebagai cermin kualitas, tenaga pengajar memberikan andil sangat besar pada kualitas
pendidikan yang menjadi tanggung jawabnya. Kualitas guru dan pengajar yang rendah
juga dipengaruhi oleh masih rendahnya tingkat kesejahteraan guru.

 Adanya pungutan liar


Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan melarang sekolah negeri menarik
pungutan yang memberatkan siswa di sekolah itu . Sekolah negeri sudah mendapatkan
anggaran dari pemerintah, namun pada kenyataanya masih banyak pihak sekolah yang
melakukan pungutan liar terhadap siswa-siswinya. Dengan berbagai alasan, pihak
sekolah meminta para siswa-siswi membayar sejumlah uang yang telah ditetapkan
nominalnya atau dengan dali “sukarela”.
Perbuatan tersebut termasuk dalam tindak pidana koruptor yang telah dijelaskan
dalam aturan Pasal 12 c UU nomor 31 tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan
UU nomor 20 tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor),
perbuatan pungutan liar yang dilakukan oknum kepala sekolah dan guru, dapat
dikategorikan sebagai gratifikasi. Gratifikasi bisa dilakukan oleh PNS dan tidak
memandang besar kecil nominal.

 Kurangnya Pemerataan Kesempatan Pendidikan


Kesempatan memperoleh pendidikan masih terbatas pada tingkat Sekolah Dasar.
Data Balitbang Departemen Pendidikan Nasional dan Direktorat Jenderal Binbaga
Departemen Agama tahun 2000 menunjukan Angka Partisipasi Murni (APM) untuk
anak usia SD pada tahun 1999 mencapai 94,4% (28,3 juta siswa). Pencapaian APM ini
termasuk kategori tinggi.
Angka Partisipasi Murni Pendidikan di SLTP masih rendah yaitu 54, 8% (9,4 juta
siswa). Sementara itu layanan pendidikan usia dini masih sangat terbatas. Kegagalan
pembinaan dalam usia dini nantinya tentu akan menghambat pengembangan sumber

19
daya manusia secara keseluruhan. Oleh karena itu diperlukan kebijakan dan strategi
pemerataan pendidikan yang tepat untuk mengatasi masalah ketidakmerataan tersebut.

 Mahalnya biaya pendidikan


Pendidikan bermutu itu mahal. Kalimat ini sering muncul untuk menjustifikasi
mahalnya biaya yang harus dikeluarkan masyarakat untuk mengenyam bangku
pendidikan. Mahalnya biaya pendidikan dari Taman Kanak-Kanak (TK) hingga
Perguruan Tinggi (PT) membuat masyarakat miskin tidak memiliki pilihan lain kecuali
tidak bersekolah. Orang miskin tidak boleh sekolah. Untuk masuk TK dan SDN saja
saat ini dibutuhkan biaya Rp 500.000, — sampai Rp 1.000.000. Bahkan ada yang
memungut di atas Rp 1 juta. Masuk SLTP/SLTA bisa mencapai Rp 1 juta sampai Rp 5
juta.

Penyebab rendahnya mutu pendidikan di Indonesia juga tentu tidah hanya sebatas yang
saya bahas di atas. Banyak hal yang menyebabkan rendahnya mutu pendidikan kita . Telah
dijelaskan, dalam UU Nomor 20/2003 tentang sistem pendidikan nasional disebutkan bahwa
setiap warga negara mempunyai hak yang sama untuk memperoleh pendidikan yang bermutu.
Bahkan warga negara yang memiliki kelainan fisik, emosional, mental, intelekt ual, dan sosial
berhak memperoleh pendidikan khusus. Demikian pula warga negara di daerah terpencil atau
terbelakang serta masyarakat adat yang terpencil berhak memperoleh pendidikan
layanankhusus.

Itu artinya, dimanapun kita berada baik di gorontalo atau pun di Jawa kita berhak
mendapatkan fasilitas yang sama. Namun pada kenyataannya, didaerah-daerah yang terpolosok
seperti di gorontalo masih banyak sekolah-sekolah yang belum mendapatkan fasilitas dengan
layak dan kesejahteraan yang tidak merata. Sedangkan dengan putusan Mahkamah Konstitusi
Nomor 13/PUU-VI I 2008, pemerintah harus menyediakan anggaran pendidikan sekurang-
20
kurangnya 20 persen dari APBN dan APBD untuk memenuhi kebutuhan penyelenggaraan
pendidikan nasional.

