Anda di halaman 1dari 18

POLA PERKEMBANGAN DAKWAH DI INDONESIA

Makalah ini dibuat untuk memenuhi tugas


Mata Kuliah Lintas Dakwah dan Budaya

Dosen Mata Kuliah


Elis Mayanti

Disusun Oleh :

SERIBULAN
Nim:19140007

PROGRAM STUDI KOMUNIKASI PENYIARAN ISLAM


SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM NEGERI
MANDAILING NATAL
(STAIN MADINA)
TAHUN 2021
KATA PENGANTAR

Puji syukur ke hadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat dan
hidayah-Nya sehingga Penulis dapat menyelesaikan tugas makalah yang berjudul
POLA PERKEMBANGAN DAKWAH DI INDONESIA tepat pada waktunya.
Adapun tujuan dari penulisan dari makalah ini adalah untuk memenuhi
tugas pada mata kuliah Lintas Dakwah dan Budaya. Selain itu, makalah ini juga
bertujuan untuk menambah wawasan bagi para pembaca dan juga bagi penulis.
Penulis mengucapkan terima kasih kepada bapak/ibu dosen, selaku dosen
pada mata kuliah ini yang telah memberikan tugas ini sehingga dapat menambah
pengetahuan dan wawasan sesuai dengan bidang studi yang Penulis tekuni.
Penulis juga mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah
membagi sebagian pengetahuannya sehingga Penulis dapat menyelesaikan
makalah ini.
Penulis menyadari, makalah yang Penulis tulis ini masih jauh dari kata
sempurna. Oleh karena itu, kritik dan saran yang membangun akan Penulis
nantikan demi kesempurnaan makalah ini.

Panyabungan, Juni 2021


Penulis

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR....................................................................................... i
DAFTAR ISI ..................................................................................................... ii
BAB I PENDAHULUAN ............................................................................ 1
A. Latar Belakang............................................................................... 1
B. Rumusan Masalah.......................................................................... 1
C. Tujuan............................................................................................ 2
BAB II PEMBAHASAN ............................................................................... 3
A. dakwah Sebelum Masa Penjajahan (Masa Wali)......................... 3
B. pola Dakwah pada Masa Penjajahan (Pesantren dan Organisasi
Islam)............................................................................................ 7
C. Dakwah pada Masa Orde Baru..................................................... 10
D. Dakwah pada Masa Reformasi..................................................... 12
BAB III PENUTUP ........................................................................................ 14
Kesimpulan ........................................................................................ 14
DAFTAR PUSTAKA

ii
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Perkembangan dakwah Islam di Indonesia, pada dasarnya sejalan dengan
masuknya Islam di Indonesia pada sekitar abad 7 M atau abad pertama hijriah.
Adapun kajian tentang dakwah di Indonesia masih relatif baru.  Pembahasan
dakwah bermula dari pembahasan khutbah dan dakwah dalam pengertian yang
relatif terbatas. Dakwah pada ketika itu dipahami sebagai kegiatan khutbah dan
tabligh dalam arti sempit.
Aktivitas-aktivitas dakwah banyak dilakukan oleh organisasi keagamaan
yang lebih berorientasi kepada pengembangan agama islam diberbagai kalangan
masyarakat. Dimana keterlibatan organisasi-organisasi dakwah dalam
pengembangan ilmu dakwah juga dapat dirasakan pengaruhnya.
Secara akademisi, kajian mengenai ilmu dakwah di Indonesia telah
dimulai sejak tahun 1950, sejak adanya Perguruan Tinggi Agama Islam. Para
pakar sejarah berpendapat bahwa masuk Islamnya penduduk Nusantara sacara
besar-besaran pada abad tersebut disebabkan saat itu kaum muslimin sudah
memiliki kekuatan politik yang berarti. Yaitu, ditandai dengan berdirinya
beberapa kerajaan bercorak Islam,  seperti Kerajaaan Aceh Darussalam, Malaka,
Demak, Cirebon, serta Ternate. Para penguasa Kerajaan-kerajaan ini berdarah
campuran, keturunan raja-raja pribumi pra-islam dan para pendatang Arab.
Pesatnya islamisasi pada abad ke-14 dan 15 M antara lain juga disebabkan oleh
surutnya kekuatan dan pengaruh Kkerajaan-kerajaan Hindu atau Buddha di
Nusantara, seperti Majapahit, Sriwijaya, dan Sunda

