Anda di halaman 1dari 12

MAKALAH

SEJARAH KONDISI DAN SITUASI KERAJAAN-KERAJAAN DI NUSANTARA


SEBELUM ISLAM DAN SEJARAH DAKWAH ISLAM
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat dan
karunia-Nya, dan berkat bantuan dan dorongan dari berbagai pihak, penulis dapat
menempuh dan menyelesaikan makalah. Adapun judul makalah ini adalah “Makalah
Sejarah Kondisi Dan Situasi Kerajaan-Kerajaan Di Nusantara Sebelum Islam
Dan Sejarah Dakwah Islam Di Alam Melayu Nusantara”. Penulis menyadari
bahwa dalam penyusunan makalah ini masih jauh dari kesempurnaan, namun
demikian penulis tetap berharap semoga makalah ini dapat bermanfaat khususnya
bagi penulis dan umumnya bagi pembaca. Penulis menyampaikan seluruh rasa hormat
dan ucapan terimakasih kepada pihak-pihak yang membantu dalam menyedikan
informasi sehingga penulis dapat membuat makalah ini dengan baik.

Akhir kata, penulis berharap semoga makalah ini bermanfaat, khususnya bagi
penulis dan umumnya bagi semua pihak. Semoga Allah SWT membalas jasa dan budi
baik semua pihak yang telah membatu penulis dalam menyelesaikan makalah ini.

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR.........................................................................................................i
DAFTAR ISI.......................................................................................................................ii
BAB I PENDAHULUAN...................................................................................................1
1.1 Latar Belakang.........................................................................................................1
1.2 Rumusan Masalah....................................................................................................2
1.3 Tujuan Masalah........................................................................................................2
BAB II PEMBAHASAN....................................................................................................3
2.1 Sejarah Kondisi dan Situasi Kerajaan-Kerajaan di Nusantara Sebelum Islam........3
2.2 Sejarah Dakwah Islam di Alam Melayu Nusantara.................................................6
BAB III PENUTUP............................................................................................................8
3.1 Kesimpulan..............................................................................................................8
3.2 Saran.........................................................................................................................8
DAFTAR PUSTAKA.........................................................................................................9

ii
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Kedatangan Islam dan pembawanya, Muhammad S.A.W di tengah masyarakat


Arab sungguh merupakan suatu reformasi besar. Dalam suatu masyarakat yang
cendrung mengabaikan nilai- nilai kemanusiaan, Islam dengan al-Qur’an sebagai
sumber utamanya mampu merubahnya dalam waktu yang relatif singkat. Sebelum
Islam datang, masyarakat Arab merupakan komunitas yang mengabaikan atau
mengingkari fitrah manusia. Peperangan yang terjadi antara suku dan kabilah yang
berlangsung selama puluhan tahun, penguburan anak-anak perempuan hidup-hidup,
penyembahan kepada berhala, serta penindasan terhadap warga yang mempunyai
status sosial rendah oleh para bangsawan merupakan bagian dari hidup mereka.
Seolah-olah itu semua merupakan pandangan hidup mereka. Kondisi masyarakat yang
demikian tentunya tidak dapat dikatakan sebagai masyarakat ideal mengingat hal-hal
tersebut tidak mencerminkan masyarakat yang beradab (Mukarrom, 2014).
Di tengah kondisi masyarakat demikianlah Islam datang. Dengan al- Qur’an dan
Nabi Muhammad sebagai dua faktor utama, dalam waktu yang relatif singkat, Islam
merubah cara masyarakat itu dari masyarakat yang biadab menjadi beradab.
Keberhasilan Islam di tengah masyarakat yang demikian “liar” tentu saja membuat
dunia tercengang. Bahkan, dua negara ada yang berkuasa ketika itu, Bizantium dan
Persia, tidak pernah mempertimbangkan untuk mengusai wilayah ini karena kerasnya
kehidupan dan penghuninya. Menarik untuk dicermati, kedatangan Islam tidak
merombak nilai-nilai yang dianut masyarakat secara keseluruhan. Artinya, Islam tidak
mengikis habis nilai-nilai kemuliaan dalam pandangan mereka dan menggantinya
dengan nilai-nilai yang sama sekali baru. Tetapi Islam mengakomodir nilai-nilai itu
dan mengarahkannya kepada hal yang sesuai dengan syariat. Nilai-nilai seperti
kemuliaan, kedermawanan, dan keberanian yang dianggap baik oleh bangsa Arab
tetap dipertahankan dan diubah cara serta tujuannya (Yakin 2016).

