Anda di halaman 1dari 15

MASUKNYA ISLAM KE NUSANTARA DARI BERBAGAI

TEORI

Makalah
Disusun Untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Islam Nusantara
Dosen Pembimbing: Khoirul Wafa, M. Pd

Disusun Oleh :

Nada Nazora 2286206111


Rhiza Arum Shintania Rakhim 2286206131

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN GURU SEKOLAH DASAR


FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN DAN SOSIAL
UNIVERSITAS NAHDLATUL ULAMA BLITAR
FEBRUARI 2023
DAFTAR ISI

DAFTAR ISI............................................................................................................i

KATA PENGANTAR............................................................................................ii

BAB I PENDAHULUAN.......................................................................................1

1.1. Latar belakang 1

1.2. Rumusan Masalah 2

1.3. Tujuan Masalah 2

BAB II PEMBAHASAN........................................................................................3

2.1. Teori – teori masuknya Islam ke Nusantara..........................................3

2.2. Bukti – Bukti Peninggalan Teori Masuknya Islam ke Nusantara..........5

2.3. Kelebihan dan Kelemahan Teori Masuknya Islam ke Nusantara..........8

BAB III PENUTUP..............................................................................................10

DAFTAR PUSTAKA............................................................................................iii

i
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami ucapkan kehadiran Allah SWT yang telah melimpahkan
rahmat dan karunia-Nya sehingga kami dapat menyelesaikan makalah ini guna
memenuhi tugas kelompok untuk mata kuliah Islam Nusantara, yang berjudul
“Masuknya Islam ke Nusantara dari berbagai teori“. Sholawat dan salam semoga
tetap tercurahkan kepada Nabi Muhammad SAW beserta keluarga, para sahabat,
dan umatnya hingga akhir zaman.
Beberapa pihak telah membantu dan mendukung dalam menyusun makalah
ini. Oleh karena itu, penulis menyampaikan terima kasih kepada pihak-pihak yang
telah membantu dalam menyelesaikan makalah ini. Rasa terima kasih
disampaikan pada pihak-pihak berikut ini:
1. Bapak Khoirul Wafa, M. Pd. selaku Dosen Pembina mata kuliah Islam
Nusantara
2. Teman-teman dari prodi PGSD C22 Kelas C6 angkatan 2022/2023 atas
kerjasamanya.
3. Semua pihak yang telah berkontribusi dengan memberikan sumbangan baik
pikiran maupun materi nya, sehingga makalah ini dapat terselesaikan dengan
lancar.
Kami sangat berharap semoga makalah ini dapat menambah pengetahuan
dan pengalaman bagi pembaca. Bagi kami sebagai penyusun merasa bahwa
banyak kekurangan dalam penyusunan makalah ini karena keterbatasan
pengetahuan dan pengalaman kami. Untuk itu kami sangat mengharapkan kritik
dan saran yang membangun dari pembaca demi kesempurnaan makalah ini.

Blitar, 20 Februari 2023

Penyusun

ii
BAB I
PENDAHULUAN

1.1. Latar belakang


Nusantara merupakan wilayah kepulauan yang memiliki potensi strategis
dalam perdagangan kala itu, hal ini terbukti dari catatan sejarah, cerita-cerita
mulut ke mulut (dongeng-dongeng), hingga ditemukannya berbagai literasi
atau artefak yang menunjukan bahwa wilayah nusantara merupakan destinasi
perdagangan yang potensial, sebab titik tumpu rute pelayaran dari teluk Persia
menuju pelabuhan-pelabuhan Tiongkok selatan adalah Selat Malaka, sehingga
memungkinkan masyarakat Nusantara melakukan komunikasi dan interaksi
ddengan kapal-kapal asing yang hendak melakukan perjalanan dari Teluk
Persia menuju Tiongkok dan atau sebaliknya. Terlepas dari fenomena
perekonomian yang dilakukan oleh masyarakat Nusantara dengan saudagar
dari Timur Tengah, India, atau saudagar dari China, unsur filtrasi, daya tarik
budaya yang berbeda dari bangsa dan suku yang berbeda dan memiliki nuansa
teologis yang dianggap baru hadir dalam lingkungan masyarakat Nusantara,
yaitu ajaran Islam.
Dalam perkembangannya, penyebaran Islam di Nusantara memiliki tiga
tipologi peristiwa, yaitu, positif, negative, dan positif dengan syarat. Yaitu mau
menerima dengan positif ajaran islam dengan lapang dan mendukung
penyebaran atau dakwah Islam, sedangkan menerima dengan positif bersyarat
yaitu menerima ajaran Islam dengan terbuka, melakukan dialog antar tradisi
dan keyakinan, sehingga memicu terhadap pengkajian dan pengujian terhadap
ajaran islam. Islam dalam batas tertentu disebarkan oleh para pedagang,
kemudian dilanjutkan oleh para Da’i dan para pengembara sufi. Orang yang
terlibat dalam dakwah pertama itu tidak bertendensi apapun selain bertanggung
jawab menunaikan kewajiban tanpa pamrih, sehingga nama mereka berlalu
begitu saja. Karena wilayah Indonesia sangat luas dan perbedaan kondisi dan
situasi maka wajar kalau terjadi perbedaan pendapat tentang kapan, dari mana,
dan dimana pertama kali Islam datang ke Indonesia.

