Anda di halaman 1dari 23

MAKALAH SEJARAH PENDIDIKAN ISLAM

Tentang:
Sejarah Pendidikan Islam Periode Awal di Indonesia

Disusun Oleh:
Kelompok 9
Doli Arifah Tanjung : 2114020011
Maharani : 2114020031
Saathiyah Nusyaira : 2114020015

Dosen Pengampu:
Dr. Ratna Kasni Yuniendel, S. Ag. M. Pd. I

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN BAHASA ARAB (PBA-A)


FAKULTAS TARBIYAH DAN KEGURUAN
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI (UIN)
IMAM BONJOL PADANG
1443 H/2022 M
KATA PENGANTAR

Assalamualaikum warahmatullahi wabarokatuh

Alhamdulillah segala puji dan syukur kita panjatkan atas kehadirat Allah SWT. Atas
limpahkan nikmat dan karunia-Nya sehingga kami dapat menyelesaikan makalah tentang
‘Sejarah Pendidikan Islam Periode Awal di Indonesia’ meskipun masih terdapat kekurangan
didalamnya.

Tidak lupa kami mengucapkan terimakasih kepada Dr. Ratna Kasni Yuniendel, S. Ag.
M. Pd. I selaku dosen mata kuliah Sejarah Pendidikan Islam yang telah memberikan tugas dan
bimbingan ini kepada kami.

Semoga makalah yang sederhana ini dapat dipahami oleh siapapun yang membacanya
dan dapat berguna khususnya untuk diri kami sendiri sebagai pembuat makalah maupun orang
yang membacanya. Sebelumnya kami memohon maaf jika didalam makalah terdapat kesalahan,
dan kami memohon kritik dan saran yang membangun guna perbaikan dimasa yang akan datang.

Wassalamualaikum warahmatullahi wabarokatuh

Padang, 10 Maret 2022

Pemakalah

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ................................................................................................... i

DAFTAR ISI ................................................................................................................... ii

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah ......................................................................................... 1


B. Rumusan Masalah ................................................................................................... 1
C. Tujuan Penulisan..................................................................................................... 2

BAB II PEMBAHASAN

A. Perkembangan Pendidikan Islam Masa Awal Masuknya Islam...............................3


B. Sistem Pendidikan Islam Di Indonesia.....................................................................8
C. Peranan Pendidikan Islam Dalam Proses Islamisasi Di Indonesia...........................9
D. Lembaga-Lembaga Pendidikan Islam Awal Di Indonesia......................................14

BAB III PENUTUP

A. Kesimpulan ............................................................................................................. 18
B. Saran ....................................................................................................................... 19

DAFTAR PUSTAKA

ii
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Pendidikan merupakan bagian yang inhern dalam kehidupan manusia. Dan, manusia
hanya dapat dimanusiakan melalui proses pendidikan. Karena hal itulah, maka pendidikan
merupakan sebuah proses yang sangat vital dalam kelangsungan hidup manusia. Tak
terkecuali pendidikan Islam, yang dalam sejarah perjalanannya memiliki berbagai dinamika.
Eksistensi pendidikan Islam senyatanya telah membuat kita terperangah dengan berbagai
dinamika dan perubahan yang ada.
Berbagai perubahan dan perkembangan dalam pendidikan Islam itu sepatutnya membuat
kita senantiasa terpacu untuk mengkaji dan meningkatkan lagi kualitas diri, demi
peningkatan kualitas dan kuantitas pendidikan Islam di Indonesia. Telah lazim diketahui,
keberadaan pendidikan Islam di Indonesia banyak diwarnai perubahan, sejalan dengan
perkembangan zaman serta ilmu pengetahuan dan teknologi yang ada.
Sejak dari awal pendidikan Islam, yang masih berupa pesantren tradisional hingga
modern, sejak madrasah hingga sekolah Islam bonafide, mulai Sekolah Tinggi Islam sampai
Universitas Islam, semua tak luput dari dinamika dan perubahan demi mencapai
perkembangan dan kemajuan yang maksimal.
Pertanyaannya kemudian adalah sudahkah kita mencermati dan memahami bagaimana
kemunculan dan perkembangan pendidikan Islam di Indonesia, untuk kemudian dapat
bersama-sama meningkatkan kualitasnya, demi tercipta pendidikan Islam yang humanis,
dinamis, berkarakter sekaligus juga tetap dalam koridor Alqur’an dan Assunah.

B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana perkembangan pendidikan Islam masa awal masuknya Islam di
Indonesia?
2. Apa saja Sistem Pendidikan Islam di indonesia?
3. Bagaimana peranan pendidikan Islam dalam proses islamisasi di Indonesia?
4. Apa sajakah lembaga - lembaga pendidikan Islam awal di Indonesia?

1
C. Tujuan Kepenulisan
1. Agar mahasiswa mampu mengetahui dan memahami perkembangan pendidikan
Islam masa awal masuknya Islam di Indonesia
2. Agar mahasiswa mampu mengetahui tentang apa saja sistem pendidikan islam di
indonesia
3. Agar mahasiswa mampu mengetahui peranan pendidikan Islam dalam proses
islamisasi di Indonesia
4. Agar mahasiswa mampu mengetahui lembaga - lembaga pendidikan Islam awal di
Indonesia

