Oleh :
KELAS B
JURUSAN PENDIDIKAN SEJARAH
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS SILIWANGI TAHUN AJARAN 2020/2021
ABSTRAK
COVER
ABSTRAK
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR
BAB I PENDAHULUAN
I.I Latar Belakang
I.II Rumusan Masalah
I.III Tujuan Makalah
BAB II PEMBAHASAN
A. Masuknya Kebudayaan di Indonesia
B. Hasil-hasil Kebudayaan di Kerajaan Banten Dan Samudra Pasai
C. Percampuran Kebudayaan Lokal, Hindu-Budha dan Islam
Kesimpulan
DAFTAR PUSTAKA
KATA PENGANTAR
Puji syukur atas kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat dan hidayah-
Nya sehingga kami dapat menyelesaikan tugas makalah yang berjudul “KEBUDAYAAN
INDONESIA PADA MASA KERAJAAN ISLAM” ini pada tepat waktu.
Adapun tujuan dari penulisan dari makalah ini adalah untuk memenuhi tugas dari
Dosen Pengampu Ilham R. Ramadhan, M. Pd. Pada mata pelajaran SEJARAH
KEBUDAYAAN. Selain itu, makalah ini juga bertujuan untuk menambah wawasan tentang
“KEBUDAYAAN INDONESIA PADA MASA KERAJAAN ISLAM” Bagi para pembaca
dan juga bagi penulis.
BAB I
PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
Pendahuluan Untuk mempelajari suatu agama, termasuk agama Islam harus bermula dari
mempelajari aspek geografis dan geografi persebaran agama-agama dunia. Setelah itu dapat
dipahami pula proses kelahiran Islam sebagai salah satu dari agama dunia, terutama yang
dilahirkan di Timur Tengah, yaitu Yahudi, Kristen, dan Islam. Ketiganya dikenal sebagai
agama langit atau wahyu. Kedua hal itu, geografi persebaran dan persebaran agama itu
sendiri. Selanjutnya untuk dapat memahami proses perkembangan Islam sehingga menjadi
salah satu agama yang dianut oleh penduduk dunia yang cukup luas, harus dikenali lebih
dahulu tokoh penerimaan ajaran yang sekaligus menyebarkan ajaran itu, yaitu Muhammad
saw., sang pendatang, untuk mendapatkan simbol-simbol kultural yang selaras dengan
kemampuan penangkapan dan pemahaman masyarakat yang akan dimasukinya dalam
pengakuan dunia Islam. Langkah ini merupakan salah satu watak Islam yan pluralistis yang
dimiliki semenjak awal kelahirannya.
B. RUMUSAN MASALAH
1. Bagaimana proses masuknya kebudayaan islam di Indonesia ?
2. Apa saja hasil kebudayaan kerajaan islam di Indonesia ?
3. Bagaimana percampuran antara budaya local, hindu dan islam ?
C. TUJUAN MAKALAH
1. Menambah wawasan pembaca mengenai kebudayaan kerajaan islam di Indonesia.
2. Sebagai sarana meningkatkan kemampuan berpikir secara kritis.
3. Melatih kepekaan terhadap peristiwa masa lampau dan menyusunnya sesuai metode
penelitian.
BAB II
PEMBAHASAN
Filsafat (maknanya secara sederhana alam pikiran, berpikir secara mendalam). Wujud
akulturasi Indonesia dan Hindu-Budha di bidang filsafat dapat ditemukan dalam cerita
wayang. Isi cerita tersebut mengandung nilai filosofis, yaitu bahwa kebenaran dan kejujuran
akan berakhir dengan kebahagiaan dan kemenangan. Sebaliknya, keserakahan dan
kecurangan akan berakhir dengan kehancuran. Seni wayang yang sudah popular dalam
kehidupan masyarakat Indonesia (khususnya masyarakat Jawa) bersumber dari cerita
Ramayana dan mahabrata yang berasal dari India. Namun, penampilan wujud tokoh dalam
wayang tersebut adalah budaya Indonesia yang antara daerah satu dan lainnya berbeda. Baik
dalam agama Hindu maupun Budha, keduanya mempercayai adanya hukum karma dan
reinkarnasi. Kedua hukum tersebut mengandung makna filosofis, yaitu bahwa manusia harus
berbuat kebaikan, kebenaran, dan kejujuran agar lepas dari samsara atau penderitaan.