1
1.2 Rumusan Masalah

Berdasarkan lengkapnya permasalahan pada latar belakang masalah di atas, yang


menjadi rumusan masalah dalam makalah yang penulis susun adalah sebagai berikut:
1. Bagaimana sejarah kondisi dan situasi kerajaan-kerajaan di nusantara sebelum
Islam?
2. Bagaimanakah sejarah dakwah islam di alam melayu nusantara

1.3 Tujuan Masalah

Berdasarkan rumusan masalaah diatas yang menjadi tujuan masalah dari makalah
yang penulis susun adalah sebagai berikut:
1. Untuk mengetahui bagaimana sejarah kondisi dan situasi kerajaan-kerajaan di
nusantara sebelum Islam
2. Untuk mengetahui bagaimana sejarah dakwah islam di alam melayu nusantara

2
BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Sejarah Kondisi dan Situasi Kerajaan-Kerajaan di Nusantara Sebelum Islam

Islam sebagai agama wahyu (agama samawi) yang mempunyai visi “Rahmatan


li al-‘alamin”, mempunyai tingkat apresiasi yang tinggi terhadap tradisi masyarakat
selama tradisi tersebut tidak bertentangan dengan prinsip-prinsip ajaran Islam. Islam
sebagai agama penutup yang menghantarkan manusia hingga akhir zaman, dengan
segala perkembangan kemajuan dan dinamika peradaban, termasuk budaya dan tradisi
masyarakat lokal maupun nasional disetiap negara sepanjang waktu. Istilah Nusantara
tercatat pertama kali dalam literatur berbahasa Jawa pada pertengahan abad ke-12
hingga abad ke-16 untuk menggambarkan konsep kenegaraan yang dianut oleh
kerajaan Majapahit. Setelah sempat terlupakan, istilah Nusantara kembali dihidupkan
oleh seorang tokoh pahlawan pendidikan Indonesia yakni Ki Hajar Dewantara pada
awal abad ke-20 sebagai salah satu Nama alternatif untuk negara merdeka pelanjut
Hindia Belanda yang belum terwujud (Mukhlis, 2017).  Pada tahun 1920-an Ki Hajar
Dewantara memperkenalkan Nama Nusantara untuk menyebut wilayah Hindia
Belanda sebagai salah satu alternatif karena istilah tersebut tidak memiliki unsur
bahasa asing yaitu “India”.

Sebelum Islam datang ke Nusantara atau Indonesia mulai abad ke-7 M,


penduduk di negeri ini telah memeluk agama Hindu dan Buddha sejak sekitar abad
ke-3 M. Namun, jika urut lebih jauh lagi sebelum kehadiran agama Hindu dan
Buddha masyarakat telah memiliki sistem kepercayaannya sendiri. Secara umum,
keyakinan tersebut disebut sebagai animisme dan dinamisme. Agama lokal ini
merupakan kepercayaan-kepercayaan yang diwariskan dari nenek moyang secara
turun-temurun. Mereka mengenal dewa-dewa yang dipersonifikasikan dalam bentuk
kebendaan seperti patung, pohon-pohon besar, batu, dan monumen. Dengan kata lain,
perkembangan agama yang terjadi pada bangsa Indonesia ini sangat dinamis. Menurut
Hamka, orang-orang Nusantara sebelum menganut agama-agama, di dalam jiwa
mereka telah ada persediaan untuk menerima kehadiran agama. Di dalam jiwa mereka
sudah mulai tumbuh kepercayaan. Ada dua hal kata Hamka yang menyebabkan
tumbuhnya kepercayaan itu. Pertama alam sekeliling, kedua soal hidup dan mati.
Kepercayaan animisme (dari bahasa latin anima atau “roh”) adalah kepercayaan

3
kepada mahluk halus dan roh merupakan asas kepercayaan agama yang mula-mula
muncul di kalangan manusia primitif (Ghofur, 2021).

Kepercayaan animism mempercayai bahwa setiap benda di bumi ini, (seperti


kawasan tertentu, gua, pohon, atau batu besar) mempunyai jiwa yang mesti di hormati
agar semangat tersebut tidak mengganggu manusia, malah membantu mereka dari
semangat dan roh jahat dan juga dalam kehidupan seharian mereka. Sedangkan
dinamisme (dalam kaitan agama dan kepercayaan) adalah pemujaan terhadap roh
nenek moyang yang telah meninggal menetap di tempat-tempat tertentu, seperti
pohon-pohon besar. Arwah nenek moyang itu sering di mintai tolong untuk urusan
mereka. Caranya adalah dengan memasukkan arwah-arwah mereka ke dalam benda-
benda pusaka seperti batu hitam atau batu merah delima dan lain sebagainya. Serta
ada juga yang menyebutkan bahwa dinamisme adalah kepercayaan yang
mempercayai terhadap kekuatan yang abstrak yang berdiam pada suatu benda.

