Anda di halaman 1dari 15

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR......................................................................................................................................... 2
BAB 1 ............................................................................................................................................................. 3
PENDAHULUAN ............................................................................................................................................. 3
Latar Belakang........................................................................................................................................... 3
Rumusan Masalah ..................................................................................................................................... 4
Tujuan Penulisan ....................................................................................................................................... 4
BAB II ............................................................................................................................................................. 5
PEMBAHASAN ............................................................................................................................................... 5
Perspektif Pertanian dalam Islam ............................................................................................................. 5
Hukum Pertanian dalam Islam .................................................................................................................. 7
Teknologi yang digunakan dalam Pertanian Islam ................................................................................... 9
Sejarah Kemajuan Pertanian dalam Islam .............................................................................................. 12
BAB III .......................................................................................................................................................... 14
PENUTUP ..................................................................................................................................................... 14
Kesimpulan.............................................................................................................................................. 14
Saran ....................................................................................................................................................... 14
DAFTAR PUSTAKA ....................................................................................................................................... 15

1
KATA PENGANTAR

Dengan menyebut nama Allah SWT yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang, kami
panjatkan puja dan puji syukur atas kehadirat-Nya, yang telah melimpahkan rahmat dan hidayah-
Nya kepada kami sehingga kami dapat menyelesaikan makalah yang berjudul pandangan agama
terhadap ilmu pertanian ini. Dan tidak lupa kami juga mengucapkan terima kasih kepada semua
pihak yang telah berkontribusi dalam membantu menyusun makalah ini.
Dan harapan kami semoga makalah ini dapat menambah pengetahuan dan pengalaman bagi
para pembaca untuk kedepannya. Karena keterbatasan kami, kami yakin masih banyak kekurangan
dalam makalah ini. Oleh karena itu, kami mengharapkan saran dan kritik yang membangun dari
pembaca demi kesempurnaan makalah ini.
Akhir kata kami berharap semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi masyarakat dan para
pembaca khususnya.

Tangerang, 17 Desember 2017

Penyusun

2
BAB 1

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Kepentingan sektor pertanian dalam kehidupan manusia dan keperluannya begitu kentara
sejak zaman terawal lagi. Sejak sekian lama sektor pertanian senantiasa diberikan penekanan oleh
ahli agronomi dalam kajian dan tulisan mereka. Dalam Islam, kegiatan pertanian merupakan salah
satu daripada pekerjaan yang mulia dan amat digalakkan. Kepentingannya tidak dapat dinafikan
lagi apabila hasil industri ini turut menyumbang kepada hasil makanan negara selain merupakan
sumber pendapatan petani. Kegiatan di dalam bidang ini merupakan di antara cara yang mudah
bagi mendapat ganjaran pahala daripada Allah Subhanahu wa Ta‘ala di samping mendapat
manfaat atau pendapatan yang halal daripada hasil jualan keluaran pertanian.
Ulama berselisih pendapat mengenai usaha yang paling baik, adalah usaha daripada
perniagaan, pertukangan ataupun pertanian. Menurut Imam An-Nawawi dalam Shahihnya,
pekerjaan yang baik dan afdhal ialah pertanian. Inilah pendapat yang sahih kerana ia merupakan
hasil tangannya sendiri dan ia juga memberi manfaat kepada diri sendiri, umat Islam dan kepada
binatang. Di samping itu bidang pertanian juga membawa para petani kepada sifat tawakkal. (Al-
Majmuk: 9/54 & Shahih Muslim Syarh Imam An-Nawawi).
Kepentingan bidang pertanian pada pandangan Islam dapat dilihat daripada banyaknya
ayat al-Quran yang menyebutkan mengenai hasil tanaman dan buah- buahan yang pelbagai.
Kegiatan pertanian dari aspek akidah dapat mendekatkan diri seseorang kepada Allah. Hal ini
kerana tanda kebesaran Allah dapat dilihat dengan jelas dalam proses kejadian tumbuh-tumbuhan
atau tanaman. Melakukan usaha pertanian lebih membuatkan seseorang itu memahami hakikat
sebenar tawakal kepada Allah dan beriman kepada kekuasaan-Nya.

3
Rumusan Masalah
Penulis telah menyusun beberapa masalah yang akan dibahas dalam makalah ini sebagai
batasan dalam pembahasan bab isi. Beberapa masalah tersebut antara lain :

 Bagaimana pandangan atau perspektif pertanian dalam islam?


 Bagaimana hukum pertanian dalam islam?
 Bagaimana teknologi yang digunakan dalam pertanian islam?
 Bagaimana kemajuan pertanian dalam sejarah islam?

