Anda di halaman 1dari 18

Sejarah Dakwah Islam pada Masa Kerajaan-Kerajaan di Indonesia

(Makalah ini dibuat dan diajukan untuk mememnuhi tugas UTS pada mata kuliah Sejarah
Peradaban Islam Modern)

Dosen Pengampu:

Ahmad Irfan Mufid, S. Ag, MA.

Disusun Oleh:

Abin Abdullah 11200110000001

6D

JURUSAN PENDIDIKAN AGAMA ISLAM

FAKULTAS ILMU TARBIYAH DAN KEGURUAN

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA

2023 M/1444 H

i
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan ke hadirat Allah SWT. Karena atas rahmat, karunia serta
kasih sayang-Nya kami dapat menyelesaikan makalah dengan judul “Sejarah Dakwah Islam
pada Masa Kerajaan-Kerajaan di Indonesia” ini dengan sebaik mungkin. Sholawat serta
salam semoga tetap tercurahkan kepada Nabi terakhir, penutup para Nabi sekaligus satu-
satunya uswatun hasanah kita, yaitu Nabi Muhammad SAW.

Tidak lupa juga kami ucapkan terimakasih kepada Bapak Ahmad Irfan Mufid, S. Ag,
MA. selaku dosen mata kuliah “Sejarah Peradaban Islam Modern” yang telah mengampu
dan membimbing di dalam proses pembelajaran kuliah dan pembuatan makalah pada mata
kuliah yang diajarkan-Nya.

Dalam penulisan makalah ini, kami masih menyadari bahwa banyak terdapat kesalahan
dan kekeliruan, baik yang berkenaan dengan materi pembahasan maupun dengan teknik
pengetikan, walaupun demikian, inilah usaha maksimal kami selaku para penulis usahakan.

Semoga dalam makalah ini para pembaca dapat memahami dan menambah wawasan
ilmu pengetahuan dan diharapkan kritik dan saran yang membangun dari para pembaca, guna
memperbaiki kesalahan sebagaimana mesti-Nya.

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR............................................................................................................ i
DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................................... ii
BAB I ................................................................................................................................... 1
PENDAHULUAN ................................................................................................................ 1
A. Pendahuluan ................................................................................................................. 1
B. Rumusan Masalah ......................................................................................................... 1
C. Tujuan Penulisan........................................................................................................... 1
BAB II .................................................................................................................................. 2
PEMBAHASAN ................................................................................................................... 2
A. Teori dan Pola Perkembangan Dakwah Islam di Indonesia ............................................ 2
B. Sejarah Perkembangan Kerajaan Islam di Indonesia ...................................................... 3
C. Sejarah Terbentuknya Kerajaan Islam di Jawa ............................................................... 4
D. Sejarah Terbentuknya Kerajaan Islam di Sumatra ......................................................... 5
E. Kerajaan-Kerajaan Islam di Indonesia ........................................................................... 8
BAB III ............................................................................................................................... 14
PENUTUP .......................................................................................................................... 14
A. Kesimpulan................................................................................................................. 14
B. Saran........................................................................................................................... 14
DAFTAR PUSTAKA ......................................................................................................... 15

ii
BAB I

PENDAHULUAN

A. Pendahuluan

Asia Tenggara adalah tempat tinggal bagi penduduk Muslim terbesar di dunia. Salah
satunya Indonesia. Dalam proses islamisasi massif di Asia Tenggara tidak dapat dilepaskan
dari peranan kerajaan Islam (kesultanan). Berawal ketika raja setempat memeluk Islam,
selanjutnya diikuti para pembesar istana, kaum bangsawan dan kemudian rakyat jelata.
Dalam perkembangan selanjutnya, kesultanan memainkan peranan penting tidak hanya dalam
pemapanan kesultanan sebagai institusi politik Muslim, pembentukan dan pengembangan
institusi-institusi Muslim lainnya, seperti pendidikan dan hukum (peradilan agama) tetapi
juga dalam peningkatan syiar dan dakwah Islam.
Sejak kehadirannya, kesultanan Islam menjadi kekuatan vital dalam perdagangan bebas
internasional. Anthony Reid bahkan menyebut masa kesultanan Islam Nusantara sebagai the
age of commerce (masa perdagangan). Dalam masa perdagangan bebas internasional ini,
kesultanan mencapai kemakmuran yang pada gilirannya sangat menentukan bagi
perkembangan Islam secara keseluruhan di Asia Tenggara.
Sejauh menyangkut kedatangan Islam di Nusantara, terjadi perdebatan panjang dan
perbedaan pendapat di kalangan para ahli. Perdebatan itu menurut Azyumardi Azra berkisar
pada tiga masalah pokok, yakni asal-muasal Islam yang berkembang di wilayah Nusantara,
pembawa dan pendakwah Islam dan kapan sebenarnya Islam mulai datang ke Nusantara.

B. Rumusan Masalah

1. Apa teori dan pola perkembangan dakwah islam di indonesia?


2. Bagaimana sejarah perkembangan kerajaan islam di indonesia?
3. Bagaimana sejarah terbentuknya kerajaan islam di jawa?
4. Bagaimana sejarah terbentuknya kerajaan islam di sumatra?
5. Bagaimana kerajaan-kerajaan islam di indonesia?

C. Tujuan Penulisan

1. Untuk mengetahui teori dan pola perkembangan dakwah islam di indonesia


2. Untuk mengetahui sejarah perkembangan kerajaan islam di indonesia
3. Untuk mengetahui sejarah terbentuknya kerajaan islam di jawa
4. Untuk mengetahui sejarah terbentuknya kerajaan islam di sumatra
5. Untuk mengetahui kerajaan-kerajaan islam di indonesia

1
BAB II

PEMBAHASAN

A. Teori dan Pola Perkembangan Dakwah Islam di Indonesia

Berbagai teori perihal masuknya Islam ke Indonesia terus muncul sampai saat ini.
Ahmad Mansur Suryanegara mengikhtisarkannya menjadi tiga teori besar. Pertama, teori
Gujarat, India. Islam dipercayai datang dari wilayah Gujarat– India melalui peran para
pedagang India muslim pada sekitar abad ke-13 M. Kedua, teori Makkah. Islam dipercaya
tiba di Indonesia langsung dari Timur Tengah melalui jasa para pedagang Arab muslim
sekitar abad ke-7 M. Ketiga, teori Persia. Islam tiba di Indonesia melalui peran para pedagang
asal Persia yang dalam perjalanannya singgah ke Gujarat sebelum ke nusantara sekitar abad
ke-13 M. Melalui Kesultanan Tidore yang juga menguasai Tanah Papua, sejak abad ke-17,
jangkauan terjauh penyebaran Islam sudah mencapai Semenanjung Onin di Kabupaten
Fakfak, Papua Barat.1

