Anda di halaman 1dari 32

SEJARAH PENDIDIKAN DI INDONESIA

MAKALAH
UNTUK MEMENUHI TUGAS MATAKULIAH
Ke-PGRI-an
yang dibimbing oleh Bapak H. RUDI ASRI, S.Pd, M.Si

Disusun Oleh :

Bagus Famella (2018312003P)

JURUSAN TEKNIK KIMIA


FAKULTAS TEKNIK
UNIVERSITAS PGRI
PALEMBANG
2018

1
KATA PENGANTAR

Puji syukur saya panjatkan kehadirat Allah Subhanahu wa ta’ala yang telah
memberikan rahmat serta karuniaNya kepada kita semua sehingga saya dapat
menyelesaikan Makalah ini dengan tepat waktu dengan judul “Sejarah Pendidikan di
Indonesia”.
Makalah ini disusun sedemikian rupa agar dosen dan teman-teman mahasiswa
dapat dengan mudah memahami isi dari Makalah ini. Harapan kami semoga Makalah
ini dapat membantu menambah pengetahuan dan pengalaman bagi para pembaca.
Walaupun komposisi Makalah ini masih jauh dari unsur kesempurnaan, terutama
dari penyajian kelengkapan materi. Oleh karena itu, saran tak lupa saya nantikan demi
kesempurnaan Makalah ini.
Dengan selesainya Makalah ini, saya menghaturkan terima kasih kepada semua
pihak yang telah memberikan bimbingan dan petunjuk dalam penyusunan Makalah ini
dari awal sampai akhir.

Palembang, Januari 2018

Penyusun

2
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ............................................................................................. 2


DAFTAR ISI ............................................................................................................ 3

BAB I PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang ................................................................................ 4
1.2. Perumusan Masalah ........................................................................ 4
1.3. Tujuan …………............................................................................. 5
1.4. Manfaat …………........................................................................... 5

BAB II PEMBAHASAN
2.1. Pendidikan Indonesia di Masa Kerajaan ....................................... 6
2.2. Pendidikan Pada Masa Islam .........................................................11
2.3. Pendidikan di Indonesia Pada Masa Penjajahan Belanda...............15
2.4. Pendidikan di Indonesia Zaman Jajahan Jepang ……………........22
2.5. Perintis Perguruan Pertama Kali di Indonesia ...............................25

BAB III KESIMPULAN

A. Kesimpulan ………………………………………………..……. 31

B. Saran ……………………………………...................................... 31

DAFTAR PUSTAKA……………………………………………………….….. 32

3
BAB I
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang

Indonesia pernah mengalami masa penjajahan baik oleh bangsa barat


maupun pada masa penjajahan Jepang. Sehingga tidak mengherankan apabila
pengaruhnya sangat kuat dalam segala bidang, baik di bidang politik, ekonomi,
maupun militer.
Masa penjajahan juga berpengaruh terhadap sejarah pendidikan di
Indonesia. Secara garis besar, sejarah pendidikan di Indonesia terbagi atas sistem
pendidikan di masa kerajaan, sistem pendidikan pra kemerdekaan dan masa
kemerdekaan.
Periode sejarah Indonesia dapat dibagi menjadi lima era: Era Prakolonial,
munculnya kerajaan-kerajaan Hindu-Budha serta Islam di Jawa dan Sumatera yang
terutama mengandalkan perdagangan; Era Kolonial, masuknya orang-orang Eropa
(terutama Belanda) yang menginginkan rempah-rempah mengakibatkan penjajahan
oleh Belanda selama sekitar 3,5 abad antara awal abad ke-17 hingga pertengahan
abad ke-20; Era Kemerdekaan Awal, pasca-Proklamasi Kemerdekaan Indonesia
(1945) sampai jatuhnya Soekarno (1966); Era Orde Baru, 32 tahun masa
pemerintahan Soeharto (1966–1998); serta Era Reformasi yang berlangsung sampai
sekarang.

1.2. Rumusan Masalah


Dalam makalah ini dapat dirumuskan beberapa masalah yang akan dibahas
lebih jauh, antaralain:
1. Pendidikan Indonesia di masa kerajaan
2. Pendidikan Pada Massa Islam
3. Pendidikan pada massa penjanjan Belanda
4. Pendidikan pada massa Jepan
5. Sejarah Pembentukan PGRI

4
1.3. Tujuan

Berdasarkan masalah di atas, maka tujuan makalah ini adalah sebagai berikut:

1. Untuk mengetahui bagaimana pendidikan Indonesia di masa kerajaan


2. Untuk mengetahui bagaimana sejarah pendidikan pada Massa Islam
3. Untuk mengetahui bagaimana pendidikan Indonesia di masa penjajahan
Belanda
4. Untuk mengetahui bagaimana pendidikan di Indonesia zaman penjajahan
Jepang
5. Untuk mengetahui sejarah terbentuknya PGRI di Indonesia
1.4. Manfaat
Makalah ini ditulis dengan tujuan agar dapat memberikan gambaran umum
kepada masyarakat luas tentang sejarah pendidikan di Indonesia, sehingga
pendidikan dapat terlaksana dengan baik dan tepat sasaran. Selain itu juga
diharapkan dapat menambah kepustakaan tentang pendidikan.

5
BAB II
PEMBAHASAN
2.1.Pendidikan Pada Massa Kerjaan
Pendidikan Indonesia di Masa Kerajaan - Sangat penting kiranya bagi kita untuk
mengetahui bagaimana pendidikan di Indonesia pada masa-masa kerajaan yang pernah
ada di Negeri tercinta. Oleh karena itu pada kesempatan kali ini, saya akan sedikit share
tentang bagaimana pendidikan Indonesia di masa-masa kerajaan. Bahwa pendidikan di
masa kerajaan dimulai dari kerajaan Sriwijaya. Pada kerajaan Mataram kuno terkenal
atau berpusat di Jawa Tengah dan aktivitas pendidikannya yaitu; menterjemahkan buku-
buku agama Budha, menterjemahkan buku-buku lain ke bahasa Jawa kuno seperti
Ramayana dan perguruan tinggi di masa kerajaan Mataram kuno sudah meliputi
Fakultas Agama, Fakultas Sastra, Fakultas Bangunan atau Teknik Bangunan. Selain
kerajaan Mataram, juga ada kerajaan Hindu-Buddha dan kerajaan Islam.
1. Kerajaan Hindu-Buddha
Pada abad ke-4 hingga abad ke-7 di wilayah Jawa Barat terdapat kerajaan bercorak
Hindu-Budha yaitu kerajaan Tarumanagara yang dilanjutkan dengan Kerajaan Sunda
sampai abad ke-16. Pada masa abad ke-7 hingga abad ke-14, kerajaan Buddha Sriwijaya
berkembang pesat di Sumatra. Penjelajah Tiongkok I Ching mengunjungi ibukotanya
Palembang sekitar tahun 670. Pada puncak kejayaannya, Sriwijaya menguasai daerah
sejauh Jawa Barat dan Semenanjung Melayu. Abad ke-14 juga menjadi saksi
bangkitnya sebuah kerajaan Hindu di Jawa Timur, Majapahit. Patih Majapahit antara
tahun 1331 hingga 1364, Gajah Mada berhasil memperoleh kekuasaan atas wilayah
yang kini sebagian besarnya adalah Indonesia beserta hampir seluruh Semenanjung
Melayu. Warisan dari masa Gajah Mada termasuk kodifikasi hukum dan dalam
kebudayaan Jawa, seperti yang terlihat dalam wiracarita Ramayana.
2. Kerajaan Islam
Islam sebagai sebuah pemerintahan hadir di Indonesia sekitar abad ke-12, namun
sebenarnya Islam sudah sudah masuk ke Indonesia pada abad 7 Masehi. Saat itu sudah
ada jalur pelayaran yang ramai dan bersifat internasional melalui Selat Malaka yang
menghubungkan Dinasti Tang di Cina, Sriwijaya di Asia Tenggara dan Bani Umayyah
di Asia Barat sejak abad 7.

