Anda di halaman 1dari 29

MAKALAH

REFORMASI BIROKRASI PELAYANAN


DI PENGADILAN AGAMA
KATA PENGANTAR
Puji syukur diucapkan kehadirat Allah SWT atas segala rahmatNya
sehingga makalah ini dapat tersusun sampai dengan selesai. Tidak lupa kami
mengucapkan terimakasih terhadap bantuan dari pihak yang telah
berkontribusi dengan memberikan sumbangan baik pikiran maupun
materinya.

Penulis sangat berharap semoga makalah ini dapat menambah


pengetahuan dan pengalaman bagi pembaca. Bahkan kami berharap lebih jauh
lagi agar makalah ini bisa pembaca praktekkan dalam kehidupan sehari-hari.

Bagi kami sebagai penyusun merasa bahwa masih banyak kekurangan


dalam penyusunan makalah ini karena keterbatasan pengetahuan dan
pengalaman Kami. Untuk itu kami sangat mengharapkan kritik dan saran yang
membangun dari pembaca demi kesempurnaan makalah ini.

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR.............................................................................................i
DAFTAR ISI..........................................................................................................ii
BAB I PENDAHULUAN.......................................................................................1
A. Latar Belakang.................................................................................................1
B. Rumusan Masalah............................................................................................5
C. Tujuan..............................................................................................................5
BAB II PEMBAHASAN........................................................................................6
A. Pengertian Reformasi Birokrasi......................................................................6
B. Definisi Pelayanan Publik................................................................................8
C. Pelaksaan Reformasi di Kementerian dan Lembaga.....................................10
D. Pelaksanaan Reformasi Pelayanan Publik.....................................................12
E. Reformasi Pelayanan Publik..........................................................................14
F. Kualitas Pelayanan Publik..............................................................................15
G. Kendala dalam Pelayanan Publik..................................................................16
H. Tindakan Reformasi Pelayanan Publik yang sudah dilakukan di Indonesia.18
I. Tindakan yang perlu dilakukan untuk mencapai Reformasi Pelayanan Publik
............................................................................................................................20
BAB III PENUTUP..............................................................................................23
A. Kesimpulan.................................................................................................23
B. Saran............................................................................................................24

ii
iii
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Reformasi yang sudah dilakukan sejak terjadinya krisis multidimensi tahun
1998 atau lebih dari sepuluh tahun terakhir telah berhasil meletakkan landasan
politik bagi kehidupan demokrasi di Indonesia. Berbagai perubahan dalam sistem
penyelenggaraan negara, revitalisasi lembaga-lembaga tinggi negara, dan
pemilihan umum dilakukan dalam rangka membangun pemerintahan negara yang
mampu berjalan dengan baik (good governance). Dalam bidang ekonomi,
reformasi juga telah mampu membawa kondisi ekonomi yang semakin baik,
sehingga mengantarkan Indonesia kembali ke dalam jajaran middle income
countries (M!Cs). Oleh karena itu, Indonesia dipandang sebagai negara yang
berhasil melalui masa krisis dengan baik1

Meskipun demikian, kondisi itu belum mampu mengangkat Indonesia ke


posisi yang sejajar dengan negara-negara lain, baik negaranegara di Asia
Tenggara maupun di Asia. Dalam hal perwujudan pemerintahan yang bersih dan
bebas korupsi, kolusi, dan nepotisme, masih banyak hal yang harus diselesaikan
dalam kaitan pemberantasan korupsi. Hal ini antara lain ditunjukkan dari data
Transparency nternational pada tahun 2009, lndeks Persepsi Korupsi (lPK)
Indonesia masih rendah (2,8 dari 10) jika dibandingkan dengan negaranegara di
Asia Tenggara lainnya. Akuntabilitas pengelolaan keuangan negara, kualitasnya
masih perlu banyak pembenahan termasuk dalam penyajian laporan keuangan
yang sesuai dengan Standar Akuntansi Pemerintah (SAP). Opini Badan Pemeriksa
Keuangan (BPK) atas laporan keuangan KIL dan. Pemda masih banyak yang
perlu ditingkatkan menuju ke opini Wajar Tanpa Pengecualian (WTP).

1 Dwiyanto, Agus. Reformasi birokrasi publik di Indonesia. UGM PRESS, 2021.

1
Birokrasi di Indonesia dewasa ini menjadi sebuah opini publik yang selalu
menjadi perhatian dan akan selalu menarik untuk dibahas. hal ini disebabkan
karena birokrasi di Indonesia masih problematik dan belum sampai kepada yang
diharapkan. Masih enigmanya birokrasi di Indonesia tentu menyuburkan
ketidakpuasan masyarakat terhadap pemerintah. Keluhan terhadap rendahnya
kinerja pelayanan publik dan minimnya kualitas sumberdaya aparatur seperti tidak
pernah ada akhirnya2. Mulai dari praktek tidak terpuji seperti korupsi, nepotisme
dan sampai dengan sistem birokrasi yang buruk menjadi liabilitas dalam
pewujutan birokrasi yang pro terhadap kepentingan rakyat banyak, hal ini
melahirkan patologi dalam birokrasi yang terjadi secara turun temurun.

Pelayanan publik pada era globalisasi yang dalam hal ini dititik beratkan
kepada aparatur pemerintahan hendaknya memberi pelayanan yang sebaik-
baiknya, berorientasi pada kebutuhan dan kepuasan penerima layanan, sehingga
dapat meningkatkan daya saing dalam memberi pelayanan barang dan jasa.
Permintaan pelayanan publik terus meningkat baik kuantitas maupun kualitasnya
tentu Hal tersebut berangkat dari semakin meningkatnya jumlah penduduk,
meningkatnya tingkat pendidikan, meningkatnya kebutuhan, semakin beragam
lapangan pekerjaan dan semakin bertambahnya tingkat kesejahteraan masyarakat.
Pelayanan publik bukan hanya administratif saja tetapi lebih tinggi yaitu
pemenuhan keinginan public. Karena itu diperlukan kesiapan bagi adminitator
pelayan publik agar dicapai kualitas pelayanan yang baik3

Dalam hal pelayanan publik, pemerintah belum dapat menyediakan


pelayanan publik yang berkualitas sesuai dengan tantangan yang dihadapi, yaitu
perkembangan kebutuhan masyarakat yang semakin maju dan persaingan global
yang semakin ketat. Hal ini dapat dilihat dari hasil survei integritas yang
dilakukan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) pada tahun 2009 yang
menunjukkan bahwa kualitas pelayanan publik Indonesia baru mencapai skor 6,64

2 Saputra, T., & Marlinda, P. (2018). Services Innovation of Sikda Optima Program at Puskesmas
Jaya Mukti Dumai City (No. 5wcgv). Center for Open Science.
3 Ibrahim, Malik. "Reformasi Birokrasi Pada Lingkungan Peradilan Agama di Indonesia." Al-
Ahwal: Jurnal Hukum Keluarga Islam 11.2 (2018): 133-146.

2
dari skala 10 untuk instansi pusat, sedangkan pada tahun 2008 skor untuk unit
pelayanan publik di daerah sebesar 6,69. Skor integritas menunjukkan
karakteristik kualitas dalam pelayanan publik, seperti ada tidaknya suap, ada
tidaknya Standard Operating Procedures (SOP), kesesuaian proses pelayanan
dengan SOP yang ada, keterbukaan informasi, keadilan dan kecepatan dalam
pemberian pelayanan, dan kemudahan masyarakat melakukan pengaduan.