Kondisi Bangsa Indonesia pada Waktu Permulaan. Kedatangan Islam Sejarawan


Barat, Brandes menyebutkan bahwa masyarakat Nusantara sebelum kedatangan
pengaruh India telah mempunyai 10 butir aspek kebudayaan yang merupakan
kepandaian asli masyarakat Nusantara, yaitu wayang, gamelan, batik, pengerjaan
logam, astronomi, pelayaran, irigasi, mata uang, metrum (irama), dan pemerintahan
yang teratur. Berdasarkan pendapat Brandes tersebut bukan hal yang mengherankan
jika masyarakat Nusantara waktu itu sudah aktif dalam
perdagangan maritim internasional antara India-Cina karena mampu melakukan
pelayaran (dengan perahu bercadik) di samudera dan memanfaatkan
ilmu astronomi yang mereka kuasai. Catatan Cina awal juga menyebutkan sejumlah
kerajaan awal yang memiliki hubungan dengan jalur perdagangan melalui Selat
Malaka seperti Poli, Koying, Kantoli, P’u-lei, P’ota, P’o-huang, P’en-p’en, Tan-tan,
dan Holotan yang berada di antara kerajaan-kerajaan awal yang diperkirakan telah
muncul di beberapa lokasi di Nusantara seperti di pulau Jawa dan Sumatra.

Islam Nusantara bukanlah Islam yang normatif, akan tetapi Islam Nusantara
adalah Islam empirik yang dan distingtif sebagai hasil interaksi, kontekstualisasi,
indigenisasi, penerjemahan, vernakularisasi Islam universal dengan realitas sosial,
budaya, dan sastra di Indonesia. Islam Nusantara yang pertama kali dibangun oleh
Walisongo didaerah Jawa memang menjadi perhatian khusus mengingat konsep ini
4
lebih populer di pulau Jawa, dimana penduduk (Syafrizal, 2015). Muslimnya lebih
dari setegah populasi penduduk Islam di Indonesia pada sensus penduduk tahun 2010
yaitu jumlah penduduk Islam di pulau Jawa sebasar 130.651.037 jiwa dari
207.176.162 jiwa penduduk Islam di Indonesia, sedangkan jumlah pengikut Nahdlatul
Ulama sebesar 143 juta jiwa diberbagai daerah atau 75% dari jumlah penduduk Islam
di Nusantara ini.

Islam Nusantara yang dibangun dengan penuh kelembutan dan keindahan ini
masih menjadi kontroversi di Indonesia.Hal ini menimbulkan perdebatan dikalangan
umat Islam. Sebagian kalangan mengatakan bahwa Islam adalah Islam, hanya satu
Islam yang dibawa oleh Rasulullah tidak ada Islam Nusantara, Islam Malaysia, dan
sebagainya.  Kiai Said dalam pidatonya menjelaskan bahwa Islam Nusantara
bukanlah sebuah ajaran, atau madzhab akan tetapi hanya penyatuan antara budaya
yang tidak menyimpang dari syariat Islam. Jadi Islam Nusantara sama sekali tidak
menyalahi Alquran dan hadis. Karakter Islam di Indonesia berbeda dengan karakter
Islam di negara lain, misal jika di Malaysia Islam menjadi agama resmi negara.Tetapi
di Indonesia disebut Negara toleran dimana meskipun 88,2% masyarakatnya adalah
Muslim, Islam tidak menjadi agama negara. Bahkan dalam sumber hukum negara
Indonesia yaitu Pancasila pada sila pertama menggunakan kata “Ketuhanan Yang
Maha Esa” telah diganti yang sebelumnya tertera dalam piagam Jakarta yaitu
“Dengan kewajiban menjalankan syariat Islam bagi pemeluk-pemeluknya”.Hal
tersebut disampaikan oleh Muhammad Hatta (Wakil Presiden Republik Indonesia
Pertama) dengan pertimbangan bahwa meskipun mayoritas penduduk Indonesia
Muslim tapi juga ada masyarakat non-Muslim, dan Ketuhanan Yang Maha Esa
meskipun untuk Islam tetapi agama lain juga dapat menggunakannya.