6
Menurut sumber-sumber Cina menjelang akhir perempatan ketiga abad 7, seorang
pedagang Arab menjadi pemimpin pemukiman Arab muslim di pesisir pantai Sumatera.
Islam pun memberikan pengaruh kepada institusi politik yang ada. Hal ini nampak pada
Tahun 100 H (718 M) Raja Sriwijaya Jambi yang bernama Srindravarman mengirim
surat kepada Khalifah Umar bin Abdul Aziz dari Kekhalifahan Bani Umayyah meminta
dikirimkan da'i yang bisa menjelaskan Islam kepadanya. Surat itu berbunyi: “Dari Raja
di Raja yang adalah keturunan seribu raja, yang isterinya juga cucu seribu raja, yang di
dalam kandang binatangnya terdapat seribu gajah, yang di wilayahnya terdapat dua
sungai yang mengairi pohon gaharu, bumbu- bumbu wewangian, pala dan kapur barus
yang semerbak wanginya hingga menjangkau jarak 12 mil, kepada Raja Arab yang
tidak menyekutukan tuhan-tuhan lain dengan Allah. Saya telah mengirimkan kepada
anda hadiah, yang sebenarnya merupakan hadiah yang tak begitu banyak, tetapi sekedar
tanda persahabatan. Saya ingin Anda mengirimkan kepada saya seseorang yang dapat
mengajarkan Islam kepada saya dan menjelaskan kepada saya tentang hukum-
hukumnya.” Dua tahun kemudian, yakni tahun 720 M, Raja Srindravarman, yang
semula Hindu, masuk Islam. Sriwijaya Jambi pun dikenal dengan nama 'Sribuza Islam'.
Sayang, pada tahun 730 M Sriwijaya Jambi ditawan oleh Sriwijaya Palembang yang
masih menganut Budha. Islam terus mengokoh menjadi institusi politik yang
mengemban Islam. Misalnya, sebuah kesultanan Islam bernama Kesultanan Peureulak
didirikan pada 1 Muharram 225 H atau 12 November 839 M. Contoh lain adalah
Kerajaan Ternate. Islam masuk ke kerajaan di kepulauan Maluku ini tahun 1440.
Rajanya seorang Muslim bernama Bayanullah. Kesultanan Islam kemudian semikin
menyebarkan ajaran-ajarannya ke penduduk dan melalui pembauran, menggantikan
Hindu sebagai kepercayaan utama pada akhir abad ke-16 di Jawa dan Sumatera. Hanya
Bali yang tetap mempertahankan mayoritas Hindu. Di kepulauan-kepulauan di timur,

7
rohaniawan-rohaniawan Kristen dan Islam diketahui sudah aktif pada abad ke-16 dan
17, dan saat ini ada mayoritas yang besar dari kedua agama di kepulauan-kepulauan
tersebut. Penyebaran Islam dilakukan melalui hubungan perdagangan di luar Nusantara;
hal ini, karena para penyebar dakwah atau mubaligh merupakan utusan dari
pemerintahan Islam yang datang dari luar Indonesia, maka untuk menghidupi diri dan
keluarga mereka, para mubaligh ini bekerja melalui cara berdagang, para mubaligh
inipun menyebarkan Islam kepada para pedagang dari penduduk asli, hingga para
pedagang ini memeluk Islam dan meyebarkan pula ke penduduk lainnya, karena
umumnya pedagang dan ahli kerajaan lah yang pertama mengadopsi agama baru
tersebut. Kerajaan Islam penting termasuk di antaranya: Kerajaan Samudera Pasai,
Kesultanan Banten yang menjalin hubungan diplomatik dengan negara-negara Eropa,
Kerajaan Mataram, dan Kesultanan Ternate dan Kesultanan Tidore di Maluku. Peran
Kerajaan Islam Indonesia dalam proses pendidikan Islam di Indonesia. Salah satu tujuan
adanya pendidikan Islam adalah terbentuknya masyarakat muslim di Indonesia.
Terbentuknya masyarakat muslim disuatu daerah adalah melalui proses yang panjang,
yang dimulai dari terbentuknya pribadi muslim sebagai hasil dari upaya para da’i.
Dengan terbentuknya komunitas/ masyarakat muslim pada beberapa daerah di Indonesia
ini, mendorong untuk membentuk kerajaan Islam sebagai pusat kekuatan/ kekuaaan
politik didalam proses Islamisasi di Indonesia. Maka berdirilah kerajaan-kerajaan Islam
seperti Samudera Pasai dan Perlak di Aceh pulau Sumatera, Demak di pulau Jawa,
kerajaan Mataram, dan sebagainya. Dengan berdirinya kerajaan Islam di Indonesia ini,
maka fase perkembangan Islam berikutnya adalah fase perkembangan Islam dan politik,
yang artinya perkembangan Islam di Indonesia tidak bisa dilepaskan dari perkembangan
politik. Tumbuhnya kerajaan Islam sebagai pusat-pusat kekuasaan Islam di Indonesia
ini jelas sangat berpengaruh sekali dalam proses islamisasi/ pendidikan Islam di
Indonesia, yaitu sebagai suatu wadah/ lembaga yang dapat mempermudah penyebaran
Islam di Indonesia. Ketika kekuasaan politik Islam semakin kokoh dengan munculnya
kerajaan-kerajaan Islam, pendidikan semakin memperoleh perhatian, karena kekuatan
politik digabungkan dengan semangat para mubaligh (pengajar agama pada saat itu)
untuk mengajarkan Islam merupakan dua sayap kembar yang mempercepat tersebarnya
Islam ke berbagai wilayah di Indonesia.
3. Sistem Pendidikan di zaman kerajaan-kerajaan Islam di Indonesia:

8
a. Kerajaan Samudera Pasai
Dalam sebuah sejarah ada yang menyatakan bahwa kerajaan Islam yang pertama di
Indonesia adalah Samudera Pasai, yang didirikan pada abad ke-10 M dengan raja
pertamanya Malik Ibrahim bin Mahdum. Pada tahun 1345, Ibnu Batutah dari Maroko
sempat singgah di kerajaan Samudera Pasai pada zaman pemerintahan Malik Az-Zahir
pada abad ke-14 M untuk mengikuti pengajian yang diadakan oleh raja dalam sebuah
halaqoh setelah shalat Jum’at sampai waktu Ashar. Menurut Ibnu Batutah, Pasai pada
abad ke-14 M sudah merupakan pusat studi Islam di Asia Tenggara dan menjadi tempat
berkumpul ulama-ulama dari negara-negara lslam. Seperti yang telah dinyatakan oleh
Ibnu Batutah, bahwa Sultan Malik Az-Zahir adalah orang yang terkenal alim dalam
ilmu agama juga cinta kepada para Ulama dan ilmu pengetahuan, sehingga bila hari
jum’at tiba, Sultan shalat di masjid dengan menggunakan pakaian Ulama, setelah itu
mengadakan diskusi dengan para Alim pengetahuan agama, antara lain: Amir Abdullah
dari Delhi, dan Tajudin dari Ispahan untuk membahas masalah-masalah keagamaan dan
keduniawian sekaligus. Dengan demikian, Samudera Pasai merupakan tempat studi
Islam yang paling tua yang dilakukan oleh sebuah kerajaan. Sementara itu, untuk luar
kerajaan, diskusi ajaran Islam diduga sudah dilakukan di koloni-koloni tempat pedagang
Islam berdatangan di pelabuhan-pelabuhan. Pada abad ke-14 M merupakan zaman
kejayaan kerajaan Samudera Pasai, sehingga pada waktu itu pendidikan juga tentu
mendapat tempat/ perhatian tersendiri. Dari keterangan diatas, dapat disimpulkan bahwa
pendidikan yang berlaku di zaman kerajaan Samudera Pasai, diantaranya:
Materi pendidikan dan pengajaran agama bidang syari’at adalah fiqh Syafi’i.
Sistem pendidikannya secara informal berupa majelis ta’lim dan halaqah
(diskusi).
Tokoh pemerintahan merangkap tokoh agama.
Biaya pendidikan bersumber dari negara.
b. Kerajaan Perlak.
Kerajaan Islam kedua di Indonesia adalah Perlak di Aceh pulau Sumatera dengan raja
pertamanya Sultan Alaudin pada tahun 1161-1186 abad ke-12 M. Perlak merupakan
daerah yang terkenal sangat strategis di pantai selat Malaka dan bebas dari pengaruh
hindu, sehingga memudahkan perkembangan Islam dalam masyarakat Aceh. Selain
sebagai pusat politik Islam, kerajaan Perlak juga giat melaksanakan pengajian dan