Untuk menjawab permasalahan yang dihadapi, utamanya pelayanan birokrasi


kepada masyarakat, pemerintah perlu mengambil langkah konkret, realistis,
efektif dan efesien guna menumbuh kembangkan kepercayaan masyarakat
terhadap pemerintah dengan melakukan perbaikan dan penataan tata kelola
pemerintahan yang baik, pemerintah Republik Indonesia perlu menerbitkan
regulasi pelaksanaan Reformasi Birokrasi yaitu Peraturan Presiden Nomor 81
Tahun 2010 tentang Grand Desigh Reformasi Birokrasi yang dijabarkan dalam
Permenpan RB Nomor 20 Tahun 2010 tentang Road Map Reformasi Birokrasi.

Fakta bahwa pelayanan publik di Indonesia belum menunjukan kinerja yang


efektif sering menjadi bahasan, baik dari segi tulisan maupun penelitian.
Permasalahan pelayanan publik yang tidak efektif ini dipicu oleh beberapa hal
yang kompleks, mulai dari budaya organisasi yang masih bersifat paternalistik,
lingkungan kerja yang tidak kondusif terhadap perubahan zaman, rendahya sistem
reward dalam birokrasi Indonesia, lemahnya mekanisme panishment, bagi aparat
birokrasi, rendahnya kemampuan aparat birokrasi untuk melakukan tindakan
diskresi, serta kelangkaan komitmen pimpinan daerah untuk menciptakan
pelayanan publik yang responsif, akuntabel, dan transparan. Di masa otonomi
daerah yang memberi keleluasaan bagi setiap kabupaten/kota untuk menjalankan
pemerintahan atas dasar kebutuhan dan kepentingan daerah sendiri ternyata juga
belummampu mewujudkan pelayanan publik yang efektif.

Kegagalan birokrasi pemerintahan dalam menyelenggarakan pelayanan


publik yang menghargai hak dan martabat warga negara sebagai pengguna
pelayanan tidak hanya melemahkan legitimasi pemerintahan di mata publiknya.

3
Namun, hal itu juga berdampak pada hal yang lebih luas, yaitu ketidak percayaan
pihak swasta dan pihak asing untuk menanamkan investasinya di suatu daerah
karena ketidakpastian dalam pemberian pelayanan publik. Atas dasar kondisi
tersebut dan untuk menjawab tantangan zaman yang bergerak ke arah globalisasi,
maka perlu dilakukan suatu tindakan yang dapat memutus sistem yang selama ini
diterapkan di Indonesia yaitu perlunya upaya reformasi dalam pelayanan publik.
Hal ini bertujuan untuk mengubah dan memperbaiki tatanan birokrasi pelayanan
yang terkesan lamban, berbelit- belit dan diskriminatif, menuju ke arah
pemerintahan yang baik (good governance).

Reformasi birokrasi merupakan konsekuensi dari perubahan di bidang politik,


ekonomi dan sosial yang begitu cepat. Representasi organisasi yang lamban, kaku,
berbelit-belit dan terpusat, serta rantai hirarki komando sudah menjadi ciri khas
birokrasi di Indonesia. Sehingga birokrasi menjadi bengkak, boros, dan tidak
efektif. Untuk itu diperlukan suatu kesadaran untuk memperbaiki birokrasi
sebagai organisasi publik. Reformasi merupakan perubahan terhadap suatu sistem
yang telah ada pada suatu masa. Upaya reformasi birokrasi yang dilakukan
berhadapan langsung dengan keterbatasan pada sumber daya manusia, dana,
sarana prasarana dan berbagai persoalan lainnya, sehingga menghasilkan
kebijakan, perilaku, program dan sesuatu yang berbeda pula.

Reformasi pelayanan publik membangun kepercayaan dari masyarakat atas


pelayanan publik yang dilakukan penyelenggara pelayanan publik seiring dengan
harapan dan tuntutan seluruh warga negara dan penduduk tentang peningkatan
pelayanan publik. Reformasi merupakan upaya untuk mempertegas hak dan
kewajiban setiap warga negara dan penduduk serta terwujudnya tanggung jawab
negara dalam penyelenggaraan pelayanan publik. Dalam reformasi diperlukan
norma hukum yang memberi pengaturan secara jelas, sebagai upaya untuk
meningkatkan kualitas dan menjamin penyediaan pelayanan publik sesuai dengan
asas-asas umum pemerintahan yang baik serta untuk memberi perlindungan bagi
setiap warga negara dan penduduk dari penyal ahgunaan wewenang di dalam
penyelenggaraan pelayanan publik.

4
B. Rumusan Masalah
1. Apa definisi dari reformasi birokrasi?
2. Apa definisi Pelayanan Publik?
3. Bagaimana Pelaksaan Reformasi di Kementerian dan Lembaga?
4. Bagaimana Pelaksanaan Reformasi Pelayanan Publik?
5. Bagaimana Reformasi Pelayanan Publik?
6. Bagaimana Kualitas Pelayanan Publik?
7. Bagaimana Kendala dalam Pelayanan Publik?
8. Bagaimana Tindakan Reformasi Pelayanan Publik yang sudah dilakukan di
Indonesia?
9. Bagaimana Tindakan yang perlu dilakukan untuk mencapai Reformasi
Pelayanan Publik

C. Tujuan
1. Untuk mengetahui definisi dari reformasi birokrasi
2. Untuk mengetahui definisi Pelayanan Publik
3. Untuk mengetahui Bagaimana Pelaksaan Reformasi di Kementerian dan
Lembaga
4. Untuk mengetahui Bagaimana Pelaksanaan Reformasi Pelayanan Publik
5. Untuk mengetahui Bagaimana Reformasi Pelayanan Publik
6. Untuk mengetahui Kualitas Pelayanan Publik
7. Untuk mengetahui Bagaimana Kendala dalam Pelayanan Publik
8. Untuk mengetahui Bagaimana Tindakan Reformasi Pelayanan Publik yang
sudah dilakukan di Indonesia
9. Untuk mengetahui Bagaimana Tindakan yang perlu dilakukan untuk
mencapai Reformasi Pelayanan Publik

10.

