Anda di halaman 1dari 19

KEMITRAAN DAN KERJASAMA UNTUK MEMAJUKAN

PEREKONOMIAN DAERAH

Di susun guna memenuhi tugas


Mata kuliah: Ekonomi Budaya dan Kearifan Lokal
Dosen pengampu: Arief Darmawan, M.Pd.

Disusun Oleh:
1. Sophia Dara Maharani ( 2105046044 )
2. Anggi Fitria Al Maghfiroh ( 2105046045 )
3. Fani Afiqoh ( 2105046052 )
4. Nafiatur Rohmah ( 2105046071 )
5. Nabiha Putri Andini ( 2105046075 )
6. Diky Saputra ( 2105046084 )

JURUSAN AKUNTANSI SYARIAH

FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS ISALM

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI WALISONGO SEMARANG

2022
KATA PENGANTAR

Assalamu’alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh

Puji syukur kita haturkan atas kehadirat Allah SWT, yang telah melimpahkan rahmat,
hidayah serta rizkinya kepada kita semua. Atas nikmat sehat yang telah Allah berikan kepada
kami semua sehingga kami dapat menyelesaikan makalah ini tanpa halangan suatu apapun.

Makalah ini kami buat guna untuk memenuhi tugas mata kuliah Ekonomi Budaya dan
Kearifan Lokal. Kami mengucapkan banyak terima kasih kepada bapak Arief Darmawan,
M.Pd selaku dosen pengampu mata kuliah Ekonomi Budaya dan Kearifan Lokal yang telah
memberikan tugas makalah ini. Berkat adanya tugas ini kami bisa mendapatkan wawasan
ilmu baru mengenai berbagai bentuk kemitraan dan kerjasama untuk memajukan
perekonomian daerah dan model kelembagaan kemitraan untuk mendukung dunia usaha.
Kami juga mengucapkan terima kasih kepada pihak-pihak yang telah membantu dalam proses
penyusunan makalah ini.

Kami menyadari makalah ini masih belum cukup sempurna. Oleh karena itu kritik dan
saran membangun dari para pembaca sangat kami harapkan, guna untuk kesempurnaan
makalah ini.

Wassalamu’alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh

Semarang, 17 November 2022

Penulis

ii
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR..............................................................................................................ii

DAFTAR ISI............................................................................................................................iii

BAB I..........................................................................................................................................1

PENDAHULUAN.....................................................................................................................1

1.1 Latar Belakang...........................................................................................................1

1.2 Rumusan Masalah......................................................................................................2

1.3 Tujuan Penulisan........................................................................................................2

1.4 Manfaat Penulisan......................................................................................................2

BAB II........................................................................................................................................3

PEMBAHASAN........................................................................................................................3

2.1 Otonomi Daerah dan Kualitas Pelayanan Publik...................................................3

2.2 Kemitraan dan Bentuk-bentuk Kemitraan.............................................................4

2.3 Dukungan Dunia Usaha.............................................................................................9

2.4 Kerjasama Memajukan Perekonomian Daerah....................................................11

BAB III.....................................................................................................................................15

PENUTUP................................................................................................................................15

3.1 Kesimpulan............................................................................................................15

3.2 Saran......................................................................................................................15

DAFTAR PUSTAKA..............................................................................................................16

iii
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Salah satu kebutuhan masyarakat yang amat penting adalah adanya pelayanan publik.
Melalui otonomi daerah pemerintah daerah memiliki kewenangan besar untuk
menciptakan kebijakan-kebijakan sesuai dengan situasi dan kondisi suatu daerah.
Tuntutan perubahan dan kebutuhan masyarakat yang makin berkembang telah mengubah
definisi dan orientasi kualitas. Dimana kualitas pelayanan bukan lagi ditentukan oleh
pemerintah melainkan oleh masyarakat itu sendiri. Pelayanan publik sendiri adalah segala
bentuk pelayanan baik dalam bentuk barang maupun jasa publik.
Namun penerapan pelayanan publik dan otonomi daerah sebagai upaya untuk
meningkatkan kesejahteraan masyarakat dalam beberapa dekade belum juga mencapai
hasil yang diharapkan. Daerah lebih memaknai desentralisasi pada tingkat administratif
politik yang lebih kental dan cenderung mengesampingkan aspek desentralisasi ekonomi
sebagai upaya untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Melemahnya koordinasi
tingkat regional dan munculnya egosentrisme masing-masing daerah semakin
menjauhkan perhatian pemerintah daerah dari isu-isu pembangunan daerah. Disamping
menurunya koordinasi anta wilayah, semakin mengecilnya skala ekonomi daerah
merupakan salah satu implikasi dari penerapan desentralisasi. Salah satu contohnya
dalam bidang perdagangan daerah terkadang melakukan praktik perdagangan sendiri
tanpa berupaya untuk melakukan sinergi dan koordinasi dengan daerah sekitarnya
sebagai upaya peningkatan efisiensi dan pemenuhan kebutuhan bersama. Padahal
perdagangan bersama merupakan salah satu bentuk kerjasama antar daerah yang dapat
dilakukan dengan membagi sesuai dengan karakteristik daerah itu. Dan RUU
perdagangan yang saat ini sedang disusun oleh pemerintah juga belum menunjukan
keperpihakan pemerintah akan praktik perdagangan daerah.
Kerjasama yang ideal dapat dilakukan dengan adanya kemitraan. Karena pada
dasarnya kemitraan dilaksanakan dengan pertimbangan karena tidak ada satu pihakpun
yang dapat melakukan seluru tugas secara individu. Selain itu harus kita sadari bahwa
dalam proses pembangunan terdapat resiko-resiko yang sulit ditanggung oleh satu pihak

iv
saja. Oleh karena itu dengan kemitraan dapat membantu kita untuk memajukan
perekonomian daerah.