1
1.2. Rumusan Masalah
1. Bagaimana Teori – Teori Masuknya Islam ke Nusantara?
2. Apa Bukti – Bukti Peninggalan Teori Masuknya Islam ke Nusantara?
3. Bagaimana Kelebihan dan Kelemahan Teori – Teori Masuknya Islam ke
Nusantara?

1.3. Tujuan Masalah


1. Untuk Mengidentifikasi Teori- Teori Masuknya Islam ke Nusantara
2. Untuk Mengidentifikasi Bukti-Bukti Peninggalan Teori Masuknya Islam
ke Nusantara
3. Untuk Mengidentifikasi Kelebihan dan Kelemahan Teori- teori masuknya
Islam ke Nusantara

2
BAB II
PEMBAHASAN

2.1. Teori – teori masuknya Islam ke Nusantara


Proses masuknya agama Islam ke nusantara tidak berlangsung secara
revolusioner, cepat, dan tunggal, melainkan berevolusi, lambat laun, dan sangat
beragam. Menurut para sejarawan, teori-teori tentang kedatangan Islam ke
Nusantara dapat dibagi menjadi:
2.1.1. Teori Gujarat-India pada abad ke-13M
Teori ini dicetuskan oleh G.W.J. Drewes dan dikembangkan oleh
Snouck Hugronje, J. Pijpanel,W.F. Sutterheim, J.P. Moquette, hingga
SuciptoWirjosuparto. Drewes sebenarnya tidak menyebut bahwa pembawa
ajaran islam ke Indonesia adalah para pedagang India, namun oleh kaum
saudagar asal arab yang terlebih dulu menetap di gujarat sebelum
melanjutkan ke rute perdagangan ke Nusantara sekaligus untuk syiar islam.
Teori Drewes kemudian dikembangkan oleh Hurgronje yang menyebut
bahwa islam masuk ke nusantara seiring terjalinnya relasi niaga antara
kerajaan atau masyarakat lokal dengan pedagang gujarat dari india.
Argumen Hurgronje ini didasarkan atas peranan orang - orang gujarat yang
telah membuka hubungan dagang dengan bangsa lokal Indonesia sebelum
para pedagang dari timur tengah atau arab.
2.1.2. Teori Persia pada abad ke-13M
Teori persia dikembangkan oleh Umar Amir Husain dan Hoesein
Djajadiningrat. Djajadiningrat, berpendapat bahwa tradisi dan kebudayaan
Islam di Nusantara memiliki persamaan dengan persia (Iran), semisal seni
kaligrafi yang terpahat pada batu-batu nisan bercorak Islam di Nusantara.
Dalam memberikan argumentasinya, Hoesein lebih menitik beratkan
analisisnya pada kesamaan budaya dan tradisi yang berkembang antara
masyarakat Parsi dan Indonesia. Alasan lain yang dikemukakan Hoesein
yang sejalan dengan teori Moquetta, yaitu ada kesamaan seni kaligrafi
pahat pada batu-batu nisan yang dipakai di kuburan Islam.

