Anda di halaman 1dari 20

MAKALAH

SEJARAH PENDIDIKAN ISLAM

PENDIDIKAN ISLAM PADA ZAMAN KERAJAAN PRA-KOLONIAL

Dosen Pengampu: Sutarmo M.Ag, Dr.H.

Disusun Oleh:

Kelompok 6
Rika Rahmi (12210421482)

Steviona Eliza (12210420645)

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN BAHASA INGGRIS

FAKULTAS TARBIYAH DAN KEGURUAN

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SULTAN SYARIF KASIM RIAU

T.A 2023/2024
KATA PENGANTAR

Assalamu’alaikum warahmatullahi wabarakatuh,

Segala puji bagi Allah SWT, Tuhan yang Maha Pemurah dan Maha Penyayang. Dengan
rahmat dan petunjuk-Nya, kami dapat menyelesaikan makalah ini yang berjudul " Pendidikan Islam
Pada Zaman Kerajaan Pra-Kolonial".

Kami ingin mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada Bapak Sutarmo,
M.Ag, Dr. H. selaku dosen pembimbing mata kuliah Sejarah Pendidikan Islam, serta kepada semua
pihak yang telah memberikan bimbingan, arahan, dan dukungan selama proses penulisan makalah ini.
Harapan kami agar makalah ini dapat memberikan kontribusi positif dan nilai yang bermanfaat.

Kami sadar akan adanya kekurangan baik dari segi materi maupun penyusunan makalah ini.
Oleh karena itu, kami sangat mengharapkan kritik dan saran membangun dari semua pihak sehingga
kami dapat memperbaiki dan meningkatkan kualitas makalah ini di masa yang akan datang. Akhir
kata, semoga makalah ini dapat memberikan manfaat yang besar bagi perkembangan dunia
pendidikan.

Wassalamu’alaikum warahmatullahi wabarakatuh.

Pekanbaru, 23 Oktober 2023

Penulis

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ............................................................................................................ i


DAFTAR ISI........................................................................................................................... ii
BAB I PENDAHULUAN........................................................................................................ 1
A. Latar Belakang ............................................................................................................. 1
B. Rumusan Masalah ........................................................................................................ 1
C. Tujuan Makalah............................................................................................................ 2
BAB II PEMBAHASAN ......................................................................................................... 3
A. Sejarah Perkembangan Pendidikan Islam di Indonesia .................................................. 3
B. Sejarah Perkembangan Pendidikan Islam Pada Masa Pra-Kolonialisme......................... 3
1. Kerajaan Islam di Aceh ............................................................................................ 3
2. Kerajaan Islam di Jawa ............................................................................................. 4
3. Kerajaan Islam di Maluku......................................................................................... 5
4. Kerajaan Islam di Kalimantan .................................................................................. 6
5. Kerajaan Islam di Sulawesi....................................................................................... 6
C. Lembaga Pendidikan Islam yang Muncul Pada Masa Awal di Indonesia ....................... 7
1. Mesjid dan Langgar .................................................................................................. 7
2. Pesantren.................................................................................................................. 7
3. Meunasah, Rangkang dan Dayah .............................................................................. 8
4. Surau........................................................................................................................ 8
D. Pendidikan di Indonesia pada Masa Hindu-Budha ........................................................ 9
BAB III PENUTUP ................................................................................................................ 16
A. Kesimpulan .................................................................................................................. 16
B. Saran ............................................................................................................................ 16
DAFTAR PUSTAKA ............................................................................................................. 17

ii
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Pendidikan Islam di Indonesia memiliki akar sejarah yang panjang dan kaya. Sejak awal
perkembangan Islam di wilayah ini, pendidikan telah menjadi prioritas utama bagi masyarakat
Muslim. Kebutuhan akan pendidikan mendorong masyarakat Islam di Indonesia untuk mengadopsi
dan mentransformasi lembaga keagamaan dan sosial yang sudah ada ke dalam lembaga pendidikan
Islam. Di Jawa, umat Islam mengubah lembaga keagamaan Hindu-Buddha menjadi pesantren. Di
Minangkabau, mereka mengambil alih surau sebagai lembaga pendidikan Islam. Sebelum menjadi
agama yang dominan, Islam tiba di Indonesia melalui berbagai jalur, seperti perdagangan, dakwah
oleh mubaligh, perkawinan antara pedagang Muslim dan bangsawan lokal, serta pusat-pusat
perekonomian yang berkembang menjadi pusat pendidikan dan penyebaran Islam.
Selain itu, seni juga memainkan peran penting dalam penyebaran Islam, terutama di Jawa.
Kemunculan Islam di Indonesia adalah hasil dari perpaduan faktor-faktor tersebut. Pendidikan Islam
pada masa pra-kolonialisme juga mencakup kerajaan Islam di Aceh, Jawa, Maluku, Sulawesi, dan
Kalimantan, dengan pengaruh besar dari para wali seperti Wali Songo.
Sedangkan pada Pada periode ini Hindu-Buddha, pendidikan ditujukan terutama kepada
golongan yang berkasta tinggi, yang memiliki tugas sebagai penyuluh rakyat dan penghubung antara
dewa-dewa dan rakyat. Selama masa Hindu-Buddha, terdapat perkembangan signifikan dalam bidang
perdagangan dan pengetahuan di Sumatra, terutama di Kerajaan Sriwijaya, yang menjadi pusat agama
Buddha.
Pendidikan tinggi dijelaskan sebagai suatu sistem yang berkembang pada abad ke-4 hingga
abad ke-8. Meskipun pada akhirnya pendidikan tidak lagi dilakukan secara massal, tetapi lebih
berfokus pada pendidikan spiritual dan religius di padepokan. Padepokan menjadi tempat
pembentukan karakter, pelatihan fisik, bela diri, pemerintahan, kebudayaan, seni, dan hubungan
manusia dengan alam sekitarnya.