9
pendidikan Islam. Belum didapatkan data bagaimana pendidikan Islamdilangsungkan,
namun diduga besar kemungkinan sebagaimana yang telah berlaku di Samudera Pasai,
yaitu pendidikan Islam dilangsungkan di masjid istana bagi keluarga pembesar, di
masjid-masjid, dirumah-rumah, serta surau-surau bagi masyarakat umum. Materi
pembelajaran pendidikan Islam dibagi menjadi dua tingkatan: pertama yaitu tingkat
dasar yang terdiri atas pelajaran membaca, menulis, bahasa Arab, pengajian Al-Qur’an,
dan ibadah praktis. Kedua yaitu tingkat yang lebih tinggi dengan materi-materi ilmu
fiqh, tasawuf, ilmu kalam, dan lain sebagainya. Sebagai peranannya dalam pendidikan
Islam, kerajaan Islam Perlak juga memiliki pusat pendidikan Islam Dayah cot kala, yang
didirikan oleh Ulama Pangeran Teungku chik M.Amin. Dayah disamakan dengan
perguruan tinggi, materi yang diajarkan yaitu bahasa Arab, tauhid, taswuf, akhlaq, ilmu
bumi, ilmu bahasa dan sastra Arab, sejarah dan tata negara, mantiq, ilmu falaq dan
filsafat. Rajanya yang ke enam bernama Sultan Mahdum Alaudin Muhammad Amin
yang memerintah antara tahun 1243-1267 M, terkenal sebagai Sultan yang arif
bijaksana lagi alim. Beliau adalah seorang Ulama yang mendirikan perguruan tinggi
Islam yaitu majelis ta’lim tinggi dihadiri khusus oleh para murid-murid yang sudah
alim. Lembaga tersebut juga mengajarkan dan membacakan kitab-kitab agama yang
berbobot pengetahuan tinggi, misalnya kitab Al-Umm karangan Imam Syafi’i. Dengan
demikian, pada zaman kerajaan Perlak ini proses pendidikan Islam telah berjalan cukup
baik.
c. Kerajaan Demak
Kerajaan Demak berdiri kira-kira tahun 1478, hal itu didasarkan pada saat jatuhnya
Majapahit yang diperintah oleh Prabu Kertabumi (Brawijaya V) dengan ditandai
candrasengkala, sirna ilang kertaning bumi (artinya tahun 1400 Saka atau 1478 Masehi).
Para wali kemudian sepakat untuk menobatkan Raden patah menjadi raja di kerajaan
Demak dengan gelar Senapati Jlimbung Ngabdurrahman Panembahan Palembang
Sayidin Panatagama. Raden patah adalah putra brawijaya V dengan putrid dari Campa.
Setelah tahta ayahnya jatuh ketangan Girindra Wardhana dari Keling (Daha), Demak
pun terancam. Akibatnya terjadi peperangan antara Demak dan Majapahit pimpinan
Girindra Wardhana dan turunannya yang bernama Prabu Udara hingga tahun 1518. pada
akhirnya kemenangan berada di pihak Demak dan tampil sebagai Kerajaan Islam
terbesar di Jawa. Dengan begitu penyiaran agama Islam makin meluas, pendidikan dan

10
pengajaran Islam pun bertambah maju. System pelaksanaan pendidikan dan pengajaran
agama Islam di Demak mempunyai kemiripan dengan pelaksanaannya di Aceh, yaitu
dengan mendirikan masjid di tempat-tempat sentral di suatu daerah. Disana diajarkan
pendidikan agama dibawah pimpinan seorang Badal untuk untuk menjadi guru, yang
menjadi pusat pendidikan dan pengajaran serta sumber agama Islam. Pada dasarnya,
memang ada hubungan khusus yang terjalin antara kerajaan Demak dengan Walisongo,
dimana peran Walisongo dibidang dakwah sangatlah besar. Dalam hal ini Para Sunan
dan kyai melaksanakan pendidikan dan penyiaran agama Islam dengan mengikuti
sistem yang telah diajarkan oleh Nabi, yaitu dengan memberikan suri tauladan yang
baik dalam perangai dan perbuatan nyata. Selain itu, para Wali menyiarkan agama dan
memasukkan anasir-anasir pendidikan dan pengajaran Islam dalam segala cabang
kebudayaan nasional membuat agama Islam dapat mudah diterima sehingga dapat
tersebar keseluruh kepulauan Indonesia.

2.2. Pendidikan Pada Massa Islam


Pendidikan berlandaskan ajaran Islam dimulai sejak datangnya para saudagar
asal Gujarat India ke Nusantara pada abad ke-13. Di pulau Jawa, pusat penyebaran
Islam membentang mulai Banten, Cirebon, Demak hingga ke Gresik. Lama kelamaan,
bersamaan dengan pudarnya kerajaan-kerajaan Hindu, ajaran Islam makin berkembang
dengan baik di pesisir maupun di pedalaman pulau-pulau Jawa dan Sumatera.
Saudagar-saudagar dari Gujarat jelas memeluk agama Islam, di samping
berdagang mereka juga berupaya mengajarkan dan mengembangkan agama islam di
kalangan pribumi dan masyarakat di lingkungan tempat tinggalnya.
Pada masa itu ada 2 tipe guru, pertama adalah guru untuk kalangan keraton dan
bangsawan yang di undang atau tinggal di lingkungan keratin untuk mengajar putra raja
dan ksatria lainnya. Yang kedua, guru pertama yang menyendiri bertapa sambil belajar,
serta meneladani ilmu-ilmu ketuhanan dan ilmu lainnya, muridnya berasal dari kalangan
bangsawan.
Tujuan pendidikan pada zaman kerajaan Islam diarahkan agar manusia bertaqwa
kepada Allah Subhanahu wata’ala, sehingga mencapai keselamatan di dunia dan akhirat
melalui “iman, ilmu dan amal”. Selain berlangsung di dalam keluarga, pendidikan

11
berlangsung di lembaga-lembaga pendidikan lainnya, seperti: di langgar-langgar,
pesantren dan madrasah.

A. Pendidikan di Langgar
Pendidikan Islam yang berlangsung di langgar bersifat elementer, di mulai
dengan mempelajari huruf abjad Arab (hijaiyyah) atau kadang-kadang langsung
mengikuti guru dengan menirukan apa yang telah dibaca dari kitab suci Al-Qur’an.
Pendidikan semacam ini dikelola oleh seorang petugas yang disebut Amil, Moden atau
Lebai yang memiliki tugas ganda yaitu di samping memberikan doa pada waktu upacara
keluarga atau desa, juga berfungsi sebagai guru.
Pengajian Al-Qur’an pada pendidikan Langgar ini dapat dibedakan atas dua tingkatan
yaitu :
1. Tingkatan rendah, yaitu merupakan tingkatan pemula, yaitu di mulai dengan
sampai bisa membacanya yang diadakan pada tiap-tiap kampung.
2. Tingkatan atas, pelajarannya selain tersebut di atas, juga ditambah dengan
pelajaran lagu, kasida dan barzanzi, tajwid dan mengaji kitab perukunan.

Gambar. Pendidikan Langgar


Ditempat ini dilakukan pendidikan buat orang dewasa maupun anak-anak.
Pengajian yang dilakukan untuk orang dewasa adalah pengajian penyampaian-
penyampaian ajaran islam oleh Muballigh ( Ustadz, Guru, Kyai )
Kepada para jamaaah dalam bidang yang berkenaan dengan aqidah, ibadah dan
akhlak. Sedangkan pengajian untuk anak-anak berpusat kepada pengajian Al-Qur’an
menitik beratkan kepada kemampuan membacanya dengan baik sesuai dengan kaedah-
kaedah bacaan dan juga diberi pendidikan keimanan ibadah dan akhlak.

12
Langgar merupakan institusi pendidikan yang pertama dibentuk dalam
lingkungan masyarakat muslim. Pada dasarnya langgar mempunyai fungsi yang tidak
terlepas dari kehidupan keluarga. Sebagai lembaga pendidikan, berfungsi sebagai
penyempurna pendidikan dalam keluarga, agar selanjutnya anak mampu melaksanakan
tugas-tugas hidup dalam masyarakat dan lingkungannya. Pada mulanya pendidikan di
langgar atau masjid, dalam arti sederhana dapat dikatakan sebagai lembaga pendidikan
formal, dan sekaligus lembaga pendidikan sosial.

B. Pendidikan Pesantren
Pesantren sendiri menurut pengertian dasarnya adalah tempat belajar santri. Para
santri yang belajar di asramakan dalam satu komplek yang dinamakan pondok. Inti dari
pesantren itu adalah pendidikan ilmu agama, dan sikap beragama. Karenanya mata
pelajaran yang diajarkan semata-mata pelajaran agama. Pada tingkat dasar anak didik
baru diperkenalkan tentang dasar agama dan Al-Qur’anul Kariim. Setelah berlangsung
beberapa lama pada saat anak didik telah memiliki kecerdasan tertentu maka mulailah
diajarkan kitab-kitab klasik. Kitab-kitab klasik ini juga di klasifikasikan kepada tingkat
dasar, menengah dan tinggi.
Mahmud Yunus membagi pesantren menjadi empat tingkatan, yaitu :
a. Tingkat dasar.
b. Menengah
c. Tinggi.
d. Takhassus.
Setelah datang kaum penjajah barat (Belanda), peranan pesantren sebagai
lembaga pendidikan islam semakin kokoh. Pesantren merupakan lembaga pendidikan
islam yang reaksional terhadap penjajah. Karena itu, di zaman Belanda sangat kontras
sekali pendidikan di pesantren dengan pendidikan sekolah-sekolah umum.
Pesantren semata-mata mengajarkan ilmu-ilmu agama. Sistem pendidikan
pesantren baik metode, sarana fasilitas serta yang lainnya masih bersifat tradisional.
Administrasi pendidikannya belum seperti sekolah umum yang dikelola oleh
pemerintah kolonial Belanda, non klasikal, metodenya sorogan, wetonan hafalan.
Menurut Zamaksyari Dhofier agama lewat kitab-kitab klasik, sedangkan sekolah umum
Belanda sama sekali tidak mengajarkan pendidikan ada lima unsure pokok pesantren :
- Kyai.

