Anda di halaman 1dari 35

MAKALAH

PERENCANAAN KEUANGAN DAERAH

OLEH:

NAMA : DESI KOAMALA SARI


NIM : 216110048
NO :
KELAS : IV B

PROGRAM STUDI ADMINISTRASI PUBLIK


FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MATARAM
2018
KATA PENGANTAR

Segala puji dan syukur kita panjatkan kehadirat Allah SWT. Yang telah
senantiasa memberikan rahmat dan hidayahnya sehingga saya dapat
menyelesaikan makalah saya yang berjudul “Perencanaan Keuangan Daerah”.
Semoga dengan penyusunan makalah ini dapat menambah pengetahuan
dan pemahaman saya tentang mata kuliah ini. Saya sadar makalah ini masih jauh
dari kesempurnaan. Oleh karena itu, demi perbaikan makalah ini, segala kritik dan
saran dari teman-teman yang bersifat membangun senantiasa saya terima demi
perbaikan dan suksesnya makalah saya yang akan datang.
Harapan saya semoga makalah ini dapat memberikan manfaat bagi
pembaca dan khususnya bagi saya mahasiswa dan dosen demi kelancaran belajar
dan mengajar, sehingga mampu menambah kemampuan saya dan para pembaca
demi kecerdasan bersama.

Mataram, Juli 2018

Penulis

ii
DAFTAR ISI

HALAMAN SAMPUL ................................................................................ i


KATA PENGANTAR ................................................................................. ii
DAFTAR ISI ............................................................................................... iii
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang ................................................................................ 1
B. Rumusan Masalah ........................................................................... 2
C. Tujuan............................................................................................. 2
D. Manfaat penulisa................................................................................. 3
E. Struktur penulisan............................................................................... 3
BAB II LANDASAN TEORI
A. Keuagan Daerah.................................................................................. 4
B. Pengertian dan Unsur-Unsur APBD................................................... 5
C. Dana perimbangan Dan Dana Alokasi Umum.................................... 7
D. Pendapatan Asli Daerah (PAD).......................................................... 9
E. Kinerja Keuangan Perintah Daerah..................................................... 10
F. Penelitian Terdahulu........................................................................... 14

BAB III PEMBAHASAN


A. Keuangan Daerah................................................................................. 16
B. Pendapatan Daerah............................................................................... 25
C. Pengeluaran Daerah (Belanja Daerah)................................................. 27
D. Bagimanakah Sisklus Pengelolaan Keuangan...................................... 28
BAB IV PENUTUP
A. Kesimpulan........................................................................................... 31
B. Saran...................................................................................................... 32
DAFTAR PUSTAKA

iii
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Semenjak era reformasi yang dimulai pada tahun 1998, bangsa
Indonesia telah maju selangkah lagi menuju era keterbukaan. Dalam era
keterbukaan ini, masyarakat semakin menyadari hak dan kewajibannya
sebagai warga negara dan lebih dapat menyampaikan aspirasi yang
berkembang yang salah satunya perbaikan terhadap sistem pengelolaan
keuangan pada badan-badan pemerintah.
Pengelolaan keuangan daerah merupakan salah satu bagian yang
mengalami perubahan mendasar dengan ditetapkannya UU No.32 Tahun
2004 tentang Pemerintah Daerah dan UU No.33 Tahun 2004 tentang
Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah.
Kedua Undang-Undang tersebut telah memberikan kewenangan lebih luas
kepada pemerintah daerah. Kewenangan yang dimaksud diantaranya adalah
keleluasaan dalam mobilisasi sumber dana, menentukan arah, tujuan dan
target penggunaan anggaran.
Keuangan Daerah haruslah dikelola secara tertib, taat pada peraturan
perundang-undangan, efisien, ekonomis, efektif, transparan, dan bertanggung
jawab dengan memperhatikan keadilan, kepatutan, dan manfaat untuk
masyarakat. Di sisi lain tuntutan transparansi dan akuntabilitas dalam sistem
pemerintah semakin meningkat pada era reformasi saat ini, tidak terkecuali
transparansi dalam pengelolaan keuangan Pemerintah Daerah. Transparansi
dapat diartikan sebagai suatu situasi dimana masyarakat dapat mengetahui
dengan jelas semua kebijaksanaan dan tindakan yang diambil oleh pemerintah
dalam menjalankan fungsinya beserta sumber daya yang digunakan.
Sedangkan akuntabilitas dapat diartikan sebagai bentuk kewajiban pemerintah
untuk mempertanggungjawabkan keberhasilan atau kegagalan pelaksanaan
misi untuk mencapai tujuan atau sasaran yang telah ditetapkan sebelumnya.

1
Menurut Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 21 Tahun 2011
tentang Perubahan kedua atas Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 13
Tahun 2006 tentang pedoman pengelolaan keuangan daerah, Keuangan
Daerah adalah semua hak dan kewajiban daerah dalam rangka
penyelenggaraan pemerintahan daerah yang dapat dinilai dengan uang
termasuk didalamnya segala bentuk kekayaan yang berhubungan dengan hak
dan kewajiban. Sementara pengelolaan keuangan daerah adalah keseluruhan
kegiatan yang meliputi perencanaan, pelaksanaan, penatausahaan, pelaporan,
pertanggungjawaban, dan pengawasan keuangan daerah tersebut. Pemegang
Kekuasaan Pengelolaan Keuangan Daerah adalah kepala daerah yang karena
jabatannya mempunyai kewenangan menyelenggarakan keseluruhan
pengelolaan keuangan daerah.
Hak dan kewajiban daerah tersebut perlu dikelola dalam suatu sistem
pengelolaan keuangan daerah. Pengelolaan keuangan daerah merupakan
subsistem dari sistem pengelolaan keuangan Negara dan merupakan elemen
pokok dalam penyelenggaraan pemerintah daerah. Pengelolaan keuangan
daerah juga harus dilakukan dengan cara yang baik dan bijak agak keuangan
daerah tersebut bisa menjadi efisien penggunaanya yang sesuai dengan
kebutuhan daerah.
B. Rumusan Masalah
1. Apa yang dimaksud dengan keuangan daerah?
2. Apa yang dimaksud dengan pendapatan daerah dan apa saja sumber
pendapatan daerah?
3. Apa yang dimaksud dengan pengeluaran daerah (belanja daerah) dan apa
saja sumber pengeluaran daerah?
4. Bagimanakah sisklus pengelolaan keuangan daerah?
C. Tujuan
1. Untuk mengetahui pengertian dari keuangan daerah.
2. Untuk menjelaskan dan mengetahui tentang pendapatan daerah dan
sumber pendapatan daerah.

2
3. Untuk mengetahui tentang pengeluaran (belanja daerah) dan sumber
pengeluaran daerah.
4. Untuk mengetahui siklus pengelolaan keuangan daerah.
D. Manfaat Penulisan
Manfaat yang diharapkan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:
1. Bagi pemerintah daerah
Dapat digunakan dalam bahan koreksi untuk meningkatkan kinerja
keuangan tahun berikutnya dan sebagai masukan dalam perencanaan
pembangunan dan pengambilan keputusan.
2. Bagi pihak eksekutif
Hasil penelitian ini dapat memberikan masukan dalam mengevaluasi
kinerja keuangan dan memperbaiki penyusunan APBD selanjutnya.
3. Penelitian selanjutnya
Dapat dijadikan tambahan wawasan maupun pengetahuan dan sebagai
bahan acuan untuk penelitian selanjutnya yang memiliki bidang yang
sama.
E. Struktur Penulisan
1. Cover
2. Daptar Isi
3. Bab I Pendahuluan
4. Bab II Landasan Teori
5. Bab III Pembahasan
6. Bab IV Penutup
7. Daptar Pustaka