B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana pola dakwah Sebelum Masa Penjajahan (Masa Wali)?
2. Bagaimana pola Dakwah pada Masa Penjajahan (Pesantren dan Organisasi
Islam)?
3. Bagaimana Dakwah pada Masa Orde Baru?
4. Bagaimana Dakwah pada Masa Reformasi??

1
C. Tujuan Masalah
1. Untuk memahami pola dakwah Sebelum Masa Penjajahan (Masa Wali)
2. Untuk memahami pola Dakwah pada Masa Penjajahan (Pesantren dan
Organisasi Islam)
3. Untuk memahami Dakwah pada Masa Orde Baru
4. Untuk memahami Dakwah pada Masa Reformasi
5.

2
BAB II
PEMBAHASAN

A. SEBELUM MASA PENJAJAHAN (MASA WALI)


Sampai dengan abad ke-8 H/14 M,  belum ada pengislaman penduduk
pribumi Nusantara secara besar-besaran. Baru pada abad ke-9 H/14 M, penduduk
pribumi memeluk Islam secara massal. Para pakar sejarah berpendapat bahwa
masuk Islamnya penduduk Nusantara sacara besar-besaran pada abad tersebut
disebabkan saat itu kaum muslimin sudah memiliki kekuatan politik yang berarti.
Yaitu, ditandai dengan berdirinya beberapa kerajaan bercorak Islam,  seperti
Kerajaaan Aceh Darussalam, Malaka, Demak, Cirebon, serta Ternate. Para
penguasa Kerajaan-kerajaan ini berdarah campuran, keturunan raja-raja pribumi
pra-islam dan para pendatang Arab. Pesatnya islamisasi pada abad ke-14 dan 15
M antara lain juga disebabkan oleh surutnya kekuatan dan pengaruh Kkerajaan-
kerajaan Hindu atau Buddha di Nusantara, seperti Majapahit, Sriwijaya, dan
Sunda. Thomas Arnold dalam The Preaching of Islam mengatakan bahwa,
kedatanagan Islam bukanlah sebagai penakluk seperti halnya angsa Portugis dan
Spayol. Islam datang ke Asia Tenggara dengan jalan damai, tidak dengan pedang,
tidak dengan merebut kekuasaan politik. Islam masuk ke Nusantara dengan cara
yang benar-benar menunjukkan sebagai rahmatan lil’alamin.
Dalam literatur yang beredar dan menjadi arus besar sejarah, masuknya
Islam ke Indonesia selalu diidentikkan dengan penyebaran agama oleh orang
Arab, Persia, ataupun Gujarat. Namun ada penemuan lain dimana yang ditulis
oleh Slamet Mulyana ini berhasil memberikan satu warna lain, yaitu bahwa Islam
di Nusantara tidak hanaya berasal dari wiayan India dan Timur Tengah, akan
tetapi juga dari Cina, tepatnya Yunan. Dipaparkan bermula dalam pergaulan
dagang antara muslim Yunan dengan penduduk Nusantara. Pada kesempatan
itu  terjadilah asimilasi budaya lokal dan agama Islam yang salah satunya berasal
dari Dratan Cina. Diawali saat armada Tiongkok Dinasti ming yang pertama kali
masuk Nusantara melalui Palembang tahun 1407. Saat itu mereka mengusir
perombak-perombak dari Hokkian Cina yang telah lama bersarang disana.