Tujuan Penulisan
Berdasarkan rumusan masalah di atas maka tujuan dalam penulisan makalah ini sebagai
berikut :

 Untuk mengetahui pandangan atau perspektif pertanian dalam islam?


 Untuk mengetahui hukum pertanian dalam islam?
 Untuk mengetahui teknologi yang digunakan dalam pertanian islam?
 Untuk mengetahui kemajuan pertanian dalam sejarah islam?

4
BAB II

PEMBAHASAN

Perspektif Pertanian dalam Islam


Di zaman sekarang kita dihadapkan pada banyaknya jenis dan macam pekerjaan. Pekerjaan
atau mata pancaharian seseorang kian bertambah banyak sesuai dengan bertambahnya penduduk
dan semakin khususnya keahlian seseorang. Namun sebenarnya pada asalnya hanya ada tiga
profesi sebagaimana disebutkan oleh Imam Al-Mawardi. Dia berkata: “Pokok mata pencaharian
tersebut adalah bercocok tanam (pertanian), perdagangan dan pembuatan suatu
barang(industri)”. Para ulama berselisih tentang manakah yang paling baik dari ketiga profesi
tersebut. Madzhab As-Syafi’i berpendapat bahwa pertanian adalah yang paling baik. Sedangkan
Imam Al-Mawardi dan Imam An-Nawawi berpendapat bercocok tanam lah yang paling baik
karena beberapa alasan:

Pertama: Bercocok tanam adalah merupakan hasil usaha tangan sendiri. Dalam Shohih Al-Bukhori
dari Miqdam bin Ma’dikariba rodhiyallohu’anhu dari
Nabi shollallohu‘alaihiwasallam, Beliau bersabda:
‫سلَّ َم َكانَ يَأ ْ ُك ُل ِم ْن َع َم ِل يَ ِد ِه‬
َ ‫صلَّى هللاُ َعلَ ْي ِه َو‬ ْ
َ ِ‫ط َخي ًْرا ِم ْن أ َ ْن يَأ ُك َل ِم ْن َع َم ِل يَ ِد ِه َوأَ َّن نَب‬
َ َ‫ى هللاِ دَ ُاود‬ ُّ َ‫طعَا ًما ق‬
َ ٌ ‫َما أَ َك َل أ َ َحد‬

“Tidaklah seorang memakan makanan yang lebih baik dari orang yang memakan dari hasil usaha
tangannya, dan adalah Nabi Dawud ‘alaihi salam makan dari hasil tangannya sendiri”.
Dan yang benar adalah apa yang di-nash-kan oleh Rosululloh shollallohu ‘alaihi wa sallam
yaitu hasil tangannya sendiri. Maka bercocok tanam adalah profesi terbaik dan paling utama
karena merupakan hasil pekerjaan tangan sendiri.
Kedua: Bercocok tanam memberikan manfaat yang umum bagi kaum muslimin bahkan
binatang. Karena secara adat manusia dan binatang haruslah makan, dan makanan tersebut tidaklah
diperoleh melainkan dari hasil tanaman dan tumbuhan.
Dan telah shohih dari Jabir rodhiyallohu ‘anhu dia berkata: telah bersabda Rosululloh shollallohu
‘alaihi wa sallam:
ٌ‫صدَقَةً َو الَ يَ ْرزَ ؤُ هُ أَ َحد‬ َّ ‫ت‬
َ ُ‫الطي ُْر فَ ُه َو لَه‬ ِ َ‫صدَقَةً َو َما أَ َكل‬ َ ُ‫سا إِالَّ َكانَ َما أ ُ ِك َل ِم ْنهُ لَه‬
ُ ‫صدَقَةً َو َما‬
َ ُ‫س ِرقَ ِم ْنهُ لَه‬ ُ ‫َما ِم ْن ُم ْس ِل ٍم َي ْغ ِر‬
ً ‫س غ َْر‬
ً‫صدَ َقة‬
َ ُ ‫َله‬ َ‫َكان‬ َّ‫ِإال‬
“Tidaklah seorang muslim menanam tanaman melainkan apa yang dimakan dari tanaman tersebut
bagi penanamnya menjadi sedekah, apa yang dicuri dari tanamannya tersebut bagi penanamnya

5
menjadi sedekah, dan tidaklah seseorang merampas tanamannya melainkan bagi penanamnya
menjadi sedekah”. (HR Muslim).

