UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH
SUMATERA UTARA
2022/2023
KATA PENGANTAR
Medan, 17 Desember
2022
Penulis
i
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR...................................................................................................... i
DAFTAR ISI .................................................................................................................. ii
BAB I PENDAHULUAN .............................................................................................. 1
1.1 Latar Belakang Masalah ............................................................................................ 1
BAB IV KESIMPULAN.............................................................................................. 32
DAFTAR PUSTAKA ................................................................................................... 33
ii
BAB 1
PENDAHULUAN
1
kekuasaan pengelolaan keuangan negara adalah presiden selaku kepala
pemerintahan. Dengan berlakunya Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004,
kekuasaan pengelolaan keuangan negara di daerah diserahkan kepada
gubernur/bupati/walikota selaku kepala pemerintahan daerah untuk mengelola
keuangan daerah dan mewakili pemerintah daerah dalam kepemilikan kekayaan
daerah yang dipisahkan. Otonomi daerah pada dasarnya adalah pengalihan
sebagian dari fungsi-fungsi pemerintah pusat yang dapat ditangani oleh
pemerintah daerah. Namun tidak semua fungsi tersebut dapat dialihkan, sebagian
didelegasikan atau tetap harus ditangani secara langsung oleh pemerintah pusat.
2
Bentuk penyimpangan keuangan negara yang mengakibatkan terjadinya
kerugian keuangan negara yang cukup besar biasanya disebabkan oleh tindak
pidana korupsi yang dilakukan oleh orang-orang yang tidak bertanggungjawab
dan haus harta kekayaan. Tindak pidana korupsi (Pertimbangan Undang-Undang
Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, LNRI
Tahun 1999 Nomor : 140, Nuansa Aulia, 2008: 23) sangat memberikan dampak
negatif yang salah satunya ialah menyebabkan kerugian bagi keuangan negara
atau perekonomian negara dan dapat menghambat pembangunan nasional,
sehingga harus diberantas dalam rangka mewujudkan masyarakat adil dan
makmur berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945, di samping itu
juga dapat menghambat pertumbuhan dan kelangsungan pembangunan nasional
yang menuntut efisiensi tinggi.
3
Korupsi, LNRI Tahun 2001 Nomor : 134, BAB IV Penyidikan,
Penuntutan, dan Pemeriksaan di Sidang Pengadilan, Pasal 37A ayat (1).
terdakwa wajib memberikan keterangan tentang seluruh harta bendanya
dan harta benda istri atau suami, anak, dan harta benda setiap orang atau
korporasi yang diduga mempunyai hubungan dengan perkara yang
didakwakan (Nuansa Aulia, 2008: 57).
5. Instruksi Presiden Republik Indonesia Nomor 5 Tahun 2004 tentang
Percepatan Pemberantasan Korupsi, yang secara khusus menginstruksikan
kepada Jaksa Agung Republik Indonesia dan Kepala Kepolisian Negara
Republik Indonesia untuk bekerja sama dengan lembaga terkait dalam
rangka pemberantasan tindak pidana korupsi untuk menghukum pelaku
dan menyelamatkan uang negara (Nuansa Aulia, 2008: 27).
6. Keputusan Presiden Republik Indonesia Nomor 11 Tahun 2005 tentang
Tim Koordinasi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, Keppres ini
membentuk Tim Koordinasi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi yang
diantaranya bertugas mencari dan menangkap para pelaku yang diduga
keras melakukan tindak pidana korupsi, serta menelusuri dan
mengamankan aset-asetnya dalam rangka pengembalian keuangan negara
secara optimal (Nuansa Aulia, 2008: 275).
7. Keputusan Bersama Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi Dan Jaksa
Agung Republik Indonesia, Nomor : KEP - 1/12/2005 dan Nomor :
/A/JA/12/2005, tentang Kerjasama Antara Komisi Pemberantasan Korupsi
Dengan Kejaksaan Republik Indonesia Dalam Rangka Pemberantasan
Tindak Pidana Korupsi, BAB II Tujuan, Sifat dan Ruang Lingkup, Pasal 2,
menentukan tujuan kerjasama adalah untuk saling membantu dalam upaya
pemberantasan tindak pidana korupsi secara optimal (Nuansa Aulia, 2008:
282).