3
Kemudian Laksamana Cheng Ho membentuk Kerajaan Islam di Palembang.
Kendati Kerajaan Islam di Palembang terbentuk lebih dahulu, namun dalam
perjalanannya sejarah Kerajaan Islam Demaklah yang lebih dikenal.
Sementara itu, dalam sejarah penyebaran agama Islam terutama di Pulau
Jawa banyak ditemukan literatur bahwa pada masa awal, da’i sebagai penyebar
Islam banyak dipegang peranannyaoleh para “wali sembilan” yang lebih dikenal
dengan “walisongo”. Kata wali berasal dari Al-Qur’an yang banyak memiliki arti
antara lain: penolong, yang berhak, yang berkuasa. Wali juga memiliki
arti pengawal, kekasih, ahli waris, dan pengurus. Walisongo disini
diartikansebagai sekumpulan orang (semacam dewan dakwah) yang dianggap
memiliki hak untuk mengajarkan Islam kepada masyarakat Islamdi bumi
Nusantara pada zamannya.1
Sedangkan metode yang dikembangkan oleh para wali dalam gerakan
dakwahnya adalah lebih banyak melalui media kesenian budaya setempat
disamping melalui jalur sosial-ekonomi. Sebagai contoh adalah dengan media
kesenian wayang dan tembaga-tembaga Jawayang dimodifikasi dan disesuaikan
oleh para wali dengan konteks dakwah.dan sebagai gambaran spesifiknya dakwah
yang dikembangkan oleh masing-masing pada wali sembilan tersebut dapat kita
analisis sebagai berikut:
1. Maulana Malik Ibrahim
Nama lain dari Maulana Malik Ibrahim adalah Maulana Magribi, dan
Maulana Ibrahim. Pola dakwah Islam yang berhasil beliau kembangkan adalah
sebagai berikut:
a. Bergaul dengan para remaja. Dengan bergaul dan berinteraksi dengan para
remaja inilah Maulana Malik Ibrahim akan lebih mudah dalam
menyebarkan dakwahnya.
b. Membuka pendidikan pessantren. Anak-anak yang ingin belajar ilmu
agama ditampung dalam pesantren. Mereka diperkenalkan secara langsung
cara melaksanakan ajaran Islam.

1
Asep Muhyiddin, Agus Ahmad Safe’i, Metode Pengembangan Dakwah, (Bandung: CV Pustaka
Setia, 2002), hal.124.

4
2. Sunan Ampel
Gelar sunan Ampel adalah Raden Rahmat, sedangkan nama mudanya
adalah Ahmad Rahmatullah. Beliau adalah putra dari Ibrahim Asmorokandi
seorang ulama kamboja yang kemudian menikah dengan seorang putri Majapahit.
Beberapa pola yang dikembangkan oleh Sunan Ampel adalah:
a. Menyerukan dan melanjutkan perjuangan yang telah dilakukan wali
sebelumnya, yaitu Maulana Malik Ibrahim. Yaitu dengan mengadakan
pendidikan bagi masyarakat.
b. Menyiapkan dan melatih generasi-generasi Islam yang dapat di andalkan.
c. Membangun hubungan silaturrahmi dan persaudaraan dengan putra
pertiwi (pribumi).
d. Mempelopori pendirian Masjid Agung Demak.
e. Melebarkan wilayah dakwahnya, yaitu dengan mengutus para
kepercayaannya untuk berdakwah ke wilayah lain.
3. Sunan Giri
Nama lain dari Sunan Giri adalah Joko Samudro, Raden Paku, Prabu
Satmata.selain nama tersebut beliau juga memiliki gelar, yaitu Sultan Abdul Faqih
karena sangat yakin dan mendalam ilmu fikihnya. Beliau adalah putra dari
Maulana Ishak. Secara keseluruhan pola dakwah yang telah dikembangkan beliau
adalah:
a. Membina kader da’i inti, yaitu mereka yang dididik di perguruan Giri.
b. Mengembangkan Islam kelua Jawa.
c. Menyelenggarakan pendidikan bagi masyarakatsecara luas.
4. Sunan Kudus
Nama lain dari Sunan Kudus ini adalah Ja’far Shadiq, Raden Undung atau
Raden untung, dan Raden Amir Haji. Sunan Kudus terkenal sebagai ualam besar
yang menguasai ilmu hadis, ilmu tafsir Al-Qur’an, ilmu sastra, dan terutama ilmu
fikih. Pola dakwah yang dikembangkannya banyak bercorak pada bidang
kesenian.
5. Sunan Bonang