1.2 Rumusan Masalah

Berikut perumusan masalah yang akan dikaji dalam makalah ini diantaranya:
1. Bagaimana otonomi daerah dan Kualitas Pelayanan Publik?
2. Apa itu kemitraan dan bentuk-bentuk kemitraan?
3. Bagaimana bentuk dukungan pada dunia usaha?
4. Bagaimana kerjasama untuk memajukan perekonomian daerah?

1.3 Tujuan Penulisan

Tujuan umum penulisan makalah ini yaitu untuk mengembangkan ilmu pengetahuan
dan mengetahui bentuk kemitraan dan kerjasama untuk memajukan perekonomian
daerah. Adapun tujuan khususnya adalah:
1. Untuk mengetahui bagaimana otonomi daerah dan kualitas pelayanan publik.
2. Untuk mengetahui kemitraan dan bentuk-bentuk kemitraan.
3. Untuk mengetahui dukungan pada dunia usah.
4. Untuk mengetahui kerjasama yang dilakukan untuk memajukan perekonomian daerah.

1.4 Manfaat Penulisan

Makalah ini merupakan bentuk laporan tugas mata kuliah Ekonomi budaya dan
kearifan lokal yang dibimbing oleh bapak Arief Darmawan, M.Pd. selaku dosen
pengampu. Bagi penyusun makalah ini memeberikan manfaat untuk bisa menjelaskan
mengenai bentu kemitraan dan kerjasama untuk memajukan perekonomian daerah. Serta
bagi para pembaca diharapkan makalah ini dapat berguna untuk menambah wawasan
pengetahuan mengenai kemitraan dan kerjasama untuk perekonomian daerah.

v
BAB II

PEMBAHASAN

2.1 Otonomi Daerah dan Kualitas Pelayanan Publik

Otonomi daerah adalah keputusan politik pemerintah pusat untuk memberikan


sebagian besar kewenangan kepada pemerintah daerah. Tujuan otonomi daerah ini untuk
mencapai efisiensi dan efektivitas layanan kepada masyarakat, penggunaan sumber daya
yang lebih efektif, pemantapan perencanaan pembangunan, meningkatkan persatuan dan
kesatuan nasional serta keabsahan politik pemerintah dengan memberikan kesempatan
yang lebih besar kepada masyarakat untuk mengenali masalah yang dihadapi dan
menyampaikannya kepada instansi pemerintah tersebut.

Pemerintah daerah diharapkan tidak hanya siap secara profesional tetapi juga siap
secara akademik dan moral. Otonomi daerah memiliki makna ketika akuntabilitas dan
akseptabilitas pemerintah daerah terhadap masyarakatnya terjawab dalam pelaksanaan
pembangunan dan pelayanan publik yang berkualitas di daerahnya. Pelayanan publik
yaitu segala bentuk jasa pelayanan, baik dalam bentuk barang publik maupun jasa publik
yang prinsipnya menjadi tanggung jawab dan dilaksanakan oleh instansi pemerintah di
pusat maupun didaerah. Pemerintah daerah dituntut untuk membenahi infrastruktur yang
berhubungan dengan pelaksanaan teknis, prosedur,sistem dan mekanisme kerja antara
perangkat daerah dengan pemerintah dibawahnya yaitu kecamatan, kelurahan atau desa.

Di era global village dimana batas-batas antar wilayah dan negara akan menjadi
kabur dan juga daya saing suatu negara beserta institusi-institusi didalamnya merupakan
kunci keunggulan pada saat terwujudnya globalisasi. Untuk dapat selalu menyesuaikan
dengan dinamika keinginan masyarakat global maka sangat dibutuhkan dinamika internal
institusi pemerintah dan juga peningkatan kinerja yang tergambar dalam kualitas prima,
akuntabel, dan transparan. Pelayanan publik yang prima terhadap masyarakat global
tanpa diskriminasi menjadi tanggung jawab organisasi publik. Otonomi daerah juga
menjadi hal utama untuk peningkatan kualitas pelayanan publik.1

Keberhasilaan pemerintah daerah akan ternilai dan didukung masyarakat termasuk


didalamnya pelaku bisnis selaku stakeholder dari kualitas pelayanannya. Untuk

1
Suwitri Sri, “ Pelayanan Publik dan Kebijakan Otonomi Daerah di Indonesia” Jurnal Dialogue Vol 1

vi
tercapainya pelayanan prima dalam otonomi daerah, pemerintah daerah perlu
memperhatikan dimensi-dimensi kualitas pelayanan serta penerbitan peraturan daerah
yang mampu menempatkan masyarakat sehingga dapat berpartisipasi sebagai informan,
korektor, dan evaluator terhadap kualitas pelayanan publik.2