2
BAB II

PEMBAHASAN

A. Perkembangan Pendidikan Islam Masa Awal Masuknya Islam


Sejak awal berkembangnya islam, pendidikan mendapat prioritas utama
masyarakat muslim indonesia. Disamping karena besarnya arti pendidikan, kepentingan
islamisasi mendorong umat islam melaksanakan pengajaran islam kendati dalam sistem
yang sederhana, dimana pengajaran diberikan dengan sistem halaqah yang dilakukan
ditempat tempat semacam masjid, mushalla, bahkan juga rumah-rumah ulama. Hal ini
dapat dilihat pada beberapa daerah di Nusantara yang telah mengembangkan pendidikan
islam¹1.
1. Kerajaan Perlak
Menurut Muhammad Samsu As, kerajaan Islam pertama di Nusantara adalah
kerajaan Islam Perlak dan berdirinya pada abad ke 3 H/abad ke 9 M). Perlak berasal
dari nama sebangsa pohon kayu. Di daerah ini banyak Sejarah Pendidikan Islam
seorang Arab. Abdullah Arif datang dari Mekkah pada masa pemerintahan Maharaja
Nurdin (Meurah Nui) tahun 1155-1210 M. Sultan Mahdum Alauddin Muhammad
Amin, adalah seorang ulama yang mendirikan Perguruan Tinggi Islam. Suatu
lembaga majlis taklim tinggi dihadiri khusus oleh para murid yang sudah alim.
Lembaga tersebut mengajarkan dan membacakan kitab-kitab agama yang berbobot
pengetahuan tinggi.
2. Kerajaan Pasai

Kerajaan Islam Pasai atau kerajaan Samudra di daerah Aceh, berdiri pada abad ke
10 M. dengan rajanya yang pertama Meurah Silu (al-Malik as-Saleh) yang memerintah
Samudra Pasai pada tahun 650-688 H/1261 1289 M. Hal ini menunjukkan bahwa beliau
keturunan raja Islam.

Keterangan Ibnu-Batutah tersebut dapat ditarik kesimpulan, bahwa sistem


pendidikan yang berlaku di zaman kerajaan Pasai berikut:

1
Ramayulis, Sejarah Pendidikan Islam, (Jakarta: Kalam Mulia, 2011) h.219

3
a. Materi pendidikan dan pengajaran agama di bidang syari'at ialah Fiqh mazhab
Syafi'i.
b. Sistem pendidikan secara non-formal berupa majlis taklim dan halaqah.
c. Pejabat pemerintahan merangkap sebagai tokoh ulama.
d. Biaya pendidikan bersumber dari Negara.

3. Kerajaan Aceh
Syekh Abdullah Arief, yang datang dari tanah Arab, adalah salah seorang
pembawa Islam ke negeri Aceh. Dan dia mengajarkan Agama Islam di sana. Dan
berikutnya datang pula ulama dari Mekkah yaitu:
a. Syekh Ibrahim al-Syamsi
b. Syekh Abdul Khair
c. Syekh Muhammad al-Yamani.
d. Syekh Aminuddin Abd. al-Rauf Ali al-Fansuri, ulama yang terkenal.

Dikerajaan Aceh pendidikan Islam dikembangkan pada lembaga pendidikan


diantaranya:

a. Balai Seutia Hukuma


Merupakan ilmu pengetahuan tempat berkumpulnya para ulama ahli pikir dan
cendekiawan untuk membahas dan mengembangkan ilmu pengetahuan.
b. Balai Seutia Ulama
Merupakan jawatan pendidikan yang bertugas mengurus masalah masalah
pendidikan dan pengajaran.
c. Balai Jama'ah Himpunan Ulama
Merupakan kelompok studi tempat para ulama dan sarjana berkumpul untuk
bertukar pikiran membahas persoalan-persoalan pendidikan ilmu pendidikannya.

Begitu juga jenjang dan struktur pendidikannya sudah tersusun secara berjenjang
seperti lembaga (satuan) pendidikan formal pada masa sekarang. Adapun jenjang
pendidikan yang ada menurut Hasbullah adalah sebagai berikut:

a. Meunasah (Madrasah)

4
Terdapat di setiap kampung, berfungsi sebagai sekolah dasar, materi yang
diajarkan yaitu menulis dan membaca huruf arab, ilmu agama, bahasa
jawi/melayu, akhlak dan sejarah Islam.
b. Rangkang
Diselenggarakan di setiap mukim, merupakan masjid sebagai tempat
berbagai aktifitas umat termasuk pendidikan. Rangkang adalah setingkat
madrasah Tsanawiyah. Materi yang diajarkan bahasa arab, ilmu bumi, sejarah,
berhitung (hisab), akhlak, fiqh dan lain-lain.
c. Dayah
Terdapat disetiap daerah Ulebalang dan terkadang berpusat & masjid,
dapat disamakan dengan Madrasah Aliyah sekarang. Mata pelajaran yang
diajarkan bahasa arab, fiqh (hukum Islam), tauhid, tasawwuf akhlak, ilmu bumi,
sejarah tata negara, ilmu pasti dan faraid.
d. Dayah Teuku Cik
Dapat disamakan dengan perguruan tinggi atau akademi, diajarkan Fiqh,
Tafsir, Hadits, Tauhid (Ilmu Kalam), Akhlak/Tasawwuf, Ilmu Bumi, Ilmu Bahasa
dan Sastra Arab, Sejarah dan Tata Negara, Mantik Ilmu Falak dan Filsafat.

4. Kerajaan Siak (Riau)


Islam di perkirakan masuk pada abad 12 M. Ini dapat dilihat peninggalan kuburan
bertahun 1128 M yang bercorak Islam, yaitu kuburan Nizamuddin al-Kamil seorang
Laksamana dari Daulah Fatimiah. Sayid Usman ibn Syahabuddin adalah seorang
ulama yang dengan akhlak yang tinggi dan menyiarkan/berdakwah Islam di daerah
Riau. Karena tertarik dengan akhlak orang alim ini maka Sultan mengawin alim kan
beliau dengan Teungku Embung Badariah yang merupakan putri kerajaan Siak. Maka
anak cucu dari Sayid Usman dan Teungku Embung badariah ini yang menjadi Sultan-
Sultan di Riau sejak Sultan ke VII hingga berakhirnya kesultanan Siak, karena
menyerahkan diri ke pangkuan Republik Indonesia ketika perjuangan kemerdekaan
RI tahun 1945.

