Anda di halaman 1dari 13

MAKALAH

SEJARAH DAN PERAN TOKOH ULAMA

DISUSUN OLEH :
ARIZA RIZQI UMAMY P
X.2

SEKOLAH MENENGAH ATAS NEGERI I TALIWANG


KATA PENGANTAR

Puji syukur diucapkan kehadirat Allah SWT atas segala rahmat-Nya sehingga
makalah ini dapat tersusun sampai selesai. Tidak lupa kami mengucapkan terima
kasih terhadap bantuan dari pihak yang telah berkontribusi dengan memberikan
sumbangan baik pikiran maupun materi.

Penulis sangat berharap semoga makalah ini dapat menambah pengetahuan dan
pengalaman bagi pembaca. Bahkan kami berharap lebih jauh lagi agar makalah ini
bisa pembaca praktikkan dalam kehidupan sehari-hari.

Bagi kami sebagai penyusun merasa bahwa masih banyak kekurangan dalam
penyusunan makalah ini karena keterbatasan pengetahuan dan pengalaman kami.
Untuk itu kami sangat mengharapkan kritik dan saran yang membangun dari
pembaca demi kesempurnaan makalah ini.

Taliwang, 30 September 2022

ARIZA RIZQI UMAMY P


DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR…………………………………………………………….

DAFTAR ISI…………………………………………………………………. …..

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang………………………………………………………………...

BAB II PEMBAHASAN……………………………………………………….....

2.1 Kondisi Masyarakat Indonesia Sebelum Datangnya Islam…………………...

2.2 Proses Dan Alur Teori Sejarah Penyebaran Islam Di Indonesia……………...

2.3 Keteladanan Para Tokoh Ulama Penyebaran Ajaran Islam Di Indonesia…….

BAB III PENUTUP………………………………………………………….……

3.1 Kesimpulan……………………………………………………………………

DAFTAR PUSTAKA …………………………………………………………….


BAB I PENDAHULUAN

1.1 LATAR BELAKANG

Ulama merupakan figur yang memiliki peranan khusus dalam


kehidupanmasyarakat. Sejak masa lalu ulama selalu terlibat dalam berbagai kegiatan baik
yang berkaitan dengan peribadatan yang mahdhah 41 maupun dalam upacara yang
berkaitan dengan siklus hidup, seperti, kelahiran, perkawinan, dan kematian. Ulama
mempunyai posisi tersendiri dalam masyarakat Islam, meskipun telah terjadi beberapa
perubahan dalam bidang penekanan dan bidang garapannya, mereka tetap memiliki posisi
penting sampai sekarang. 42 Hal ini dikarenakan pengetahuan agamanya yang benar-
benar paham dan menguasai, ini juga didukung oleh beberapa ayat Alqur’an dan hadits
Nabi yang menunjukkan posisi penting seorang ulama. 43 Ulama dalam ajaran Islam
berkedudukan sebagai waratsah al-anbiya’ (pewaris para Nabi) yang secara historis
sosiologis memiliki otoritas dalam keagamaan karena itu ulama sangat dihormati dan
disegani baik gagasan maupun pemikirannya. Dalam berbagai dimensi gagasan dan
pemikirannya tersebut dipandang.
BAB II PEMBAHASAN