5
BAB II

PEMBAHASAN

A. Pengertian Reformasi Birokrasi


Reformasi adalah mengubah atau membuat sesuatu menjadi lebih baik
daripada yang sudah ada. Reformasi ini diarahkan pada perubahan masyarakat
yang termasuk di dalamnya masyarakat birokrasi, dalam pengertian perubahan ke
arah kemajuan. Dalam pengertian ini perubahan masyarakat diarahkan pada
development Karl Mannheim sebagaimana dimaksud oleh Susanto menjelaskan
bahwa perubahan masyarakat adalah berkaitan dengan norma-normanya.
Development adalah perkembangan yang tertuju pada kemajuan keadaan dan
hidup anggota masyarakat, dimana kemajuan kehidupan ini akhirnya juga
dinikmati oleh masyarakat. Dengan demikian maka perubahan masyarakat
dijadikan sebagai peningkatan martabat manusia, sehingga hakekatnya perubahan
masyarakat berkait erat dengan kemajuan masyarakat. Dilihat dari aspek
perkembangan masyarakat tersebut maka terjadilah keseimbangan antara tuntutan
ekonomi, politik, sosial dan hukum, keseimbangan antara hak dan kewajiban,
serta konsensus antara prinsip-prinsip dalam masyarakat4

Reformasi Birokrasi teridi dari dua kata yaitu Reformasi dan Birokrasi.
Apabila ditinjau dari kamus Reformasi adalah pembaharuan terhadap suatu
system yang telah ada pada suatu masa. Sedangkan arti Birokrasi berdasarkan
kamus bahasa Indonesia adalah sistem pemerintahan yang dijalankan oleh
pegawai pemerintah karena telah berpegang pada hierarki dan jenjang jabatan5

4 Cahyaningsih, Badry, I. Putu Widiantara, and Mega Trishuta Pathiassana. "Upaya Pengadilan
Agama Sumbawa Besar Meraih Wilayah Birokrasi Bersih dan Melayani (WBBM)." JISIP (Jurnal
Ilmu Sosial dan Pendidikan) 6.2 (2022).
5 Gussevi, Sofia, Melinda Maulani, and Nur Aeni Muhfi. "Jejak Langkah Pengadilan Agama
Purwakarta." Muttaqien; Indonesian Journal of Multidiciplinary Islamic Studies 2.2 (2021): 125-
141.

6
Berdasarkan Perpres No 81 Tahun 2010 tentang Grand Design Reformasi
Birokrasi adalah bermakna sebagai suatu perubahan yang besar dalam paradigm
dan tata kelola pemerintahan Indonesia. Selain itu Reformasi Birokrasi adalah
pertaruhan besar bagi bangsa Indonesia untuk menyongsong tantangan abad ke
21 dengan harapan dan tujuan yang ingin dicapai adalah6

 Mengurangi dan akhirnya menghilangkan setiap penyalah gunaan


wewenang public oleh pejabat instansi yang bersangkutan.
 Menjadikan Negara memiliki most improved bureaucracy
 Meningkatkan mutu pelayanan kepada masyarakat
 Meningkatkan mutu perumusan dan pelaksanaan kebijakan/program
Instansi
 Miningkatkan efesiensi (biaya dan waktu) dalam pelaksanaan semua
tugas organisasi
 Menjadikan birokrasi Indonesia antisipatif, proaktif dan efektif dalam
menghadapi globalisasi dan dinamika perubahan lingkungan strategis.
Reformasi Birokrasi juga berkaitan dengan tumpang tindih (overlapping)
antar fungsi-fungsi pemerintah. Reformasi Birokrasi juga perlu menata
ulang proses birokrasi dari tingkat (level) tertinggi hingga terendah dan
melakukan terobosan baru (innovation breakthrough) dengan
langkahlangkah bertahap, konkret, realistis, sungguh-sungguh, berfikir di
luar kebiasaan yang ada (out of the box thinking), perubahan paradigm (a
new paradigma shift) dan dengan upaya luar biasa ( business not usual).
Dengan demikian Reformasi birokrasi perlu mervisi dan membangun
berbagai regulasi, memodrenkan berbagai kebijakan dan praktek
manajemen pemerintah dengan paradigma dan peran baru.

Reformasi ini harus dilakukan oleh pejabat tertinggi, seperti presiden dalam suatu
negara atau menteri/ kepala lembaga pada suatu departemen dan kementerian

6 Aziez, Furqon. Penilaian Kualitas Kinerja Pengadilan Agama Jepara Dalam Implementasi


Pelayanan Prima: Aplikasi Pendekatan International Framework For Court Of Excellent. Diss.
Universitas Gadjah Mada, 2017.

7
negara/ lembaga negara, sebagai motor penggerak utama. Reformasi birokrasi di
Indonesia belum berjalan dengan maksimal. Indikasinya adalah buruknya
pelayanan publik dan masih maraknya perkara korupsi. Reformasi birokrasi
bertujuan untuk7

1. Memperbaiki kinerja birokrasi agar lebih efektif dan efisien.


2. Terciptanya birokrasi yang profesional, netral, terbuka, demokratis,
mandiri, serta memiliki integritas dan kompetensi dalam melaksanakan
tugas dan tanggung jawabnya selaku abdi masyarakat dan abdi negara.
3. Pemerintah yang bersih (Clean Government).
4. Meningkatkan kualitas pelayanan terhadap masyarakat. 5. Bebas KKN

B. Definisi Pelayanan Publik


Pelayanan Publik adalah segala kegiatan yang dilaksanakan oleh
penyelenggara pelayanan publik sebagai upaya pemenuhan kebutuhan penerima
pelayanan, dalam pelaksanaan ketentuan peraturan perundang-undangan.
Peningkatan pelayanan publik yang efisien dan efektif akan mendukung
tercapainya efisiensi dan efektif akan mendukung tercapainya efisiensi
pembiayaan, artinya ketika pelayanan umum yang diberikan oleh penyelenggara
pelayanan kepada pihak yang dilayani berjalan sesuai dengan kondisi yang
sebenarnya atau mekanisme atau prosedurnya tidak berbelit-belit, akan
mengurangi biaya atau beban bagi pihak pemberi pelayanan dan juga penerima
pelayanan8
Penyelenggara Pelayanan Publik adalah instansi pemerintah yang terbagi ke
dalam unit-unit pelayanan yang secara langsung memberikan pelayanan kepada
masyarakat. Ukuran keberhasilan pelayanan akan tergambar pada indeks
kepuasan masyarakat yang diterima oleh para penerima pelayanan berdasarkan
harapan dan kebutuhan mereka yang sebenarnya. Namun sebenarnya pelayanan

7 Rismawati, Rismawati, Muhlis Madani, and Samsir Rahim. "Responsivitas Pelayanan Perceraian
Kantor Pengadilan Agama Sengkang Kabupaten Wajo." Kolaborasi: Jurnal Administrasi
Publik 1.3 (2015).
8 Dwiyanto, Agus. Reformasi birokrasi publik di Indonesia. UGM PRESS, 2021.

8
publik dapat bekerja sama dengan pihak swasta atau diserahkan kepada swasta
apabila memang dipandang lebih efektif dan sepanjang mampu memberikan
kepuasan maksimal kepada masyarakat9
Setiap pelayanan publik harus memiliki standar pelayanan dan dipublikasikan
sebagai jaminan adanya kepastian bagi penerima pelayanan. Standar pelayanan
merupakan ukuran yang harus dimiliki dalam penyelenggaraan pelayanan publik
yang wajib ditaati oleh pemberi dan penerima pelayanan. Standar pelayanan
publik sekurang-kurangnya meliputi:

1. Prosedur Pelayanan
Prosedur pelayanan merupakan salah satu dari standar pelayanan publik.
Prosedur pelayanan harus dibakukan bagi pemberi dan penerima
pelayanan publik, termasuk pengaduan sehingga tidak terjadi
permasalahan dikemudian hari. Prosedur pelayanan harus ditetapkan
melalui standar pelayanan minimal, sehingga pihak penerima pelayanan
dapat memahami mekanismenya
2. Waktu Penyelesaian
Waktu penyelesaian merupakan salah satu dari standar pelayanan publik.
Waktu penyelesaian yang ditetapkan sejak saat pengajuan permohonan
sampai dengan penyelesaian pelayanan termasuk pengaduan. Semakin
cepat waktu penyelesaian pelayanan, maka akan semakin meningkatkan
kepercayaan masyarakat akan pelayanan yang diberikan.
3. Produk Pelayanan
Produk pelayanan merupakan salah satu dari standar pelayanan publik.
Hasil pelayanan akan diterima sesuai dengan ketentuan yang telah
ditetapkan. Produk pelayanan harus dipahami secara baik, sehingga
memang membutuhkan sosialisasi kepada masyarakat.
4. Biaya Pelayanan

9 Shofia, Niska, and Siti Rochana. "Penggunaan Logika Fuzzy untuk Meningkatkan Kualitas
Pelayanan di Pengadilan Agama Kab. Kediri." Jurnal MUST: Journal of Mathematics Education,
Science and Technology 3.1 (2018): 57-69.