3
2.1.3. Teori China
Orang China telah berhubungan dengan masyarakat Indonesia jauh
sebelum Islam dikenal di Indonesia. Pada masa Hindu-Buddha, etnis China
atau Tiongkok telah berbaur dengan penduduk Indonesia terutama melalui
kontak dagang. Bahkan, ajaran Islam telah sampai di China pada abad ke-7
M, masa di mana agama ini baru berkembang. Sumanto Al Qurtuby dalam
bukunya Arus China-Islam-Jawa menyatakan, menurut kronik masa Dinasti
Tang (618-960) di daerah Kanton, Zhang-zhao, Quanzhou, dam pesisir
China bagian selatan, telah terdapat sejumlah pemukiman Islam. Menurut
sejumlah sumber lokal tersebut ditulis bahwa raja Islam pertama di Jawa,
yakni Raden Patah dari Bintoro Demak, merupakan keturunan China.
Ibunya disebutkan berasal dari Campa, China bagian selatan (sekarang
termasuk Vietnam).
2.1.4. Teori Mekah pada abad ke-7M
Proses masuknya Islam ke Indonesia adalah langsung dari Mekah atau
Arab. Proses ini berlangsung pada abad pertama Hijriah atau abad ke-7 M.
Tokoh yang memperkenalkan teori ini adalah Haji Abdul Karim Amrullah
atau HAMKA, salah seorang ulama sekaligus sastrawan Indonesia. Hamka
mengemukakan pendapatnya ini pada tahun 1958, saat orasi yang
disampaikan pada dies natalis Perguruan Tinggi Islam Negeri (PTIN) di
Yogyakarta. Ia menolak seluruh anggapan para sarjana Barat yang
mengemukakan bahwa Islam datang ke Indonesia tidak langsung dari Arab.
Bahan argumentasi yang dijadikan bahan rujukan HAMKA adalah sumber
lokal Indonesia dan sumber Arab.
Dalam hal ini, teori HAMKA merupakan sanggahan terhadap Teori
Gujarat yang banyak kelemahan. Ia malah curiga terhadap prasangka-
prasangka penulis orientalis Barat yang cenderung memojokkan Islam di
Indonesia. Pandangan HAMKA ini hampir sama dengan Teori Sufi yang
diungkapkan oleh A.H. Johns yang mengatakan bahwa para musafirlah
(kaum pengembara) yang telah melakukan Islamisasi awal di Indonesia.

4
2.1.5. Teori Turki
Teori Turki juga menyebut bahwa Islam masuk ke Nusantara berasal
dari muslim di Turki. Teori ini diajukan oleh Martin Van Bruinessen yang
dikutip dalam Moeflich Hasbullah. Ia menjelaskan bahwa selain orang
Arab dan China, Indonesia juga diislamkan oleh-oleh orang-orang Kurdi
dari Turki. Dengan bukti bahwa banyaknya ulama Kurdi yang berasal dari
Turki mengajarkan islam di Indonesia, seperti kitab Tanwir al-Qulub
karangan Muhammad Amin al-Kurdi, selanjutnya terdapat tradisi barzanji
yang sudah populer di Indonesia dan banyaknya istilah Kurdi yang dipakai
di Indonesia seperti Haji Kurdi, gang Kurdi, jalan Kurdi dan sebagainya.
2.1.6. Teori Kemaritiman
Teori Maritim atau teori arus balik dimunculkan oleh sejarawan
Pakistan N.A. Baloch. Teori Maritim, ini mirip dengan salah satu teori
masuk dan berkembangnya ajaran Hindu-Buddha di Indonesia, yakni teori
arus balik. Teori Maritim meyakini bahwa penyebaran Islam di Nusantara
dimotori oleh orang lokal sendiri yang ulung dalam bidang pelayaran dan
perdagangan. Mereka berlayar ke negeri-negeri yang jauh, termasuk ke
wilayah asal Islam atau negeri-negeri yang sudah menganut Islam,
berinteraksi dengan orang-orang disana, dan kembali ke tanah air dengan
membawa ajaran Islam yang kemudian disebarkan. N.A. Baloch,
mempertegas argument itu dengan menyebut bahwa para pelaut dan
pedagang asli Nusantara bersinggungan langsung dengan para saudagar
muslim, terutama yang datang dari Timur Tengah.