2.1 KONDISI MASYARAKAT INDONESIA SEBELUM DATANGNYA ISLAM

Jauh sebelum Islam masuk ke nusantara dan menjadi agama mayoritas,


masyarakat telah memiliki sistem kepercayaannya sendiri. Secara umum, keyakinan
tersebut disebut sebagai animisme dan dinamisme. Kemudian periode Hindu-Buddha
dimulai sekitar abad ke-3 dan pengaruhnya paling besar terdapat di Pulau Jawa.
Perkembangan keyakinan Bangsa Indonesia selalu dinamis Dan pada saat yang sama,
unsur-unsur dari keyakinan masa lampau juga masih memengaruhi kehidupan
masyarakat hingga sekarang. Untuk lebih jelasnya, berikut adalah penjelasan masing-
masing keyakinan masyarakat sebelum periode Islam :
1. Animisme
Dikutip dari Agama dan Perubahan Sosial karya Amran Kasimin, animisme
mempercayai bahwa setiap benda di bumi seperti kawasan tertentu, goa, pohon, batu
besar, dan lain-lain mempunyai roh atau jiwa yang mesti dihormati agar tidak
mengganggu manusia. Mereka juga berharap agar roh-roh tersebut menjaga mereka dari
roh jahat dan membantu dalam kehidupan sehari-hari.
Karakteristik masyarakat yang menganut keyakinan ini di antaranya adalah
memohon perlindungan dan permintaan kepada roh untuk penyembuhan penyakit, sukses
dalam bercocok tanam, terhindar dari bencana alam, selamatan ketika memasuki rumah
baru, dan lain-lain. Sebagaimana dikutip dari Encyclopaedia of Social Cultural
Anthropology oleh Alan Barnard and Jonathan Spencer.
Oleh sebab itu, di Indonesia ditemukan beberapa monumen yang terbuat dari
batu-batu sebagai tempat pemujaan roh nenek moyang. Pemberian sesaji pada roh yang
berdiam di pohon-pohon besar, di tempat mata air, di kuburan tua, tempat-tempat yang
dianggap angker, serta upacara selamatan merupakan beberapa perwujudan dari
kepercayaan animisme.

2. Dinamisme
Dinamisme adalah keyakinan terhadap kekuatan yang berada dalam suatu benda
dan diyakini mampu memberikan suatu manfaat dan marabahaya. Benda-benda tersebut
bisa berupa gunung, bebatuan, dan lain sebagainya. Berbeda dengan animisme yang
penekanannya berada pada kepercayaan terhadap roh, dinamisme didasari oleh pola pikir
bahwa kekuatan alam menentukan kehidupan secara keseluruhan.
3. Periode Hindu-Buddha
Wisatawan yang tengah memotret salah satu bagian candi di Borobudur Foto:
Dok. PT TWC Wisatawan yang tengah memotret salah satu bagian candi di Borobudur
Foto: Dok. PT TWC. Pengaruh Hindu Budha eksistensinya dengan mudah dapat dikenali
dari peninggalan batu bertulis serta candi. Masuknya kebudayaan Hindu juga menjadikan
masyarakat Indonesia mengenal kasta, meskipun tidak seketat India. Kasta tersebut
adalah Brahmana (kaum pendeta dan sarjana), Ksatria (para prajurit, pejabat, dan
bangsawan), Waisya (para pedagang, petani, pemilik tanah, dan prajurit), serta Sudra
(rakyat jelata dan pekerja kasar). Agama Budha yang menekankan pada moral dan
menuntun manusia untuk berbuat baik terhadap sesama agar dapat mencapai Nirwana
juga diterima secara baik di Nusantara. Ajaran ini juga memperlancar meresapnya ajaran
agama Islam, kerena mengajarkan hal yang hamper serupa.

