Anda di halaman 1dari 10

MAKALAH BERBAHASA BERBUDI ATAU SANTUN

PENGGUNAAN KATA ADARUSA


KATA PENGANTAR

Puji syukur diucapkan kehadirat Allah SWT atas segala rahmatNya sehingga
makalah ini dapat tersusun sampai dengan selesai. Tidak lupa kami mengucapkan
terimakasih terhadap bantuan dari pihak yang telah berkontribusi dengan memberikan
sumbangan baik pikiran maupun materinya.

Penulis sangat berharap semoga makalah ini dapat menambah pengetahuan dan
pengalaman bagi pembaca. Bahkan kami berharap lebih jauh lagi agar makalah ini
bisa pembaca praktekkan dalam kehidupan sehari-hari.

Bagi kami sebagai penyusun merasa bahwa masih banyak kekurangan dalam
penyusunan makalah ini karena keterbatasan pengetahuan dan pengalaman Kami.
Untuk itu kami sangat mengharapkan kritik dan saran yang membangun dari pembaca
demi kesempurnaan makalah ini.

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR.....................................................................................................................i

DAFTAR ISI...................................................................................................................................ii

BAB I PENDAHULUAN..............................................................................................................1

1.1 Latar Belakang...............................................................................................................1

1.2 Rumusan Masalah..........................................................................................................2

BAB II PEMBAHASAN................................................................................................................3

2.1 Definisi Penggunaan Kata Adarusa...............................................................................3

2.2 Fenomena Adarusa........................................................................................................3

BAB III PENUTUP........................................................................................................................6

3.1 Kesimpulan....................................................................................................................6

3.2 Saran..............................................................................................................................6

DAFTAR PUSTAKA.....................................................................................................................7

ii
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Kesantunan dalam berbahasa di lingkungan masyarakat dan sekolah sangatlah penting,


karena dengan bertutur dan berkomunikasi dengan santun dapat menjaga nilai diri sebagai
makhluk sosial, pada dasarnya manusia adalah makhluk sosial, yaitu makhluk yang tidak
dapat hidup sendiri tanpa bantuan orang lain (Asmara, 2015). Agar kita dapat hidup
bersama–sama dalam masyarakat dan diterima oleh masyarakat tersebut, maka kita juga
harus dapat menyesuaikan diri dengan lingkungan sesuai dengan norma–norma dan nilai–
nilai sosial dan saling menghormati yang dianut oleh masyarakat tersebut termasuk
diantaranya nilai kesantunan dalam berbicara. Kesantunan berbahasa pada hakikatnya erat
kaitannya dengan hubungan sosial dalam masyarakat. Kesantunan berbahasa sendiri
merupakan pengungkapan gagasan, ide atau pendapat untuk saling membina kecocokan
atau kemufakatan di dalam kegiatan bertutur yang disertai dengan etika serta perilaku yang
baik menurut norma-norma sosial budaya yang berlaku dalam masyarakat (Dini, 2021)

Menurut Huda (2018) bahasa yang santun merupakan alat yang paling tepat digunakan
dalam berkomunikasi dan menjalin hubungan sosial. Hal tersebut karena bahasa yang
santun memperhatikan kaidah kebahasaan dan tatanan nilai yang berlaku di dalam
masyarakatnya. Oleh karena itu, untuk mewujudkan kondisi masyarakat tersebut maka
salah satu faktor yang sangat menentukan dalam proses pelestarian budaya kesantunan
berbahasa terletak pada masyarakat itu sendiri. Kesantunan berbahasa seharusnya sudah
menjadi suatu tradisi yang dimiliki setiap individu, sebab jika tidak maka tradisi berbahasa
yang santun tersebut akan memudar dalam kehidupan bermasyarakat dan selanjutnya
lahirlah generasi yang arogan, kasar dan kering dari nilai-nilai etika masyarakat.