4
dalam bingkai hukum yang diperkenankan UUD 1945.Selain dalam Pembukaan
UUD 1945, juga ditemukan pada pasal-pasal UUD 1945 yang berkaitan dengan
keuangan negara. Ketentuan-ketentuan dalam UUD 1945 yang berkaitan dengan
keuangan negara merupakan sumber hukum konstitusional keuangan negara.
Sumber hukum konstitusional keuangan negara sebagaimana dimaksud dalam
UUD 1945 adalah sebagai berikut :
Pasal 23
1. Anggaran pendapatan dan belanja negara sebagai wujud dari pengelolaan
keuangan negara ditetapkan setiap tahun dengan undang-undang dan
dilaksanakan secara terbuka dan bertanggung jawab untuk sebesar
kemakmuran rakyat;
2. Rancangan undang-undang anggaran pendapatan dan belanja negara
diajukan oleh Presiden untuk dibahas bersama Dewan Perwakilan Rakyat
dengan memperhatikan pertimbangan Dewan Perwakilan Daerah;
3. Apabila Dewan Perwakilan Rakyat tidak menyetujui rancangan anggaran
pendapatan dan belanja Negara yang diusulkan oleh Presiden, Pemerintah
menjalankan anggaran pendapatan dan belanja negara tahun lalu.
Pasal 23A
Pajak dan pungutan lain yang bersifat memaksa untuk keperluanvnegara diatur
dengan undang-undang.
Pasal 23B
Macam dan harga mata uang ditetapkan dengan undang-undang.
Pasal 23C
Hal-hal lain mengenai keuangan negara diatur dengan undang-undang.
Pasal 23D
Negara memiliki suatu bank sentral yang susunan, kedudukan, kewenangan,
tanggung jawab, dan independensinya diatur dengan undang-undang.
Pasal 23E
1. Untuk memeriksa pengelolaan dan tanggung jawab tentang keuangan
negara diadakan satu Badan Pemeriksa Keuangan yang bebas dan mandiri;
5
2. Hasil pemeriksaan keuangan negara diserahkan kepada Dewan Perwakilan
Rakyat, dan Dewan Perwakilan Daerah, sesuai dengan kewenangannya;
3. Hasil pemeriksaan tersebut ditindaklanjuti oleh lembaga perwakilan
dan/atau badan sesuai dengan undang-undang.
Ketentuan-ketentuan dalam UUD 1945 tersebut yang merupakan sumber
hukum keuangan negara memerlukan penjabaran lebih lanjut dalam bentuk
undang-undang. Artinya, perumus UUD 1945 memberikan atribusi kepada
pembuat undang-undang untuk mengatur substansi yang berkaitan dengan
keuangan negara dalam bentuk undang-undang. Adapun undang-undang yang
berkaitan dengan keuangan negara adalah:
1. Undang-Undang Nomor 17 tatahun 2003 tentang Keuangan Negara;
2. Undang-Undang Nomor 1 tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara;
3. Undang-Undang Nomor 3 tahun 2004 tentang Perubahan Undang-Undang
Nomor 23 tahun 1999 tentang Bank Indonesia;
4. Undang-Undang Nomor 15 tahun 2004 tentang Pemeriksaan Pengelolaan
dan Pertanggungjawaban Keuangan Negara;
5. Undang-Undang Nomor 15 tahun 2006 tentang Badan Pemeriksa
Keuangan;
6. Undang-Undang Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara yang
ditetapkan setiap tahun. Kecuali ditolak Dewan Perwakilan Rakyat, maka
Undang-Undang Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara yang lalu tetap
digunakan.
6
1.2 Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang diatas, penulis membatasi dengan hanya
mengkaji masalah - masalah sebagai berikut :
7
BAB II
PEMBAHASAN
Keuangan Negara menurut Rahayu (2010: 264) adalah hak dan kewajiban
negara yang dapat dinilai dengan uang, serta segala sesuatu baik berupa uang
maupun berupa barang yang dapat dijadikan milik negara berhubung dengan
pelaksanaan hak dan kewajiban tersebut. Keuangan Negara dikelola secara tertib,
taat pada peraturan perundang-undangan, efisien, ekonomis, efektif, transparan,
dan bertanggung jawab dengan memperhatikan rasa keadilan dan kepatutan.