B. Rumusan Masalah
A. Bagaimana Sejarah Perkembangan Pendidikan Islam di Indonesia?
B. Bagaimana Sejarah Perkembangan Pendidikan Islam Pada Masa Kerajaan Pra-Kolonialisme?
C. Apa Saja Lembaga Pendidikan Islam yang Muncul Pada Masa Awal di Indonesia ?
D. Bagaimana Pendidikan di Indonesia pada Masa Hindu-Budha

1
2

C. Tujuan Makalah
A. Untuk Mengetahui Bagaimana Sejarah Perkembangan Pendidikan Islam di Indonesia?
B. Untuk Mengetahui Bagaimana Sejarah Perkembangan Pendidikan Islam Pada Masa Kerajaan
Pra-Kolonialisme?
C. Untuk Mengetahui Apa Saja Lembaga Pendidikan Islam yang Muncul Pada Masa Awal di
Indonesia?
D. Untuk Mengetahui Bagaimana Pendidikan di Indonesia pada Masa Hindu-Budha?
BAB II

PEMBAHASAN

A. Sejarah Perkembangan Pendidikan Islam di Indonesia

Sejak awal perkembangan Islam, pendidikan mendapat prioritas utama masyarakat muslim
Indonesia. Kebutuhan terhadap pendidikan mendorong masyarakat Islam di Indonesia
mengadopsi dan mentransfer lembaga keagamaan sosial yang sudah ada (indigenous religious ada
social institution) ke dalam lembaga pendidikan Islam di Indonesia. Di Jawa umat Islam
mentransfer lembaga keagamaan Hindu-Budha menjadi pesantren, umat Islam di Minangkabau
mengambil alih surau sebagai peninggalan adat masyarakat setempa menjadi lembaga pendidikan
Islam.

Sebelum menjadi agama yang paling banyak dianut oleh masyarakat Indonesia, Islam adalah
salah satu agama yang diperkirakan datang, karena adanya pedagang yang singgah di Nusantara.
Islamisasi mulai berkembang pasca menurunnya pengaruh kerajaan Hindu-Buddha. Bahkan, di
masa itu, kerajaan-kerajaan Islam mendominasi Nusantara dan menggantikan kerajaan Hindu-
Buddha. Keterangan Islam di Indonesia, ikut mencerdaskan rakyat dan membawa peradaban yang
tinggi dalam membentuk kepribadian bangsa Indonesia. Masuknya Islam ke Indonesia ada yang
mengatakan dari India,dari Persia, atau dari Arab, jalur yang digunakan adalah (1) Perdagangan,
yang mempergunakan sarana pelayaran, (2) Dakwah, yang dilakukan oleh mubaligh yang
berdatangan bersama para pedagang, para mubaligh itu bisa dikatakan sebagai sufi pengembara.
(3) Perkawinan, yaitu perkawinan antara pedagang muslim, mubaligh dengan anak bangsawan
Indonesia, yang menyebabkan terbentuknya inti sosial yaitu keluarga muslim dan masyarakat
muslim. (5) Pendidikan yaitu pusat-pusat perekonomian itu berkembang menjadi pusat
pendidikan dan penyebaran Islam. (6) Kesenian yaitu jalur yang banyak sekali dipakai untuk
penyebaran Islam terutama di Jawa adalah seni.

B. Sejarah Perkembangan Pendidikan Islam Pada Masa Pra Kolonialisme

1. Kerajaan islam di Aceh

Kerajaan Islam yang pertama di Indonesia adalah kerajaan Samudera Pasai di daerah Aceh
yang berdiri pada abad ke-10 M, dengan rajanya yang pertama Al Malik Ibrahim Bin Mahdun, yang
kedua bernama Al Malik Al Saleh dan yang terakhir bernama Al Malik Sabar Syah (tahun
1444 M/abad ke 15H). Seorang pengembara dari Maroko yang bernama Ibnu Batutah pada tahun
1345 M sempat singgah di Kerajaan Pasai pada zaman pemerintahan Al Malik Al Zahir saat
perjalanan ke Cina. Jenjang pendidikan yang ada di Kerajaan Aceh Darussalam diawali

3
4

pendidikan terendah Meunasah (Madrasah) yang berarti tempat belajar atau sekolah, terdapat di
setiap desa dan mempunyai multi fungsi antara lain sebagai berikut:

a. Sebagai tempat belajar Al-Qur’an

b. Sebagai Sekolah Dasar, dengan materi yang diajarkan yaitu menulis dan membaca huruf
Arab, Ilmu agama, bahasa Melayu, akhlak dan sejarah Islam.

2. Kerajaan Islam di Jawa

Pendidikan Islam di jawa berlainan keadaannya dengan di Sumatra dan Sulawesi, Maluku
dan daerah lainnya. Ajaran Islam di jawa tersebar dari pelabuhan dan Bandar-bandar tempat
perhubungan dagang antara Indonesia dan luar negeri, misalnya: Sunda Kelapa ( Jakarta ), Cirebon,
Tegal, Pekalongan, Semarang, Jepara, Tuban, Gresik, Surabaya, dan daerah lainnya. Akibat
hubungan ini, para pedagang Indonesia mengetahui dan mendengar dan mendengar tentang ajaran
Islam dan juga tentang didikan Islam melalui percakapan mereka sehari-hari. Di samping para
pedagang, ada juga orang-orang yang sangat berjasa dalam menyebarkan dan mengembangkan
ajaran Islam di Pulau Jawa, yaitu wali yang Sembilan atau terkenal dengan sebutan Wali Songo
yaitu sebagai berikut:

a. Sunan Ampel, yang bernama asli Raden Rahmat, ia memusatkan dakwahnya di daerah Ampel
Surabaya.

b. Sunan Bonang, bernama asli Makhdum Ibrahim menyebarkan agama Islam di Jawa Timur,
Tuban dan mendirikan pusat pengajaran Islam di Turban.

c. Sunan Giri (Raden Paku), putra Maulana Ishak, pernah ke pasai untuk memperdalam agama
Islam. Bersama putra Sunan Ampel, ia mendirikan pusat pengajaran di Giri.

d. Sunan Drajat (Syaripudin), adik Sunan Bonang memusatkan daerah dakwahnya di


Sedayu, Jawa Timur. Ia dikenal sebagai ulama yang berjiwa social.

e. Sunan Kudus (Jafar Shidiq), sewaktu muda menjadi panglima perang Kerajaan Demak, dan
menyebarkan Islam di daerah Kudus sampai mendirikan sebuah Masjid.

f. Sunan Kalijogon (R.M.Syahid), keturunan bangsawan Majapahit, menyebarkan Islam di


daerah Demak.

g. Sunan Muria (Raden Prawoto),putra Sunan Kalijaga, dalam dakwahnya lebih


mencurahkan pada ajaran tasawuf.
5

h. Sunan Gunung Djati (fatahillah atau Syekh Nurullah), menyebarkan ajaran Islam di daerah
Jawa Barat, yaiyu daerah Cirebon, dan wafat di Cirebon

Dari para wali inilah kemudian masjid-masjid dan pesantren- pesantren didirikan
sebagai pusat kegiatan keagamaan, dan pencetakan kader-kader muballigh untuk melanjutkan
misinya menyiarkan agama Islam. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa sejarah sebutan Sunan
Giri. Dapat dikatakan di sini bahwa pesantren pada awalnya hanyalah merupakan tempat
pengkajian agama yang boleh dikatakan kurang terorganisir, dengan seorang alim atau Kyai yang
menyediakan dirinya untuk ditimba ilmunya oleh para santri yang datang kepadanya, dengan
menggunakan metode halaqah atau sorogan.