Dalam riwayat Imam Muslim yang lain disebutkan


‫صدَقَةً إِلَى يَ ْو ِم ْال ِقيَا َم ِة‬
َ َ َ‫ان َوالَ دَابَّةٌ َوال‬
ُ‫طي ٌْر إِالَّ َكانَ لَه‬ ٌ ‫س‬َ ‫سا فَيَأ ْ ُك ُل ِم ْنهُ إِ ْن‬
ً ‫س ْال ُم ْس ِل ُم غ َْر‬ ُ ‫فَالَ يَ ْغ ِر‬
“Tidaklah seorang muslim menanam tanaman kemudian memakan tanaman itu manusia, binatang,
dan burung melainkan bagi penanamnya menjadi sedekah hingga hari kiamat’
Ketiga: bercocok tanam lebih dekat dengan tawakkal. Ketika seseorang menanam tanaman
maka sesungguhnya dia tidaklah berkuasa atas sebiji benih yang dia semaikan untuk tumbuh, dia
juga tidak berkuasa untuk menumbuhkan dan mengembangkan menjadi tanaman, tidak lah dia
berkuasa membungakan dan membuahkan tanaman tersebut. Tumbuhnya biji, pertumbuhan
tanaman, munculnya bunga dan buah, pematangan hasil tanaman semua berada pada kekuasaan
Alloh. Dari sinilah nampak nilai tawakkal dari seorang yang bercocok tanam. Sedangkan Abu
Yahya Zakariya Al-Anshori As-Syafii menambahkan: “Seutama-utama matapancaharian adalah
bercocok tanam karena lebih dekat dengan sikap tawakkal, bercocok tanam juga memberikan
manfaat yang umum bagi semua makhluk, dan secara umum manusia butuh pada hasil pertanian.
Berkata Az-Zarkasyi, bahwa semua orang memperhatikan makanan karena tidak ada yang tidak
butuh kepada hasil bercocok tanam (makan) dan tidaklah kehidupan tegak tanpa adanya makanan.
Menurut sejarah Islam, setelah Nabi Shallallahu ‘alaihi wasallam tiba di Madinah,
Baginda telah menggalakkan usaha pertanian agar ditingkatkan. Bumi Madinah ketika itu
sememangnya subur perlu diusahakan dengan lebih giat. Dalam hubungan ini, kaum Muhajirin
yang berhijrah bersama Baginda diaturkan supaya bekerjasama dengan kaum Ansar iaitu
penduduk asal Madinah di dalam usaha-usaha pertanian. Hal seumpama ini sesuai dengan riwayat
Rafi‘ bin Hadij bahawa di zaman Rasulullah telah diingatkan oleh beberapa orang bapa-bapa
saudara Baginda iaitu Rasulullah melarang daripada perkara yang memberi manfaat kepada kami,
lalu kami bertanya: Apakah perkara tersebut?:
Maksudnya: “Nabi Shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda: “Sesiapa yang mempunyai tanah
hendaklah dia mengerjakannya dengan bertani atau (jika dia tidak berupaya melakukannya)
hendaklah menyerahkannya kepada saudaranya supaya diusahakan dan janganlah dia
menyewakannya (sekalipun) hanya sepertiga, seperempat dan makanan asasi.”(Hadis riwayat
Abu Dawud).

Hakikat betapa Islam sangat menggalakkan sektor pertanian jelas daripada peruntukkan
yang ada di dalam syariah. Sebagai contoh, sesiapa sahaja yang mengusahakan tanah terbiar

6
dengan jayanya akan mendapat hak milik kekal terhadap tanah berkenaan berdasarkan pendapat
kebanyakan ulama. Peruntukkan ini jelas memberi intensif kepada pengusaha-pengusaha bidang
pertanian yang mengusahakan tanah terbiar atau mati. Perkara ini disebutkan dalam riwayat
Aisyah Radhiallahu ‘anha, Nabi Shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda:
Maksudnya: “Sesiapa yang memakmurkan (mengusahakan) tanah yang tidak dimiliki oleh
sesiapa maka dia lebih berhak terhadapnya”.
(Hadis riwayat Al-Bukhari)
Walau bagaimanapun kita telah pun mempunyai peraturan atau undang-undang tanah,
maka tidaklah boleh menggunakan tanah dengan sewenang-wenangnya melainkan terlebih dahulu
mendapatkan kebenaran daripada pihak berkuasa.

