Anda di halaman 1dari 28

MAKALAH

ADMINISTRASI KEUANGAN DAERAH

NAMA : MEGALIA TRISNAWATY


SEMESTER : LIMA
TUGAS UTS : ADM KEUANGAN
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur senantiasa terpanjatkan ke Hadirat-Nya, atas berkat,


rahmat, dan bimbingan-Nya, penulis telah dapat menyelesaikan Tugas ini.
Penulis menyadari bahwa selama dalam penyusunan tugas ini penulis
banyak mendapatkan bantuan dan dorongan baik moril maupun materil dari
berbagai pihak, semoga Tuhan melipat gandakan kebaikannya. Pada
kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih sedalam-dalamnya dan
sekaligus penghargaan kepada semua pihak yang telah membantu
terselesaikannya tugas ini.

Penulis menyadari bahwa dalam penyusunan tugas masih banyak


kekurangan baik dari segi cara penulisan maupun materi kajiannya. Untuk itu
penulis mengharapkan saran dan kritik ataupun masukan yang bersifat
membangun untuk perbaikan tugas kedepan.

Akhir kata, semoga tugas ini dapat bermanfaat bagi para pembaca dan
semua pihak dan semoga Allah SWT senantiasa memberikan petunjuk, ilmu
yang bermanfaat, serta ridha-Nya kepada kita. Amin Ya Rabbal ‘aalamin.

Selong, Desember 2013

Penulis
DAFTAR ISI

Halaman
KATA PENGANTAR.................................................................................... i
DAFTAR ISI................................................................................................... ii

BAB I PENDAHULUAN .............................................................................. 1


1.1. Latar Belakang ...................................................................... 1
1.2. Perumusan Masalah ........................................................... 2
1.3. Landasan Teori ................................................................ 3

BAB II PEMBAHASAN ............................................................................... 4


2.1. Pengertian Keuangan Daerah.............................................. 4
2.1.1. Sistem Informasi Keuangan Daerah ....................... 5
2.2. Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD)....... 6
2.2.1. Fungsi-Fungsi Anggaran Daerah.............................. 7
2.2.2. Prinsip-Prinsip Anggaran Daerah.............................. 8
2.2.3 Struktur Anggaran Pendapatan dan Belanja
Daerah........................................................................... 9
2.3. Penyusunan Anggaran Pendapatan dan Belanja
Daerah (APBD)........................................................................ 10
2.3.1. Tahap Persiapan dan Penyusunan Anggaran
(Budget Preparation).................................................... 10
2.3.2. Tahap Ratifikasi Anggaran......................................... 11
2.3.3. Tahap Pelaksanaa Anggaran (Budget
Implementation)............................................................ 11
2.3.4. Tahap Pelaporan dan Evaluasi Anggaran.............. 12

2.4. Pelaksanaan, Penatausahaan APBD................................. 13


2.4.1. Pelaksanaan APBD..................................................... 13
2.4.2. Penatausahaan Keuangan Daerah......................... 16
2.5. Akuntansi Keuangan Daerah............................................... 17
2.6. Pengelolaan dan Pertanggungjawaban Keuangan
Daerah ...................................................................................... 21
2.7. Tuntutan Perbendaharaan dan Tuntutan Ganti Rugi...... 21
2.7.1. Penyelesaian Kerugian Daerah................................ 22
2.7.2. Pengenaan Ganti Kerugian Negara/Daerah.......... 23
2.8. Tata Cara Penyelesaian Kerugian Keuangan Daerah..... 24

BAB III KESIMPULAN................................................................................. 25


BAB I
PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Indikasi keberhasilan otonomi daerah adalah adanya peningkatan


pelayanan dan kesejahteraan masyarakat yang semakin baik, kehidupan
demokrasi yang semakin maju, keadilan, pemerataan, serta adanya hubungan
yang serasi antara pusat dan daerah serta antar daerah. Keadaan tersebut
hanya akan tercapai apabila daerah dapat mengelola pemerintahannya dengan
diantaranya adalah Administrasi Keuangan. Sistem pengelolaan Keuangan
yang baik akan memberikan manfaat pada efektivitas pelayanan public dengan
pemberian pelayanan yang tepat sasaran, meningkatkan mutu pelayanan
publik, biaya pelayanan yang murah karena hilangnya inefisiensi dan
penghematan dalam penggunaan resources, alokasi belanja yang lebih
berorientasi pada kepentingan publik, dan meningkatkan public costs
awareness sebagai akar pelaksanaan pertanggung jawaban publik.

