Oleh:
1. Nurul Izzah Aulia S (216121129)
2. Mutiara Hasnatuz Dzakiyah (216121133)
3. Aida Elrika (216121135)
2021
Daftar Isi
Daftar Isi............................................................................................................................. 2
BAB I PENDAHULUAN ................................................................................................. 3
A. Latar Belakang ...................................................................................................... 3
B. Tujuan Makalah .................................................................................................... 4
C. Rumusan Masalah ................................................................................................. 4
BAB II ................................................................................................................................. 6
PEMBAHASAN ................................................................................................................. 6
A. Sejarah Masuknya Islam di Indonesia........................................................................ 6
B. Sejarah Walisongo ................................................................................................. 7
C. Metode, dan Media Dakwah Walisongo ............................................................ 12
D. Model Moderasi Beragama................................................................................. 14
E. Model Moderasi Beragama Walisongo di Nusantara ...................................... 15
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Pada abad ke-14 dan 15, Nusantara merupakan wilayah yang dipenuhi oleh
beragam kerajaan dan kebudayaan. Kerajaan-kerajaan seperti Majapahit, Demak,
dan Malaka menjadi pusat kekuasaan dan perdagangan di wilayah ini. Pada saat
yang sama, Islam telah memasuki wilayah Nusantara melalui perdagangan dan
interaksi dengan pedagang dari Timur Tengah dan India.
Kedatangan agama Islam membawa perubahan signifikan dalam kehidupan
masyarakat Nusantara. Meskipun Islam telah ada di wilayah ini sejak abad ke-7,
penyebarannya secara massal dimulai pada abad ke-13 dengan kedatangan para
pedagang Arab dan Persia. Namun, transformasi yang paling signifikan terjadi pada
abad ke-14 dan 15 dengan kedatangan Walisongo.
Perkembangan Islam awal di jawa tidak lepas dari syi’ar dakwah Walisongo
dengan menggunakan pendekatan terhadap kebudayaan lama. Dalam berdakwah,
walisongo banyak melakukan strategi dan metode untuk menyebarkan agama Islam
dikalangan Masyarakat khususnya Masyarakat di pulau Jawa. Hingga saat ini
walisongo masih diakui sebagai tokoh ulama besar yang memberikan keteladanan
dalam berbagai hal. Nama para tokoh walisongo sampai saat ini masih sangat
dihormati dikalangan Masyarakat khususnya Masyarakat Jawa. Terbukti dengan
makam para walisongo yang masih ramai dikunjungi oleh para peziarah.
Walisongo, yang secara harfiah berarti sembilan wali, adalah sembilan tokoh
Islam yang dianggap sebagai penyebar agama Islam di Jawa dan sekitarnya. Mereka
merupakan ulama dan sufi yang menyebarkan ajaran Islam dengan pendekatan
yang inklusif dan adaptif terhadap budaya lokal. Para wali ini, seperti Sunan
Kalijaga, Sunan Giri, dan Sunan Bonang, tidak hanya mengajarkan agama Islam,
tetapi juga membangun hubungan baik dengan masyarakat setempat,
memperhatikan adat-istiadat mereka, dan menggunakan bahasa dan simbol-simbol
yang dikenali oleh mereka.
Konsep moderasi beragama menjadi ciri khas ajaran yang dibawa oleh
Walisongo. Mereka menekankan pentingnya toleransi antarumat beragama,
menghormati perbedaan budaya, dan mempromosikan perdamaian dalam
masyarakat yang beragam. Melalui pendekatan moderasi ini, Islam dapat diterima
dengan baik oleh masyarakat Nusantara tanpa menghilangkan identitas dan
keberagaman budaya lokal.
Dalam konteks modern, nilai-nilai moderasi beragama yang diajarkan oleh
Walisongo tetap relevan dan penting. Di tengah tantangan ekstremisme agama dan
konflik antarumat beragama, pemahaman tentang moderasi beragama menjadi
kunci untuk membangun harmoni sosial dan keberagaman yang berkelanjutan di
Indonesia. Oleh karena itu, studi tentang Walisongo dan ajaran moderasi beragama
yang mereka bawa memiliki relevansi yang besar dalam memahami identitas dan
dinamika sosial Indonesia saat ini.