2.2 PROSES DAN ALUR TEORI SEJARAH PENYEBARAN ISLAM DI INDONESIA


1. TEORI MEKAH
Teori Mekah mengatakan bahwa proses masuknya Islam ke Indonesia adalah
langsung dari Mekah atau Arab. Proses ini berlangsung pada abad pertama Hijriah atau
abad ke-7 M. Tokoh yang memperkenalkan teori ini adalah Haji Abdul Karim Amrullah
atau HAMKA, salah seorang ulama sekaligus sastrawan Indonesia. Hamka
mengemukakan pendapatnya ini pada tahun 1958, saat orasi yang disampaikan pada dies
natalis Perguruan Tinggi Islam Negeri (PTIN) di Yogyakarta. Ia menolak seluruh
anggapan para sarjana Barat yang mengemukakan bahwa Islam datang ke Indonesia tidak
langsung dari Arab. Bahan argumentasi yang dijadikan bahan rujukan HAMKA adalah
sumber lokal Indonesia dan sumber Arab. Menurutnya, motivasi awal kedatangan orang
Arab tidak dilandasi oleh nilai nilai ekonomi, melainkan didorong oleh motivasi spirit
penyebaran agama Islam. Dalam pandangan Hamka, jalur perdagangan antara Indonesia
dengan Arab telah berlangsung jauh sebelum tarikh masehi.
Dalam hal ini, teori HAMKA merupakan sanggahan terhadap Teori Gujarat yang
banyak kelemahan. Ia malah curiga terhadap prasangka-prasangka penulis orientalis
Barat yang cenderung memojokkan Islam di Indonesia. Penulis Barat, kata HAMKA,
melakukan upaya yang sangat sistematik untuk menghilangkan keyakinan negeri-negeri
Melayu tentang hubungan rohani yang mesra antara mereka dengan tanah Arab sebagai
sumber utama Islam di Indonesia dalam menimba ilmu agama. Dalam pandangan
HAMKA, orang-orang Islam di Indonesia mendapatkan Islam dari orang- orang pertama
(orang Arab), bukan dari hanya sekadar perdagangan. Pandangan HAMKA ini hampir
sama dengan Teori Sufi yang diungkapkan oleh A.H. Johns yang mengatakan bahwa para
musafirlah (kaum pengembara) yang telah melakukan islamisasi awal di Indonesia. Kaum
Sufi biasanya mengembara dari satu tempat ke tempat lainnya untuk mendirikan
kumpulan atau perguruan tarekat.
2. TEORI GUJARAT
Teori Gujarat mengatakan bahwa proses kedatangan Islam ke Indonesia berasal
dari Gujarat pada abad ke-7 H atau abad ke-13 M. Gujarat ini terletak di India bagain
barat, berdekaran dengan Laut Arab. Tokoh yang menyosialisasikan teori ini kebanyakan
adalah sarjana dari Belanda. Sarjana pertama yang mengemukakan teori ini adalah J.
Pijnapel dari Universitas Leiden pada abad ke 19. Menurutnya, orang-orang Arab
bermahzab Syafei telah bermukim di Gujarat dan Malabar sejak awal Hijriyyah (abad ke7
Masehi), namun yang menyebarkan Islam ke Indonesia menurut Pijnapel bukanlah dari
orang Arab langsung, melainkan pedagang Gujarat yang telah memeluk Islam dan
berdagang ke dunia timur, termasuk Indonesia. Dalam perkembangan selanjutnya, teori
Pijnapel ini diamini dan disebarkan oleh seorang orientalis terkemuka Belanda, Snouck
Hurgronje. Menurutnya, Islam telah lebih dulu berkembang di kota-kota pelabuhan Anak
Benua India. Orang-orang Gujarat telah lebih awal membuka hubungan dagang dengan
Indonesia dibanding dengan pedagang Arab. Dalam pandangan Hurgronje, kedatangan
orang Arab terjadi pada masa berikutnya. Orang-orang Arab yang datang ini kebanyakan
adalah keturunan Nabi Muhammad yang menggunakan gelar “sayid” atau “syarif ” di di
depan namanya.

3. TEORI PERSIA (IRAN)


Teori bahwa ajaran Islam masuk ke Nusantara dari bangsa Persia (atau wilayah
yang kemudian menjadi negara Iran) pada abad ke-13 Masehi didukung oleh Umar Amir
Husen dan Husein Djajadiningrat. Abdurrahman Misno dalam Reception Through
Selection-Modification: Antropologi Hukum Islam di Indonesia (2016) menuliskan,
Djajadiningrat berpendapat bahwa tradisi dan kebudayaan Islam di Indonesia memiliki
persamaan dengan Persia. Salah satu contohnya adalah seni kaligrafi yang terpahat pada
batu-batu nisan bercorak Islam di Nusantara. Ada pula budaya Tabot di Bengkulu dan
Tabuik di Sumatera Barat yang serupa dengan ritual di Persia setiap tanggal 10 Muharam.
Akan tetapi, ajaran Islam yang masuk dari Persia kemungkinan adalah Syiah.
Kesamaan tradisi tersebut serupa dengan ritual Syiah di Persia yang saat ini merujuk pada
negara Iran. Teori ini cukup lemah karena mayoritas pemeluk Islam di Indonesia adalah
bermazhab Sunni.