Pemberian otonomi yang luas dan desentralisasi yang sekarang ini


dinikmati pemeirntah daerah Kabupaten dan Kota, memberikan jalan bagi
pemerintah daerah untuk melakukan pembaharuan dalam sistem pengelolaan
keuangan daerah dan anggaran daerah. Kemunculan UU No. 22 dan 25 tahun
1999 telah melahirkan paradigma baru dalam pengelolaan keuangan daerah
dan anggaran daerah. Dalam pengelolaan keuangan daerah, paradigma baru
tersebut berupa tuntutan untuk melakukan pengelolaan keuangan daerah yang
berorientasi pada kepentingan publik (public oriented). Hal tersebut meliputi
tuntutan kepada pemerintah daerah untuk membuat laporan keuangan dan
transparansi informasi anggaran kepada publik.
1.2. Perumusan Masalah

Belajar dari pengalaman internasional, pelaksanaan otonomi daerah


tidak selalu harus dibiayai oleh pendapatan yang berasal dari daerah itu sendiri.
Namun, secara pasti dapat dikatakan bahwa apabila semakin maju industri
suatu negara maka pelaksanaan demokrasi akan semakin baik.
Penyelenggaraan pemerintahan yang semakin demokratis akan tercermin
dalam pelaksanaan otonomi daerah yang semakin besar. Pelaksanaan otonomi
yang semakin besar tersebut dari aspek keuangan tercermin dari expenditure
ratio yang cenderung semakin besar. Dengan demikian, keberhasilan
pelaksanaan otonomi daerah dalam suatu negara tidak selalu harus diukur dari
besarnya peranan PAD untuk membiayai seluruh aktivitas pemerintahan
daerah.

Sejalan dengan pelaksanaan desentralisasi fiskal, kebijakan di bidang


pajak daerah dan retribusi daerah (PDRD) juga perlu diatur dengan Undang-
undang sesuai dengan amanat UUD 1945. Untuk menghindari high cost
economy, telah diterbitkan UU Nomor 18 Tahun 1997 tentang PDRD, kemudian
sejalan dengan pelaksanaan otonomi daerah, telah direvisi dengan UU Nomor
34 Tahun 2000 tentag PDRD. Prinsip-prinsip yang dianut dalam UU 34/2000
bukan berarti dimaksudkan untuk menghambat pelaksanaan otonomi daerah
tetapi implementasi sistem perpajakan dan retribusi yang baik dan bersifat
universal.

Sesuai dengan UU 25/1999, perimbangan Keuangan antara Pusat dan


Daerah dilakukan melalui Dana Perimbangan (DP) yang terdiri dari:
a) Bagian Daerah dari penerimaan Pajak Bumi dan Bangunan (PBB), Bea
Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan (BPHTB), Pajak Penghasilan
(PPh) Perseorangan, dan Sumber Daya Alam (SDA);
b) Dana Alokasi Umum (DAU);
c) Dana Alokasi Khusus(DAK).
Pelaksanaan otonomi Daerah secara efektif telah dimulai sejak Januari
2001. Dari sisi keuangan negara hal tersebut telah membawa konsekuensi
kepada perubahan peta pengelolaan fiskal yang cukup mendasar.
Sebagaimana diketahui dalam APBN tahun 2001, total dana yang didaerahkan
melalui Dana Perimbangan (DP) adalah sebesar Rp81,67 triliun.

Pembayaran tunggakan pinjaman Pemda dan BUMD pada dasarnya


merupakan kewajiban daerah sebagai pihak yang memperoleh manfaat dari
pinjaman tersebut.

1.2. Landasan Teori

Adapun tujuan dari penulisan makalah ini adalah :


1. Menjelaskan pengertian administrasi keuangan daerah, hubungan
keuangan daerah dengan keuangan pusat, serta pengurusan keuangan
daerah
2. Menjelaskan pengertian APBD, fungsi dan prinsip anggaran daerah,
struktur APBD, sumber-sumber penerimaan daerah, belanja daerah,
serta pembiayaan daerah
3. Memahami siklus anggaran, khususnya proses penyusunan APBD,
mulai dari penyusunan rancangan hingga penetapan APBD
4. Memahami proses pelaksanaan, penatausahaan, pelaporan dan
pertanggungjawaban APBD
5. Menjelaskan pengertian penggantian kerugian daerah.
BAB II
PEMBAHASAN

2.1. Pengertian Keuangan Daerah

Pengertian keuangan daerah sebagaimana dimuat dalam penjelasan


pasal 156 ayat 1 Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan
Daerah adalah sebagai berikut :
“Keuangan daerah adalah semua hak dan kewajiban daerah yang dapat dinilai
dengan uang dan segala sesuatu berupa uang dan barang yang dapat
dijadikan milik daerah yang berhubungan dengan pelaksanaan hak dan
kewajiban tersebut”.

Menurut UU No. 17 tahun 2003 Keuangan Daerah/Negara adalah semua


dan kewajiban Daerah/Negara yang dapat dinilai dengan uang, serta segala
sesuatu baik berupa uang maupun berupa barang yang dapay dijadikan milik
negara/daerah berhubungan dengan pelaksanaan hak dan kewajiban tersebut.
Adapun ruang lingkup keuangan daerah meliputi:
1. hak daerah untuk memungut pajak daerah dan retribusi daerah serta
melakukan pinjaman;
2. kewajiban daerah untuk menyelenggarakan urusan pemerintahan daerah
dan membayar tagihan pihak ketiga;
3. penerimaan daerah;
4. pengeluaran daerah;
5. kekayaan daerah yang dikelola sendiri atau oleh pihak lain berupa uang,
surat berharga, piutang, barang, serta hak-hak lain yang dapat dinilai
dengan uang, termasuk kekayaan yang dipisahkan pada perusahaan
daerah; dan
6. kekayaan pihak lain yang dikuasai oleh pemerintah daerah dalam
penyelenggaraan tugas pemerintahan daerah dan/atau kepentingan umum.
Rangka
2.1.1. Sistem Informasi Keuangan Daerah

Sistem Informasi Keuangan Daerah (SIKD) adalah suatu fasilitas yang


diselenggarakan oleh Menteri Keuangan untuk mengumpulkan, melakukan
validasi, mengolah, menganalisis data, dan menyediakan informasi keuangan
daerah dalam rangka merumuskan kebijakan dalam pembagian dana
perimbangan, evaluasi kinerja keuangan daerah, penyusunan Rancangan
Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (RAPBN) serta memenuhi
kebutuhan lain, seperti statistik keuangan negara.