Anggaran pendidikan adalah alokasi anggaran pada fungsi pendidikan yang dianggarkan
melalui kementerian negara/lembaga dan alokasi anggaran pendidikan melalui transfer ke
daerah, termasuk gaji pendidik, namun tidak termasuk anggaran pendidikan kedinasan, untuk
membiayai penyelenggaraan pendidikan yang menjadi tanggung jawab pemerintah. Jadi
kemana aliran anggaran negara yang telah dikeluarkan pemerintah untuk pendidikan? Yang
seharusnya masyarakat kalangan menengah kebawah dapat mengenyam pendidikan secara
layak.

Setiap bangsa yang ingin mencapai kemajuan, menganggap pendidikan sebagai salah satu dari
berbagai kebutuhan vital dan itu sama halnya dengan kebutuhan akan pangan, sandang dan
papan. Bahkan dalam bangsa yang kecil yaitu keluarga, pendidikan adalah kebutuhan pokok.
Dalam arti bahwa, mereka akan mampu mengurangi kualitas rumah dan bahan makanannya
dan mengupayakan pendidikan tinggi untuk anaknya.
Maka sebaiknya negara juga demikian halnya. Apabila suatu negara ingin cepat
mendapat kemajuan dan perkembangan dalam segala aspek kehidupan, maka prioritas utama
pembangunan adalah pembangunan di bidang pendidikan. Pendidikan adalah topik yang tidak
akan pernah ada habis-habisnya, sebab siapapun, di manapun, kapanpun, bagaimanapun dan
apapun yang terjadi kita harus tetap belajar agar memperoleh pendidikan yang baik agar
kualitas Sumber Daya Manusia di negara kita dapat maju dan berkembang. Sejak
lama, negeri ini selalu menggalakkan program wajib belajar. Maksud pemberian wajib belajar
itu adalah untuk tujuan yang baik. Wajib belajar itu adalah pemberian pelayanan kepada anak
bangsa untuk memasuki sekolah dengan biaya murah dan terjangkau oleh kemampuan
masyarakat banyak.

21
Pada umumnya penduduk di Indonesia adalah kalangan yang terbilang belum mampu dalam
hal materi. Sehingga, pemerintah pada akhir-akhir ini selalu berusaha memberikan bantuan
khusus kepada sekolah-sekolah atau lebih dikenal dengan BSM (Bantuan Siswa Miskin).
Bantuan itu adalah guna meningkatkan mutu kinerja tenaga pendidik dan yang terdidik.
Kemiskinan selalu jadi bayang-bayang di balik pendidikan kita. Kemiskinan menjadikan
semuanya semakin kacau. Namun bagaimanapun juga, pendidikan tetap dinomorsatukan, sebab
jika tak ada ilmu tidak akan kita dapati perbaikan kemiskinan. Kita akan tetap seperti posisi
seperti ini di sepanjang tahun. Pendidikan menurut ketentuan perundang-undangan adalah
kewenangan pemerintah daerah. Akan tetapi, sejauh ini belum ada realisasi yang nyata di
lapangan. Cara pembagian anggaran dan pengelolaannya
belum ada kejelasannya. Otonomi daerah sering menjadikan sistem pendidikan berubah arah.
Selalu terdapat penyelewengan. Dalam target penurunan kemiskinan, diutarakan bahwa hal
utama yang harus dibenahi duluan adalah bidang pendidikan yang semakin merosot. Perbaikan
itu tentunya haruslah ke arah yang lebih baik dan lebih nyata.

Masalah yang terjadi bukan hanya pada persoalan mengenai rendahnya kualitas pendidikan
dinegara kita. Tetapi juga terhadap “Rendahnya Relevansi Pendidikan Dengan Kebutuhan”.
Yang dimaksud adalah banyaknya anak-anak bangsa kita yang telah menyelesaikan
pendidikannya tetapi mereka tetap juga belum mendapatkan pekerjaan.