4. TEORI CINA
Penyebaran Islam di Indonesia juga diperkirakan masuk dari Cina. Ajaran Islam
berkembang di Cina pada masa Dinasti Tang (618-905 M), dibawa oleh panglima muslim
dari kekhalifahan di Madinah semasa era Khalifah Ustman bin Affan, yakni Saad bin Abi
Waqqash. Kanton pernah menjadi pusatnya para pendakwah muslim dari Cina. Jean A.
Berlie (2004) dalam buku Islam in China menyebut relasi pertama antara orang-orang
Islam dari Arab dengan bangsa Cina terjadi pada 713 M. Diyakini bahwa Islam
memasuki Nusantara bersamaan migrasi orang-orang Cina ke Asia Tenggara. Mereka
dan memasuki wilayah Sumatera bagian selatan Palembang pada 879 atau abad ke-9 M.
Bukti lain adalah banyak pendakwah Islam keturunan Cina yang punya pengaruh besar di
Kesultanan Demak, kerajaan Islam pertama di Jawa, seiring dengan keruntuhan
Kemaharajaan Majapahit pada perjalanan abad ke-13 M. Sebagian dari mereka disebut
Wali Songo. Dalam buku Sejarah yang ditulis oleh Nana Supriatna diungkapkan,
Kesultanan Demak didirikan oleh Raden Patah, putra Raja Majapahit dari istri seorang
perempuan asal Cina yang telah masuk Islam. Raden Patah yang memiliki nama Cina, Jin
Bun, memimpin Demak bersama Wali Songo sejak 1500 M.

2.3 KETELADANAN PARA TOKOH ULAMA PENYEBARAN AJARAN ISLAM DI


INDONESIA
a. Hidup sederhana
Para ulama penyebar Islam di Indonesia hidup secara sederhana dan bersahaja,
meskipun hartanya melimpah. Mereka menyedekahkan semua harta, dengan terlebih
dahulu mengambil secukupnya untuk kebutuhan pokok. Allah SWT. memerintahkan
orang-orang beriman agar menyedekahkan hartanya sebagaimana tercantum dalam Q.S.
al-Baqarah/2: 267 berikut ini.

َ ‫ض ۗ َواَل تَيَ َّم ُموا ْال َخبِي‬


‫ْث ِم ْنهُ تُ ْنفِقُوْ نَ َولَ ْستُ ْم‬ ِ ‫ٰيٓاَيُّهَا الَّ ِذ ْينَ ٰا َمنُ ْٓوا اَ ْنفِقُوْ ا ِم ْن طَيِّ ٰب‬
ِ ْ‫ت َما َك َس ْبتُ ْم َو ِم َّمآ اَ ْخ َرجْ نَا لَ ُك ْم ِّمنَ ااْل َر‬
‫بِ ٰا ِخ ِذ ْي ِه اِآَّل اَ ْن تُ ْغ ِمضُوْ ا فِ ْي ِه ۗ َوا ْعلَ ُم ْٓوا اَ َّن هّٰللا َ َغنِ ٌّي َح ِم ْي ٌد‬

Artinya:
“Wahai orang-orang yang beriman! Infakkanlah sebagian dari hasil usahamu yang
baik-baik dan sebagian dari apa yang Kami keluarkan dari bumi untukmu. Janganlah
kamu memilih yang buruk untuk kamu keluarkan, padahal kamu sendiri tidak mau
mengambilnya melainkan dengan memicingkan mata (enggan) terhadapnya. Dan
ketahuilah bahwa Allah Mahakaya, Maha Terpuji”. (Q.S. al-Baqarah/2: 267)
Perintah Allah SWT. di atas sudah dilakukan oleh para sahabat Nabi SAW.,
seperti Abu Bakar r.a., Ustman bin Affan r.a., Umar bin Khattab r.a., Ali bin Abi Thalib
r.a. dan sahabat lainnya. Mereka gemar bersedekah, dan menjalani hidup secara
sederhana. Berkat kesederhanaan para ulama penyebar Islam di Indonesia, perjuangan
dakwah menunjukkan hasil luar biasa. Banyak rakyat jelata, masyarakat miskin, orang
awam dengan suka rela memeluk agama Islam. Akhlak para ulama ini patut dicontoh
oleh semua kaum muslimin. Apalagi saat ini gaya hidup modern, hedonism, dan
materialism sangat kuat mempengaruhi masyarakat. Seperti diketahui bahwa manusia
akan selalu digoda oleh hawa nafsu untuk menguasai dunia. Ibarat minum air laut,
semakin diminum akan semakin haus. Menuruti keinginan hawa nafsu duniawi tidak
akan ada selesainya. Hari ini memiliki emas, esok ingin merengkuh berlian. Ketika
berlian sudah dimiliki, kepuasan hanya sekejap saja, karena akan terus merasa kurang.
Memiliki gadget bagus, tapi merasa kurang karena melihat gadget orang lain lebih bagus,
demikian seterusnya. Sungguh tak akan ada yang mampu menghentikan keinginan tak
berujung ini, kecuali kematian. Saat itulah, semua ambisi duniawi sirna seketika. Ia
meninggalkan dunia ini dengan membawa beberapa lembar kain kafan saja. Rumah,
emas, berlian, jabatan, keluarga dan semua isi dunia ini ditinggalkan begitu saja. Padahal
selama hidup di dunia, ia mati-matian untuk meraihnya.