5
Jika sunan Giri mendapat gelar Prabu Sumatra, maka Sunan Bonang
mendapat julukan nama Prabu Nyokrokusumo. Namun ketika remaja Sunan
Bonang memiliki nama Makhdum Ibrahim. Beliau adalah putra Sunan Ampeldan
Nyai Ageng Manila. Adapun program yang dikembangkannya adalah:
a. Memberdaya dan peningkatan jumlah dan mutu kader da’i. Yaitu dengan
mendirikan pendidikan dan dakwah Islam.
b. Memasukkan pengaruh Islam kedalam kalangan bangsawan keraton
Majapahit.
c. Terjun langsung di tengah-tengah masyarakat
d. Melakukan kodifikasi atau pembukuan dakwah.

6. Sunan Drajat
Nama asli dari Sunan Drajat adalah Syarifuddin Hasyim, merupakanputra
dari sunan ampel. Dalam kehidupan sehari-harinya beliau dikenal
sebagi waliyullah yang bersifat sosial, dimana dalam menjalankan
aktivitasdakwahnya beliau tidak segan-seganuntuk menolong masyarakat. Adapun
pola dakwah yang dikembangkannya adalah:
a. Mendirikan pusat-pusat atau pos-pos bantuan yang diatur sedemikian
rupa.
b. Menbuat kampung-kampung percontohan.
c. Menanamkan ajaran yang kolektivitas, yaitu ajaran untuk bergotong
royong dimana yang kuat menolong yang lemah.

7. Sunan Gunung Jati


Sunan Gunung Jati atau nama lengkapnya adalah Syarif Hidayatullah
putra dari Syaif Abdullah dan Nyai Larasantang. Strategi metode pengembangan
dakwah yang dilakukan Sunan Jati lebih terfokus pada job desciption atau
pembagian tugas antaranya adalah dengan melakukan:
a. Melakukan pembinaan intern kesultanan dan rakyat yang masuk wilayah
Demak di tangan wali senior.

6
b. Melakukan peminaan terhadap luar daerah dengan
menyerahkantanggung jawabnya kepada pemuda

8. Suan Kalijaga
Sunan Kalijaga memiliki nama lain Muhammad Said atu Joko Said. Putra
dari Raden Wilotileto merupakan seorang bupati Tuban. Sunan Kaligaja
merupakan wali yang paling dekat dengan masyarakat Muslim Tanah Jawa
melebihi yang lainnya. Pola dakwah yang telah dikembangkannya adalah:
a. Mendirikan pusat pendidikan di Kadilangu
b. Berdakwah lewat kesenian
c. Memasukkan hikayat-hikayat Islam ke dalam permainan wayang.

9. Sunan Muria
Nama lain dari Sunan Muria adalah Raden Prawoto, Raden Umat Syahid.
Beliau adalah putra dari Sunan Kalijaga dan Dewi Saroh. Beliau juga merupakan
seorang ahli sufi atau ahli tasauf.