Hal tersebut dapat dilihat dari banyaknya lulusan yang menganggur. Data BAPPENAS (1996)
yang dikumpulkan sejak tahun 1990 menunjukan angka pengangguran terbuka yang dihadapi
oleh lulusan SMU sebesar 25,47%, Diploma/S0 sebesar 27,5% dan PT sebesar 36,6%,
sedangkan pada periode yang sama pertumbuhan kesempatan kerja cukup tinggi untuk masing-
masing tingkat pendidikan yaitu 13,4%, 14,21%, dan 15,07%.
Menurut data Balitbang Depdiknas 1999, setiap tahunnya sekitar 3 juta
anak putus sekolah dan tidak memiliki keterampilan hidup sehingga menimbulkan masalah

22
ketenagakerjaan tersendiri. Adanya ketidakserasian antara hasil pendidikan dan kebutuhan
dunia kerja ini disebabkan kurikulum yang materinya kurang fungsional terhadap keterampilan
yang dibutuhkan ketika peserta didik memasuki dunia kerja. Sedangkan pada jaman sekarang,
kuota pekerjaan semakin sedikit karena banyaknya angka kelulusan yang belum memenuhi
persyaratan pekerjaan tersebut dikarenakan kurangnya pendidikan. Jika kualitas pendidikan
dinegara ini masih tetap rendah dan tidak diperbaiki maka akan menyebabkan angka
pengangguran yang cukup tinggi dan kehidupan masyarakat kita akan akan menjadi miskin dan
minimnya kesejahteraan.
Akibat dari rendahnya pendidikan masyarakat, rendahnya kualitas sarana dan banyaknya
lulusan yang menganggur, akan mendorong manusia untuk melakukan tindakan kriminalitas
untuk memenuhi kebutuhan hidupnya sehari-hari. Maka dari itu pemerintah seharusnya bisa
menyebar luaskan sarana pekerjaan agar bisa mengurangi angka presentase pengangguran
dinegeri ini. Dengan peningkatan mutu pendidikan secara otomatis pengangguran akan
berkurang, kebodohan dapat diatasi dengan mudah. Namun bagaimanapun ceritanya,
pemerintahlah yang harus memberikan tanggung jawab penuh pada masalah ini. Seperti yang
dikatakan Presiden “Pendidikan ini menjadi tanggung jawab pemerintah sepenuhnya,” kata
Presiden Susilo Bambang Yudhoyono usai rapat kabinet terbatas di Gedung Depdiknas, Jl
Jenderal Sudirman, Jakarta, Senin (12/3/2007).

Pelayanan publik merupakan hak dasar bagi warga Negara yang harus dipenuhi oleh Negara. Hal ini

dilakukan karena pelayanan publik merupakan bagian yang tak terpisahkan dari kewajiban Negara

untuk mensejahterakan rakyatnya. Pelayanan publik bukan semata-mata hanya menyiapkan instrument

bagi berjalannya birokrasi untuk menggugurkan kewajiban Negara, melainkan lebih dari itu, bahwa

pelayanan publik merupakan esensi dasar bagi terwujudnya keadilan sosial.

Buruknya pelayanan publik yang terjadi selama ini karena tidak adanya paradigma yang jelas dalam

penyelenggaraan pelayanan publik. Kinerja pelayanan yang diberikan oleh birokrasi yang ada di

23
indonesia masih cukup kuat watak mengabdi kepada kekuasaan (state oriented) dibandingkan kepada

publik (public oriented). Sehingga wajah birokrasi indonesia kesan otoriter-rentenya cukup kuat.

Situasi birokrasi yang demikian tentu berdampak terhadap pelaksanaan pelayanan publik yang

diberikan. Pelayanan birokrasi akan terpola dengan model caring calture masih jauh dari kesan

demokratis dan berkualitas yang Nampak adalah kesan diskriminatif.

Konstitusi sudah menjelaskan bahwa paradigma dari fungsi Negara adalah melindungi rakyatnya dari

berbagai macam persoalan. Secara esensial, konsep melindungi yang tersirat dalam konstitusi, dilihat

bentuk praksisnya yaitu adanya pelayanan yang harus disediakan oleh pemerintah yang berkualitas dan

tidak diskriminatif. Memastikan adanya akses bagi rakyat untuk mendapatkan pelayanan dari

pemerintah baik secara ekonomi, politik, sosial maupun budaya.