5
5. Minangkabau (Sumatra Barat).
Sejalan dengan ekspansi Aceh ini masuk pulalah agama Islam dengan cepat dan
pesat ke daerah pesisir Sumatra Barat ini, terutama di kota kota pelabuhan yang
penting seperti Pariaman, Tiku, Padang, Indrapura, Painan, Salido dan lain-lain. Pada
abad ke 17 Islam sudah merata tersebar di Minangkabau bahkan Rajanya pun sudah
memeluk agama Islam yaitu raja Alam Alif. Setelah berdirinya kerajaan Islam di
Minangkabau ini maka hukum yang berlaku, yaitu hukum adat dan hukum syara,
yaitu setelah terjadi penyesuaian antara hukum adat dengan hukum Islam.
Penyesuaian itu dikukuhkan dalam Traktak Marapalam yaitu "Adat Basandi Syara',
Syara Basandi Kitabullah." Syara Mangato - Adat Mamakai. Lembaga pendidikan
Islam yang berperan dalam pengembangan agama Islam disebut Surau.

6. Kerajaan Sriwijaya (Sumatra Selatan)


Islam masuk ke bumi Sriwijaya pada abad ke-7. Dalam buku Sejarah Cina
disebutkan bahwa Dinasti T'ang menceritakan tentang utusan Tache (sebutan untuk
orang Arab) ke Kalingga pada tahun 674 M. Karena Sriwijaya sering dikunjungi
pedagang Arab dalam jalur pelayaran, maka Islam saat itu merupakan proses awal
Islamisasi atau permulaan perkenalan masyarakat dengan Islam. Apalagi dengan
adanya berita China di zaman Dinasti T'ang tersebut bahwa telah ada kampung Arab
muslim di pantai Barat Sumatra pada tahun 674 M. Hal ini berarti pengislaman
Palembang telah lebih lama dari pada Minangkabau atau Pedalaman Jawa, bahkan
jauh lebih dahulu dari Sulawesi Selatan.

7. Jawa dan Madura


a. Jawa
Islam untuk pertama kali masuk ke Jawa pada abad 14 M, (tahun 1399 M)
dibawa oleh Maulana Malik Ibrahim dengan keponakannya bernama Mahdum
Ishaq yang menetap di Gersik. Beliau adalah orang Arab dan pernah tinggal di
Gujarat. Pada zaman itu yang berkuasa di Jawa adalah kerajaan Majapahit.

6
Saat itu sependapatlah bahwa para ulama pembawa Islam di Pulau Jawa
adalah para wali sembilan yang lebih terkenal dengan sebutan Wali Songo. Para
wali sembilan (Wali Songo) tersebut adalah:
1) Sunan Gresik
2) Sunan Ampel
3) Sunan Giri
4) Sunan Kudus
5) Sunsn Bonang
6) Sunan Gunung Jati
7) Sunan Muria
8) Sunan Drajat
9) Sunan Kalijaga

b. Madura
Islam masuk ke daerah Sumenep dan sekitarnya adalah di masa
pemerintahan Penembahan Madroko (Raden Pitutat). Ada dua alasan para
sejarawan menduga demikian yaitu:
1) Panembahan Madroko kawin dengan Nyai Ketel, seorang putri cucu Gunung
Giri.
2) Makamnya di Gunung kalas Nampak bercorak Islam.

8. Maluku
Islam Masuk Maluku melalui Mubaligh dari Jawa sejak zaman Sunan Giri dan
Mubaligh dari Malaka. Raja Maluku yang pertama masuk Islam adalah Sultan
Ternate yang bernama Marhum pada tahun 1465 1486 M, atas pengaruh Maulana
Husain, saudagar dari Jawa. Ulama ini sangat pandai membaca al-Qur'an dengan
suara merdu sehingga penduduk yang mendengarnya jadi tertarik, sebagian penduduk
diajarkan membaca al-Qur'an, diharuskan membaca dua kalimat syahadat, sehingga
semenjak itu mulailah penduduk masuk Islam. Raja Maluku yang di dalam
pendidikan dan dakwah Islam adalah Sultan Zainul Abidin, tahun 1486-1500 M.

7
9. Sulawesi
Kerajaan yang mula-mula berdasarkan Islam adalah kerajaan Kembar Gowa Tallo
tahun 1605 M. Rajanya bernama Sultan Abdullah Awwalul Islam. Dalam waktu dua
tahun seluruh rakyat Gowa Tallo telah memeluk Islam. Pengaruh raja Gowa dan
Tallo dalam dakwah Islam sangat besar terhadap raja-raja kecil lainnya. Di antara
raja-raja itu sudah ada perjanjian yang berbunyi sebagai berikut: "Barang siapa yang
menemukan jalan yang lebih baik, maka ia berjanji akan memberitahukan kepada
raja-raja yang menjadi sekutunya".