B. DAKWAH PADA MASA PENJAJAHAN (PESANTREN DAN


ORGANISASI ISLAM)
Dengan masuk Islamnya penduduk pribumi Nusantara dan terbentuknya
pemerintahan-pemerintahan Islam di berbagai daerah kepulauan ini,
perdagangandengan kaum muslimin dari pusat dunia Islam menjadi semakin erat.
Orang Arab yang bermigrasi ke Nusantara juga semakin banyak. Yang terbesar
diantaranya adalah berasal dari Hadramaut, Yaman. Dalam Tarikh Hadramaut,
migrasi ini bahkan dikatakan sebagai yang terbesar sepanjang sejarah Hadramaut.
Namun setelah bangsa-bangsa Eropa Nasrani berdatangan dan dengan rakusnya
menguasai daerah demi daerah di Nusantara, hubungan dengan pusat dunia Islam
seakan terputus.
Terutama pada abad ke-17 dan 18 Masehi. Penyebabnya, selain karena
kaum muslimin Nusantara disibukkan oleh perlawan menentang penjajahan, juga

7
karena berbagai peraturan yang  diciptakan oleh kaum kolonialis. Setiap kali para
penjajah terutama Belanda menundukkan Kerajaan Islam di Nusantara, mereka
pasti menyodorkan perjanjian yang isinya melarang Kerajaan tersebut
berhubungan dagang dengan dunia luar kecuali melalui mereka. Maka terputuslah
hubungan umat Islam Nusantara dengan umat Islam dari bangsa-bangsa lain yang
telah terjalin beratus-ratus tahun. Keinginan kaum kolonialis untuk menjauhkan
umat Islam Nusantara dengan akarnya, juga terlihat dari kebijakan mereka yang
mempersulit pembauran antara orang Arab dengan pribumi.
Dengan demikian, pada masa ini semangat dakwah banyak diwarnai
dengan jihad melawan kolonial penjajahan. Terlepas dari itu semua pada masa ini
pola dakwah dapat diklasifikasikan menjadi dua bentuk, yaitu:
1. Masa Penjajahan (Pesantren dan Organisasi Islam)
a. Pesantren
Pesantren berarti tempat tinggal para santri. Istilah santri sendiri berasal
dari bahasa Tamil “sattiri” yang berarti orang yang tinggal di sebuah
rumah miskin atau bangunan keagamaan secara umum. Mengenai asal
mula pesantren terjadi perbedaan pendapat, yaitu pertama, pesantren
berasal dari masa sebelum masa Islam serta memiliki kesamaan dengan
Buddha dalam bentuk asrama. Sementara itu,
pendapat kedua, mengatakan bahwa pondok pesantren merupakan
pranata asli Islam, yang lahir dari pola kehidupan tasawuf, yang pada
perkembangannya telah merambah di beberapa wilayah Islam. Hal ini
disadari bahwa produk pesantren adalah pranata pendidikan asli Islam,
pesantren lahir dari pola kehidupan tasawuf, yang berkembang di
beberapa wilayah Islam Timur Tengah dan Afrika Utara yang dikenal
dengan zaman Zawiyat.

b. Dakwah dalam bentuk Organisasi Islam


Bersamaaan dengan kebangkitan beberapa Kerajaan islam di Nusantara,
muncul pula kelompok-kelompok pedangan asing yang memiliki tujuan
monopoli perdagangan. Maka sejak itu terjadi persaingan yang kemudian

8
melahirkan konflik fisik awal abad ke -17 hingga awal abad ke-20. Pada
masa ini sejarah umat islam banyak dikonsentrasikan untuk melawan
kolonial penjajahan. Fenomena tersebut telah menjadikan agama dimana
agama atau menurut George McTurnan Kahin disebut sebagai “senjata
ideologis” untuk melakukan perlawanan terhadap kolonial Belanda.
Waktu tepat untuk mengadakan perubahan akhirnya datang pula.
Struktur penjajahan yang ingin menciptakan Pax Nederlanca telah
menumbuhkan efek sampingan yang menguntungkan umat islam
Indonesia. Penindasaan yang diserita telah melahirkan solidaritas
persamaan nasib islam bagi bangsa indonesiaidentik dengan  tanah air.

