Anda di halaman 1dari 5

WUJUD AKULTURASI NILAI ISLAM DENGAN BUDAYA NUSANTARA DI

BIDANG SOSIAL

Akulturasi atau kulturisasi memiliki berbagai arti menurut para sarjana antropologi,
namun mereka memiliki pemahaman yang sama. bahwa Alkulturasi atau
kulturisasi merupakan proses sosial yang timbul bila satu kelompok manusia yang
memiliki satu kebudayaandihadapkan dengan unsur-unsur kebudayaan asing, maka
dapat diterima dan diolah kedalam kebudayaan seendiri tanpa menghilangkan
kepribadian kebudayaan aslinya. Sedangkan Harsojo dalam buku “Pengantar
Antropologi”, mengartikan akulturasi merupakan fenomena yang timbul sebagai
hasil, apabila manusia dengan kebudayaan yang berbeda-beda berjumpa dan
melakukan kontak langsung secara terus menerus, kemudian menyebabkan
perubahan dalam pola-pola kebudayaan yang original dari salah satu maupun kedua
kelompok tersebut.

Para ahli sejarah bersepakat, bahwa Islam datang di Jawa pada masa pemerintahan
raja-raja Hindu. Keberadaan Islam di Jawa ditemukan dalam prasasti makam di Leran,
Gresik, yaitu Fatimah binti Maimun, wafat tahun 1087 M, yang diidentifikasi sebagai
keturunan nabi dan menjadi penyebar Islam di daerah Gresik. Prasasti ini memberikan bukti
autentik bahwa Islam telah menyebar di Jawa, khususnya di Jawa Timur pada masa
pemerintahan Hindu, tepatnya Raja Airlangga. Cara yang digunakan dalam penyebaran
Islam sangat menarik, sehingga tidak terasa adannya perbedaan antara agama
yang telah mereka peluk dengan agama baru (Islam).

Sosio theology adalah pendekatan yang digunakan dalam penyebaran Islam


di Jawa timur secara khusus dan pulau Jawa secara umum, yakni dengan
memperhatikan kondisi masyarakat dan kondisi kepercayaan yang ada pada
masyarakat. Para Wali dan penyebar Islam menempatkan diri bukan sebagai orang
asing, melainkan dengan jalan membaur kepada masyarakat antara lain :

a.Mengadakan pendekatan politik

b.Menyelenggarakan Pendidikan

c.Lewat perkawinan

d.Lewat tasawuf
e.Melalui akulturasi kebudayaan

Masuknya Islam ke Indonesia khususnya di Jawa, mau tidak mau Islam


harus berhadapan dengan lingkungan yang memegang erat budaya Jawa. Penyebaran
Islam di luar pulau Jawa barhadapan dengan lingkungan kebudayaan kehidupan
yang cenderung belum terlalu berkembang. Dikarenakan Islam tidak diterima
begitu saja tanpa kecurigaan dari kalangan budayawan istana. Dengan tersuruk-
suruk Islam terpaksa harus memulai dakwahnya di daerah pesisir Jawa. Berdirinya
kerajaan Demak merupakan puncak keberhasilan dakwah Islam.

Istilah lain proses akulturasi antara Islam dan Budaya lokal ini kemudian melahirkan
apa yang dikenal dengan lokal genius, yaitu kemampuan menyerap sambil mengadakan
seleksi dan pengolahan aktif terhadap pengaruh kebudayaan asing, sehingga dapat dicapai
suatu ciptaan baru yang unik, yang tidak terdapat di wilayah bangsa yang membawa
pengaruh budayanya. Pada sisi lain local genius memiliki karakteristik antara lain: mampu
bertahan terhadap budaya luar, mempunyai kemampuan mengakomodasi unsur-unsur budaya
luar, mempunyai kemampuan mengintegrasi unsur budaya luar ke dalam budaya asli,
memiliki kemampuan mengendalikan dan memberikan arah pada perkembangan budaya
selanjutnya. Norma, aturan, maupun segenap aktivitas masyarakat Indonesia, ajaran Islam
telah menjadi pola anutan masyarakat. Dalam konteks inilah Islam sebagai agama sekaligus
telah menjadi budaya masyarakat Indonesia. Di sisi lain budaya-budaya lokal yang ada di
masyarakat, tidak otomatis hilang dengan kehadiran Islam. Budaya-budaya lokal ini sebagian
terus dikembangkan dengan mendapat warna-warna Islam. Perkembangan ini kemudian
melahirkan ‚akulturasi budaya‛, antara budaya lokal dan Islam.

Dalam bidang sosial, pengaruh Islam yang berkembang pesat membuat


masyarakat banyak yang memeluk agama Islam. Hal ini menyebabkan aturan
kasta yang sudah lama berlaku di masyarakat mulai pudar . penggunaan nama yang
akan diberikan kepada anak yang baru lahir juga sudah mulai memakai Nama-
nama Arab, seperti Muhammad, Umar, Ali, Abdullah, Musa, Ibrahim, Husen,
Hamzah, dan lainnya. Dalam percakapan sehari-hari, Kosakata bahasa Arab juga
banyak digunakan contohnya berkah (barokah), rahmat, rezeki (rizki), kitab,
ibadah, majelis (majlis), sejarah (syajaratun), mukadimah, hikayat, dan masih
banyak lagi yang lainnya.
Masyarakat Indonesia sudah mengenal kalender Saka (kalender Hindu)
jauh sebelum budaya Islam masuk ke Indonesia, yang dimulai pada tahun 78 M.
Dalam kalender Saka ini, berisi nama-nama hari seperti legi,pahing, pon, wage,
dan kliwon. Setelah masuk dan berkembangnya Islam, Sultan Agung dari
Mataram menciptakan kalender Jawa, dengan menggunakan perhitungan peredaran
bulan (komariah) seperti tahun Hijriah (Islam). Pada masa Islam digunakan sistem
kalender atau penanggalan baru dengan sistem Hijriyah. Kalender Hijriyah diawali dengan
bulan Muharram dan diakhiri dengan bulan Dzulhijjah. Perhitungan satu tahun dalam Islam
adalah duabelas kali siklus bulan yang berjumlah 354 hari 8 jam 48 menit dan 36 detik. Itulah
sebabnya kalender dalam Islam 11 hari lebih pendek jika dibandingkan dengan kalender
Masehi dan kalender-kalender lainnya yang didasarkan pada pergerakan matahari (solar
kalender). Hal ini pula yang mengakibatkan sistem kalender Islam tidak selalu datang pada
musim yang sama.