Hukum Pertanian dalam Islam


Dalam Islam, jika pertanian merupakan satu-satunya bidang yang seseorang boleh lakukan
untuk mencari nafkah bagi menyara diri dan keluarganya, maka hukum bertani itu adalah fardu
‘ain baginya. Sementara itu, adalah menjadi fardu kifayah pula kepada sesiapa yang mampu
melakukannya demi kepentingan awam untuk mengeluarkan bekalan makanan yang cukup
bagi semua.
Menurut Dr. Zainal Azam Abd. Rahman seorang cendikiawan Islam dalam tulisan beliau
dalam akhbar Berita Harian bertarikh 6 Januari 2005, kegiatan pertanian menjadi fardu kifayah
kerana manfaatnya lebih besar daripada manfaat pribadi. Kebanyakan fuqaha' Islam berpendapat
bahawa pertanian adalah lebih afdal atau utama pada pandangan Islam dan suatu gagasan
berbanding lain-lain jenis perniagaan dan perancangan projek-projek “Mega-Mega” kerana
manfaat pertanian lebih meluas dan menjangkau kehidupan rayat justeru kepentingannya tidak
dapat dinafikan sebagai bidang yang membekalkan makanan kepadaumat.
Sebagaimana firman Allah dalam surah Abasa ayat 27 – 32 yang bermaksud :
“Lalu Kami tumbuhkan pada bumi biji-bijian (27) Dan buah anggur serta sayur-sayuran (28)
Dan zaitun serta pohon-pohon kurma (29) Dan taman-taman yang menghijau subur (30) Dan
berbagai-bagai buah-buahan serta bermacam-macam rumput. (31) Untuk
kegunaan kamu dan binatang-binatang ternakan kamu(32).”
Tentulah menjadi masalah yang besar sekiranya sesebuah negara itu banyak bergantung
kepada sumber luar untuk mendapatkan bahan makanan. Ini kerana dibimbangi sekiranya berlaku
peperangan, berlaku bencana alam di negara pengeluar atau sebarang sabotaj menyebabkan
bekalan makanan sukar didapati. Pandangan itu tepat, jika ditinjau dari keadaan yang berlaku hari
ini disetengah negara dimana sekatan-sekatan ekonomi, peparangan dan kemusnahan disebabkan
7
oleh bencana alam menyebabkan kekurangan makan dan kebuluran.
Hadis Nabi Muhammad saw yang diriwayatkan oleh Imam Ahmad bermaksud:
"Andainya kiamat tiba dan pada tangan seseorang daripada kamu ada sebatang anak kurma,
maka hendaklah dia tanpa berlengah-lengah lagi
menanamkannya." (Hadis riwayat Imam Ahmad).
Demikianlah pentingnya kegiatan pertanian hingga pada akhir zaman pun, bidang ini tidak
boleh diabaikan kerana ia adalah sumber terpenting bagi
kehidupan manusia sebagai penyumbang bekalan makanan. AllahSubhana Wa
Ta’ala menjanjikan insentif istimewa kepada pengusaha sektor pertanian sesuai dengan
kedudukannya sebagai sektor yang sangat digalakkan, kita dapati ada Allah Swt telah menjanjikan
insentif yang lumayan bagi petani dan pengusaha sektor ini, sama ada ia dilihat dari sudut
kebendaan atau kerohanian. Bagi umat Islam, bidang pertanian adalah antara cara mudah bagi
mendapat pahala dan ganjaran daripada Allah, selain menerima manfaat atau pendapatan halal..
Rasulullah bersabda bermaksud: "Tiada seorang Muslim pun yang bertani, lalu hasil
pertaniannya dimakan oleh burung atau manusia atau binatang, melainkan dia akan menerima
pahala di atas hal itu." (Hadis riwayat Bukhari dan Muslim) Dalam hadis lain, Baginda bersabda
maksudnya: "Tiada seorang lelaki menanam sesuatu tanaman, melainkan Allah menetapkan
baginya ganjaran sebanyak jumlah buah yang dihasilkan oleh tanaman berkenaan." (Hadis
riwayat Imam Ahmad)
Sabda Nabi lagi:
"Carilah rezeki dari khazanah bumi." (Hadis riwayat at-Tabrani)
Rasullallah sendiri adalah contoh unggul. Baginda SAW sejak kecil sudah terlibat dengan aktiviti
ternakan. Baginda sendiri adalah seorang penggembala kambing. Baginda pernah menyebutkan
saat-saat yang dialaminya pada waktu menggembala itu:
"Nabi-nabi yang diutus Allah itu gembala kambing."
Dan sabda Baginda lagi:
"Musa diutus, dia gembala kambing, Daud diutus, dia gembala kambing, aku diutus, juga gembala
kambing keluargaku di Ajyad."
Pada masa baginda Rasulullah SAW baru tiba di Madinah, Baginda telah menggalakkan
agar usaha dalam bidang pertanian dipertingkatkan. Bumi Madinah yang sememangnya subur
perlu diusahakan dengan lebih giat. Kaum Muhajirin yang berhijrah bersama Baginda diaturkan
supaya dapat bekerjasama dengan kaum Ansar iaitu penduduk asal Madinah dalam mengusahakan
kegiatan pertanian. Dalam sebuah hadis, Rasulullah diriwayatkan sebagai berkata
maksudnya: "Sesiapa yang memiliki tanah, hendaklah dia mengusahakannya, namun jika dia