2. Masa Kemerdekaan
Setelah berhasil menghancurkan kekuatan penjajahan Belanda dan Jepang,
maka terbukalah peluang bangsa Indonesia untuk memproklamirkan
kemerdekaan, yaitu pada tanggal 17 Agustus 1945. Namun perjalanan bangsa ini
untuk selanjutnya masih panjang. Khusu bagi perjuangan kaum muslimin ttidak
berhenti sampai disini, akan tetapi banyak sekali yang harus diperjuangkan dalam
menegakkan Islam, dan melakukan ini tidaklah mudah, banyak rintangan dan
halangan yang harus dihadapi.
Dengan adanya Proklamasi Kemerdekaan, pada tanggal 22 Oktober 1945,
NU mengeluarkan resolusi jihad untuk mempertahankan Tanah Air, bangsa, dan
agama. Resolusi itu berisikan permohonan kepada Pemerintah RI supaya
menentukan sikap dan tindakan yang nyata serta sepadan terhadap usaha-usaha
yang membahayakan kemerdekaan agama dan negara Indonesia, terutama
terhadap pihak Belanda dan kaki tangannya. Dan supaya memerintahkan kepada
umat Islam untuk melanjutkan perjuangan fisabilillah dalam tegaknya RI merdeka
dan agama Islam. Dan resolusi jihad inilah kemudian yang mendorong timbulnya
pertempuran anatar bangsa Indonesia dan Inggris di Surabaya pada 10 November
1945.2

2
Wahyu Ilaihi dan Harjani Hefni Polah, Pengantar Sejarah Dakwah, (Jakarta: Prenada Media
Grup, 2015), hal.171-208.

9
Pemerintah yang baru dibentuk oleh koalisi muslim dan beberapa
nasionalis, antara lain dari Masyumi, Nahdatul Ulama, PNI, dan PKI. Meskipun
tahun-tahun peperangan pihak muslim merupakan kekuatan o rganisasi politik
yang besar, namun pada masa ini kekuasaan mereka berada dibawah partai
nasionalis Indonesia. Tuntutan kalangan muslim sehubungan dengan konstitusi
dan institusi republik baru ini hanya sebagian yang terpenuhi. Pada awalnya
kelompok muslim berhasil menyusupkan perjuangan dalam “Piagam Jakrta”
sebuah persyaratan; “Kewajiban bagi setiap muslim untuk menjalankan
syariatnya”, namun kalangan nasionalis condong pada Pancasila, yang terdiri dari
prinsip keyakinan kepada Tuhan, nasionalisme, humanitarianisme, demokrasi, dan
keadilan sosial.

C. DAKWAH PADA MASA ORDE BARU


Masa kekuasaan pemerintahan Orde Baru yang berlangsung kurang lebih
32 tahun, merupakan masa yang tidak singkat. Dengan demikian banyak
fenomena yang terjadi dalam dunia Islam. Pemerintah orde Baru telah melakukan
rekonstruksi yang sangat mendasar, terutama pembangunan ekonomi dan sosial
politik. Dalam menjalankan roda pemerintahannya Orde Baru lebih terfokus pada
stabilitas politik guna mendukung kedamaian kehidupan nasional. Maka,
terciptalah sistem yang disebut dengan Trilogi Pembangunan, yaitu menciptakan
sistem baru dengan konsep, “Pemerataan, Pertumbuhan Ekonomi, dan Stabilitas
Nasional”.
Di masa Orde Baru ada tiga periode yang dapat dipetakan dalam melihat
perkembangan islam.
a. Periode 1970-an
Periode ini merupakan periode awal, mencerminkan pola hubungan yang
hegemonik antara Islam dan Orde Baru. Periode ini ditandai dengan
kuatnya negara yang secara indopolitik menguasai wacana pemikiran
sosial politik dikalangan masyarakat. Pada 1970-an, tanpa bukti-bukti
yang jelas kelompok agama sering dituduh ingin menjadikan Islam
sebagai Ideologi negara dan mendirikan negara Islam. Pada 1973, rezim