2.2. Bukti – Bukti Peninggalan Teori Masuknya Islam ke Nusantara


Dibawah ini bukti-bukti yang melatarbelakangi teori masuknya Islam ke
Nusantara:
2.2.1. Bukti Teori Gujarat
Islam telah lebih dulu berkembang di kota-kota pelabuhan Anak
Benua India. Orang-orang Gujarat telah lebih awal membuka hubungan
dagang dengan Indonesia dibanding dengan pedagang Arab. Dalam
pandangan Hurgronje, kedatangan orang Arab terjadi pada masa berikutnya.
Orang-orang Arab yang datang ini kebanyakan adalah keturunan Nabi

5
Muhammad yang menggunakan gelar “sayid” atau “syarif” di depan
namanya. Teori Gujarat kemudian juga dikembangkan oleh J.P. Moquetta
(1912) yang memberikan argumentasi dengan batu nisan Sultan Malik Al-
Saleh yang wafat pada tanggal 17 Dzulhijjah 831 H/1297 M di Pasai, Aceh.
Menurutnya, batu nisan di Pasai dan makam Maulanan Malik Ibrahim yang
wafat tahun 1419 di Gresik, Jawa Timur, memiliki bentuk yang sama
dengan nisan yang terdapat di Kambay, Gujarat. Moquetta akhirnya
berkesimpulan bahwa batu nisan tersebut diimpor dari Gujarat, atau
setidaknya dibuat oleh orang Gujarat atau orang Indonesia yang telah belajar
kaligrafi khas Gujarat. Alasan lainnya adalah kesamaan Madzhab Syafi’i
yang di anut masyarakat muslim di Gujarat dan Indonesia.
2.2.2. Bukti Teori Persia
Bukti masuknya Islam ke Nusantara yaitu adanya kesamaan budaya
dan tradisi yang berkembang antara masyarakat Parsi dan Indonesia. Tradisi
tersebut antara lain: tradisi merayakan 10 Muharram atau Asyuro sebagai
hari suci kaum Syiah atas kematian Husein bin Ali, cucu Nabi Muhammad,
seperti yang berkembang dalam tradisi tabut di Pariaman di Sumatera Barat.
Istilah “tabut” atau orang banyak menyebutnya dengan istilah keranda,
diambil dari bahasa Arab yang ditranslasi melalui bahasa Parsi.
Tradisi lain adalah ajaran mistik yang banyak kesamaan, misalnya
antara ajaran Syekh Siti Jenar dari Jawa Tengah dengan ajaran sufi Al-Hallaj
dari Persia. Bukan kebetulan, keduanya mati dihukum oleh penguasa
setempat karena ajaranajarannya dinilai bertentangan dengan ketauhidan
Islam atau banyak orang menyebutnya dengan istilah murtad dan
membahayakan stabilitas politik dan sosial. Alasan lain yang dikemukakan
Hoesein yang sejalan dengan teori Moquetta, yaitu ada kesamaan seni
kaligrafi pahat pada batu-batu nisan yang dipakai di kuburan Islam awal di
Indonesia. Kesamaan lain adalah bahwa umat Islam di Indonesia maupun
Nusantara menganut Madzhab Syafi’I yang sama seperti kebanyakan
muslim di Iran.

6
2.2.3. Bukti Teori China
Sumanto Al Qurtuby dalam bukunya Arus Cina-Islam-Jawa
menyatakan, menurut kronik masa Dinasti Tang (618-960) di daerah
Kanton, Zhang-zhao, Quanzhou, dam pesisir Cina bagian selatan, telah
terdapat sejumlah pemukiman Islam. Menurut sejumlah sumber lokal
tersebut ditulis bahwa raja Islam pertama di Jawa, yakni Raden Patah dari
Bintoro Demak, merupakan keturunan Cina. Ibunya disebutkan berasal dari
Campa, Cina bagian selatan (sekarang termasuk Vietnam). Bukti-bukti
lainnya adalah masjid-masjid tua yang bernilai arsitektur Tiongkok yang
didirikan oleh komunitas Cina di berbagai tempat, terutama di Pulau Jawa.
Pelabuhan penting sepanjang pada abad ke-15 seperti Gresik, misalnya,
menurut catatan-catatan Cina, diduduki pertama-tama oleh para pelaut dan
pedagang Cina.
2.2.4. Bukti Teori Mekah
Menurut Buya Hamka, Islam sudah ada di Nusantara sejak abad ke-7
M atau tahun-tahun awal Hijriah, yang dibawa oleh bangsa Arab, khususnya
dari Mekkah. Hamka mengajukan bukti adanya naskah kuno dari Cina yang
menyebutkan, sekelompok bangsa Arab telah bermukim di Kawasan Pantai
Barat Sumatera (tepatnya di Barus, Tapanuli Tengah, Sumatera Utara) pada
625 M di Barus, yang pernah dikuasai Kerajaan Sriwijaya, juga ditemukan
nisan kuno bertuliskan nama Syeh Rukunuddin, wafat tahun 672 M.
Keyakinan Hamka tersebut dikuatkan oleh teori yang dikemukakan oleh
T.W. Arnold sebelumnya, berdasarkan sumber yang sama yaitu berita dari
Cina, menyebut bahwa ada seorang pembesar Arab yang menjadi kepala
daerah pendudukan bangsa Arab di Pantai Barat Sumatera pada 674 M, teori
datangnya Islam ke Nusantara berasal dari Timur Tengah, meskipun tidak
hanya dari Mekkah, juga pernah dimunculkan.
2.2.5. Bukti Teori Turki
Bukti pertama, banyaknya ulama Kurdi yang berperan mengajarkan
Islam di Indonesia dan kitab-kitab karangan ulama Kurdi menjadi sumber-
sumber yang berpengaruh luas. Kedua, di antara ulama di Madinah yang
mengajari ulama-ulama Indonesia tarekat Syattariyah yang kemudian

