Anda di halaman 1dari 23

REFORMASI BIROKRASI DALAM

PELAYANAN PUBLIK

Disusun Oleh :

Anggun Pertiwi (CA116111304)

Siti Nabila Tasya (CA116111339)

Untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah


Manajemen Pelayanan Publik

Nama Dosen: Dr. Ir. A. H. Rahadian, M.Si

PROGRAM STUDI SARJANA ILMU ADMINISTRASI PUBLIK


INSTITUT ILMU SOSIALDAN MANAJEMEN STIAMI TAHUN
AKADEMIK 2019/2020
Kata Pengantar

Puji dan Syukur Penulis Panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa
karena berkat limpahan Rahmat dan Karunia-Nya penulis dapat menyusun
makalah ini tepat pada waktunya. Penulis juga berterima kasih pada Bapak Dr.
Ir. A. H. Rahadian, M.Si selaku Dosen mata kuliah Manajemen Pelayanan
Publik yang telah memberikan tugas ini kepada kami. Makalah ini membahas
tentang Reformasi Birokrasi dalam Pelayanan Publik.
Dalam penyusunan makalah ini, penulis banyak mendapat tantangan
dan hambatan akan tetapi dengan bantuan dari berbagai pihak tantangan itu
bisa teratasi. Olehnya itu, penulis mengucapkan terima kasih yang sebesar-
besarnya kepada semua pihak yang telah membantu dalam penyusunan
makalah ini, semoga bantuannya mendapat balasan yang setimpal dari Tuhan
Yang Maha Esa. Penulis menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari
kesempurnaan baik dari bentuk penyusunan maupun materinya. Kritik
konstruktif dari pembaca sangat penulis harapkan untuk penyempurnaan
makalah selanjutnya.
Demikianlah sebagai pengantar kata, dengan iringan serta harapan
semoga tulisan sederhana ini dapat diterima dan bermanfaat bagi pembaca.
Atas semua ini penulis mengucapkan ribuan terima kasih yang tidak terhingga,
semoga segala bantuan dari semua pihak mudah – mudahan mendapat amal
baik yang diberikan oleh Allah SWT.

Jakarta, 04 April 2019

Penyusun
Daftar Isi

BAB I...................................................................................................................................................... 4
PENDAHULUAN.................................................................................................................................. 4
1. Latar Belakang........................................................................................................................ 4
2. Ruang Lingkup Penulisan.................................................................................................... 6
3. Tujuan Penulisan ................................................................................................................... 6

BAB II .................................................................................................................................................... 7
PEMBAHASAN .................................................................................................................................... 7
1. Landasan Teori ....................................................................................................................... 7
a. Pengertian Reformasi ....................................................................................................... 7

b. Pengertian Birokrasi ......................................................................................................... 8

c. Pengertian Reformasi Birokrasi..................................................................................... 8

d. Pengertian Pelayanan Publik .......................................................................................... 9

e. Reformasi Pelayanan Publik .........................................................................................10

f. Kualitas Pelayanan Publik .............................................................................................11

2. Kendala dalam Pelayanan Publik .................................................................................... 12


3. Tindakan Reformasi Pelayanan Publik yang sudah dilakukan di Indonesia ....... 14
4. Tindakan yang perlu dilakukan untuk mencapai Reformasi Pelayanan Publik .. 16
5. Solusi Masalah Pelayanan Publik.................................................................................... 18

BAB III .................................................................................................................................................21


PENUTUP ...........................................................................................................................................21
1. Kesimpulan............................................................................................................................ 21
2. Saran ....................................................................................................................................... 22

Daftar Pustaka...................................................................................................................................23
BAB I

PENDAHULUAN

1. Latar Belakang

Pelayanan publik pada dasarnya menyangkut aspek kehidupan yang


sangat luas. Dalam kehidupan berbangsa dan bernegara maka pemerintah
memiliki fungsi memberikan berbagai pelayanan publik yang diperlukan oleh
masyarakat, mulai dari pelayanan dalam bentuk pengaturan ataupun
pelayanan-pelayanan lain dalam rangka memenuhi kebutuhan masyarakat
dalam bidang pendidikan, kesehatan, utilitas, dan lainnya. Pelayanan publik
dengan demikian merupakan segala kegiatan dalam rangka pemenuhan
kebutuhan dasar sesuai dengan hak-hak dasar setiap warga negara dan
penduduk atas suatu barang, jasa dan atau pelayanan administrasi yang
disediakan oleh penyelenggara pelayanan yang terkait dengan kepentingan
publik.

Fakta bahwa pelayanan publik di Indonesia belum menunjukan kinerja


yang efektif sering menjadi bahasan, baik dari segi tulisan maupun penelitian.
Permasalahan pelayanan publik yang tidak efektif ini dipicu oleh beberapa hal
yang kompleks, mulai dari budaya organisasi yang masih bersifat
paternalistik, lingkungan kerja yang tidak kondusif terhadap perubahan
zaman, rendahya sistem reward dalam birokrasi Indonesia, lemahnya
mekanisme panishment, bagi aparat birokrasi, rendahnya kemampuan aparat
birokrasi untuk melakukan tindakan diskresi, serta kelangkaan komitmen
pimpinan daerah untuk menciptakan pelayanan publik yang responsif,
akuntabel, dan transparan. Di masa otonomi daerah yang memberi
keleluasaan bagi setiap kabupaten/kota untuk menjalankan pemerintahan
atas dasar kebutuhan dan kepentingan daerah sendiri ternyata juga belum
mampu mewujudkan pelayanan publik yang efektif.