Kehadiran Islam Nusantara menjadi penengah ketika terjadi konflik perbedaan


keberagaman. Dengan polanya yang bersifat kultural membuat karakter yang lebih
plural dan toleran. Indonesia memiliki lima agama yang diakui oleh negara, dan
dalam agama Islam sendiri ada begitu banyak golongan atau organisasi masyarakat
Islam. Islam Nusantara memberikan kedamaian karena Indonesia adalah Nusantara
yang memiliki kultur toleran dan berdampingan ditengah perbedaan seperti dalam
ideologi negara yaitu “Bhineka Tunggal Ika” yang berarti berbeda-beda tetapi tetap
satu jua. Peran strategis dalam demokratisasi adalah dengan memanfaatkan pesantren

5
sebagai institusi pendidikan. Pemahaman yang terbuka dan tetap menjaga tradisi kuat,
pesantren menjadi institusi yang efektif secara kultural. Dengan memberikan
kesadaran demokrasi yang berlandaskan etika moral agama, diharapkan pesantren
dapat melahirkan santri-santri yang dapat mendorong perubahan di masyarakat serta
tetap menjaga tegaknya Islam sesuai dengan norma dan budaya Indonesia yaitu
damai, toleransi, dan menghargai perbedaan tanpa membuat konflik diantara umat
beragama, dan memberikan kebebasan masyarakat untuk memeluk agama (Mukarrom
2014).

2.2 Sejarah Dakwah Islam di Alam Melayu Nusantara


Sejarah awal tertubuhnya kerajaan Islam di Melaka ada dicatit oleh sesetengah
pengkaji sejarah di Indonesia. Di antaranya ialah Muhammad Yunus Jamil yang
menyatakan bahawa sultan Perlak, al-Sultan Makhdum ‘Ala’uddin Malik Muhammad
Amin Syah II Johan Berdaulat yang memerintah Perlak tahun 1225-1263 telah
megahwinkan puterinya yang pertama bernama Puteri Ratna Kamala dengan raja
Melaka al-Sultan Muhammad Syah yang bergelar dengan Parameswara Iskandar
Syah. Manakala puteri keduanya yang bernama Puteri Ganggang pula dikahwinkan
dengan al-Malik al-Saleh (Meurah Silo/Merah Silu), Sultan bagi negeri Samudra
Pasai yang memerintah tahun 1261-1289 dan mangkat pada tahun 1291. Cerita ini
menunjukkan bahawa kerajaan Melaka yang pertama ada hubungannya dengan
kerajaan Islam Samudra Pasai yang yang sudah menerima pengaruh Islam dalam
sistem pemerintahan beraja pada masa itu. Sebab itulah kerajaan Islam Melaka pada
masa itu dipercayai memainkan peranan yang penting dalam perkembangan Islam di
Semenanjung Tanah Melayu. Sultan Muhammad Syah (Parameswara Iskandar Syah)
dalam usahanya mengembangkan agama Islam itu telah dibantu oleh iparnya
Pangeran Malik Abdul Aziz Syah. Pengeran Syaikh Abdul Aziz inilah yang dikatakan
oleh Aristided Marre sebagai orang yang mengIslamkan Raja Melaka (Syalafiyah &
Harianto, 2020).
Namun demikian fakta yang jelas menunjukkan bahawa pengaruh Islam di
Malaysia tidaklah sampai kekemuncak kekuatan dan keagungannya melainkan setelah
Melaka muncul sebagai kerajaan agung pada abad ke 15M. Hal ini bermula selepas
tahun 1414M apabila rajanya memeluk Islam dan menamakan dirinya “Megat
Iskandar Syah”. Bila raja telah memilih Islam, selanjutnya keseluruhan rakyat Melaka
menjadi Islam. Mulai saat itulah Melaka telah menjadi sebuah negeri Islam.