7
dibawa ke Nusantara adalah Ibrahim al-Kurani. Ibrahim al-Kurani yang
kebanyakan muridnya orang Indonesia adalah ulama Kurdi. Ketiga, tradisi
Barzanji popular di Indonesia dibacakan setiap Maulid Nabi pada 12 Rabi’ul
Awal, saat aqiqah, syukuran, dan tradisi-tradisi lainnya. Menurut
Bruinessen, Barzanji merupakan nama keluarga berpengaruh dan Syeh
tarekat di Kurdistan. Keempat, Kurdi merupakan istilah nama yang popular
di Indonesia seperti Haji Kurdi, jalan Kurdi, gang Kurdi, dan seterusnya.
Dari fakta-fakta tersebut dapat disimpulkan bahwa orang-orang Kurdi
berperan dalam penyebaran Islam ke Nusantara.
2.2.6. Bukti Teori Kemaritiman
Selama abad ke-9, 10, 11, dan 12, banyak sekali perdagangan yang
bermuara di Kanton atau Zaitun, di mana mereka banyak berasal dari Timur
Tengah, dari Irak dan Persia, di bawah kekuasaan Mongol. Pada abad-abad
tersebut, terjadi banyak perdagangan dengan kehadiran mereka, berkegiatan
dakwah, dan juga banyak pernikahan dengan etnis lokal. Sehingga Mongol
dikalahkan Dinasti Ming di Cina, sekitar abad 14, banyak sekali pedagang
Muslim yang berpindah dari Zaitun ke Asia Tenggara. Pada saat yang sama,
banyakk kota yang menjadi pusat kota-kota Islam, seperti Cambay di India
atau Aden di Yaman. Dari setting sejarah inilah, menurut penilaian Engseng
Ho, yang menyebabkan Islam baru menyebar secara masif dan progresif di
kawasan Asia Tenggara pada abad 14 dan 15 M.

2.3. Kelebihan dan Kelemahan Teori Masuknya Islam ke Nusantara


Para Ahli memiliki pendapat terkait proses masuknya Islam ke Nusantara.
Perbedaan pendapat tersebut kemudian melahirkan teori-teori masuknya Islam ke
Nusantara. Masing-masing dari teori tersebut memiliki kelebihan dan juga
kelemahan:
2.3.1. Teori Gujarat
Kelebihan teori Gujarat terdapat pada corak nisan Sultan Samudra
Pasai Malik As-Shaleh mirip corak nisan yang ada di Gujarat. Lalu adanya
inskripsi tertua tentang Islam di Sumatera yang mengindikasikan adanya
hubungan antara Sumatera dan Gujarat. Namun, teori India yang
menjelaskan Islam berasal dari Gujarat terbukti mempunyai kelemahan-