3. Kerajaan Islam di Maluku

Islam masuk ke Maluku di bawah oleh Muballigh dari Jawa sejak Zaman Sunan Giri dari
Malaka. Raja Maluku pertama yang masuk Islam adalah Sultan Ternate yang bernama Marhum pada
tahun 1465-1486 M, atas pengaruh Maulana Husein saudagar dari Jawa.Raja Maluku yang terkenal
dibidang pendidikan dan dakwah Islam ialah Sultan Zainul Abidin tahun 1486-1500 M. Dakwah
Islam di Maluku mengalami dua tantangan yaitu yang datang dari orang-orang yang masih
animis dan dari orang Portugis yang mengkristenkan penduduk Maluku.Sultan Sairun adalah
tokoh yang paling keras melawan orang Portugis. Tokoh misi Katholik yang pertama di Maluku
ialah Fransiscus Zaverius tahun 1546 M. ia berhasil mengkhatolikkan sebagian penduduk
Maluku. Ketika bangsa Belanda yang beragama Kristen protestan datang di Indonesia mulai pula
usaha memprotestan penduduk di Indonesia pada awal abad 17 M(Tahun 1600 M).

Pendidikan di Maluku dimulai oleh masuknya Kekristen pada masa Portugis. Di


masa ini, bangsa Portugis mendirikan sekolah-sekolah gereja dengan tujuan mengajar penduduk
Maluku yang sudah menjadi Kristen cara membaca sehingga mereka dapat membaca Alkitab.
Sekolah-sekolah ini pun berkembang menjadi lembaga pendidikan agama. Namun, kemajuan
pendidikan, baik umum maupun agama, dimulai pada masa penjajahan Belanda. Setelah
Belanda mengambil alih kembali Maluku, Pemerintah Belanda mengambil alih seluruh sekolah,
baik yang didirikan Portugis maupun VOC, kemudian membebaskannya dari pengaruh agama serta
menjadikannya sekolah negara. Meskipun demikian, sekolahsekolah Kristen didirikan di kemudian
hari oleh para penginjil. Hal ini pun berdampak pada kebudayaan masyarakat karena seiring
dengan terdidiknya masyarakat Kristen Maluku, bahasa Melayu mulai menggantikan bahasa
daerahnya masing-masing.
6

4. Kerajaan Islam di Kalimantan

Islam mulai masuk di Kalimantan pada abad ke 15 M, dengan cara damai, di bawah oleh
muballigh dari Jawa Sunan Bonang dan Sunan Giri mempunyai santri-santri dari Kalimantan,
Sulawesi dan Maluku. Sunan Giri ketika berumur 23 tahun pergi ke Kalimantan bersama
saudagar Kamboja bernama Abu Hurairah, muballigh lain dari Jawa adalah Sayid Ngabdul
Rahman alias Khatib Daiyan dari Kediri. Perkembangan Islam mulai mantap setelah berdirinya
kerajaan Islam Banjar Masin di bawah pimpinan Sultan Suriansyah sehingga masjid-mesjid di
bangun dihampir setiap Desa. Pada tahun 1710 M (tepatnya 13 safar 1122 H) di zaman kerajaan
Islam Banjar ke 7 dibawah pimpinan Sultan Tahmililah (1700-1748) telah lahir seorang ulama
terkenal yaiatu Syekh Muhammad Arsyad Al Banjari di desa Kalampayan Martapura. Sejak
kecil beliau diasuh oleh Sultan Tahmililah dan cukup lama berstudi di Mekah sekitar 30
tahun sehingga pada gilirannya terkenal kelaiman dan kedalaman ilmunya,tidak saja di
Kalimantan dan Indonesia tetapi sampai di luar negeri khusunya Kawasan Asia Tenggara.

5. Kerajaan Islam di Sulawesi

Pengaruh raja Gowa dan Tallo dalam dakwah Islam sangat besar terhadap raja-raja
kecil lainnya.Beberapa ulama besar yang membantu Dato’ Ri Bandang ialah Dato’ Sulaiman alias
Dato’ Pattimang dan Dato’ Ri Tirto alias Khatib Bungsu.Diperkirakan bahwa mereka itu juga
berasal dari Minangkabau. Dari Sulawesi Selatan, agama Islam mengembang ke Sulawesi
Tengah dan Utara. Islam masuk daerah Manado pada zaman Sultan Hasanuddin, ke daerah
Bolang Mangondow di Sulawesi Utara pada tahun 1560 M, ke Gorontalo pada tahun 1612 M.
Agama Islam yang telah kuat di Sulawesi Selatan itu menjalar masuk di Kepulauan Nusa
Tenggara, yairu ke Bima (Sumbawa) dan Lombok, di bawa oleh pedagang-pedagang Bugis. Sumbawa
di kuasai kerajaan Gowa pada tahun 1616 M. Pengaruh raja Gowa dan Tallo dalam dakwah Islam
sangat besar terhadap raja-raja kecil lainnya.

Beberapa ulama besar yang membantu Dato’ Ri Bandang ialah Dato’ Sulaiman alias Dato’
Pattimang dan Dato’ Ri Tirto alias Khatib Bungsu.Diperkirakan bahwa mereka itu juga berasal dari
Minangkabau. Dari Sulawesi Selatan, agama Islam mengembang ke Sulawesi Tengah dan Utara.
Islam masuk daerah Manado pada zaman Sultan Hasanuddin, ke daerah Bolang Mangondow
di Sulawesi Utara pada tahun 1560 M, ke Gorontalo pada tahun 1612 M. Agama Islam yang
telah kuat di Sulawesi Selatan itu menjalar masuk di Kepulauan Nusa Tenggara, yairu ke Bima
(Sumbawa) dan Lombok, di bawa oleh pedagang-pedagang Bugis. Sumbawa di kuasai kerajaan
Gowa pada tahun 1616 M.

Pendidikan islam yang pertama di Sulawesi merupakan pesantren atau surau.