Pelayanan berkualitas menurut Sinambela (2006:6) tercermin dari:

1. Transparasi, yaitu pelayanan yang bersifat terbuka, mudah, memadai dan cepat
diakses oleh semua pihak yang membutuhkan.
2. Akuntanbilitas, yaitu pelayanan yang dapat dipertanggung jawabkan sesuai dengan
peraturan perundang-undangan.
3. Kondisonal, yaitu pelayanan yang sesuai dengan kondisi dan kemampuan pemberi dan
penerima pelayanan dengan tetap berpegang pada prinsip efisiensi dan efektivitas.
4. Partisipatif, yaitu pelayanan yang dapat mendorong peran serta masyarakat dengan
memperhatikan aspirasi, kebutuan dan harapan masyarakat.
5. Kesamaan hak, yaitu pelayanan yang tidak melakukan diskriminasi dikihat dari aspek
apapun khususnya suki, ras, agama, golongan, statsu sosial dan lain-lain.
6. Keseimbangan hak dan kewajiban, yaitu pelayanan yang mempertimbangkan aspek
keadilan antara pemberi dan penerima pelayanan publik.3

2.2 Kemitraan dan Bentuk-bentuk Kemitraan

Kemitraan dikenal dengan istilah gotong royong atau bekerjasama dari berbagai
pihak, baik secara kelompok maupun individual. Kemitraan adalah suatu kerjasama usaha
formal yang saling menguntungkan antara pengusaha kecil dengan pengusaha menengah
atau besar untuk mencapai suatu tujuan bersama berdasarkan kesepakatan prinsip
bersama. Bagi pengusaha kecil kemitraan dianggap menguntungkan karena dapat
mengambil manfaat dari pasar dan kewirausahaan yang dikuasai oleh usaha besar. Dalam
kerjasama harus ada misi, visi, tujuan dan kesepakatan yang telah dibuat bersama dan
saling berbagi resiko maupun keuntungan yang diperoleh masing-masing pelaku
kemitraan.

2
Neolaka, Melkisedek N.B.C. 2003. “Otonomi Daerah dan Problematika Pelayanan Publik oleh Birokrasi di
Daerah”. Jurnal Administrasi Publik. Volume 1 Nomor 2
3
Hamid Abdul, ”Otonomi Daerah dan kualitas Pelayanan Publik” JURNAL ACADEMICA Fisip Untad. VOL.03 No.
01 Februari 2011

vii
Menurut Undang-undang Nomor 9 Tahun 1995 tentang Usaha Kecil, kemitraan
adalah kerja sama usaha antara usaha kecil dengan usaha besar disertai pembinaan dan
pengembangan oleh usaha menengah atau besar dengan memperlihatkan prinsip saling
membutuhkan, saling memperkuat, dan saling menguntungkan.4

Menurut para ahli kemitraan adalah hubungan antara dua pihak atau lebih yang
bertujuan untuk mencari keuntungan di mana suatu pihak berada dalam kondisi yang
lebih rendah dari yang lainnya namun membentuk suatu hubungan yang mendudukkan
keduanya berdasarkan kata sepakat untuk mencapai suatu tujuan.5

a. Dasar dasar kemitraan


Terdapat dasar-dasar kemitraan yang perlu kita pahami sebelum berencana
menjalin kemitraan dengan pihak lain, hal ini agar kamu dapat memahami makna
dari kemitraan dan proses kerja sama berjalan lancar.Dijelaskan dalam buku
Manajemen Pemasaran oleh Erina Alimin, berikut dasar-dasar kemitraan.

1. Memiliki persyaratan untuk pelaporan minimum


2. Memiliki perjanjian hukum yang kuat
3. Jumlah anggota maksimal
4. Mudah untuk membentuk suatu struktur bisnis perusahaan
5. Saling berbagi satu sama lain atas pengelolaan manajemen bisnis
6. Para mitra terikat dengan kontinuitas kemitraan.

b. Tujuan kemitraan
Usaha kecil masih belum dapat mewujudkan kemampuan dan peranan secara
optimal dalam perekonomian nasional, sehingga usaha kecil perlu melakukan
kemitraan. Kemitraan yang dihasilkan bertujuan memperoleh nilai tambah. Dengan
begitu usaha kecil maupun menengah akan mampu bersaing. Tujuan kemitraan
sendiri diantaranya :

a. Tujuan dari aspek ekonomi


Untuk meningkatkan pendapatan usaha kecil dan meningkatkan perolehan nilai
tambah bagi pelaku usaha kemitraan.

b. Tujuan dari aspek sosial dan budaya


4
Jeane neltje saly. Usaha kecil, Penanaman Modal Asing dalam Perspektif Pandangan Internasional, (Jakarta:
Badan pembinaan hukum nasional, 2001) hal.35
5
Jeane neltje saly, Op.cit., hal.35

viii
Sebagai tanggung jawab sosial pengusaha besar untuk ikut memberdayakan usaha
kecil agar tumbuh menjadi pengusaha yang mandiri. Dengan begitu diharapkan
pengusaha kecil dapat berkembang sebagai komponen ekonomi yang mandiri.
Pengusaha besar berperan besar sebagai faktor percepatan pemberdayaan usaha
kecil sesuaidengan kemampuan dan kompetensinya dalam mendukung mitra
usahanya.