8
tidak berupaya melakukannya, maka hendaklah diberikan kepada saudaranya (supaya
diusahakan) dan janganlah dia menyewakannya." (Hadis riwayat Abu Daud)
Hakikat betapa Islam sangat menggalakkan sektor pertanian jelas dilihat daripada
peruntukan dalam syariah berdasarkan hadis Nabi yaitu sesiapa saja yang mengusahakan tanah
kerajaan dengan jayanya sewajarnya mendapat hak milik kekal terhadap tanah berkenaan. Hal ini
berdasarkan pendapat kebanyakan ulama.
Berdasarkan pendapat mazhab Malik, hak milik yang diperoleh itu adalah hak milik sementara
saja, jika selepas mendapat hak milik tanah itu, dibiarkan semula terbiar, orang lain yang
mengusahakannya akan memperoleh hak milik dengan menjayakannya. Hukum di atas adalah
berdasarkan kepada hadis Nabi bermaksud:
"Sesiapa yang menjayakan tanah yang tidak dimiliki oleh sesiapa (yakni tanah kerajaan), maka
dia lebih berhak terhadapnya." (Hadis riwayat Imam Ahmad, Malik dan Bukhari).

Teknologi yang digunakan dalam Pertanian Islam


Mengkaitkan teknologi pertanian dan Islam tidaklah hal yang mudah. Hal ini disebabkan
teknologi Pertanian merupakan ilmu pengetahuan terapan sebagai cabang dari ilmu pertanian.
Dalam Al Qur’an perihal pertanian banyak dibicarakan mulai dari macam tumbuhan hingga zakat
yang harus dikeluarkan. Teknologi pertanian sendiri diartikan sebagai penerapan ilmu
pengetahuan dalam rangka pendayagunaan sumber daya alam (pertanian) untuk kesejahteraan
manusia. Tugas manusia sebagai khalifah di muka bumi terkait dengan sumber daya alam dapat
dirujuk pada QS Yaasiin:
‘Dan suatu tanda (kekuasaan Allah yang besar bagi mereka adalah bumi yang mati. Kami
hidupkan bumi itu dan Kami keluarkan daripadanya biji-bijian, maka daripadanya mereka makan
(QS 36: 33).
Ayat di atas menunjukkan bahwa pada awalnya bumi ibarat planet yang mati karena tidak
ada kehidupan didalamnya. Namun dalam perkembangannya bumi menjadi tempat yang sesuai
bagi kehidupan dan Allah menyediakan tanaman bagi manusia. Selain berfungsi sebagai suplai
oksigen bagi kehidupan, dari tanaman juga dapat dipanen misalnya diambil bijinya untuk
dikonsumsi. Ayat di atas juga menunjukkan bahwa pada dasarnya tanaman mestinya
dibudidayakan
agar dapat digunakan sebagai makanan. Tanpa adanya budidaya maka tanaman yang ada tidak
akan mampu memenuhi kebutuhan manusia. Oleh sebab itu ayat ini diikuti dengan ayat
berikutnya:

9
Dan kami jadikan padanya kebun – kebun kurma dan anggur dan Kami pancarkan padanya
beberapa mata air (QS Yaasiin 34).
Dijadikannya kebun – kebun menunjukkan Allah membimbing manusia untuk budidaya.
Saat ini Peran saudara-saudara kita dari Teknik Pertanian sangat penting karena mereka
memperbaiki cara budidaya dengan menemukan alat-alat budidaya sehingga produktivitas
tanaman dapat optimal juga mata air tidak sekedar dimaknai secara harfiah adanya mata air semata
namun dapat pula dimaknai pemanfaatan air. Pada awalnya mereka mengambil air dari mata air
untuk menyirami tanaman dan memberi minum ternak, kemudian mengalirkannya menjadi saluran
irigasi dan Allah menurunkan hujan bukanlah tanpa makna apalagi hanya menyebabkan banjir tapi
Allah menurunkan hujan agar manusia dapat berkpikir dan memanfaatkan misal menjadi cadangan
air untuk sawah tadah hujan dan saat ini diciptakan pula bendungan-bendungan yang mampu
menampung air hujan sehingga air hujan ini memberi makna bagi manusia sebagaimana firman
Allah dalam QS Al Baqarah 22:
Dialah yang menjadikan bumi sebagai hamparan bagimu dan langit sebagai atap, dan Dia
menurunkan air hujan dari langit, lalu Dia menghasilkan dengan hujan itu segala buah-buahan
sebagai rizki untukmu; karena itu janganlah kamu mengadakan sekutu-sekutu bagi Allah, padahal
kamu mengetahui.
Proses budidaya menjadikan produksi pertanian dapat melebih dari yang dibutuhkan oleh
pemilik kebun sehingga memunculkan teknologi baru yaitu pengolahan hasil pertanian.
Sebagaimana dalam ayat selanjutnya:
Supaya mereka dapat makan dari buahnya, dan dari apa yang diusahakan oleh tangan
mereka. Maka mengapakah mereka tidak bersyukur? (QS Yaa Siin 35).
Ayat di atas secara struktural menjelaskan bahwa hasil dari budidaya adalah panen yang
dapat dikonsumsi yang kemudian karena ada dalam jumlah lebih maka tangan mereka
mengusahakan sesuatu yaitu melalui olah pikirnya mereka manusia mencoba memanfaatkan hasil
panen agar dapat lebih awet.
Kemampuan manusia dalam pengolahan hasil pertanian yang cukup medapat sorotan Al
Qur’an adalah pengolahan buah/biji menjadi minuman bukannya makanan:
Dan dari buah kurma dan anggur, kamu buat minuman yang memabukkan dan rizqi yang
baik. Sesungguhnya pada yang demikian itu benar – benar terdapat tanda (kebesaran Allah) bagi
orang yang memikirkan (QS An Nahl: 67).
Pada awal perkembangan teknologi pengawetan makanan, maka teknologi yang
berkembang adalah pengeringan dan pembuatan minuman. Pembuatan minuman menjadi
perhatian dalam Al Qur’an karena adanya kemungkinan untuk menjadi minuman yang diharamkan

10
yaitu yang mengandung alcohol, dan itu berlangsung hingga kini. Rizqi yang baik menjadi pilihan
yang harus dikembangkan dan ini yang mestinya menjadi landasan bagi calon-calon ahli
pengolahan pangan untuk menjadikan makanan yang baik dan halal. Makanan yang kita produksi
haruslah makanan yang baik dan halal, inilah inti ayat di atas.
Saat ini banyak sekali bahan makanan tambahan yang dibuat oleh orang-orang non muslim
yang tidak memahami tentang kehalalan bahan makanan sehingga kita harus hati-hati apalagi jika
kita berlaku sebagai produsen. Seorang produsen makanan harus memperhatikan setiap bahan
yang digunakan. Perhatikan dan cari tahu dari apa bahan tersebut dibuat. Makanan dari hewan
banyak yang diharamkan (berdasarkan hadits), sedang dari tumbuhan umumnya diperbolehkan.
Penyembelihan hewan harus dengan cara yg baik dan menyebut nama Allah saat penyembelihan.
Hasil pertanian dan olahannya yang tidak kita konsumsi maka semestinya menjadi bagian
untuk diperjual-belikan agar dapat dimanfaatkan untuk kesejahteraan manusia.
Dari Rifaah bin Rafi’ah ra. Bahwasanya Nabi SAW pernah ditanya: pekerjaan mana yang
paling baik? Beliau menjawab: “karya tangan seseorang dan tiap-tiap penjualan yang baik (HR
Bazzar. Hadits shahih menurut Akim)
Hadits di atas menunjukkan bahwa pekerjaan yang baik ada dua yaitu memproduksi dan
menjual yg baik. Memproduksi sendiri (atau menjadi produsen) menjadikan kita yakin tentang
kehalalan bahan yang kita produksi. Apabila kita tidak mampu melakukannya maka jadilah penjual
yang baik yaitu mengetahui kehalalan barang yang dijual dan cara penjualan yang halal (ini penting
bagi calon ahli teknologi industry pertanian). Kadangkala produk yang kita jual adalah produk
halal namun karena dijual pada saat yg tidak tepat menjadikan kiat melakukan penjualan yang
tidak baik. Misalnya coklat adalah produk yang baik dan halal sehingga menjadi barang dagangan
yang baik, namun jika kita menjual dalam kaitan dengan perayaan hari besar agama lain atau
valentine day yang merupakan perayaan cinta bebas yg tidak diajarkan dalam Islam, maka kita
telah melakukan penjualan yang tidak baik.
Dalam jual beli juga harus memperhatikan kaidah-kaidah agama.
1. Tidak menjual barang yang diharamkan: “Rasulullah SAW bersabda: Sesungguhnya
Allah telah mengharamkan jual minuman keras, bangkai, babi dan berhala.(HR Bukhari dan
Muslim)”; kucing, anjing (kecuali untuk berburu) (HR Muslim dan Nasai),
2. Tidak menjual dengan dua harga. Rasulullah SAW melarang dua jual beli dalam satu
akad jual beli (HR Ahmad dan Nasai). Tidak halal dua syarat dalam satu akad jual beli (HR Lima
Imam).