10. Kalimantan
Islam mulai masuk di Kalimantan pada abad ke 15 M dengan damai, dibawa oleh
mubaligh dari Jawa. Sunan Bonang dan Sunan Giri mempunyai santri-santri dari
Kalimantan, Sulawesi dan Maluku. Perkembangan Islam mulai mantap setelah
berdirinya kerajaan Islam di Bandar masih di bawah pimpinan Sultan Suriansyah
tahun 1540 antara lain yang bergelar Pangeran Samudera dan beliau dibantu oleh
Patih Masih. Pada tahun 1710 di Kalimantan terdapat seorang ulama besar bernama
Syekh Arsyad Al-Banjari dari desa Kalampayan yang terkenal sebagai pendidik dan
muballigh besar. Pengaruhnya meliputi seluruh Kalimantan (Selatan, Timur, dan
Barat).2

B. Sistem Pendidikan Islam di indonesia


Pendidikan dan pengajaran islam secara informal ini ternyata membawa hasil
yang sangat baik sekali dan bahkan menakjubkan karena dengan berangsur-angsur
tersiarlah agama islam di seluruh kepulauan indonesia, mulai sabang sampai merauke.
Usaha-usaha pendidikan agama di masyarakat, yang kelak dikenal enggan pendidikan
non-formal, ternyata mampu menyediakan kondisi yang sangat baik dalam menunjang

2
Ramayulis, Sejarah Pendidikan Islam,........... h. 219-245

8
keberhasilan pendidikan Islam dan memberi motivasi yang kuat bagi umat Islam untuk
menyelenggarakan pendidikan agama yang lebih baik dan lebih sempurna.
Di pusat-pusat pendidikan seperti ini, di surau, langgar masjid atau bahkan di
serambi rumah sang guru, berkumpul sejumlah murid, besar dan kecil, duduk di lantai,
menghadapi sang guru, belajar mengaji. Waktu mengajar biasanya diberikan pada waktu
petang atau malam hari, sebab pada waktu siangnya anak-anak membantu orang tuanya
bekerja, sedangkan sang guru juga bekerja mencari nafkah keluarganya sendiri. Dengan
demikian pelaksanaan pendidikan agama pada anak-anak ini tidak mengganggu
pekerjaan sehari-hari, baik bagi orangtua anak-anak maupun bagi sang guru agama3
Masa kerajaan Islam merupakan salah satu periodisasi dikarenakan lahirnya
kerajaan Islam yang disertai dengan berbagai kebijakan dari penguasanya saat itu sangat
mewarnai sejarah pendidikan Islam di Indonesia.
Perkembangan sejarah pendidikan Islam di Indonesia berkaitan erat dengan
keadaan Islam pada masa kerajaan Islam. Tumbuhnya kerajaan Islam sebagai pusat
kekuasaan Islam di Indonesia ini sangat berpengaruh dalam proses islamisasi dan proses
pendidikan Islam di Indonesia, yaitu sebagai suatu wadah/lembaga yang dapat
mempermudah penyebaran Islam di Indonesia4

C. Peranan Pendidikan Islam dalam Proses Islamisasi di Indonesia


Ada beberapa saluran proses islamisasi di Indonesia yaitu, perdagangan,
perkawinan, kesenian, sufisme, dan pendidikan. Pembahasan ini akan lebih melihatnya
dari peranan pendidikan dalam proses Islamisasi di Indonesia.
Berbicara mengenai pendidikan tentu sebaiknya dimulai dari membicarakan apa
sebetulnya esensi pendidikan tersebut. Dipandang dari sudut defenisi pendidikan yang
dikemukakan oleh para pakar pendidikan, dari sekian banyak itu dapat diambil
kesimpulan bahwa hakikat pendidikan itu adalah proses pembentukan manusia ke arah
yang dicita-citakan. Dengan demikian, pendidikan Islam merupakan proses pembentukan
manusia sesuai dengan tuntunan Islam.

3
Zuhairini Dkk, Sejarah Pendidikan Islam, (Jakarta: PT Bumi Aksara, 2004) h.210-212
4
Abdul Kodir, Sejarah Pendidikan Islam: Dari Masa Rasulullah Hingga Reformasi Di Indonesia,
(Bandung: CV Pustaka Setia, 2018) Cet 2, h.161

9
Dalam teori pendidikan dikemukakan paling tidak ada tiga hal yang ditransfer
dari si pendidik kepada si terdidik, yaitu transfer ilmu, transfer nilai, transfer perbuatan
( transfer of knowledge, transfer of value, transfer of skill ) di dalam proses pentransferan
inilah berlangsung pendidikan.
Disebabkan itulah proses pendidikan itu bisa berlangsung secara formal,
nonformal, dan informal. Bila pendidikan itu itu diatur, dilaksanakan dengan peraturan-
peraturan yang ketat seperti lamanya belajar, materi pembelajaran, materi pelajaran,
waktu, tingkatan, umur, pendidik, sertifikat, dan lain sebagainya hal yang seperti ini
dapatlah disebut terdahulu, maka hal itu dapat disebut sebagai pendidik formal. Selain itu
ada juga proses pendidikan itu yang tidak diatur sedemikian rigitnya seperti yang
disebutkan terdahulu, maka hal itu dapat disebutkan sebagai pendidik nonformal. Di
samping itu ada pula jenis pendidikan yang lebih memberikan kepada proses pergaulan
yang mendalam yang bersifat mempribadi antara si pendidik dengan si terdidik, seperti
hubungan orang tua dengan anaknya di rumah tangga. Pada saat tertentu si orang tua,
tanpa disengaja dan dirancang menumbuhkan nilai nilai ( values ) kepada anaknya, hal itu
yang seperti ini digolongkan kepada pendidikan informal.
Berdasarkan ungkapan di atas, dapat dimaklumi betapa luasnya ruang lingkup
pendidikan, sehingga setiap perbuatan yang pada intinya pentransferan ilmu, nilai,
aktivitas, dan keterampilan dapat disebut dengan pendidikan. Karena itu, dapat dipastikan
pendidikan Islam itu telah berlangsung di Indonesia sejak mubaligh pertama melakukan
kegiatannya dalam rangka menyampaikan keislaman baik dalam bentuk pentransferan
pengetahuan, nilai, dan aktivitas maupun dalam pembentukan sikap.
Jika demikian, pemahaman yang diberikan terhadap pendidikan, maka para
pedagang dan mubaligh tersebut adalah pendidik sebab mereka melaksanakan tugas-
tugas kependidikan. Dengan demikian, dapat dimaklumi pula bahwa pendidikan adalah
kunci utama dalam proses Islamisasi yang efektif di Indonesia.
Apa tolak ukur yang dijadikan bahwa kegiatan para pedagang dan mubaligh di
dalam rangka menyampaikan ajaran Islam adalah digolongkan kepada aktivitasnya
pendidikan. Untuk mencari makna dan hakikat pendidikan, maka perlu dicari ciri-ciri
esensial aktivitas pendidikan, sehingga dapat dipilah mana aktivitas pendidikan dan mana
yang bukan, untuk itu perlu dicari unsur dasar pendidikan. Noeng Muhadjir menjelaskan