Sedangkan dalam kehidupan masyarakat Indonesia sejak dulu telah berkembang suatu konsep
berupa petuah-petuah, nasehat atau pesan yang mengandung makna filosofis tentang
kebenaran, kejujuran dan kebaikan. Pemerintahan. Sebelum masuknya pengaruh budaya
Hindu-Budha, pemerintahan di Indonesia berlangsung secara demokratis, yaitu untuk
menentukan seorang pemimpin (kepala suku) dilakukan melalui pemilihan. Setelah
masuknya budaya Hindu-Budha dikenal sistem pemerintahan kerajaan yang tidak lagi dipilih
secara demokratis, tetapi secara turun temurun. Namun, dalam perkembangannya sifat
pemerintahan demokratis tetap menampakkan kembali ciri khasnya.
Di Indonesia, candi berfungsi sebagai makam dan pemujaan terhadap roh nenek
moyang. Hal itu dapat dilihat dengan lambang jasmaniah raja di dalam pripih, sedangkan arca
di atasnya adalah perwujudan raja yang telah meninggal tersebut. Seni Rupa. Masuknya
kebudayan Hindu-Budha berpengaruh terhadap perkembangan seni rupa di Indonseia.
Contoh, seni hias yang berupa relief pada dinding candi di Indonesia menunjukkan adanya
akulturasi antara budaya Indonesia dan Hindu-Budha. Hiasan relief pada candi biasanya
merupakan suatu cerita yang berhubungan dengan agama. Relief pada dinding Candi
Borobudur seharusnya adalah cerita tentang riwayat Sang Budha Gautama. Namun, yang
digambarkan adalah suasana kehidupan masyarakat Indonesia karena ditemukannya hiasan
gambar perahu bercadik, rumah panggung, dan burung merpati. Pada Candi Jago di Jawa
Timur di jumpai tokoh Punakawan, yaitu orang yang menjadi pengawal seorang ksatria.
Cerita itu hanya ditemukan di Indonesia. Seni Sastra. Pengaruh seni sastra India juga turut
memberi corak dalam seni sastra Indonesia. Bahasa Sansekerta besar pengaruhnya terhadab
sastra Indonesia. Prasasti di Indonesia, seperti Kutai, Tarumanegara, dan prasasti di Jawa
tengah pada umumnya ditulis dalam bahasa sansekerta dan huruf pallawa. Dalam
perkembangan bahasa Indonesia dewasa ini, pengaruh bahasa sansekerta cukup dominan,
terutama dalam istilah pemerintahan. Seperti kata-kata patih lebet (sebuah jabatan yang
mengkordinasi pemerintahan dalam istana). Pada masa Sultan Agung Titayasa di Banten,
patih lebet dijabat oleh Adipati Mandaraka. Sistem Kalender. Sistem penanggalan (kalender)
Hindu-Budha turut berpengaruh dalam kebudayaan Indonesia, yaitu digunakannya kalender
Saka di Indonesia, juga ditemukan candrasangkala dalam usaha memperingati suatu peristiwa
dengan tahun atau kalender Saka. Tahun Saka dimulai tahun 78 M. Kalender Saka
merupakan kalender dari India yang digunakan di Indonesia. Penggunaan kalender Saka
ditemukan dalam prasasti Talang Tuo (adalah prasasti yang menjelaskan mengenai
keberadaan Kerajaan Sriwijaya di Sumatra) yang berangka tahun 606 Saka (686 M). Prasasti
tersebut menggunakan huruf pallawa dan bahasa melayu kuno. Dua contoh prasasti tersebut
merupakan wujud akulturasi kebudayaan Indonesia dan Hindu-Budha. Candrasangkala
adalah angka huruf yang berupa susunan kalimat atau gambar. Setiap kata dalam kalimat
tersebut dapat diartikan dengan angka, kemudian dibaca dari belakang maka akan terbaca
tahun Saka.