c. Tujuan dari aspek teknologi


Biasanya pengusaha kecil mempunyai skala usaha yang kecil dari sisi modal,
maupun penggunaan tenaga kerja. Dengan begitu status usahanya bersifat pribadi
atau kekeluargaan sehingga tenaga kerja berasal dari lingkungan setempat.
Sehingga dengan keterbatasan yangmereka miliki khususnya teknologi pada usaha
kecil, sehingga pengusaha besar memberikan bimbingan dan pengembangan
teknologi untuk meningkatkan produktifitasnya dan efisiensi.

d. Tujuan dari aspek manajemen


Perusahaan kecil pada umumnya tingkat manajemennya rendah, dengan
Kemitraan usaha diharapkan ada pembenahan manajemen, peningkatan Kualitas
sumber daya serta pemantapan organisasi.

c. Unsur-unsur Kemitraan
 Unsur kerja sama antara usaha kecil di situ pihak dan usaha menengah atau usaha
besar dilain pihak.
 Unsur kewajiban pembinaan dan pengembangan oleh pengusaha menengah dan
pengusaha besar.
 Usaha paling memerlukan, saling memperkuat dan saling menguntungkan.6

d. Bentuk-bentuk Kemitraan
1. Kemitraan Umum (General Partnership)

Pada kemitraan umum, semua pihak bertanggung jawab atas pengelolaan


bisnisnya, termasuk mengelola utang dan piutang perusahaan. Keuntungan bisnis
juga harus dibagi secara rata. Semua pihak juga wajib menyelesaikan seluruh
permasalahan yang terjadi, terutama permasalahan yang mengikat secara hukum.
Semua hal tersebut dituangkan secara tertulis dalam perjanjian kemitraan.
6
James dan Akrasana. Aspek-aspek Financial Usaha Kecil dan Menengah, (Jakarta: LP3ES, 1993) hal. 20

ix
2. Kemitraan Terbatas (Limited Partnership)

Kemitraan terbatas adalah pola kemitraan yang terdiri dari mitra umum yang
tanggung jawabnya terbatas pada jumlah dana yang mereka berikan untuk usaha
bersama itu. Mitra terbatas biasanya investor pasif (silent partner) yang tidak
memiliki peran dalam pengelolaan bisnis sehari-hari. Mitra yang tidak
menjalankan kegiatan operasional sehari-hari tidak memiliki tanggung jawab
terkait utang ataupun permasalahan hukum lainnya. Meskipun demikian, dalam
hal pembagian hasil, seluruh pihak berhak memperoleh porsi yang telah disepakati
bersama.

3. Kemitraan Terbatas Gabungan (Incorporated Limited Partnership)

Pada kemitraan terbatas gabungan, mitra yang tergabung dapat memiliki


tanggung jawab terbatas atas utang bisnis. Namun, di dalam struktur organisasi ini
minimal ada satu mitra umum dengan tanggung jawab tidak terbatas. Setiap mitra
dalam jenis kemitraan ini mendapatkan perlindungan hukum. Sehingga, jika salah
satu mitra melakukan kesalahan yang memang harus diproses secara hukum,
maka pihak lainnya akan terlindungi dari kondisi tersebut. Dengan kata lain,
kemitraan terbatas gabungan merupakan gabungan antara kemitraan umum dan
kemitraan terbatas.

Jenis pola kemitraan yang telah banyak dilaksanakan, dapat dijelaskan sebagai
berikut:
 Pola Anti Plasma

Pola anti plasma merupakan pola hubungan kemitraan antra kelompok mitra
usaha sebagai plasma dengan perusahaan inti yang bermitra. Salah satu kemitraan
ini adalah pola perusahaan inti rakyat (PIR), dimana perusahaan inti menyediakan
seperti Lahan, Sarana produksi, Bimbingan teknis, Manajemen, Penampung,
Pengelola dan Memasarkan hasil produksi, disamping itu inti tetap memperoduksi
kebutuhan perusahaan. Sedangkan mitra usaha sebagai plasma memenuhi
kebutughan perusahaan sesuai dengan peryaratan yang telah disepakati.

 Pola Subkontrak

x
Pola subkontrak merupakan pola hubungan kemitraan antara perusahan mitra
usaha dengan kelompok mitra usaha yang memperoduksi kebutuhan yang
diperlukan oleh perusahan sebagai bagian dari komponen produksinya. Bentuk
kemitraan ini telah banyak diterapkan dalam kemitraan yang dilaksanakan antara
pengusaha kecil dengan pengusaha menengah dan besar. Kemitraan pola
subkontrak ini mempunyai keuntungan yang dapat mendorong terciptanya ahli
teknologi, modal, dan keterampilan serta menjamin pemasaran produk kelompok
mitra usaha. Dan beberapa kelemahan yang dijumpai dalam pelaksanaan
kemitraan subkontrak. Subkontrak seringkali memberikan kecendrungan
mengisolasi grosen kecil sebagai subkontak pada satu bentuk hubungan monopoli
dan monopsoni, terutama dalam penyediaan bahan baku dan pemasaran yaitu
terjadinya penekanan terhadap harga input yang tinggi dan harga produk yang
rendah, kontrak kualitas produk yang ketat, dan sistem pembayaran yang sering
terlambat serta sering juga timbul adanya gejala eksploitasi tenaga untuk mengejar
target produksi.