3
BAB II
LANDASAN TEORI
2.1. Keuagan Daerah

Pengertian keuangan daerah sebagaimana dimuat dalam penjelasan pasal


156 ayat 1 Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan
Daerah, adalahsebagai berikut: “Keuangan daerah adalah semua hak dan
kewajiban daerah yang dapat dinilai dengan uang dan segala sesuatu berupa uang
dan barang yang dapat dijadikan milik daerah yang berhubungan dengan
pelaksanaan hak dan kewajiban tersebut” (Pusdiklatwas BPKP, 2007).
Faktor keuangan merupakan faktor yang paling dominan dalam mengukur
tingkat kemampuan daerah dalam melaksanakan otonominya. Keadaan keuangan
suatu daerah yang menentukan bentuk dan ragam yang akan dilakukan oleh
pemerintah daerah. Salah satu kriteria penting untuk mengetahui secara nyata,
kemampuan daerah untuk mengatur rumah tangganya sendiri adalah kemampuan
“self supporting” dalam bidang keuangan. Halim (2007) mengungkapkan bahwa
kemampuan Pemerintah Daerah dalam mengelola keuangan daerah dituangkan
dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) yang langsung maupun
tidak langsung. Selanjutnya untuk mengukur kemampuan keuangan Pemerintah
Daerah adalah dengan melakukan analisis rasio keuangan terhadap APBD yang
telah ditetapkan dan dilaksanakan.
Menurut Halim (2007), ruang lingkup keuangan daerah terdiri dari “keuangan
daerah yang dikelola langsung dan kekayaan daerah yang dipisahkan. Yang
termasuk dalam keuangan daerah yang dikelola langsung adalah Anggaran
Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) dan barang-barang inventaris milik
daerah. Keuangan daerah yang dipisahkan meliputi Badan Usaha Milik Daerah
(BUMD).”Keuangan daerah dalam arti sempit yakni terbatas pada hal-hal yang
berkaitan dengan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah. Oleh sebab itu,
keuangan daerah identik dengan APBD.”
Pengertian laporan keuangan sebagaimana dimuat dalam penjelasan pasal 1 ayat 1
Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2006 tentang Pelaporan Keuangan dan Kinerja
Instansi Pemerintah, adalah bentuk pertanggungjawaban pengelolaan keuangan

4
Negara dan daerah selama suatu periode. Laporan keuangan pemerintah daerah
sebagaimana dimaksud pada pasal 11 ayat 1 Undang-Undang Nomor 8 Tahun
2006 tentang Pelaporan Keuangan dan Kinerja Instansi Pemerintah, disusun
berdasarkan Laporan Keuangan Satuan Kerja Perangkat Daerah. Pengertian
Laporan Realisasi Anggaran sebagaimana dimuat dalam penjelasan pasal 1 ayat 4
Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2006 tentang Pelaporan Keuangan dan Kinerja
Instansi Pemerintah, adalah laporan yang menggambarkan realisasi pendapatan,
belanja, dan pembiayaan selama suatu periode.
2.2. Pengertian dan Unsur-Unsur APBD
Menurut Halim (2007), Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah adalah
“rencana keuangan tahunan Pemerintah Daerah yang dibahas dan disetujui
bersama oleh Pemerintah Daerah dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah, dan
ditetapkan dengan Peraturan Daerah.”
Menurut Saragih (2003), “Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD)
adalah dasar dari pengelolaan keuangan daerah dalam tahun anggaran tertentu,
umumnya satu tahun.” Unsur-Unsur APBD menurut Bastian (2006) adalah
sebagai berikut:
1. Rencana kegiatan suatu daerah, beserta uraiannya secara rinci.
2. Adanya sumber penerimaan yang merupakan target minimal untuk
menutupi biaya-biaya sehubungan dengan aktivitas tersebut, dan adanya
biaya-biaya yang merupakan batas maksimal pengeluaran-pengeluaran
yang akan dilaksanakan.
3. Jenis kegiatan dan proyek yang dituangkan dalam bentuk angka.
4. Periode anggaran yang biasanya 1 (satu) tahun.
Klasifikasi APBD yang terbaru adalah berdasarkan Peraturan Menteri Dalam
Negeri nomor 13 tahun 2006 tentang pedoman pengelolaan keuangan daerah.
Adapun bentuk dan susunan APBD yang didasarkan pada Permendagri No. 13/
2006 pasal 22 ayat (1) terdiri atas 3 bagian, yaitu : “pendapatan daerah, belanja
daerah, dan pembiayaan daerah.”Pendapatan daerah sebagaimana dimaksud dalam
pasal 22 ayat (1) dikelompokkan atas pendapatan asli daerah, dana perimbangan,
dan lain-lain pendapatan daerah yang sah. Belanja menurut kelompok belanja

5
terdiri dari belanja tidak langsung dan belanja langsung. Pembiayaan daerah
terdiri dari penerimaan pembiayaan dan pengeluaran pembiayaan. Penerimaan
pembiayaan mencakup sisa lebih perhitungan anggaran tahun anggaran
sebelumnya (SILPA), pencairan dana cadangan, hasil penjualan kekayaan daerah
yang dipisahkan, penerimaan pinjaman daerah, penerimaan kembali pemberian
pinjaman, dan penerimaan piutang daerah. Pengeluaran pembiayaan mencakup
pembentukan dana cadangan, penyertaan modal (investasi) pemerintah daerah,
pembayaran pokok utang, dan pemberian pinjaman daerah (Permendagri 13/
2006). Menurut Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 22 Tahun 2011 tentang
Pedoman Penyusunan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah Tahun Anggaran
2012 pasal 1 dalam Dalam Peraturan Menteri ini yang dimaksud dengan:
1. Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah yang selanjutnya disingkat
APBD, adalah rencana keuangan tahunan pemerintahan daerah yang
yang dibahas dan disetujui bersama oleh pemerintah daerah dan DPRD,
dan ditetapkan dengan peraturan daerah.
2. Pedoman Penyusunan APBD, adalah pokok-pokok kebijakan yang harus
diperhatikan dan dipedomani oleh pemerinah daerah dalam penyusunan
dan penetapan APBD.
3. Pemerintah Daerah adalah Pemerintah Provinsi dan Pemerintah
Kabupaten/Kota.
4. Kepala Daerah adalah Gubernur dan Bupati/ Walikota.
Menurut SKD Provinsi Lampung (2010) Pendapatan daerah terdiri dari:
1. Pendapatan Asli Daerah (PAD) merupakan pendapatan yang diperoleh
daerah, guna keperluan daerah yang bersangkutan dalam membiayai
kegiatannya.
2. Dana Perimbangan merupakan dana yang bersumber dari pendapatan
APBN yang dialokasikan kepada daerah untuk membiayai kebutuhan
daerah dalam rangka pelaksanaan desentralisasi.
3. Lain-lain Pendapatan yang Sah merupakan penerimaan lainnya dari
pemerintah pusat dan atau dari Instansi Pusat, serta dari daerah lainnya.
Faktor keuangan merupakan faktor yang penting dalam mengukur tingkat

6
kemampuan daerah dalam melaksanakan otonominya. Keadaan keuangan
daerahlah yang menentukan bentuk dan ragam yang akan dilakukan oleh
pemerintah daerah.
Keuangan daerah dikelolah melalui manajemen keuangan daerah, sedangkan alat
untuk melaksanakan manajemen keuangan daerah yaitu tata usaha daerah yang
terdiri dari tata usaha umum dan tata usaha keuangan yang sekarang lebih dikenal
dengan akuntansi keuangan daerah. Akuntansi keuangan daerah diartikan sebagai
tata buku atau rangkaian kegiatan yang dilakukan secara sistimatis dibidang
keuangan berdasarkan prinsip-prinsip, standar-standar tertentu serta prosedur
prosedur tertentu untuk menghasilkan informasi aktual di bidang keuangan.
Kemampuan pemda dalam mengelola keuangan daerah dituangkan dalam
Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) yang langsung maupun tidak
langsung mencerminkan kemampuan pemda dalam membiayai pelaksanaan tugas-
tugas pemerintahan, pembangunan dan pelayanan sosial masyarakat.
Keuangan daerah terdapat dua unsur penting yaitu:
a. Semua hak dimaksudkan sebagai hak untuk memungut pajak daerah,
retribusi
daerah dan/atau penerimaan dan sumber-sumber lain sesuai ketentuan
yang
berlaku merupakan penerimaan daerah sehingga menambah kekayaan
daerah;
b. Kewajiban daerah dapat berupa kewajiban untuk membayar atau
sehubungan
adanya tagihan kepada daerah dalam rangka pembiayaan rumah tangga
daerahmserta pelaksanaan tugas umum dan tugas pembangunan oleh
daerah yang bersangkutan.
2.3. Dana Perimbangan dan Dana Alokasi Umum
Perimbangan keuangan antara pemerintah pusat dan daerah menurut Saragih
(2003) adalah: suatu sistem pembiayaan pemerintahan dalam kerangka negara
kesatuan, yang mencakup pembagian keuangan antara Pemerintah Pusat dan
Daerah serta pemerataan antar daerah secara proporsional, demokratis, adil dan