Kegagalan birokrasi pemerintahan dalam menyelenggarakan


pelayanan publik yang menghargai hak dan martabat warga negara sebagai
pengguna pelayanan tidak hanya melemahkan legitimasi pemerintahan di
mata publiknya. Namun, hal itu juga berdampak pada hal yang lebih luas,
yaitu ketidak percayaan pihak swasta dan pihak asing untuk menanamkan
investasinya di suatu daerah karena ketidakpastian dalam pemberian
pelayanan publik.

Atas dasar kondisi tersebut dan untuk menjawab tantangan zaman


yang bergerak ke arah globalisasi, maka perlu dilakukan suatu tindakan yang
dapat memutus sistem yang selama ini diterapkan di Indonesia yaitu perlunya
upaya reformasi dalam pelayanan publik. Hal ini bertujuan untuk mengubah
dan memperbaiki tatanan birokrasi pelayanan yang terkesan lamban, berbelit-
belit dan diskriminatif, menuju ke arah pemerintahan yang baik (good
governance).

Reformasi birokrasi merupakan konsekuensi dari perubahan di


bidang politik, ekonomi dan sosial yang begitu cepat. Representasi
organisasi yang lamban, kaku, berbelit-belit dan terpusat, serta rantai hirarki
komando sudah menjadi ciri khas birokrasi di Indonesia. Sehingga birokrasi
menjadi bengkak, boros, dan tidak efektif. Untuk itu diperlukan suatu
kesadaran untuk memperbaiki birokrasi sebagai organisasi publik.
Reformasi merupakan perubahan terhadap suatu sistem yang telah ada
pada suatu masa. Upaya reformasi birokrasi yang dilakukan berhadapan
langsung dengan keterbatasan pada sumber daya manusia, dana, sarana
prasarana dan berbagai persoalan lainnya, sehingga menghasilkan
kebijakan, perilaku, program dan sesuatu yang berbeda pula.
Reformasi pelayanan publik membangun kepercayaan dari
masyarakat atas pelayanan publik yang dilakukan penyelenggara pelayanan
publik seiring dengan harapan dan tuntutan seluruh warga negara dan
penduduk tentang peningkatan pelayanan publik. Reformasi merupakan
upaya untuk mempertegas hak dan kewajiban setiap warga negara dan
penduduk serta terwujudnya tanggung jawab negara dalam
penyelenggaraan pelayanan publik. Dalam reformasi diperlukan norma
hukum yang memberi pengaturan secara jelas, sebagai upaya untuk
meningkatkan kualitas dan menjamin penyediaan pelayanan publik sesuai
dengan asas-asas umum pemerintahan yang baik serta untuk memberi
perlindungan bagi setiap warga negara dan penduduk dari penyalahgunaan
wewenang di dalam penyelenggaraan pelayanan publik.

2. Ruang Lingkup Penulisan

Materi tentang Reformasi Birokrasi dalam Pelayanan Publik adalah


materi yang sangat luas dan kompleks, dan juga mempunyai banyak
bahasan didalamnya, karena banyaknya bahasan didalamnya. Untuk
memudahkan pembaca memahami isi dari makalah ini sebenarnya, penulis
melakukan pembatasan-pembatasan dalam pembahasan atau biasa
disebut dengan ruang lingkup.
Ruang lingkup makalah ini adalah mencakup tentang teori-teori yang
berkaitan dengan reformasi, birokrasi dan juga pelayanan publik. Makalah
ini juga membahas beberapa kendala dalam pelayanan publik beserta
solusinya, reformasi pelayanan yang sudah diterapkan di Indonesia, dan
juga tindakan yang perlu dilakukan dalam mereformasi pelayanan publik.

3. Tujuan Penulisan

Adapun tujuan penulisan makalah ini adalah untuk :


1. Mengetahui apa yang dimaksud dengan reformasi, birokrasi, dan
pelayanan publik.
2. Mengetahui permasalahan ataupun kendala-kendala yang terjadi
dalam pelayanan publik.
3. Mengetahui tindakan yang sudah dilakukan dalam mereformasi
pelayanan publik di Indonesia.
4. Mengetahui tindakan apa saja yang perlu dilakukan dalam
mereformasi pelayanan publik.
5. Mengetahui solusi atas masalah pelayanan publik.
BAB II