 Pola Dagang Umum

Pola dagang umum merupakan pola hubungan kemitraan mitra usaha yang
memasarkan hasil dengan kelompok usaha yang mensuplai kebutuhan yang
diperlukan oleh perusahaan. Untuk memenuhi atau mensuplai kebutuhannya
sesuai dengan persyaratan yang telah ditetapkan oleh perusahaan mitra usaha.
Keuntungan dari pola ini adalah adanya jaminan harga atas produk yang
dihasilkan dan kualitas sesuai dengan yang telah ditentukan atau
disepakati.Namun demikian kelemahan dari pola ini adalah memerlukan
permodalan yang kuat sebagai modal kerja dalam menjalankan usahanya baik
oleh kelompok mitra usaha maupun perusahaan mitra usaha.

 Pola Keagenan

Pola keagenan merupakan salah satu bentuk hubungan kemitraan dimana usaha
kecil diberikan hak khusus untuk memasarkan barang dan jasa dari usaha
menengah atas usaha besar sebagai mitranya. Keuntungan yang diperoleh dari
hubungan kemitraan pola keagenan dapat berbentuk komisi yang diusahakan oleh
usaha besar atau menengah. Kelebihan dari pola keagenan ini anatara lain bahwa
agen dapat merupakan tulang punggung dari ujung tombak pemasaran usaha besar

xi
atau menengah. Memberikan manfaat saling menguntungkan dan saling
memperkuat, maka agen harus lebih professional, handal dan ulet dalam
pemasaran.

 Warlaba

Warlaba merupakan pola hubungan kemitraan antara kelompok mitra usaha


dengan perusahaan mitra usaha yang memeberikan hak lisensi, merek dagang
seluran distribusi perusahaannnya kepada kelompok mitra usaha sebagai penerima
warlaba yang disertai dengan bantuan bimbingan manajemen. Kelabihan dari
warlaba ini adalah bahwa perusahaan pewarlaba dan perusahaan terwaralaba
sama-sama mendapatkan keunggulan sesuai dengan hak dan kewajibannya.
Keuntungan tersebut dapat berupa : adanya alternatif sumber dana, penghematan
modal, efisiensi. Sedangkan kelemahannya adalah bila salah satu pihak ingkar
dalam menempati kesepakatan yang telah ditetapkan sehingga terjadi perselisihan.
Hal lain adalah ketergantungan yang sangat besar dari perusahaan terwaralaba
terhadap perusahaan pewaralaba dalam hal teknis dan aturan atau petunjuk yang
mengikat.7

2.3 Dukungan Dunia Usaha

a. Dukungan dunia usaha oleh pemerintah


Ada 4 peran yang dapat diambil oleh pemerintah daerah dalam proses
pembangunan ekonomi daerah yaitu sebagai entrepreneur, koordinator, fasilitator, dan
stimulator bagi lahirnya inisiatif-inisiatif pembangunan daerah.
1. Entrepreneur
Dengan perannya sebagai entrepreneur, pemerintah daerah bertanggungjawab
untuk menjalankan suatu usaha bisnis. Pemerintah daerah bisa mengembangkan
suatu usaha sendiri (BUMD).Aset-aset 6 pemerintah daerah harus dapat dikelolah
dengan lebih baik sehingga secara ekonomis menguntungkan.
2. Koordinator
Pemerintah daerah dapat bertindak sebagai koordinator untuk menetapkan atau
mengusulkan strategi-strategi bagi pembangunan di daerahnya. Perluasan dari
peranan ini dalam pembangunan ekonomi bisa melibatkan kelompok-kelompok
dalam masyarakat dalam proses pengumpulan dan pengevaluasian informasi

7
Richardus eko Indrajit, Richardus Djokopranoto, Proses Bisnis Outsourcing, (Jakarta: gerasindo) Hal 69 - 121

xii
ekonomi, misalnya tingkat kesempatan kerja, angkatan kerja, pengangguran dan
sebagainya. Dalam perannya sebagai koordinator, pemerintah daerah juga bisa
melibatkan lembaga-lembaga pemerintah lainnya, dunia usaha, dan masyarakat
dalam penyusunan sasaran-sasaran ekonomi, rencanarencana, dan strategi-strategi.
3. Fasilitator
Pemerintah daerah dapat mempercepat pembangunan melalui perbaikan
lingkungan attitudinal (perilaku atau budaya mayarakat) di daerahnya. Hal ini
akan mempercepat proses pembangunan dan prosedur perencanaan serta
pengaturan penetapan daerah (zoning) yang lebih baik.
4. Stimulator
Pemerintah daerah dapat menstimulasi penciptaan dan pengembangan usaha
melalui tindakan-tindakan khusus yang akan mempengaruhi perusahaan-
perusahaan untuk masuk ke daerah tersebut dan menjaga agar perusahaan-
perusahaan yang telah ada tetap berada di daerah tesebut. Stimulasi ini dapat
dilakukan dengan cara antara lain: pembuatan brosur- brosur, pembangunan
kawasan industri, pembuatan outlets untuk produk- produk industri kecil,
membantu industri-industri kecil melakukan pameran.8

b. Dukungan dunia usaha oleh masyarakat


Keterlibatan masyarakat dalam setiap pembangunan merupakan hak asasi warga
negara yang telah dijamin oleh konstitusi sebagaimana tercantum dalam Pasal 28 C
ayat (3) UUD 1945. Keterlibatan ini dapat berupa pemberitahuan informasi,
konsultasi, musyawarah dan lain-lain. Setiap kegiatan pembangunan harus bersifat
membangun menguntungkan segala pihak terutama masyakat sebagai halnya tujuan
utama dari pembangunan yaitu guna mencapai kesejahteraan warga negara Indonesia.