Dalam hal pengelolaan Keuangan Negara maka akan dibentuklah Kementrian
yang akan mengurus segala penerimaan ataupun pengeluaran mulai dari negara
yang disebut APBN hingga ke tingkat daerah yaitu APBD.
Keuangan Negara ialah seluruh hak dan kewajiban negara yang ditaksir
dengan uang, dan merupakan segala sesuatu yang berwujud uang atau produk
yang dapat dijadikan milik negara sehubungan dengan pemenuhan hak dan
kewajiban tersebut (Sugijtanto dkk., 1995). Hak-hak negara adalah setiap hak atau
usaha yang dilakukan oleh suatu pemerintah untuk mengisi perbendaharaannya.
Misalnya, hak suatu pemerintah untuk mengisi perbendaharaannya. Contohnya
saja hak untuk mencetak uang serta mengambil pinjaman serta memungut pajak
dan denda. Tugas negara ialah tugas pemerintah agar melaksanakan tugas negara,
yang tertuang pada RPJP UUD 1945, RPJM dan RKP. UU APBN pada prinsipnya
ialah untuk kesejahteraan rakyat serta melayani masyarakat umum dan bertindak
sebagai agen pembanguanan.
8
Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 sebagai aspek
konstitusionalitas hingga dalam berbagai aturan operasional dalam bentuk
peraturan perundang-undangan (regeling) maupun peraturan kebijaksanaan
(policy rule). Hal ini bermakna pengaturan keuangan negara memerlukan desain
hukum ketatanegaraan yang merupakan kedudukan konstitusional sekaligus
merupakan desain hukum administrasi negara melalui pelaksanaan administratif
dan perbendaharaan.
1. Fungsi Investasi
9
2) investasi jangka panjang berupa gedung, tanah, peralatan produksi,
kendaraan, dll.
Fungsi Mencari dana ini dapat meliputi fungsi pencarian modal yang
dibutuhkan untuk membelanjai usaha-usaha yang dijalankan. Selain itu juga
administrasi keuangan negara berfungsi untuk memilih sumber dana yang tepat
terhadap berbagai jenis kebutuhan.
3. Fungsi Pembelanjaan
Fungsi Pembelanjaan ini dapat terdiri dari aktivitas penggunaan dana baik
dana dari luar maupun dana milik sendiri yang dipergunakan untuk membiayai
semua kegiatan organisasi. Dalam hal ini pembelanjaan terkait dengan proses
produksi atau pendukung proses produksi.
10
3. Pengelolaan barang milik/kekayaan negara yang menjadi tanggung jawab
Kementerian Keuangan;
4. Pengawasan atas pelaksanaan tugas di lingkungan Kementerian Keuangan;
5. Pelaksanaan bimbingan teknis dan supervisi atas pelaksanaan urusan
Kementerian Keuangan di daerah;
6. Pelaksanaan kegiatan teknis dari pusat sampai ke daerah;
7. Pelaksanaan pendidikan, pelatihan, sertifikasi kompetensi di bidang keuangan
negara, dan manajemen pengetahuan; dan
8. Pelaksanaan dukungan yang bersifat substantif kepada seluruh unsur
organisasi di lingkungan Kementerian Keuangan.
Dasar hukum:
1. Peraturan Presiden Nomor 57 Tahun 2020 Tentang Kementerian Keuangan.
2. Peraturan Menteri Keuangan Nomor 118/PMK.01/2021 Tentang Organisasi
Dan Tata Kerja Kementerian Keuangan.
11
4. Setiap kondisi keuangan di sebuah perusahaan dalam suatu periode tertentu
dapat diketahui.
rangka pencapaian tujuan negara tidak boleh dipisahkan dengan ruang lingkup
yang dimilikinya. Oleh karena ruang lingkup itu menentukan substansi yang
ruang lingkup agar terdapat kepastian hukum yang menjadi pegangan bagi pihak-
dari aspek yuridis. Ruang lingkup keuangan negara menurut Pasal 2 UUKN
12
2. Kewajiban negara untuk menyelenggarakan tugas layanan umum
3. Penerimaan Negara;
4. Pengeluaran Negara;
5. Penerimaan Daerah;
6. Pengeluaran Daerah;
7. Kekayaan negara/kekayaan daerah yang dikelola sendiri atau oleh pihak lain
berupa uang, surat berharga, piutang, barang, serta hak-hak lain yang dapat
diberikan pemerintah.