Beberapa gambar harus dapat diartikan ke dalam kalimat. Contoh tahun
candrasangkala adalah sirna ilang kertaning bumi yang artinya: Sirna : berarti angka 0 Ilang :
berarti angka 0 Kertaning : berarti 4 Bumi : berarti 1 Jadi, sirna ilang kertaning bumi dalam
tahun Saka adalah 1400 dan sama dengan tahun 1478 M. Perpaduan Tradisi Lokal, Hindu-
Budha, dan Islam di Indonesia Bersamaan dengan masuk dan berkembangnya agama Islam,
berkembang pula kebudayaan Islam di Indonesia. Unsur kebudayaan Islam itu lambat laun
diterima dan diolah ke dalam kebudayaan Indonesia tanpa menghilangkan kepribadian
Indonesia, sehingga lahirlah kebudayaan baru yang merupakan akulturasi kebudayaan
Indonesia dan Islam. Akulturasi kebudayaan Indonesia dan Islam itu juga mencakup unsur
kebudayaan Hindu-Budha. Perpaduan kebudayaan Indonesia dan Islam, antara lain dapat
dilihat sebagai berikut: Seni Bangunan. Misalnya bangunan makam. Makam sebagai hasil
kebudayaan zaman Islam mempunyai ciri-ciri perpaduan antara unsur budaya Islam dan
unsur budaya sebelumnya, seperti berikut ini; Fisik Bangunan. Pada makam Islam sering kita
jumpai bangunan kijing atau jirat (bangunan makam yang terbuat dari tembok batu bata)
yang kadang-kadang disertai bangunan rumah (cungkup) di atasnya. Dalam ajaran Islam
tidak ada aturan tentang adanya kijing atau cungkup. Adanya bangunan tersebut merupakan
ciri bangunan candi dalam ajaran Hindu-Budha. Tidak berbeda dengan candi, makam Islam,
terutama makam para raja, biasanya dibuat dengan megah dan lengkap dengan keluarga dan
para pengiringnya. Setiap keluarga dipisahkan oleh tembok dengan gapura (pintu gerbang)
sebagai penghubungnya. Gapura itu belanggam seni zaman pra-Islam, misalnya ada yang
berbentuk kori agung (beratap dan berpintu) dan ada yang berbentuk candi. Tata Upacara
Pemakaman. Pada tata cara upacara pemakaman terlihat jelas dalam bentuk upacara dan
selamatan sesudah acara pemakaman. Tradisi memasukkan jenazah dalam peti merupakan
unsur tradisi zaman purba (kebudayaan megalithikum yang mengenal kubur batu) yang hidup
terus menerus sampai sekarang. Demikian pula, tradisi penaburan bunga di makam dan
upacara selamatan tiga hari, tujuh hari, empat puluh hari, seratus hari, dan seribu hari untuk
memperingati orang yang telah meninggal merupakan unsur Islam dan juga unsur agama
Hindu-Budha. Dan hingga saat ini tetap dilaksanakan oleh sebagian masyarakat Islam.
Penempatan Makam. Dalam penempatan makampun terjadi akulturasi antara kebudayaan
lokal, Hindu-Budha dan Islam. Misalnya, makam terletak di tempat yang lebih tinggi dan
dekat dengan masjid. Contohnya, makam raja-raja Mataram yang terletak di bukit Imogiri
dan makam para wali yang berdekatan dengan masjid. Dalam agama Hindu-Budha makam
dalam candi. Bangunan Masjid. Bangunan masjid merupakan salah satu wujud budaya Islam
yang berfungsi sebagai tempat ibadah. Dalam sejarah Islam, masjid memiliki perkembangan
yang beragam sesuai dengan daerah tempat berkembangnya.