8
kelemahann. Hal ini dibuktikan oleh G.E. Marrison dengan argumennya:
“Meskipun batu-batu nisan yang ditemukan di tempat-tempat tertentun di
Nusantara boleh jadi berasal dari Gujarat atau Bengal, tidak lantas berarti
Islam juga didatangkan dari sana.”
2.3.2. Teori Persia
Kelebihan teori ini didukung adanya beberapa bukti pembenaran di
antaranya kesamaan budaya Islam Persia dan Islam Nusantara (seperti
adanya peringatan Asyura dan peringatan Tabut), kesamaan ajaran Sufi,
penggunaan istilah persia untuk mengeja huruf Arab, kesamaan seni
kaligrafi pada beberapa batu nisan, bahasa Iran dalam sistem mengeja huruf
arab untuk tanda-tanda huruf harakat.
Namun kelemahannya, pada abad ke-7, kekuasaan Islam di Timur
Tengah masih dalam genggaman Khalifah Bani Umayyah yang masih
berada di Damaskus, Baghdad, Mekkah, dan Madinah. Sehingga tidak
memungkinkan bagi ulama Persia untuk membantu penyebaran Islam
secara besar-besaran ke Nusantara.
2.3.3. Teori China
Kelebihan teori ini, banyak teori yang menguatkan diantaranya
dengan adanya bukti bahwa Raden Patah (Raja Demak) adalah keturunan
China, penulisan gelar raja-raja Demak dengan istilah China, dan catatan
yang menyebutkan bahwa pedagang China lah yang pertama menduduki
pelabuhanpelabuhan di Nusantara. Teori ini didasari pada beberapa bukti
yaitu fakta adanya perpindahan orang-orang muslim China dari Canton ke
Asia Tenggara, khususnya Palembang pada abad ke 879 M, adanya masjid
tua beraksitektur China di Jawa.
Namun kelemahannya, teori China hanya mencatat catatan mengenai
pelayaran atau perdagangan laut yang pernah di singgahi namun tidak
menjelaskan secara rinci kehidupan masyarakat sekitar, hanya
menyimpulkan bahwa semua pelaku sejarah yang namanya dicinakan
semuanya adalah orang China, mengingat budaya China yang selalu
memberikan nama China bagi pelaku sejarah non-China.

9
2.3.4. Teori Mekkah
Banyak teori yang menguatkan diantaranya dengan adanya sebuah
perkampungan Arab di Barus, Sumatera Utara yang dikenal dengan nama
Bandar Khalifah. Selain itu, di Samudera Pasai Madzhab yang terkenal
adalah Madzhab Syafi’i. Madzhab ini juga terkenal di Arab dan Mesir pada
saat itu. Kemudian yang terakhir adalah digunakannya gelar Al-Malik pada
raja-raja Samudera Pasai seperti budaya Islam di Mesir. Kekurangan dari
teori Makkah adalah kurangnya bukti dan fakta yang menjelaskan peranan
Bangsa Arab dalam penyebaran luaskan Islam ke Nusantara.
2.3.5. Teori Turki
Kelebihan teori Turki dikuatkan dengan banyaknya ulama Kurdi yang
berasal dari Turki mengajarkan islam di Indonesia, seperti kitab Tanwir al-
Qulub karangan Muhammad Amin al-Kurdi, selanjutnya terdapat tradisi
barzanji yang sudah populer di Indonesia yang dibacakan setiap Maulid
Nabi pada 12 Rabi’ul Awal, saat aqiqah, syukuran, dan tradisi-tradisi
lainnya, dan banyaknya istilah Kurdi yang dipakai di Indonesia seperti Haji
Kurdi, gang Kurdi, jalan Kurdi dan sebagainya. Dari fakta-fakta tersebut
menjadi peran dalam kelebihan adanya penyebaran Islam ke Nusantara.
2.3.6. Teori Kemaritiman
Kelebihan Teori Kemaritiman dikuatkan dengan adanya keyakinan
bahwa penyebaran Islam ke Nusantara dimotori oleh orang lokal sendiri
yang ulung dalam bidang pelayaran dan perdagangan. Mereka berlayar ke
negeri-negeri yang jauh termasuk ke wilayah asal Islam atau negeri yang
sudah menganut Islam, berinteraksi dengan orang-orang di sana, dan
kembali ke tanah air dengan membawa ajaran Islam yang kemudian
disebarkan.
N. A. Baloch mempertegas argumen itu dengan menyebut bahwa para
pelaut dan pedagang asli Nusantara bersinggungan langsung dengan para
saudagar Muslim, terutama yang datang dari Timur Tengah, khususnya
Arab. Mereka kemudian memperkenalkan Islam di jalur perniagaan yang
disinggahi. Menurut Baloch, ini terjadi pada sekitar abad ke-7 M dan
dimulai dari pesisir Aceh dan seterusnya hingga tersebar lebih luas.