B. Tujuan Makalah
Tujuan dibuatnya makalah ini adalah untuk memberikan pemahaman yang
mendalam tentang periode sejarah masuknya Islam di Indonesia, terutamanya di
Pulau Jawa. Selain itu, juga untuk menganalisis bagaimana moderasi beragama
muncul di tengah-tengah masyarakat Indonesia yang heterogen pada saat itu hingga
ke saat ini, dimana tentu saja mengalami banyak sekali perubahan yang signifikan.
C. Rumusan Masalah
1. Bagaimana sejarahnya Walisongo masuk ke Indonesia?
2. Siapa saja Tokoh Wali Di Indonesia?
3. Apa saja metode-metode dakwah yang digunakan Walisongo dalam
menyiarkan agama Islam?
4. Apa itu moderasi beragama?
5. Bagaimana caranya Walisongo menerapkan moderasi beragama pada
masyarakat Indonesia di zaman itu?
BAB II
PEMBAHASAN
A. Sejarah Masuknya Islam di Indonesia
Islam merupakan agama dengan jumlah penganut terbesar di Indonesia. Islam
datang ke Indonesia sejak abad ke-7 sampai abad ke-11 M. Terdapat beberapa teori
tentang jalur masuknya Islam di Indonesia. Teori-teori tersebut antara lain adalah:
• Teori Gujarat (India). Teori ini dikembangkan oleh Snouck Hurgronje, J.
Pijnapel, Willem Frederik Stutterheim, J.P. Moquette, serta Sucipto
Wirjosuprapto. Pada teori ini, Snouck Hurgronje mengemukakan bahwa Islam
lebih dulu berkembang di kota-kota pelabuhan Anak Benua India. Secara garis
besar teori ini menjelaskan bahwa Islam masuk ke Indonesia dengan perantara
pedagang dari Gujarat, India. Teori ini diperkuat dengan ditemukannya nisan-
nisan dengan gaya yang sama dengan nisan yang berada di Bengal, India.
• Teori Arab. Teori ini disebut juga teori Mekkah dan didukung oleh J.C. Van
Leur, Anthony H. Johns, T.W. Arnold, dan Buya Hamka. Menurut Buya
Hamka, Islam masuk ke Indonesia karena dibawa oleh pedagang Arab. Selain
berdagang, para pedagang Arab itu juga menyiarkan agama Islam dengan
berbagai cara. Salah satu cara yang dilakukan ialah dengan menikah dengan
warga local dan membentuk komunitas muslim. Teori ini didukung dengan
bukti yang diberikan oleh Buya Hamka berupa naskah kuno dari Cina yang
menyebutkan bahwa sekelompok bangsa Arab telah bermukim di kawasan
Pantai Barat Sumatera sejak 625 M. Di wilayah yang pernah di kuasai oleh
Kerajaan Sriwijaya itu juga ditemukan nisan kuno bertuliskan nama Syekh
Rukunuddin, wafat pada 672 M.
• Teori Persia (Iran). Teori Persia ini menyatakan bahwa ajaran Islam di
Indonesia dibawa oleh para pedagang Persia pada abad ke-13. Teori ini
didukung oleh Umar Amir Husen dan Husein Djajadiningrat. Menurut
Djajadiningrat teori ini diperkuat oleh tradisi dan kebudayaan Islam orang
Indonesia yang punya kesamaan dengan Persia. Salah satu contohnya adalah
seni kaligrafi yang terpahat di batu-batu nisan di Indonesia. Ada Sumatera Barat
yang serupa dengan ritual yang ada di Persia setiap 10 Muharram. Akan tetapi
ajaran Islam yang masuk dari Persia kemungkinan adalah ajaran Syiah.
• Teori Cina. Menurut teori ini, ajaran Islam berkembang di Cina pada masa
dinasti Tang (618-905 M), dibawa oleh seorang panglima muslim dari
kekhalifahan di Madinah semasa era khalifah Usman bin Affan, Saad bin Abi
Waqqash. Dalam buku Islam in China (2004), Jean A. Berlie menyebut relasi
pertama antara orang-orang Islam dari Arab dan Cina terjadi pada 713 M. Teori
Cina meyakini jika Islam masuk ke Indonesia bersamaan dengan masuknya
orang- orang Cina ke Asia Tenggara. Mereka masuk melalui Sumatera Selatan,
Palembang pada 879 atau abad ke-9 M. Bukti dari teori ini adalah banyaknya
para pendakwah Islam keturunan Cina yang mempunyai pengaruh penting di
Kesultanan Demak. Kesultanan Demak didirikan oleh Raden Patah yang
merupaksn putra dari Raja Majapahit dari istrinya yang merupakan seorang
perempuan Cina, Jin Bun.