9
Biaya pelayanan merupakan salah satu dari standar pelayanan publik.
Biaya pelayanan termasuk rinciannya harus ditentukan secara konsisten
dan tidak boleh ada diskriminasi, sebab akan menimbulkan
ketidakpercayaan penerima pelayanan kepada pemberi pelayanan. Biaya
pelayanan ini harus jelas pada setiap jasa pelayanan yang akan diberikan
kepada masyarakat, sehingga tidak menimbulkan kecemasan, khususnya
kepada pihak atau masyarakat yang kurang mampu.
5. Sarana dan Prasarana
Sarana dan prasarana merupakan salah satu dari standar pelayanan publik.
Penyediaan sarana dan prasarana pelayanan yang memadai oleh
penyelenggara pelayanan publik sangat menentukan dan menunjang
keberhasilan penyelenggaraan pelayanan.
6. Kompetensi Petugas Pemberi Pelayanan
Kompetensi petugas pemberi pelayanan merupakan salah satu dari standar
pelayanan publik. kompetensi petugas pemberi pelayanan harus ditetapkan
dengan tepat berdasarkan pengetahuan, keahlian, keterampilan, sikap dan
perilaku yang dibutuhkan agar pelayanan yang diberikan bermutu

C. Pelaksaan Reformasi di Kementerian dan Lembaga


Road Map Reformasi Birokrasi (RMRB) adalah bentuk operasionalisasi
Grand Design Reformasi Birokrasi (GDRB) yang disusun dan dilakukan setiap 5
(lima) tahun sekali dan merupakan rencana rinci pelaksanaan reformasi birokrasi
dari satu tahapan ke tahapan selanjutnya selama lima tahun dengan sasaran per
tahun yang jelas. Sasaran tahun pertama akan menjadi dasar bagi sasaran tahun
berikutnya, begitupun sasaran tahun-tahun berikutnya mengacu pada sasaran
tahun sebelumnya, yang bertujuan untuk memberikan arah pelaksanaan reformasi
birokrasi di kementerian/lembaga (K/L) dan pemerintah daerah (Pemda) agar
berjalan secara efektif, efisien, terukur, konsisten, terintegrasi, melembaga, dan
berkelanjutan10

10 Hardiyansyah, Hardiyansyah. Kualitas Pelayanan Publik: Konsep, Dimensi, Indikator dan


Implementasinya. Gava Media, 2018.

10
Dalam Peraturan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negera & Reformasi
Birokrasi Nomor 20 Tahun 2010 tentang Road Map Reformasi Birokrasi ada 3 hal
yang mencakup ruang lingkup Reformasi Birokrasi yaitu :

a. Penguatan Birokrasi Pemerintah


Terwujudnya penguatan birokrasi pemerintah dalam rangka pemerintahan
yang bersih dan bebas KKN, meningkatnya kualitas pelayanan publik
kepada masyarakat, dan meningkatnya kapasitas dan akuntabilitas kinerja
birokrasi.
b. Tingkat Pelaksanaan
Ada dua tingkat pelaksanaan, yaitu tingkat nasional dan tingkat
instansional. Pada tingkat nasional, pelaksanaan reformasi birokrasi dibagi
ke dalam tingkat pelaksanaan makro dan meso. Tingkat pelaksana makro
menyangkut penyempurnaan regulasi nasional dalam upaya pelaksanaan
reformasi birokrasi. Sementara tingkat pelaksanaan meso menjalankan
fungsi manajerial, yaitu mendorong kebijakan-kebijakan inovatif,
menerjemahkan kebijakan makro, dan mengkoordinasikan (mendorong dan
mengawal) pelaksanaan reformasi birokrasi di tingkat K/L dan Pemda.
Pada tingkat instansional (disebut tingkat pelaksanaan mikro) menyangkut
implementasi kebijakan/program reformasi birokrasi sebagaimana
digariskan secara nasional dan menjadi bagian dari upaya percepatan
reformasi birokrasi pada masing-masing K/L dan Pemda.
c. Program
Program-program berorientasi hasil (outcomes oriented programs), baik
pada tingkat makro, meso, maupun tingkat mikro

D. Pelaksanaan Reformasi Pelayanan Publik


Tuntutan masyarakat saat ini terhadap pelayanan publik yang berkualitas akan
semakin menguat. Oleh karena itu, kredibilitas pemerintah sangat ditentukan oleh
kemampuannya mengatasi berbagai permasalahan yang telah disebutkan di atas

11
sehingga mampu menyediakan pelayanan publik yang memuaskan masyarakat
sesuai dengan kemampuan yang dimilikinya. Dari sisi mikro, hal-hal yang dapat
diajukan untuk mengatasi masalah-masalah tersebut antara lain adalah sebagai
berikut11

a. Membuat kontrak pelayanan (Citizens’ charter)

Kontrak pelayanan adalah suatu pendekatan dalam penyelenggaraan


pelayanan publik yang menempatkan pengguna layanan sebagai pusat
perhatian. Kontrak pelayanan diperlukan karena beberapa hal : 1) untuk
memberikan kepastian pelayanan yang meliputi waktu, biaya, prosedur dan
cara pelayanan. 2) memberikan informasi mengenai hak dan kewajiban
pengguna layanan, penyedia layanan, dan stakeholder lainnya dalam
keseluruhan proses penyelenggara pelayanan, 3) mempermudah pengguna
layanan, warga, dan stakeholder lainnya dalam mengontrol praktik
penyelenggara pelayanan, 4) untuk mempermudah manajemen pelayanan
memperbaiki kinerja penyelenggara pelayanan 5) membantu manajemen
pelayanan mengidenrifikasi kebutuhan, harapan, dan aspirasi pengguna
layanan.

b. Pengembangan Survei Kepuasan Pelanggan

untuk menjaga kepuasan masyarakat, maka perlu dikembangkan suatu


mekanisme penilaian kepuasan masyarakat atas pelayanan yang telah
diberikan oleh penyelenggara pelayanan publik. Dalam konsep manajemen
pelayanan, kepuasan pelanggan dapat dicapai apabila produk pelayanan yang
diberikan oleh penyedia pelayanan memenuhi kualitas yang diharapkan
masyarakat. Oleh karena itu, survei kepuasan pelanggan memiliki arti penting
dalam upaya peningkatan pelayanan publik.

c. Penerapan E-goverment dalam manajemen pelayanan pubik

11 Kairupan, Josef Kurniawan. "Pengaruh Reformasi Birokrasi Terhadap Kualitas Pelayanan


Publik Di Dinas Kependudukan Dan Catatan Sipil Kabupaten Minahasa Utara." Jurnal
Administrasi Publik 4.35 (2015).