10
ada lima unsur dasar, yaitu adanya unsur pemberi dan penerima. Unsur pemberi dan
penerima baru bermakna pendidikan kalau dibarengi dengan unsur ketiga, yaitu adanya
tujuan baik. Jika hanya hubungan pemberi dan penerima saja yang ada ini belum dapat
dikatakan aktivitas pendidikan, tanpa dibarengi dengan tujuan baik, sebab hubungan
antara penjual dan pembeli dan penerima dan hubungan yang seperti itu belum dikatakan
aktivitas pedidikan.
Unsur berikutnya yakni unsur keempat cara atau jalan yang baik. Hal ini terkait
nilai. Selanjutnya unsur kelima adalah konteks yang positif upaya pendidik adalah
menumbuhkan konteks positif dengan menjauhi konteks negatif. Berdasarkan uraian di
atas dapat disimpulkan bahwa dari unsur dasar tersebut, pendidikan dapat diteruskan
sebagai aktivitas interaktif antara si pendidik dan subjek didik untuk mencapai tujuan
baik dengan cara baik dalam konteks positif
Dengan diungkapkan unsur dasar pendidikan dapat dijadikan acuan tentang
apakah aktivitas pedagang dan mubaligh yang melakukan aktivitas proses Islamisasi di
Indonesia ini dapat digolongkan sebagai aktivitas pendidikan? Pertama dilihat dari proses
pemberi dan penerima. Dalam hal ini padagang dan mubaligh sebagai pemberi,
masyarakat penduduk pribumi yang diandaikan objek sebagai penerima. Kedua, tujuan
baik. Aktivitas yang dilakukan mengandung unsur tujuan baik. Ajaran Islam yang
disampaikan jelas mengundang tujuan baik, mencakup tujuan keilmuan (mencerdaskan),
tujuan keimanan (keyakinan), tujuan pengabdian (ibadah), dan tujuan akhlak (moral).
Unsur berikutnya adalah cara/ jalan yang baik berkenaan dengan keterkaitannya
dengan nilai. Pedagang dan mubaligh di dalam menyampaikan ajaran-ajaran Islam terkait
dengan menimbulkan nilai-nilai baik bagi subjek didik. Konteks positif adalah konteks
yang dapat memberi pengaruh atau efek pada aktivitas pendidikan
Berdasarkan uraian tersebut dapat disimpulkan bahwa aktivitas yang dilakukan
oleh para mubaligh awal yang datang ke Indonesia, baik hanya sebagai mubaligh an sich,
maupun hanya sebagai pedagang yang berperan sebagai mubaligh adalah kegiatan yang
dapat digolongkan kepada aktivitas pendidikan. Dengan demikian, pendidikan Islam di
Indonesia ini telah berlangsung sejak masuknya Islam ke Indonesia, dan dengan demikian
pula pendidikan Islam telah memainkan peranannya dalam proses, Islamisasi di
Indonesia.

11
Peranan kerajaan-kerajaan Islam dalam mendorong berkembangnya pemikiran
Islam dapat diambil sampelnya kerajaan Islam di Sumatera, yaitu Aceh dan kerajaan
Islam di Jawa yaitu Mataram.
Peranan kerajaan-kerajaan Islam di Aceh dalam bidang pendidikan dapat dilihat
dalam tulisan Hasjmy "Kebudayaan Aceh dalam Sejarah". Beliau mengemukakan di
antara lembaga-lembaga negara yang tersebar dalam Qanun Meukuta Alam ada tiga
lembaga yang bidang tugasnya meliputi masalah pendidikan dan ilmu pengetahuan,
yaitu:
1. Balai Setia Hukama
Balai ini dapat disamakan dengan lembaga ilmu pengetahuan tempat berkumpulnya
para sarjana, Hukama (ahli pikir) untuk membahas dan mengembangkan ilmu
pengetahuan.
2. Balai Setia Ulama
Balai ini dapat disamakan dengan jawatan pendidikan yang membahas masalah
pendidikan.
3. Balai Jamaah Himpunan Ulama
Balai ini dapat disamakan dengan sebuah studi klub tempat para ulama/ sarjana
berkumpul untuk bertukar pikiran, membahas masalah-masalah pendidikan dan ilmu
pengetahuan.