Nilai-nilai penting partisipasi masyarakat untuk pembangunan sebagai berikut :

1. Masyarakat sebagai pendukung, yaitu dalam hal pembangunan seperti usaha bisnis
sangat dibutuhkan dukungan dari masyarakat agar nantinya bisnis dapat diterima
baik.

8
Siwu, H.F.D, (2019). Strategi Pertumbuhan dan Pembangunan Ekonomi Daerah, Jurnal Pembangunan
Ekonomi dan Keuangan Daerah, 18 (6). Hal 5-6

xiii
2. Masyarakat sebagai suatu kebijakan yaitu sebagai subjek yang dikorbankan atau
terkorbankan oleh adanya pembangunan.
3. Masyarakat sebagai alat komunikasi yaitu, setiap informasi harus disebar luaskan
kepada masyarakat agar kemudian mendapatkan keputusan-keputusan yang
dibutuhkan.
4. Masyarakat sebagai alat penyelesaian sengketa, yaitu masyarakat sebagai penengah
adanya konflik melalui upaya pencapaian konsesnsus dari pendapat-pendapat yang
ada.

2.4 Kerjasama Memajukan Perekonomian Daerah

Kerjasama antar daerah adalah suatu kerangka hubungan kerja yang dilakukan oleh
dua daerah atau lebih, dalam posisi yang setingkat dan seimbang untuk mencapai tujuan
bersama yaitu meningkatkan kesejahteraan rakyat. Sedangkan Patt erson (2008) dalam
Warsono (2009)9 mendefinisikan kerjasama antar daerah (intergovernmental cooperation)
sebagai “an arrangement two or more goverments for accomplishing common goals,
providing a service or solving a mutual problem”. Dari definisi tersebut tercermin adanya
kepentingan bersama yang mendorong dua atau lebih pemerintah daerah untuk
memberikan pelayanan bersama atau memecahkan masalah secara bersama-sama.

Dengan melakukan kerjasama antar daerah, maka ada banyak manfaat yang bisa
diperoleh. Contoh manfaat yang dapat diperoleh yaitu:10

1. Manajemen konflik antar daerah, dimana kerjasama antar daerah dapat menjadi forum
komunikasi dan dialog antar daerah. Dengan adanya forum seperti ini, maka dapat
meningkatkan pemahaman dan toleransi sehingga konflik antar daerah dapat
diantisipasi.

2. Efisiensi dan Standarisasi Pelayanan, dimana kerjasama antar daerah dapat


dimanfaatkan daerah-daerah untuk membangun aksi bersama. Dalam konteks
pelayanan publik, kerjasama antar daerah sangat mendukung daerah menerapkan
efisiensi dan standarisasi pelayanan antar daerah.

9
Warsono, Hadi, 2009, Regionalisasi Dan Manajemen Kerjasama Antar Daerah (Studi Kasus Dinamika
Kerjasama Antar Daerah Yang Berdekatan di Jawa Tengah), [Disertasi] Program Doktor Ilmu Administrasi
Negara, Yogyakarta, Universitas Gadjah Mada.
10
Pratikno, et.al. 2004. Mengelola Dinamika Politik dan Sumberdaya Daerah, Yogyakarta: PLOD Departemen
Dalam Negeri.

xiv
3. Pengembangan Ekonomi, dimana kerjasama antar daerah akan mendorong terjadinya
pengembangan ekonomi di suatu wilayah yang akan meningkatkan daya saing
kawasan. Seringkali terjadi, pengembangan ekonomi suatu wilayah terhambat karena
keterbatasan cakupan wilayah.

4. Pengelolaan Lingkungan, dimana kerjasama antar daerah akan mendorong pengelolaan


lingkungan yang menjadi masalah bersama. Tanpa adanya kerjasama tersebut,
penanganan lingkungan tidak akan berjalan lancar sehingga sangat berpotensi
menimbulkan permasalahan lingkungan, tidak hanya bagi daerah tersebut, tetapi juga
bagi daerah lain yang secara geografis berdekatan, seperti kebakaran hutan, banjir, dan
tanah longsor.

