KATA PENGANTAR.......................................................................................................................2
DAFTAR ISI.....................................................................................................................................3
BAB I PENDAHULUAN
Dan pada saat kekuasaan politik Islam semakin kokoh dengan munculnya kerajaan-kerajaan
Islam, pendidikan semakin meroleh perhatian.
Maka dalam makalah ini, penulis akan menjelaskan beberapa bagian penting yang terkait dengan
pertumbuhan dan perkembangan pendidika Islam di Indonesia, yaitu: pendidikan Islam masa
permulaan, pertumbuhan dan perkembangan Islam;
(3) Metode pendidikan Islam Walisongo serta Masa kerajaan Islam di bagian Timur.
B. Rumusan Masalah
Berdasarakan latarbelakang di atas dapat dirumuskan rumusan maslah dalam makala ini
yaitu :
Sejak abad ke-7 M, para pedagang Islam dari Arab, Persia, dan India telah ikut ambil
bagian dalam kegiatan perdagangan di Indonesia. Hal ini menimbulkan jalinan hubungan
perdagangan antara masyarakat dan para pedagang Islam. Di samping berdagang, para pedagang
Islam dapat menyampaikan dan mengajarkan agama dan budaya Islam kepada orang lain
termasuk masyarakat Indonesia Politik
Setelah tersosialisasinya agama Islam, maka kepentingan politik dilaksanakan melalui perluasan
wilayah kerajaan, yang diikuti pula dengan penyebaran agama Islam.
2. Tasawwuf
Para ahli tasawwuf hidup dalam kesederhanaan, mereka selalu berusaha untuk menghayati
kehidupan masyarakatnya dan hidup bersama-sama di tengah-tengah masyarakatnya. Para ahli
tasawuf ini biasanya memiliki keahlian yang dapat membantu kehidupan masyarakat, di
antaranya ahli menyembuhkan penyakit dan lain-lain. Mereka juga aktif menyebarkan dan
mengajarkan agama Islam. Penyebaran agama Islam yang mereka lakukan disesuaikan dengan
kondisi, alam pikiran, dan budaya masyarakat pada saat itu, sehingga ajaran-ajaran Islam dengan
mudah dapat diterima oleh masyarakat. Ahli tasawwuf yang memberikan ajaran agama Islam
yang disesuaikan dengan alam pikiran masyarakat setempat antara lain Hamzah Fansuri di Aceh
dan Sunan Panggung di Jawa. Pada tahap awal pendidikan Islam berlangsung secara informal,
yakni melalui interaksi inter-personal yang berlangsung dalam berbagai kesempatan. Para
Mubaligh banyak memberikan contoh teladan dalam sikap hidup meeka sehari-hari. Para
Mubaligh itu menunjukkan akhlaqul karimah, sehingga masyarakat yang didatangi menjadi
tertarik untuk mememluk Agama Islam dan mencontoh perilaku mereka.
Beberapa faktor yang mempermudah perkembangan Islam di Indonesia antara lain sebagai
berikut:
1. Dalam ajaran agama Islam tidak dikenal adanya perbedaan golongan dalam masyarakat.
Masyarakat mempunyai kedudukan yang sama sebagai Hamba Allah. Walaupun demikian,
ajaran agama Islam kurang meresap di kalangan Istana, hal ini dibuktikan dengan masih adanya
praktek-praktek feodalisme khususnya di lingkungan keratin Jawa.
2. Agama Islam cocok dengan jiwa pedagang. Dengan memeluk Islam maka hubungan di
antara para pedagang semakin bertambah erat, sesuai dengan ajaran Islam yang menyatakan
bahwa setiap orang itu bersaudara.
3. Sifat bangsa Indonesia yang ramah tamah memberi peluang untuk bergaul lebih erat
dengan bangsa lain. Dengan pendekatan yang tepat, maka bangsa Indonesia dengan mudah dapat
menerima ajaran agama Islam.
4. Islam dikembangkan dengan cara damai. Pendekatan secara damai akan lebih berhasil
dibandingkan secara paksa dan kekerasan.