Dalam hubungan perdagangan, ada beberapa faktor yang berpengaruh seperti yang
dikemukakan M. Shaleh Putuhena sebagai berikut: Pertama; adanya peristiwa Perang Salib
(abad XI – XIII, di sela gencatan senjata, terjadi kontak kebudayaan. Tentara Salib senang
dengan parfum dan rempah-rempah dan produksi trofis lainnya, sehingga Eropa menerima
hasil pertanian dan komoditas Asia dan terjadilah hubungan dagang internasional. Ini
menambah ramai lalu lintas perdagangan kepulauan Nusantara dengan Arab. Kedua;
Perkembangan perdagangan di Anatolia Barat turut melibatkan Turki Utsmani dalam
perdagangan internasional. Ayasolog dan Balat menjadi pusat dagang dari segala penjuru
dunia. Pedagang yang berhimpun di Malaka terdiri atas pedagang muslim dari Kairo, Mekah,
Aden, Abesynia, Kilwa, Malindi, Hormuz, Persia dan lain-lain. Ketiga; pada saat Dinasti
Ming berkuasa di Cina (tahun 1368 M), pelabuhan ditutup untuk pedagang asing, maka para
pedagang semakin banyak yang ke Nusantara. Seiring itu Islam turut berkembang oleh para
pedagang.2

Islam datang ke Indonesia (Nusantara) melalui para pedagang dengan damai, bukan
melalui perang atau kekerasan, paksaan3 Penerimaan Islam melalui beberapa saluran
sebagaimana yang dijelaskan Musyrifah Sunanto:

a. Melalui perdagangan oleh para pedagang yang telah melakukan pelayaran.

b. Dilakukan oleh para muballig datang bersama para pedagang, juga para sufi, mereka
adalah para sufi pengembara.

c. Melalui perkawinan pedagang muslim, muballig dengan anak bangsawan Indonesia.

d. Para pedagang yang sudah mapan, mereka mendirikan pusat pendidikan dan pusat
penyebaran Islam. Kerajaan Samudera Pasai misalnya adalah sebagai pusat dakwah.

1
http://sangpenyairharapan.blogspot.co.id/2012/10/sejarah-dakwah-di-nusantara-indonesia.html
2
M. Shaleh Putuhena, Historiografi Haji Indonesia, (Yokyakarta: PT. LKiS, 2007), hlm. 7
3
Cyril Glasse, Ensiklopedi Islam, (Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 2002), hlm. 170

2
e. Melalui para sufi dengan kelompok tarekatnya, menyebar ke Nusantara. 4

Sampai kepada abad ke-8 H atau 14 M, Islamisasi di Indonesia belum dilakukan secara
besar-besaran. Baru pada abad ke-9 H penduduk pribumi memeluk Islam secara massal, hal
ini ditandai dengan banyaknya kerajaan bercorak Islam yang muncul seperti kerajaan Aceh
Darussalam, Malaka, Demak, Cirebon, serta Ternate. Para penguasa kerajaan ini berdarah
campuran dari keturunan raja-raja terdahulu pra Islam dan para pendatang Arab. Pesatnya
Islamisasi ini didukung seutuhnya oleh kerajaan-kerajaan Hindu-Buddha di Nusantara.

Islamisasi pada Abad ke-14 ini tidak juga lepas dari peran para Wali Songo dalam
menyebarkan ajaran Islam di Indonesia, pada dasarnya Wali Songo menyebarkan islam di
Nusantara tidak dilakukan cara kekerasan atau perang melainkan dengan damai yakni
pendekatan pada masyarakat pribumi dan akulturasi budaya (percampuran budaya Islam dan
budaya lokal) dakwah mereka disebut Dakwah Kultural. Dahulu di Indonesia mayoritas
penduduknya beragama Hindu dan Budha, dan terdapat berbagai kerajaan Hindu dan Budha,
sehingga budaya dan tradisi lokal saat itu kental diwarnai kedua agama tersebut. Budaya dan
tradisi lokal itu oleh Walisongo tidak dianggap “musuh agama” yang harus dibasmi. Bahkan
budaya dan tradisi lokal itu mereka jadikan “teman akrab” dan media dakwah agama, selama
tak ada larangan dalam nash syariat.

Pertama-pertama, Walisongo belajar bahasa lokal, memperhatikan kebudayaan dan


adat, serta kesenangan dan kebutuhan masyarakat. Lalu berusaha menarik simpati mereka.
Karena masyarakat Jawa sangat menyukai kesenian, maka wali Songo menarik perhatian
dengan kesenian, diantaranya dengan menciptakan tembang-tembang keislaman berbahasa
Jawa, gamelan, dan pertunjukan wayang dengan lakon islami. Setelah penduduk tertarik,
mereka diajak membaca syahadat, diajari wudhu‟, shalat, dan sebagainya.

B. Sejarah Perkembangan Kerajaan Islam di Indonesia

Kerajaan-kerajaan yang ada di Nusantara kebanyakan beragama Hindu. Sejak awal


Masehi para penguasa di kawasan barat Nusantara berbagi budaya istana yang bercorak India
yang mayoritas masyarakatnya Hindu dan mendapat keuntungan dari kehadiran para
pedagang asing.5 Tentang masuknya Islam di Nusantara tidak ada kesepakatan diantara para
sejarawan tentang penyebarannya dan juga memengaruhi berdirinya kerajaan Islam.

Terdapat perbedaan pandangan siapa yang membawa Islam ke Indonesia yang


mengatakan membawanya berasal dari Cina, Gujarat dan Jazirah Arab yang merupakan
berasal dari tanah kemunculannya. Namun Aceh (1985) yang mengambil jalan tengah
mengatakan bahwa penyiar Islam pertama di Indonesia tidak hanya terdiri dari saudagar India
dari Gujarat, tetapi juga terdiri dari muballigh-muballigh Islam dari bangsa Arab.