Perkembangan pendidikan mulai berkembang dengan cepat sejak adanya alim ulama yang berasal
7

dari Tanah Suci yang datang ke Sulawesi. Sistem dasar dan pengajaran islam di Sulawesi sama
seperti di Jawa dan Sumatera, sumber mereka sama yaitu Mekkah. Pendidikan mulai
dilembagakan dengan didirikannya madrasahmadrasah dengan format seperti pendidikan modern.
Madrasah yang pertama kali didirikan di Sulawesi adalah organisasi Muhammadiyah, pada tahun
1926. Madrasah Amiriah Islamiah di Bone didirikan tahun 1933 bertempat di Watampone Bone.
Berdiri karena persatuan ulama dan pemuka-pemuka rakyat. Materi yang diajarkan di madrasah
ini tidak hanya ilmu Agama dan Bahasa Arab, tetapi juga mengajarkan ilmu pengetahuan umum.

C. Lembaga Pendidikan Islam yang Muncul pada Masa Awal di Indonesia

Pada tahap awal pendidikan islam itu berlangsung secara informal. Para Muballigh banyak
memberikan contoh teladan dalam sikap hidup mereka sehari-hari. Para Muballigh itumenunjukan
akhlaqul karimah,sehingga masyarakat yang didatangi menjadi tertarik untuk memeluk agama
islam dan mencontoh perilaku mereka. Selain dari proses diatas yakni dimulai dari
terbentuknya pribadi-pribadi muslim kemudian dari kumpulan pribadi-pribadi tersebut
membentuk masyarakat muslim dan kemudian dari situlah munculnya kerajaan islam, tetapi juga
bisa terjadi para Muballigh terlebih dahulu mengislamkan penguasa setempat, dan
dengandemikian masyarkat atau rakyatnya memeluk Agama Islam seperti yang terjadi pada beberapa
kerjaaan,yaitu Kerajaan Malaka,dan beberapa kerajaan lainnya. Dgoengan demikian,terbentuk
pula lah secara otomatis masyarakat muslim. Ada beberapa lembaga pendidikan Islam awal yang
muncul di Indonesia yaitu sebagai berikut:

1. Masjid dan Langgar

Masjid fungsi utamanya adalah untuk tempat shalat lima waktu ditambah dengan
sekali seminggu dilaksanakan shalat jum’at dan dua kali setahun dilaksanakan shalat Hari Raya Idul
fitri dan Idul Adha. Selain dari masjid ada juga tempat ibadah yang disebut langgar, bentuknya lebih
kecil dari masjid dan digunakan hanya untuk tempat shalat lima waktu, bukan untuk tempat
shalat jum’at. Selain dari fungsi utama masjid dan langgar difungsikan juga untuk
tempat pendidikan. Ditempat ini dilakukan pendidikan buat orang dewasa maupun anak - anak.
Pengajian yang dilakukan untuk orang dewasa adalah pengajian penyampaian- penyampaian
ajaran islam oleh Muballigh ( Ustadz,Guru,Kyai ) Kepada para jamaaah dalam bidang yang
berkenaan dengan aqidah,ibadah dan akhlak.

2. Pesantren

Ditinjau dari segi sejarah,belum ditemukan data sejarah, kapan pertama sekali
berdirinya pesantren,ada pendapat mengatakan bahwa pesantren telah tumbuh sejak awal
masuknya Islam ke Indonesia, sementara yang lain berpendapat bahwa pesantren baru muncul pada
8

masa Walisongo dan Maulana Malik Ibrahim dipandang senangi orang yang pertama
mendirikan pesantren. Inti dari pesantren itu adalah pendidikan ilmu agama, dan sikap
beragama. Karenanya mata pelajaran yang diajarkan semata-mata pelajaran agama. Pada
tingkat dasar anak didik baru diperkenalkan tentang dasar agama, dan Al-Qur’an Al- Karim.
Setelah berlangsung beberapa lama pada saat anak didik telah memiliki kecerdasan tertentu, maka
mulailah diajarkan kitabkitab klasik. Kitab-kitab klasik ini juga diklasifikasikan menjadi tingkat
dasar, tingkat menengah dan tinggi.

3. Meunasah, Rangkang dan Dayah

Secara epistemologi meunasah berasal dari perkataan madrasah,tempat belajar atau


sekolah. Ditinjau dari segi pendidikan awal bagi anak-anak yang dapat disamakan dengan
tingkatan sekolah dasar. Dimeunasah diajarkan menulis, membaca huruf arab, ilmu agama dan
akhlak. Di tinjau dari segi pendidikan, meunasah adalah lembaga pendidikan awal bagi
anakanak yang dapat disamakan dengan tingkatan sekolah dasar. Di meunasah para murid di ajar
menulis, membaca huruf Arab, ilmu agama, dan akhlaq. Meunasah dipimpin oleh seorang
tengku, yang di Aceh besar disebut tengku meunasah.Tengku meunasah bertugas untuk
membina agama di suatu tempat-tempat tertentu. Rangkang adalah tempat tinggal murid, yang
dibangun disekitar masjid. Tiap- tiap kampung harus ada satu meunasah. Masjid berfungsi
sebagai tempat kegiatan pendidikan. Pendidikan di Rangkang ini terpusat kepada pendidikan
agama, disini telah diajarkan kitab-kitab yang berbahasa arab.

Dayah berasal dari bahasa Arab zawiyah. Kata zawiyah pada mulanya merujuk kepada
sudut dari satu bangunan, dan sering di kaitkan dengan masjid. Disudut masjid itu terjadi
proses pendidikan antara pendidik dengan terdidik. Selanjutnya zawiyah dikaitkan tarekat-
tarekat sufi, dimana seorang syekh atau mursyid melakukan kegiatan pendidikan kaum sufi.
Dayah adalah sebuah lembaga pendidikan yang mengajarkan mata pelajaran agama yang brsumber
dari bahasa arab, misalnya fiqih, bahasa Arab, Tauhid, tasawuf, dll, tingkat pendidikannya adalah
sama dengan tingkat Sekolah Lanjutan Tingkat Atas.

4. Surau

Dalam Kamus Bahasa Indonesia, surau diartikan tempat (rumah) umat Islam
melakukan ibadahnya (bersembahyang, mengaji, dan sebagainya) pengertian ini apabila dirinci
mempunyai arti bahwa surau berati suatu tempat bengunan kecil untuk tempat shalat, tempat
belajar mengaji anak-anak, tempat wirid (pengajian agama) bagi orang dewasa. Surau berfungsi
sebagai lembaga sosial budaya, adalah fungsinya sebagai tempat pertemuan para pemuda dalam
upaya mensosialisasikan diri mereka. Selain dari itu surau juga berfungsi sebagai tempat
bersinggahan dan peristirahatan para musafir yang sedang menempuh perjalanan. Sistem pendidikan
9

di surau banyak kemiripannya dengan sistem pendidikan di Pesantren. Murid tidak terikat
dengan sistem administrasi yang ketat, Syekh atau Guru mengajar dengan murid yang berpindah ke
surau lain apabila dia telah merasa cukup memperoleh ilmu di surau terdahulu.