7
transparan dengan memperhatikan potensi, kondisi dan kebutuhan daerah sejalan
dengan kewajiban dan pembagian kewenangan serta tata cara penyelenggaraan
kewenangan tersebut, termasuk pengelolaan dan pengawasan keuangannya.
Menurut Bastian (2006), “perimbangan keuangan antara pusat dan daerah
merupakan suatu sistem hubungan keuangan yang bersifat vertikal antara
pemerintah pusat dan daerah (intergovernmental fiscal relations system), sebagai
konsekuensi dari pelaksanaan otonomi daerah dalam bentuk penyerahan sebagian
wewenang pemerintahan.”
Menurut Halim (2007), dana perimbangan merupakan “dana yang bersumber dari
penerimaan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) yang dialokasikan
kepada daerah untuk membiayai kebutuhan daerah.”
Dana perimbangan menurut Suyana (2007) terdiri dari:
1. Dana bagi hasil dari: pajak bumi bangunan (PBB), bea perolehan hak atas
tanah dan bangunan (BPHTB), PPh perorangan, dan penerimaan dari
sumber daya alam, yakni minyak bumi, gas alam, pertambangan umum,
kehutanan dan perikanan. Penetapan besarnya dana bagi hasil pajak dan
nonpajak didasarkan atas persentase dengan tarif dan basis pajaknya.
2. Dana Alokasi Umum (DAU) atau sering disebut juga dengan block grant
yang besarnya didasarkan atas formula.
3. Dana Alokasi Khusus (DAK). DAK identik dengan special grant yang
ditentukan berdasarkan pendekatan kebutuhan yang sifatnya insidental dan
mempunyai fungsi yang sangat khusus, namun prosesnya tetap dari bawah
(bottom-up).
Adapun klasifikasi dana perimbangan yang terbaru adalah berdasarkan
Permendagri No. 13/2006, dimana dana perimbangan tersebut terdiri atas: dana
bagi hasil, dana alokasi umum, dan dana alokasi khusus. Jenis dana bagi hasil
dirinci menurut objek pendapatan yang mencakup bagi hasil pajak dan bagi hasil
bukan pajak. Jenis dana alokasi umum hanya terdiri atas objek pendapatan dana
alokasi umum. Jenis dana alokasi khusus dirinci menurut objek pendapatan
menurut kegiatan yang ditetapkan oleh pemerintah.

8
Menurut PP Nomor 71 Tahun 2010, Dana Alokasi Umum adalah “dana yang
berasal dari APBN yang dialokasikan dengan tujuan pemerataan kemampuan
keuangan antar daerah untuk membiayai kebutuhan pengeluarannya dalam rangka
pelaksanaan desentralisasi.”
Menurut PP Nomor 71 Tahun 2010, “Dana Alokasi Umum (DAU) merupakan
komponen terbesar dari dana perimbangan dalam APBN.” Kebijakan DAU
merupakan instrumen penyeimbang fiskal antar daerah. Sebab tidak semua daerah
mempunyai struktur dan kemampuan fiscal yang sama (horizontal fiscal
imbalance). DAU sebagai bagian dari kebijakan transfer fiskal dari pusat ke
daerah (intergovermental transfer) yang berfungsi sebagai faktor pemerataan
fiskal antara daerah-daerah serta memperkecil kesenjangan kemampuan fiskal
atau keuangan antar daerah. (Saragih, 2003). Tujuan umum dari Dana Alokasi
Umum adalah untuk:
1. Meniadakan atau meminimumkan ketimpangan fiskal vertical
2. Meniadakan atau meminimumkan ketimpangan fiskal horizontal.
3. Menginternalisasikan/ memperhitungkan sebahagian atau seluruh
limpahan manfaaat/ biaya kepada daerah yang menerima limpahan
manfaat tersebut.
4. Sebagai bahan edukasi bagi pemerintah daerah agar secara intensif
menggali sumber-sumber penerimaannya, sehingga hasil yang diperoleh
menyamai bahkan melebihi kapasitasnya.
2.4. Pendapatan Asli Daerah (PAD)
Pendapatan asli daerah adalah penerimaan yang diperoleh dari sektor pajak
daerah, retribusi daerah, hasil perusahaan milik daerah, hasil pengeloalaan
kekayaan daerah yang dipisahkan, dan lain-lain pendapatan asli daerah yang sah
(Mardiasmo,2011:1).
Pendapatan Asli Daerah (PAD) merupakan pendapatan daerah yang bersumber
dari hasil pajak daerah, hasil retribusi Daerah, basil pengelolaan kekayaan daerah
yang dipisahkan, dan lain-lain pendapatan asli daerah yang sah, yang bertujuan
untuk memberikan keleluasaan kepada daerah dalam menggali pendanaan dalam

9
pelaksanaan otonomi daerah sebagai mewujudan asas desentralisasi (Penjelasan
UU No.33 Tahun 2004).
Klasifikasi PAD berdasarkan Permendagri 13 Tahun 2006 adalah terdiri dari :
pajak daerah, retribusi daerah, hasil pengelolaan kekayaan daerah yang dipisahkan
dan lain-lain pendapatan asli daerah yang sah. Jenis pajak daerah dan retribusi
daerah dirinci menurut obyek pendapatan sesuai dengan undang-undang tentang
pajak daerah dan retribusi daerah. Jenis hasil pengelolaan kekayaan daerah yang
dipisahkan dirinci menurut obyek pendapatan yang mencakup bagian laba atas
penyertaan modal pada perusahaan milik daerah/ BUMD, bagian laba atas
penyertaan modal pada perusahaan milik pemerintah/ BUMN, dan bagian laba
atas penyertaan modal pada perusahaan milik swasta atau kelompok usaha
masyarakat. Jenis lain-lain pendapatan asli daerah yang sah disediakan untuk
menganggarkan penerimaan daerah yang tidak termasuk dalam pajak daerah,
retribusi daerah dan hasil pengelolaan kekayaan daerah yang dipisahkan, dirinci
menurut obyek pendapatan yang mencakup hasil penjualan kekayaan daerah yang
tidak dipisahkan, jasa giro, pendapatan bunga, penerimaan atas tuntutan ganti
kerugian daerah, penerimaan komisi, potongan, ataupun bentuk lain sebagai
akibat dari penjualan dan/ atau pengadaan barang dan/ atau jasa oleh daerah,
penerimaan keuntungan dari selisih nilai tukar rupiah terhadap mata uang asing,
pendapatan denda atas keterlambatan pelaksanaan pekerjaan, pendapatan denda
pajak, pendapatan denda retribusi, pendapatan hasil eksekusi atas jaminan,
pendapatan dari pengembalian, fasilitas sosial dan fasilitas umum, pendapatan dari
penyelenggaraan pendidikan dan pelatihan, pendapatan dari angsuran/ cicilan
penjualan.
2.5. Kinerja Keuangan Pemerintah Daerah
Pengertian kinerja sebagaimana dimuat dalam penjelasan pasal 1 ayat 2
Undang Undang Nomor 8 Tahun 2006 tentang pelaporan keuangan dan kinerja
instansi pemerintah adalah keluaran / hasil dari kegiatan/ program yang hendak
atau telah dicapai sehubungan dengan penggunaan anggaran dengan kuantitas dan
kualitas terukur. Laporan kinerja sebagaimana dimaksud dalam pasal 2 Undang-
Undang Nomor 8 Tahun 2006, berisi ringkasan tentang keluaran dari masing-