13
- Santri.
- Masjid.
- Pondok.
- Pengajaran kitab-kitab klasik.
Mata pelajaran terpanting adalah :
1. Usuludin (pokok-pokok ajaran kepercayaan)
2. Usul Fiqh (alat penggali hukum dari Quran dan Hadits)
3. Fiqh (cabang dari Usuludin)
4. Ilmu Arobiyah (untuk mendalami bahasa Arab)

Gambar. Pendidikan Persantren

Dalam perkembangan berikutnya pesantren mengalami dinamika, kemampuan


dan kesediaan pesantren untuk mengadopsi nilai-nilai baru akibat modernisasi,
menjadikan pesantren berkembang dari yang tradisional ke modern. Karena itu hinga
saat sekarang pesantren tersebut di bagi menjadi dua secara garis besar: Pesantren
Salafi, adalah pesantren yang masih terkait dengan system dan pola yang lama.
Pesantren Khalafi, adalah pesantren yang telah menerima unsure-unsur pembaharuan.

C. Pendidikan Madrasah
Di tinjau dari segi pendidikan, madrasah adalah lembaga pendidikan awal bagi
anak-anak yang dapat disamakan dengan tingkatan sekolah dasar. Di madrasah para
murid di ajar menulis, membaca huruf Arab, ilmu agama, dan akhlaq. Pendiri dan
pelopor pendidikan madrasah adala Nizan El-MULK dari Irak di kota Baghdad.

14
Gambar. Pendidikan Madrasah
Madrasah di samping tempat belajar, juga berfungsi antara lain:
1. Sebagai tempat belajar Al-Qur’an
2. Sebagai Sekolah Dasar, dengan materi yang diajarkan yaitu menulis dan membaca
huruf Arab, Ilmu agama, bahasa Melayu, akhlak dan sejarah Islam.
Fungsi lainnya adalah sebagai berikut :
1. Sebagai tempat ibadah sholat 5 waktu untuk kampung itu.
2. Sebagai tempat sholat tarawih dan tempat membaca Al-Qur’an di bulan puasa.
3. Tempat kenduri Maulud pada bulan Mauludan.
4. Tempat menyerahkan zakat fitrah pada hari menjelang Idhul Fitri / bulan puasa
5. Tempat mengadakan perdamaian bila terjadi sengketa antara anggota kampung.
6. Tempat bermusyawarah dalam segala urusan
7. Letak madrasah harus berbeda dengan letak rumah, supaya orang segera dapat
mengetahui mana yang rumah atau meunasah dan mengetahui arah kiblat sholat.

2.3.Pendidikan Pada Penjajahan Belanda


A. Pendidikan pada Masa Belanda

Pendidikan selama penjajahan Belanda dapat dipetakan kedalam 2 (dua)


periode besar, yaitu pada masa VOC (Vereenigde Oost-indische Compagnie)
dan masa pemerintah Hindia Belanda (Nederlands Indie). pada masa VOC, yang
merupakan sebuah kongsi (perusahaan) dagang, kondisi pendidikan di Indonesia
dapat dikatakan tidak lepas dari maksud dan kepentingan komersial.1 Zaman
VOC (Kompeni) Pada permulaan abad ke 16 hampir se abad sebelum
kedatangan belanda, pedagang portugis menetap di bagian timur Indonesia

15
tempat rempah-rempah itu di hasilkan. Biasanya mereka didampingi oleh
misionaris yang memasukkan penduduk kedalam agama katolik yang paling
berhasil diantara mereka adalah Ordo Jesuit di bawah pimpinan Feranciscus
Xaverius. Xaverius memandang pendidikan sebagai alat yang ampuh untuk
penyebaran agama. Seminari dibuka di ternate, kemudian di solor dan
pendidikan agama yang lebih tinggi dapat diperoleh di Goa, India, pusat
kekuasaan portugis saat itu. Bahasa portugis hampir sama populernya dengan
bahasa melayu, kedudukan yang tak kunjung di capai oleh bahasa Belanda
dalam waktu 350 tahun penjajahan kekuasaan portugis melemah akibat
peperangan dengan raja-raja Indonesia dan akhirnya dilenyapkan oleh belanda
pada tahun 1605. Zaman Pemerintahan Belanda Setelah VOC Setelah VOC
dibubarkan, para Gubernur/ komisaris jendral harus memulai system pendidikan
dari dasarnya, karena pendidikan zaman VOC berakhir dengan kegagalan total.
Pemerintahan baru yang diresapi oleh ide-ide liberal aliran aufklarung atau
Enlightenment menaruh kepercayaan akan pendidikan sebagai alat untuk
mencapai kemajuan ekonomi dan social. Pada tahun 1808 Deandels seorang
Gubernur Belanda mendapat perintah Raja Lodewijk untuk meringankan nasib
rakyat jelata dan orang-orang pribumi poetra, serta melenyapkan perdagangan
budak. Usaha Deandels tersebut tidak berhasil, bahkan menambah penderitaan
rakyat, karena ia mengadakan dan mewajibkan kerja paksa (rodi). Didalam
lapangan pendidikan Deandels memerintahkan kepada Bupati-bupati di Pulau
Jawa agar mendirikan sekolah atas uasaha biaya sendiri untuk mendidik anak-
anak mematuhi adat dan kebiasaan sendiri. Kemudian Deandels mendirikan
sekolah Bidan di Jakarta dan sekolah ronggeng di Cirebon. Kemudian Pada
masa (interregnum inggris) pemerintahan Inggris (1811-1816) tidak membawa
perubahan dalam masalah pendidikan walaupun Sir Stamford Raffles seorang
ahli negara yang cemerlang. Ia lebih memperhatikan perkembanagan ilmu
pengetahuan, sedangkan pengajaran rakyat dibiarkan sama sekali. Ia menulis
buku History of Java. Tahun 1826 lapangan pendidikan dan pengajaran
terganganggu oleh adanya usaha-usaha penghematan. Sekolah-sekolah yang ada
hanya bagi anak-anak Indonesia yang memeluk agama Nasrani. Alsannya
adalah karena adanya kesulitan financial yang berat yang dihadapi orang

16
Belanda sebagai akibat perang Diponegoro (1825-1830) yang mahal dan
menelan banyak korban serta peperangan antara Belanda dan Belgia (1830-
1839).2 Pada tahun 1893 timbullah differensiasi pengajaran bumi putera. Hal ini
disebabkan:3 Hasil sekolah-sekolah bumi putra kurang memuaskan pemerintah
colonial. Hal ini disebabkan karena isi rencana pelaksanaannya terlalu padat
A. Dikalangan pemerintah mulai timbul perhatian pada rakyat jelata.
Mereka insyaf bahwa yang harus mendapat pengjaran itu bukan hanya
lapisan atas saja.

B. Adanya kenyataan bahwa masyarakat Indonesia mempunyai


kedua kebutuhan dilapangan pendidikan yaitu lapisan atas dan lapisa
bawah.
Indonesia dalam perjalanan sejarahnya juga bergerak dengan proses,
pergerakan, dan perkembangan pendidikannya. Kita dapat ketahui bahwa tokoh-
tokoh pemimpin bangsa Indonesia juga merupakan lulusan lembaga pendidikan.
Apabila di lihat sejarah perkembangan Indonesia, pendidikan merupakan salah
satu faktor penting dalam sejarah perjuangan bangsa Indonesia. Pendidikan
adalah kebutuhan mendasar suatu bangsa, begitu pula bangsa Indonesia,
pendidikan bertujuan untuk mencerdaskan kehidupan berbangsa dan bernegara,
serta meningkatkan harkat dan martabat bangsa di mata dunia dan
mensejahterakan rakyatnya.
Penjajah Belanda dalam perjalanan sejarahnya menunjukkan bagaimana
ia menerapkan kebijakan pendidikan yang diskriminatif dan menghalangi
pertumbuhan pendidikan lokal masyarakat yang sudah ada. Pada 1882, Belanda
membentuk pristerraden yang mendapat tugas mengawasi pengajaran agama di
pesantren- pesantren. Pada 1925, Belanda mengeluarkan peraturan bahwa orang
yang akan memberi pengajaran harus minta izin dulu.
Pada 1925, terbit Goeroe-Ordonnantie4 yang menetapkan bahwa para
kiai yang akan memberi pelajaran, cukup memberitahukan kepada pihak
Belanda. Peraturan-peraturan itu semua merupakan rintangan perkembangan
pendidikan yang diselenggarakan oleh para pengikut agama Islam5. Pada tahun
terakhir di masa pemerintahan belanda di indonesia, baru dikeluarkan peraturan
persekolahan yang berisi ketentuan-ketentuan mengenai pengawasan dan

