Dosen Pengampu :
Disusun Oleh :
2022
PEMBAHASAN
A. Islam di Nusantara
Islam yang ada di Nusantara adalah sebuah keunikan tersendiri jika dibandingkan dengan
konteks islam di kawasan dunia lainnya. Bahkan jika keunikan tersebut dibandingkan
dengan Islam di kawasan Arab. Keunikan tersebut diurai dalam beberapa hal yaitu
jumlah pemeluknya yang terbanyak, adanya berbagai aliran ideologi, adanya berbagai
macam kultur-budaya, adanya berbagai macam ajaran, mampu berdampingan dengan
budaya asli dan lain sebagainya. Keunikan tersebut menjadikan Islam di Nusantara sejak
dulu sangat menarik untuk dipandang banyak orang dan masyarakat muslim. Islam di
Nusantara berbagai macam pernak-perniknya tersebut menarik minat banyak kalangan
terdidik untuk mempelajari dan mengkajinya. Mengkajinya dari berbagai aspek
keilmuannya. Salah satu pernak-pernik yang sangat menarik tersebut antara lain
mengenai sejarah masuknya Islam di Nusantara dan bagaimana perkembangannya.
Dalam hal perkembangan Islam, pada titik inilah Islam di Nusantara diibaratkan laksana
sebuah intan, yang pantulan cahayanya berpendar ke berbagai arah.
Islam dimulai di Nusantara melalui kehadiran individu-individu dari Arab atau penduduk
asli sendiri yang memeluk islam. Dengan akhirnya islam bisa menyebar ke beberapa
wilayah Nusantara.
Hubungan antar kerajaan Islam, misalnya Samudera Pasai, Malaka, dan Aceh
Darussalam, sangat bermakna dalam bidang budaya dan keagamaan. Ketiganya tersohor
12
dengan sebutan Serambi Mekkah dan menjadi pusat pendidikan dan pengajaran agama
Islam di Indonesia. Untuk mengintensifkan proses Islamisasi, para ulama telah
mengaang, menyadur dan menerjemahkan karya-karya keilmuan Islam. Sultan Iskandar
Muda adalah Raja yang sangat memperhatikan pengembangan pendidikan dan
pengajaran agama Islam. Syekh Yusuf al Makassari ulama dari Kesultanan Goa di
Sulawesi Selatan pernah menuntut ilmu di Aceh sebelum melanjutkan ke Mekkah.
Melalui pengajaran Abdur Rauf as Singkili telah muncul ulama Minangkabau Syekh
Burhanuddin Ulakan yang terkenal sebagai pelopor pendidikan Islam di Minangkabau.
Karya-karya susastra dan keagamaan segera berkembang di kerajaan-kerajaan Islam.
Kerajaan-kerajaan Islam itu telah merintis terwujudnya idiom kultural yang sama, yaitu
Islam. Hal itu menjadi pendorong terjadinya interaksi budaya yang makin erat.di Banten,
fungsi kerajaan sebagai lembaga pendidikan sangat mencolok. Pada abad ke-17, Banten
sudah menjadi pusat ilmu pengetahuan Islam di Pulau Jawa. Para ulama dari berbagai
Negara menjadikan Banten sebagai tempat untuk belajar.
Di Palembang, kerajaan (keraton) juga difungsikan sebagai pusat sastra dan ilmu agama.
Sultan Palembang yang mendorong perkembangan intelektual keagamaan, seperti Sultan
Ahmad Najamuddin (1757-1774) dan Sultan Muhammad Baha’uddin (1774-1804). Pada
masa pemerintahan mereka, telah muncul banyak ilmuan asal Palembang yang produktif
melahirkan karya-karya ilmiah keagamaan. Berkembangnya pengajaran Islam, telah
berhasil menyatukan wilayah Nusantara yang sangat luas.
1
Nor Huda, Islam Nusantara…hlm.32
2
Sejarah Peradaban Islam di Indonesia (Yogyakarta:penerbit pustaka, 2006), hlm.33
tiang batu diduga sebagai menara kerajaan dan goa yang diduga sebagai pintu gerbang
kerajaan.
Kerajaan Kandis adalah Kerajaan Tertua yang di temukan oleh para arkeolog dan
sejarawan. Jika ditelusuri lebih lanjut, kerajaan-kerajaan yang pernah ada di nusantara,
dari berbagai suku dan agama, dimulai kerajaan Kandis sampai terakhir Kesultanan
Langkat di sumatera Utara yang berdiri pada 1877 M, maka ada sejumlah 75 kerajaan.
Kerajaan-kerajaan tersebut menyebar ke seantero Nusantara dengan berbagai wujud
peradabannya masing-masing.
Akan halnya tentang peradaban Islam di Nusantara yang ada sejak abad 1 Hijriah atau 7
Masehi, ia berdampingan erat dengan peradaban asli Nusantara. Selama ini yang kita
ketahui bahwa hadirnya Islam tidak pernah mengelimnir bahkan mengganti peradaban
yang sudah ada di daerah dakwah Islam. Islam sebagai budaya dan ajaran selalu
berdampingan erat, dan bisa dikatakan beberapa ada yang saling bersinkretik. Keduanya
saling berakulturasi dengan mesra, sebab dakwah Islam di Nusantara bernuansa
kedamaian.
Karena berdampingan itulah, pemandangan sampai detik ini menunjukkan bahwa budaya
asli daerah masih lestari. Begitu pula dengan Islam sebagai peradaban juga
menampakkan wajahnya dengan cantas.
3
Ibid hlm.32
Kesimpulan
Daftar Pustaka