10
masig kegiatan dan hasil yang dicapai dari masing-masing program sebagaimana
ditetapkan dalam dokumen pelaksanaan APBN/ APBD. Kinerja Keuangan
Pemerintah Daerah adalah hasil dari kegiatan/ program yang hendak atau yang
telah dicapai pemerintah sehubungan dengan penggunaan anggaran yang dikelola
dan dituangkan dalam bentuk laporan realisasi keuangan yang berisi tentang
anggaran pendapatan dan belanja daerah, dimana pemerintah memilik
tanggungjawab dalam mengelola anggaran tersebut. Berdasarkan Peraturan
Pemerintah Republik Indonesia Nomor 8 Tahun 2006 tentang Pelaporan
Keuangan dan Kinerja Instansi Pemerintah pasal 17 ayat 1 adalah tata cara
tentang penyusunan kegiatan dan indikator kinerja dimaksud didasarkan pada
ketentuan peraturan pemerintah tentang rencana kerja pemerintah dan peraturan
pemerintah tentang penyusunan rencana kerja dan anggaran Kementrian Negara/
Lembaga. Informasi tentang realisasi kinerja disajikan secara bersanding dengan
kinerja yang direncanakan dan dianggarkan sebagaimana tercantum dalam
rencana kerja dan anggaran Kementrian/ Lembaga/ Satuan Kerja Perangkat
Daerah/ Pemerintah Pusat/ Daerah untuk tahun anggaran yang bersangkutan.
Organisasi sektor publik (Pemerintah) merupakan organisasi yang bertujuan
memberikan pelayanan publik kepada masyarakat dengan sebaik-baiknya,
misalnya dalam bidang pendidikan, kesehatan, keamanan, penegakan hukum,
transportasi dan sebagainya. Pelayanan publik diberikan kepada masyarakat yang
merupakan salah satu stakeholder organisasi sektor publik. Oleh karena itu
Pemerintah Daerah wajib menyampaikan laporan pertanggung jawaban kepada
DPRD selaku wakil rakyat di pemerintahan. Dengan asumsi tersebut
dapatdikatakan bahwa Pemerintah Daerah membutuhkan sistem pengukuran
kinerja yang bertujuan untuk membantu manajer public untuk menilai pencapaian
suatu strategi melalui alat ukur finansial dan non finansial. Sistem pengukuran
kinerja sendiri dapat dijadikan sebagai alat pengendalian organisasi. Pemerintah
Daerahmempunyai kinerja yang baik apabila Pemerintah Daerah mampu untuk
mampu untuk melaksanakan tugas-tugas dalam rangka mencapai tujuan yang
telah ditetapkan pada standar yang tinggi dengan biaya yang rendah. Kinerja yang
baik bagi Pemerintah Daerah dicapai ketika administrasi dan penyediaan jasa oleh

11
Pemerintah Daerah dilakukan pada tingkat yang ekonomis, efektif dan efisien.
Pelaksanaan otonomi daerah tentunya tidak mudah, karena menyangkut masalah
kemampuan daerah itu sendiri dalam membiayai penyelenggaraan urusan
pemerintahan beserta pelaksanaan pembangunan dalam upaya peningkatan
kesejahteraan masyarakat, masalah kemampuan daerah berarti menyangkut
masalah bagaimana daerah dapat memperoleh dan meningkatkan sumber-sumber
pendapatan daerah untuk menjalankan kegiatan pemerintahannya. Oleh karena
itulah diperlukan sistem pengukuran kinerja yang bertujuan untuk membantu
manajer publik untuk menilai pencapaian suatu strategi melalui alat ukur finansial
dan non finansial. Sistem pengukuran kinerja dapat dijadikan sebagai alat
pengendalian organisasi. Pengukuran kinerja keuangan pemerintah daerah
dilakukan untuk memenuhi 3 tujuan yaitu (Mardiasmo, 2011) :
1. Memperbaiki kinerja pemerintah.
2. Membantu mengalokasikan sumber daya dan pembuatan keputusan.
3. Mewujudkan pertanggungjawaban publik dan memperbaiki komunikasi
kelembagaan.
Kemampuan pemerintah daerah dalam mengelolah keuangan dituangkan dalam
anggaran pendapatan belanja daerah (APBD) yang baik secara langsung maupun
tidak langsung mencerminkan kemampuan pemerintah daerah dalam membiayai
pelaksanaan tugas-tugas pemerintah, pembangunan, dan pelayanan sosial
masyarakat, yang dapat dianalisa menggunakan analisa rasio keuangan terhadap
APBD. Dalam rangka menunjang pelaksanaan pembangunan di daerah sangat
dibutuhkan dana dan sumber-sumber pembiayaan yang cukup memadai dimana
dana tersebut dapat diperoleh dari pendapatan daerah, jika suatu daerah tidak
mempunyai sumber keuangan yang cukup akibatnya tergantung terus kepada
pemerintah pusat. Semakin meningkatnya kegiatan pembangunan di daerah,
semakin besar pula kebutuhan akan dana yang harus dihimpun oleh pemerintah
daerah. Dengan demikian maka perlu mengetahui apakah suatu daerah itu mampu
atau tidak dalam mengatur dan mengurus rumah tangganya sendiri. Ada beberapa
kriteria yang dapat dijadikan ukuran untuk mengetahui kemampuan pemerintah
daerah dalam mengatur rumah tangganya sendiri (Halim, 2007). Yaitu:

12
1. Kemampuan struktural organisasinya. Struktur organisasi Pemerintah
Daerah harus mampu menampung segala aktivitas dan tugas-tugas yang
menjadi beban dan tanggung jawabnya, jumlah unit-unit beserta
macamnya cukup mencerminkan kebutuhan, pembagian tugas, wewenang
dan tanggung jawab yang cukup jelas.
2. Kemampuan aparatur Pemerintah Daerah. Aparat Pemerintah Daerah
harus mampu menjalankan tugasnya dalam mengatur dan mengurus rumah
tangga daerahnya. Keahlian, moral, disiplin dan kejujuran saling
menunjang tercapainya tujuan yang diidam-idamkan oleh daerah.
3. Kemampuan mendorong partisipasi masyarakat Pemerintah Daerah harus
mampu mendorong agar masyarakat mau berperan serta dalam kegiatan
pembangunan.
4. Kemampuan keuangan daerah. Pemerintah Daerah harus mampu
membiayai semua kegiatan pemerintahan, pembangunan dan
kemasyarakatan sebagai pelaksanaan pengaturan dan pengurusan rumah
tangganya sendiri. Untuk itu kemampuan keuangan daerah harus mampu
mendukung terhadap pembiayaan kegiatan pemerintahan, pembangunan
dan kemasyarakatan.
Menurut Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2003 tentang keuangan negara,
ditetapkan bahwa Laporan Keuangan pemerintah pada gilirannya harus diaudit
oleh Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) sebelum disampaikan kepada pihak
legislatif sesuai dengan kewenangannya. Pemeriksaan BPK dimaksud adalah
dalam rangka pemberian pendapat (opini) sebagaimana diamanatkan oleh
Undang-Undang 15 Tahun 2004 tentang Pemeriksaan Pengelolaan dan Tangung
Jawab Keuangan Negara. Dengan demikian, laporan keuangan yang disusun oleh
pemerintah yang disampaikan kepada BPK untuk diperiksa masih berstatus belum
diaudit. Sebagaimana lazimnya, laporan keuangan tersebut setelah diperiksa dapat
disesuaikan berdasarkan temuab audit dan/ atau koreksi lain yang diharuskan oleh
SAP. Laporan keuangan yang telah diperiksa dan telah diperbaiki itulah yang
selanjutnya diusulkan oleh pemerintah pusat/ daerah dalam suatu rancangan
undang-undang atau peraturan daerah tentang Laporan Keuangan pemerintah

13
pusat/ daerah untuk dibahas dan disetujui oleh DPR/ DPRD. Selain itu, menurut
Undang-Undanh Nomor 17 Tahun 2003, pada rancangan undang-undang atau
peraturan daerah tentang Laporan Keuangan pemerintah pusat/ daerah disertakan
atau dilampirkan informasi tambahan mengenai kinerja instansi pemerintah, yakni
prestasi yang berhasil dicapai oleh Pengguna Anggaran sehubungan dengan
anggaran yang telah digunakan. Berdasarkan Peraturan Pemerintah Republik
Indonesia Nomor 39 Tahun 2007 tentang Pengelolaan Uang Negara/ Daerah pasal
1 ayat 13, Kepala Satuan Kinerja Pengelolaan Keuangan Daerah adalah kepala
badan/ dinas/ biro keuangan/ bagian keuangan yang mempunyai tugas
melaksanakan pengelolaan APBD dan bertindak sebagai Bendahara Umum
Daerah.
2.6. Penelitian Terdahulu
Samson (2001) melakukan penelitian tentang indikator-indikator
keberhasilan pengelolaan keuangan daerah di Kabupaten Barito Kuala 1995/1996
–1999/2000. Indikator yang dimaksud adalah indikator kinerja efektifitas,
efisiensi, rasio investasi dan laporan keuangan. Penelitian ini menggunakan
metode deskriptif analitis yang menggambarkan pengelolaan keuangan daerah
Kabupaten Barito Kuala menunjukkan hasil rata-rata sangat efektif yang
ditunjukkan dengan rasio efektifitas 104 persen dan sangat efisien yang
ditunjukkan dengan rasio efisiensi 51 persen (Susantih, Saftiana, 2008). Diana
(2008) melakukan penelitian mengenai analisis kinerja atas laporan keuangan
pemerintah Se-Provinsi Lampung dengan indikator kemandirian keuangan daerah,
efektifitas, efisiensi, dan aktivitas. Teknik analisis yang digunakan adalah teknik
analisis deskriptif kualitatif dan deskriptif kuantitatif dengan tujuan untuk melihat
urutan peringkat evaluasi pelaksanaan laporan keuangan pemda propinsi Se-
Sumbagsel dan untuk melihat elastisitas PAD terhadap kinerja keuangan. Hasil
analisis menunjukkan bahwa propinsi Sumatera Selatan menduduki peringkat
pertama dalam evaluasi pelaksanaan laporan keuangan Pemda dan hasil analisis
elastisitas menunjukkan secara rata-rata kelima propinsi memiliki nilai elastisitas
pendapatan asli daerah yang inelastis. Selain itu juga digunakan uji beda
Kolmogorof Smirnov dengan hasil bahwa terdapat perbedaan yang nyata atas