Saat ini banyak sekali fakta pelayana publik yang diberikan oleh pemerintah selalu tidak memuaskan,

bahkan cenderung selalu diskriminatif dan dengan tampilan wajah yang buruk. Kenyataan yang terjadi

selama ini hampir selalu paradox, antara semangat untuk melakukan perubahan dalam tata

pemerintahan yang baik (good governance) dengan fakta dilapangan (mayoritas). Banyak fakta

menunjukan jeleknya pelayanan yang diberikan oleh institusi-institusi Negara/pemerintahan. Contoh

kecil misalnya tentang hak asas pendidikan (the right to education) banyak yang tidak terpenuhi dan

menimbulkan masalah. Masalah tersebut adalah tidak terpenuhinya akses terhadap sekolah, tenaga

pengajar dan fasilitas pendidikan formal dan non formal. Banyak anak putus sekolah dan menjadi

pekerja anak. Disamping itu biaya pendidikan yang sangat mahal (fungsi sosialnya hilang dan fungsin

bisnisnya yang menemukan) dan banyak persoalan berkenaan dengan kualitas pendidikan.

Kualitas pelayanan publik di indonesia belum memberikan kepuasan bagi masyarakat sebagai

pengguna layanan. Andrinof Charniago (2006) mengamati berbagai persoalan pelayanan publik di

indonesia. Hasil pengamatannya memperihatkan berbagai persoalan tersebut diantaranya:

24
1. Hanya sebagian kecil dari keseluruhan instansi yang wajib menyediakan pelayanan yang memiliki

prosedur yang jelas.

2. Banyak instansi penanggungjawab dan pemberi pelayanan yang tidak memiliki prosedur yang jelas

dalam menyediakan pelayanan.

3. Tidak banyaknya perubahan dalam waktu sekian tahun juga mengindikasikan tidak ada system

monitoring, evaluasi, dan perencaaan yang baik yang dilakukan oleh instansi-instansi

penanggungjawab dan penyedia pelayanan publik.

Tugas Negara yang tercantum dalam berbagai peraturan perundang-undangan jelas tergambar bahwa

negara ini lahir untuk memberikan pelayanan kepada rakyatnya. Tetapi dalam kenyataannya pelayanan

publik di Negara kita itu belum berjalan dengan baik. Contoh kecil dari masalah pelayanan publik di

indonesia yaitu: pertama, paradigma pelayanan publik dan mentalitas aparat. Aturan dan regulasi yang

ada sebenarnya sudah meneguhkan tanggung jawab Negara dalam memberi pelayanan, namun

ironisnya banyak di temukannya kasus yang menggambarkan buruknya pelayanan publik di indonesia.

Dan belum berubahnya sikap dan paradigma dari aparat pemerintah dalam pemberian pelayanan yang

masih rules-driven atau berdasar perintah atau petunjuk atasan, namun bukan kepuasan masyarakat.

Kedua, kualitas pelayanan tidak memadai dan masih diskriminatif, dimana jaminan terhadap

pemenuhan hak-hak dasar masyarakat yang tanpa diskriminasi belum diberikan dengan kualitas yang

memadai. Selain itu pelayanan publik yang disediakan umumnya terbatas, misalnya jumlah, kualitas

tenaga, fasilitas dan sarana tidak memadai dan tidak merata. Umunya ini disebabkan oleh keterbatasan

SDM serta alokasi anggaran yang kurang memadai dalam APBD. Disejumlah daerah, APBD lebih

banyak dihabiskan untuk kegiatan rutin dibandingkan kegiatan pembangunan.

Ketiga, masalah dalam pelayanan publik itu belum adanya regulasi yang memadai. Regulasi yang ada

belum mampu meyakinkan bahwa kewajiban Negara semestinya di iringi dengan kemampuan member

25
layanan yang terbaik kepada warganya. Selain itu, partisipasi masyarakat dalam proses pemberian

layanan belum optimal, meski terdapat perangkat yang dapat mendukung upaya itu.