Kerajaan di Sumatera meliputi kerajaan Samudera Pasai, kerajaan Perlak, dan kerajaan
Aceh Darussalam. Ketiaga kerajaan tersebut berada di Aceh, daerah paling ujung dari Sumatera.
KerajaanSamudera Pasai yang didirikan pada abad ke-10 M. Raja pertamanya Al-Malik
Ibrahim bin Mahdum yang kedua bernama Malik Al-shaleh dan yang terakhir bernama Al-Malik
Sabar Syah (tahun 1444 M/ abad ke 15 H). Pada tahun 1345 M, Ibnu Batutah dari Maroko,
mengelilingi dunia dan singgah dikerajaan pasai pada zaman Al-Malik Al-Zahir, raja yang
sangat terkenal sangat alim dalm ilmu agama dan bermazhab Syafi’I. mengadakan perjanjian
sampai waktu ashar serta fasih berbahasa arab, cara hidupnya sederhana. Pada abad ke-14 M
merupakan zaman kejayaan kerajaan Samudera Pasai, sehingga pada waktu itu pendidikan juga
tentu mendapat tempat/ perhatian tersendiri. Kerajaan Islam yang kedua di Indonesia adalah
Perlak di Aceh, rajanya yang pertama Sultan Alaudin (th 1161-1186 H/abad 12 M). antara Pase
dengan Perlak terjalin kerjasama yang baik sehingga seorang raja Pase kawin denganputri raja
Perlak. Berita perjalanan Marco Polo seorang berkebangsaan Italia pengelilingi dunia, pernah
singga di Perlak pada tahun 1292 M. Dia menerangkan bahwa Ibukota Perlak ramai dikunjungi
pedagang Islam dari Timur Tengah, Parsi dan India, yang sekaligus melakukan tugas-tugas
dakwah. Rajanya yang ke enam bernama Sultan Mahdum Alauddin Muhammad Amin, adalah
seorang ulama yang mendirikan Perguruan Tinggi Islam. Suatu lembaga majlis taklim tinggi
dihadiri kusus oleh para murid yan sudah alim. Lembaga tersebut mengajarkan dan membacakan
kitab-kitab agama yang berbobot pengetahuan tinggi. Misalnya : kitab Al-Um karangan imam
Syafi’i dan lain-lain.
Sultan Ali Muhayyat Syah adalah sultan pertama Aceh yang membesarkan kerajaan Aceh.
Puncak kebesaran Aceh terjadi pada masa sultan Iskandar Muda (1607-1636) yang menguasai
seluruh pelbuhan di pesisir timur Sumatera sampai Asahan dan pantai Sumatera Barat. Dalam
bidang pendidikan di Kerajaan Aceh Darussalam adalah benar-benar mendapat perhatian. Pada
saat itu terdapat lembaga-lembaga negara yang bertugas dalam bidang pendidikan dan Ilmu
pengetahuan, diantaranya:
Balai Seutia Hukama, merupakan lembaga ilmu pengetahuan, tempat berkumpulnya para ulama,
ahli pikir dan cendekiawan untuk membahas dan mengembangkan ilmu pengetahuan.
Balai Seutia Ulama, merupakan jawaban pendidikan yang bertugas mengurus masalah-masalah
pendidikan dan pengajaran.
Balai Jamaah Himpunan Ulama, merupakan kelompok studi tempat para ulama dan sarjana
berkumpul untuk bertukar pikiran membahas persoalan-persoalan pendidikan dan ilmu
kependidikannya
Samudera pasai, malaka, dan Aceh merupakan pusat-pusat pendidikan dan pengajaran agama
Islam. Dari sinilah ajaran Islam tersebar keseluruh nusantara melalui karya ulama-ulamanya serta
murid-murid yang menuntut ilmu kesana.