meliputi:
1. Pengelolaan moneter
Kebijakan moneter adalah kebijakan yang dilakukan oleh pemerintah agar ada
13
keseimbangan yang dinamis antara jumlah uang yang beredar dengan barang dan
2. Pengelolaan Fiskal
pengeluaran negara telah diatur secara khusus dalam Keputusan Presiden Nomor
sahamnya dimiliki oleh negara). Perusahaan semacam ini biasa di sebut Badan
Aturan pokok keuangan negara telah dijabarkan ke dalam asas-asas umum, yang
meliputi baik asas-asas yang telah lama dikenal dalam pengelolaan keuangan
negara maupun asas-asas baru sebagai pencerminan penerapan kaidah-kaidah
yang baik (best practices) dalam penglolaan keuangan negara.
Sebelum berlakunya UUKN, telah ada beberapa asas- asas yang digunakan dalam
pengelolaan keuangan negara dan diakui keberlakuannya dalam pengelolaan
14
keuangan negara ke depan. Adapun asas- asas pengelolaan keuangan negara
dimaksud adalah sebagai berikut :
15
2.8 Faktor – faktor Keuangan Negara
1. Pendapatan Negara
2. Belanja Negara
16
3. Pembiayaan
17
BAB III
STUDI KASUS
18
yang marak terjadi di Indonesia memerlukan peningkatan transparansi serta
akuntabilitas pengelolaan keuangan negara maupun swasta. Hal tersebut
memerlukan upaya terpadu dalam melakukan perbaikan sistem akuntansi dan
sistem hukum guna meningkatkan mutu kerja serta memadukan pekerjaan
lembaga pemeriksa dan pengawasan keuangan dengan penegak hukum.
19
seseorang untuk melakukan tindakan korupsi. Faktor-faktor dari luar ini dapat
diuraikan sebagai berikut:
Pertama, perilaku korupsi bisa terjadi karena dorongan keluarga. Aliran
Bihavioral mengatakan bahwa lingkungan sosial termasuk keluarga, sering
memberi dorongan yang sangat kuat bagi seseorang untuk melakukan
korupsi. Dalam kenyataan, lingkungan keluarga sering memberi perlindungan
dan bukannya hukuman pada anggota keluarga yang telah menyalahgunakan
kekuasaan tertentu dalam kaitan kasus korupsi (Karsono, 2011; Indah Sri
Utari. 2011).
Kedua,seseorang terdorong melakukan korupsi karena masyarakat telah
dihinggapi budaya, pandangan dan nilai-nilai kehidupan yang bersifat
koruptif. Budaya dan nilai-nilai kehidupan koruptif ini dapat mendorong
seseorang untuk melakukan perbuatan korupsi. Contoh, masyarakat memiliki
kecenderungan menghargai seseorang karena kekayaaan yang dimilikinya.
Sikap ini sering kali membuat masyarakat tidak kritis terhadap perilaku hidup
koruptif sebab hanya mengagumi kekayaan yang dimiliki seseorang dan tidak
melihat bagaimana kekayaan itu diperoleh (Indah Sri Utari. 2011; Ardyanto,
2002).
Ketiga, kurangnya kesadaran masyarakat bahwa korban utama korupsi
adalah masyarakat itu sendiri. Secara umum, banyak elemen masyarakat
sejauh ini masih beranggapan bahwa tindakan korupsi menyebabkan negara
dirugikan. Padahal jikalau negara dirugikan maka esensinya masyarakat itu
sendiri yang sebetulnya dirugikan. Sebab korupsi mengakibatkan kurangnya
anggaran di sejumlah proyek pembangunan ekonomi, kesehatan dan
pendidikan masyarakat. Akibatnya masyarakat kehilangan akses kepada
pelayanan kesehatan, pendidikan dan pengembangan ekonomi (Karsono,
2011; Indah Sri Utari. 2011; Tanzi, Vito and Hamid Davoodi,1997).
20
Indah Sri Utari. 2011). Kontrol sosial ini dilakukan dengan cara
menggerakkan berbagai aktivitas yang terorganisir secara politis, melalui
lembaga-lembaga negara dan lembaga swadaya masyarakat. Lemahnya
kontrol sosial terhadap korupsi mengakibatkan praktek-praktek korupsi bisa
bertumbuh kembang secara leluasa di tengah masyarakat (Karsono, 2011;
Indah Sri Utari. 2011).