b. Gigih dalam berjuang

Untuk meraih keberhasilan dalam menyebarkan Islam di Indonesia diperlukan


kegigihan dan tekad kuat. Ulama penyebar Islam di Indonesia telah menunjukkan sikap
bersemangat pantang menyerah, gigih dalam memperjuangan ajaran Islam. Tak dapat
dipungkiri, untuk meraih suatu cita-cita dibutuhkan pengorbanan dan perjuangan
panjang. Hambatan dan tantangan bukan untuk ditakuti, tapi diselesaikan dengan cara
yang tepat. Allah Swt. tidak akan mengubah nasib suatu kaum, kecuali mereka sendiri
yang mengubahnya. Hal ini sesuai firman Allah Swt. dalam Q.S. ar-Ra’d/13:11 berikut
ini.

‫ت ِّم ۢ ْن بَي ِْن يَ َد ْي ِه َو ِم ْن َخ ْلفِ ٖه يَحْ فَظُوْ نَهٗ ِم ْن اَ ْم ِر هّٰللا ِ ۗاِ َّن هّٰللا َ اَل يُ َغيِّ ُر َما بِقَوْ ٍم َح ٰتّى يُ َغيِّرُوْ ا َما بِا َ ْنفُ ِس ِه ۗ ْم َواِ َذآ اَ َرا َد هّٰللا ُ بِقَوْ ٍم‬
ٌ ‫لَهٗ ُم َعقِّ ٰب‬
ٍ ‫س ُۤوْ ًءا فَاَل َم َر َّد لَهٗ ۚ َو َما لَهُ ْم ِّم ْن ُدوْ نِ ٖه ِم ْن و‬
‫َّال‬

Artinya:
“Baginya (manusia) ada malaikat-malaikat yang selalu menjaganya bergiliran,
dari depan dan belakangnya. Mereka menjaganya atas perintah Allah. Sesungguhnya
Allah tidak akan mengubah keadaan suatu kaum sebelum mereka mengubah keadaan diri
mereka sendiri. Dan apabila Allah menghendaki keburukan terhadap suatu kaum, maka
tak ada yang dapat menolaknya dan tidak ada pelindung bagi mereka selain Dia”. (Q.S.
ar-Ra’d/13: 11)
Para ulama lebih mengutamakan kelancaran dakwah daripada kepentingan pribadi
dan keluarganya. Kesenangan duniawi diabaikan demi keberhasilan dakwah. Medan
dakwah yang berat berupa lautan, hutan belatara, dan ancaman musuh tidak menyurutkan
tekad perjuangan dakwah. Mereka optimis mampu melaksanakan tugas dakwah dengan
baik. Kegigihan dalam berjuang harus diikuti dengan sifat optimis dan tawakal kepada
Allah Swt. Semua keberhasilan merupakan karunia Allah Swt. yang harus disyukuri,
sedangkan kegagalan harus diatasi dengan tawakal kepada-Nya. Semua kesulitan dakwah
pasti ada jalan keluarnya. Allah Swt. akan membimbing hamba-Nya yang bersungguh-
sungguh berjalan di atas kebenaran.

c. Menguasai ilmu agama secara luas dan mendalam


Menyampaikan ajaran Islam kepada masyarakat yang sudah beragama bukanlah
persoalan mudah. Adat dan budaya lokal sudah mentradisi begitu kental di masyarakat.
Para ulama melakukan penyesuaian ajaran Islam dengan tradisi lokal tersebut, tanpa
menghilangkan adat yang sudah berlaku di masyarakat. Hal ini hanya bisa dilakukan oleh
ulama dengan penguasaan ilmu agama yang mumpuni, luas dan mendalam. Semua itu
diperoleh karena ketekunan belajar ilmu agama kepada ahlinya. Mereka berguru kepada
para ulama yang jalur keilmuannya bersambung sampai kepada Rasulullah Saw.
Belajarnya juga tidak instan, namun terprogram melalui tahapan-tahapan yang jelas. Dari
ilmu-ilmu dasar hingga mencapai ilmu yang tinggi. Ditempuh dalam kurun waktu yang
cukup lama.