12
Dalam hal ini lembaga-lembaga pemerintah makin didorong untuk
mengembangkan model-model transaksi dan berkomunikasi yang sepenuhnya
memanfaatkan jaringan internet untuk mengurangi biaya dan
mentransformasikan penyelenggara pelayanan kepada masyarakat dengan
mengurangi tatap muka yang sebenarnya merupakan sumber korupsi. Berikut
ini keuntungan yang diperoleh dari implementasi e- government di kab/kota
antara lain:

 Peningkatan kualitas pelayanan: layanan publik 24 jam, dapat dikases


dimana saja (berkat adanya teknologi internet)
 Dengan menggunakan teknologi on-line, banyak proses yang dapat
dilakukan dalam format digital, hal ini akan banyak mengurangi
penggunaan kertas (paperwork), sehingga proses akan menjadi lebih
efisien dan hemat
 Database dan proses terintegrasi: akurasi data lebih tinggi, mengurangi
kesalahan identitas dan lain-lain.
 Semua proses transparan karena semua berjalan secara online
 Mengurangi tindakan KKN (karena terbatasnya pelayanan yang besifat
tatap muka)
d. Penerapan Sistem Manajemen Mutu Pelayanan (Total Quality
Management/ TQM

TQM merupakan paradigma baru dalam manajemen yang berusaha


memaksimumkan daya saing organisasi melalui perbaikan secara
berkesinambungan atas mutu barang, jasa, manusia dan lingkungan organisasi.
TQM dapat dicapai dengan memperhatikan hal-hal sebagai berikut: berfokus
pada pelanggan, obsesi terhadap mutu, pendekatan ilmiah, komitmen jangka
panjang, kerjasama tim, perbaikan sistem berkesinambungan, pendidikan dan
pelatihan (Tjiptono, 1997 ). Sementara Gaspersz (1997) menyatakan bahwa
mutu pelayananharus memperhatikan: ketepatan waktu pelayanan, akurasi
pelayanan, kesopanan dan keramahan, tanggung jawab, kelengkapan,
kemudahan mendapat pelayanan.

13
e. Kemitraan Pemerintah dan Swasta

Perkembangan paradigma pemerintahan dewasa ini telah mengubah tata


kelola pemerintahan menjadi lebih terbuka, sehingga ada pembagian peran
dan kerjasama antara unsur-unsur pemerintah, swasta, dan masyarakat.
Tuntutan masyarakat terhadap kualitas pelayanan publik yang semakin
meningkat mendorong pemerintah untuk berbagi peran dengan unsur-unsur
non pemerintah. Pemerintah tidak mungkin lagi mengerjakan semua urusan
karena keterbatasan dana dan sumber daya manusia, sehingga kerjasama dan
kemitraan dengan pihak-pihak lain harus dilakukan agar kualitas pelayanan
publik tetap dapat dipenuhi sesuai dengan tuntutan masyarakat. Berbagai
bentuk kerjasama sebenarnya telah dipraktikan sejak lama, antara lain dalam
bentuk privatisasi, contracting out, build operation transfer, build own
operates, dan model public and private partnership (PPP).

E. Reformasi Pelayanan Publik


Reformasi pelayanan publik ialah perubahan sistematis, menyeluruh dan
berkesinambungan agar kinerja sektor publik semakin baik. Reformasi sektor
publik mencakup bukan saja unsur organisasi dan manejemen, tetapi juga sumber
daya manusia. Perubahan- perubahan tersebut tidak hanya terfokus pada
perubahan kuantitas, namun juga kualitas12

Beberapa prinsip pokok yang bisa dijadikan pedoman dalam mengoptimlakan


kinerja birokrasi di tingkat lokal, yang berkaitan erat pula dengan perbaikan
kondisi internal organisasi. Prinsip-prinsip tersebut diantaranya:

a. Prinsip Aksesabilitas
Artinya semua pelayanan harus dapat dijangkau secara mudah oleh setiap
pengguna pelayanan, hal ini terkait dengan problem tempat, jarak dan
prosedur pelayanan.
b. Prinsip Kontinuitas

12 Riyanda, Riko. "Faktor-Faktor yang Menghambat Kinerja Pelayanan Publik di Dinas


Kependudukan dan Pencatatan Sipil Kota Batam." Jurnal Niara 9.2 (2017): 75-90.

14
Artinya upaya mengedepankan jenis pelayanan harus secara terus menerus
tersedia bagi masyarakat, dengan kepastian dan kejelasan tertentu yang
berlaku bagi proses pelayanan tersebut.
c. Prinsip Teknikalitas
Prinsip ini berkaitan dengan proses pelayanan yang harus ditangani oleh
aparat yang benar-benar memahami secara teknis pelayanan tersebut
berdasarkan kejelasan, ketetapan, dan kemantapan sistem, prosedur dan
pelayanan.
d. Prinsip Profitabilitas
Pelayanan sebisa mungkin dapat dilaksananakan secara efektif dan efisien,
serta memberikan keuntungan ekonomis dan sosial baik bagi pemerintah
maupun bagi masyarakat luas.
e. Prinsip Akuntabilitas
Artinya proses produk dan mutu pelayanan yang telah diberikan harus dapat
dipertanggungjawabkan kepada masyarakat karena aparat pemerintah itu
pada hakekatnya mempunyai tugas memberikan pelayanan sebaik-baiknya.

F. Kualitas Pelayanan Publik


Pelayanan publik erat kaitannya dengan kualitas pelayanan. Oleh karena itu,
konsep kualitas pelayanan sangatlah bersifat relatif, karena penilaian kualitas
sangat ditentukan oleh persepektif yang digunakan. Kualitas pelayanan adalah
pelayanan yang diberikan kepada pelanggan sesuai standar pelayanan yang telah
dibakukan sebagai pedoman dalam memberikan layanan13

Adapun prinsip-prinsip Total Quality Service menyebutkan bahwa terdapat


lima dimensi atau ukuran kualitas pelayanan, yang dapat menilai kepuasan
pelanggan diantaranya:

 Bukti langsung (tangibels), meliputi fasilitas fisik,


 Perlengkapan, pegawai dan sarana komunikasi.

13 Saputra, Trio, Eka Eka, and Wasiah Sufi. "Preparation of the 2020-2024 Riau Provincial
Government Bureaucratic Reform Planning." Warta Pengabdian 15.2 (2021): 82-97.

15
 Keandalan (reliability), yakni kemampuan memberikan pelayanan yang
dijanjikan dengan segera, akurat, dan memuaskan.
 Daya tanggap (responsiveness), yaitu keinginan para staf untuk membantu
para pelanggan dalam memberikan pelayanan dengan tanggap.
 Jaminan (assurance), mencakup pengetahuan, kemampuan, kesopanan, dan
dapat dipercaya yang dimiliki para staf, bebas dari bahaya, resiko atau
keragu-raguan.
 Empati, meliputi kemudahan dalam melakukan hubungan komunikasi yang
baik, perhatian pribadi dan memahami kebutuhan para pelanggan.