Kedatangan Islam lebih dahulu datang di Kawasan MelayuNusantara jika dibandingkan


dengan kawasan lainnya seperti Jawa, Sulawesi, Kalimantan, dan lainnya. Dalam keterangan

4
Musyrifah Sunanto, Sejarah Peradaban Islam Indonesia,(Jakarta: PT. Raja Grafindo, 2005), hlm. 10-11
5
Michael Lafan. (2015). Sejarah Islam Nusantara, trj. The Makings of Indonesian Islam oleh Indi Aunullah dan
Indri Badariyah. Yogyakarta: Penerbit Bentang. hlm. 2.

3
sejarah tempat mula-mula Islam datang adalah Aceh, kerajaan Pase atau Pasai,di Palembang,
di Banten, Cirebon, Kudus, Tuban, Giri (Gresik) dan Ampel (Surabaja).6 Beberapa bukti
Islam pertama datang di daerah Sumatera dalam kitab Sejarah Melayu, Fansur (Barus) (ingat
Kapur Barus yang sejak dulu diekspor dari sini sebagai bahan mumisasi raja-raja Fir‟aun di
Mesir) dan Lamiri (pulau sumatera) merupakan masyarakat di Nusantara yang paling awal
melakukan konversi ke agama Islam.7 Setelah Fansur dan Lamiri, islamisasi berikutnya
terjadi pada masyarakat Haru dan Perlak.762

Dari empat daerah di Sumatera yang telah disebutkan Fansur, Lamiri, Haru, dan Perlak,
hanya nama Perlak yang teridentifikasi sebagai kerajaan Islam di Nusantara. Kerajaan Perlak
berdiri pada tahun 225 H/840 M dengan rajanya yang bernama Syed Maulana Abdul Azis
Syah yang bergelar Sultan Alaidin Syed Maulana Abdul Aziz Syah.8 Pada mulanya, Islam
berkembang di Perlak di pengaruhi oleh aliran Syi‟ah yang beretebaran dari parsi ketika
terjadi revolusi Syi‟ah pada tahun 744-747 M yang di pimpin oleh Abdullah bin Mu‟âwiyah.
Kemudian pada masa pemerintahan Sultan Alaiddin Syed Maulana Abbas Shah (888-913 M)
mulai masuk paham Islam Ahlusunnah wal jamaah yang tidak di sukai oleh Syi‟ah.

Setelah itu terjadi perdamaian yang menghasilkan pembagian kerajaan Perlak menjadi
dua wilayah yaitu Perlak Pesisir (Perlak Baroh) di kuasai oleh golongan Syi‟ah, dan Perlak
Pedalaman (Perlak Tunong) di kuasai oleh golongan Sunni, namun akhirnya perlak di
persatukan kembali oleh Sultan Alaiddin Malik Ibrahim yang memerintah pada 986-1012 M.9
Setelah itu kerajaan Islam tersebut berkembang di Nusantara-Indonesia seperti kerajaan
Samudera Pasai, Aceh Darussalam, Demak, Mataram, Banten, Gowa, Bone, Buton, Jambi,
Pagaruyung, Banjar, Kutai, Pontianak, Ternate, dan sebagainya.

C. Sejarah Terbentuknya Kerajaan Islam di Jawa

Setelah berakhirnya puncak kejayaan Kerajaan Islam Demak dengan segala keberanian
dan kemuliaanya, maka terbentuklah kerajaan-kerajaan islam yang lebih kecil dan lebih
bersifat kedaerahan sebagai runtuhnya pusat Kerajaan Islam di Demak.

Di pusat kekuasaan yang ada di Demak, telah terjadi kemelut perebutan kekuasaan
sehingga melahirkan Kerajaan Pajang yang lebih bersifat sinkretis antara peradaban Islam
dan peradaban Jawa yang berbau Syiwo-Buddho serta diperkeruh dengan ajaran ujudiyah ala
Syi‟ah.

Kerajaan Pajang hanya berlangsung 38 tahun (1549-1587 M) dengan 3 raja yang


berkuasa. Mereka ini adalah Joko Tingkir yang bergelar Sultan Hadiwijoyo (1549-1582 M),

6
Haji Agus Salim. (1962). Riwayat Kedatangan Islam di Indonesia. Jakarta: Penerbit Tintamas. hlm. 15.
7
Azis. (2015). „Islamisasi Nusantara Perspektif Naskah Sejarah Melayu.’ Thaqafiyyat. Vol. 16, No. 1. hlm. 61;
A. Teeuw & T.D. Situmorang. (1952). Sedjarah Melaju. Jakarta: Jambatan. Hlm. 60-61.
8
Muhammad Ali Hasymy. (1981). Sejarah masuk dan berkembangnya Islam di Indonesia. Alam‟arif. hal. 159;
Solihah Titin Sumanti & Taslim Batubara. (2019). Dinamika Sejarah Kesultanan Melayu di Sumatera Utara
(Menelusuri Jejak Masjid Kesultanan Serdan. Yogyakarta: Atap Buku. hlm. 13.
9
A. Daliman. (2012). Islamisasi dan Perkembangan Kerajaan-Kerajaan Islam di Indonesia, Yogyakarta,
Penerbit Ombak. hlm. 99-100

4
Arya Pangiri bergelar Sultan Ngawantipuro (1583-1586 M), dan Pangeran Benawa yang
bergelar Sultan Prabuwijoyo (1586-1587 M).

Kerajaan Pajang berakhir dan dilanjutkan dengan Kerajaan Islam Mataram. Dalam
masa kekuasaannya terdapat 5 Raja yang bertahta, yaitu Raden Danang Sutawijaya bergelar
Panembahan Senopati (1587-1601 M), Raden Mas Jolang bergelar Panembahan
Hanyakrawati (1601-1613 M), Adipati Martapura, Raden Mas Rangsang yang bergelar
Sultan Agung (1613-1645 M), dan Sinuhun Tegal Arum yang bergelar Amangkurat I (1645-
1677 M).

Pada masa-masa berikutnya, Kerajaan Islam Mataram itu pun mengalami perpecahan
sehingga muncul kerajaan-kerajaan yang lebih kecil lagi daerah kekuasaannya, antara lain
Kasunanan Surakarta dan Kasultanan Yogyakarta di mana kedua kerajaan itu juga
mengalamitragedi perpecahan lagi.