• Teori Coromandel (Malabar). Selain keempat teori tersebut ada lagi teori
Coromandel atau teori Malabar. Menurut teori ini, Islam masuk dibawa oleh
para orang-orang Malabar atau orang-orang dari wilayah pesisir India Timur.
Pencetus dari teori Malabar ialah Thomas W. Arnold dan Morrison. Bukti dari
teori Coromandel yang dijelaskan oleh Arnold adalah kesamaan mazhab fiqih
yang dianut oleh penduduk Islam Malabar dan Indonesia. Keduanya sama-sama
menganut mazhab Syafi’i. Maka dari itu, Arnold meyakini para pedagang atau
saudagar yang datang dari India dan mengawali penyebaran Islam ke Nusantara
ialah orang Malabar (Coromandel), bukan Gujarat. Hal ini kemudian diperkuat
oleh hipotesis Morrison. Dia mengajukan bukti saat terjadinya islamisasi di
Pasai pada 1292 M, Gujarat masih di bawah kekuasaan Kerajaan Hindu. Oleh
karena itu, Morrison berpendapat kecil kemungkinan penyebaran agama Islam
di Pasai dirintis oleh pedagang dari Gujarat. Argumennya juga didasarkan pada
laporan Tome Pires yang berjudul Suma Oriental.
Dari kelima teori yang telah dijabarkan tersebut dapat ditarik kesimpulan
bahwa Islam masuk ke Indonesia melalui jalur perdagangan. Selain itu, ada banyak
faktor lain yang melatarbelakangi perkembangan Islam di Indonesia, antara lain
perkawinan dari warga local dengan para pedagang baik dari Gujarat, Arab, Persia,
ataupun Cina. Bukan hanya lewat pernikahan, Islam juga dikembangkan lewat
kesenian dan juga tradisi yang telah di akulturasi hingga sesuai dengan
masyarakatnya.
B. Sejarah Walisongo
Dalam perkembangannya, ulama yang membawa Islam ke Indonesia
membawa perubahan jangka panjang yang besar. Salah satunya adalah ajaran yang
dibawa oleh Walisongo. Mereka adalah tokoh penting dalam penyebaran Islam
terutama di Tanah Jawa. Walisongo berasal dari kata Wali dan Songo. Kata Wali
sendiri memiliki arti Kekasih Allah yang merupakan manusia pilihan Allah dengan
di berikan kelebihan berupa karomah. Sedangkan kata Songo memiliki beberapa
arti, Songo dalam Bahasa Jawa berarti sembilan namun dalam Bahasa Arab adalah
mulia. Walisongo sering juga di sebut sunan yang berasal dari kata “suhu nan” yang
artinya orang yang memiliki ilmu tinggi dan disebut juga guru besar.
Menurut R. Tanojo, Atlas Wali Songo dalam buku Walisana yang dikutip
Agus Sunyoto menegaskan bahwa istilah Wali Songo yang benar adalah Walisana.
Namun kata “Sana” bukan berasal dari bahasa Arab “Tsana” melainkan dari bahasa
Jawa Kuno “Sana” yang berarti tempat, daerah, wilayah. Dalam tafsir ini, berarti
Walisana yang berarti “penjaga suatu tempat, wilayah, atau penjaga suatu wilayah
tertentu”. Dalam kapasitasnya sebagai penguasa suatu wilayah tertentu, Walisanga
diberi gelar Sunan, Susuhan, dan Sinuhun, dan Kanjeng dari kata Kang Jumeneng
(pangeran), sebutan yang biasa digunakan untuk raja dan penguasa pemerintahan
Jawa.
Bukti bahwa agama Islam adalah ajaran yang dianut oleh banyak orang
yaitu dengan adanya pembangunan pembangunan tempat ibadah diberbagai daerah.
Para walisongo dipandang sebagai ahli agama dan memiliki agama yang baik juga
sebagai contoh teladan yang baik bagi Masyarakat.