17
penyelenggaraan pengajaran. Ide-ide Daendels pada masa sebelumnya yang
ingin memperluas kesempatan memperoleh pendidikan bagi penduduk jajahan
tidak dilanjutkan pada masa ini. Hal tersebut sangat jelas karena dalam
ketentuan-ketentuan yang dikeluarkan pada masa ini sangatlah sedikit yang
membahas masalah pengajaran untuk penduduk jajahan. Salah satunya adalah
peraturan umum tentang pendidikan sekolah yang berisi bahwa pendidikan
hanya untuk orang Belanda saja6. Dan bahkan peraturan ini berlaku hingga
tahun terakhir pemerintahan Gubernur Jenderal Van der Capellen. Meski pada
tahun 1818 telah dikeluarkan Regeringsreglement untuk Hindia Belanda yang
isinya antara lain membahas bahwa semua sekolah di Hindia Belanda dapat
dimasuki baik orang Eropa maupun penduduk jajahan7. Namun pada
kenyataannya yang memasuki sekolah sekolah tersebut hanya sedikit sekali
yang berasal dari kalangan pribumi. Menurut Kartodirdjo (1987) sistem
pendidikan yang dualitas pada masa ini juga membuat garis pemisah yang tajam
antara dus subsistem: sistem sekolah Eropa dan sistem sekolah pribumi. Tetapi
pada tahun 1892 akhirnya dilakukan restrukturisasi terhadap persekolahan
karena kebutuhan yang sangat besar terhadap pegawai rendahan yang bisa
berbahasa Belanda, sebagaimana berikut:
1. Sekolah kelas satu (ongko sidji) atau eerste klasse untuk anak-anak golongan
priyayi dengan pelajaran bahasa Belanda;
2. Sekolah kelas dua (ongko loro) atau tweede klasse untuk rakyat kebanyakan
tanpa pelajaran bahasa Belanda.
Peraturan Pendidikan lebih dikhususkan pada anak-anak golongan
priyayi. Dengan kebijakan tersebut, diharapkan penduduk yang lebih rendah
status sosialnya dapat mudah ditundukkan karena pemerintah Belanda telah
memegang golongan priyayi yang merupakan kaum elit8. Menurut Ary
Gunawan dalam prinsip kebijakan pendidikan kolonial yaitu:
1. Pemerintah kolonial berusaha tidak memihak salah satu agama tertentu.

2. Pendidikan diarahkan agar para lulusannya menjadi pencari kerja, terutama


demi kepentingan kaum penjajah.
3. Sistem persekolahan disusun berdasarkan stratifikasi sosial yang ada dalam
masyarakat.

18
4. Pendidikan diarahkan untuk membentuk golongan elite sosial (penjilat
penjajah) Belanda.
5. Dasar pendidikannya adalah dasar pendidikan Barat dan berorientasi pada

pengetahuan dan kebudayaan barat9


Kesempatan mendapatkan pendidikan diutamakan kepada anak-anak
bengsawan bumiputera serta tokoh-tokoh terkemuka dan pegawai kolonial yang
diharapkan kelak akan menjadi kader pemimpin yang berjiwa kebarat-baratan
atau condong ke Belanda dan merupakan kelompok elite yang terpisah dengan
masyarakatnya sendiri. Mereka akan menjadi penyambung tangan-tangan
penjajah sebagai upaya Belanda untuk memerintah secara tidak langsung kepada
masyarakat dan bangsa Indonesia.
Pada masa ini sekolah-sekolah diperdasaan diperbanyak. Namun
demikian, masih ada perbedaan pelayanan bagi anak-anak bumiputera dengan
anak-anak Belanda, yaitu diturunkannya uang sekolah (hanya) untuk sekolah
Belanda. Anak- anak Indonesia diterima di sekolah Belanda masih dengan ragu-
ragu sehingga dengan dalih yang dibuat-buat akhirnya anak-anak Indonesia
banyak yang tidak diterima di sekolah-sekolah Belanda.
Secara tegas, tujuan pendidikan selama periode kolonial Belanda
memang tidak pernah dinyatakan, tetapi dari uraian-uraian di atas dapat ditarik
kesimpulan bahwa tujuan pendidikan antara lain adalah untuk memenuhi
keperluan tenaga buruh kasar kaum modal Belanda, disamping ada sebagian
yang dilatih dan dididik untuk menjadi tenaga-tenaga administrasi, tenaga
teknik, tenaga pertanian, dan lain-lain yang dianggap sebagai pekerja-pekerja
kelas dua atau kelas tiga.
Menurut Ki Hajar Dewantara dalam salah satu pidatonya mengatakan
bahwa Politik Etis penjajah sepertinya akan lunak dengan kemajuan pendidikan
pribumi, tetapi tetap saja pola kebijakan pendidikan kolonial tersebut
menunjukkan sifat intelektualis, alitis, individualis dan materialis. Setelah 1870,
tak ada lagi pusat-pusat karena pendidikan dan pengajaran semakin diperluas.
Pada 1871, keluarlah UU Pendidikan yang pertama, yaitu pendidikan dan
pengajaran makin diarahkan kepada kepentingan penduduk bumiputra. Secara
tidak langsung, pengaruh Politik Etis terutama bidang pendidikan memberikan

19
dampak positif bagi munculnya kaum pendidik dan pergerakan Indonesia.
Kesadaran akan pentingnya pendidikan dan kemajuan bagi rakyat Indonesia
dapat ditengarai dengan kemunculan tokoh-tokoh pergerakan dan tokoh yang
memerhatikan pendidikan bagi rakyat.
B. Sistem persekolahan pada zaman pemerintahan Hindia Belanda
Secara umum sistem pendidikan khususnya system persekolahan
didasarkan kepada golongan penduduk menurut keturunan atau lapisan (kelas)
social yang ada dan menurut golongan kebangsaan yang berlaku waktu itu, yaitu
:10 Pendidikan Rendah (Lager Onderwijs) Pada hakikatnya pendidikan dasar
untuk tingkatan sekolah dasar mempergunakan system pokok yaitu:

A. Sekolah rendah dengan bahasa pengantar bahasa Belanda.

1) Sekolah rendah Eropa, yaitu sekolah rendah untuk anak-anak keturunan


Eropa.
2) Sekolah Cina Belanda, yaitu HCS (Hollands Chinese school), suatu
sekolah rendah untuk anak-anak keturunan tmur asing.
3) Sekolah Bumi putra Belanda HIS (Hollands inlandse school), yaitu
sekolah rendah untuk golongan penduduk Indonesia asli.
4) Sekolah rendah dengan bahasa pengantar bahasa daerah

5) Sekolah Bumi Putra kelas II (Tweede klasee). Sekolah ini disediakan


untuk golonagan bumi putra. Lamaya sekolah tujuh tahun, pertama
didirikan tahun 1892.
6) Sekolah Desa (Volksschool). Disediakan bagi anak-anak golongan bumi
putra. Lamanya sekolah tiga tahun yang pertama kali didirikan pada tahun
1907.
7) Sekolah Lanjutan (Vorvolgschool). Lamanya dua tahun merupakn
kelanjutan dari sekolah desa, juga diperuntukan bagi anak-anak golongan
bumi putra. Pertama kali didirikan pada tahun 1914.
8) Sekolah Peralihan (Schakelschool) Merupakan sekolah peralihan dari
sekolah desa (tiga tahun) kesekolah dasar dengan bahasa pengantar
bahasa Belanda. Lama belajarnya lima tahun dan diperuntukan bagi anak-

anak golongan bumi putra.11

20
Disamping sekolah dasar tersebut diatas masih terdapat sekolah khusus
untuk orang Ambon seperti Ambonsche Burgerschool yang pada tahun 1922
dijadikan HIS. Untuk anak dari golongan bangsawan disediakan sekolah dasar
khusus yang disebut sekolah Raja (Hoofdensschool). Sekolah ini mula-mula
didirikan di Tondano pada tahun 1865 dan 1872, tetapi kemudian diintegrasi ke

ELS atau HIS.12 Pendidikan lanjutan. Pendidikan Menengah


 MULO (Meer Uit gebreid lager school), sekolah tersebut adalah kelanjutan dari
sekolah dasar yang berbasa pengantar bahasa Belanda. Lama belajarnya tiga
sampai empat tahun. Yang pertama didirikan pada tahun 1914.
 AMS (Algemene Middelbare School) adalah sekolah menengah umum
kelanjutan dari MULO berbahasa belanda dan diperuntukan golongan bumi
putra dan Timur asing. Lama belajarnya tiga tahun dan yang petama didirikan
tahun 1915.
 HBS (Hoobere Burger School) atau sekolah warga Negara tinggi adalah
sekolah menengeh kelanjutan dari ELS yang disediakan untuk golongan Eropa,
Didirikan pada tahun 1860.