Surau berfungsi sebagai lembaga sosial buadaya adalah fungsinya sebagai tempat
pertemuan para pemuda dalam upaya mensosialisasikan diri mereka. Selain dari itu surau juga
berfungsi sebagai tempat persinggahan dan peristirahatan para musafir yang sedang menempuh
perjalanan. Dengan demikian surau mempunyai multifungsi. Dengan masuknya islam, surau
juga mengalami proses islamisasi. Fungsinya sebagai tempat penginapan anak-anak bujang tidak
berubah, tetapi fungsinya diperluas seperti fungsi masjid, yaitu sebagai tempat belajar membaca
Al-Qur’an dan dasar-dasar agama dan tempat ibadah.

D. Pendidikan di Indonesia pada Masa Hindu-Buddha

Pada umunya Indonesia menerima agama, pengetahuan dan kebudayaan dari Negara
tetangga seperti India. Indonesia juga memperkaya dan memberi warna dan corak ke-Indonesiaan
pada agama, pengetahuan sehingga menjadi spesifik Indonesia. Boleh dikatakan sejak dahulu
pendidikan di Indonesia berdasarkan agama.

Terdapat beberapa ciri pendidikan pada periode kerajaan-kerajaan Hindu-Buddha di


Indonesia, antara lain:

a. Bersifat informal karena proses belajar mengajar tidak melalui institusi yang formal.

b. Berpusat pada religi, yaitu ajaran agama Hindu dan Buddha.

c. Aristokratis, dimana pendidikan hanya diikuti oleh segolongan masyarakat saja, yaitu para raja
dan bangsawan. Kaum bangsawan biasanya mengundang guru untuk mengajar anak-anaknya di
istana disamping ada juga yang mengutus anak-anaknya yang pergi belajar ke guru-guru
tertentu.

d. Pengelola pendidikan adalah kaum Brahmana untuk agama Hindu dan para Biksu untuk agama
Buddha.

Apabila ditinjau pada peninggalan Raja Mulawarman (abad 4-5) di Kutai, peninggalan itu
berupa sebuah batu tertulis (yupa) dalam tulisan Pallawa di dalam bahasa Sanskerta. Ini menunjukkan
adanya pengaruh Agama Siwa. Demikian juga peninggalan Purnawarman di Jawa Barat dalam tulisan
Pallawa di dalam bahasa Sanskerta. Dari tulisan-tulisan itu dapat diketahui bahwa di Jawa Barat
pernah berdiri kerajaan Tarumanegara. Prasati- prasasti tersebut didirikan oleh pendeta dari golongan
Brahmana.
10

Pada masa itu, hanya pendeta dari golongan Brahmana yang dapat membaca kitab-kitab suci
seperti kitab Weda. Mereka pula yang bertugas memberikan korban-korban dan menyanyikan pujian-
pujian kepada dewa-dewa. Golongan inilah yang dapat menggunakan bahasa Sansekerta dan huruf
Pallawa sebagai bahasa resmi. Sehingga dapat dikatakan, pendidikan hanya ditujukan pada golongan
yang berkasta tinggi saja, berhubung dengan kewajibannya sebagai penyuluh rakyat dan penghubung
antara dewata dan rakyat.

Pada abad ke-6 berkembanglah di Sumatra sebuah kerajaan, yaitu Kerajaan Sriwijaya yang
kemudian menjadi pusat agama Budha. Raja Sriwijaya, wangsa Syailendra beragama Buddha. Empat
buah batu bertulis ditemukan di Palembang, Jambi dan Bangka. Semuanya ditulis dalam huruf
Pallawa di dalam bahasa Melayu tua bercampur perkataan-perkataan Sanskerta.

Kerajaan Sriwijaya menjadi kuat dan jaya karena perdagangannya dengan daerah-daerah di
seberang lautan. Untuk perdagangan tersebut diperlukan kapal-kapal dan pegawai-pegawai yang dapat
menjalankan kapal. Maka untuk itu diperlukan pendidikan untuk pegawai-pegawai tersebut.
Perdagangan meminta pendidikan yang praktis dan langsung dapat dipakai di dalam perniagaan.
Saudagar-saudagar pada waktu itu termasuk golongan bangsawan. Untuk memenuhi kebutuhan
tenaga berdagang dengan negeri asing itu. Lalu muncullah Dubu, kota tempat berguru ilmu yang
praktis untuk berdagang. Lambat laun Sriwijaya menjadi pusat pengetahuan.

Ibu kota Sriwijaya yang terletak di pertengahan jalan Tiongkok-India, ialah pusat perniagaan
dan kebudayaan pada waktu tersebut. Oleh sebab itu, ibu kota menjadi pusat pertemuan saudagar
asing dan pendeta-pendeta yang di dalam perjalanan dari India ke Tiongkok atau dari Tiongkok ke
India. Ibu kota merupakan tempat menuntut ilmu yang perlu untuk perdagangan, juga tempat di mana
kaum agama bertemu dan bertukar pikiran.

Di dalam agama Budha perniagaan dapat sejalan dengan agama. Sejarah Tiongkok di dalam
abad ke-9 atau ke-10 memperlihatkan bahwa biara- biara tempat pendeta agama Buddha menjadi
semacam bank; ada pula yang menjadi tempat pertemuan saudagar-saudagar asing. Dengan demikian
ibu kota menjadi pusat perdagangan dan pusat agama pada saat bersamaan.

Sebagai pusat pengajaran Buddha, Sriwijaya menarik banyak peziarah dan sarjana dari
negara-negara di Asia. Antara lain pendeta dari Tiongkok, I- Tsing. I-Tsing meninggalkan Canton
pada tahun 671. la tinggal di Che-li- fo-che (Sriwijaya) untuk mempelajari ilmu aturan Sansekerta. I-
Tsing mengatakan bahwa di negeri Fo-shih yang dikelilingi oleh benteng, ada lebih dari seribu orang
pendeta Buddha yang belajar agama Buddha seperti halnya yang diajarkan di India. Jika seorang
pendeta Cina yang ingin belajar ke India, untuk mengerti dan membaca kitab Buddha yang asli di
sana, ia sebaiknya belajar dulu setahun dua tahun di Fo-shih, baru setelah itu ia pergi ke India.
11

Setelah 6 bulan di Che-li-fo-che, I-Tsing berangkat ke Melayu. Dua bulan kemudian I-Tsing
meneruskan perjalanan ke India tepatnya ke Nalanda dengan melalui Kedah. Sepuluh tahun kemudian
ia kembali dari belajar di Universitas Nalanda (India), I-Tsing tinggal di Fo-shih selama empat tahun
untuk menterjemahkan kitab Buddha bersama pendeta Buddha yang ternama di Sriwijaya, yaitu
Satyakirti pengaran kitab Hastadandashastra yang kemudian disalin I-Tsing ke bahasa Tiongkok.
Setelah empat tahun di sana untuk menterjemahkan buku-buku agama Buddha, ia pergi ke Canton
untuk menjemput pembatu. Lalu ia kembali dengan empat orang.