Kerajaan-kerajaan Islam lainnya, yang juga banyak menaruh perhatian terhadap


pendidikan Islam, adalah Mataram. Pada masa pemerintahan Sultan Agung, kehidupan
keagamaan mengalami kemajuan pesat, upaya-upaya Sultan Agung memajukan agama cukup
baik, hal ini dapat dilihat dari usaha memakmurkan masjid, yaitu dengan cara mendirikan
masjid raya (Masjid Agung) di setiap kabupaten sebagai induk dari seluruh masjid yang ada
di kabupaten, pada setiap ibu kota distrik ada sebuah masjid kewedanaan, begitu juga di
setiap desa didirikan masjid desa. Masjid Agung dikepalai oleh seorang Penghulu, masjid
kewedanaan oleh Naib dan masjid desa oleh Modin.

Dalam bidang kebudayaan upaya yang dilakukan oleh Sultan Agung adalah
mensenyawakan unsur-unsur budaya lama dengan Islam, seperti:

12
1. Grebeg, disesuaikan dengan hari raya Idul Fitri dan Maulid Nabi. Terkenal ada
Grebeg Poso (puasa) dan Grebeg Maulid.
2. Gamelan Sekaten, yang hanya dibunyikan pada Grebeg Maulid, atas kehendak Sultan
Agung dipukul di halaman masjid besar.
3. Perhitungan tahun saka (Hindu) pada mulanya berdasarkan perjalanan matahari,
tahun Saka yang telah kerangka 1555 Saka, tidak lagi di tambah berdasarkan
perhitungan matahari, melainkan dengan hitungan perjalanan bulan, sesuai dengan
tahun hijriah

Dalam bidang pendidikan Islam, perhatian Sultan Agung cukup besar. Pada zaman itu
telah dibagi tingkatan-tingkatan pesantren itu kepada beberapa tingkatan, yaitu:
1. Tingkatan pengajian Al-Qur'an, tingkatan ini terdapat pada setiap desa, yang
diajarkan meliputi huruf Hijaiyah, membaca Al-Qur'an, barzanji, rukun Islam, rukun
Iman.
2. Tingkatan pengajian kitab. Para santri yang belajar pada tingkat ini ialah mereka yang
telah khatam Al-Qur'an. Tempat belajar biasanya di serambi masjid dan mereka
umumnya mondok. Guru yang mengajar di sini diberi gelar Kiai Anom. Kitab yang
mula-mula dipelajari adalah kitab-kitab 6 Bis, yaitu sebuah kitab yang berisi 6 kitab
dengan 6 Bismillahirrahmanirrahim. Kemudian dilanjutkan dengan Matan Taqrib
dan Bidayatul Hidayah karangan Iman Al-Ghazali.
3. Tingkat Pesantren Besar. Tingkat ini didirikan di daerah kabupaten sebagai lanjutan
dari pesantren desa. Kitab-kitab yang diajarkan di sini adalah kitab-kitab besar dalam
bahasa Arab, lalu diterjemahkan ke dalam bahasa daerah. Cabang-cabang ilmu yang
diajarkan adalah fikih, tafsir, hadis, ilmu, kalam, tasawuf, dan sebagainya. -Pondok
pesantren tingkat keahlian (takhassus). Ilmu yang dipelajari pada tingkat ini adalah
satu cabang ilmu dengan secara mendalam. Tingkat ini adalah tingkat spesialis5.

5
Haidar Putra Daulay, Sejarah Pertumbuhan Dan Pembaruan Pendidikan Islam Di Indonesia, (Jakarta :
Kencana Prenada Media Group, 2009) H.14-19

13
D. Lembaga - Lembaga Pendidikan Islam Awal Di Indonesia
Lembaga pendidikan merupakan salah satu sistem yang memungkinkan
berlangsungnya pendidikan secara berkesinambungan dalam rangka mencapai tujuan
pendidikan. Adanya kelembagaan dalam masyarakat, dalam rangka proses pembudayaan
umat, merupakan tugas dan tanggung jawabnya yang kultural dan edukatif terhadap
masyarakatnya yang semakin berat. Tanggung jawab lembaga pendidikan tersebut dalam
segala jenisnya menurut pandangan Islam adalah erat kaitannya dengan usaha
menyukseskan misi sebagai seorang muslim.6
Ada beberapa lembaga pendidikan Islam awal yang muncul di Indonesia yaitu
sebagai berikut :
1. Masjid dan Langgar.
Masjid fungsi utamanya adalah untuk tempat shalat lima waktu ditambah dengan
sekali seminggu dilaksanakan shalat Jumat dan dua kali setahun dilaksanakan shalat
hari raya Idul Fitri dan Idul Adha. Selain dari masjid ada juga tempat ibadah yang
disebut langgar,bentuknya dari masjid dan di gunakan hanya untuk tempat shalat lima
waktu, bukan untuk tempat shalat Jum'at.
Selain dari fungsi utama masjid dan langgar difungsikan juga untuk tempat
pendidikan. Di tempat ini dilakukan pendidikan buat orang dewasa maupun anak-
anak. Pengajian yang dilakukan untuk orang dewasa adalah penyampaian-
penyampaian ajaran Islam oleh mubaligh (al-ustadz, guru, kiai) kepada para jamaah
dalam bidang yang berkenaan dengan akidah, ibadah dan akhlak.
Sedangkan pengajian yang dilaksanakan ialah anak-anak berpusat kepada
pengajian Al-Qur'an menitikberatkan kepada kemampuan membacanya dengan baik
sesuai dengan kaidah-kaidah bacaan. Selain dari itu anak-anak juga diberi pendidikan
keimanan ibadah dan akhlak. Keimanan bertumpu kepada rukun iman yang enam
sedangkan ibadah dititikberatkan kepada pendidikan shalat. Adapun akhlak ditujukan
kepada pembentukan akhlak yang mulia, dalam tingkah laku kesehariannya.