SIKD ini diselenggarakan oleh pemerintah pusat. Sumber informasi bagi


sistem informasi keuangan daerah terutama adalah laporan informasi APBD
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 24 ayat (1) UU Nomor 25 Tahun 1999,
yaitu: informasi mengenai pengelolaan keuangan daerah dan informasi
mengenai kinerja keuangan daerah dari segi efisiensi dan efektivitas keuangan
dalam rangka desentralisasi.
Tujuan penyelenggaraan SIKD adalah:
a. membantu Menteri Keuangan dalam merumuskan kebijakan keuangan
daerah;
b. membantu menyediakan data dan informasi kepada Sekretariat Bidang
Perimbangan Keuangan Pusat dan Daerah (PKPD) pacla Dewan
Pertimbangan Otonomi Daerah;
c. membantu Menteri Keuangan dan instansi terkait IainnYa dalam melakukan
evaluasi kinerja keuangan daerah, penyusunan RAPBN, dan kebutuhan lain
seperti statistik keuangan negara;
d. membantu pemerintah daerah dalam menetapkan kebijakar keuangan dan
menyusun Rancangan Anggaran Pendapatan dar Belanja Daerah
(RAPBD), pemerintahan, dan pembangunan di Daerah.
2.2. Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD)

Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah selanjutnya disingkat APBD


adalah suatu rencana keuangan tahunan pemerintah daerah yang disetujui oleh
Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (UU No. 17 Tahun 2003 pasal 1 butir 8
tentang Keuangan Negara). Semua Penerimaan Daerah dan Pengeluaran
Daerah harus dicatat dan dikelola dalam APBD. Penerimaan dan pengeluaran
daerah tersebut adalah dalam rangka pelaksanaan tugas-tugas desentralisasi.

Sedangkan penerimaan dan pengeluaran yang berkaitan dengan


pelaksanaan Dekonsentrasi atau Tugas Pembantuan tidak dicatat dalam
APBD. APBD merupakan dasar pengelolaan keuangan daerah dalam satu
tahun anggaran. APBD merupakan rencana pelaksanaan semua Pendapatan
Daerah dan semua Belanja Daerah dalam rangka pelaksanaan Desentralisasi
dalam tahun anggaran tertentu. Pemungutan semua penerimaan Daerah
bertujuan untuk memenuhi target yang ditetapkan dalam APBD. Demikian pula
semua pengeluaran daerah dan ikatan yang membebani daerah dalam rangka
pelaksanaan desentralisasi dilakukan sesuai jumlah dan sasaran yang
ditetapkan dalam APBD. Karena APBD merupakan dasar pengelolaan
keuangan daerah, maka APBD menjadi dasar pula bagi kegiatan pengendalian,
pemeriksaan dan pengawasan keuangan daerah.

2.2.1. Fungsi-Fungsi Anggaran Daerah

Berbagai fungsi APBN/APBD sesuai dengan ketentuan dalam Pasal 3


ayat (4) UU No. 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara, yaitu :
1. Fungsi Otorisasi
Anggaran daerah merupakan dasar untuk melaksanakan pendapatan dan
belanja pada tahun yang bersangkutan.
2. Fungsi Perencanaan
Anggaran daerah merupakan pedoman bagi manajemen dalam
merencanakan kegiatan pada tahun yang bersangkutan.
3. Fungsi Pengawasan
Anggaran daerah menjadi pedoman untuk menilai apakah kegiatan
penyelenggaraan pemerintah daerah sesuai dengan ketentuan yang telah
ditetapkan.
4. Fungsi Alokasi
Anggaran daerah diarahkan untuk mengurangi pengangguran dan
pemborosan sumber daya, serta meningkatkan efisiensi dan efektivitas
perekonomian.
5. Fungsi Distribusi
Anggaran daerah harus mengandung arti/ memperhatikan rasa keadilan dan
kepatutan
6. Fungsi Stabilisasi
Anggaran daerah harus mengandung arti/ harus menjadi alat untuk
memelihara dan mengupayakan keseimbangan fundamental perekonomian.