6
Kedudukan politiknya menjadi semakin kuat dengan adanya hubungan antara istana
Melaka dengan istana Pasai dari segi keIslamannya. Seterusnya Melaka berkembang
menjadi sebuah penempatan yang "berkerajaan". Landasan berkerajaan di sini ialah
apabila hadirnya seorang raja yang berkuasa serta mempunyai kesan dan pengaruh
dalam melaksanakan kuasanya. Bersama-sama raja terdapat para pembesar dari
berbagaibagai peringkat pegawai yang menyokong kedaulatan raja yang memerintah.
Kedatangan Islam ke Tanah Melayu telah merentasi budaya Hindu-Buddha dan
animisme yang dianuti selama ini. Oleh itu telah berlaku campur aduk di antara
kebudayaan Islam dengan kebudayaan asal penduduk Tanah Melayu. Dengan
kedatangan Islam amalan lama dalam sistem pemerintahan beraja kerajaan Melayu
tidaklah berubah serta merta. Struktur adat istiadat negeri Melayu, kedudukan pangkat
dan upacara tradisi terus berjalan. Sebab itu Milner berpendapat bahawa Sultan yang
beragama Islam itu telah menjelaskan kepada pengikut-pengikutnya bahawa beliau
adalah wakil Tuhan di muka bumi ini (zallulLah fi al-‘alam). Milner berpendapat
pengakuan ini seakan-akan sama dengan pengakuan raja Sriwijaya yang menjanjikan
kedamaian abadi (eternal peace).
Wilayah Nusantara merupakan wilayah yang ada di seluruh kepulauan Indonesia
yang memperlihatkan keberagaman atau kemajemukan dalam berbagai hal. Misalnya
saja bahasa dan adat-istiadat yang dimiliki masyarakatnya. Perjalanan sejarah yang
dilampaui masyarakatnya juga cukup panjang. Sebelum Islam masuk ke wilayah
Nusantara ini, masyarakatnya telah memeluk agama, misalnya, Hindu, Budha, dan
Nasrani. Oleh sebab itu, peradaban Islam Melayu Nusantara memperlihatkan
kekhasan tersendiri yang tidak sama dengan peradaban Islam di manana pun.
Peradaban Islam di wilayah ini tumbuh dan berkembang sesuai dengan latar belakang
pendukungnya.Tulisan ini berbicara tentang wujud peradaban Islam Melayu
Nusantara yang terdiri dari (1) pemikiran, (2) ilmu pengetahuan dan tulisan, (3) sistem
sosial, dan (4) seni sastra (Huda 2017).

7
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Peradaban Islam Melayu Nusantara, sesuai dengan latar belakang sejarah yang
dilaluinya, peradabannya memperlihatkan kekhasannya, yang tidak sama dengan
peradaban Islam di mana pun. Sebagaimana peradaban pada umumnya, peradaban
Islam Melayu Nusantara ini juga memiliki wujudnya. Wujud dimaksud antara lain
adalah, pemikiran, ilmu pengetahuan, sistem teknologi, sistem pemerintahan, sistem
ekonomi, arsitektur, seni, dan bahasa. Peradaban Islam Melayu Nusantara sangat
dipengaruhi oleh pemikiran mazahab yang membawa ajaran Islam ke
Indonesia.Timbul tenggelamnya juga tergantung pada timbul dan tenggelamnya
mazhab tersebut dari negeri asalnya.Mazhab yang pertama kali masuk adalah mazhab
Syiah, lalu digantikan mazhab Syafi’i yang sampai sekarang mendominasi

3.2 Saran
Makalah ini menjelaskan tentang “Sejarah Kondisi Dan Situasi Kerajaan-
Kerajaan Di Nusantara Sebelum Islam Dan Sejarah Dakwah Islam”. Maka untuk
itu penulis menyarankan kepada pembaca agar kiranya mengetahui silsilah
Penggunaan Kata Adarusa dan mampu mempertahankanya, khususnya pembaca
tentang Penggunaan Kata Adarusa

8
DAFTAR PUSTAKA

Ghofur, M. I. (2021). Integrasi Islam Dan Budaya Nusantara (Tinjauan Historis Islam
Di Nusantara). Jurnal Yaqzhan: Analisis Filsafat, Agama Dan
Kemanusiaan, 7(2), 255-265.
Huda, K. (2017). Islam Melayu Dalam Pusaran Sejarah Sebuah Transformasi
Kebudayaan Melayu Nusantara. Toleransi: Media Ilmiah Komunikasi Umat
Beragama, 8(1), 78-96.
Mukarrom, A. (2014). Sejarah Islam Indonesia I: Dari Awal Islamisasi Sampai
Periode Kerajaan-Kerajaan Islam Nusantara.
Mukhlis, A. (2017). Sejarah Lembaga-Lembaga Pendidikan Islam Nusantara (Surau,
Meunasah, Pesantren Dan Madrasah). Al Iman: Jurnal Keislaman Dan
Kemasyarakatan, 1(01), 117-138.
Syafrizal, A. (2015). Sejarah Islam Nusantara. Islamuna: Jurnal Studi Islam, 2(2),
235-253.
Syalafiyah, N., & Harianto, B. (2020). Walisongo: Strategi Dakwah Islam Di
Nusantara. J-Kis: Jurnal Komunikasi Islam, 1(2), 41-52.
Yakin, A. U. (2016). Sejarah Hukum Islam Nusantara. Kencana.

Anda mungkin juga menyukai