Sementara di daerah Jawa Barat, Kerajaan Cirebon telah berdiri sendiri setelah
terjadinya kemelut kekuasaan di pusat Kerajaan Islam Demak. Kemudian diikuti Kesultanan
Banten yang awalnya bagian dari wilayah Kerajaan Islam Demak, berdiri sendiri pada tahun
1552 M10 setelah kemelut fitnah.

Demikian pula di Jawa Timur, berdiri pula kerajaan di daerah Gresik bernama Giri
Kedhaton dengan tokoh terkenalnya bernama Sunan Prapen atau Sunan Giri III, cucu Sunan
Giri.

D. Sejarah Terbentuknya Kerajaan Islam di Sumatra

Sumatera Utara adalah termasuk salah satu Provinsi di Indonesia dimana Islam menjadi
mayoritas disini ada sekitar 8.579.830 atau 66,12%11 Namun terlepas dari mayoritas atau
minoritas, Sumatera Utara telah dikenal sejak lama dengan pertama kali masuknya Islam
diIndonesia melalui daerah Barus atau Fansur atau Borusai yang sekarang terletak didaerah
Kabupaten Tapanuli Tengah, ini dibuktikan dengan ditemukannya Kuburan Syekh Mahmud
di Papan tinggi yang dinisannya tertulis pada tahun 4 Hijriah juga dikutkan pada seminar di
Medan pada tanggal 26 September 1968 yang menghasilkan hipotesa bahwa Barus adalah
tempat pertama masuknya Islam diIndonesia.

Banyak sejarawan Islam dalam mau pun luar negeri mengakui arti penting pantai Barat
Pulau Sumatera (Andalas) sebagai salah satu daerah awal masuknya Islam ke Nusantara.
Namun, belum ada kesepakatan di antara mereka, apakah Barus merupakan lokasi pertama
masuknya Islam. Pandangan itu setidaknya mengemuka dalam Seminar I “Masuknya Islam di
Nusantara ,” diselenggarakan di Medan pada 17-20 Maret 1963.

Dalam seminar itu, seorang sejarawan lokal, bernama Dada Meuraxa berkeyakinan
Islam masuk ke Barus pada tahun 1 Hijriah, berdasarkan penemuan batu nisan Syekh
Rukunuddin, di komplek pemakaman Mahligai.

10
Prof. Dadan Wildan, Sunan Gunung Jati, hlm. 251.
11
Data Badan Pusat Statistik Sumatera Utara tahun 2014.

5
Batu nisan itu menginformasikan Syekh Rukunuddin wafat dalam usia 100 tahun, 2
bulan dan 22 hari pada tahun “ha”-”mim” Hijratun nabi. Meuraxa, menerjemahkan “ha”-
”mim” itu 8 - 40 yang kemudian dijumlahkan menjadi 48 H. Perhitungan itu berdasarkan
Ilmu Falak (Astronomi) dari Kitab Tajul Muluk. Namun di seminar itu, pandangan Meuraxa
disangkal ulama terkenal Sumut saat itu, Ustadz HM Arsyad Thalib Lubis. Menurut ulama
pendiri AlJam‟iyatul Washliyah itu, bukti nisan tidak dapat dijadikan dasar penentuan.

Alasannya, dua huruf „ha‟ dan „mim‟ yang menunjukkan tahun di batu nisan itu bukan
48 H melainkan 408 hijriah. Menurut ulama terkenal itu untuk nama memang harus dijumlah
tapi untuk tahun harus dipadukan sehingga menjadi 408 Hijriah. Akhirnya, seminar pertama
itu memutuskan Islam pertama kali masuk ke Nusantara memang di Pantai Barat Sumatera
tanpa menentukan di mana pastinya lokasi masuknya agama Islam. Perbedaan pandangan itu
terus berlangsung hingga belasan tahun kemudian. Baru pada tahun 1978 M, sejumlah
arkeolog dipimpin Prof. Dr. Hasan Muarif Ambary melakukan penelitian terhadap berbagai
nisan makam yang ada di sekitar daerah Barus. Pada penelitian terhadap nisan Syekh
Rukunuddin, arkeolog juga pengajar di Universitas Airlangga Surabaya dan guru besar UIN
Syarif Hidayatullah Jakarta itu, meyakini Islam sudah masuk sejak tahun 1 hijriah.

Hal itu berdasarkan pada perhitungan yang menguatkan pendapat pertama oleh
sejarawan lokal Dada Meuraxa yang didukung sejumlah sejarawan lainnya.

Pengukuhan itu dikuatkan lagi dalam seminar sama pada 29-30 Maret 1983 di Medan
menyimpulkan Barus merupakan daerah pertama masuknya Islam di Nusantara.

Perhitungan masuknya Islam di Barus itu, didukung pula dengan temuan 44 batu nisan
penyebar Islam di sekitar Barus bertuliskan aksara Arab dan Persia. Misalnya batu nisan
Syekh Mahmud di Papan Tinggi. Makam dengan ketinggian 200 meter di atas permukaan
laut itu, menurut Ustaz Djamaluddin Batubara, hingga kini ada sebagian tulisannya tidak bisa
diterjemahkan. Hal itu disebabkan tulisannya merupakan aksara Persia kuno yang bercampur
dengan aksara Arab. Seorang arkeolog dan ahli kaligrafi kuno Arab dari Prancis Prof. Dr.
Ludwig Kuvi mengakui Syekh Mahmud berasal dari Hadramaut, Yaman, merupakan ulama
besar. Sedangkan batu nisan menjadi pertanda makam itu banyak ditemukan di India.

Tentang makam Syekh Mahmud itu, sejarawan Belanda Dr. Ph. S. Van Roenkel
menyatakan Syekh Mahmud merupakan penyebar Islam pertama sekira 1.000 tahun lalu
berhasil mengajak masuk Islam Raja I etnis Batak, yakni Raja Guru Marsakkot. Namun,
karena hal itu tidak disukai kalangan kerabat Raja Batak itu, ulama itu kemudian dibunuh,
sehingga terjadi huru hara besar di daerah itu. Akan halnya Ustadz Djamaluddin Batubara
sendiri, memiliki teori lain tentang keberadaan makam Syekh Mahmud terpencil dan berada
di ketinggian bukit Papan Tinggi.