Kitab-kitab agama Islam di zaman Demak yang masih dikenal ialah Primbon atau notes,
berisi segala macam catatan tentang ilmu-ilmu agama, macam-macam doa, bahkan juga tentang
ilmu obat-obatan, ilmu ghaib dan sebagainya. Ada juga kitab-kitab yang dikenal dengan nama:
Suluk Sunan Bonang, Suluk sunan Kalijaga, Wasita Jati Sunan Geseng dan lain-lain. Semuanya
itu berisi diktat didikan dan ajaran mistik(tasawuf) Islam dari masing-masing sunan itu ditulis
dengan tangan. Pada zaman kerajaan Mataram, pendidikan sudah mendapat perhatian
sedemikian rupa, seolah-olah tertanam semacam kesadaran akan pendidikan pada masyarakat
kala itu. Meskipun tidak ada semacam undang-undang wajib belajar, tapi anak-anak usia sekolah
tampaknya harus belajar pada tempat-tempat pengajian di desanya atas kehendak orang tuanya
sendiri. Ketika itu hampir disetiap desa diadakan tempat pengajian alquran, yang diajarkan huruf
hijaiyah, membaca alquran, barzanji,, pokok dan dasar-dasar ilmu agama Islam dan sebagainya.
Adapun cara mengajarkannya adalah dengan cara hafalan semata-mata. Di setiap tempat
pengajian dipimpin oleh guru yang bergelar modin. Selain pelajaran alquran, juga ada tempat
pengajian kitab, bagi murid-murid yyang telah khatam mengaji alquran. Tempat pengajianya
disebut pesantren.
a) Pendekatan Modelling
Modelling diartikan sebagai model, contoh, panutan. Artinya dalam menyampaikan ajaran
Islam tidak hanya sekedar memberitahu hal-hal yang sifatnya hanya kognitif semata, tetapi juga
dengan cara memberikan contoh. Islam adalah ajaran nilai yang mana tidak akan berguna jika
hanya digunakan sebatas pada pengetahuan kognitif saja. Dengan kata lain inti dari pendidikan
Islam adalah internalisasi nilai-nilai ke-Islaman. Oleh karena itu perlu adanya sebuak objek yang
bisa dijadikan teladan atau panutan. Dalam dunia Islam Rosululloh adalah seorang pemimpin
yang tidak diragukan lagi. Karena kemuliaan akhlaknya beliau dijadikan sebagai sumber
referensi pola kehidupan sehari-hari umat Islam. Dia juga orang yang memiliki pengaruh besar
terhadap peradaban manusia. Bangsa Arab yang dahulu berwatak jahiliyah berangsur-angsur
berubah karena keteladanannya. Bahkan seorang penulis buku terkenal memposisikan Nabi
Muhammad SAW sebagai orang paling berpengaruh nomor satu dalam sejarah peradaban
manusia. Di Jawa, dalam masyarakat santri, kepemimpinan Rosululloh diterjemahkan dan
diteruskan oleh para Walisongo yang dikemudian hari sampai kini menjadikan mereka sebagai
kiblat kedua setelah Nabi.
Yang perlu ditegaskan adalah bahwa modelling mengikuti seorang tokoh pemimpin
merupakan bagian penting dalam filsafat Jawa. Walisongo sebagai penyebar ajaran Islam yang
juga menjadi kiblat kaum santri sudah barang tentu berkiblat pada para guru besar dan
kepimpinan muslimin, Nabi Muhammad SAW. Kekuatan modelling ditopang dan sejalan dengan
sistem nilai Jawa yang mementingkan paternalisme (sistem kepemimpinan berdasarkan
hubungan bapak dan anak) dan patron-client relation (hubungan pelindung-klien/yang
dilindungi) yang sudah mengakar dalam budaya masyarakat Jawa.
b) Pendekatan Substantif
Di zaman serba modern seperti sekarang ini, pendidikan mempunyai kedudukan amat
penting di dalamnya. Sebab tanpa pendidikan manusia tidak dapat mencapai prestasi yang begitu
tinggi dalam membangun peradaban. Suatu peradaban yang maju dan berkembang adalah
peradaban yang di dalamnya menjunjung tinggi pendidikan. Namun yang menjadi problem, dan
hal ini yang terkadang menimbulkan adanya kesalahpahaman dalam menginterpretasi suatu ilmu
pengetahuan adalah terjadinya perselisihan dalam perbedaan pandangan pengetahuan yang
cenderung tidak substantif. Padahal hal tersebut seharusnya tidak begitu terlalu dipermasalahkan.