PEMBAHASAN

1. Landasan Teori

a. Pengertian Reformasi

Reformasi adalah mengubah atau membuat sesuatu menjadi


lebih baik daripada yang sudah ada. Reformasi ini diarahkan pada
perubahan masyarakat yang termasuk di dalamnya masyarakat
birokrasi, dalam pengertian perubahan ke arah kemajuan. Dalam
pengertian ini perubahan masyarakat diarahkan pada
development (Susanto, 180). Karl Mannheim sebagaimana
dimaksud oleh Susanto menjelaskan bahwa perubahan
masyarakat adalah berkaitan dengan norma-normanya.
Development adalah perkembangan yang tertuju pada kemajuan
keadaan dan hidup anggota masyarakat, dimana kemajuan
kehidupan ini akhirnya juga dinikmati oleh masyarakat. Dengan
demikian maka perubahan masyarakat dijadikan sebagai
peningkatan martabat manusia, sehingga hakekatnya perubahan
masyarakat berkait erat dengan kemajuan masyarakat. Dilihat dari
aspek perkembangan masyarakat tersebut maka terjadilah
keseimbangan antara tuntutan ekonomi, politik, sosial dan hukum,
keseimbangan antara hak dan kewajiban, serta konsensus antara
prinsip-prinsip dalam masyarakat(Susanto:185-186).
Reformasi ini harus dilakukan oleh pejabat tertinggi, seperti
presiden dalam suatu negara atau menteri/ kepala lembaga pada
suatu departemen dan kementerian negara/ lembaga negara,
sebagai motor penggerak utama. Reformasi birokrasi di Indonesia
belum berjalan dengan maksimal. Indikasinya adalah buruknya
pelayanan publik dan masih maraknya perkara korupsi.
b. Pengertian Birokrasi

Birokrasi berasal dari kata “bureau” yang berarti meja atau


kantor; dan kata “kratia” (cratein) yang berarti pemerintah. Pada
mulanya, istilah ini digunakan untuk menunjuk pada suatu
sistematika kegiatan kerja yang diatur atau diperintah oleh suatu
kantor melalui kegiatan-kegiatan administrasi (Ernawan, 1988).
Dalam konsep bahasa Inggris secara umum, birokrasi disebut
dengan “civil service”. Selain itu juga sering disebut dengan public
sector, public service atau public administration.
Birokrasi berdasarkan definisi yang dikemukakan oleh
beberapa ahli adalah suatu sistem kontrol dalam organisasi yang
dirancang berdasarkan aturan-aturan yang rasional dan
sistematis, dan bertujuan untuk mengkoordinasi dan
mengarahkan aktivitas-aktivitas kerja individu dalam rangka
penyelesaian tugas-tugas administrasi berskala besar (disarikan
dari Blau & Meyer, 1971; Coser & Rosenberg, 1976; Mouzelis,
dalam Setiwan,1998).

c. Pengertian Reformasi Birokrasi

Pada dasarnya Reformasi Birokrasi adalah suatu perubahan


signifikan elemen-elemen birokrasi seperti kelembagaan, sumber
daya manusia aparatur, ketatalaksanaan, akuntabilitas, aparatur,
pengawasan dan pelayanan publik, yang dilakukan secara sadar
untuk memposisikan diri (birokrasi) kembali, dalam rangka
menyesuaikan diri dengan dinamika lingkungan yang dinamis.
Reformasi birokrasi merupakan salah satu cara untuk
membangun kepercayaan rakyat. Ruang lingkup reformasi
birokrasi tidak hanya terbatas pada proses dan prosedur, tetapi
juga mengaitkan perubahan pada tingkat struktur dan sikap serta
tingkah laku. Hal ini berhubungan dengan permasalahan yang
bersinggungan dengan wewenang dan kekuasaan.
Reformasi birokrasi adalah sebuah harapan masyarakat pada
pemerintah agar mampu memerangi KKN dan membentuk
pemerintahan yang bersih serta keinginan masyarakat untuk
menikmati pelayanan publik yang efisien, responsif dan
akuntabel. Maka dari itu masyarakat perlu mengetahui reformasi
birokrasi yang dilakukan saat ini agar kehidupan bernegara
berjalan dengan baik, masyarakat juga berposisi sebagai penilai
dan pihak yang dilayani pemerintah.
Reformasi birokrasi bertujuan untuk :
1. Memperbaiki kinerja birokrasi agar lebih efektif dan efisien.
2. Terciptanya birokrasi yang profesional, netral, terbuka,
demokratis, mandiri, serta memiliki integritas dan kompetensi
dalam melaksanakan tugas dan tanggung jawabnya selaku
abdi masyarakat dan abdi negara.
3. Pemerintah yang bersih (Clean Government).
4. Meningkatkan kualitas pelayanan terhadap masyarakat.
5. Bebas KKN.

d. Pengertian Pelayanan Publik

Pelayanan publik menurut UU Nomor 25 tahun 2009 tentang


pelayanan publik adalah suatu kegiatan atau rangkaian kegiatan
dalam rangka pemenuhan kebutuhan pelayanan sesuai dengan
peraturan perundang-undangan bagi setiap warga negara dan
penduduk atas barang, jasa, dan atau pelayanan administratif
yang disediakan oleh penyelenggara pelayanan publik.
Menurut Departemen Dalam Negeri (Pengembangan
Kelembagaan Pelayanan Terpadu Satu Pintu) bahwa pelayanan
publik adalah suatu proses bantuan kepada orang lain dengan
cara-cara tertentu yang memerlukan kesepakatan dan hunbungan
interpersonal tercipta kepuasan dan keberhasilan, setiap
pelayanan menghasilkan produk baik berupa barang ataupun
jasa.
Dari beberapa pengertian pelayanan publik yang telah
diuraikan di atas dapat disimpulkan bahwa pelayanan publik
sebagai pemberian layanan atau melayani keperluaan orang atau
masyarakat dan/atau organisasi lain yang mempunyai
kepentingan pada organisasi itu, sesuai dengan aturan pokok dan
tatacara yang ditentukan dan ditujukan untuk memberikan
kepuasan kepada penerima pelayanan.