Sebelum kedatangan Islam, pengaruh kebudayaan Hindu dan Budha mempengaruhi


kehidupan masyarakat Nusantara. Terutama, orang-orang yang hidup di lingkungan istana
kerajaan. Wujud akulturasi dalam bidang organisasi sosial kemasyarakatan dapat dilihat
pembagian lapisan masyarakat berdasarkan sistem kasta. Masuknya Islam, membongkar
sistem kasta itu dan memperlakukan setiap manusia sama. Karena bagi ajaran Islam yang
membedakan manusia dengan manusia lainya adalah tingkat keimanannya. Itulah sebabnya,
Islam mudah diterima penduduk lokal. Selain itu, syarat masuk Islam sangat mudah, yakni
cukup mengucapkan kalimat syahadat. Agama Islam tidak mengenal perbedaan sosial, tidak
membedakan si kaya dan si miskin, tidak membedakan warna kulit, dan sebagainya. Sebab,
menurut agama Islam, perbedaan itu hanya ada pada tingkat keimanan dan ketakwaan
seseorang di hadapan Allah SWT.

Budaya-budaya lokal yang kemudian berakulturasi dengan Islam antara lain acara
slametan (3,7,40,100, dan 1000 hari) di kalangan suku Jawa. Tingkeban (nujuh Hari), dalam
bidang seni, juga dijumpai proses akulturasi seperti dalam kesenian wayang di Jawa. Wayang
merupakan kesenian tradisional suku Jawa yang berasal dari agama Hindu India. Proses
Islamisasi tidak menghapuskan Pengaruh Budaya Nusantara Terhadap kesenian ini,
melainkan justru memperkayanya, yaitu memberikan warna nilai- nilai Islam di
dalamnya.tidak hanya dalam bidang seni, tetapi juga di dalam bidang-bidang lain di dalam
masyarakat Jawa. Dengan kata lain kedatangan Islam di nusantara dalam taraf-taraf tertentu
memberikan andil yang cukup besar dalam pengembangan budaya lokal.
Contoh lain yang mendapat perhatian adalah bahwa budaya keraton di luar
Jawa memiliki konsep yang lebih dekat dengan gagasan Islam. Di Aceh, raja memiliki
sebutan sebagai al-Malik-al-'adl. Ini berarti pula bahwa berbeda dengan kebudayaan keraton
Jawa yang lebih menekankan konsep kekuasaan dan kebudayaan. Keraton di luar Jawa
lebih menekankan konsep keadilan. Karena konsep kekuasaan mutlak yang diterapkan
di dalam keraton Jawa, timbul dilema penentangan antara Jawa dengan Islam ketika
proses Islamisasi nusantara. salah satunya yang terpenting adalah pada persoalan tentang
sosial kemasyarakatan. Konsep jawa mengenai ketertiban sosiai lebih didasarkan
pada konsep kekuasaan mutlak raja, sementara Islam mengajarkan bahwa ketertiban
sosial masyarakat terjamin bila peraturan-peraturan syari'ah ditegakkan. Disinilah
letak perbedaan yang sering menimbulkan ketegangan.

Dengan fakta sejarah tersebut, maka dapat disaksikan agama Islam dengan
mudah dipeluk atau dianut oleh seluruh masyarakat nusantara. Bagi mereka yang
memperoleh pengetahuan keagamaan yang memadai, mereka menjadi Islam santri
yang taat. Sementara bagi mereka yang kurang memperoleh pengetahuan
keagamaan, disebut dengan Islam abangan, mereka secara ritual tidak taat, tetapi
mereka kukuh memegang tradisi, yang semuanya telah bernuansa Islami.

https://www.kelaspintar.id/blog/edutech/wujud-akulturasi-kebudayaan-dengan-
agama-islam-6932/

https://www.ag-historis.com/2015/06/akulturasi-kebudayaan-islam-di.html

Muqoyyidin, Andik. 2012/12/01. Dialektika Islam dan Budaya Lokal dalam Bidang
Sosial sebagai Salah Satu Wajah Islam Jawa. 10.18860/el.v0i0.2197. El-HARAKAH
(TERAKREDITASI)

Muasmara, R., & Ajmain, N. (2020). AKULTURASI ISLAM DAN BUDAYA


NUSANTARA. TANJAK: Journal of Education and Teaching, 1(2), 111-125.

Laili, A. N., Gumelar, E. R., Ulfa, H., Sugihartanti, R., & Fajrussalam, H. (2021).
AKULTURASI ISLAM DENGAN BUDAYA DI PULAU JAWA. Jurnal Soshum
Insentif, 4(2), 137-144.
Junaid, H. (2013). Kajian Kritis Akulturasi Islam dengan Budaya Lokal. Jurnal
Diskursus Islam, 1(1), 56-73.

Anda mungkin juga menyukai