Ada beberapa faktor yang yang mempengaruhi pelayanan publik. Pertama, kebijakan atau keputusan

politik yang diambil oleh pemerintah. Kebijakan yang diambil seringkali tidak memihak pada

kepentingan maysrakat, dan cenderung merugikan rakyat, para pengambil kebijakan lebih

mementingan orang-orang yang terdekat serta golongan mereka. Seringkali kebijakan yang diambil

tidak memberikan jaminan maupun kepentingan kepada rakyat. Tidak adanya undang-undang yang

memberikan jaminan kepada rakyat yang dirugikan oleh Negara serta jaminan perlindungan rakyat

melakukan pengaduan. Peraturan yang ada hanya mengatur kewajiban rakyat saja tanpa mencantumkan

kewajiban Negara serta sanksinya bagi mereka yang lalai melaksanakan tugasnya. Pada saat pemberi

layanan lalai atau gagal saat menjalankan tugas rakyat tidak berdaya untuk melakukan protes.

Kedua, manajemen dari pelaksanaan pelayanan publik. Selama ini pelaksanaan pelayanan publik lebih

bersifat state oriented tidak public oriented. Dimana kepentingan Negara lebih dipriyoritaskan, segala

yang menyangkut Negara akan mendapatkan porsi yang lebih daripada dibandingkan dengan

kepentingan masyarakat. Sebagai contoh adalah pemerintah memberikan perhatian lebih terhadap

pemberian di aceh yang terancam memisahkan diri dari RI, dibandingkan dengan masalah-masalah

keutahan social masyarakat seperti konflik di Maluku, Poso maupun tempat-tempat lain yang sampai

saat ini masih berlangsung. Kewajiban warga Negara lebih ditekankan dari pada kewajiban Negara

terhadap warganya. Warga Negara diharuskan membayar pajak, bahkan di kenai denda jika terlambat

untuk membayar, akan tetapi tidak mendapatkan jaminan yang memadai dari Negara, misalnya tidak

ada jaminan kesehatan, pendidikan ataupun jaminan lainnya. Manajemen pelayanan seringkali

dirasakan lambat dan sangat birokratis. Hal tersebut dikarenakan aparatur pelaksana tidak bisa

mengambil keputusan sendiri tanpa adanya persetujuan dari atasan mereka.

Ketiga, latar belakang kultur layanan. Disini kultur pelayanan yang berkembang masih feudal. Pemberi

layanan masih menggunakan kultur peninggalan nenek moyang yang sebenarnya sudah tidak relevan
26
lagi apabila diterapkan saat ini. Pada masa kerajaan dengan memberikan upeti, melayani dan

melakukan apa saja yang menjadi kehendak raja serta para penjabatnya.

Sebagai pelayanan publik para aparatur Negara seharusnya melayani setiap kepentingan masyarakat

tidak terkecuali. Karena seringkali aparatur Negara hanya mendahulukan orang-orang yang mempunyai

”uang” untuk membeli pelayanan yang maksimal, seharusnya para aparatur Negara tersebut bersikap

adil dalam melayani setiap orang baik itu kaya ataupun miskin.

Selain sikap ketidakadilan, mental para aparatur Negara seringkali memaknai dirinya sebagai

“Raja”. Hal ini sebabkan karena mereka tidak memamhami posisi dirinya sebagainya pelayan

masyarakat. Seharusnya untuk menghapuskan mentalitas pelayanan publik yang mementongkan diri

sendiri maka solusinya adalah sebagai berikut :

1. Meningkatkan kualitas pendidikan pada aparatur Negara diharapkan mereka akan lebih mengerti

akan arti sesungguhnya mengenai pelayanan publik.

2. Membangun komitmen bersama betiap komponen bangsa, terutama dalam masyarakat, partai

politik , LSM untuk segera mengakhiri praktik pelayanan publik yang tidak sesuai dengan apa yang

diharapkan. Pelayanan publik harus adanya reformasi agar perubahan dalam pelayanan publik tersebut

dapat dirasakan oleh masyarakat.

3. Membangun kesadaran publik untuk sama-sama mengontrol jalannya pelayanan publik.

Dengan cara itulah pelayanan publik dapat di tingkatkan kualitasnya karena masyarakat sama-sama

mengawasi jalannya pelayanan publik tersebut. Contohnya bila masyarakat tidak puas akan pelayanan

suatu instansi pemerintah, maka masyarakat dapat melaporkan atau mengadukannya kepada lembaga

ombudsman. Oleh karenanya tingkat mental masyarakat untuk tidak terlalu tunduk kepada aparatur

negara karena pada dasarnya aparatur negara tersebut di gajih secar tidak langsung oleh masyarakat

melalui pajak yang dibayar oleh masyarakat.