Intinya pelayanan dapat dikatakan berkualitas atau memuaskan apabila


pelayanan tersebut dapat memenuhi kebutuhan harapan masyarakat, dengan
memperhatikan kelima dimensi diatas. Sedangkan bila masyarakat tidak puas
terhadap suatu pelayanan yang disediakan maka pelayann tersebut dapat
dipastikan tidak berkualitas dan tidak efisien.

G. Kendala dalam Pelayanan Publik


Kendala utama pelayanan publik sebenarnya adalah peningkatan kualitas
pelayanan publik itu sendiri. Pelayanan publik yang berkualitas dipengaruhi oleh
berbagai aspek, yaitu bagaimana pola penyelenggaraannya, sumber daya manusia
yang mendukung, dan kelembagaan14. Beberapa kelemahan pelayanan publik
berkaitan dengan pola penyelenggaraannya antara lain sebagai berikut:
 Kurang Informatif, informasi yang disampaikan kepada masyarakat
cenderung lambat atau bahkan tidak diterima oleh masyarakat.
 Sukar Diakses, unit pelaksana pelayanan publik terletak sangat jauh dari
jangkauan masyarakat, sehingga mempersulit mereka yang memerlukan
pelayanan publil tersebut.
 Kurang Responsif, kondisi ini terjadi pada hampir semua tingkatan unsur
pelayanan, mulai pada tingkatan petugas pelayanan (front line) sampai
dengan tingkatan penanggungjawab instansi. Respon terhadap berbagai

14 Saputra, Trio, and Widia Astuti. Suara pelayanan publik: reformasi, birokrasi, melalui inovasi
pelayanan publik. Jakad Media Publishing, 2018.

16
keluhan, aspirasi, maupun harapan masyarakat seringkali lambat atau
bahkan diabaikan sama sekali.
 Kurang Koordinasi, kondisi ini terjadi pada hampir semua tingkatan unsur
pelayanan, mulai pada tingkatan petugas pelayanan (front line) sampai
dengan tingkatan penanggungjawab instansi. Respon terhadap berbagai
keluhan, aspirasi, maupun harapan masyarakat seringkali lambat atau
bahkan diabaikan sama sekali.
 Kurang Empati, pada umumnya aparat pelayanan kurang memiliki
kemauan untuk mendengar keluhan/saran/aspirasi dari masyarakat.
Akibatnya pelayanan dilaksanakan dengan apa adanya tanpa ada perbaikan
dari waktu ke waktu
 Inefisien, berbagai persyaratan yang diperlukan (khususnya dalam
pelayanan perijinan) seringkali tidak relevan dengan pelayanan yang
diberikan.
 Birokratis, pelayanan (khusunya pelayanan perijinan) pada umumnya
dilakukan dengan melalui proses yang terdiri dari berbagai level, sehingga
menyebabkan penyelesaian pelayanan yang terlalu lama. Dalam kaitan
dengan penyelesaian masalah pelayanan, kemungkinan staf pelayanan
(front line staff) untuk dapat menyelesaikan masalah sangat kecil, dan di
lain pihak kemungkinan masyarakat untuk bertemu dengan
penanggungjawab pelayanan, dalam rangka menyelesaikan masalah yang
terjadi ketika pelayanan diberikan, juga sangat sulit. Akibatnya, berbagai
masalah pelayanan memerlukan waktu yang lama untuk diselesaikan.
Dilihat dari sisi sumber daya manusianya, kelemahan utamanya adalah
berkaitan dengan profesionalisme, kompetensi, empati dan etika. Berbagai
pandangan juga setuju bahwa salah satu dari unsur yang perlu dipertimbangkan
adalah masalah sistem kompensasi yang tepat.
Dilihat dari sisi kelembagaan, kelemahan utama terletak pada desain
organisasi yang tidak dirancang khusus dalam rangka pemberian pelayanan
kepada masyarakat, penuh dengan hirarki yang membuat pelayanan menjadi
berbelit-belit (birokratis), dan tidak terkoordinasi. Kecenderungan untuk

17
melaksanakan dua fungsi sekaligus, fungsi pengaturan dan fungsi
penyelenggaraan, masih sangat kental dilakukan oleh pemerintah, yang juga
menyebabkan pelayanan publik menjadi tidak efisien15

H. Tindakan Reformasi Pelayanan Publik yang sudah dilakukan di


Indonesia
Pelaksanaan reformasi birokrasi di masing-masing instansi pemerintah
dilakukan berdasarkan kebijakan/program/kegiatan yang telah digariskan dalam
Grand Design Reformasi Birokrasi dan Road Map reformasi Birokrasi, serta
berbagai pedoman pelaksanaannya16. Berikut ini beberapa tindakan yang sudah
diterapkan dalam upaya reformasi pelayanan publik di Indonesia, namun tindakan
reformasi tersebut belum sepenuhnya berjalan dengan baik. Diantaranya:
a. Penetapan Standar Pelayanan (SPM dan SOP)
Standar pelayanan memiliki arti yang sangat penting dalam pelayanan publik.
Standar pelayanan merupakan suatu komitmen penyelenggara pelayanan
untuk menyediakan pelayanan dengan suatu kualitas tertentu yang ditentukan
atas dasar perpaduan harapan-harapan masyarakat dan kemampuan
penyelenggara pelayanan. Penetapan standar pelayanan yang dilakukan
melalui proses identifikasi jenis pelayanan, identifikasi pelanggan, identifikasi
harapan pelanggan, perumusan visi dan misi pelayanan, analisis proses dan
prosedur, sarana dan prasarana, waktu dan biaya pelayanan.
b. Pelayanan Terpadu ( One Stop Service)
Pada tanggal 6 Juli 2006, Menteri Dalam Negeri, H.Moh Ma’ruf, S.E.
mengeluarkan Permendagri No.24 tahun 2006 mengenai Pedoman
Penyelenggaran Pelayanan Terpadu Satu Pintu. Dalam peraturan ini,
pelayanan atas permohonan perizinan dan non perizinan dilakukan oleh

15 Siti Maryam, Neneng. "Mewujudkan good governance melalui pelayanan publik." JIPSI-


Jurnal Ilmu Politik Dan Komunikasi UNIKOM 6 (2017).
16 Yusriadi1 & Misnawati. Reformasi Birokrasi dalam Pelayanan Publik. Sekolah Tinggi Ilmu
Hukum Pengayoman Pascasarjana, Universitas Hasanuddin, Makassar, 7 Nomor 2(2086–6364,
eISSN: 2549-7499), 2017.