Masih banyak permasalahan yang perlu dibahas terkait dengan substansi dari pada bentuk
luarnya. Pendekatan substantif adalah pendekatan yang dalam pengajarannya lebih
mengutamakan materi pokok / inti pokok pengajaran. Dalam Islam ajaran tauhid adalah satu
materi pokok yang disjikan sejak awal. “Karena lebih mengutamakan pendekatan substantive
maka jika terlihat pendekatan Walisongo sering menggunakan elemen-elemen non-Islam,
sesungguhnya hal ini adalah means atau a matter of approach, atau alat untuk mencapai tujuan
yang tidak mengurangi substaisi dan signifikansi ajaran yang diberikan. Dengan kata lain,
wisdom dan mau`idhah hasanah adalah cara yang dipilih sesuai dengan ajaran Al-Quran (An-
Nahl : 125)”. Mungkin karena dengan pendekatan seperti itulah masyarakat Jawa dapat
menerima Islam secara damai dan dapat tersebar luas di tanah Jawa. Jika ingin mendapatkan
simpati dari orang asing maka kita harus mengetahui bagaimana karakteristik orang asing
tersebut. Dan hal inilah yang dilakukan para Walisongo dalam menyebarkan ajaran Islam di
tanah Jawa.
Dalam Islam dikenal dengan istilah “fitrah”. Secara etimologis, asal kata fitrah dari bahasa
Arab yaitu “fitratun” jamaknya “fitarun”, artinya perangai, tabiat, kejadian asli, agama, ciptaan.
Fitrah juga terambil dari akar-akar “Al-Fathr” yang berarti belahan. Dari makna ini lahir akna-
makna lain, antara lain “pencipta” atau “kejadian”. Sehubungan dengan kata fitrah tersebut ada
sebuah hadits shohih diriwayatkan oleh Bukhori dan Muslim dari Abu Hurairah: “tidak ada satu
anak pun yang dilahirkan kecuali dalam keadaan fitrah, maka kedua orang tuanyalah yang
menyebabkannya menjadi Yahudi, Nasrani, atau Majusi.” (HR : Bukhori dan Muslim).
Sesungguhnya manusia dihadapan Allah adalah sama, yang membedakan ialah kadar
keimanannya. Salah satu kandungan dari Al Quran tersebut menjelaskan pada kita bahwasanya
perbedaan individu tidak begitu dipersoalkan dalam Islam. Manusia dipandang memiliki
kedudukan yang sama dengan manusia yang lain. Yang membedakan diantara keduanya ialah
hanya ketakwaan terhadap Allah. Konsep pendekatan yang diterapkan Walisongo dalam
mengajarkan ajaran Islam juga sebenarnya mengambil dari kandungan tersebut. Dengan
menganggap semua manusia sama, maka semuanya berhak untuk mendapatkan ilmu Islam dari
mereka (Walisongo). Sehingga wajar jika kiranya Islam dikatakan sebagai agama yang rahmatan
lil`alamiin, sebab tidak ada istilah diskriminasi dalam pembagian hak serta kewajiban bagi tiap
individu. Meskipun dikatakan sebagai pendidikan yang merakyat, namun pendidikan Islam
Walisongo juga ditujukan pada penguasa. Keberhasilan Walisongo terhadap pendekatan yang
terakhir ini biasanya terungkap dalam istilah poluler Sabdo Pandito Ratu yang berarti
menyatunya pemimpin agaa dan pemimpin Negara. Dengan kata lain, dikotomi atau gap antara
ulama dan raja tidak mendapatkan tempat dalam ajaran dasar Walisongo. Ajaran ini adalah
warisan Sunan Kalijaga, tokoh yang mewariskan sistem kabupaten di Jawa.
Bagi walisongo, mendidik adalah tugas dan panggilan agama. Mendidik murid sama halnya
dengan mendidik anak kandung sendiri. Pesan mereka dalam konteks ini adalah ayangi, hormati,
dan jagalah anak didikmu, hargailah tingkah laku mereka sebagaimana engkau memperlakukan
anak turunmu. Beri mereka pakaian dan makanan hingga mreka dapat menjalankan syariat Islam,
dan memegang teguh ajaran agama tanpa keraguan.