27
Dalam menjalankan pelayanan publik agar efektif dan efisien serta adil harus disertai dengan peraturan

yang tegas. Karena peraturan yang tegas dapat membuat seorang aparatur Negara akan bersikap

disiplin dan profesional. Salah satunya adalah dengan menindak tegas aparatur Negara yang bersikap

diskriminatif terhadap orang miskin dalam hal pelayanan. Dapat Salah satu contohnya dapat dikenakan

sanksi untuk tidak dinaikkan pangkatnya dalam jangka beberapa waktu. Sehingga para aparatur

tersebut akan berpikir ulang bilamana mereka melakukan tindakan yang salah tersebut.

Memperlakukan penghargaan (reward) juga harus diterapkan pada aparatur Negara yang menjalankan

tugasnya dengan baik. Salah satunya dengan memberikan bonus bagi aparatur yang menjalankan

tugasnya dengan baik.

Sebagai pedoman dalam melaksanakn setiap kegiatan yang meliputi pelayanan publik peraturan

perundang-undangan seharusnya berpihak kepada rakyat sebagai konsumen dari pelayanan publik itu.

Dalam membuat peraturan mengenai pelayan publik para legislator harus memahami akan kondisi

masyarakat yang menginginkan sebuah pelayanan prima seperti halnya pelayanan yang dilakukan oleh

perusahaan swasta. Para anggota dapat selaku membuat undang-undang harus turun kepada masyarakat

agar mengetahui kondisi riil permasalahan mengenai pelayanan publik sehingga dengan hal itu mereka

akan tau dimana letak msalahnya dan hal tersebut dapat menjadi acuan bagi mereka dalam hal

membuat undang-undang.

28
BAB III

KESIMPULAN

3.1 Kesimpulan

Dalam kesimpulannya, Penyelenggaraan pelayanan publik di Indonesia masih dihadapkan pada kondisi

dan fakta yang belum sesuai dengan kebutuhan dan harapan disebabkan oleh berbagai faktor, antara

lain disebabkan oleh ketidak siapan aparatur pemerintah dalam menanggapi terjadinya perubahan nilai-

nilai yang tumbuh dan berkembang di tengah masyaarakat sebagai akibat perkembangan dan kemajuan

IPTEK. Adanya kecenderungan yang melekat di dalam birokrasi, yakni kurang diperhatikannya asas

keterjangkauan dan pemerataan dalam pelayanan publik padahal secara normatif birokrasi seharusnya

memihak kepada golongan miskin oleh karena itu Birokrasi pemerintah dituntut untuk mengutamakan

kemanfaatan daripada hasil, dan berorientasi pada tujuan yang telah ditetapkan. Sehingga masih banyak

oknum – oknum yang mengabil pungutan liar dengan alasan proses pengerjaan lebih cepat dari

biasanya, padahal hal tersebut bukanlah tindakan yang dapat dimaklumi karena dapat merusak kualitas

dan citra pelayanan publik yang ada di Indonesia. Serta kepada oknum yang masih meminta

pemungutan liar dapat diberi sanksi yang sesuai karnatelah mencoreng nama baik pelayanan tersebut.

29
DAFTAR PUSTAKA

Dr. Kridawati Sadhana, M.S, Etika Birokrasi Dalam Pelayanan Publik, CV. Citrab Malang, 2010,
Malang, h. 131.
Dr. Kridawati Sadhana, M.S, Etika Birokrasi Dalam Pelayanan Publik, CV. Citrab Malang, 2010,
Malang, h. 132.
Robert, 1996, Pelayanan publik, PT GRAMEDIA PUSTAKA UTAMA, 30
http://id.wikipedia.org/wiki/Undang-Undang_Pelayanan_Publik.
http://repository.unhas.ac.id/bitstream/handle/123456789/1601/BAB%20II.pdf?sequence=4.
http://m.sindoweekly-magz.com/artikel/19/i/12-18-juli-2012/qanda/29/pelayanan-publik-masih-buruk.
http://www.antaranews.com/berita/378971/sekolah-negeri-dilarang-tarik-pungutan.

30

Anda mungkin juga menyukai