10
Orde Baru membuat dua dua kebijakan yang oleh Hefner (1993:2-4) dan
Santoso (1995:4) disebut ‘anti-Islamic’, yaitu memasukkan aliarn
kebatinan kedalam GBHN dan mengajukan Rancangan Undang-Undang
Perkawinan yang sangat membatasi kewenangan Pengadilan Agama.
Namun akhirnya kedua rancangan tersebut diubah atas tekanan tokoh-
tokoh agama.
b. Periode 1980-an
Periode ini merupakan hermonisasi islam dan Orde Baru yang banyak
bersifat ..... yakni suatu hubungan yang mengarah pada  tumbuhnya saling
pengertian timbal balik serta pemahaman diantara kedua belah pihak. Pada
periode ini terjadi ledakan kaum cerdas pandai (Intellectual boom), dan ini
juga sangat berpengaruh pada kehidupan umat muslim, karena secara
demografis mayoritas penduduk Indonesia adalah Islam dan ini merupakan
sebuah potensi.
c. Periode 1990-an
Harmonisasi Islam dan pemerintah Orde Baru berkembang menjadi sangat
akomodatif, berkat artikulasi dan peranan cendekiawan muslim. Hal ini
semakin rensponsifnya birokrasi Orde Baru terhadap islam yang antara
lain ditandai dengan hadirnya sejumlah kebijakan yang mengakomodasi
aspirasi umat islam. Dari kebijakan inilah kemudian melahirkan berbagai
era baru dalam dunia keislaman indonesia. Sebaliknya disisi lain, terjadi
sebuah paradoks dikalangan Islam Indonesia, paham modernisasi
merupakan persoalan yang relatif baru. Apalagi mereka dihadapkan pada
kenyataan modernisasi yang telah menjadi pilihan Orde Baru dengan
menempatkan referensi ideologis nyata-nyata berakibat Berat. Umat islam
pada waktu itu dihadapkan pada dua dilema, yaitu partisipasi atau
mendukung Orde Baru yang berarti mendukung modernisasi yang berasal
dari Barat, sementara pilihan kedua adalah menolak dengan konsekuensi
kehilangan kesempatan dalam berperan aktif dalam program
pembangunan. Dan inilah yang kemudian menimbulkan beberapa pola
yang berkembang dalam masyarakat.

11
1. Pola apologi, namun kemudian dengan usaha menyesuaikan diri dan
adaptasi terhadap proses adaptasi. Sebagian yang lain telah mengambil
alih nilai-nilai barat, disertai dengan konflik batin sama sekali.
2. Apologi terhadap ajaran-ajaran Islam, tetapi menolak modernisasi yang
dinilai sama dengan westernisasi dan sekularisasi.
3. Tanggapan yang kreatif, dengan menempuh jalan dialogis yang
mengutamakan pendekatan intelektual dengan menanggapi
modernisasi.

D. MASA REFORMASI
Sejak lengsernya kekuasaan Orde Baru, yaitu dengan diturunkannya
Presiden Soeharto pada bulan Mei 1998, maka tampuk kepemimpinan sementara
beralih kepada BJ. Habibie. Pemerintahan yang dipegangnya merupakan
pemerintahan transisional. Setidaknya sering dikatakan oleh Habibie sendiri
pemerintahan yang dimaksudkan adalah pemerintahan untuk mengantar
masyarakat Indonesia agar dapat keluar dari krisis dengan pemilihan umum 1994
sebagai salah satu parameternay. Akan tetapi, dalam konteks Indonesia
pemerintahan tersebut biasa disebut dengan reformasi.
Pada saat peralihan tampuk pemerintahan dari Soeharto ke Habibie,
kondisi masyarakat Indonesia saat itu berada dalam masa krisis multidimensi,
yang awalnya berasal dari persoalan moneter dimana terdepresinya rupiah pada
level yang sangat memprihatinkan, dan kemudian berujung pada krisis ekonomi,
sosial, budaya, dan politik. Dan ini merupakan agenda utama yang harus
diselesaikan oleh pemerintah transisi. Sementara itu, disisi lain sejak tumbangnya
Orde Baru, kehidupan politik Tanah Air yang selama ini terbelenggu atau
terhegemoni menjadi terbuka secara luas. Seiring dengan itu akibat yang langsung
mencuat kepermukaan adalah dengan bermunculan parta-partai baru termasuk
partai yang menamakan diri sebagai partai Islam. Masa inilah yang kenudian
sementara orang maengatakan sebagai “repolitisasi Islam” dalam artian maraknya
kehidupan politik islam. Diantara partai Islam dan berbasis massa Islam yang lahir