Pendidikan Kejuruan (vokonderwijs) Sebagai pelaksanaan politik etika


pemerintah belanda banyak mencurahkan perhatian pada pendidikan kejuruan.
Jenis sekolah kejuruan yang ada adalah sebagai berikut:

 Sekolah pertukangan (Amachts leergang) yaitu sekolah berbahasa daerah.

 Sekolah pertukangan (Ambachtsschool) adalah sekolah pertukangan berbahasa


pengantar Belanda.

 Sekolah teknik (Technish Onderwijs.

 Pendidikan Dagang (Handels Onderwijs).

 Pendidikan pertanian (landbouw Onderwijs).

 Pendidikan kejuruan kewanitaan (Meisjes Vakonderwijs).

 Pendidikan Rumah Tangga (Huishoudschool).

 Pendidikan keguruan (Kweekschool)

21
Pendidikan Tinggi (Hooger Onderwijs) Karena terdesak oleh tenaga ahli, maka
didirikanlah:

1. Sekolah Tehnik Tinggi (Technische Hoge School).

2. Sekolah Hakim Tinggi (Rechskundige Hoge school).

3. Pendidiakn tinggi kedokteran.

2.4.Pendidikan Pada Penjajahan Jepan


Pendidikan Masa Jepang Didorong semangat untuk mengembangkan
pengaruh dan wilayah sebagai bagian dari rencana membentuk Asia Timur Raya
yang meliputi Manchuria, Daratan China, Kepulauan Filiphina, Indonesia,
Malaysia, Thailand, Indo China dan Rusia di bawah kepemimpinan Jepang,
negera ini mulai melakukan ekspansi militer ke berbagai negara sekitarnya
tersebut. Dengan konsep “Hakko Ichiu” (Kemakmuran Bersama Asia Raya) dan
semboyan “Asia untuk Bangsa Asia”, bangsa fasis inipun menargetkan Indonesia
sebagai wilayah potensial yang akan menopang ambisi besarnya. Dengan
konteks sejarah dunia yang menuntut dukungan militer kuat, Jepang mengelola
pendidikan di Indonesia pun tidak bisa dilepaskan dari kepentingan ini. Sehingga
dapat dikatakan bahwa sistem pendidikan di masa pendudukan Jepang sangat
dipengaruhi motif untuk mendukung kemenangan militer dalam peperangan

Pasifik.13 Setelah Februari 1942 menyerang Sumatera Selatan, Jepang


selanjutnya menyerang Jawa dan akhirnya memaksa Belanda menyerah pada
Maret 1942. Sejak itulah Jepang kemudian menerapkan beberapa kebijakan
terkait pendidikan yang memiliki implikasi luas terutama bagi sistem pendidikan
di era kemerdekaan. Hal-hal tersebut antara lain:

A. Dijadikannya Bahasa Indonesia sebagai bahasa resmi pengantar pendidikan


menggantikan Bahasa Belanda;
B. Adanya integrasi sistem pendidikan dengan dihapuskannya sistem
pendidikan berdasarkan kelas sosial di era penjajahan Belanda. Sistem
pendidikan pada masa pendudukan Jepang itu kemudian dapat diikhtisarkan
sebagai berikut:

22
1) Pendidikan Dasar (Kokumin Gakko / Sekolah Rakyat). Lama studi 6
tahun. Termasuk SR adalah Sekolah Pertama yang merupakan konversi
nama dari Sekolah dasar 3 atau 5 tahun bagi pribumi di masa Hindia
Belanda.
2) Pendidikan Lanjutan. Terdiri dari Shoto Chu Gakko (Sekolah Menengah
Pertama) dengan lama studi 3 tahun dan Koto Chu Gakko (Sekolah
Menengah Tinggi) juga dengan lama studi 3 tahun.
3) Pendidikan Kejuruan. Mencakup sekolah lanjutan bersifat vokasional
antara lain di bidang pertukangan, pelayaran, pendidikan, teknik, dan
pertanian.
4) Pendidikan Tinggi. Guna memperoleh dukungan tokoh pribumi, Jepang
mengawalinya dengan menawarkan konsep Putera Tenaga Rakyat di
bawah pimpinan Soekarno, M. Hatta, Ki Hajar Dewantoro, dan K.H. Mas
Mansur pada Maret 1943.
Konsep ini dirumuskan setelah kegagalan the Triple Movement yang
tidak menyertakan wakil tokoh pribumi. Tetapi PTR akhirnya mengalami nasib
serupa setahun kemudian. Pasca ini, Jepang tetap merekrut Ki Hajar Dewantoro
sebagai penasehat bidang pendidikan mereka. Upaya Jepang mengambil tenaga
pribumi ini dilatarbelakangi pengalaman kegagalan sistem pendidikan mereka di
Manchuria dan China yang menerapkan sistem Nipponize (Jepangisasi). Karena
itulah, di Indonesia mereka mencobakan format pendidikan yang
mengakomodasi kurikulum berorientasi lokal. Sekalipun patut dicatat bahwa
pada menjelang akhir masa pendudukannya, ada indikasi kuat Jepang untuk
menerapkan sistem Nipponize kembali, yakni dengan dikerahkannya Sendenbu
(propagator Jepang) untuk menanamkan ideologi yang diharapkan dapat
menghancurkan ideologi Indonesia Raya. Jepang juga memandang perlu melatih
guru-guru agar memiliki keseragaman pengertian tentang maksud dan tujuan

pemerintahannya.15 Materi pokok dalam latihan tersebut antara lain:


1. Indoktrinasi ideologi Hakko Ichiu;

2. Nippon Seisyin, yaitu latihan kemiliteran dan semangat Jepang;

3. Bahasa, sejarah dan adat-istiadat Jepang;

23
4. Ilmu bumi dengan perspektif geopolitis; serta
5. Olaharaga dan nyanyian Jepang.
Sementara untuk pembinaan kesiswaan, Jepang mewajibkan bagi setiap
murid sekolah untuk rutin melakukan beberapa aktivitas berikut ini:
1. Menyanyikan lagu kebangsaan Jepang, Kimigayo setiap pagi;

2. Mengibarkan bendera Jepang, Hinomura dan menghormat Kaisar Jepang,


Tenno Heika setiap pagi;
3. setiap pagi mereka juga harus melakukan Dai Toa, bersumpah setia kepada
cita- cita Asia Raya;
4. Setiap pagi mereka juga diwajibkan melakukan Taiso, senam Jepang;

5. Melakukan latihan-latihan fisik dan militer;

6. Menjadikan bahasa Indonesia sebagai pengantar dalam pendidikan.


Bahasa Jepang menjadi bahasa yang juga wajib diajarkan. Setelah
menguasai Indonesia, Jepang menginstruksikan ditutupnya sekolah-sekolah
berbahasa Belanda, pelarangan materi tentang Belanda dan bahasa-bahasa Eropa
lainnya. Termasuk yang harus ditutup adalah HCS, sehingga memaksa peranakan
China kembali ke sekolah- sekolah berbahasa Mandarin di bawah koordinasi
Hua-Chino Tsung Hui, yang berimplikasi pada adanya proses resinification
(penyadaran dan penegasan identitas sebagai keturunan bangsa China). Kondisi
ini antara lain memaksa para guru untuk mentranslasikan buku-buku berbahasa
asing kedalam Bahasa Indonesia untuk kepentingan proses pembelajaran.
Selanjutnya sekolah-sekolah yang bertipe akademis diganti dengan sekolah-
sekolah yang bertipe vokasi. Jepang juga melarang pihak swasta mendirikan
sekolah lanjutan dan untuk kepentingan kontrol, maka sekolah swasta harus
mengajukan izin ulang untuk dapat beroperasi kembali. Taman Siswa misalnya
terpaksa harus mengubah Taman Dewasa menjadi Taman Tani, sementara
Taman Guru dan Taman Madya tetap tutup. Kebijakan ini menyebabkan
terjadinya kemunduran yang luar biasa bagi dunia pendidikan dilihat dari aspek
kelembagaan dan operasonalisasi pendidikan lainnya. Sementara itu terhadap
pendidikan Islam, Jepang mengambil beberapa kebijakan antara lain:16
a. Mengubah Kantoor Voor Islamistische Zaken pada masa Belanda yang