11
3. Memuji barang yg dijual melebihi kondisi bahan. “Rasulullah SAW melarang najay
(memuji yang berlebihan terhadap barang dagangan agar pembeli tertipu) –HR Bukhari dan
Muslim
4. Tidak menimbun barang. “Barang siapa yang menimbun barang pangan selama 40 hari,
ia sungguh telah lepas dari Allah dan Allah telah berlepas darinya (HR Ahmad)”; Rasulullah SAW
bersabda: Tidak akan menimbun kecuali orang yang salah (HR Muslim)
5. Benar dalam takaran/timbangan Dasarnya ada di beberapa ayat antara lain QS 6 : 152: -
----- dan sempurnakanlah takaran dan timbangan dengan adil; QS 17 : 35: dan sempurnakanlah
takaran apabila kamumenakar dan timbanglah dengan neraca yang benar….. dan QS 83 : 1 – 3:
Kecelakan besarlah bagi orang-orang yang curang (yatu) orang-orang yg apabila menerima takaran
dari orang lain mereka minta dipenuhi,dan apabila mereka menakar atau menimbang untuk orang
lain, mereka menguranginya.
Demikian yang dapat kami sampaikan, mohon maaf atas segala khilaf yang ada karena
kemampuan kami yang terbatas. Subhanaka Allahumma wabihamdika, Ashadu anla ala illa anta
astaqfiruka alluhuma waatubu ilaika. - Maha Suci Engkau ya Allah, dan dengan memuji-Mu aku
bersaksi bahwa tidak ada Tuhan kecuali Engkau, aku mohon ampun dan bertaubat kepada-Mu.

Sejarah Kemajuan Pertanian dalam Islam


Kemajuan menyentuh ranah pertanian. Serangkaian teori ditemukan oleh kaum intelektual
dan dipraktikkan hingga membuahkan hasil melimpah di tanah-tanah negeri Muslim. Panen pun
mengerek tingkat kesejahteraan. Ini semua bermuara pada pengetahuan umat Islam yang memadai
tentang pertanian.
Tak hanya soal cara memanen. Mereka telah tahu bagaimana memilih lahan bagi tanaman
mereka. Mana yang cocok dan mana pula yang tidak. Sistem pengairan bermunculan dan memicu
perkembangan teknologi di bidang ini. Mereka hapal bagaimana membuat pupuk dan komposisi
penggunaannya.
Dalam bukunya yang terkenal, Kitab al-Filaha (Buku tentang Pertanian), cendekiawan dari
Andalusia atau Spanyol, Ibnu al-Awwan, menjelaskan sejumlah langkah memulai bertani. Hal
pertama yang perlu diketahui mengenai pertanian adalah lahan pertanian itu. Apakah lahan
tersebut baik atau tidak untuk ditanami.
Ia mengingatkan, siapa yang mengabaikan masalah itu tak akan menuai keberhasilan saat
menggarap lahan pertanian. Ini bermakna para petani perlu memiliki pengetahuan tentang lahan,
karakteristiknya, jenisnya, tanaman.