2.2.2. Prinsip-Prinsip Anggaran Daerah


Prinsip-prinsip dasar (azas) yang berlaku di bidang pengelolaan
Anggaran Daerah yang berlaku juga dalam pengelolaan Anggaran Negara /
Daerah sebagaimana bunyi penjelasan dalam Undang Undang No. 17 Tahun
2003 tentang Keuangan Negara dan Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2004
tentang Perbendaharaan Negara, yaitu :

1. Kesatuan
Azas ini menghendaki agar semua Pendapatan dan Belanja Negara/Daerah
disajikan dalam satu dokumen anggaran.
2. Universalitas
Azas ini mengharuskan agar setiap transaksi keuangan ditampilkan secara utuh
dalam dokumen anggaran.
3. Tahunan
Azas ini membatasi masa berlakunya anggaran untuk suatu tahun tertentu
4. Spesialitas
Azas ini mewajibkan agar kredit anggaran yang disediakan terinci secara jelas
peruntukannya.
5. Akrual
Azas ini menghendaki anggaran suatu tahun anggaran dibebani untuk
pengeluaran yang seharusnya dibayar, atau menguntungkan anggaran untuk
penerimaan yang seharusnya diterima, walaupun sebenarnya belum dibayar
atau belum diterima pada kas
6. Kas
Azas ini menghendaki anggaran suatu tahun anggaran dibebani pada saat
terjadi pengeluaran/ penerimaan uang dari/ ke Kas Daerah Ketentuan
mengenai pengakuan dan pengukuran pendapatan dan belanja berbasis akrual
sebagaimana dimaksud dalam pasal 1 angka 13, 14, 15 dan 16 dalam UU
Nomor 17 Tahun 2003, dilaksanakan selambatlambatnya dalam 5 (lima) tahun.
Selama pengakuan dan pengukuran pendapatan dan belanja berbasis akrual
belum dilaksanakan, digunakan pengakuan dan pengukuran berbasis kas.

2.2.3 Struktur Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah


Struktur APBD merupakan satu kesatuan yang terdiri dari:

1. Pendapatan Daerah
Pendapatan daerah meliputi semua penerimaan uang melalui Rekening
Kas Umum Daerah, yang menambah ekuitas dana lancar, yang merupakan hak
daerah dalam satu tahun anggaran yang tidak perlu dibayar kembali oleh
Daerah.
Pendapatan daerah terdiri atas:
a. Pendapatan Asli Daerah (PAD);
b. Dana Perimbangan; dan
c. Lain-lain pendapatan daerah yang sah.

Pendapatan daerah, selain PAD dan Dana Perimbangan, adalah Lain-


lain Pendapatan Daerah yang Sah yang meliputi hibah, dana darurat, dan lain-
lain pendapatan yang ditetapkan oleh pemerintah. Hibah yang merupakan
bagian dari Lain-lain Pendapatan Daerah yang Sah merupakan bantuan berupa
uang, barang, dan/atau jasa yang berasal dari pemerintah, masyarakat, dan
badan usaha dalam negeri atau luar negeri yang tidak mengikat.

2. Belanja Daerah
Komponen berikutnya dari APBD adalah Belanja Daerah. Belanja daerah
meliputi semua pengeluaran dari Rekening Kas Umum Daerah yang
mengurangi ekuitas dana lancar, yang merupakan kewajiban daerah dalam
satu tahun anggaran yang tidak akan diperoleh pembayarannya kembali oleh
Daerah. Belanja daerah dipergunakan dalam rangka pelaksanaan urusan
pemerintahan yang menjadi kewenangan provinsi atau kabupaten/kota yang
terdiri dari urusan wajib dan urusan pilihan yang ditetapkan dengan ketentuan
perundang-undangan.

Belanja daerah diklasifikasikan menurut organisasi, fungsi, program dan


kegiatan, serta jenis belanja. Klasifikasi belanja menurut organisasi disesuaikan
dengan susunan organisasi pemerintahan daerah.

2.3. Penyusunan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD)


APBD merupakan dasar pengelolaan keuangan daerah dalam masa 1
(satu) tahun anggaran terhitung mulai tanggal 1 Januari sampai dengan tanggal
31 Desember. APBD disusun sesuai dengan kebutuhan penyelenggaraan
pemerintahan dan kemampuan pendapatan daerah. Dalam pelaksanaan tugas-
tugas pemerintahan, pemerintah melaksanakan kegiatan keuangan dalam
siklus pengelolaan anggaran.
Pada dasarnya, siklus anggaran terdiri atas empat tahap, yaitu:
1. Tahap persiapan dan penyusunan anggaran;
2. Tahap ratifikasi;
3. Tahap implementasi; dan
4. Tahap pelaporan dan evaluasi.

2.3.1. Tahap Persiapan dan Penyusunan Anggaran (Budget Preparation)

Pada tahap persiapan dan penysuunan anggaran dilakukan taksiran


pengeluaran atas dasar taksiran pendapatan yang tersedia. Terkait dengan
masalah tersebut, yang perlu diperhatikan adalah sebelum menyetujui taksiran
pengeluaran, hendaknya terlebih dahulku dilakukan penaksiran pendapatan
secara lebih akurat. Selain itu, harus disadari adanya masalah yang cukup
berbahaya jika anggaran pendapatan diestimasi pada saat bersamaan dengan
pembuatan keputusan tentang anggaran pengeluaran.