Faktor Organisasi
Beberapa aspek kehidupan organisasi yang dapat mendorong terjadinya
korupsi. Pertama, kurang adanya sikap keteladanan dari atasan atau pimpinan.
Posisi pemimpin dalam suatu lembaga formal dan informal berpengaruh kuat
terhadap bawahan-nya. Karena itu, bila pemimpin tidak bisa memberikan
teladan yang baik bagi bawahannya dalam hubungan dengan korupsi
(pemimpin melakukan korupsi) maka kemungkinan besar bawahan juga akan
melakukan hal yang sama. Erry Hardjia Pamekas (2008) meng-
ungkapkanbahwatingginyakorupsidisebabkankurangnyaketeladanan para
pemimpin dan elit bangsa.
Kedua, kurangnya akuntabilitas dari organisasi. Organisasi yang kurang
akuntabel disebabkan oleh berbagai faktor di antaranya karena visi, misi,
tujuan dan sasaran organisasi tidak jelas. Ketidakjelasan organisasi ini
mengakibatkan instansi pemerintah atau swasta sulit melakukan penilaian
atas keberhasilan dan kegagalan organisasi atau instansi tersebut dalam
mewujudkan tujuan serta sasarannya pada suatu periode tertentu. Kesulitan
melakukan evaluasi ini mengakibatkan organisasi kurang efisien
menggunakan sumber daya yang dimiliki untuk mencapai tujuan dan sasaran
yang dikehendaki. Kondisi organisasi seperti ini dapat memberi ruang dan
kesempatan untuk praktek korupsi.
Ketiga,lemahnyasistempengendalianmanajemendanpengawasan
membuka peluang bagi perbuatan korupsi dalam sebuah organisasi. Sering
terjadi bahwa pengawasan internal (fungsional dan langsung dari pimpinan)
dan pengawasan eksternal (masyarakat) dalam suatu organisasi tidak berjalan
secara efektif karena adanya tumpang tindih dalam hal pengawasan,
21
kurangnya kualitas dan profesionalitas pengawasan, dan ketidakpatuhan
pengawas sendiri terhadap etika hukum pemerintahan (Ardyanto, 2002;
Karsona, 2011).
Salah satu kasus Nazaruddin yang paling jelas adalah korupsi dalam
pembangunan Wisma Atlet di Hambalang dan Palembang. Untuk memanipulasi
tender, Nazaruddin mendirikan sejumlah perusahaan, tercatat paling tidak dia
terafiliasi dengan 37 perusahaan dan “meminjam” 20 perusahaan lain yang
bergerak di jasa konstruksi di Kementerian Kesehatan, Kementerian Pemuda dan
Olah Raga dan berbagai proyek dari lembaga negara lainnya (Septian, Kristanti,
Fabiana, & Pramono, 2012). Selain di sektor konstruksi, bisnis Nazaruddin juga
merambah ke pengadaan batu bara untuk pembangkit listrik serta berbagai sektor
bisnis lainnya. Kelompok perusahaan itu dikenal dengan Group Permai.
22
Nazaruddin menempatkan nama para pegawainya sebagai Direktur atau
Komisaris di dalam perusahaan perusahaan itu.
23
saat KPK menangkap Mindo Rosalina Manullang, salah satu staf kepercayaan
Nazaruddin, bersama dengan Muhamad El Idris dari PT Duta Graha Indah Tbk,
ketika tengah mengantar uang suap untuk Wafid Muharam, Sekretaris
Kementerian Pemuda dan Olah Raga (Aryanto, Febiana, Septian, & Sianipar,
2011).
24
dalam Partai Demokrat. Ia menggunakan sebagian besar uang dari rente proyek
tersebut untuk membiayai upaya Anas Urbaningrum dalam pemilihan ketua partai
dalam Kongres Partai Demokrat di Bandung 2010. Dalam persidangan terungkap
bagaimana Nazaruddin membagi-bagikan uang sebesar USD 5.000–10.000 untuk
setiap Dewan Pimpinan Cabang (DPC) Partai Demokrat.