Hal ini penting untuk ditiru oleh seseorang yang ingin belajar ilmu agama. Harus
ada di antara kaum muslimin yang menekuni ilmu agama (tafaqquh fiddin). Hal ini sesuai
firman Allah Swt. dalam Q.S. at-Taubah/9:122 berikut ini.

َ ‫َو َما َكانَ ْال ُمْؤ ِمنُوْ نَ لِيَ ْنفِرُوْ ا َك ۤافَّ ۗةً فَلَوْ اَل نَفَ َر ِم ْن ُك ِّل فِرْ قَ ٍة ِّم ْنهُ ْم‬
‫ط ۤا ِٕىفَةٌ لِّيَتَفَقَّهُوْ ا فِى ال ِّدي ِْن َولِيُ ْن ِذرُوْ ا قَوْ َمهُ ْم اِ َذا َر َجع ُْٓوا اِلَ ْي ِه ْم‬
َ‫لَ َعلَّهُ ْم يَحْ َذرُوْ ن‬

Artinya:
“Dan tidak sepatutnya orang-orang mukmin itu semuanya pergi (ke medan
perang). Mengapa sebagian dari setiap golongan di antara mereka tidak pergi untuk
memperdalam pengetahuan agama mereka dan untuk memberi peringatan kepada
kaumnya apabila mereka telah kembali, agar mereka dapat menjaga dirinya”. (Q.S at-
Taubah/9:122)

d. Sabar

Ujian dan cobaan yang dialami oleh para ulama penyebar Islam di Indonesia
berhasil dilalui dengan kesabaran. Salah satu hikmah adanya ujian tersebut adalah dapat
diketahui tingkat keimanan seseorang. Allah Swt. hendak menguji siapakah di antara
hamba-Nya yang terbaik amal-amalnya. Seorang pendakwah harus memiliki tingkat
kesabaran tinggi karena menghadapi umat yang memiliki keragaman budaya, etnis,
tingkat pendidikan, dan kepribadian. Seseorang akan diuji oleh Allah Swt. sesuai dengan
tingkat keimanannya. Semakin tinggi keimanan, maka semakin berat ujian dari Allah
Swt. Keimanan dan kesabaran adalah dua sisi yang menyatu, tidak dapat dipisahkan satu
sama lain, diibaratkan seperti kepala dan badan. Manusia yang paling berat ujiannya
adalah para nabi, kemudian para wali dan seterusnya sampai pada derajat orang awam.
Pahala sifat sabar sangatlah besar, dan hanya Allah Swt. yang mengetahuinya. Hal ini
seperti firman Allah Swt. dalam Q.S. az-Zumar/39:10 berikut ini.

‫هّٰللا‬
ِ ‫قُلْ ٰي ِعبَا ِد الَّ ِذ ْينَ ٰا َمنُوا اتَّقُوْ ا َربَّ ُك ْم ۗلِلَّ ِذ ْينَ اَحْ َسنُوْ ا فِ ْي ٰه ِذ ِه ال ُّد ْنيَا َح َسنَةٌ َۗواَرْ ضُ ِ َو‬
ٌ‫اس َعة‬