6
Novia Yanti, Sejarah Dan Dinamika Lembaga Pendidikan Islam Di Nusantara (Surau Pesantren Dan
Madrasah), Mau’izhah Vol. IX No. 1 Jan-Jun 2019

14
2. Pesantren
Pesantren sudah tumbuh sejak awal berkembang Islam di Indonesia khususnya di
Jawa. Inti dari pesantren itu adalah pendidikan ilmu agama, dan sikap beragama.
Karenanya mata pelajaran yang diajarkan semata-mata pelajaran agama. Pada tingkat
dasar anak didik baru diperkenalkan tentang dasar agama, dan Al-Qur'an Al Karim.
Setelah berlangsung beberapa lama pada saat anak didik telah memiliki
kecerdasan tertentu, maka mulailah diajarkan kitab-kitab klasik. Kitab-kitab klasik ini
juga diklasifikasikan kepada tingkat dasar, menengah dan tinggi. Mahmud Yunus
membagi pesantren pada tahap-tahap awal itu kepada empat tingkatan, yaitu: tingkat
dasar, menengah, tinggi, dan takhassus.
3. Meunasah, Rangkang dan Dayah
Secara etimologi meunasah berasal dari perkataan madrasah, tempat belajar atau
sekolah. Bagi masyarakat Aceh meunasah tidak hanya semata-mata tempat belajar,
bagi mereka meunasah memiliki multifungsi. Meunasah di samping tempat belajar,
juga berfungsi sebagai tempat ibadah (shalat), tempat pertemuan, musyawarah, pusat
informasi, tempat tidur, dan tempat menginap bagi musafir.
Ditinjau dari segi pendidikan, meunasah adalah lembaga pendidikan awal bagi
anak-anak yang dapat disamakan dengan tingkatan sekolah dasar. Di meunasah para
murid diajar menulis/ membaca huruf Arab, ilmu agama dalam bahasa Jawi
(Melayu), akhlak.
Rangkang adalah tempat tinggal murid, yang dibangun di sekitar masjid. Menurut
Qanun Meukuta Alam, dalam tiap-tiap kampung harus ada satu meunasah. Masjid
berfungsi sebagai tempat berbagai kegiatan umat, termasuk di dalamnya kegiatan
pendidikan. Karena murid perlu mondok dan tinggal, maka perlu dibangun tempat
tinggal mereka di sekitar masjid, tempat tinggal murid di sekitar masjid inilah yang
disebut dengan Rangkang. Pendidikan di Rangkang ini terpusat kepada pendidikan
agama, di sini telah diajarkan kitab-kitab yang berbahasa Arab, Tingkat pendidikan
ini jika di bandingkan dengan sekolah saat sekarang setingkat sekolah lanjutan
pertama
Sistem pendidikan di Rangkang ini sama dengan sistem pendidikan di pesantren,
murid-murid duduk membentuk lingkaran dan si guru menerangkan pelajaran,

15
berbentuk halakah, metode yang disampaikan di dunia pesantren disebut namanya
dengan sorogan dan wetonan.
Lembaga pendidikan berikutnya yang populer di Aceh adalah dayah. Dayah
berasal dari bahasa Arab zawiyah. Kata zawiyah pada mulanya merujuk kepada sudut
dari satu bangunan, dan sering dikaitkan dengan masjid. Di sudut masjid itu terjadi
proses pendidikan antara si pendidik dengan si terdidik. Selanjutnya zawiyah
dikaitkan tarekat-tarekat sufi, di mana seorang syekh atau mursyid melakukan
kegiatan pendidikan kaum sufi.
Dengan demikian, kata dayah yang berasal dari kata zawiyah di samping memiliki
hubungan kebahasaan yakni berubahnya kata zawiyah menjadi dayah menurut dialek
Aceh, juga mempunyai hubungan fungsional, yakni sama-sama merujuk kepada
tempat pendidikan.
4. Surau
Dalam Kamus Bahasa Indonesia, surau diartikan tempat (rumah) umat Islam
melakukan ibadahnya (bersembahyang, mengaji dan sebagainya). Pengertian ini
apabila dirinci mempunyai arti bahwa surau berarti suatu tempat bangunan kecil
untuk tempat shalat, tempat belajar mengaji anak-anak, tempat wirid (pengajian
agama) bagi orang dewasa
Di Sumatera Barat pengertian surau tidak hanya terbatas kepada beberapa fungsi
yang disebutkan terdahulu, tetapi lebih luas dari itu lagi. Surau bagi masyarakat
Minangkabau tidak hanya mempunyai fungsi pendidikan dan ibadah, tetapi dianya
juga mempunyai fungsi budaya.
Dipandang dari sudut budaya keberadaan surau sebagai perwujudan dari budaya
Minangkabau yang matrilineal. Anak laki-laki yang sudah akil baligh, tidak lagi layak
tinggal di rumah orang tuanya, sebab saudara-saudara perempuannya akan kawin, dan
di rumah itu akan datang lelaki lain yang menjadi suami dari saudara perempuannya.
Karena itu, mereka harus tinggal di surau, dengan tinggalnya mereka di surau, hal
ini merupakan satu bagian dari praktik budaya masyarakat Minangkabau. Selain dari
fungsi budaya itu surau juga mempunyai fungsi pendidikan dan agama. Fungsi
pendidikan adalah dilaksanakannya di surau transfer ilmu, nilai dan keterampilan. Di
surau dilaksanakan pendidikan Al-Qur'an, prinsip-prinsip agama Islam baik yang