10
BAB III
PENUTUP

3.1. Kesimpulan
Teori-teori masuknya Islam ke Nusantara ada 6 yaitu: (1) Teori Gujarat-
India pada abad ke-13 M, bahwa Islam masuk ke Nusantara dibawa oleh para
pedagang dari daerah Gujarat, India pada abad ke-13M. Teori ini dikemukakan
oleh Pijnappel, G.W.J. Drewes, dan dikembangkan oleh Snouck Hurgronje, (2)
Teori Persia pada abad ke-13 M, (3) China pada abad ke-7 M, (4) Teori Mekah
pada abad ke-7 M, bahwa Islam masuk ke Nusantara oleh para pedagang Arab,
teori ini dikemukakan oleh Buya Hamka, (5) Teori Turki, dan (6) Teori
Kemaritiman.
Bukti-bukti peninggalan masuknya Islam ke Nusantara pada Teori Gujarat
dengan ditemukannya batu nisan di Pasai dan makam Maulana Malik Ibrahim
yang wafat tahun 1419 di Gresik, Jawa Timur, memiliki bentuk yang sama dengan
nisan yang terdapat di Kambay, Gujarat. Teori Persia dengan adanya umat Islam
Indonesia menganut Madzhab Syafi’i, sama seperti kebanyak muslim di Iran.
Teori China dengan adanya masjid-masjid tua yang bernilai arsitektur Tiongkok.
Teori Mekkah dengan digunakannya gelar Al-Malik pada raja-raja Samudera
Pasai seperti budaya Islam di Mesir. Teori Turki dengan tradisi Barzanji yang
popular di Indonesia dibacakan setiap Maulid Nabi. Serta teori kemaritiman
dengan banyaknya perdagangan yang bermuara di Kanton atau Zaitun, di mana
mereka banyak berasal dari Timur Tengah, dari Irak dan Persia, di bawah
kekuasaan Mongol.

3.2. Saran
Makalah ini tentunya masih terdapat kelemahan ataupun kekurangan dalam
penulisan maupun penyusunannya. Penulis mengharapkan kritik dan saran yang
konstruktif dan membangun dari pihak manapun demi kesempurnaan makalah ini.
Semoga makalah ini dapat menambah wawasan dan pengetahuan kita tentang
teori-teori masuknya Islam ke Nusantara dan berbagai bukti peninggalannya serta
kelebihan maupun kelemahan dari masing-masing teori tersebut.

11
DAFTAR PUSTAKA

Abdullah, Taufik. Sejarah Umat Islam Indonesia. MUI. 1991.


Abdurrahman Misno Bambang Prawiro, Reception Through Selection-
Modification: Antropologi Hukum Islam di Indonesia, (Yogyakarta:
Deepublish, 2016), 15-19.
Ahmad Mansur Suryanegara. Menemukan Sejarah : Wacana Pergerakan Islam Di
Indonesia. (Bandung: Penerbit Mizan, 1996), hlm. 81-82.
GWJ Drewes, New Light on the Coming of Islam in Indonesia, compiled by
Ahmad Ibrahim, Sharon Siddique & Yasmin Hussain, Readings on Islam in
Southeast Asia, (Singapore: Institue of Southeast Asia Studies, 1985), hlm.
7-19.
Hamka, Sejarah Umat Islam, Pra-Kenabian Hingga Islam di Nusantara, (Jakarta:
Gema Insani Press, 2013), 503-505.
Michael Laffan, The Makings of Indonesian Islam, (New Jersey: Princeton
University Press, 2011), 1-2.
Moeflich Hasbullah, Sejarah Sosial Intelektual Islam di Indonesia (Bandung: CV
Pustaka Setia, 2012), 11-12.
Musyrifah Sunanto, Sejarah Peradaban Islam Indonesia, (Jakarta: RajaGrafindo
Persada, 2005), hlm. 8
Nur Syam, Islam Pesisir, (Yogyakarta: LkiS,20005), 5-6.
Syed Nagib Alatas, Preliminary Statement on a General Theory of the
Islamization of Malay-Indonesian Archipelago, (Kuala Lumpur: Dewan
Bahasa dan Pustaka, 1969), hlm. 11.
Uswatun Kasanah, Siti. 2019. Pengantar Islam Nusantara: Konsep, Filosofi, dan
Aksi. Pustaka Ilmu, Yogyakarta.

Anda mungkin juga menyukai