24
dipimpin kaum orientalis menjadi Sumubi yang dipimpin tokoh Islam
sendiri, yakni K.H. Hasyim Asy’ari. Di daerah-daerah dibentuk Sumuka;
b. Pondok pesantren sering mendapat kunjungan dan bantuan pemerintah
Jepang;
c. Mengizinkan pembentukan barisan Hizbullah yang mengajarkan latihan
dasar seni kemiliteran bagi pemuda Islam di bawah pimpinan K.H. Zainal
Arifin;
d. Mengizinkan berdirinya Sekolah Tinggi Islam di Jakarta di bawah asuhan
K.H. Wahid Hasyim, Kahar Muzakkir dan Bung Hatta;
e. Diizinkannya ulama dan pemimpin nasionalis membentuk barisan Pembela
Tanah Air (PETA) yang belakangan menjadi cikal-bakal TNI di zaman
kemerdekaan; dan
f. Diizinkannya Majelis Islam A’la Indonesia (MIAI) terus beroperasi,
sekalipun kemudian dibubarkan dan diganti dengan Majelis Syuro Muslimin
Indonesia (Masyumi) yang menyertakan dua ormas besar Islam,
Muhammadiyah dan NU. Lepas dari tujuan semula Jepang memfasilitasi
berbagai aktivitas kaum muslimin ketika itu, nyatanya hal ini membantu
perkembangan Islam dan keadaan umatnya setelah tercapainya
kemerdekaan.
g. Semua perguruan tinngi masa pemerintahan jepang di tutup, walaupun
kemudian ada beberapa yang di buka seperti perguruan tunggi kedokteran
(ika daigaku) di jakarta tahun 1943, perguruan tinggi teknik di bandung,
perguruan tinggi pamongpraja di jakarta, perguruan tinggi kedokteran hewan
di bogor, semuanya tetap di bawah pengawasan jepang.Baru pada tanggal 27
rajab 1364 atau 8 juli 1945 berdirilah sekolah tinggi islam di jakarta situasi
ini menjadi mungkin setelah umat islam melancarkan perlawanan pesantren
suka manah (25 februari 1944) yrng kemudian di susul oleh perlawanan peta
belitar.

2.5.Sejarah Pembentukan PGRI


PGRI dibentuk bukan secara spontan ataupun tanpa tujuan. Sebelum Persatuan
Guru Republik Indonesia ini diresmikan, pada tahun 1912 telah berdiri PGHB

25
(persatuan Guru hindia belanda). Kenggotaan PGHB meliputi semua guru tanpa
memandang ijazah, status, tempat bekerja, keyakinan, agama dan lain sebagainya.
Anggotanya terdiri dari para Guru Bantu, Guru Desa, Kepala Sekolah, dan Penilik
Sekolah.
Dengan latar belakang pendidikan yang berbeda-beda mereka umumnya
bertugas di Sekolah Desa dan Sekolah Rakyat Angka Dua. Sejalan dengan keadaan itu
maka disamping PGHB berkembang pula organisasi guru bercorak keagamaan,
kebangsaan, dan yang lainnya. Salah satu kegiatan PGHB yang menonjol dibidang
sosial ialah didirikannya perseroan asuransi “bumi putra” langsung dibawah pimpinan
PGHB. Ketua PGHB pertama dan pendiri perseroan asuransi “bumi putra” tersebut
adalah Sdr. Karto hadi soebroto. Perseroan tersebut akhirnya berdiri sendiri lepas dari
kaitan gerakan kaum guru.
Persatuan guru itu akhirnya mengalami perpecahan karena masalah ijazah,
status, lapangan kerja, dan lain sebagainya. Mulai 1919 lahirlah berbagai organisasi
guru yaitu diantaranya PGB, PNB, PGD,PGAS dan banyak lagi yang lain. Organisasi
yang tebentuk menjadi bersifat kelompok dalam bentuk federasi. Mulai muncul suatu
gagasan untuk mengaktifkan kembali PGHB agar terwujud persatuan guru yang utuh.
Pada tahun 1932 berganti nama nya menjadi PGI (persatuan Guru Indonesia). Namun
ternyata juga masih belum berhasil menolong keadaan. Perubahan ini mengejutkan
pemerintah Belanda, karena kata “Indonesia” yang mencerminkan semangat
kebangsaan sangat tidak disenangi oleh Belanda. Sebaliknya, kata “Indonesia” ini
sangat didambakan oleh guru dan bangsa Indonesia. Lalu pada jaman pendudukan
jepang di Indonesia, praktis tidak ada satu pun organisasi masyarakat yang tampil
kecuali organisasi bentukan Jepang. Segala organisasi dilarang, sekolah ditutup,
Persatuan Guru Indonesia (PGI) tidak dapat lagi melakukan aktivitas.
Di tahun 1945, menjelang proklamasi kemerdekaan dan sesudah proklamasi
kemerdekaan, segenap masyarakat khususnya guru berjuang merebut kekuasaan
pemerintah dari tangan tentara jepang dan mempertahankan serta menegakkan
kemerdekaan dari tentara kolonial belanda.
Disaat memuncaknya gerakan Revolusi inilah dalam kongres guru di Indonesia
diadakan di Surakarta pada tanggal 25 November 1945 PGRI lahir di gedung
Somoharsono, pasar pon, surakarta.

26
Kelahiran PGRI 1945 dan Pelaksanaan Kongres PGRI
Lahirnya guru berawal dari lahirnya PGRI. Dimana tepat 100 hari setelah
kemerdekaan, di saat memuncak Gelora Revolusi, maka pada tanggal 23 November
sampai dengan 25 November 1945 dibukalah :
1.) Kongres PGRI pertama di Surakarta.
Tempat pembukaannya adalah di Gedung Sana Harsana (Pasar Pon) dan tempat
kongresnya di Gedung Van Deventer School, sekarang ditempati SMP Negeri 3
Surakarta. Pada waktu kongres mendapat sambutan miltraliyur Belanda dari kapal udara
yang mengadakan operasi militernya dengan sasaran gedung RRI Surakarta. Organisasi
PGRI yang baru lahir itu mempunyai sifat sekaligus asas bagi PGRI :
a.) Unitarististik
PGRI menetapkan unitaristik sebagai asas perjuangan karena PGRI ingin
menyatukan semua potensi yang ada. Organisasi PGRI tidak memberlakukan adanya
diskriminasi yaitu tidak membeda-bedakan latar belakang seorang guru baik itu agama,
suku bangsa, jenis kelamin, kedudukan, berbeda tempat dan jenjang pengabdian,
berbeda aspirasinya. Kebhinekaan ini merupakan potensi bangsa yang dipadukan
sebagai perekat bangsa.
b.) Independent
PGRI merupakan organisasi yang mandiri dan tidak bergantung pada pihak
manapun. Asas ini memotivasi organisasi untuk mampu dan mau berdiri sendiri diatas
kaki sendiri sehingga kemandirian ini akan mengokohkan rasa persatuan dan kesatuan,
dedikasi yang tinggi, serta semangat kerja keras.
c.) non partai politik
PGRI sebagai suatu organisasi yang tidak mengikatkan diri pada salah satu
kekuatan social politik yang ada pada PGRI memberikan kebebasan kepada anggotanya
dalam menyalurkan aspirasinya.
2.) Kongres PGRI II dan III
Kongres PGRI II dilaksanakan di Surakarta tahun 1946 dan kongres PGRI III
dilaksanakan di Madiun tahun 1948. Kedua kongres ini merupakan kongres yang
dilaksanakan saat memuncaknya perjuangan bangsa Indonesia menentang penjajahan
Belanda yang berusaha merebut kembali daerah jajahannya dan melaksanakan politik
adu domba, memecah belah wilayah Indonesia dan melemahkan semangat perjuangan