12
Selain itu, al-Awwan mewanti-wanti pula agar memahami betul tentang tingkat
kelembapan tanah yang berdampak pada semua tanaman. Perlu pula mengetahui jenis tanah,
apakah lembut, keras, berpasir, hitam, putih, kuning, merah,kemerah-merahan, Pengetahuan dasar
tentang lahan harus didukung dengan langkah lain untuk mencapai hasil pertanian memuaskan.
Untuk hal ini, umat Islam telah mengembangkan teknologi sistem irigasi. Bentuknya memang
berbeda-beda di setiap wilayah, ada yang sederhana dan ada pula yang lebih canggih.
Sejarawan al-Hamdani mengisahkan salah satu bentuk sistem irigasi yang ada di Yaman,
yang disebut dengan alSamman. Ini merupakan sumber air terkenal. Kedalamannya mencapai tiga
meter. Di sekitarnya, terdapat sejumlah sumur dan telaga buatan sebagai penampung air. Sisi-
sisinya dibatasi dengan batu.
Pengembangan sistem irigasi lainnya untuk keperluan pertanian terdapat di Irak. Tepatnya, di
Fowkhara Gate di tepi Sungai al-Nahrawan, Samarra. Adam Mitz, dalam Al-Hadarah
alIslamiyyah, menyebutkan bahwa ilmuwan Muslim saat itu telah mampu mengalirkan air dari
sumbernya dengan menggunakan pipa.
Mereka mempunyai sejumlah alat-alat teknik yang bermanfaat untuk mengukur ketinggian
tanah dan menggali saluran irigasi di bawah tanah. Akhirnya, ujar Mitz, para ilmuwan itu
menemukan sejumlah mesin untuk mengukur tingkat air sungai. Dengan berbagai
penemuannnya, pertanian islam telah berkembang. Pupuk Pupuk telah sejak dini menjadi
perhatian. Bahkan, telah muncul pemikiran komposisi penggunaan pupuk. Ilmuwan Muslim, Ibnu
al-Hajjaj al-Ishbili, melalui bukunya Al-Muqni' fi al-Filahah, menjelaskan bahwa seorang petani
mesti tahu jika lahan pertanian tak dipupuk, kemampuannya akan melemah. Di sisi lain, ia
berkata agar penggunaan pupuk tak berlebihan. Bila ini terjadi, tanah akan terbakar oleh pupuk.
Dengan pandangan yang disampaikan Ibnu al-Hajjaj ini, pengetahuan pertanian umat Islam saat
itu telah mencapai taraf yang tinggi. Sejalan pada masa sekarang, penggunaan pupuk harus sesuai
aturan pemakaian.
Pentingnya pemupukan untuk lahan pertanian; Ibnu Bassal, Ibnu Hajjaj, dan Ibnu al-
Awwam memberikan penjelasan luas mengenai tipe pupuk dan tingkat kecocokan pupuk pada
tanaman dan lahan tertentu. Mereka menyinggung pula penggunaan daun-daun pohon untuk
menyuburkan lahan pertanian dan pemakaian pupuk kompos.Penjelasan mengenai
pupuk kompos ini di antaranya terdapat dalam buku yang disusun Ibnu al-Awwam yang berjudul
Kitab al-Filaha al-Andalusiyyah. Manuskrip karyanya tersimpan di British Museum. Sedangkan,
Ibnu Bassal menjelaskan bagaimana membuat pupuk kompos itu.
Paling tidak, Ibnu Bassal membagi kompos menjadi tiga jenis. Salah satunya adalah kompos yang
terbuat dari campuran rumput, jerami, dan abu.

13
BAB III

PENUTUP
Kesimpulan
Dalam Islam, kegiatan pertanian merupakan salah satu daripada pekerjaan yang mulia dan
amat digalakkan. Kepentingannya tidak dapat dinafikan lagi apabila hasil industri ini turut
menyumbang kepada hasil makanan negara selain merupakan sumber pendapatan petani. Kegiatan
di dalam bidang ini merupakan di antara cara yang mudah bagi mendapat ganjaran pahala daripada
Allah Subhanahu wa Ta‘ala di samping mendapat manfaat atau pendapatan yang halal daripada
hasil jualan keluaran pertanian.

Saran
Menurut pendapat kami seharusnya pertanian digalakkan karena pertanian merupakan
pekerjaan yang mulia. Selain mendapat ganjaran pahala dari Allah Subhanawataala dan mendapat
manfaat atau pendapatan.

14
DAFTAR PUSTAKA

Anonim. 2009. Pertanian Dalam Perspektif


Islam. http://bemjagribisnisuin.blogspot.com/2009/03/pertanian-dalam-perspektif-islam.html.
Dalam www.google.com. Pukul 09.24
Arkib. 2006. Pertanian Menurut
Islam. http://www.aspirasindp.com/arkib/PertanianmenurutIslam.htmv. Dalamwww.google.com.
Pukul 17.55 Wita.

Azam, zainal. 2012. Islam Tuntut Umat Usahakan Pertanian Hingga Akhir Zaman.
http://pasbukitbendera.com/index.php?option=com_content&task=view&id=147&Itemid=45. D
alamwww.google.com. Pukul 17.56 Wita.
Irsyad, pelita. 2002. Pertanian dan
Islam. http://www.brunet.bn/gov/mufti/irsyad/pelita/2002/ic44_2002.htm.
Dalam www.google.com. Pukul 17.54 Wita. 2002.
Nurhidayat.2012. Teknologi Pertanian Dalam Perspektif
Islam.http://nurhidayat.lecture.ub.ac.id/files/2011/11/Teknologi-Pertanian-dalam-Perspektif-
Islam.pdf. Dalamwww.google.com. Pukul 10.18 Wita.

15

Anda mungkin juga menyukai