e. Reformasi Pelayanan Publik

Menurut Pollit dan Bouckaert (dikutip dari Manurung 2010,


hal 189) mendefinisikan reformasi pelayanan publik ialah
perubahan sistematis, menyeluruh dan berkesinambungan
agar kinerja sektor publik semakin baik. Reformasi sektor
publik mencakup bukan saja unsur organisasi dan
manejemen, tetapi juga sumber daya manusia. Perubahan-
perubahan tersebut tidak hanya terfokus pada perubahan
kuantitas, namun juga kualitas.
Menurut Islamy 1994 (dalam Sinambela 2010:10)
memaparkan beberapa prinsip pokok yang bisa dijadikan
pedoman dalam mengoptimlakan kinerja birokrasi di tingkat lokal,
yang berkaitan erat pula dengan perbaikan kondisi internal
organisasi. Prinsip-prinsip tersebut diantaranya:
a. Prinsip Aksesabilitas
Artinya semua pelayanan harus dapat dijangkau secara
mudah oleh setiap pengguna pelayanan, hal ini terkait dengan
problem tempat, jarak dan prosedur pelayanan.
b. Prinsip Kontinuitas
Artinya upaya mengedepankan jenis pelayanan harus
secara terus menerus tersedia bagi masyarakat, dengan
kepastian dan kejelasan tertentu yang berlaku bagi proses
pelayanan tersebut.
c. Prinsip Teknikalitas
Prinsip ini berkaitan dengan proses pelayanan yang
harus ditangani oleh aparat yang benar-benar memahami
secara teknis pelayanan tersebut berdasarkan kejelasan,
ketetapan, dan kemantapan sistem , prosedur dan pelayanan.
d. Prinsip Profitabilitas
Pelayanan sebisa mungkin dapat dilaksananakan
secara efektif dan efisien, serta memberikan keuntungan
ekonomis dan sosial baik bagi pemerintah maupun bagi
masyarakat luas.
e. Prinsip Akuntabilitas
Artinya proses produk dan mutu pelayanan yang telah
diberikan harus dapat dipertanggungjawabkan kepada
masyarakat karena aparat pemerintah itu pada hakekatnya
mempunyai tugas memberikan pelayanan sebaik-baiknya.

f. Kualitas Pelayanan Publik

Pelayanan publik erat kaitannya dengan kualitas pelayanan.


Oleh karena itu, konsep kualitas pelayanan sangatlah bersifat
relatif, karena penilaian kualitas sangat ditentukan oleh
persepektif yang digunakan. Menurut Samapara 1994 (dalam
Herdiansyah 2011:35) mengemukakan bahwa kualitas pelayanan
adalah pelayanan yang diberikan kepada pelanggan sesuai
standar pelayanan yang telah dibakukan sebagai pedoman dalam
memberikan layanan.
Menurut Fandhy Tjiptono 1994 (dalam Herdiansyah 2011: 53)
dalam bukunya “Prinsip-Prinsip Total Quality Service,”
menyebutkan bahwa terdapat lima dimensi atau ukuran kualitas
pelayanan, yang dapat menilai kepuasan pelanggan diantaranya :
a. Bukti langsung (tangibels), meliputi fasilitas fisik,
b. perlengkapan, pegawai dan sarana komunikasi.
c. Keandalan (reliability), yakni kemampuan memberikan
pelayanan yang dijanjikan dengan segera, akurat, dan
memuaskan.
d. Daya tanggap (responsiveness), yaitu keinginan para staf
untuk membantu para pelanggan dalam memberikan
pelayanan dengan tanggap.
e. Jaminan (assurance), mencakup pengetahuan, kemampuan,
kesopanan, dan dapat dipercaya yang dimiliki para staf, bebas
dari bahaya, resiko atau keragu-raguan.
f. Empati, meliputi kemudahan dalam melakukan hubungan
komunikasi yang baik, perhatian pribadi dan memahami
kebutuhan para pelanggan.
Intinya pelayanan dapat dikatakan berkualitas atau
memuaskan apabila pelayanan tersebut dapat memenuhi
kebutuhan harapan masyarakat, dengan memperhatikan kelima
dimensi diatas. Sedangkan bila masyarakat tidak puas terhadap
suatu pelayanan yang disediakan maka pelayann tersebut dapat
dipastikan tidak berkualitas dan tidak efisien.