27
bangsa Indonesia. Melalui kongres PGRI II di Surakarta dan Kongres PGRI III di
Madiun, PGRI telah menggariskan haluan dan sifat perjuangannya, yaitu:
1. Mempertahankan NKRI
2. Meningkatkan tingkat pendidikan dan pengajaran nasional sesuai dengan dasar
falsafah Negara Pancasila dan UUD 1945
3. Tidak bergerak dalam lapangan politik
4. Sifat dan siasat perjuangan PGRI :
 Bersifat korektif konstruktif terhadap pemerintah
 Bekerjasama dengan pekerja lainnya
 Bekerjasama dengan badan-badan lainnya, parpol, organisasi pendidikan, badan-
badan perjuangan.
5. Bergerak ditengah-tengah masyarakat
Keputusan Kongres PGRI II adalah wujud dari tanggung jawab nasional PGRI
dalam upaya memperbaiki sistem pendidikan kolonial ke arah sistem pendidikan
nadional. Perjuangan PGRI menjadikan berlakunya Pendidikan Nasional terus
berlangsung. Melalui pemikiran tokoh-tokoh PGRI dalam pertemuan dengan
pemerintah antara lain : H.Basyuni Suryamiharja, Drs.Gazali Dunia, Prof.Dr.Winarno
Surahmat, Dra. Mien,Warmaen, Ki Suratman, Dr.Anwar Yasin.M.Ed. Akhirnya melalui
perjuangan panjang pada tahun 1989 Pemerintah dengan persetujuan DPR RI
menetapkan Undang-Undang Ri Nomor 2 tahun 1989 tentang Sistem Pendidikan
Nasional yang mulai diundangkan pada tanggal 27 Maret 1989.
Kongres III menegaskan garis perjuangan PGRI yang secara jelas dcantumkan
dalam asas dan tujuan PGRI serta menjadi identitasnya . Garis perjuangan tersebut
merupakan haluan bagi PGRI dan menjadi pedoman bagi organisai serta anggotanya
dalam mewujudkan cita-cita. Sikap dan pola pikir , jiwa, dan semangat bangsa
Indonesia dalam perjuangan merebut, memperjuangkan, dan mengisi kemerdekaan
melalui berbagai forum organisasi PGRI dirumuskan kemudian diputuskan menjadi
”Jati Diri PGRI”.
3.) Kongres PGRI IV
Kongres PGRI IV dilaksanakan pada tanggal 26-28 Februari 1950 di Yogyakarta
(ibukota RI sementara pada saat itu) dan Mr.Asaat ditunjuk sebagai pemangku jabatan

28
Republik Indonesia. Sambutan dari Mr.Asaat pada saat pembukaan Kongres IV sangat
mengesankan, membakar semangat juang PGRI, isinya adalah :
 Persatukanlah, isilah dan sempurnakan makna ikrar resmi berdirinya NKRI
 Memuji PGRI karena merupakan pencerminan semagat juang para guru sebagai
pendidik rakyat dan pendidik bangsa..
 Menganjurkan agar PGRI sesuai dengan tekad dan kehendak para pendirinya.
4.) Kongres PGRI V
Kongres PGRI V dilaksanakan di Bandung pada tanggal 19-24 Desember 1950.
Dalam kongres PGRI V di Bandung timbul Masalah mengenai penyesuaian gaji
pegawai dan penghargaan kepada golongan non cooperator yang dengan tegas
menentang Belanda saat perang. Adapun usaha yang dilakukan antara lain :
a. Menyelesaikan pelaksanaan penyesuaian gaji pegawai berdasarkan PP yang
ditetapkan.
b. Menyelesaikan upaya pemberian penghargaan kepada kepada golongan
Cooperator dan
Non Cooperator
c. Mendesak Pemerintah agar menyusun peraturan gaji baru
d. Mendudukkan wakil PGRI dalam panitia penyusunan peraturan gaji baru
2. JATI DIRI PGRI
Jati diri PGRI adalah organisasi perjuangan, organisasi profesi dan organisasi
ketenagakerjaan. Sedangkan sifat PGRI adalah Unitaristik: tidak mengandung
perbedaan ijazah, tempat kerja, kedudukan, agama, suku, golongan, gener, dan asal
usul. Independen: kemandirian dan kemitrasejajaran dengan pihak lain. Non partai
politik: bukan bagian atau berafiliasi dengan partai politik. Semangat: demokrasi,
kekeluargaan, keterbukaan, tanggung jawab etika, moral, serta hukum.
Dasar Jati diri PGRI

a. Dasar Historis
b. Dasar Ideologis Politis
c. Dasar Sosiologis dan IPTEK
Ciri Jatidiri PGRI
Jati diri PGRI memiliki ciri-ciri sebagai berikut:

29
a) Nasionalisme
b)Demokrasi
c) Kemitraan
d)Unitarisme
e) Profesionalisme
f) Kekeluargaan
g) Kemandirian
h)Non Partai Politiki
i) Jiwa, Semangat dan Nilai-nilai ‘45
3. VISI DAN MISI PGRI

1. Visi PGRI
Terwujudnya organisasi mandiri dan dinamis yang dicintai anggotanya, disegani
mitra, dan diakui perannya oleh masyarakat". PGRI didirikan untuk mempertahankan
kemerdekaan, mengisi kemerdekaan dengan program utamadi bidang pendidikan untuk
mencerdaskan kehidupan bangsa, dan memperjuangkan kesejahteraan bagi para guru.

2. Misi PGRI
a. Mewujudkan Cita-cita Proklamasi PGRI bersama komponen bangsa yang lain
berjuang,
yaitu berusaha secarakonsisten mempertahankan dan mengisi kemerdekaan sesuai
amanat Undang undang Dasar 1945.
b. Mensukseskan Pembangunan Nasional PGRI.
c. Memajukan Pendidikan Nasional PGRI selalu berusaha untuk terlaksananya
system
pendidikan nasional, berusaha selalu memberikan masukan-masukan tentang
pembangunan pendidikan kepada Departemen Pendidikan Nasional.
d. Meningkatkan Profesionalitas Guru PGRI berusaha dengan sungguh-sungguh
agar guru
menjadi profesional sehingga pembangunan pendidikan untuk mencerdaskan
kehidupan
bangsa dapat direalisasikan.
e. Meningkatkan Kesejahteraan Guru Agar guru dapat profesional

30
BAB III. PENUTUP
3.1. Kesimpulan
1. Pendidikan Indonesia di masa kerajaan terbagi atas dua yaitu kerajaan Hindu-
Budha dan kerajaan Islam
2. Pendidikan Indonesia di masa penjajahan bangsa barat 350 tahun lalu dimulai
pada masa pemerintahan Belanda
3. Pendidikan pada masa Islam berlangsung di lembaga-lembaga pendidikan
seperti: di langgar-langgar, pesantren dan madrasah.
4. PGRI adalah organisasi perjuangan, profesi, dan tenagakerjaan, berskala nasional
yang bersifat :
- Unitaristik, tanpa mmemandang perbedaan ijzah, tempat bekerja,
kedudukan,suku, jenis kelamin, agama, dan asal usul
- independent, yang berlandaskan pada prinsip kemandirian organisasi dengan
mengutamakan kemitrasejajaran dengan berbagai pihak
- non partai politik, bukan partai politik, tidak terkait dan atau mengikat diri
pada kekuatan organisasi/partai politik manapun.
5. PGRI bertujuan :
- Mewujudkan cita-cita Proklamasi Negara Kesatuan Republik Indonesia, dan
mempertahankan, mengamankan, serta mengamalkan pancasila dan Undang-
undang Dasar 1945
- Mempertinggi kesadaran dan sikap guru, meningkatkan mutu dan kemampuan
profesi guru dan tenaga kependidikan lainnya
- Menjaga, memelihara, membela, serta meningkatkan harkat dan martabat guru
melalui peningkatan kesejahteraan anggota serta kesetiakawanan organisasi.

3.2. Saran
Dengan mengetahui sejarah pendidikan diharapkan calon pendidik dapat
memberikan pengetahuan kepada peserta didik tentang pendidikan Indonesia di masa
kerajaan, pendidikan Indonesia di masa penjajahan bangsa barat 350 tahun lalu,
pendidikan Indonesia zaman penjajahan Jepang dan pendidikan Indonesia pada zaman
kemerdekaan sehingga tujuan untuk menumbuhkembangkan potensi kemanusiaan dapat
dilakukan dengan tepat dan benar.

31
DAFTAR PUSTAKA

Fidayat, “Sejarah Pendidikan Nasional”, November 2012


(http://pendidikandasar12.blogspot.co.id/2012/11/sejarah-pendidikan-nasional.html#)

Pendidikan Pada Masa Awal Masuknya Islam Di Indonesia,” November 2012


(http://sarjanaspdi.blogspot.co.id/2012/11/pendidikan-pada-masa-awal-masuknya.html)

Uncha, “Perjuangan Guru Dimasa Penjajahan Dan Lahirnya PGRI”, April 2013
(http://deeuncha.blogspot.co.id/2013/04/perjuangan-guru-dimasa-penjajahan-dan.html)

Tatang. “Landasan Historis Pendidikan Indonesia”, (http://file.upi.edu/Direktori/DUAL-


MODES/LANDASAN_PENDIDIKAN/BBM_5.pdf)

Wawan,”Guru Tiga Zaman”, Oktober 1994


(http://file.upi.edu/Direktori/FPIPS/JUR._PEND._SEJARAH/197101011999031-
WAWAN_DARMAWAN/GURU.pdf)

Zulfadly, “Pendidikan Di Indonesia Sebelum Kemerdekaan”, Desember 2012


(https://pikokola.files.wordpress.com/2008/11/pendidikan-masa-kolonial-dan sekarang.pdf)

https://SejarahpendidikanIslam..wordpress.com/2008/11/pendidikan-masa-kolonial-dan
sekarang.pd

32

Anda mungkin juga menyukai