Uang itu dipergunakan untuk membeli suara dalam kongres internal partai
politik. Kasus ini bukan sekadar membeli suara. Lebih dalam lagi, kasus ini
adalah upaya yang dilakukan oleh Anas Urbaningrum dengan didukung oleh
Muhammad Nazaruddin serta sejumlah politisi lainnya untuk membangun
patronase baru di dalam Partai Demokrat. Anas Urbaningrum sejatinya bukan
kandidat yang mendapatkan dukungan dari Susilo Bambang Yudhoyono.
Pembelian suara itu adalah strategi Anas untuk membangun patronase di dalam
partai yang bukan hanya berguna untuk menduduki jabatan Ketua Partai, tetapi
juga berbagai jabatan publik lainnya kelak. Dengan patronase itu, Anas
Urbaningrum hendak membangun basis sosial untuk posisi politis lain yang lebih
25
strategis. Nazaruddin bahkan sudah merancang Anas akan menjadi kandidat
Presiden Republik Indonesia di masa mendatang, bukan hanya ketua partai politik
(Maharani, 2014b).
Dampak Ekonomi
Korupsi memiliki efek destruktif terhadap berbagai aspek,
khususnya aspek kehidupan ekonomi sebagai faktor terpenting untuk
kesejahteraan masyarakat. Mauro (2011) mengatakan bahwa korupsi
memiliki korelasi negatif dengan kemajuan ekonomi (peningkatan
investasi, pertumbuhan ekonomi, pendapatan dan pengeluaran pemerintah
untuk program pembangunan sosial dan kesejahteraan masyarakat).
Hubungan langsung-negatif antara korupsi dan kehidupan ekonomi ini
hendaknya dilihat sebagai pemicu bagi pemerintah dan masyarakat pada
26
umumnya untuk bekerja keras menanggulangi korupsi baik secara
preventif, represif maupun kuratif.
Korupsi mengakibatkan terjadinya inefisiensi pembangunan,
meningkatnya biaya barang dan jasa, serta melonjaknya utang
negara.Inefisiensi pembangunan terjadi apabila pemerintah mengeluarkan
banyak kebijakan pembangunan, namun selalu disertai dengan maraknya
praktek korupsi. Contoh, anggaran perusahaan yang sebetulnya
dimanfaatkan untuk kemajuan ekonomi, justru dialokasikan untuk kantong
pribadi pejabat dan birokrat (Kurniadi Y. 2011; Mauro, 2011).
Dampak Sosial
Praktek korupsi pada dasarnya menciptakan suatu kondisi
kehidupan ekonomi dengan biaya tingg
Hal ini terjadi karena adanya beban (high cost economy) yang
harus ditanggung para pelaku ekonomi akibat korupsi, ini berimbas pada
mahalnya harga kebutuhan pokok, jasa dan pelayanan publik. Sebab harga
yang diterapkan untuk barang-barang kebutuhan pokok, jasa dan
pelayanan publik harus dapat menutupi kerugian yang dialami pelaku
ekonomi akibat perbuatan korupsi dan penyelewengan (Kurniadi Y. 2011;
Tanzi, Vito andHamid Davoodi,1997).
Dalam kaitan dengan kemiskinan, korupsi mengakibatkan rakyat
miskin semakin sulit mendapatkan akses ekonomi, finansial, kesehatan,
pendidikan, informasi, hukum dan lain-lain. Harga bahan pokok seperti
gula, minyak, susu dan sebagainya semakin tinggi saat ini. Kenaikan harga
ini mengakibatkan banyak bayi dan anak-anak harus menderita
kekurangan gizi dan tidak bisa menikmati pendidikan yang baik. Di sini
korupsi menyebabkan rakyat miskin semakin terpinggirkan (Kurniadi Y.
2011).
Runtuhnya Otoritas Pemerintahan
Korupsi telah memasuki kehidupan yang paling dasar karena
berkaitan langsung dengan etika sosial (kejujuran dan kemanusiaan), sebab
siapa saja yang meneriakkan kejujuran justru akan diberi sanksi sosial,
27
politik, ekonomi dan finansial oleh otoritas pemerintah, aparat penguasa
bahkan oleh masyarakat itu sendiri. Kejujuran pada akhirnya harus
berhadapan dengan rasa takut akan penguasa dan kekuatan politik. Rasa
takut ini sebetulnya bertentangan dengan etika dan moralitas bangsa
(Kurniadi Y. 2011). Saat ini, kekuatan politik masih sangat dominan dan
dengan mudah melindungi anggotanya dengan segala cara walaupun
anggotanya jelas-jelas telah melakukan tindakan korupsi. Melindungi
seorang koruptor dengan kekuatan politik merupakan salah satu indikasi
besar tentang runtuhnya etika sosial dan politik di negeri ini. Banyak
pejabat negara, wakil rakyat atau petinggi partai politik terjerat korupsi.