18
Perangkat Daerah Penyelenggara Pelayanan Terpadu Satu Pintu (PPTSP)
yaitu perangkat pemerintah daerah yang memiliki tugas pokok dan fungsi
mengelola sernua bentuk pelayanan perizinan dan non perizinan di daerah
dengan sistem satu pintu. Pembinaan sistem ini dilakukan secara berjenjang
dan berkesinambungan oleh Menteri Dalam Negeri dan Kepala Daerah sesuai
dan kewenangan masing-masing.
Program PTSP sudah dilaksanakan di beberapa kantor/dinas, seperti : Kantor
Perijinan dan Penanaman Modal (BPPT) yaitu menggabungkan pelayanan
dalam bidang perijinan dan penanaman modal dalam satu tempat. Hal ini
bertujuan untuk mempermudah dan mempercepat pelayanan. Tujuan lainnya
adalah menarik modal dari para investor.
c. Pengembangan Sistem Pengelolaan Pengaduan Pengaduan Masyarakat
Merupakan satu sumber informasi bagi upaya-upaya pihak penyelenggara
pelayanan untuk secara konsisten menjaga pelayanan yang dihasilkannya
sesuai dengan standar yang telah ditetapkan. Oleh karena itu perlu didisain
suatu sistem pengelolaan pengaduan yang secara efektif dan efisien mampu
mengolah berbagai pengaduan masyarakat menjadi bahan masukan bagi
perbaikan kualitas pelayanan.
Seperti adanya kotak-kotak saran/pengaduan di instansi atau kantor pelayanan,
pengaduan langsung kepada komisi ataupun lembaga pengaduan seperi : KPK
(lembaga pegaduan terhadap tindakan korupsi ), Ombudsman (lembaga
pengaduan terhadap instansi yang memberikan pelayanan buruk).
d. Pelayanan yang bersifat jemput bola (mobile)
Paradigma pemerintah saat ini memberikan pelayanan publik, termasuk
pelayanan administrasi, yang baik dan prima. Tidak harus menunggu bola,
tapi jemput bola. Pelayanan publik pemerintah harus mendekat kepada rakyat,
bukan malah menjauh dari rakyat. Jika melihat kondisi geografis Indonesia
yang didominasi gunung- gunung, bertempat tinggal di pedesaan yang jauh
dari pusat kota dan kantor pemerintahan, Keterbatasan sarana dan prasana
membuat masyarakat pedesaan kurang mendapatkan perhatian dari pemerintah
terhadap akses pelayanan publik. Untuk dapat memberikan pelayanan kepada

19
semua masyarakat khususnya masyrakat pedesaan pemerintah lebih gencar
melakukan pendekatan kepada masyarakat melalui program-program
pelayanan yang bersifat mobile yaitu penyelenggara pelayanan yang datang
kepada masyarakat. Demi terciptanya good governance. Berikut ini contoh
pelayanan pemerintah yang berisfat jemput bola:
 Pelayanan jemput bola “LARASITA” Badan Pertanahan Nasional.
 Pelayanan Samsat keliling.
 Pelayanan listrik pintar dari PLN.
 Pengurusan IMB di Badan Pelayanan Perizinan Terpadu (BPPT)
Kabupaten Tulung Agung

I. Tindakan yang perlu dilakukan untuk mencapai Reformasi Pelayanan


Publik
Agar reformasi birokrasi dapat berjalan baik, perlu dilakukan langkahlangkah
manajemen perubahan. Manajemen perubahan adalah proses mendiagnosis,
menginisialisasi, mengimplementasi, dan mengintegrasi perubahan individu,
kelompok, atau organisasi dalam rangka menyesuaikan diri dan mengantisipasi
perubahan lingkungannya agar tetap tumbuh, berkembang, dan menghasilkan
keuntungan17
Terdapat tujuh langkah manajemen perubahan yang dikutip dari Harvard
Business Essentials tahun 2005, yaitu sebagai berikut: Langkah
pertama,memobilisasi energi dan komitmen para anggota organisasi melalui
penentuan cita-cita, tantangan, dan solusinya oleh semua anggota organisasi. Pada
tahap ini, setiap lini dalam instansi pemerintah harus tahu apa yang dicita-citakan
instansi, apa yang mereka hadapi, dan cara menghadapi atau menyelesaikan
masalah itu secara bersama-sama. Agar mereka tergerak untuk menjalankan solusi
bersama, mereka perlu dilibatkan dalam diskusi dan pengambilan keputusan18

17 Saputra, Trio, and Bunga Chintia Utami. "Road map bureaucracy reform public service
government Provincial Riau." Jurnal Perspektif Pembiayaan Dan Pembangunan Daerah 4.4
(2017): 231-244.
18 Rinaldi, Rudi. "Analisis kualitas pelayanan publik." Jurnal Administrasi Publik: Public
Administration Journal 2.1 (2012): 22-34.

20
Langkah kedua, mengembangkan visi bersama, bagaimana mengatur dan
mengorganisasi diri maupun organisasi agar dapat mencapai apa yang dicita-
citakan. Langkah ketiga, menentukan kepemimpinan. Di dalam instansi
pemerintahan, kepemimpinan biasanya dipegang para pejabat eselon. Padahal,
kepemimpinan harus ada pada semua level agar dapat mengontrol perubahan.
Pemimpin tertinggi harus memastikan orang- orang yang kompeten dan jujurlah
yang berperan sebagai pemimpin pada level-level di bawahnya. Langkah keempat,
fokus pada hasil kerja. Langkah itu dilakukan dengan membuat mekanisme
asessment yang dapat mengukur hasil kerja tiap pegawai atau tiap tim yang diberi
tugas tertentu. Langkah kelima, mulai mengubah unit-unit kecil di instansi
kemudian dorong agar perubahan itu menyebar ke unit-unit lain di seluruh
instansi. Langkah keenam, membuat peraturan formal, sistem, maupun struktur
untuk mengukuhkan perubahan, termasuk cara untuk mengukur perubahan yang
terjadi. Langkah ketujuh, mengawasi dan menyesuaikan strategi untuk merespons
permasalahan yang timbul selama proses perubahan berlangsung19
Selain melakukan restrukturisasi manajemen, dalam meningkatkan reformasi
birokrasi diperlukan upaya-upaya stategis yang disebut juga dengan Strategi
reformasi birokrasi diantaranya:
a. Pada level kebijakan, harus diciptakan berbagai kebijakan yang
mendorong Birokrasi yang berorientasi pada pemenuhan hak-hak sipil
warga (kepastian hukum, batas waktu, prosedur, partisipasi, pengaduan,
gugatan).
b. Pada level organisational, dilakukan melalui perbaikan proses rekrutmen
berbasis kompetensi, pendidikan dan latihan yang sensitif terhadap
kepentingan masyarakat, penciptaan Standar Kinerja Individu, Standar
Kinerja Tim dan Standar Kinerja Instansi Pemerintah.
c. Pada level operasional, dilakukan perbaikan melalui peningkatan service
quality meliputi dimensi tangibles, reliability, responsiveness, assurance
dan emphaty

19 Rukayat, Yayat. "Kualitas pelayanan publik bidang administrasi kependudukan di kecamatan


pasirjambu." Jurnal Ilmiah Magister Administrasi 11.2 (2017).

21
d. Instansi Pemerintah secara periodik melakukan pengukuran kepuasan
pelanggan dan melakukan perbaikan20

BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan
Reformasi birokrasi adalah sebuah harapan masyarakat pada pemerintah agar
mampu memerangi KKN dan membentuk pemerintahan yang bersih serta
keinginan masyarakat untuk menikmati pelayanan publik yang efisien, responsif
dan akuntabel. Reformasi birokrasi merupakan salah satu cara untuk membangun
kepercayaan rakyat. Pelayanan dapat dikatakan berkualitas atau memuaskan
apabila pelayanan tersebut dapat memenuhi kebutuhan harapan masyarakat
ketika pelayanan publik yang di lakukan pemerintah tidak cukup baik dalam
20 Cahyadi, Robi. "Inovasi kualitas pelayanan publik pemerintah daerah." Fiat Justicia Jurnal
Ilmu Hukum Fakultas Hukum Universitas Lampung 10.3 (2016): 569-586.