Studi kasus kerjasama untuk memajukan perekonomian daerah salah satunya yaitu
pasar lelang sebagai instrumen pemasaran bersama. Mengecilnya skala ekonomi
mengakibatkan inefisiensi dalam praktik perdagangan di daerah. Hal tersebut mendorong
daerah untuk melakukan kerjasama antar daerah di bidang perdagangan salah satunya
melalui pemasaran bersama. Bentuk kerjasama antar daerah tersebut telah dilaksanakan
melalui kegiatan pasar lelang bersama yang telah dilakukan RM Barlingmascakeb dan
Provinsi NTB. Melalui pasar lelang, terbuka kesempatan luas bagi daerah setempat untuk
dapat mempromosikan potensi daerahnya masing-masing:

Barlingmascakeb merupakan kerjasama antar daerah yang dilakukan antara


Kabupaten Banjarnegara, Kabupaten Purbalingga, Kabupaten Banyumas, Kabupaten
Cilacap dan Kabupaten Kebumen. Forum ini disahkan melalui penandatanganan Surat
Keputusan Bersama (SKB) Bupati Banjarnegara, Bupati Purbalingga, Bupati Banyumas,
Bupati Cilacap dan Bupati Kebumen No.130A Tahun 2003 pada tanggal 28 Juni 2003
tentang Pembentukan Lembaga Kerjasama Regional Management (RM)
Barlingmascakeb.

Pasar Lelang merupakan sarana bertemunya penjual atau petani, produsen dan
pembeli atau pedagang pabrikan secara langsung dimana pembentukan harga yang terjadi
dilakukan secara transparan tanpa ada kolusi antar pelaku usaha dan tanpa tekanan dari
pihak manapun. Sesuai dengan karakteristik dan kebutuhan, pasar lelang yang
dikembangkan dibangun dalam dua bentuk, yaitu:

a. Pasar lelang spot, dimana penjual langsung membawa komoditas yang akan dijual
ke pasar lelang. Dalam pasar lelang spot ini memiliki keunggulan yaitu dapat

xv
memperpendek rantai perantara di dalam suatu pemasaran karena pedagang
komoditas bertemu langsung dengan pembeli. Selain itu terdapat juga transparansi
harga yang akan diterima baik oleh pembeli maupun penjual.

b. Pasar lelang forward (penyerahan barang dan penyelesaian kemudian), dimana


penjual cukup membawa contoh komoditas dengan spesifikasi produk yang akan
dijual ke pasar lelang. Pasar lelang forward tersebut merupakan pasar fisik karena
adanya kewajiban menyerahkan barang secara fisik sesuai dengan harga, kualitas,
kuantitas dan waktu penyerahan yang disepakati dalam kontrak jual beli. Kualitas
serta waktu atau tempat penyerahan, petani produsen dapat melakukan
perencanaan pola tanam untuk memenuhi kontrak forward tersebut.

Secara umum, penyelenggaraan pasar lelang dapat memberikan manfaat bagi


berbagai pihak yang terlibat di dalamnya. Adapun manfaat dari penyelenggaraan pasar
lelang adalah sebagai berikut:

1. Bagi petani produsen, manfaat yang diterima adalah adanya kepastian jadwal
penjualan, sehingga memungkinkan mereka merencanakan pola budi daya tanam.
Dengan demikian petani lebih berkonsentrasi untuk meningkatkan kualitas dan
produktivitas.
2. Bagi industri pengolahan, manfaat yang diterima adalah dapat memperoleh
jaminan pasokan bahan baku sesuai dengan kapasitas dan rencana produksi.
3. Bagi pedagang atau eksportir, akan terlindung dari kegagalan pengiriman, karena
adanya kepastian pasokan produk.
4. Bagi perbankan lebih memperoleh keyakinan dalam mendukung pembiayaan dan
penyaluran kredit yang lebih aman, karena adanya jaminan penyelesaian kontrak
jual beli.

Adapun alasan diadakanya kerjasama pada Barlingmascakeb merupakan inisiatif


oleh Bupati Purbalingga yang melihat adanya berbagai kendala investasi yang
mengurangi minat investor untuk datang padahal kurang lebih 50 perusahaan di wilayah
Barlingmascakeb sudah melakukan kegiatan ekspor ke berbagai negara di Asia, Amerika
dan Eropa. Beberapa kendala investasi yang terdapat di daerah dan dikeluhkan oleh
investor adalah keterbatasan infrastruktur, belum adanya standar pelayanan minimum
perizinan, hambatan lalu lintas barang dan jasa antar daerah dan kerangka regulasi yang
tidak sinkron antar satu daerah dengan daerah lainnya termasuk di dalamnya regulasi

xvi
tentang perizinan. Dengan kondisi tersebut akhirnya dibentuk RM Barlingmascakeb yang
kegiatannya lebih terfokus pada regional marketing. Kerjasama ini ditujukan untuk
meningkatkan posisi tawar daerah melalui penguatan masing-masing daerah. Hal tersebut
dilakukan dengan membantu kekurangan satu daerah dapat diisi oleh daerah lainnya baik
dalam hal kebutuhan SDA maupun SDM. Melalui KAD ini dilakukan juga upaya
promosi produk unggulan masing-masing.

a. Sumber Dana

Sumber utama pembiayaan lembaga kerjasama ini berasal dari iuran bersama yang
berasal dari APBD kabupaten anggota melaui dana hibah. Iuran yang dibayarkan sebesar
Rp 100 juta per anggota pada tahun 2004 serta Rp 150 juta pada tahun-tahun selanjutnya.
Namun, sharing pendanaan yang berasal dari dana hibah terkendala oleh ketentuan dari
Pemerintah Pusat yakni ketentuan Permendagri No. 32 Tahun 2011 tentang Ketentuan
Dana Hibah dan Bantuan Sosial. Akibatnya, pada tahun 2011 RM Barlingmascakeb ini
menghentikan sementara kegiatannya dan melakukan upaya restrukturisasi guna mencari
solusi terbaik terkait sumber pendanaan kegiatan selanjutnya.