Namun banyak di antara mereka terus dilindungi, tidak menunjukkan rasa
bersalah dan penyesalan atas perbuatan korupsi yang dilakukan.
Sebaliknya, mereka bertindak seolah-olah tidak ada masalah sama sekali.
Hal ini terjadi karena ada anggapan bahwa mereka akan terbebas dari
tuduhan korupsi atau dengan mudah memberikan upeti kepada penegak
hukum agar diri mereka terhindar dari jerat korupsi (Kurniadi Y. 2011;
Tanzi, Vito andHamid Davoodi, 1997).
Menurunnya Daya Saing Bangsa
Korupsi menyebabkan menurunnya peringkat indeks daya saing
Indonesia di mata dunia. Pada bulan September 2016,World Economic
Forum(WEF) merilis berita bahwa indeks daya saing Indonesia turun dari
peringkat 37 ke 41. Peringkat indeks daya saing ini masih kalah dari
beberapa negara Asia lainnya seperti Jepang (8), Malaysia (25), Korea
Selatan (26), China (28), dan Thailand (34). Pemeringkatan Indeks Daya
Saing oleh World Economic Forumini memberikan sudut pandang yang
lebih mendalam tentang produktivitas dan kemakmuran masing-masing
negara (Angga Aliya, 2016; Muhamad Idris, 2016). Menanggapi peringkat
indeks daya saing Indonesia ini, Menteri Perencanaan Pembangunan
Nasional/Kepala Bappenas, Bambang Brodjonegoro mensinyalir bahwa
penyebab utama turunnya daya saing Indonesia berakar pada masalah
klasik yaitu korupsi. Hal yang perlu dibenahi pada tempat pertama untuk
meningkatkan daya saing Indonesia di mata dunia ialah reformasi
28
birokrasi, terutama berkaitan dengan roda pemerintahan. Reformasi
birokrasi perlu dilakukan sebab berkaitan erat dengan kemampuan suatu
negara menciptakan kepercayaan, memperbaiki pelayanan, dan kepastian
usaha demi terciptanya indeks daya saing (Maikel Jefriando, 2016;
Muhamad Idris, 2016).
29
partisipatif, akuntabel serta memiliki integritas tinggi dalam memberikan
pelayanan kepada masyarakat.
30
Pemilihan Umum berhasil dibongkar oleh BPK (Badan Pemeriksaan
Keuangan) yang bertindak selaku akuntan forensik dan berhasil
diselesaikan di pengadilan oleh KPK (Komisi Pemberantasan Korupsi)
(Jumansyah, 2011)..
31
BAB IV
KESIMPULAN
32
DAFTAR PUSTAKA
Anggara, S. (2016). Administrasi keuangan negara. Bandung; CV PUSTAKA SETIA
Bahri, S. (2015). Korupsi dalam kajian hukum islam. Kanun Jurnal Ilmu Hukum, 17(3),
603-614.
Lediastuti, V., & Subandijo, U. (2014). Audit Forensik Terhadap Pengelolaan dan
Pertanggungjawaban Keuangan Negara (Studi Kasus Pada Badan Pemeriksa
Keuangan RI). Jurnal Magister Akuntansi Trisakti, 1(1), 89-108.
Nadifa, H. T. (2017). Analisis Dampak Kelebihan Setoran Pelimpahan Pajak Oleh Bank Ke
Rekening Kas Umum Negara (RKUN) Di Kantor Pelayanan Perbendaharaan Negara
Surabaya II (Doctoral dissertation, STIE Perbanas Surabaya).
Widoyoko, J. D. (2018). Politik, patronase dan pengadaan: Studi kasus korupsi proyek
Wisma Atlet. Integritas: Jurnal Antikorupsi, 4(2), 1-23.
33