2. Kendala dalam Pelayanan Publik


Kendala utama pelayanan publik sebenarnya adalah peningkatan
kualitas pelayanan publik itu sendiri. Pelayanan publik yang berkualitas
dipengaruhi oleh berbagai aspek, yaitu bagaimana pola
penyelenggaraannya,sumber daya manusia yang mendukung,dan
kelembagaan. Beberapa kelemahan pelayanan publik berkaitan dengan
pola penyelenggaraannya antara lain sebagai berikut :
a. Kurang Informatif, informasi yang disampaikan kepada masyarakat
cenderung lambat atau bahkan tidak diterima oleh masyarakat.
b. Sukar Diakses, unit pelaksana pelayanan publik terletak sangat jauh
dari jangkauan masyarakat, sehingga mempersulit mereka yang
memerlukan pelayanan publil tersebut.
c. Kurang Responsif, kondisi ini terjadi pada hampir semua tingkatan
unsur pelayanan, mulai pada tingkatan petugas pelayanan (front line)
sampai dengan tingkatan penanggungjawab instansi. Respon
terhadap berbagai keluhan, aspirasi, maupun harapan masyarakat
seringkali lambat atau bahkan diabaikan sama sekali.
d. Kurang Koordinasi, kondisi ini terjadi pada hampir semua tingkatan
unsur pelayanan, mulai pada tingkatan petugas pelayanan (front line)
sampai dengan tingkatan penanggungjawab instansi. Respon
terhadap berbagai keluhan, aspirasi, maupun harapan masyarakat
seringkali lambat atau bahkan diabaikan sama sekali.
e. Kurang Empati, pada umumnya aparat pelayanan kurang memiliki
kemauan untuk mendengar keluhan/saran/aspirasi dari masyarakat.
Akibatnya pelayanan dilaksanakan dengan apa adanya tanpa ada
perbaikan dari waktu ke waktu.
f. Inefisien, berbagai persyaratan yang diperlukan (khususnya dalam
pelayanan perijinan) seringkali tidak relevan dengan pelayanan yang
diberikan.
g. Birokratis, pelayanan (khusunya pelayanan perijinan) pada umumnya
dilakukan dengan melalui proses yang terdiri dari berbagai level,
sehingga menyebabkan penyelesaian pelayanan yang terlalu lama.
Dalam kaitan dengan penyelesaian masalah pelayanan,
kemungkinan staf pelayanan (front line staff) untuk dapat
menyelesaikan masalah sangat kecil, dan di lain pihak kemungkinan
masyarakat untuk bertemu dengan penanggungjawab pelayanan,
dalam rangka menyelesaikan masalah yang terjadi ketika pelayanan
diberikan, juga sangat sulit. Akibatnya, berbagai masalah pelayanan
memerlukan waktu yang lama untuk diselesaikan.
Dilihat dari sisi sumber daya manusianya, kelemahan utamanya
adalah berkaitan dengan profesionalisme, kompetensi, empati dan etika.
Berbagai pandangan juga setuju bahwa salah satu dari unsur yang perlu
dipertimbangkan adalah masalah sistem kompensasi yang tepat.
Dilihat dari sisi kelembagaan, kelemahan utama terletak pada desain
organisasi yang tidak dirancang khusus dalam rangka pemberian
pelayanan kepada masyarakat, penuh dengan hirarki yang membuat
pelayanan menjadi berbelit-belit (birokratis), dan tidak terkoordinasi.
Kecenderungan untuk melaksanakan dua fungsi sekaligus, fungsi
pengaturan dan fungsi penyelenggaraan, masih sangat kental dilakukan
oleh pemerintah, yang juga menyebabkan pelayanan publik menjadi tidak
efisien.