Menurut Djamaluddin, Syekh Mahmud berasal dari Hadramaut, Yaman, diperkirakan


datang lebih awal dari Syekh Rukunuddin, yakni pada era 10 tahun pertama dakwah
Rasulullah Muhammad SAW di Makkah. Masa kedatangan ulama diduga kerabat dan
sahabat nabi itu, membawa ajaran Islam Tauhid tanpa Syari‟at. “Itu sebabnya di makam itu
belum ada penanggalan, melainkan sabda Nabi bermakna tauhid,” tegas dia.

6
Selain itu, ketinggian makam itu dibanding 43 makam bersejarah lainnya, menjadi
alasan terdahulunya kedatangan Syekh Mahmud ketimbang para penyebar Islam lainnya.
“Dulu, Barus sekarang ini laut dan pantainya di perbukitan itu (menunjuk Bukit Papan Tinggi
sekira 200 meter di atas permukaan laut). Atau paling tidak dulunya daratan ini masih rawa-
rawa dalam. Seiring dengan perubahan ekologis, laut atau rawa-rawa itu jadi daratan,” kata
Djamaluddin. Bukti pendukung teori itu disebutkan banyaknya ditemukan batu karang di
daratan Barus sekarang, jika penggalian dilakukan hanya semeter dari permukaan tanah.

Dengan demikian Syekh Mahmud merupakan penyebar Islam pertama, sedangkan 43


ulama lainnya merupakan pengikut dan murid-muridnya, kata Ustaz Djamaluddin yang
merupakan tamatan Pesantren Purba Baru. Ke 43 makam ulama penyebar Islam itu di
antaranya, makam Syekh Rukunuddin, Tuanku Batu Badan, komplek Bukit Hasang, Tuanku
Ambar, Tuan Kepala Ujung, Tuan Sirampak, Tuan Tembang, Tuanku Kayu Manang, Tuanku
Makhdum, Syekh Zainal Abidin Ilyas, Syekh Ahmad Khatib Siddiq, dan makam Imam
Mua‟azhamsyah.

Selanjutnya makam Imam Chatib Miktibai, Tuanku Pinago, Tuanku Sultan Ibrahim bin
Tuanku Sultan Muhammadsyah Chaniago, dan makam Tuan Digaung serta beberapa makam
lainnya. Kesemua makam dari 43 ulama itu berada di Barus dan sekitarnya. Selain itu
keberadaan Islam di Barus berhubungan langsung dengan Islam di Aceh. Beberapa temuan
arsip kuno menunjukkan adanya tiga ulama Islam terhubungkan antara Barus dan Aceh.
Misalnya keberadaan ulama terkenal Syekh Hamzah Fansuri dan Syekh Syamsuddin as
Sumatrani paham keagamaan mereka berseberangan dengan Syekh Abdul Rauf as Singkili.

Diyakini banyak sejarawan Islam, kedua ulama terdahulu bermukim dan menyebarkan
pahamnya di Barus. Setelah paham Wujudiah mereka mendapat serangan dari Syekh Abdur
Rauf as-Singkili dan tidak diakui di Kerajaan Islam Samudera Pasai Aceh.

Hal sama terjadi juga terjadi terhadap keberadaan Islam di Minangkabau (Sumatera
Barat). Misalnya keberadaan seorang penguasa Islam asal Minangkabau bernama Sultan
Muhammadsyah Chaniago, disebut-sebut berasal dari Indrapuri merupakan pusat Kerajaan
Pagaruyung, Minangkabau. Namun, diakui, Islam sendiri tidak menyebar ke pedalaman Tano
Batak, karena adanya penolakan keras dari masyarakat setempat yang kental memegang adat
istiadat.

Menurut Ustaz Djamaluddin Batubara, etnis Batak dikenal sangat memegang teguh
adat istiadat melebihi apapun. Sedangkan adat-istiadat mereka pegang diperkuat dengan
ajaran lokal Parmalim. Namun patut dicatat awal masuknya Islam (di masa Syekh Mahmud
dan 43 ulama lainnya diperkirakan tidak ada penolakan malah terjadi sinkretisisme simbolik.
Namun pada periode kedua masuknya Islam (sekira abad 17 M) ajaran itu ditolak karena
berlawanan dengan adat kebiasaan masyarakat setempat. “Jelasnya, ketika Islam
Tauhid/Sufistik datang, tak ada penolakan. Baru ketika Islam Syari‟at datang, masyarakat
menolak,” tegas Djamaluddin Abdul Khalik.12

12
http://abdulkhalik-news.blogspot.co.id/2009/09/menelusuri-jejak-islam-barus.html

7
E. Kerajaan-Kerajaan Islam di Indonesia

1. Kerajaan Perlak
Kerajaan Perlak adalah kerajaan islam pertama di Nusantara. Kerajaan perlak berdiri
pada abad ke-3 Hijriyah (abad ke-9 Masehi).13
Disebutkan pada tahun 173 H, sebuah kapal berlabuh di Bandar Perlak membawa
angkatan dakwah di bawah pimpinan nahkoda khalifah. Kerajaan Perlak didirikan oleh Sayid
Abdul Aziz (Raja Pertama Kerajaan Perlak) dengan gelar Sultan Alaiddin Sayid Maulana
Abdul Aziz Syah. Menurut Prof. A. Hasjmy14 nahkoda khalifah diduga berasal dari keturunan
bani kkhalifash yang berasal dari Jazirah Arab.
Prof. Dr. Slamet Muljana menyatakan bahwa pada akhir abad ke-12, di pantai timur
Sumatra terdapat negara Islam bernama Perlak. Nama itu kemudian dijadikan Peureulak,
didirikan oleh para pedagang asing dari Mesir, Maroko, Persi dan Gujarat yang menetap di
wilayah itu sejak awal abad ke-12. Pendirinya adalah orang Arab suku Quraisy. Pedagang
Arab itu menikah dengan putri pribumi, keturunan Raja Perlak. Dari perkawinan tersebut ia
mendapat seorang anak bernama Sayid Abdul Aziz. Sayid Abdul Aziz adalah sultan pertama
negeri Perlak. Setelah dinobatkan menjadi sultan negeri Perlak, bernama Alauddin Syah.
Demikianlah ia dikenal sebagai Sultan Alaiddin Syah dari negeri Perlak. 15
Angkatan dakwah yang dipimpin nahkoda khalifah berjumlah 100 orang, yang terdiri
dari orang Arab, Persia dan India. Mereka ini menyiarkan Islam pada penduduk setempat dan
keluarga istana. Salah seorang dari mereka yaitu Sayid Ali dari suku Quraisy kawin dengan
seorang putri yakni Makhdum Tansyuri, salah seorang adik dari Maulah Perlak yang bernama
Syahir Nuwi. Dari perkawinan ini lahirlah Sayid Abdul Aziz, putra campuran Arab-Perlak
yang kemudian setelah dewasa dilantik menjadi raja Kerajaan Perlak pada tahun 225 H.
Adapun para raja Kerajaan Perlak adalah sebagai berikut:
1. Sultan Alaiddin Sayid Maulana Abdul Aziz Syah (840-864 M)
2. Sultan Alaiddin Maulana Abdur Rahim Syah (864-888 M)
3. Sultan Alaiddin Sayid Maulana Abbas Syah (888-913 M)
4. Sultan Alaiddin Sayid Maulana Ali Mughayat Sayah (915-928 M) terjadi pergolakan (918-
928 M)
5. Sultan Makhdum Alauddin Malik Abdul Kadir Syah Johan Berdaulat (928-932 M)