1
1.2 Rumusan Masalah

Berdasarkan lengkapnya permasalahan pada latar belakang masalah di atas, yang


menjadi rumusan masalah dalam makalah yang penulis susun adalah sebagai berikut:
1. Bagaimana definisi penggunaan kata adarusa?
2. Bagaimana fenomena adarusa yang terjadi di media social?
1.3 Tujuan Masalah
Berdasarkan rumusan masalaah diatas yang menjadi tujuan masalah dari makalah
yang penulis susun adalah sebagai berikut:
1. Untuk mengetahui bagaimana definisi penggunaan kata adarusa
2. Untuk mengetahui bagaimana fenomena adarusa yang terjadi di media social

2
BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Definisi Penggunaan Kata Adarusa

Kata yang tertera di judul memang satu kata, jadi tidak ada spasinya. Sekilas memang
seperti dua kata ada dan rusa, tapi bukan, maknanya sangat jauh dari hal yang menyangkut
hewan rusa (Yulianti et al., 2018)Dalam KBBI kata adarusa memiliki arti orang yang
meminjam sesuatu, bisa uang atau barang yag lain, tetapi orang tersebut tidak ada niat atau
kemauan untuk mengembalikannya. Eh, ternyata ada kata khusus ya untuk sifat
menjengkelkan itu. Orang yang melakukan adarusa sangat menjengkekan, memuakkan dan
membuat kita serasa diabaikan. Yang jelas, saya yang telah diperdaya oleh yang
melakukan adarusa tidaklah menjadi hidup serba kekurangan karena tindakan mereka. Saya
tidak tahu bagaimana hidup mereka setelah itu karena tidak menanyakan dan mengurusnya.
Kalaupun di dunia mereka aman-aman saja, maka di akhirat pasti ada azab Alah untuk
mereka.

Mungkin sebagian dari kita masih belum mengetahui apa yang dimaksud dengan
adarusa ini. Jika kita mengutip dari Kamus Besar Bahasa Indonesia, adarusa dimaknai
sebagai "orang yang meminjam sesuatu (tentang uang atau barang), tetapi tidak ada
kemauan untuk mengembalikan uang atau barang tersebut". Jika kita merujuk dari
pengertian tersebut, tentunya fenomena adarusa ini sudah jamak sekali ditemui dalam
kehidupan. Teman yang datang entah dari mana untuk meminjam uang, kemudian
menghilang entah kemana setelah mendapatkan uang pinjaman tentu sudah jamak sekali
ditemui (Zahid, 2013)

2.2 Fenomena Adarusa

Fenomena adarusa yang terjadi di media sosial tak lepas dari makin menjamurnya
industri financial technology. Berbagai perusahaan pinjaman online, baik legal maupun
ilegal, bermunculan ke permukaan. Tidak ada yang salah dari menjamurnya bisnis
semacam ini. Namun yang jadi masalah, sebagian masyarakat kita belum teredukasi dengan

3
baik perihal praktik bisnis ini. Banyak yang kemudian terjerat oleh 'jebakan' pinjaman-
pinjaman online. Bunga yang cukup tinggi kemudian membebani para peminjam ini ketika
akan melunasi pinjamannya. Pada akhirnya, banyak peminjam yang kabur menghindari
tagihan pinjaman ini karena merasa tidak mampu melunasinya. Para peminjam yang tidak
mampu melunasi pinjaman online yang dia ambil tadi kemudian mengunggah keluh
kesahnya di berbagai media sosial. Para peminjam itu kemudian saling terhubung satu
sama lain dengan individu lain yang mengalami nasib yang sama, yaitu terjerat hutang
pinjaman online. Mereka kemudian membuat semacam perkumpulan melalui forum-forum
diskusi di media sosial. Forum ini semakin hari semakin membesar dengan banyaknya
anggota yang bergabung. Mereka kemudian menyuarakan keresahannya ketika terjerat oleh
hutang pinjaman online yang mereka ambil. Para peminjam ini merasa menjadi korban dari
praktik bisnis pinjaman online, terutama dari perusahaan-perusahaan pinjaman online yang
tidak legal alias illegal.

Namun sayang, munculnya forum-forum korban pinjaman online tersebut tidak hanya
menjadi wadah keluh kesah para korban ini. Banyak sekali diantara para anggota forum ini
yang justru menjadikan forum ini sebagai tempat pamer dan adu kehebatan soal melarikan
diri dari jeratan pinjaman online. Tak sedikit yang mengunggah cerita soal bagaimana
mereka mampu meminjam uang dengan nominal yang tidak sedikit di berbagai platform
pinjaman online, namun kemudian lari tanpa melunasinya sama sekali. Berbagai unggahan
cerita ini kemudian menjadi semacam inspirasi bagi para anggota yang lain untuk sama-
sama menapaktilasi tindakan-tindakan tersebut.