Sesudah kerajaan Banjar berdiri dibawah pimpinan sultan suryansyah, perkembangan Islam
makin maju, masjid-masjid dibangun hampir di setiap desa. Pada tahun 1710 di Zaman kerajaan
Islam banjar ke-7 lahir ulama terkenal yaitu Syeh Muhammad Arsyad al Banjary di desa
Kalampayan Martapura. Syeh Muhammad Arsyad banyak mengarang kitab-kitab agama,
diantaranya yang paling terkenal sampai sekarang adalah kitab Sabilul Muhtadin. Sultan
Tahmilillah mengangkatnya sebagai mufti besar kerajaan banjar. Syeh Muhammad Arsyad juga
berjasa besar dalam mendirikan di kampung Dalam Pagar yang sampai sekarang masih terkenal
dengan sebutan pesantren Darussalam. Sistem pengajian kitab di pesantren Banjarmasin, tidak
berbeda dengan sistem pengajian kitab di pondoak pesantren jawa ataupun Sumatera, yaitu
dengan mempergunakan sistem halaqah, menterjemahkan kitab-kitab yang dipakai kedalam
bahasa daerah.
Berdirinya kerajaan Islam kutai kalimantan Timur, bermula dari adanya dua orang penyebar
agama Islam pada masa pemerintahan Raja Mahkota. Dua orang tersebut yaitu dato’ Ri Bandang
dari makassar dslaman Tuan Tunggang Parangan. Melalui Tuan Tunggang Parangan, Raja
Mahkota masuk Islam. Seiring dengan itu dibangunlah masjid dan kegiatan pengajaran agama.
Orang pertama yang mengikuti pengajaran itu adalah raja Mahkota sendiri, kemudian pangeran,
para menteri, panglima dan hulubalang, kemudian rakyat pada umumnya.Dalam
perkembangannya Raja Mahkota berusaha keras menyebarkan Islam. Proses pengIslaman di
Kutai dan daerah sekitarnya diperkirakan terjadi pada tahun 1575. Penyebaran lebih jauh ke
daerah pedalaman terutama pada waktu putranya Aji di Langgar dan penggantinya.
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Masuk dan berkembangnya agama dan kebudayaan Islam di Indonesia atau proses
Islamisasi di Indonesia melalui beberapa cara atau saluran, yaitu:
· Perdagangan
· Tasawwuf
Kerajaan di Sumatera meliputi kerajaan Samudera Pasai, kerajaan Perlak, dan kerajaan Aceh
Darussalam. Ketiaga kerajaan tersebut berada di Aceh, daerah paling ujung dari Sumatera.
Kerajaan Islam di Jawa meliputi Kerajaan Demak, Pajang, Mataram, Cirebon dan Banten.
Pendidikan Islam yang berlangsung di kerajaan demak, Pajang dan Mataram beriringan dengan
kegiatan dakwah Islam yang dilakukan para ulama dan para wali. Raden fatah, raja pertama
kerajaan demak, adalah santri perguruan Islam Denta.
Ada beberapa jenis pendekatan pendidikan yang dilakukan Walisongo dalam mengajarkan
agama Islam, yaitu modeling, substantive, tidak diskriminatif, understable and applicable, dan
pendekatan kasih sayang
DAFTARPUSTAKA
· Zuhairini dkk, Sejarah Pendidikan Islam, (Jakarta: Bumi Aksara, 1995), Cet IV.
· Taufiq Abdullah dkk, Ensiklopedi Tematis Dunia Islam Asia Tenggara (Jakarta : PT.
Ichtiar baru van hoeve, tth),
· Mahmud Yunus, sejarah pendidikan Islam di Indonesia, (Jakarta : Mutiara Sumber Widya,
1995).
· Abdul Jamil, dkk, Islam dan kebudayaan Jawa (Yogyakarta: Gama Media, 2000) .
· Muis Sad Iman, Pendidikan Partisipatif (Yogyakarta: Safiria Insania Press, 2004).
· Al Quran dan Tafsirnya, (Yogyakarta: Dana Bhakti Wakaf, 1995), VII, juz 2.