14
evaluasi pelaksanaan Laporan Keuangan pada Propinsi Lampung (Susantih, dan
Saftiana, 2008). Selanjutnya Lindawati (2001) yang melakukan penelitian
mengenai kemampuan keuangan pemerintah daerah DKI Jakarta dalam
melakukan pinjaman. Dari hasil penelitian tersebut menunjukkan bahwa keuangan
daerah DKI Jakarta mampu memberikan dana netto yang disisihkan untuk
membayar pokok dan bunga pinjaman sehubungan dengan pelaksanaan
pembangunannya. Hal ini ditunjukkan dengan nilai Debt Service Coverage Rasio
(DSCR) rata-rata per tahun sebesar 17,17 di atas ambang batas yang telah
ditetapkan yaitu sebesar 2,5. Selanjutnya dengan analisis Batas Maksimum
pinjaman (BMP) pemerintah Daerah DKI Jakarta mampu untuk melakukan
pinjaman yang lebih besar lagi (Susantih, dan Saftiana, 2008).

15
BAB III
PEMBAHASAN

A. Keuangan Daerah
Keuangan Daerah atau anggaran daerah merupakan rencana kerja
pemerintah daerah dalam bentuk uang (rupiah) dalam satu periode tertentu.
Selanjutnya Anggaran daerah atau Anggaran Pendapatan dan Belanja
Daerah adalah instrumen kebijakan yang utama bagi pemerintah daerah
(Mardiasmo)., 2002:9.
Peraturan pemerintah No 58 tahun 2005 tentang Pengelolaan
Keuangan Daerah mendefinisikan Keuangan Daerah sebagai semua hak dan
kewajiban daerah dalam rangka penyelenggaraan Pemerintahan Daerah yang
dapat dinilai dengan uang termasuk didalamnya segala bentuk kekayaan
yang berhubungan dengan hak dan kewajiban daerah tersebut. yang
dimaksud daerah di sini adalah pemerintah daerah yang merupakan daerah
otonom berdasarkan peraturan perundang-undangan. Daerah otonom ini
terdiri dari pemerintah provinsi, pemerintah kabupaten dan pemerintah kota.
karena pemerintah daerah merupakan bagian dari pemerintah (pusat) maka
keuangan daerah merupakan bagian tak terpisahkan dari keuangan negara.
Timbulnya hak akibat penyelenggaraan pemerintah daerah tersebut
menimbulkan aktivitas yang tidak sedikit. Hal itu harus diikuti dengan adanya
suatu sistem pengelolaan keuangan daerah untuk mengelolanya. Pengelolaan
keuangan daerah sebagaimana dimaksud, merupakan subsistem dari sistem
pengelolaan keungan negara dan merupakan elemen pokok dalam
penyelenggaraan pemerintahaan daerah. Untuk menjamin pelaksanaan
pengelolaan keuangan daerah tersebut maka hendaknya sebuah pengelolaan
keuangan daerah meliputi keseluruhan dari kegiatan-kegiatan perencanaan,
pelaksanaan, penatausahaan, pelaporan, pertanggungjawaban dan pengawasan
keuangan daerah.
Pertanggungjawaban dan pengawasan keuangan daerah. Undang-
Undang Nomor 33 Tahun 2004 secara khusus menetapkan landasan yang

16
jelas dalam penataan pengelolaan dan pertanggungjawaban keuangan
daerah, antara lain memberikan keleluasaan dalam menetapkan produk
pengaturan yaitu sebagai berikut :
1. Ketentuan tentang pokok-pokok pengelolaan keuangan daerah diatur
dengan peraturan daerah.
2. Sistem dan prosedur pengelolaan keuangan daerah diatur dengan Surat
Keputusan Kepala Daerah sesuai dengan Peraturan Daerah tersebut.
3. Kepala Daerah menyampaikan laporan pertanggung jawaban kepada
DPRD mengenai pengelolaan keuangan daerah dan kinerja keuangan
daerah dari segi efisiensi dan efektifitas keuangan.
4. Laporan pertanggungjawaban keuangan daerah tersebut merupakan
dokumen daerah sehingga dapat diketahui oleh masyarakat.
a. Dasar Hukum keuangan daerah
Undang-undang Dasar 1945 pasal 18 menyebutkan bahwa Negara
Kesatuan Republik Indonesia dibagi atas daerah-daerah propinsi dan
daerah propinsi itu dibagi atas kabupaten dan kota, yang tiap-tiap propinsi,
kabupaten, dan kota itu mempunyai pemerintahan daerah, yang diatur
dalam undang-undang. Lebih lanjut pada pasal 18 A dijelaskan bahwa
hubungan keuangan, pelayanan umum, pemanfaatn sumber daya alam dan
sumber daya lainnya antara pemerintahan pusat dan pemerintahan daerah
diatur dan dilaksanakan secara adil dan selaras berdasarkan undang-
undang.
Berkaitan dengan pelaksanaan dari pasal 18 dan 18 A tersebut di
atas setidaknya terdapat beberapa peraturan perundang-undangan yang
menjelaskan lebih lanjut. adapun Peraturan tersebut antara lain :
 UU No 17 tahun 2003 tentang Keaungan Negara
 UU No 1 tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara
 UU No 15 tahun 2003 tentang Pemeriksaan atas tanggung jawab
pengelolaan Keuangan Negara
 UU No 25 tahun 2004 tentang Sistem Perencanaan Nasional
 UU No 32 tahun 2004 tentang Pemerintah Daerah

17
 UU No 33 tahun 2004 tentang Perimbangan keuangan antara
Pemerintah Pusat dan Daerah
Undang-undang tersebut diatas menjadi acuan pengelolaan
keuangan daerah. Peraturan perundang-undangan diatas terbit atas dasar
pemikiran adanya keinginan untuk mengelola keuangan negara dan daerah
secara efektif dan efisien. Ide dasar tersebut kemudian mengilhami suatu
pelaksanaan tata kelola pemerintahan yang baik yang memiliki tiga pilar
utama, yaitu transparansi, akuntabilitas, dan partisipatif.
Banyaknya Undang-undang yang menjadi acuan dalam
pengelolaan anggaran mengakibatkan perlunya akomodasi yang baik
dalam tingkat pelaksanaan (atau peraturan dibawahnya yang berwujud
peraturan pemerintah). Peraturan pelaksanaan yang berwujud Peraturan
Pemerintah tersebut harus komprehensif dan terpadu (omnibus regulation)
dari berbagai undang-undang tersebut diatas. Hal ini bertujuan agar
memudahkan dalam pelaksanaanya dan tidak menimbulkan multi tafsir
dalam penerapanya. Peraturan tersebut memuat barbagai kebijakan terkait
dengan perencanaan, pelaksanaan, penatausahaan dan pertanggung
jawaban keuangan daerah.
Beberapa permasalahan yang dipandang perlu diatur secara khusus
diatur dalam Peraturan menteri Dalam Negeri terpisah. Beberapa contoh
Permendagri yang mengatur masalah pengelolaan keuangan daerah secara
khusus antara lain :
 Permendagri No 7 tahun 2006 tentang standarisasi sarana dan prasarana
kerja pemerintahan daerah jo permendagri No 11 tahun 2007
 Permendagri No 16 tahun 2007 tentang Tata Cara Evaluasi Rancangan
Peraturan Daerah tantag Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah dan
Rancangan Peraturan Kepala daerah tentang Penjabaran Angaran
Pendapatan dan Belanja Daerah
 Permendagri No 17 tahun 2007 tentang Pedoman Tekhnis pengelolaan
Barang Milik Daerah