Di samping kitab-kitab agama yang digarapnya, I-Tsing berhasil menulis dua biografi
musafir-musafir pendahulunya dan suatu karya berbobot lainnya mengenai pelaksanaan agama
Buddha di India dan di Semenanjung Melayu. Karya-karya ilmiahnya dikirimke Cina melalui ulama-
musafir pada 692 M. Sedangkan, I-Tsing pulang ke Canton pada tahun 695 M.

Sriwijaya merupakan pusat ilmu pengetahuan tempat para sarjana dan teolog Buddha sangat
dihormati dan dihargai. Oleh sebab itu, para musafir dan ulama senang mendalami ilmu pengetahuan
di Sriwijaya, baik yang bersumber dari agama Buddha Mahayana maupun Hinayana. Walaupun
setelah lewat pertengahan abad ke-7, Mazhab Hinayana dominan di Sriwijaya, setengah abad tersebut
Mazhab Mahayana sempat berpengaruh. Seorang mahaguru Sriwijaya yang termasyhur bernama
Dharmapala adalah guru besar yang pernah memberikan kuliah-kuliahnya pada "universitas" Nalanda
di Benggala (India utara) selama 30 tahun.

Pada abad ke-7, Dharmapala datang di Sumatra dan memberi pelajaran agama Buddha
Mahayana kepada penduduk setempat, yang semula menganut Hinayana. Keterangan-keterangan ini
diperoleh dari 1-Tsing, yang pada 672 dan 685 M berdiam di Palembang untuk belajar. Sehingga
dapat dikatakan bahwa pendidikan pada masa itu memusatkan perhatiannya pada agama.

Universitas Nalanda pada masanya menjadi pusat pengetahuan dan terkenal ke mana-mana
serta mempunyai pelajar-pelajar yang terkenal dari Tiongkok, Jepang dan negara-negara Asia
Tenggara lainnya. Maka tidaklah mengherankan apabila ketika itu kesusasteraan di Sriwijaya sudah
tinggi tingkatannya sehingga Raja Sriwijaya menyuruh membuat kamus bahasa daerah- daerah
Sansekerta.

Prasasti Nalanda yang dibuat di India pada sekitar pertengahan abad ke-9 M menyebutkan
bahwa raja Balaputradewa dari Suwarnabhumi (Sriwijaya) meminta kepada raja Dewapaladewa agar
memberikan sebidang tanah untuk pembangunan asrama yang digunakan sebagai tempat bagi para
pelajar agama Buddha yang berasal dari Sriwijaya. Berdasarkan prasasti tersebut, dapat diketahui
bahwa sangat besar perhatian dari raja Sriwijaya terhadap perkembangan agama Buddha terlihat dari
dikirimkannya beberapa pelajar dari Sriwijaya untuk belajar agama Buddha di India (Universitas
Nalanda). Hingga permulaan abad 11 kerajaan Sriwijaya masih merupakan pusat pengajaran agama
12

Buddha yang bertaraf internasional. Rajanya saat itu bernama Sri Cudamaniwarman dan mengaku
dirinya dari Dinasti Syailendra. Untuk menghadapi ancaman dari Jawa, Cudamaniwarman
mengadakan hubungan persahabatan dengan Cina dan Cola, yang saat itu merupakan dua kekuatan
besar di Asia Tenggara.

Pada masa pemerintahan Cudamaniwarman ini, pendeta Dharmaktri salah seorang pendeta
tertinggi di Suwarnadwipa dan tergolong ahli pada masa itu, menyusun kritik tentang sebuah kitab
ajaran agama Buddha. Dari tahun 1011 hingga 1023 seorang biksu dari Tibet bernama Atisa datang ke
Suwarnadwipa untuk belajar agama kepada Dharmaktri.

Selain di Sumatra, pendidikan yang berbasis agama Buddha juga terdapat di Jawa pada abad
ke-7. Berdasarkan catatan perjalanan I-Tsing menyebutkan bahwa datanglah seorang pendeta
Tionghoa bernama Hwi-Ning dengan pembantunya Yun-ki ke Ho-ling, guna menerjemahkan
beberapa kitab suci agama Budha dari bahasa Sansekerta ke bahasa Tionghoa dengan bantuan seorang
pendeta Ho-ling yang bernama Jnanabhadra. Tujuannya datang ke Jawa adalah untuk menerjemahkan
bagian terakhir dari kitab Nirwanasutra. Dari berita ini menunjukkan bahwa di daerah Jawa juga
menjadi rujukan bagi pendeta yang berasal dari daerah lain untuk mempelajari agama dengan para
pendeta yang berasal dari Indonesia.

Jnanabadra selain dikenal sebagai seorang pujangga sastra dan bahasa, juga dikenal sebagai
seorang juru tafsir dari kitab-kitab agama Buddha. Di dalam proses pengolahan karya-karya ilmiah
maupun kerja-kerja penerjemahan, selain bahasa Sansekerta, juga digunakan bahasa "Kw'un-lun"
yang dalam hal ini dimaksudkan bahasa Jawa Kuno.

Baru pada abad ke-8 terutama di Mataram kuno ditemukan hal-hal yang lebih memberi
pengertian tentang pendidikan dan pengajaran. Di Candi Borobudur terlihat lukisan yang
menggambarkan suatu sekolah seperti yang berlaku pada waktu sekarang. Di tengah-tengah pendapa
besar seorang Brahmana duduk dilingkari oleh murid-murid, semua membawa buku. Mereka belajar
membaca dan menulis. Murid-murid tinggal bersama-sama dengan Brahmana dalam suatu rumah.
Gurunya tidak menerima gaji, namun dijamin oleh siswanya untuk hidup.

Buku-buku para siswa terdiri dari daun lontar. Buku-buku inilah yang memberi bukti bahwa
bangsa kita pada waktu itu telah pandai membaca bahasa Sanskerta (Kawi). Huruf yang dipakai
adalah huruf Jawa Kuno. Dasar pendidikan dan pengajarannya adalah agama Buddha atau Brahma.
Kesimpulan ini dapat diambil dari adanya agama Buddha atau Brahma di Jawa Tengah (Borobudur).