3. Tindakan Reformasi Pelayanan Publik yang sudah dilakukan di


Indonesia

Pelaksanaan reformasi birokrasi di masing-masing instansi


pemerintah dilakukan berdasarkan kebijakan/program/kegiatan yang
telah digariskan dalam Grand Design Reformasi Birokrasi dan Road Map
reformasi Birokrasi, serta berbagai pedoman pelaksanaannya. Berikut ini
beberapa tindakan yang sudah diterapkan dalam upaya reformasi
pelayanan publik di Indonesia, namun tindakan reformasi tersebut belum
sepenuhnya berjalan dengan baik. Diantaranya:
1. Penetapan Standar Pelayanan (SPM dan SOP)
Standar pelayanan memiliki arti yang sangat penting dalam
pelayanan publik. Standar pelayanan merupakan suatu komitmen
penyelenggara pelayanan untuk menyediakan pelayanan dengan
suatu kualitas tertentu yang ditentukan atas dasar perpaduan
harapan-harapan masyarakat dan kemampuan penyelenggara
pelayanan. Penetapan standar pelayanan yang dilakukan melalui
proses identifikasi jenis pelayanan, identifikasi pelanggan, identifikasi
harapan pelanggan, perumusan visi dan misi pelayanan, analisis
proses dan prosedur, sarana dan prasarana, waktu dan biaya
pelayanan.
2. Pelayanan Terpadu ( One Stop Service)
Pada tanggal 6 Juli 2006, Menteri Dalam Negeri, H.Moh
Ma’ruf, S.E. mengeluarkan Permendagri No.24 tahun 2006 mengenai
Pedoman Penyelenggaran Pelayanan Terpadu Satu Pintu. Dalam
peraturan ini, pelayanan atas permohonan perizinan dan non
perizinan dilakukan oleh Perangkat Daerah Penyelenggara
Pelayanan Terpadu Satu Pintu (PPTSP) yaitu perangkat pemerintah
daerah yang memiliki tugas pokok dan fungsi mengelola sernua
bentuk pelayanan perizinan dan non perizinan di daerah dengan
sistem satu pintu. Pembinaan sistem ini dilakukan secara berjenjang
dan berkesinambungan oleh Menteri Dalam Negeri dan Kepala
Daerah sesuai dan kewenangan masing-masing.
Program PTSP sudah dilaksanakan di beberapa kantor/dinas,
seperti : Kantor Perijinan dan Penanaman Modal (BPPT) yaitu
menggabungkan pelayanan dalam bidang perijinan dan penanaman
modal dalam satu tempat. Hal ini bertujuan untuk mempermudah dan
mempercepat pelayanan. Tujuan lainnya adalah menarik modal dari
para investor.
3. Pengembangan Sistem Pengelolaan Pengaduan Pengaduan
Masyarakat
Merupakan satu sumber informasi bagi upaya-upaya pihak
penyelenggara pelayanan untuk secara konsisten menjaga
pelayanan yang dihasilkannya sesuai dengan standar yang telah
ditetapkan. Oleh karena itu perlu didisain suatu sistem pengelolaan
pengaduan yang secara efektif dan efisien mampu mengolah
berbagai pengaduan masyarakat menjadi bahan masukan bagi
perbaikan kualitas pelayanan.
Seperti adanya kotak-kotak saran/pengaduan di instansi atau
kantor pelayanan, pengaduan langsung kepada komisi ataupun
lembaga pengaduan seperi : KPK (lembaga pegaduan terhadap
tindakan korupsi ), Ombudsman (lembaga pengaduan terhadap
instansi yang memberikan pelayanan buruk).
4. Pelayanan yang bersifat jemput bola (mobile)
Paradigma pemerintah saat ini memberikan pelayanan
publik, termasuk pelayanan administrasi, yang baik dan prima. Tidak
harus menunggu bola, tapi jemput bola. Pelayanan publik pemerintah
harus mendekat kepada rakyat, bukan malah menjauh dari rakyat.
Jika melihat kondisi geografis Indonesia yang didominasi gunung-
gunung, bertempat tinggal di pedesaan yang jauh dari pusat kota
dan kantor pemerintahan, Keterbatasan sarana dan prasana
membuat masyarakat pedesaan kurang mendapatkan perhatian dari
pemerintah terhadap akses pelayanan publik. Untuk dapat
memberikan pelayanan kepada semua masyarakat khususnya
masyrakat pedesaan pemerintah lebih gencar melakukan
pendekatan kepada masyarakat melalui program-program
pelayanan yang bersifat mobile yaitu penyelenggara pelayanan yang
datang kepada masyarakat. Demi terciptanya good governance.
Berikut ini contoh pelayanan pemerintah yang berisfat jemput bola:
 Pelayanan jemput bola “LARASITA” Badan Pertanahan Nasional.
 Pelayanan Samsat keliling.
 Pelayanan listrik pintar dari PLN.
 Pengurusan IMB di Badan Pelayanan Perizinan Terpadu (BPPT)
Kabupaten Tulung Agung.

4. Tindakan yang perlu dilakukan untuk mencapai Reformasi


Pelayanan Publik

Agar reformasi birokrasi dapat berjalan baik, perlu dilakukan langkah-


langkah manajemen perubahan. Manajemen perubahan adalah proses
mendiagnosis, menginisialisasi, mengimplementasi, dan mengintegrasi
perubahan individu, kelompok, atau organisasi dalam rangka
menyesuaikan diri dan mengantisipasi perubahan lingkungannya agar
tetap tumbuh, berkembang, dan menghasilkan keuntungan.
Terdapat tujuh langkah manajemen perubahan yang dikutip dari
Harvard Business Essentials tahun 2005, yaitu sebagai berikut:
Langkah pertama,memobilisasi energi dan komitmen para anggota
organisasi melalui penentuan cita-cita, tantangan, dan solusinya oleh
semua anggota organisasi. Pada tahap ini, setiap lini dalam instansi
pemerintah harus tahu apa yang dicita-citakan instansi, apa yang
mereka hadapi, dan cara menghadapi atau menyelesaikan masalah itu
secara bersama-sama. Agar mereka tergerak untuk menjalankan solusi
bersama, mereka perlu dilibatkan dalam diskusi dan pengambilan
keputusan.
Langkah kedua,mengembangkan visi bersama, bagaimana mengatur
dan mengorganisasi diri maupun organisasi agar dapat mencapai apa
yang dicita-citakan.
Langkah ketiga, menentukan kepemimpinan. Di dalam instansi
pemerintahan, kepemimpinan biasanya dipegang para pejabat eselon.
Padahal, kepemimpinan harus ada pada semua level agar dapat
mengontrol perubahan. Pemimpin tertinggi harus memastikan orang-
orang yang kompeten dan jujurlah yang berperan sebagai pemimpin
pada level-level di bawahnya.
Langkah keempat, fokus pada hasil kerja. Langkah itu dilakukan
dengan membuat mekanisme asessment yang dapat mengukur hasil
kerja tiap pegawai atau tiap tim yang diberi tugas tertentu.
Langkah kelima, mulai mengubah unit-unit kecil di instansi kemudian
dorong agar perubahan itu menyebar ke unit-unit lain di seluruh instansi.
Langkah keenam,membuat peraturan formal, sistem, maupun struktur
untuk mengukuhkan perubahan, termasuk cara untuk mengukur
perubahan yang terjadi.
Langkah ketujuh, mengawasi dan menyesuaikan strategi untuk
merespons permasalahan yang timbul selama proses perubahan
berlangsung.
Selain melakukan restrukturisasi manajemen, dalam
meningkatkan reformasi birokrasi diperlukan upaya-upaya stategis yang
disebut juga dengan Strategi reformasi birokrasi diantaranya:
a. Pada level kebijakan, harus diciptakan berbagai kebijakan yang
mendorong Birokrasi yang berorientasi pada pemenuhan hak-hak
sipil warga (kepastian hukum, batas waktu, prosedur, partisipasi,
pengaduan, gugatan).
b. Pada level organisational, dilakukan melalui perbaikan proses
rekrutmen berbasis kompetensi, pendidikan dan latihan yang sensitif
terhadap kepentingan masyarakat, penciptaan Standar Kinerja
Individu, Standar Kinerja Tim dan Standar Kinerja Instansi
Pemerintah.
c. Pada level operasional, dilakukan perbaikan melalui peningkatan
service quality meliputi dimensi tangibles, reliability, responsiveness,
assurance dan emphaty.
d. Instansi Pemerintah secara periodik melakukan pengukuran
kepuasan pelanggan dan melakukan perbaikan.