Dalam persoalan estimasi, yang perlu mendapat perhatian adalah


terdapatnya faktor “uncertainty” (tingkat ketidakpastian) yang cukup tinggi. Oleh
sebab itu manajer keuangan publik harus memahami betul dalam menentukan
besarnya suatu mata anggaran. Besarnya suatu mata anggaran sangat
tergantung pada teknik dan sistem anggaran yang digunakan. Besarnya mata
anggaran pada suatu anggaran yang menggunakan “line-item budgeting”. Akan
berbeda pada “performance budgeting”, “input-output budgeting”, “program
budgeting”, atau “zero based budgeting”.

2.3.2. Tahap Ratifikasi Anggaran

Tahap berikutnya, adalah budget ratification. Tahap ini merupakan


tahap yang melibatkan proses politik yang cukup rumit dan cukup berat.
Pimpinan eksekutif (kepala daerah) dituntut tidak hanya memiliki “managerial
skill” namun juga harus mempunyai “political skill”, “salesmanship”, dan
“coalition building” yang memadai, integritas dan kesiapan mental yang tinggi
dan eksekutif sangat penting dalam tahap ini. Hal tersebut penting karena
dalam tahap ini pimpinan eksekutif harus mempunyai kemampuan untuk
menjawab dan memberikan argumentasi yang rasional atas segala pertanyaan-
pertanyaan dan bantahan-bantahan dari pihak legislatif.

2.3.3. Tahap Pelaksanaa Anggaran (Budget Implementation)

Setelah anggaran disetujui oleh legislatif, tahap berikutnya adalah


pelaksanaan anggaran. Dalam tahap ini, hal terpenting yang harus diperhatikan
oleh manajer keuangan publik adalah dimilikinya sistem (informasi) akuntansi
dan sistem pengendalian manajemen. Manajer keuangan publik dalam hal ini
bertanggung jawab untuk menciptakan sistem akuntansi yang memadai dan
handal untuk perencanaan dan pengendalian anggaran yang telah disepakati,
dan bahkan dapat diandalkan untuk tahap penyusunan anggaran periode
berikutnya. Sistem akuntansi yang digunakan hendaknya juga mendukung
pengendalian anggaran.

2.3.4. Tahap Pelaporan dan Evaluasi Anggaran

Tahap terakhir dari siklus anggaran asalah pelaporan dan evaluasi


anggaran. Tahap persiapan, ratifikasi, dan implementasi anggaran terkait
dengan aspek operasional anggaran, sedangkan tahap pelaporan dan evaluasi
terkait dengan aspek akuntabilitas. Apabila pada tahap implementasi telah
didukung dengan sistem akuntansi dan sistem pengendalian manajemen yang
baik, maka pada tahap pelaporan dan evaluasi anggaran biasanya tidak akan
menemui banyak masalah.

Penyusunan APBD berpedoman kepada Rencana Kerja Pemerintah


Daerah dalam rangka mewujudkan pelayanan kepada masyarakat untuk
tercapainya tujuan bernegara. APBD, perubahan APBD, dan
pertanggungjawaban pelaksanaan APBD ditetapkan setiap tahun dengan
peraturan daerah. Dalam menyusun APBD, penganggaran pengeluaran harus
didukung dengan adanya kepastian atas tersedianya penerimaan dalam jumlah
yang cukup. Pendapatan, belanja dan pembiayaan daerah Pada akhir
pemelajaran ini peserta dapat memahami siklus anggaran, khususnya proses
penyusunan APBD, mulai dari penyusunan rancangan hingga penetapan
APBD.

Pemerintah Daerah perlu menyusun APBD untuk menjamin kecukupan


dana dalam menyelenggarakan urusan pemerintahannya. Karena itu, perlu
diperhatikan kesesuaian antara kewenangan pemerintahan dan sumber
pendanaannya. Pengaturan kesesuaian kewenangan dengan pendanaannya
adalah sebagai berikut:
1. Penyelenggaraan urusan pemerintahan yang menjadi kewenangan daerah
didanai dari dan atas beban APBD.
2. Penyelenggaraan urusan pemerintahan yang menjadi kewenangan
pemerintah pusat di daerah didanai dari dan atas beban APBN.
3. Penyelenggaraan urusan pemerintahan provinsi yang penugasannya
dilimpahkan kepada kabupaten/kota dan/atau desa, didanai dari dan atas
beban APBD provinsi.
4. Penyelenggaraan urusan pemerintahan kabupaten/kota yang penugasannya
dilimpahkan kepada desa, didanai dari dan atas beban APBD
kabupaten/kota.

Seluruh penerimaan dan pengeluaran pemerintahan daerah baik dalam


bentuk uang, barang dan/atau jasa pada tahun anggaran yang berkenaan
harus dianggarkan dalam APBD. Penganggaran penerimaan dan pengeluaran
APBD harus memiliki dasar hukum penganggaran. Anggaran belanja daerah
diprioritaskan untuk melaksanakan kewajiban pemerintahan daerah
sebagaimana ditetapkan dalam peraturan perundang-undangan.
2.4. Pelaksanaan, Penatausahaan APBD
2.4.1. Pelaksanaan APBD

Semua penerimaan daerah dan pengeluaran daerah dalam rangka


pelaksanaan urusan pemerintahan daerah dikelola dalam APBD.
Pelaksanaan APBD meliputi pelaksanaan anggaran pendapatan,
belanja, dan pembiayaan. Penjelasan berikut ini didasarkan pada Peraturan
Pemerintah No. 58 Tahun 2005 tentang Pengelolaan Keuangan Daerah.