22
melayani permintaan masyarakat maka pemerintah harus melakukan perubahan
dalam proses pelayanan publik sehingga pelayanan yang diberikan cukup
memadai kepada masyarakat dan pelaksanaan reformasi birokrasi pelayanan
publik bisa mengembalikan kepercayaan masyarakat
Dilihat dari sisi sumber daya manusianya, kelemahan utamanya adalah
berkaitan dengan profesionalisme, kompetensi, empati dan etika. Berbagai
pandangan juga setuju bahwa salah satu dari unsur yang perlu dipertimbangkan
adalah masalah sistem kompensasi yang tepat. Dilihat dari sisi kelembagaan,
kelemahan utama terletak pada desain organisasi yang tidak dirancang khusus
dalam rangka pemberian pelayanan kepada masyarakat, penuh dengan hirarki
yang membuat pelayanan menjadi berbelit-belit (birokratis), dan tidak
terkoordinasi. Kecenderungan untuk melaksanakan dua fungsi sekaligus, fungsi
pengaturan dan fungsi penyelenggaraan, masih sangat kental dilakukan oleh
pemerintah, yang juga menyebabkan pelayanan publik menjadi tidak efisien.
Dalam meningkatkan reformasi birokrasi diperlukan upaya-upaya stategis
yang disebut juga dengan Strategi reformasi birokrasi diantaranya: Pada level
kebijakan, level organisational, level operasional dan Instansi Pemerintah yang
secara periodik melakukan pengukuran kepuasan pelanggan dan melakukan
perbaikan.

B. Saran
Dalam mewujudkan pemerintah yang good governace diperlukan suatu
komitmen dari perintah dalam pemberian pelayanan bahwa tugas aparatur publik
adalah melayani masyarakatnya (public service). Dalam pemberian pelayanan
publik perlu adanya suatu sistem yang mampu menampung semua keluhan dari
masyarakat seperti e-goverment maupun meningkatkan tata kelola
administrasinya sehingga reformasi birokrasi yang dipilih dapat berjalan dengan
baik dan mampu menyelesaikan permasalahan masyarakat. Reformasi Birokrasi
dan Tata Kelola Pemerintahan yang baik, dapat terwujud apabila semua lapisan

23
masyarakat turut berperan serta dalam upaya pemberharuan di berbagai bidang
khususnya dalam bidang pelayanan

DAFTAR PUSTAKA

1. Dwiyanto, A. (2021). Reformasi Birokrasi Publik Di Indonesia. UGM


PRESS.
2. Saputra, T., & Marlinda, P. (2018). Services Innovation Of Sikda Optima
Program At Puskesmas Jaya Mukti Dumai City (No. 5wcgv). Center For
Open Science.
3. Ibrahim, Malik. "Reformasi Birokrasi Pada Lingkungan Peradilan Agama
Di Indonesia." Al-Ahwal: Jurnal Hukum Keluarga Islam 11.2 (2018): 133-
146.
4. Cahyaningsih, Badry, I. Putu Widiantara, And Mega Trishuta Pathiassana.
"Upaya Pengadilan Agama Sumbawa Besar Meraih Wilayah Birokrasi
Bersih Dan Melayani (WBBM)." JISIP (Jurnal Ilmu Sosial Dan
Pendidikan) 6.2 (2022).
5. Gussevi, Sofia, Melinda Maulani, And Nur Aeni Muhfi. "Jejak Langkah
Pengadilan Agama Purwakarta." Muttaqien; Indonesian Journal Of
Multidiciplinary Islamic Studies 2.2 (2021): 125-141.
6. Aziez, F. (2017). Penilaian Kualitas Kinerja Pengadilan Agama Jepara
Dalam Implementasi Pelayanan Prima: Aplikasi Pendekatan
International Framework For Court Of Excellent (Doctoral Dissertation,
Universitas Gadjah Mada).
7. Rismawati, R., Madani, M., & Rahim, S. (2015). Responsivitas Pelayanan
Perceraian Kantor Pengadilan Agama Sengkang Kabupaten
Wajo. Kolaborasi: Jurnal Administrasi Publik, 1(3).

24
8. Dwiyanto, A. (2021). Reformasi Birokrasi Publik Di Indonesia. UGM
PRESS.
9. Shofia, N., & Rochana, S. (2018). Fuzzy Servqual Untuk Mengukur
Kualitas Pelayanan Di Pengadilan Agama Kab. Kediri.
10. Hardiyansyah, H. (2018). Kualitas Pelayanan Publik: Konsep, Dimensi,
Indikator dan Implementasinya. Gava Media.
11. Kairupan, J. K. (2015). Pengaruh Reformasi Birokrasi Terhadap Kualitas
Pelayanan Publik Di Dinas Kependudukan Dan Catatan Sipil Kabupaten
Minahasa Utara. Jurnal Administrasi Publik, 4(35).
12. Riyanda, R. (2017). Faktor-Faktor Yang Menghambat Kinerja Pelayanan
Publik Di Dinas Kependudukan Dan Pencatatan Sipil Kota Batam. Jurnal
Niara, 9(2), 75-90.
13. Saputra, T., Eka, E., & Sufi, W. (2021). Preparation Of The 2020-2024
Riau Provincial Government Bureaucratic Reform Planning. Warta
Pengabdian, 15(2), 82-97.
14. Saputra, T., & Astuti, W. (2018). Suara Pelayanan Publik: Reformasi,
Birokrasi, Melalui Inovasi Pelayanan Publik. Jakad Media Publishing.
15. Siti Maryam, N. (2017). Mewujudkan Good Governance Melalui
Pelayanan Publik. JIPSI-Jurnal Ilmu Politik Dan Komunikasi
UNIKOM, 6.
16. Yusriadi1 & Misnawati. (2017). Reformasi Birokrasi Dalam Pelayanan
Publik. Sekolah Tinggi Ilmu Hukum Pengayoman Pascasarjana,
Universitas Hasanuddin, Makassar, 7 Nomor 2(2086–6364, Eissn: 2549-
7499).
17. Saputra, T., & Utami, B. C. (2017). Road Map Bureaucracy Reform Public
Service Government Provincial Riau. Jurnal Perspektif Pembiayaan Dan
Pembangunan Daerah, 4(4), 231-244.
18. Rinaldi, R. (2012). Analisis Kualitas Pelayanan Publik. Jurnal
Administrasi Publik: Public Administration Journal, 2(1), 22-34.
19. Rukayat, Y. (2017). Kualitas Pelayanan Publik Bidang Administrasi
Kependudukan Di Kecamatan Pasirjambu. Jurnal Ilmiah Magister
Administrasi, 11(2).
20. Cahyadi, R. (2016). Inovasi Kualitas Pelayanan Publik Pemerintah
Daerah. Fiat Justicia Jurnal Ilmu Hukum Fakultas Hukum Universitas
Lampung, 10(3), 569-586.

25

Anda mungkin juga menyukai