13
Dr. H. Muhammad Syamsu As, Ulama Pembawa Islam di Indonesia dan Sekitarnya, Jakarta: Lentera, 1996,
hlm. 9
14
Prof. A. Hasjmy, Sejarah Masuk dan Berkembangnya Islam di Indonesia, Bandung: AL-Maarif, 1981.
15
Prof. Dr. Slamet Muljana, Runtuhnya Kerajaan Hindu Jawa dan Timbulnya Negara-Negara Islam di
Nusantara, Yogyakarta: LkiS, Cetakan ke-4, 2007, hlm. 130.

8
6. Sultan Makhdum Alaiddin Malik Muhammad Amin Syah Johan Bardaulat (932-956 M)
7. Sultan Makhdum Abdul Malik Ibrahim Shah Johan Berdaulat (956-983 M).
2. Kerajaan Samudra Pasai
Kerajaan Samudra Pasai didirikan oleh Maurah Selu dengan gelar Sultan Al-Malikush
Shalih (1261-1289 M). Maurah Selu masih keturunan Raja Perlak, Mkahdum Sultan Malik
Ibrahin Johan Berdaulat. Samudra Pasai mengalami puncak kejayaan pada masa Sultan Malik
Azh-Zhahir.
Ibnu Batutah, seorang pengembara muslim, dalam Rihlah Ibnu Batutah (Travels of Ibn
Batutah) menyebutkan bahwa Ibnu Batutah tiba di Samudra Pasai pada zaman pemerintahan
Sultan Malikush Zhahir pada tahun 1345 M.
Adapun para raja yang pernah memerintah di Kerajaan Samudra Pasai adalah sebagai
berikut:
1. Sultan Malik Azh-Zhahir (1297-1326 M)
2. Sultan Mahmud Malik Azh-Zhahir (1326 M-1345 M)
3. Sultan Manshur Malik Azh-Zhahir (1345-1346 M)
4. Sultan Ahmad Malik Azh-Zhahir (1346-1383 M)
5. Sultan Zainal Abidin Malik Azh-Zhahir (1383-1405 M)
6. Sultan Nahrasiyah (1405 M)
7. Sultan Abu Zaid Malik Azh-Zhahir (1455 M)
8. Sultan Mahmud Malik Azh-Zhahir (1455-1477 M)
9. Sultan Zainal Abidin (1477-1500 M)
10. Sultan Abdullah Malik Azh-Zhahir (1500-1513 M)

Kerajaan Samudra Pasai berakhir tahun 1524 M, ketika direbut oleh Kerajaan Aceh
Darussalam di bawah pimpinan Sultan Ali Mughayat Syah.

3. Kerajaan Aceh Darussalam


Kerajaan Aceh Darussalam didirikan pada tahun 1524 M oleh Sultan Ali Mughayat
Syah.
Peletak Kerajaan Aceh Darussalam adalah Sultan Alauddin Rihayat Syah.
Kerajaan ini mencapai puncaknya pada masa Sultan Iskandar Muda (1608-1637 M).
Pada masanya Aceh menguasai seluruh pelabuhan di pesisir timur dan barat Sumatra. Ia
memerintah dengan keras dalam menentang penjajah Portugis. Setelah itu, kedudukannya
digantikan oleh Sultan Iskandar Tsani yang memerintah lebih liberal. Pada masanya
perkembangan ilmu pengetahuan Islam mengalami masa keemasannya. Akan tetapi, setelah

9
ia meninggal, semua penguasaanya dari kalangan perempuan (1641-1699 M), yaitu Sultanah
Shafiyatuddin Syah, dan Naqiyatuddin Syah sehingga kekuasaan mengalami kelemahan,
yang pada akhirnya pada abad ke-18 kebesarannya mulai menurun.
Pada masa kerajaan ini, perkembangan ilmu pengetahuan semakin maju. Pada masa ini
muncul tokoh-tokoh ulama seperti
1. Syakir Abdullah Arif (dari Arab)
2. Hamzah Al-Fanshuri (tokoh tasawuf)
3. Syamsuddin As-Sumatrani (1630 M), dan
4. Abdurrauf Singkel (1693 M)
4. Kerajaan Siak (Islam)
Kerajaan Siak terletak di Kepulauan Riau di Selat Malaka. Raja Islam pertama adalah
Sultan Abdul Jalil Rahmat Syah (1723-1746 M). Kerajaan Siak, yaitu di zaman Isam
memiliki wilayah yang cukup luas dan bernaung di bawah kekuasaan kerajaan Siak, baik
dalam penyebaran agama Islam maupun dalam menghadapi imperialise Portugis dan
Belanda. Kerajaan Siak memiliki peran yang sangat besar.
Raja-Rajanya adalah sebagai berikut.
1. Sultan Abdul Jalil Rahmat Syah (1723-1746 M)
2. Sultan Muhammad Abdul Jalil Muzafar Syah (1746-1756 M)
3. Sultan Ismail Abdul Jalil Jamaluddin Syah (1756-1766 M)
4. Sultan Abdul Jalil Alamuddin Syah (1766-1780 M)
5. Sultan Muhammad Ali Abdul Jalil Muazam Syah (1780-1782 M)
6. Sultan Yahya Abdul Jalil Muzafar Syah (1782-1784 M)
7. Sultan Sayid Syarif Ali Abdul Jalil Saifuddin (1784-1810 M)
8. Sultan Sayid Syarif Ibrahim Abdul Jalil Khaliluddin (1810-1815 M)
9. Sultan Sayid Syarif Ismail Abdul Jalil Saifuddin (1815-1864 M)
10. Sultan Sayid Syarif Qasim Saifuddin I (1864-1889 M)
11. Sultan Sayid Syarif Hasyim Saifuddin (1889-1908 M)
12. Sultan Sayid Syarif Qasim Saifuddin II (1908-1946 M)
5. Kerajaan Islam Palembang Darussalam
Pada awalnya Kesultanan Palembang termasuk dalam wilayah kekuasaan Kesultanan
Demak. Sultan pertama sekaligus pendiri kesultanan ini adalah Ki Gendeng Suro (1539-1572
M).