ۗ‫ب‬ ّ ٰ ‫اِنَّ َما ي َُوفَّى ال‬


ٍ ‫صبِرُوْ نَ اَجْ َرهُ ْم بِ َغي ِْر ِح َسا‬

Artinya:
“Katakanlah (Muhammad), “Wahai hamba-hamba-Ku yang beriman!
Bertakwalah kepada Tuhanmu.” Bagi orang-orang yang berbuat baik di dunia ini akan
memperoleh kebaikan. Dan bumi Allah itu luas. Hanya orang-orang yang bersabarlah
yang disempurnakan pahalanya tanpa batas”. (Q.S. Az-Zumar/39:10)
Kesabaran para ulama tampak jelas saat berdakwah kepada masyarakat awam.
Mereka mengajarkan ilmu agama dengan cara dan metode sederhana tapi mudah
dipahami. Bukan sebatas teori, dengan amat ringan dapat langsung dipraktikkan dalam
kehidupan sehari-hari.
2.4 PERAN TOKOH ULAMA PENYEBARAN ISLAM DI INDONESIA
1. SUNAN GRESIK
Sunan Gresik atau Maulana Malik Ibrahim menyebarkan Islam di wilayah Gresik,
Jawa Timur. Selain itu, Sunan Gresik turut mengajarkan cara bercocok ke masyarakat
untuk mengambil hati masyarakat sehingga rencana dakwah Islamnya dapat diterima
dengan baik. Cara Sunan Gresik tersebut berhasil merangkul masyarakat bawah yang
menjadi kasta yang disisihkan dalam komunitas Hindu berhasil dan membuatnya
mendapat tempat di hati masyarakat.
Dalam berdakwah Sunan Gresik juga tidak menentang kepercayaan penduduk asli
secara tajam, namun dengan menunjukkan sisi indah dan kebaikan yang dibawa oleh
agama Islam. Sunan Gresik yang juga dianggap sebagai orang pertama yang
menyebarkan Islam di Jawa mendirikan pondok pesantren dan masjid sebagai tempat
untuk mengajarkan agama Islam. Sunan Gresik wafat pada tahun 1419 setelah selesai
membangun dan menata pondok sebagai tempat belajar agama Islam. Kompleks makam
Sunan Gresik atau Maulana Malik Ibrahim berada di Desa Gapura, Sukolilo, Gresik.
Kompleks makam ini dekat dengan alun-alun Gresik dan Masjid Jami' Gresik. Hingga
saat ini makam Sunan Gresik masih kerap diziarahi oleh umat Islam dari berbagai daerah
di Indonesia.

2. SUNAN AMPEL
Sunan Ampel putra Syaikh Ibrahim As-Samarkandi adalah tokoh 9 Wali Songo
tertua yang berperan besar dalam pengembangan dakwah Islam di Jawa dan tempat lain
di Nusantara.Nama asli Sunan Ampel ialah Raden Rahmat. Sunan Ampel lahir pada
tahun 1401. Melalui Pesantren Ampeldenta, Sunan Ampel mendidik kader-kader
penggerak dakwah Islam seperti Sunan Giri, Raden Patah, Raden Kusen, Sunan Bonang,
dan Sunan Drajat. Dengan cara menikahkan juru dakwah Islam dengan putri-putri
penguasa bawahan Majapahit, Sunan Ampel membentuk keluarga-keluarga muslim
dalam suatu jaringan kekerabatan yang menjadi cikal bakal dakwah Islam di berbagai
daerah. Sunan Ampel sendiri menikahi putri Arya Teja, Bupati Tuban, yang juga cucu
Arya Lembu Sura Raja Surabaya yang muslim. Jejak dakwah Sunan Ampel tidak hanya
di Surabaya dan ibu kota Majapahit, melainkan meluas sampai ke daerah Sukadana di
Kalimantan.

3. SUNAN GIRI
Sunan Giri putra Syaikh Maulana Ishak adalah tokoh Wali Songo yang
berkedudukan sebagai raja sekaligus guru suci (pandhita ratu).Sunan Giri kecil memiliki
nama kecil Joko Samudro, namun ketika sudah beranjak dewasa ia berganti nama
menjadi Raden Paku.Ia juga dikenal dengan nama Prabu Satmata, Sultan Abdul Faqih,
dan Raden ‘Ainul Yaqin.Sunan Giri memiliki peran penting dalam pengembangan
dakwah Islam di Nusantara dengan memanfaatkan kekuasaan dan jalur perniagaan.
Sebagaimana guru sekaligus mertuanya, Sunan Ampel, Sunan Giri mengembangkan
pendidikan dengan menerima murid-murid dari berbagai daerah di Nusantara.