12
pada saat itu adalah Partai Umat Islam (PUI), Partai Bulan Bintang (PBB), PKB,
Partai Keadilan, PAN.
Aktivitas pemikiran dan aktivisme politik Islam yang telah berlangsung
membawa angin segar dalam kehidupan umat Islam khususnya dalam
menyalurkan aspirasi umat, tidak menjadikan mereka sebagaimesin suara saja.
Akan tetapi, munculnya kekuatan politik Islam sebagai ruang publik atau public
sphere terbuka lebih luas.
Akan tetapi, kondisi keterbukaan Habibie ini sedikit berdampak negatif,
yaitu lepasnya Timor Leste atau Timor-Timur dari kekuasaan Republik Indonesia.
Selama masa pemerintah Habibie walau tidak berlangsung lama, akan tetapi telah
memberikan angin segar bagi kehidupan dakwah massyarakat muslim dimana
merekalebih terbuka lebar dalam melakukan aktivitas keagamaan. Paling tidak
kegiatan organisasi atau lembaga Islam dalam melakukan aktivitas sedikit banyak
tidak dicurigai sebagai aktivitas yang membahayakan atau dianggap subversif
terhadap negara sebagaimana pada masa sebelumnya. Masyarakat lebih leluasa
dalam menyuarakan pesan-pesan agama lewat media-media yang ada. Paling
tidak perjuangan umat Islam secara sosial politik pada masa ini mengalami
perubahan lebih kondusif.

13
BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
Sampai dengan abad ke-8 H/14 M,  belum ada pengislaman penduduk
pribumi Nusantara secara besar-besaran. Baru pada abad ke-9 H/14 M, penduduk
pribumi memeluk Islam secara massal. Para pakar sejarah berpendapat bahwa
masuk Islamnya penduduk Nusantara sacara besar-besaran pada abad tersebut
disebabkan saat itu kaum muslimin sudah memiliki kekuatan politik yang berarti.
Yaitu, ditandai dengan berdirinya beberapa kerajaan bercorak Islam,  seperti
Kerajaaan Aceh Darussalam, Malaka, Demak, Cirebon, serta Ternate. Para
penguasa Kerajaan-kerajaan ini berdarah campuran, keturunan raja-raja pribumi
pra-islam dan para pendatang Arab.
Aktivitas-aktivitas dakwah banyak dilakukan oleh organisasi keagamaan
yang lebih berorientasi kepada pengembangan agama islam diberbagai kalangan
masyarakat. Dimana keterlibatan organisasi-organisasi dakwah dalam
pengembangan ilmu dakwah juga dapat dirasakan pengaruhnya.
Dengan masuk Islamnya penduduk pribumi Nusantara dan terbentuknya
pemerintahan-pemerintahan Islam di berbagai daerah kepulauan ini,
perdagangandengan kaum muslimin dari pusat dunia Islam menjadi semakin erat.
Orang Arab yang bermigrasi ke Nusantara juga semakin banyak. Yang terbesar
diantaranya adalah berasal dari Hadramaut, Yaman. Dalam Tarikh Hadramaut,
migrasi ini bahkan dikatakan sebagai yang terbesar sepanjang sejarah Hadramaut.

14
DAFTAR PUSTAKA

Asep Muhyiddin, Agus Ahmad Safe’i, Metode Pengembangan Dakwah,


Bandung: CV Pustaka Setia, 2002.

Wahyu Ilaihi dan Harjani Hefni Polah, Pengantar Sejarah Dakwah, Jakarta:


Prenada Media Grup, 2015.

Anda mungkin juga menyukai