10
Pendapat lain menyatakan kerajaan Islam Palembang didirikan oleh Raja Pertama
Sultan Abdurrahman Kalifatul Mukminin Sayidil Islam (1659-1706 M), dengan gelar
Pangeran Aria Kusuma Abdurrahim.
Pengetahuan dan keilmuan Islam berkembang pesat dengan hadirnya ulama Arab yang
menetap di Palembang. Kesultanan Palembang menjadi Bandar transit dan ekspor lada karena
letaknya yang strategis. Belanda kemudian menghapus Kesultanan Palembang setelah
berhasil mengalahkan Sultan Mahmud Badarrudin. Salah satu peninggalan Kesultanan
Palembang adalah masjid agung Palembang yang didirikan pada masa kepemimpinan Sultan
Abdur Rahman.
6. Kerajaan Demak
Kerajaan Demak didirikan atas prakarsa para walisongo. Di bawah pimpinan Sunan
Ampel Denta. Walisongo bersepakat mengangkat Raden Fatah sebagai raja pertama Kerajaan
Demak. Ia mendapat gelar Senopati Jinbun Ngabdurrahman Panembahan Palembang Sayidin
Panataagama. Raden Fatah dalam menjalankan pemerintahannya, terutama dalam berbagai
permasalahan agama dibantu oleh para wali. Sebelumnya, Demak yang masih bernama
Bintoro merupakan daerah vasssal (kekuasaan) Majapahit yang diberikan Raja Majapahit
kepada Raden Fatah. Daerah ini semakin lama semakin berkembang menjadi daerah yang
ramai dan pusat perkembangan agama islam yang diselenggarakan para wali.
Masa kekuasaan pemerintahan Raden Fatah berlangsung kira-kira akhir abad ke-15 M
hingga awal abad ke-16 M. Disebutkan bahwa Raden Fatah adalah anak seorang Raja
Majapahit dari seorang ibu muslim keturunan Campa. Raden fatah merupakan raja pertama
Demak yang sangat berjasa dalam pengembangan agama islam di daerah wilayah
kekuasaannya. Ia digantikan oleh anaknya yang bergelr Pati Unus (Adipati Yunus) yang
terkenal dengan sebuatan pangeran Sabrang Lor. Ketika ia menggantikan kedudukan
ayahnya, Pati Unus baru berumur 17 tahun pada tahun 1507 M.
Setelah ia menduduki jabatan sebagai raja, ia merencanakan suatu serangan terhadap
Malaka. Semangat perangnya semakin memuncak ketika Malaka ditaklukan oleh Portugis
tahun1511 M. Serangan yang dilakukannya mengalami kegagalan karena kerasnya arus
ombak dan kuatnya pasukan Portugis sehingga akhirnya ia kembali ke Demak tahun 1513 M.
Sepeninggal Pati Unus, digantikan oleh Sultan Trenggono yang dilantik oleh Sunan
Gunungjati dengan gelar Sultan Ahmad Abdul Arifin. Sultan Trenggono memerintah tahun
1524-1546 M. Pada masa ini agama Islam berkembang sampai ke Kalimantan Selatan. Dalam
penyerangan ke Blambangan, Sultan Trengggono meninggal (1546 M) dan kedudukannya

11
digantikan oleh Jaka Tingkir yang berhasil membunuh Arya Penangsang. Pada masanya
inilah kemudian kerajaan Islam Demak dipindahkan ke Pajang.
Adapun para Sultan Kerajaan Demak adalah
1. Raden Patah (Sultan Fatah) (1478-1518 M)
2. Adipati Yunus (1518-1521 M)
3. Sultan Trenggono (1521- 1546 M)
4. Sunan Prawoto (1546-1546 M)
7. Keraajaan Pajang
Kerajaan Islam Pajang merupakan kelanjutan dari Kerajaan Islam Demak. Kerajaan
Pajang didirikan oleh Jaka Tingkir yang berasal dari Pengging. Ia adala menantu Sultan
Trenggono yang diberi kekuasaan di Pajang. setelah ia mengambil alih kekuasaan dari tangan
Aria Penangsang pada tahun 1546 M, seluruh kebesaran kerajaan dipindahkan ke Pajang, dan
ia bergelar Sultan Hadiwijaya.
Pada masanya pemerintahan Sultan Hadiwijaya, ia berusaha memperluas wilayah
kekuasaanya ke pedalaman ke arah timur sampai ke Madiun. Setelah itu ia menaklukkan
Blora pada tahun 1554 M, dan Kediri pada tahun 1577 M. Pada tahun 1581 M ia mendapat
pengakuan dari para raja di Jawa sebagai raja Islam. Pada masa pemerintahannya
kesusastraan dan kesenian keraton yang sudah maju di Demak dan Jepara lambat laun dikenal
di pedalaman Jawa. Demikian pula juga pengaruh Islam semakin kuat di pedalaman Jawa.
Sepeninggal Sultan Hadiwijaya pada tahun 1587 M kedudukannya digantikan oleh Aria
Penggiri, anak Sunan Prawoto, sementara anak Sultan Hadiwijaya, yaitu Pangenran Benowo
diberi kekuasaan di Jipang. Akan tetapi, ia mengadakan pemberontakan kepada Aria Penggiri
dengan mendapat bantuan dari Senopati Mataram. Usahanya berupa hak atas warisan
ayahnya. Akan tetapi, ia menolak tawaran tersebut dan hanya meminta pusaka Kerajaan
Pajang untuk dipindahkan ke Mataram. Dengan demikian, Kerajaan Pajang berada di bawah
perlindungan Mataram, yang kemudian menjadi daerah kekuasaan Mataram.
8. Kerajaan Mataram Islam
Kerajaan Islam Mataram didirikan oleh Panembahan Senopati. Setelah permohonan
Senopati Mataram atas penguasa Pajang berupa pusaka kerajaan dikabulkan, keinginannya
untuk menjadi raja sebenarnya telah terpenuhi. Sebab dalam tradisi Jawa, penyerahan seperti
itu berarti penyerahan kekuasaan. Senopati berkuasa sampai tahun 1601 M. Sepeninggalnya,
ia digantikan oleh putranya yang bernama Mas Jolang yang terkenal dengan Sultan Seda ing
Krapyak yang memerintah sampai tahun 1613 M. Sultan Seda Ing Krapyak kemudian