5. Solusi Masalah Pelayanan Publik

Tuntutan masyarakat saat ini terhadap pelayanan publik yang


berkualitas akan semakin menguat. Oleh karena itu, kredibilitas
pemerintah sangat ditentukan oleh kemampuannya mengatasi berbagai
permasalahan yang telah disebutkan di atas sehingga mampu
menyediakan pelayanan publik yang memuaskan masyarakat sesuai
dengan kemampuan yang dimilikinya. Dari sisi mikro, hal-hal yang dapat
diajukan untuk mengatasi masalah-masalah tersebut antara lain adalah
sebagai berikut :
a. Membuat kontrak pelayanan (Citizens’ charter)
Kontrak pelayanan adalah suatu pendekatan dalam
penyelenggaraan pelayanan publik yang menempatkan pengguna
layanan sebagai pusat perhatian. Kontrak pelayanan diperlukan
karena beberapa hal : 1) untuk memberikan kepastian pelayanan
yang meliputi waktu, biaya, prosedur dan cara pelayanan. 2)
memberikan informasi mengenai hak dan kewajiban pengguna
layanan, penyedia layanan, dan stakeholder lainnya dalam
keseluruhan proses penyelenggara pelayanan, 3) mempermudah
pengguna layanan, warga, dan stakeholder lainnya dalam
mengontrol praktik penyelenggara pelayanan, 4) untuk
mempermudah manajemen pelayanan memperbaiki kinerja
penyelenggara pelayanan 5) membantu manajemen pelayanan
mengidenrifikasi kebutuhan, harapan, dan aspirasi pengguna
layanan.
b. Pengembangan Survei Kepuasan Pelanggan
untuk menjaga kepuasan masyarakat, maka perlu
dikembangkan suatu mekanisme penilaian kepuasan masyarakat
atas pelayanan yang telah diberikan oleh penyelenggara pelayanan
publik. Dalam konsep manajemen pelayanan, kepuasan pelanggan
dapat dicapai apabila produk pelayanan yang diberikan oleh
penyedia pelayanan memenuhi kualitas yang diharapkan
masyarakat. Oleh karena itu, survei kepuasan pelanggan memiliki arti
penting dalam upaya peningkatan pelayanan publik.

c. Penerapan E-goverment dalam manajemen pelayanan pubik


Dalam hal ini lembaga-lembaga pemerintah makin didorong
untuk mengembangkan model-model transaksi dan berkomunikasi
yang sepenuhnya memanfaatkan jaringan internet untuk mengurangi
biaya dan mentransformasikan penyelenggara pelayanan kepada
masyarakat dengan mengurangi tatap muka yang sebenarnya
merupakan sumber korupsi.
Berikut ini keuntungan yang diperoleh dari implementasi e-
government di kab/kota antara lain :
 Peningkatan kualitas pelayanan: layanan publik 24 jam, dapat
dikases dimana saja (berkat adanya teknologi internet)
 Dengan menggunakan teknologi on-line, banyak proses yang
dapat dilakukan dalam format digital, hal ini akan banyak
mengurangi penggunaan kertas (paperwork), sehingga proses
akan menjadi lebih efisien dan hemat
 Database dan proses terintegrasi: akurasi data lebih tinggi,
mengurangi kesalahan identitas dan lain-lain.
 Semua proses transparan karena semua berjalan secara online
 Mengurangi tindakan KKN (karena terbatasnya pelayanan yang
besifat tatap muka)
d. Penerapan Sistem Manajemen Mutu Pelayanan (Total Quality
Management/ TQM)
TQM merupakan paradigma baru dalam manajemen yang
berusaha memaksimumkan daya saing organisasi melalui perbaikan
secara berkesinambungan atas mutu barang, jasa, manusia dan
lingkungan organisasi. TQM dapat dicapai dengan memperhatikan
hal-hal sebagai berikut : berfokus pada pelanggan, obsesi terhadap
mutu, pendekatan ilmiah, komitmen jangka panjang, kerjasama tim,
perbaikan sistem berkesinambungan, pendidikan dan pelatihan
(Tjiptono, 1997 ). Sementara Gaspersz (1997) menyatakan bahwa
mutu pelayananharus memperhatikan : ketepatan waktu pelayanan,
akurasi pelayanan, kesopanan dan keramahan, tanggung jawab,
kelengkapan, kemudahan mendapat pelayanan.
e. Kemitraan Pemerintah dan Swasta.
Perkembangan paradigma pemerintahan dewasa ini telah
mengubah tata kelola pemerintahan menjadi lebih terbuka, sehingga
ada pembagian peran dan kerjasama antara unsur-unsur pemerintah,
swasta, dan masyarakat. Tuntutan masyarakat terhadap kualitas
pelayanan publik yang semakin meningkat mendorong pemerintah
untuk berbagi peran dengan unsur-unsur non pemerintah.
Pemerintah tidak mungkin lagi mengerjakan semua urusan karena
keterbatasan dana dan sumber daya manusia, sehingga kerjasama
dan kemitraan dengan pihak-pihak lain harus dilakukan agar kualitas
pelayanan publik tetap dapat dipenuhi sesuai dengan tuntutan
masyarakat. Berbagai bentuk kerjasama sebenarnya telah
dipraktikan sejak lama, antara lain dalam bentuk privatisasi,
contracting out, build operation transfer, build own operates, dan
model public and private partnership (PPP).
BAB III