18
 Permendagri N0 61 tahun 2007 tentang Pedoman Tekhnis Pengelolaan
Keuangan Badan Layanan Umum Daerah.
Pengaturan mengenai pengelolaan keuangan daerah yang diatur
didalam Peraturan Pemerintah Nomor 58 Tahun 2005 yang menggantikan
Peraturan Pemerintah Nomor 105 Tahun 2000 merupakan aturan yang
bersifat umum dan lebih menekankan kepada hal yang bersifat prinsip,
norma, asas dan landasan umum dalam pengelolaan keuangan daerah.
Sementara itu, sistem dan prosedur pengelolaan keuangan daerah secara rinci
ditetapkan oleh masih-masing daerah. Berdasarkan uraian diatas terdapat
beberapa pokok muatan peraturan pemerintah ini mencakup sebagai berikut :
1. Perencanaan dan Penganggaran
Pengaturan aspek perencanaan lebih diarahkan agar seluruh proses
penyusunan APBD dapat maksimal sehingga dapat menunjukkan latar
belakang pengambilan keputusan dalam penetapan arah kebijakan umum,
skala prioritas dan penetapan alokasi,serta distribusi sumber daya dengan
melibatkan partisipasi masyarakat. Oleh karena itu, dalam proses dan
mekanisme penyusunan APBD yang diatur dalam peraturan pemerintah ini
akan memperjelas siapa bertanggung jawab kepada siapa.
APBD dapat maksimal sehingga dapat menunjukkan latar belakang
pengambilan keputusan dalam penetapan arah kebijakan umum, skala
prioritas dan penetapan alokasi,serta distribusi sumber daya dengan
melibatkan partisipasi masyarakat. Oleh karena itu, dalam proses dan
mekanisme penyusunan APBD yang diatur dalam peraturan pemerintah ini
akan memperjelas siapa bertanggung jawab kepada siapa. APBD sendiri
merupakan instrumen yang akan menjamin terciptanya disiplin dalam proses
pengambilan keputusan terkait dengan kebijakan pendapatan maupun belanja
daerah (Ahmad Yani, 2002:350). Untuk menjamin APBD disusun secara baik
dan benar, maka perlu diatur landasan administratif dalam mengelola anggaran
daerah yang mengatur antara lain prosedur dan teknis pengganggaran yang
harus diikuti secara tertib dan taat asas. Beberapa prinsip dalam disiplin

19
anggaran yang harus diperhatikan dalam rangka penyusunan anggaran daerah
antara lain sebagai berikut:
a. Pendapatan yang direncanakan merupakan perkiraan yang terukur secara
rasional yang dapat dicapai untuk setiap sumber pendapatan, sedangkan
belanja yang dianggarkan merupakan batas tertinggi pengeluaran belanja.
b. Penganggaran pengeluaran harus didukung dengan adanya kepastian
tersedianya penerimaan dalam jumlah yang cukup dan tidak dibenarkan
melaksanakan kegiatan yang belum tersedia atau tidak mencukupi kredit
anggarannya dalam APBD atau Perubahan APBD.
c. Semua penerimaan dan pengeluaran daerah dalam tahun anggaran yang
bersangkutan harus dimasukkan dalam APBD dan dilakukan melalui
rekening Kas Umum Daerah.
Proses penyusunan APBD pada dasarnya bertujuan untuk menyelaraskan
kebijakan ekonomi makro dan sumber daya yang tersedia, mengalokasikan
sumber daya secara tepat sesuai kebijakan pemerintah dan mempersiapkan
kondisi bagi pelaksanaan pengelolaan anggaran secara baik. Oleh karena itu,
pengaturan penyusunan anggaran merupakan hal penting agar dapat berfungsi
sebagaimana yang diharapkan, sebagai berikut :
a. Dalam konteks kebijakan, anggaran memberikan arah kebijakan
perekonomian dan menggambarkan secara tegas penggunaan sumber daya
yang dimiliki masyarakat.
b. Fungsi utama anggaran adalah untuk mencapai keseimbangan ekonomi
makro dalam perekonomian.
c. Anggaran menjadi sarana sekaligus pengendali untuk mengurangi
ketimpangan dan kesenjangan dalam berbagai hal disuatu negara.
2. Pelaksanaan dan Penatausahaan Keuangan Daerah
Pemegang kekuasaan penyelenggaraan pemerintah daerah serta
pemegang kekuasaan dalam pengelolaan keuangan daerah adalah Kepala
Daerah, yang kemudian kekuasaan tersebut dilaksanakan oleh kepala satuan
kerja pengelola keuangan daerah selaku pejabat pengelola keuangan daerah
dan dilaksanakan oleh satuan kerja perangkat daerah selaku pejabat pengguna

20
anggaran atau barang daerah dibawah koordinasi sekretaris daerah. Adanya
pemisahan ini bertujuan agar dapat memberikan kejelasan dalam pembagian
wewenang dan tanggungjawab serta untuk mendorong upaya peningkatan
profesionalisme dalam penyelenggaran tugas pemerintahan. kejelasan dalam
pembagian wewenang dan tanggungjawab serta untuk mendorong upaya
peningkatan profesionalisme dalam penyelenggaran tugas pemerintahan.
Beberapa aspek pelaksanaan yang diatur oleh peraturan
pemerintah ini adalah memberikan peran dan tanggung jawab yang lebih
besar kepada para pejabat pelaksana anggaran, sistem pengawasan
pengeluaran dan sistem pembayaran, manajemen kas dan perencanaan
keuangan, pengelolaan piutang dan utang, pengelolaan investasi, pengelolaan
piutang dan utang, penatausahaan dan pertanggungjawaban APBD, serta
akuntansi dan pelaporan. Dalam hal ini instansi yang mengatur pengelolaan
keuangan daerah adalah bendahara umum daerah. Bendahara umum daerah
memiliki tugas untuk menyelesaikan segala proses pembayaran yang bernilai
kecil dengan cepat, dan pemegang kas kecil tersebut harus bertanggung jawab
dalam mengelola dana yang jumlahnya dibatasi (Ahmad Yani, 2002:355).
3. Pertanggung jawaban Keuangan Daerah
Dalam rangka pengelolaan keuangan daerah yang akuntabel dan
transparan, pemerintah daerah wajib menyampaikan pertanggungjawaban
berupa: (1) laporan realisasi; (2) neraca; (3) laporan arus kas; (4) catatan atas
laporan keuangan. Laporan keuangan disusun sesuai dengan standar akuntansi
pemerintahan. Sebelum dilaporkan kepada masyarakat melalui DPRD, laporan
keuangan terlebih dahulu harus diperiksa oleh BPK (Ahmad Yani, 2002: 356).
Fungsi pemeriksaan merupakan salah satu fungsi manajemen sehingga tidak
dapat dipisahkan dari manajemen keuangan daerah. Pemeriksaan atas
pengelolaan keuangan daerah dilaksanakan sejalan dengan amandemen IV
UUD 1945. Berdasarkan UUD 1945, pemeriksaan atas laporan keuangan
dilaksanakan oleh Badan Pemeriksa Keuangan. Dalam rangka pelaksanaan
pemeriksaan keuangan ini, BPK sebagai auditor yang independen akan
melaksanakan audit sesuai dengan standar audit yang berlaku dan akan

21
memberikan pendapat atas kewajaran laporan keuangan. daerah dilaksanakan
sejalan dengan amandemen IV UUD 1945. Berdasarkan UUD 1945,
pemeriksaan atas laporan keuangan dilaksanakan oleh Badan Pemeriksa
Keuangan. Dalam rangka pelaksanaan pemeriksaan keuangan ini, BPK sebagai
auditor yang independen akan melaksanakan audit sesuai dengan standar audit
yang berlaku dan akan memberikan pendapat atas kewajaran laporan keuangan.
b. Ruang Lingkup Keuangan Daerah
Bahasan ruang lingkup keuangan daerah meliputi hak daerah,
kewajiban daerah, penerimaan daerah, pengeluaran daerah, kekayaan
daerah dan kekayaan pihak lain yang dikuasai daerah. secara lebih rinci
dapat dijelaskan bahwa ruang lingkup keuangan daerah meliputi hal-hal
dibawah ini:
 Hak daerah untuk memungut pajak Daerah dan retribusi daerah serta
melakukan pinjaman ;
 Kewajiban daerah untuk menyelenggarakan urusan Pemerintahan
daerah dan membayar tagihan pihak ketiga;
 Penerimaan daerah, adalah keseluruhan uang yang masuk ke kas
daerah. Pengertian ini harus dibedakan dengan pengertian pendapatan
daerah karena tidak semua penerimaan merupakan pendapatan daerah.
Yang dimaksud dengan pendapatan daerah adalah hak pemerintah
daerah yang diakui sebagai penambah nilai kekayan bersih;
 Pengeluaran daerah adalah uang yang keluar dari kas daerah.
Seringkali istilah pengeluaran daerah tertukar dengan belanja daerah.
Yang dimaksud dengan belanja daerah adalah kewajiban pemerintah
daerah yang diakui sebagai pengurang nilai kekayaan bersih;
 Kekayaan daerah yang dikelola sendiri atau oleh pihak lain berupa
uang, surat berharga, piutang, barang, serta hak-hak lain yang dapat
dinilai dengan uanga, termasuk kekayaan yang dipisahkan pada
perusahaan daerah;
 Kekayaan pihak lain yang dikuasai oleh pemerintah daerah dalam
rangka penyelenggaraan tugas pemerintahan daerah dan/atau