12
digantikan oleh Sultan Agung yang bergelar Sultan Agung Hanyokrokusuma Sayidin
Panataagama Khalifatullah ing Tanah Jawi (1613-1646 M).
Pada masa pemerintahan Sulatan Agung inilah kontak bersenjata antara Kerajaan
Mataram Islam dengan VOC mulai terjadi. Pada tahun 1646 M. Sultan Agung digantikan
oleh putranya, yaitu Amangkurat I. Pada masanya terjadi perang saudara dengan Pangeran
Alit yang mendapat dukungan dari para ulama. Akibatnya antara pendukungnya dibantai
pada tahun 1647 M. Pemberontakan itu kemudian diteruskan oleh Raden Kejoran 1677 dan
1678 M. Pemberontakan-pemberontakan seperti itulah yang meruntuhkan kerajaan Islam
Mataram.
9. Kerajaan Cirebon
Kerajaan Islam Cirebon merupakan kerajaan Islam pertama di daerah Jawa Barat.
Kerajaan ini didirikan oleh Sunan Gunungjati diperkirakan lahir pada tahun 1448 M dan
wafat pada tahun 1568 M dalam usia 120 tahun. Karena kedudukannya sebagai Walisongo, ia
mendapat penghormatan dari raja-raja di Jawa seperti Demak dan Pajang. Setelah Cirebon
resmi berdiri sebagai sebuah kerajaan Islam yang merdeka dari kekuasaan Pajajaran, Sunan
Gunungjati berusaha meruntuhkan Pajajaran yang masih belum menganut ajaran islam.
Dari Cirebon, Sunan Gunungjati mengembangkan ajaran agama Islam ke daerah-daerah
lain di Jawa Barat, seperti Majalengkam, Galuh, Sunda Kelapa dan Banten.
Setelah Sunan Gunungjati wafat, ia digantikan oleh cicitnya yang bergelar Pangeran
Ratu atau Panembahan Ratu. Panembahan Ratu wafat pada tahun 1650 M dan digantikan
putranya yaitu Panembahan Girilaya. Sepeninggalnya kesultanan Cirebon oleh dua orang
putranya, yaitu Matrawijaya atau Panembahan Sepuh yang memerintah Kesultanan
Kesepuhan dengan gelar Syamsuddin, dan Kartawijaya atau Panembahan Anom yang
memerintah Kesultanan Kanoman dengan gelar Badruddin.

13
BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan

Islam datang ke Indonesia (Nusantara) melalui para pedagang dengan damai, bukan
melalui perang atau kekerasan, paksaan Penerimaan Islam melalui beberapa saluran
sebagaimana yang dijelaskan Musyrifah Sunanto:

a. Melalui perdagangan oleh para pedagang yang telah melakukan pelayaran.

b. Dilakukan oleh para muballig datang bersama para pedagang, juga para sufi, mereka
adalah para sufi pengembara.

c. Melalui perkawinan pedagang muslim, muballig dengan anak bangsawan Indonesia.

d. Para pedagang yang sudah mapan, mereka mendirikan pusat pendidikan dan pusat
penyebaran Islam. Kerajaan Samudera Pasai misalnya adalah sebagai pusat dakwah.

e. Melalui para sufi dengan kelompok tarekatnya, menyebar ke Nusantara

Terdapat perbedaan pandangan siapa yang membawa Islam ke Indonesia yang


mengatakan membawanya berasal dari Cina, Gujarat dan Jazirah Arab yang merupakan
berasal dari tanah kemunculannya. Namun Aceh (1985) yang mengambil jalan tengah
mengatakan bahwa penyiar Islam pertama di Indonesia tidak hanya terdiri dari saudagar India
dari Gujarat, tetapi juga terdiri dari muballigh-muballigh Islam dari bangsa Arab.

Kedatangan Islam lebih dahulu datang di Kawasan MelayuNusantara jika dibandingkan


dengan kawasan lainnya seperti Jawa, Sulawesi, Kalimantan, dan lainnya. Dalam keterangan
sejarah tempat mula-mula Islam datang adalah Aceh, kerajaan Pase atau Pasai,di Palembang,
di Banten, Cirebon, Kudus, Tuban, Giri (Gresik) dan Ampel (Surabaja).

B. Saran

Saya ucapkan terimakasih kepada para pembaca yang telah menyempatkan waktunya
untuk membaca tulisan kami. Kami selaku penulis tentu sangat menyadaari bahwa makalah
yang kami buat ini jauh dari kata sempurna, oleh sebab itu penulis mengharapkan kritik serta
saran yang membangun dari para pembaca agar menjadi evaluasi bagi kami.

14
DAFTAR PUSTAKA

Abdullah, R. (2015). Kerajaan Islam Demak: Api Revolusi Islam di Tanah Jawa. Sukoharjo:
Al-Wafi Publishing.

Amin, S. M. (2018). Sejarah Peradaban Islam. Wonosobo: Amzah Publishing.

Helmiati. (2014). Sejarah Islam Asia Tenggara. Riau: LPPKM UIN Sultan Syarif Kasim .

Muktarruddin. (2017). Sejarah Dakwah. Medan: Perdana Publishing.

Putuhena, S. (2007). Historiografi haji Indonesia . Yogyakarta: LKIS Publishing.

Qoyim, A. (2021). Sejarah Pemikiran Ekonomi Islam . Jakarta: Bank Indonesia.

Sunanto, M. (2002). Sejarah Peradaban Islam Indonesia . Jakarta: Raja Grafindo.

15

Anda mungkin juga menyukai