Berhubung dengan perkembangan pendidikan dan pengajaran di Mataram kuno ini, berita
dari Tiongkok mengatakan bahwa sebelum Sanjaya telah ada kebudayaan Hindu, Mataram pada
waktu itu belum mencapai puncak kekuasaan. Ada sekolah seorang raja putri dan suatu sekolah
13

agama Buddha yang dipimpin oleh orang Jawa bernama Jnanabadra yang terkenal diseluruh dunia.
Agama Buddha yang diajarkan adalah agama Buddha Hinayana. Agama Buddha Mahayana baru
diajarkan pada abad ke-8.

Selain pengajaran agama, mungkin sekali para siswa mempelajari kepustakaan Hindu
seperti Mahabarata dan Ramayana. Hal tersebur terbukti dari relief Candi Prambanan yang dihias
dengan riwayat Sri Rama dengan lengkap. Berdasarkan hal-hal di atas kita dapat membayangkan
pelajaran-pelajaran yang diberikan oleh para Brahmana kepada para siswa:

a. Agama Buddha dan Brahma;

b. Kepustakaan Mahabarata dan Ramayana;

c. Filsafat dan Etika;

d. Kesenian (bangunan, lukisan dan pahat);

e. Ketuhanan;

f. Kenegaraan;

g. Ilmu bangunan (candi-candi).

h. Ilmu pasti dan ilmu alam, yang memungkinkan diadakannya perhitungan-perhitungan mengenai
pembangunan candi-candi.

Pendidikan pada waktu itu telah teratur dengan baik dan mengutamakan budi pekerti serta
kesusialaan. Di bawah pimpinan Sanjaya, Mataram mengalami kemakmuran. Tidak ada tindak
kriminal. Dalam zaman itu kepustakaan Jawa Kuno telah berkembang. Menurut Dr. Stuterheim,Candi
Sari dan Plaosan mungkin sekali merupakan tempat penyimpanan buku-buku suci. Seorang guru
bernama Wicawamitra yang juga merupakan seorang Brahmana, keahliannya tentang sastra sangat
tinggi.

Pada zaman Raja Airlangga, kebudayaan mendapat perhatian pada masa itu. Maka, terbitlah
buku Arjuna Wiwaha yang dikarang oleh Empu Kanwa dan kitab Mahabarata yang berbahasa
Sanskerta yang telah berhasil diterjemahkan ke dalam bahasa Jawa Kuno. Akan tetapi, rakyat biasa
pun belum dapat menikmatinya. Pendidikan hanya untuk keluarga raja yang nantinya akan memegang
pemerintahan. Pada zaman pemerintahan Jayabaya (Kediri) pun, kebudayaan telah mendapat
perhatian. Hal ini terbukti adanya kitab Baratayuda yang dikarang Empu Sedah dan diselesaikan oleh
Empu Panuluh.

Kitab-kitab tersebut di atas sudah menunjukkan corak kebudayaan Jawa, dengan huruf dan
bahasa Jawa Kuno tidak dipengaruhi oleh agama Hindu atau Buddha serta ajaran-ajaran moral.
14

Pemakaian istilah "empu" kiranya hal itu dapat ditafsirkan bahwa pada waktu itu telah ada pendidikan
semacam perguruan tinggi. Empu berarti ahli filsafat.

Kerajaan Majapahit sempat menjadi wilayah yang besar karena seluruh daerah Nusantara
yang menjadi wilayahnya mengalami kemajuan di hampir semua bidang. Bidang pemerintahan,
ekonomi, kebudayaan, dan pendidikan sangat diperhatikan. Di dalam kitab Negarakertagama yang
ditulis oleh Empu Prapanca dapat ditemukan hal-hal seperti berikut:

a. Pada waktu Hayam Wuruk sempat mengelilingi wilayahnya, ia berkenan tinggal di asrama-
asrama tempat para Brahmana dan putra- putra raja mendapat pendidikan.

b. Ilmu pengetahuan dipegang seluruhnya oleh para Brahmana dan para Tapabrata.

c. Disebutkan, nama seorang guru, yaitu pada Paduka adalah seorang Tapabrata, yang suci.
Kemudian, seorang Srawaka, seorang yang tiada cacat, ahli ilmu pengetahuan para guru
adalah ahli agama, ahli filsafat, dan sastrawan candi-candi, asrama, dan biara merupakan
pusat-pusat pendidikan, pengetahuan, dan peradaban.

d. Di tempat-tempat pendidikan dilengkapi dengan perpustakaan.

Sampai jatuhnya kerajaan Hindu terakhir di Indonesia, yaitu Majapahit pada akhirnya abad
ke-15, ilmu pengetahuan terus berkembang, khususnya di bidang sastra, bahasa, ilmu pemerintahan,
tata negara, dan hukum. Kerajaan- kerajaan Hindu, seperti Kaling, Medang, Mataram, Kediri,
Singosari, dan Majapahit melahirkan empu-empu dan pujangga-pujangga yang menghasilkan karya
bermutu tinggi. Adapun karya-karya peninggalan zaman Hindu yang terkenal di antaranya:

a. Arjuna Wiwaha karya Empu Kanwa (Kediri 1019)

b. Bharata Yudha karya Empu Sedah (Kediri 1157)

c. Hariwangsa karya Empu Panuluh (Kediri 1125)

d. Gatotkacasraya karya Empu Panuluh (Kediri 1125)

e. Smaradhahana karya Empu Dharmaja (Kediri 1125)

f. Negara Kertagama (Sejarah Pembentukan Negara) karya Empu Prapanca (Kanakamuni).


Sementara itu karya-karya lain adalah Tahun Saka, Parwasagara, Bhismacaranantya,
Sugataparwa (Sugataparwawarnnna).

g. Arjunawijaya karya Empu Tantular (Majapahit 1331-1389)

h. Sutasoma karya Empu Tantular (Majapahit 1331-1389)

i. Pararaton yang merupakan karya sejarah sejak berdirinya Kediri.


15

Di zaman Kerajaan Majapahit pada saat Raja Rajanagara berkuasa, ditetapkam lebijakan
sang raja yang berupa tiga kepercayaan rakyat, yaitu agama Syiwa, Buddha, dan Brahma. Ketiga
agama tersebut dikelola dengan baik dengan pembagian wilayah tanah dan hidupnya secara damai.
Pendeta Syiwa diberi tempat ziarah dan pemujaan. Sedangkan pendeta Buddha (Prapanca) diberi
asrama dan biara Buddha. Menteri her-haji diserahi menjaga asrama para resi dan melindungi para
pendeta Brahma.