22
kepentingan umum. UU keuangan Negara menjelaskan bahwa yang
dimaksud dengan kekayaan pihak lain adalah meliputi kekayaan yang
dikelola oleh orang atau badan lain berdasarkan kebijakan pemerintah,
yayasan-yayasan di lingkungan kementerian negara/lembaga, atau
perusahaan negara/daerah
c. Ruang Lingkup pengelolaan keuangan daerah meliputi :
 Asas umum pengelolan keuangan daerah
 Pejabat-pejabat yang mengelola keuangan daerah
 Struktur APBD
 Penyusunan RKPD, KUA, PPAS, dan RKA-SKPD
 Penyusunan dan penetapan APBD
 Pelaksanaan dan perubahan APBD
 Penatausahaan keuangan daerah
 Pertanggungjawaban pelaksanaan APBD
 Pengendalian defisit dan penggunaan surplus APBD
 Pengendalian kas umum daerah
 Pengelolaan piutang daerah
 Pengelolaan investasi daerah
 Pengelolaan barang milik daerah
 Pengelolaan utang daerah
 Penyelesaian kerugian daerah

d. Prinsip-Prinsip Pengelolaan Keuangan Daerah


Pengelolaan Keuangan Daerah mengandung arti bahwa setiap
daerah otonom dapat mengurus dan mengatur keuangannya sendiri dengan
menggunakan prinsiprinsip pengelolaan keuangan daerah menurut Mardiasmo
(2002:105) antara lain.
1) Transparansi
Masyarakat memiliki hak dan akses yang sama untuk menegtahui proses

23
anggaran, karena menyangkut aspirasi dan kepentingan masyarakat
terutama dalam pemenuhan kebutuhan hidup masyarakat.
2) Akuntabilitas
Prinsip pertanggungjawaban publik yang berarti proses pengganggaran
mulai dari perencanaan, penyusunan, dan pelaksanaan harus dilaporkan
dan dipertanggungjawabkan kepada masyarakat.
3) Value of Money
Prinsip ini sesungguhnya merupakan penerapan tiga aspek yaitu ekonomi,
efisiensi, dan efektifitas. Ekonomi, berkaitan dengan pemilikan dan
penggunaan sumber daya dalam jumlah dan kualitas tertentu ada harga
yang lebih murah. Efisiensi, penggunaan dana masyarakat harus dapat
menghasilkan outpu maksimal atau berdataguna. Sedangkan efektif
merupakan penggunaan anggaran harus mencapai target-target atau tujuan
kepentingan publik. perencanaan, penyusunan, dan pelaksanaan harus
dilaporkan dan dipertanggungjawabkan kepada masyarakat.
4) Value of Money
Prinsip ini sesungguhnya merupakan penerapan tiga aspek yaitu ekonomi,
efisiensi, dan efektifitas. Ekonomi, berkaitan dengan pemilikan dan
penggunaan sumber daya dalam jumlah dan kualitas tertentu ada harga
yang lebih murah. Efisiensi, penggunaan dana masyarakat harus dapat
menghasilkan outpu maksimal atau berdataguna. Sedangkan efektif
merupakan penggunaan anggaran harus mencapai target-target atau tujuan
kepentingan publik.

24
B. Pendapatan Daerah
Pendapatan daerah pada dasarnya merupakan penerimaan daerah
dalam bentuk peningkatan aktiva atau penurunan utang dari berbagai sumber
dalam periode tahun anggaran yang bersangkutan.
Menurut Indra Bastian dan Gatot Soepriyanto (2001:82-82)
mengungkap bahwa pendapatan daerah adalah arus masuk bruto manfaat
ekonomi yang timbul dari aktivitas pemerintah satu periode yang
mengakibatkan kenaikan ekuitas dan bukan berasal dari pinjaman yang harus
dikembalikan.
Sedangkan menurit Abdul Halim (2002:66) pendapatan adalah
penambahan dalam manfaat ekonomi selama periode akuntansi dalam bentuk
arus masuk atau peningkatan aset/aktiva, atau pengurangan utang/kewajiban
yang mengakibatkan penambahan dana yang berasal dari kontribusi dana.
Menurut UU RI No. 32 Tahun 2001 tentang Pemerintah Daerah pasal
1 ayat 15 pengertian pendapatan daerah yaitu: “ pendapatan daerah adalah
semua hak daerah yang diakui sebagai penambahan nilai kekayaan bersih
dalam periode tahun anggaran yang bersangkutan.”
1. Sumber Pendapatan Daerah
Maka sesuai dengan ketentuan perundang-undangan yang berlaku
yaitu UU RI No. 32 Tahun 2004 tentang Pemerintah Daerah pasal 157,
sumber-sumber pendapatan daerah dapat dikelompokan sebagai berikut:
a) Pendapatan Asli Daerah.
 Hasil pajak daerah
 Hasil retribusi daerah
 Hasil pengelolaan kekayaan daerah yang dipisahkan
 Lai-lain PAD yang sah
b) Dana Perimbangan, yaitu:
 Bagi hasil pajak atau bagi hasil bukan pajak
 Dana alokasi umum
 Dana alokasi khusus
 Bagi hasil pajak dan Bantuan keuangan dari propinsi

25
c) Lain-lain pendapatan daerah yang sah
2. Pendapatan Asli Daerah
Menurut UU RI No.33 Tahun 2004 tentang perimbangan
keuangan antara pemerintah pusat dan Daerah penjelasan pasal 1 ayat 28,
menyatakan tentang pengertian Pendapatan Asli Daerah yaitu:
“pendapatan yang diperoleh daerah yang dipungut berdasarkan Peraturan
Daerah sesuai dengan peraturan perundang-undangan”. Sedangkan
menurut Indra Bastian (2001:83) mengemukakan bahwa : “ pendapatan
Asli Daerah adalah semua pendapatan yang berasal dari sumber ekonomi
asli daerah”.
3. Kelompok PAD diklarifikasikan 4 jenis:
 Pajak Daerah (contoh: Pajak Kendaraan Bermotor, Bea Balik Nama
Kendaraan Bermotor, Pajak Bahan Bakar Kendaraan Bermotor, Pajak
Air.
 Retribusi Daerah (seperti: Retribusi Pelayanan Kesehatan, Retribusi
Pemakaian Kekayaan Daerah, Retribusi Pasar Grosir dan Pertokoan,
Retribusi kelebihan Muatan, Retribusi Perizinan Pelayanan dan
pengendalian)
 Bagian Laba Perusahaan Daerah dan Hasil Pengelolaan Kekayaan
Daerah Lainnya yang dipisahkan (seperti : Bagian laba Bank
Pembangunan Daerah (BPD), Bagian Laba Perusahaan Daerah, dan
Bagi hasil investasi pada pihak ketiga.
 Lain-lain PAD (yaitu semua yang bukan berasal dari pajak, retribusi
dan laba usaha daerah, antara lain: hasil penjualan barang milik daerah,
penerimaan jasa giro, penerimaan ganti rugi atas kekayaan daerah,
denda keterlambatan pelaksanaan pekerjaan, penerimaan bunga
deposit.