PENUTUP

1. Kesimpulan
Reformasi birokrasi adalah sebuah harapan masyarakat pada
pemerintah agar mampu memerangi KKN dan membentuk pemerintahan
yang bersih serta keinginan masyarakat untuk menikmati pelayanan publik
yang efisien, responsif dan akuntabel. Reformasi birokrasi merupakan salah
satu cara untuk membangun kepercayaan rakyat.
Pelayanan dapat dikatakan berkualitas atau memuaskan apabila
pelayanan tersebut dapat memenuhi kebutuhan harapan masyarakat ketika
pelayanan publik yang di lakukan pemerintah tidak cukup baik dalam
melayani permintaan masyarakat maka pemerintah harus melakukan
perubahan dalam proses pelayanan publik sehingga pelayanan yang
diberikan cukup memadai kepada masyarakat dan pelaksanaan reformasi
birokrasi pelayanan publik bisa mengembalikan kepercayaan masyarakat.
Dilihat dari sisi sumber daya manusianya, kelemahan utamanya
adalah berkaitan dengan profesionalisme, kompetensi, empati dan etika.
Berbagai pandangan juga setuju bahwa salah satu dari unsur yang perlu
dipertimbangkan adalah masalah sistem kompensasi yang tepat. Dilihat dari
sisi kelembagaan, kelemahan utama terletak pada desain organisasi yang
tidak dirancang khusus dalam rangka pemberian pelayanan kepada
masyarakat, penuh dengan hirarki yang membuat pelayanan menjadi
berbelit-belit (birokratis), dan tidak terkoordinasi. Kecenderungan untuk
melaksanakan dua fungsi sekaligus, fungsi pengaturan dan fungsi
penyelenggaraan, masih sangat kental dilakukan oleh pemerintah, yang
juga menyebabkan pelayanan publik menjadi tidak efisien.
Dalam meningkatkan reformasi birokrasi diperlukan upaya-upaya
stategis yang disebut juga dengan Strategi reformasi birokrasi diantaranya:
Pada level kebijakan, level organisational, level operasional dan Instansi
Pemerintah yang secara periodik melakukan pengukuran kepuasan
pelanggan dan melakukan perbaikan.
2. Saran
Dalam mewujudkan pemerintah yang good governace diperlukan
suatu komitmen dari perintah dalam pemberian pelayanan bahwa tugas
aparatur publik adalah melayani masyarakatnya (public service). Dalam
pemberian pelayanan publik perlu adanya suatu sistem yang mampu
menampung semua keluhan dari masyarakat seperti e-goverment maupun
meningkatkan tata kelola administrasinya sehingga reformasi birokrasi yang
dipilih dapat berjalan dengan baik dan mampu menyelesaikan
permasalahan masyarakat.
Reformasi Birokrasi dan Tata Kelola Pemerintahan yang baik, dapat
terwujud apabila semua lapisan masyarakat turut berperan serta dalam
upaya pemberharuan di berbagai bidang khususnya dalam bidang
pelayanan
Daftar Pustaka

Azizy A. Qodri. 2007. Change Management dalam Reformasi Birokrasi. Jakarta:


PT. Gramedia Pustaka Utama

Hardiansyah. 2011. Kualitas Pelayanan Publik. Yogyakarka: Gava Media

Larasati, Endang. (2013). Jurnal Reformasi Pelayanan Publik (Public Service


Reform) dan Partisipasi Masyarakat.

Sinambela, Lijan Poltak. 2010. Reformasi Pelayanan Publik. Jakarta: Bumi


Aksara

http://eprints.undip.ac.id/41101/1/ARTIKEL_REFORMASI_PELAYANAN_PUBLI
K_PUBLIC_SERVICES_REFORM_DAN_PARTISIPASI_PUBLIK.pdf diunduh
pada tanggal 04 April 2019 pukul 15.08

http://rushdyms.blogspot.com/2012/03/reformasi-birokrasi.html diunduh pada


tanggal 04 April 2019 pukul 15.10

http://makalahme02.blogspot.com/2013/05/contoh-makalah-reformasi-birokrasi-
di.html diunduh pada tanggal 04 April 2019 Pukul 16.00

Anda mungkin juga menyukai