Begitu banyak unggahan saling pamer 'kekayaan' yang diperoleh dari tindakan adarusa
tersebut. Jika mengikuti perkembangan forum-forum diskusi tersebut, kini justru lebih
banyak diisi oleh unggahan-unggahan terkait pamer tindakan adarusa, alih-alih berkeluh
kesah meminta bantuan.

4
Mereka tak lagi sungkan mengunggah cerita yang sebenarnya merupakan sebuah
tindakan negatif yang seharusnya menjadi aib. Tak sedikit pula yang justru mengajak orang
lain untuk mengikuti apa yang telah mereka lakukan. Mereka justru berbangga hati ketika
mampu memamerkan pencapaian tersebut. Fenomena ini menjadi sebuah indikator betapa
sudah rusaknya etika moral dalam bermedia sosial. Tidak sungkan, bahkan berbangga hati
memamerkan tindakan yang sebenarnya tidak jauh berbeda dengan kriminalitas lain seperti
mencuri, atau bahkan merampok.

5
BAB III
PENUTUP

3.1 Kesimpulan

Pembiasaan berbahasa santun pada sangat penting untuk dilakukan. Seiring dengan hal
tersebut, pembiasaan berbahasa secara santun ini dapat menunjang karakter
komunikatif/bersahabat. Melalui karakter komunikatif tersebut berarti siswa mampu
menguasai target pendidikan karakter yang diterapkan oleh pemerintah. Melalui itu pula,
kebiasaan berbahasa yang tidak santun dapat mengurangi bahkan mencegah generasi
bangsa untuk saling mencaci dan menyebarkan isu-isu yang tidak benar. Kesantunan
berbahasa siswa nanti juga akan mendukung perilaku-perilaku siswa yang sesuai dengan
harapan bangsa dan negara. Pembelajaran kesantunan

Kesopanan dan kesantunan dalam berbahasa sangatlah penting terutama saat anak
berbahasa kepada orang tuanya. Dalam penelitian ini tingkat kesantunan anak-anak
berbahasa kepada orang tuanya cukup memprihatinkan karena lebih banyak anak-anak
yang tidak santun saat berbicara kepada orang tuanya. Santun atau tidak santunnya seorang
anak kepada orang tua dalam berbicara, dapat dilihat pada prinsip kesantunan. Yang mana
prinsip kesantunan itu terbagi enam yaitu, maksim kearifan, maksim kedermawanan,
maksim pujian, maksim kerendahan hati, maksim kesepakatan dan maskim simpati

3.2 Saran

Makalah ini menjelaskan tentang Penggunaan Kata Adarusa untuk itu penulis
menyarankan kepada pembaca agar kiranya mengetahui silsilah Penggunaan Kata
Adarusa dan mampu mempertahankanya, khususnya pembaca tentang Penggunaan
Kata Adarusa

6
DAFTAR PUSTAKA

Asmara, R. (2015). Basa-basi dalam percakapan kolokial Berbahasa Jawa sebagai penanda
karakter santun berbahasa. Transformatika: Jurnal Bahasa, Sastra, dan
Pengajarannya, 11(2), 80-95.

Dini, J. P. A. U. (2021). Penanaman sikap sopan santun dalam budaya jawa pada anak usia
dini. Jurnal Obsesi: Jurnal Pendidikan Anak Usia Dini, 5(2), 2059-2070.

Hudaa, S. (2018). Optimalisasi Bahasa: Penggunaan Bahasa yang Baik, Logis, dan Santun di
Media Massa. Jurnal Dialektika, 5(1).

Yulianti, I., Isnani, A., Zakkiyyah, A. L., & Hakim, J. (2018, April). Penerapan bahasa jawa
krama untuk membentuk karakter sopan santun di sekolah dasar. In Makalah. Prosiding
Seminar Nasional di Universitas Muria Kudus. Kudus (Vol. 11, pp. 160-165).

Zahid, M. (2013). Komunikasi Santun dalam Al-Qur’an. KARSA: Journal of Social and Islamic
Culture, 21(2), 175-197.

Anda mungkin juga menyukai