Sunan Giri mengembangkan dakwah Islam melalui pendidikan masyarakat


dengan memanfaatkan seni pertunjukan yang sangat menarik minat masyarakat. Sunan
Giri tidak saja dikenal sebagai pencipta tembang-tembang dolanan anak-anak, tembang
tengahan dengan metrum Asmaradhana dan Pucung yang sangat digemari masyarakat,
melainkan telah pula melakukan perubahan reformatif atas seni pertunjukan wayang.
Sejarah mencatat, jejak dakwah Sunan Giri beserta keturunannya mencapai daerah
Banjar, Martapura, Pasir, dan Kutai di Kalimantan, Buton dan Gowa di Sulawesi Selatan,
Nusa Tenggara, bahkan Kepulauan Maluku. Sunan Giri wafat pada tahun 1506 M dan
dimakamkan di atas bukit berarsitektur khas Jawa yang terletak di Dusun Giri Gajah,
Desa Giri, Kecamatan Kebomas. Lokasi makam Sunan Giri berjarak 4 km dari pusat kota
Gresik.

4. SUNAN BONANG

Sunan Bonang adalah putra Sunan Ampel dari pernikahan dengan Nyai Ageng
Manila putri Arya Teja Bupati Tuban. Nama asli Sunan Bonang yang juga merupakan
nama kecilnya adalah Makhdum Ibrahim. Sunan Bonang dikenal sebagai tokoh 9 Wali
Songo yang ulung dalam berdakwah dan menguasai ilmu fikih, ushuludin, tasawuf, seni,
sastra, arsitektur, dan berbagai ilmu kesaktian, dan kedigdayaan. Dakwah awal dilakukan
Sunan Bonang di daerah Kediri yang menjadi pusat ajaran Bhairawa-Tantra. Dengan
membangun masjid di Singkal yang terletak di sebelah barat Kediri, Sunan Bonang
mengembangkan dakwah Islam di pedalaman yang masyarakatnya masih menganut
ajaran Tantrayana. Setelah meninggalkan Kediri, Sunan Bonang berdakwah di
Lasem.Sunan Bonang dikenal mengajarkan Islam melalui wayang, tasawuf, tembang, dan
sastra sufstik.Karya sastra sufstik yang digubah Sunan Bonang dikenal dengan nama
Suluk Wujil. Sunan Bonang wafat di pulau Bawean, pada saat itu jenazah akan
dikuburkan di Bawean, akan tetapi murid-murid yang di Tuban menginginkan jenazah
tersebut di kubur di Tuban.Pada dasarnya, makam Sunan Bonang berada di 2 tempat
yaitu di Bawean dan Tuban, dan dipercaya keduanya adalah asli.

5. SUNAN KALIJAGA
Sunan Kalijaga adalah putra Tumenggung Wilatikta Bupati Tuban. Beliau lahir
pada sekitar tahun 1450 M dari keluarga bangsawan Tuban dengan nama asli Raden Said
atau Raden Sahid. Beliau juga memiliki beberapa nama lain seperti Lokajaya, Syaikh
Malaya, Pangeran Tuban, Ki Dalang Sida Brangti, dan Raden Abdurrahman.Sunan
Kalijaga dikenal sebagai tokoh 9 Wali Songo yang mengembangkan dakwah Islam
melalui seni dan budaya.Sunan Kalijaga termasyhur sebagai juru dakwah yang tidak saja
piawai mendalang melainkan dikenal pula sebagai pencipta bentuk-bentuk wayang dan
lakon-lakon carangan yang dimasuki ajaran Islam. Melalui pertunjukan wayang, Sunan
Kalijaga mengajarkan tasawuf kepada masyarakat.Sunan Kalijaga wafat di Desa
Kadilangu, dekat kota Demak, Jawa Tengah pada taun 1513 dan dimakamkan di sana.

BAB III PENUTUP


Kesimpulan :
1) Perkembangan Islam tidak lepas dari adanya para pedagang yang dating ke Indonesia
dengan tujuan berdagang.
2) Perkembangan Islam di Indonesia juga tidak lepas dari penyebar agama Islam yang
dikenal dengan wali songo di Jawa dan Dato Tallu di Sulawesi.
3) Proses penyebaran Islam di Indonesia tidak lepas dari akulturasi dengan kebudayaan
lama sebelum masuknya Islam.

Anda mungkin juga menyukai