Pengeluaran dapat dilakukan jika dalam keadaan darurat, yang


selanjutnya diusulkan dalam rancangan perubahan APBD dan/atau
disampaikan dalam laporan realisasi anggaran. Kriteria keadaan darurat
ditetapkan sesuai dengan peraturan perundang-undangan.

Pelaksanaan Anggaran oleh Kepala SKPD dilaksanakan setelah


Dokumen Pelaksanaan Anggaran SKPD (DPA-SKPD) ditetapkan oleh PPKD
dengan persetujuan Sekretaris Daerah. Proses penetapan DPA-SKPD adalah
sebagai berikut. APBD ditetapkan, memberitahukan kepada semua kepala
SKPD agar menyusun rancangan DPA-SKPD.

Setiap SKPD yang mempunyai tugas memungut dan/atau menerima


pendapatan daerah wajib melaksanakan pemungutan dan/atau penerimaan
berdasarkan ketentuan yang ditetapkan dalam peraturan perundang-undangan.
Penerimaan SKPD dilarang digunakan langsung untuk membiayai pengeluaran,
kecuali ditentukan lain oleh peraturan perundang-undangan. Penerimaan SKPD
berupa uang atau cek harus disetor ke rekening kas umum daerah paling lama
1(satu) hari kerja oleh Bendahara Penerimaan dengan didukung oleh bukti
yang lengkap.

Semua penerimaan daerah dilakukan melalui rekening kas umum


daerah. SKPD dilarang melakukan pungutan selain dari yang ditetapkan dalam
peraturan daerah. SKPD yang mempunyai tugas memungut dan/atau
menerima dan/atau kegiatannya berdampak pada penerimaan daerah wajib
mengintensifkan pemungutan dan penerimaan tersebut.

Semua penerimaan daerah apabila berbentuk uang harus segera disetor


ke kas umum daerah dan berbentuk barang menjadi milik/asset daerah yang
dicatat sebagai inventaris daerah. Pengembalian atas kelebihan pajak, retribusi,
pengembalian tuntutan ganti rugi dan sejenisnya dilakukan dengan
membebankan pada rekening penerimaan yang bersangkutan untuk
pengembalian penerimaan yang terjadi dalam tahun yang sama. Untuk
pengembalian kelebihan penerimaan yang terjadi pada tahun-tahun
sebelumnya dibebankan pada rekening belanja tidak terduga. Jumlah belanja
yang dianggarkan dalam APBD merupakan batas tertinggi untuk setiap
pengeluaran belanja. Pengeluaran tidak dapat dibebankan pada anggaran
belanja jika untuk pengeluaran tersebut tidak tersedia atau tidak cukup tersedia
dalam APBD. Setiap SKPD dilarang melakukan pengeluaran atas beban
anggaran daerah untuk tujuan lain dari yang telah ditetapkan dalam APBD.
Pengeluaran belanja daerah menggunakan prinsip hemat, tidak mewah, efektif,
efisien dan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

Setiap pengeluaran harus didukung oleh bukti yang lengkap dan sah
mengenai hak yang diperoleh oleh pihak yang menagih. Pengeluaran kas yang
mengakibatkan beban APBD tidak dapat dilakukan sebelum rancangan
peraturan daerah tentang APBD ditetapkan dan ditempatkan dalam lembaran
daerah. Pengeluaran kas tersebut tidak termasuk belanja yang bersifat
mengikat dan belanja yang bersifat wajib.

Pembayaran atas beban APBD dapat dilakukan berdasarkan Surat


Penyediaan Dana (SPD), atau Dokumen Pelaksanaan Anggaran SKPD (DPA-
SKPD), atau dokumen lain yang dipersamakan dengan SPD. Khusus untuk
biaya pegawai diatur bahwa gaji pegawai negeri sipil daerah dibebankan dalam
APBD. Pemerintah daerah dapat memberikan tambahan penghasilan kepada
pegawai negeri sipil daerah berdasarkan pertimbangan yang obyektif dengan
memperhatikan kemampuan keuangan daerah dan memperoleh persetujuan
DPRD sesuai dengan ketentuan peraturan perundangundangan.

Pengelolaan anggaran pembiayaan daerah dilakukan oleh Pejabat


Pengelola Keuangan Daerah (PPKD). Semua penerimaan dan pengeluaraan
pembiayaan daerah dilakukan melalui Rekening Kas Umum Daerah.

Untuk pencairan dana cadangan, pemindahbukuan dari rekening dana


cadangan ke Rekening Kas Umum Daerah dilakukan berdasarkan rencana
pelaksanaan kegiatan, setelah jumlah dana cadangan yang ditetapkan
berdasarkan peraturan daerah tentang pembentukan dana cadangan yang
berkenaan mencukupi. Pemindahbukuan tersebut paling tinggi sejumlah pagu
dana cadangan yang akan digunakan untuk mendanai pelaksanaan kegiatan
dalam tahun anggaran berkenaan sesuai dengan yang ditetapkan dalam
peraturan daerah tentang pembentukan dana cadangan. Pemindahbukuan dari
rekening dana cadangan ke rekening kas umum daerah tersebut dilakukan
dengan surat perintah pemindahbukuan oleh kuasa BUD atas persetujuan
PPKD.