16
berkenaan dengan rukun iman maupun rukun Islam. Selain dari itu surau juga
berfungsi untuk tempat pendidikan orang dewasa. Di surau dilaksanakan juga
pendidikan sufi dengan tarekatnya.
Surau berfungsi sebagai lembaga sosial budaya, adalah fungsi nya sebagai tempat
pertemuan para pemuda dalam upaya mensosialisasikan diri mereka. Selain dari itu
surau juga berfungsi sebagai tempat persinggahan dan peristirahatan para musafir
yang sedang menempuh perjalanan. Dengan demikian surau mempunyai multifungsi.
Dari beberapa ungkapan di atas dapat dimaklumi bahwa surau di Minangkabau
memiliki fungsi ganda, dan yang utama di antaranya adalah fungsi pendidikan.
Pendidikan yang di laksanakan di surau mirip dengan apa yang dilakukan di
pesantren. Inti pelajaran adalah ilmu-ilmu agama, yang pada tingkat-tingkat tertentu
mendasarkannya kepada pengajian kitab kitab klasik7

7
Haidar putra daulay, Op.cit, h. 19-28

17
BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan
Sejak awal berkembangnya islam, pendidikan mendapat prioritas utama
masyarakat muslim indonesia. Disamping karena besarnya arti pendidikan, kepentingan
islamisasi mendorong umat islam melaksanakan pengajaran islam kendati dalam sistem
yang sederhana, dimana pengajaran diberikan dengan sistem halaqah yang dilakukan
ditempat tempat semacam masjid, mushalla, bahkan juga rumah-rumah ulama. Hal ini
dapat dilihat pada beberapa daerah di Nusantara yang telah mengembangkan pendidikan
islam sebagai berikut :
1. Kerajaan perlak
2. Kerajaan pasai
3. Kerajaan Aceh
4. Kerajaan Siak (Riau)
5. Minangkabau (Sumatra Barat)
6. Kerajaan Sriwijaya(sumatera selatan)
7. Jawa dan Madura
8. Maluku
9. Sulawesi
10. Kalimantan

Pendidikan dan pengajaran islam secara informal ini ternyata membawa hasil
yang sangat baik sekali dan bahkan menakjubkan karena dengan berangsur-angsur
tersiarlah agama islam di seluruh kepulauan indonesia, mulai sabang sampai merauke.
Usaha-usaha pendidikan agama di masyarakat, yang kelak dikenal enggan pendidikan
non-formal, ternyata mampu menyediakan kondisi yang sangat baik dalam menunjang
keberhasilan pendidikan Islam dan memberi motivasi yang kuat bagi umat Islam untuk
menyelenggarakan pendidikan agama yang lebih baik dan lebih sempurna.

Dalam teori pendidikan dikemukakan paling tidak ada tiga hal yang ditransfer
dari si pendidik kepada si terdidik, yaitu transfer ilmu, transfer nilai, transfer perbuatan

18
( transfer of knowledge, transfer of value, transfer of skill ) di dalam proses pentransferan
inilah berlangsung pendidikan.

Noeng Muhadjir menjelaskan ada lima unsur dasar, yaitu adanya unsur pemberi
dan penerima. Unsur pemberi dan penerima baru bermakna pendidikan kalau dibarengi
dengan unsur ketiga, yaitu adanya tujuan baik. Jika hanya hubungan pemberi dan
penerima saja yang ada ini belum dapat dikatakan aktivitas pendidikan, tanpa dibarengi
dengan tujuan baik, sebab hubungan antara penjual dan pembeli dan penerima dan
hubungan yang seperti itu belum dikatakan aktivitas pedidikan.

Lembaga pendidikan merupakan salah satu sistem yang memungkinkan


berlangsungnya pendidikan secara berkesinambungan dalam rangka mencapai tujuan
pendidikan. Adanya kelembagaan dalam masyarakat, dalam rangka proses pembudayaan
umat, merupakan tugas dan tanggung jawabnya yang kultural dan edukatif terhadap
masyarakatnya yang semakin berat. Tanggung jawab lembaga pendidikan tersebut dalam
segala jenisnya menurut pandangan Islam adalah erat kaitannya dengan usaha
menyukseskan misi sebagai seorang muslim

Ada beberapa lembaga pendidikan Islam awal yang muncul di Indonesia yaitu
sebagai berikut :

1. Masjid atau langgar


2. Pesantren
3. Meunasah, Rangkang dan Dayah
4. Surau
B. Saran
Demikian makalah ini dibuat semoga bisa membantu dalam pemahaman materi
ini. Saya sebagai pemakalah mengucapkan terima kasih kepada pembaca yang telah
berkenan membaca makalah ini, khususnya mahasiswa dan mahasiswi yang mempelajari
makalah ini, mungkin makalah ini masih jauh dari kata sempurna, karena masih banyak
ditemukan kesalahan-kesalahan. Untuk itu saya sebagai pemakalah meminta maaf dan
meminta kritik dan saran yang bersifat membangun agar bisa memperbaikinya untuk
masa yang akan datang

19
DAFTAR PUSTAKA

Daulay, Haidar Putra. 2009. Sejarah Pertumbuhan Dan Pembaruan Pendidikan Islam Di
Indonesia. Jakarta : Kencana Prenada Media Group

Kodir, Abdul. 2018. Sejarah Pendidikan Islam: Dari Masa Rasulullah Hingga Reformasi Di
Indonesia. Bandung: CV Pustaka Setia. Cet 2

Ramayulis. 2011. Sejarah Pendidikan Islam. Jakarta: Kalam Mulia

Yanti, Novia. 2019. Sejarah Dan Dinamika Lembaga Pendidikan Islam Di Nusantara (Surau
Pesantren Dan Madrasah). Mau’izhah Vol. IX No. 1 Jan-Jun 2019

Zuhairini Dkk. 2004. Sejarah Pendidikan Islam. Jakarta: PT Bumi Aksara

20

Anda mungkin juga menyukai