26
4. Dana Perimbangan
“ Dana perimbangan adalah dana yang bersumber dari pendapatan
APBN yang dialokasikan kepada daerah untuk mendanai kebutuhan
daerah dalam rangka pelaksanaan desentralisasi.” (UU RI No. 33 Tahun
2004 tentang Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan
Daerah pasal 1 ayat 19).
Menurut Indra Bastian dan Gatot Soepriyanto (2001:84)
mengemukakan bahwa kelompok dana perimbangan adalah:
 Bagi hasil pajak seperti: Pajak Bumi dan Bangunan (PBB), Bea
Perolehan Hak Atas Tanah dan Bangunan (BPHTB).
 Bagi Hasil Bukan Pajak seperti : Sumber Dana daya Hutan, Pemberian
atas Hak Tanah Negara, Penerimaan iuran eksplorasi.
 Dana Alokasi Khusus adalah perimbangan dalam rangka untuk
membiayai kebutuhan tertentu.
 Dana perimbangan dari propinsi adalah dana perimbangan dalam
pemerintah kabupaten/kota yang berasal dari pemerintah propinsi.
5. Lain-lain Pendapatan yang sah
Menurut UU RI No. 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan
Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Daerah pada bagian penjelasan
pasal 3 ayat 4 menyatakan bahwa : Lain-lain pendapatan yang sah antara
lain: hibah, dana darurat, dan penerimaan lainnya sesuai dengan
peraturan perundang.
C. Pengeluaran Daerah (Belanja Daerah)
Menurut Sri Lesminingsih ( Abdul Halim, 2001:199) bahwa “
pengeluaran daerah adalah semua pengeluaran kas daerah selama periode
tahun anggaran bersngkutan yang mengurangi kekayaan pemerintah daerah”.
Menurut Halim (2002:73) mengemukakan bahwa Belanja daerah
merupakan bentuk penurunan dalam manfaat ekonomi selama periode
akuntansi dalam bentuk arus kas keluar atau deplesi aset, atau terjadinya
utang yang mengakibatkan berkurangnya ekuitas dana, selain yang berkaitan
dengan distribusi kepada para peserta ekuitas dana.

27
Dan menurut Pemendagri No. 59 Tahun 2007 tentang perubahan
atas Pemendagri No.13 Tahun 2006 tentang Pedoman pengelolaan Keuangan
Daerah diungkap pengertian pelanja daerah yiaitu “ belanja daerah adalah
kewajiban pemerintah daerah yang diakui sebagai pengurangan nilai
kekayaan bersih”.
Dari pengertian diatas tersebut, maka dapat disimpulkan bahwa
belanja daerah adalah semua pengeluaran pemerintah pada periode anggaran
daerah yang berupa aktiva keluar, timbulnya utang yang bukan disebabkan
oleh pembagian kepada pemilik ekuitas dana (rakyat).
Menurut Pemendagri No. 59 Tahun 2007 tentang perubahan atas
Pemendagri No.13 Tahun 2006 tentang Pedoman pengelolaan Keuangan
Daerah, Belanja Daerah dibagi menjadi 2 kelompok yaitu :
1. Belanja Langsung
Belanja Langsung merupakan belanja yang dianggarkan terkait
secara langsung dengan pelaksanaan program dan kegiatan
2. Belanja Tidak Langsung
Belanja Tidak Langsung adalah belanja yang dianggarkan tidak
terkait langsung dengan pelaksanaan program dan kegiatan.
Belanja Tidak Langsung diklasifikasikan menjadi: (belanja
pegawai, bunga, subsidi, hibah, bantuan sosial, belanja bagi hasil, bantuan
keuangan, dan belanja tak terduga).
D. Sisklus Pengelolaan Keuangan Daerah
Siklus pengelolaan keuangan daerah terdiri dari lima tahapan sebagai
berikut :
1. Perencanaan sasaran dan tujuan fundamental
2. Perencanaan operasional
3. Penganggaran
4. Pengendalian dan pengukuran
5. Pelaporan dan umpan balik

28
 Tahap pertama merupakan tanggung jawab legislatif dan eksekutif
yang dituangkan dalam Rencana Pembangunan Jangka Panjang
Daerah (RPJPD).
 Tahap kedua eksekutif menyusun perencanaan tahunan yang disebut
Rencana Kerja Pemerintah Daerah (RKPD).
 Pada tahap ketiga, berdasarkan dokumen perencanaan disusunlah
Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah.
 Sedangkan tahap keempat merupakan pelaksanaan anggaran dan
pengukuran.
 Dan tahap kelima merupakan pelaporan atas pelaksanaan anggaran
yang terdiri dari Laporan Realisasi Anggaran (LRA), Neraca, Laporan
Arus kas dan catatan laporan keuangan.
Dalam PP No. 58 Tahun 2005 tentang Pengelolaan Keuangan Daerah
dikatakan bahwa Pemerintah Daerah harus membuat sistem akuntansi yang
diatur dengan Peraturan Kepala Daerah. Sistem akuntansi ini untuk mencatat,
menggolongkan, menganalisis, mengikhtisarkan dan melaporkan transaksi-
transaksi keuangan yang dilakukan oleh Pemerintah Daerah dalam rangka
pelaksanaan APBD.
Pengaturan bidang akuntansi dan pelaporan dilakukan dalam rangka
untuk menguatkan pilar akuntabilitas dan transparansi. Dalam rangka
pengelolaan keuangan daerah yang akuntabel dan transparan, Peraturan
Pemerintah Nomor 58 Tahun 2005 mengamanatkan Pemerintah Daerah
wajib menyampaikan pertanggungjawaban berupa:
(1) Laporan Realisasi Anggaran,
(2) Neraca,
(3) Laporan Arus Kas, dan
(4) Catatan atas Laporan Keuangan.
Laporan keuangan dimaksud disusun sesuai dengan Standar Akuntansi
Pemerintahan. Sebelum dilaporkan kepada masyarakat melalui DPRD, laporan
keuangan perlu diperiksa terlebih dahulu oleh BPK.

29
Fungsi pemeriksaan merupakan salah satu fungsi manajemen
sehingga tidak dapat dipisahkan dar i manajemen keuangan daerah. Berkaitan
dengan pemeriksaan telah dikeluarkan Undang-Undang Nomor 15 tahun
2004 tentang Pemeriksaan Pengelolaan dan Tanggung Jawab Keuangan
Negara. Terdapat dua jenis pemeriksaan yang dilaksanakan terhadap
pengelolaan keuangan negara, yaitu pemeriksaan intern dan pemeriksaan
ekstern.
Pemeriksaan atas pengelolaan keuangan daerah dilaksanakan sejalan
dengan amandemen IV UUD 1945. Berdasarkan UUD 1945, pemeriksaan atas
laporan keuangan dilaksanakan oleh Badan Pemeriksa Keuangan Republik
Indonesia (BPK RI). Dengan demikian BPK RI akan melaksanakan
pemeriksaan atas laporan keuangan pemerintah daerah. Dalam rangka
pelaksanaan pemeriksaan keuangan ini, BPK sebagai auditor yang
independen akan rnelaksanakan audit sesuai dengan standar audit yang
berlaku dan akan mernberikan pendapat atas kewajaran laporan keuangan.
Kewajaran atas laporan keuangan pemerintah ini diukur dari kesesuaiannya
terhadap standar akuntansi pemerintahan. Selain pemeriksaan ekstern oleh
BPK, juga dapat dilakukan pemeriksaan intern. Pemeriksaan ini pada
pemerintah daerah dilaksanakan oleh Badan Pengawasan Daerah /
Inspektorat Provinsi dan atau Kabupaten/Kota.

30
BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan
Keuangan Daerah haruslah dikelola secara tertib, taat pada peraturan
perundang-undangan, efisien, ekonomis, efektif, transparan, dan bertanggung
jawab dengan memperhatikan keadilan, kepatutan, dan manfaat untuk
masyarakat.
Pemeriksaan atas pengelolaan keuangan daerah dilaksanakan sejalan
Undang-undang yang berlaku.
Keuangan Daerah haruslah dikelola secara tertib, taat pada peraturan
perundang-undangan, efisien, ekonomis, efektif, transparan, dan bertanggung
jawab dengan memperhatikan keadilan, kepatutan, dan manfaat untuk
masyarakat.
B. Saran
Dalam penulisan makalah ini, penulis yakin bahwa makalah ini jauh
dari kesempurnaan, sehingga mengharapkan kepada para pembaca untuk
memberi kritik dan saran yang membangun agar penulis mendapatkan
pembelajaran baru. Dan semoga makalah ini dapat menjadi tempat
mendapatkan ilmu pengetahuan baru.

31
DAFTAR PUSTAKA

Bratakusumah, Deddy dan Dadang Solihin. 2002. Otonomi Penyelenggaraan


Pemerintahan Daerah. Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama.

Darise, Nurlan.2006. Pengelolaan Keuangan Daerah. Edisi Pertama. Jakarta : PT.


Indeks

Halim, Abdul. 2001. Manajemen Keuangan Daerah. Yogyakarta : UPP AMP


YKPN

32

Anda mungkin juga menyukai