Cerita yang ditulis dalam bentuk gancaran disebut hikayat, sedangkan cerita yang
ditulis dalam bentuk tembang disebut syair. Di daerah Melayu, karya sastra itu ditulis dengan
menggunakan huruf Arab, sedangkan di Jawa, naskah itu ditulis dengan menggunakan huruf
Jawa dan Arab (terutama yang membahas soal keagamaan). Sistem Pemerintahan. Pengaruh
agama Islam di Indonesia juga terjadi dalam bidang pemerintahan sehingga terjadi akulturasi
antara kebudayaan Islam dan kebudyaan pra-Islam. Sebelum masuknya agama Islam, di
Indonesia telah berkembang sistem pemerintahan dalam bentuk kerajaan. Raja mempunyai
kekuasaan besar dan bersifat turun-temurun. Masuknya pengaruh Islam mengakibatkan
perubahan struktur pemerintahan dalam penyebutan raja. Raja tidak lagi dipanggil maharaja,
tetapi diganti dengan julukan sultan atau sunan (susuhunan), panembahan, dan maulana. Pada
umumnya nama raja pun disesuaikan dengan nama Islam (Arab). Akulturasi dalam
penyebutan nama raja di Jawa lebih kelihatan karena raja tetap memakai nama Jawa
dibelakang gelar sultan, sunan, atau panembahan, seperti Sultan Trenggono. Di samping itu,
juga muncul tradisi baru di Jawa, yaitu pemakaian gelar raja secara turun-temurun, sedangkan
untuk membedakan raja yang satu dengan yang lainnya ditentukan dengan menambah angka
urutan di belakang gelar, seperti Hamengkubuwono I, II, III, dan seterusnya. Begitu pula,
dengan sistem pengangkatan raja pada masa berdirinya kerajaan Islam di Nusantara tetap
tidak mengabaikan cara-cara pengangkatan raja pada masa sebelumnya. Di Kerajaan Aceh,
tata cara pengangkatan raja diatur dalam permufakatan hukum adat. Catatan tambahan Di
Kerajaan Aceh, tata cara pengangkatan raja diatur dalam permufakatan hukum adat. Tata cara
pengangkatan raja di Kerajaan Aceh adalah raja berdiri di atas tabal (tabuh/beduk yang dipalu
pada ketika meresmikan penobatan raja, mengumumkan penobatan raja), kemudian disertai
ulama sambil membawa al-Qur’an berdiri di sebelah kanan dan perdana menteri memegang
pedang di sebelah kiri. Di Jawa, pengangkatan raja dilakukan oleh para wali. Raden Fatah
menjadi Sultan Demak dengan permufakatan para wali dan dilakukan di masjid Demak.
Pengangkatan Sultan Hadiwijaya dari Kesultanan Pajang dan Penembahan Senopati dari
Mataram juga tidak terlepas dari peran Wali Sanga. Perbedaan tata cara pengangkatan raja di
setiap daerah menunjukkan bahwa tradisi lokal tetap digunakan. Sistem Kalender. Wujud
akulturasi budaya Indonesia dan Islam dalam sistem kalender dapat dilihat dengan
berkembagnnya sistem kalender Jawa atau Tarikh Jawa. Sistem kalender tersebut diciptakan
oleh Sultan Agung dari Mataram pada tahun 1043 H atau 1643 M.
PENUTUP
A. KESIMPULAN
Kebudayaan dikerajaan islam Indonesia amatlah banyak dan juga bermacam-macam baik
dari seni gerak, arsitektur dan masih banyak lagi. Perpadun antara tradisi lokal dengan
kebudayaan Hindu-Budha terlihat pada sistem kepercayaan, filsafat, pemerintahan, seni
bangunan, seni rupa, seni sastra, dan sistem kalender. Perpaduan antara tradisi lokal, Hindu-
Budha, dan Islam terlihat pada seni bangunan seperti makam dan masjid, seni rupa, aksara,
seni sastra, sistem pemerintahan, sistem kalender, dan filsafat seperti aliran kebatinan serta
filsafat jawa. Dalam hal kekuasaan raja, ajaran Hindu-Budha sangat mengagungkan
kedudukan seorang raja, sedangkan ajaran islam tidak. Karena dalam ajaran agama Islam,
semua manusia di mata Tuhan memiliki kedudukan yang sama atauyang membedakannya
hanya karena taqwanya.
DAFTAR PUSTAKA
Khan, Ong Hok. (2002) Dari Soal Priyayi sampai Nyi Biorong. Penerbit Buku Kompas.
Jakarta.
Balai Arkeologi Depdiknas, (2000). .Yatim, Badri. Sejarah Peradaban Islam. Rajawali Press.