Sistem pendidikan tinggi telah digambarkan pada keadaan sekitar abad ke-4 sampai dengan
abad ke-8. Pada abad-abad terakhir menjelang jatuhnya kerajaan Hindu di Indonesia, sistem
pendidikan tidak lagi dijalankan secara bersar-besaran, tetapi dilakukan oleh ulama guru kepada siswa
dalam jumlah terbatas di pedepokan. Di padepokan tersebut, siswa selain diajarkan ilmu pengetahuan
yang bersifat umum, juga diajarkan pula ilmu-ilmu yang bersifat spiritual religius.

Padepokan merupakan tempat menggembleng, melatih kanuragaan, melatih bela diri,


melatih ilmu pemerintahan, melatih ilmu kebudayaan dan kesenian, bermasyarakat, dan mengatur
pola hubungan manusia dengan alam sekitarnya. Padepokan dapat didirikan oleh kerajaan untuk
mempersiapkan kader yang kelak ikut dalam birokrasi kerajaan tersebut.

Ada juga padepokan yang didirikan oleh intelektual bebas yang tak mau dikekang oleh suatu
pemerintahan yang tujuannya untuk mentransformasikan keilmuan yang dimilikinya. Pemimpin
padepokan tersebut disebut resi atau begawan. Sementara murid-murid yang belajar di padepokan
tersebut dinamakan cantrik. Setiap padepokan memiliki kekhususan ilmu yang diajarkan, ada
padepokan khusus untuk ilmu kanuragaan atau bela diri, padepokan untuk kesusastraan, padepokan
khusus ilmu pemerintahan, atau juga mencakup semuanya,

Jadi dapat disimpulkan bahwa pendidikan di zaman Kerajaan-Kerajaan Hindu-Buddha


diarahkan pada kesempurnaan pribadi (terutama lapisan atas) dalam hal agama, kekebalan dan
kekuatan fisik, keterampilan, dan keahlian memainkan senjata dan menunggang kuda. Sedangkan
bagi rakyat atau lapisan bawah, relatif belum mengenyam pendidikan.
BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan

Sejarah perkembangan pendidikan Islam pada masa pra-kolonialisme di Indonesia


melibatkan beberapa kerajaan Islam utama, seperti Kerajaan Aceh, Kerajaan Jawa, Kerajaan Maluku,
Kerajaan Kalimantan, dan Kerajaan Sulawesi. Setiap kerajaan ini memiliki karakteristik pendidikan
Islam yang berbeda:
1. Kerajaan Aceh: Pendidikan Islam dimulai dari meunasah (madrasah) di setiap desa, tempat
belajar Al-Qur'an, bahasa Arab, ilmu agama, bahasa Melayu, akhlak, dan sejarah Islam.
2. Kerajaan Jawa: Ajaran Islam tersebar melalui pelabuhan dan bandar dagang, dan para pedagang
memainkan peran penting dalam menyebarkan Islam. Wali Songo adalah tokoh-tokoh penting
dalam penyebaran Islam di Jawa.
3. Kerajaan Maluku: Islam masuk ke Maluku di bawah pengaruh Muballigh dari Jawa. Sultan
Ternate adalah salah satu penguasa pertama yang memeluk Islam.
4. Kerajaan Kalimantan: Islam masuk damai melalui Muballigh dari Jawa, seperti Sunan Bonang
dan Sunan Giri. Kerajaan Banjar menjadi pusat perkembangan Islam di Kalimantan.
5. Kerajaan Sulawesi: Islam menyebar dari Sulawesi Selatan ke Sulawesi Tengah dan Utara.
Kerajaan Gowa dan Tallo memainkan peran penting dalam penyebaran Islam di daerah ini.

Selama masa pra-kolonialisme, Indonesia mengalami perkembangan pendidikan Islam yang


dipengaruhi oleh kerajaan Islam dan ulama-ulama seperti Wali Songo. Sementara itu, periode Hindu-
Buddha di Indonesia mencerminkan pendidikan yang lebih terbatas pada kalangan aristokratis,
dengan pendeta Brahmana dan Biksu yang memainkan peran sentral dalam pengelolaan pendidikan.
Seiring dengan perkembangan waktu, pendidikan Islam dan non-Islam di Indonesia terus
berkembang, membentuk keragaman budaya dan pendidikan di kepulauan ini.

B. Saran

Makalah ini masih jauh dari kesempurnaan. Oleh karena itu, kritik dan saran yang
membangun dari para pembaca sangat kami harapkan, agar penulisan makalah kami untuk
kedepannya menjadi lebih baik dari ini. Mudah-mudahan para pembaca dapat memahami makalah ini
dengan baik.

16
DAFTAR PUSTAKA

Daud Yusri. (2021). Jurnal Intelektualita Prodi MPI FTK UIN Ar-Raniry Vol. 10 No.2, Edisi
Juli Desember 2021.

Djalil, Muslim A. Meunasah sebagai lembaga Pendidikan Tradisional Islam di Aceh


(Artikelilmiah).

H.Mahmud Yunus. (1985). Sejarah Pendidikan Islam Indonesia. Hidakarya Agung.Jakarta.

Hasnida. (2017). Sejarah Perkembangan Pendidikan Islam pada Masa Prakonoloniaslisme dan
Masa Kolonialisme.Kordinat. Vol. XVI No.2 Tahun 2017.

Ibrahim M.(1991). Sejarah Daerah Propinsi Daerah Istimewa Aceh. Jakarta: CV. Tumaritis.

M. Arifin. (1991). Ilmu pendidikan Islam.Suatu Tinjauan Teoritis dan Praktis Berdasarkan
Pendekatan Interdisipliner.Jakarta: Bumi Aksaea.

Mansur. (2004). Peradaban Islam dalam Lintasan Sejarah.([t.c]; Jogjakarta: Global Pustaka
Utama.

Marwan Saridjo dkk. (1982). Sejarah Pondok Pesantren di Indonesia, Jakarta: Dharma Bhakti.
Ulum.(2018). Nukhbatul.Jurnal Bidang Kajian Islam, Vol. 4, No.2 Tahun 2018.

Yunus, Mahmud. (1985). Sejarah Pendidikan Islam Indonesia. Hidakarya Agung. Jakarta.

Zuharini dkk. (2008). Sejarah Pendidikan Islam.PT. Bumi Aksar. Jakarta.

17

Anda mungkin juga menyukai