Penjualan kekayaan milik daerah yang dipisahkan dilakukan sesuai


dengan ketentuan perundang-undangan. Pencatatan penerimaan atas
penjualan kekayaan daerah didasarkan pada bukti penerimaan yang sah.
Penerimaan pinjaman daerah didasarkan pada jumlah pinjaman yang akan
diterima dalam tahun anggaran yang bersangkutan sesuai dengan yang
ditetapkan dalam perjanjian pinjaman berkenaan. Penerimaan pinjaman dalam
bentuk mata uang asing dibukukan dalam nilai rupiah. Penerimaan kembali
pemberian pinjaman daerah didasarkan pada perjanjian pemberian pinjaman
daerah sebelumnya, untuk kesesuaian pengembalian pokok pinjaman dan
kewajiban lainnya yang menjadi tanggungan pihak peminjam.

Pelaksanaan pengeluaran pembiayaan mencakup pelaksanaan


pembentukan dana cadangan, penyertaan modal, pembayaran pokok utang,
dan pemberian pinjaman daerah. Jumlah pendapatan daerah yang disisihkan
untuk pembentukan dana cadangan dalam tahun anggaran bersangkutan
sesuai dengan jumlah yang ditetapkan dalam peraturan daerah.
Pemindahbukuan jumlah pendapatan daerah yang disisihkan yang ditransfer
dari rekening kas umum daerah ke rekening dana cadangan dilakukan dengan
surat perintah pemindahbukuan oleh kuasa BUD atas persetujuan PPKD.

2.4.2. Penatausahaan Keuangan Daerah

Pengguna anggaran/kuasa pengguna anggaran, bendahara penerimaan,


bendahara pengeluaran dan orang atau badan yang menerima atau menguasai
uang/barang/kekayaan daerah wajib menyelenggarakan penatausahaan sesuai
dengan peraturan perundang-undangan.

Penerimaan daerah disetor ke rekening kas umum daerah pada bank


pemerintah yang ditunjuk dan dianggap sah setelah kuasa BUD menerima nota
kredit.

Bendahara penerimaan wajib menyelenggarakan penatausahaan


terhadap seluruh penerimaan dan penyetoran atas penerimaan yang menjadi
tanggung jawabnya. Bendahara penerimaan pada SKPD wajib
mempertanggungjawabkan secara administratif atas pengelolaan uang yang
menjadi tanggung jawabnya dengan menyampaikan laporan
pertanggungjawaban penerimaan kepada pengguna anggaran/kuasa pengguna
anggaran melalui PPK-SKPD paling lambat tanggal 10 bulan berikutnya.
Disamping pertanggungjawaban secara administratif, Bendahara penerimaan
pada SKPD wajib mempertanggung jawabkan secara fungsional atas
pengelolaan uang yang menjadi tanggung jawabnya dengan menyampaikan
laporan pertanggungjawaban penerimaan kepada PPKD selaku BUD paling
lambat tanggal 10 bulan berikutnya.
2.5. Akuntansi Keuangan Daerah
Pelaksanaan otonomi daerah yang mendukung efisiensi penggunaan
keuangan negara dapat dilihat dari sisi pelaksanaan fungsi pelayanan
pemerintahan yang bersifat lokal. Sebelum otonomi daerah dilaksanakan,
fungsi pemerintahan yang bersifat lokal (seperti pembangunan prasarana yang
manfaatnya hanya bersifat lokal) sering dikelola oleh instansi Pusat. Hal ini
sering memberikan dampak biaya yang relatif lebih besar daripada apabila
fungsi tersebut dilaksanakan oleh Pemda.

Konsep good governance di bidang dana perimbangan sebagaimana


diatur melalui PP Nomor 104 Tahun 2000 paling tidak dapat dilihat dalam
proses pengambilan keputusannya. Perumusan alokasi dana perimbangan
telah melibatkan pihak universitas/pakar, kemudian sebelum ditetapkan dengan
Keppres, setelah terlebih dahulu mendapat persetujuan dari DPOD yang
mayoritas anggotanya berasal dari Pemda. Kemudian selanjutnya produk dari
keputusan tersebut dapat diketahui semua lapisan masyarakat.