xvii
BAB II

PENUTUP

3.1 Kesimpulan
Untuk memajukan ekonomi suatu daerah harus adanya kerjasama yang dilakukan
oleh antar daerah itu sendiri. Kerjasama antar daerah merupakan suatu kerangka
hubungan kerja yang dilakukan oleh dua daerah atau lebih, dalam posisi yang setingkat
dan seimbang untuk mencapai tujuan bersama yaitu meningkatkan kesejahteraan rakyat.
Dengan melakukan kerjasama antar daerah, maka ada banyak manfaat yang bisa
diperoleh. Contoh manfaat yang dapat diperoleh yaitu 1) Manajemen konflik antar
daerah, dimana kerjasama antar daerah dapat menjadi forum komunikasi dan dialog antar
daerah, 2) Efisiensi dan Standarisasi Pelayanan, dimana kerjasama antar daerah dapat
dimanfaatkan daerah-daerah untuk membangun aksi bersama, 3) Pengembangan
Ekonomi, dimana kerjasama antar daerah akan mendorong terjadinya pengembangan
ekonomi di suatu wilayah yang akan meningkatkan daya saing kawasan, 4) Pengelolaan
Lingkungan, dimana kerjasama antar daerah akan mendorong pengelolaan lingkungan
yang menjadi masalah bersama.

Selain itu untuk memajukan perekonomian suatu daerah sendiri perlunya dukungan
dari dalam atau masyarakat itu sendiri dan dukungan dari luar yaitu pemerintah. Hal ini
karena dengan adanya dukungan dari pemerintah sendiri dapat bermanfaat untuk
memberikan suntikan dana kepada pengelola suatu daerah agar kedepannya dapat
bermanfaat untuk pembangunan pada daerah tersebut.

3.2 Saran
Dengan disusunnya makalah ini, dari penulis berharap agar para pembaca khususnya
mahasiswa dapat mengerti dan memahami tentang kerjasama dalam memajukan
perekonomian daerah yang mana sistem ini sangat dibutuhkan oleh Indonesia sebagai
negara kepulauan agar mencapai Indonesia yang bukan hanya makmur saja melainkan
adil dan makmur. Dalam makalah ini mungkin sangat banyak sekali kesalahan-kesalahan
dari segi penulisan ataupun hal yang lainnya. Dengan demikian kami sebagai penulis
mohon maaf dan juga kami mengharapkan kritik dan saran atas tulisan kami agar bisa
membangun dan memotivasi kami agar membuat tulisan jauh lebih baik lagi.

xviii
DAFTAR PUSTAKA

Ditjen P2M & PL. (2004). .Pelatihan Manajemen P2L & PL Terpadu Berbasis
Wilayah Kabupaten/Kota Membina Kemitraan Berbasis Institusi. Depkes RI.
Hamid Abdul, Februari (2011). ”Otonomi Daerah dan kualitas Pelayanan Publik” JURNAL
ACADEMICA Fisip Untad. VOL.03 No. 01.
Ig. Sigit Murwito,dkk, Juni (2013), Kerjasama Antar Daerah di Bidang Perdagangan sebagai
Alternatif Kebijakan Peningkatan Perekonomian Daerah, Jakarta Selatan.
James dan Akrasana, (1993). Aspek-aspek Financial Usaha Kecil dan Menengah, Jakarta:
LP3ES
Jeane neltje saly, (2001). Usaha kecil, Penanaman Modal Asing dalam Perspektif Pandangan
Internasional, Jakarta: Badan pembinaan hukum nasional.
M. Tohar, (2000). Membuka Usaha Kecil, Yogyakarta: Kanisus.
Neolaka, Melkisedek N.B.C. (2003). “Otonomi Daerah dan Problematika Pelayanan Publik
oleh Birokrasi di Daerah”. Jurnal Administrasi Publik. Volume 1 Nomor 2
Notoadmodjo, Soekidjo, (2003). Pendidikan dan Perilaku Kesehatan, Jakarta: Rineka Cipta
Pratikno, et.al. (2004). Mengelola Dinamika Politik dan Sumberdaya Daerah, Yogyakarta:
PLOD Departemen Dalam Negeri.

Richardus eko Indrajit, Richardus Djokopranoto, Proses Bisnis Outsourcing, (Jakarta:


gerasindo).

Siwu, H.F.D, (2019). Strategi Pertumbuhan dan Pembangunan Ekonomi Daerah, Jurnal
Pembangunan Ekonomi dan Keuangan Daerah, 18 (6).

Suwitri Sri, “ Pelayanan Publik dan Kebijakan Otonomi Daerah di Indonesia” Jurnal
Dialogue Vol 1

Utama, Sidharta (2010). Evaluasi Infrastruktur Pendukung Pelaporan Tanggungjawab Sosial


dan Lingkungan di Indonesia.

Warsono, Hadi, (2009), Regionalisasi Dan Manajemen Kerjasama Antar Daerah (Studi
Kasus Dinamika Antar Daerah Yang Berdekatan di Jawa Tengah), [Disertasi]
Program Doktor Ilmu Administrasi Negara, Yogyakarta.

xix

Anda mungkin juga menyukai