Implementasi prinsip-prinsip good governance pengelolaan keuangan


daerah dalam kaitannya dengan kebijakan desentralisasi fiskal telah diatur
dalam PP 105/2000 tentang Pengelolaan dan Pertanggungjawaban Keuangan
Daerah sebagai derivasi atau penjelasan lebih lajut dari UU 25/1999. PP
tersebut telah mengatur secara tegas mengenai pengelolaan keuangan daerah,
yaitu :
• Pengaturan : Pokok-pokok pengelolaan keuangan daerah ditetapkan dengan
Peraturan Daerah, sedangkan mengenai sistem dan prosedurnya
(penatausahaan) diatur dengan peraturan kepala daerah;
• Perencanaan : Penganggaran berdasarkan pendekatan kinerja. Ke depan
penganggaran harus diarahkan pada unified budget, sehingga tidak akan
ada lagi dikhotomi antara anggaran rutin dan pembangunan yang selama ini
sering tumpang tindih.
• Pelaksanaan : Penatausahaan berdasarkan standar akuntansi keuangan
pemerintah daerah yang berlaku. Selama ini, pencatatan keuangan daerah
bersifat pembukuan tunggal (single entry) dan berbasis kas (cash basis). Ke
depan akan di arahkan pada pembukuan berpasangan (double entry) dan
secara bertahap akan mengarah pada basis akrual (acrual basis).
• Pertanggungjawaban : Pertanggungjawaban keuangan kepala daerah terdiri
dari Perhitungan APBD, Nota Perhitungan APBD, Laporan Aliran Kas, dan
Neraca.

Selanjutnya PP 11/2001 tentang Informasi Keuangan Daerah yang


merupakan produk hukum lain yang diamanatkan oleh UU 25/1999,
menyatakan perlunya suatu sistem informasi keuangan daerah. Sebagai
dokumen publik informasi tentang keuangan daerah dapat diketahui oleh
masyarakat secara terbuka. Untuk memudahkan masyarakat mendapatkan
informasi mengenai penggunaan dana yang diperoleh dari masyarakat melalui
pajak dan retribusi, perlu adanya suatu sistem informasi keuangan daerah
(SIKD). Melalui SIKD, informasi tidak lagi ditujukan hanya untuk konsumsi lokal
dan nasional, tetapi sudah menjadi kebutuhan dan tuntutan internasional
sebagaimana dijabarkan dalam Government Financial Statistics (GFS) yang
dikeluarkan oleh International Monetary Fund (IMF) dimana Indonesia juga
sebagai salah satu anggota

Untuk melakukan penyusunan laporan keuangan, Pemerintah daerah


menyusun sistem akuntansi pemerintah daerah yang mengacu kepada standar
akuntansi pemerintahan. Sistem akuntansi pemerintah daerah dilaksanakan
oleh Satuan Kerja Pengelola Keuangan Daerah (SKPKD) sebagai entitas
pelaporan dan Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD) sebagai entitas
akuntansi.

Sistem akuntansi pemerintahan daerah meliputi serangkaian prosedur


mulai dari proses pengumpulan data, pencatatan, pengikhtisaran, sampai
dengan pelaporan keuangan dalam rangka pertanggungjawaban pelaksanaan
APBD yang dapat dilakukan secara manual atau menggunakan aplikasi
komputer. Proses tersebut didokumentasikan dalam bentuk buku jurnal dan
buku besar, dan apabila diperlukan ditambah dengan buku besar pembantu.

Sistem akuntansi pemerintahan daerah sekurang-kurangnya meliputi:


1. prosedur akuntansi penerimaan kas;
2. prosedur akuntansi pengeluaran kas;
3. prosedur akuntansi aset tetap/barang milik daerah; dan
4. prosedur akuntansi selain kas.

Sistem akuntansi pemerintahan daerah disusun dengan berpedoman


pada prinsip pengendalian intern sesuai dengan peraturan pemerintah yang
mengatur tentang pengendalian internal dan peraturan pemerintah tentang
standar akuntansi pemerintahan. Sistem akuntansi pemerintahan daerah
dilaksanakan oleh PPKD. Sistem akuntansi SKPD dilaksanakan oleh
PPKSKPD. PPK-SKPD mengkoordinasikan pelaksanaan sistem dan prosedur
penatausahaan bendahara penerimaan dan bendahara pengeluaran.

Dalam rangka pertanggungjawaban pelaksanaan APBD, entitas


pelaporan menyusun laporan keuangan yang meliputi:
1. laporan realisasi anggaran;
2. neraca;
3. laporan arus kas; dan
4. catatan atas laporan keuangan.

Dalam rangka pertanggungjawaban pelaksanaan APBD, entitas


akuntansi menyusun laporan keuangan yang meliputi:
1. laporan realisasi anggaran;
2. neraca; dan
3. catatan atas laporan keuangan.
2.6. Pengelolaan dan Pertanggungjawaban Keuangan Daerah

Pengelolaan keuangan daerah dilakukan secara tertib, taat pada


peraturan perundang-undangan yang berlaku, efisien, efektif, transparan dan
bertanggung jawab dengan memperhatikan asas keadilan dan kepatutan.
APBD merupakan dasar pengelolaan keuangan daerah dalam tahun anggaran
tertentu. Ketentuan ini berarti, bahwa APBD merupakan rencana pelaksanaan
semua pendapatan daerah dan semua belanja daerah dalam rangka
pelaksanaan desentralisasi dalam tahun anggaran tertentu. Dengan demikian,
pemungutan semua penerimaan daerah dalam rangka pelaksanaan desentra-
lisasi bertujuan untuk memenuhi target yang ditetapkan dalam APBD. Semua
pengeluaran daerah dan ikatan yang membebani daerah dalam rangka
pelaksanaan desentralisasi dilakukan sesuai jumlah dan sasaran yang
ditetapkan dalam APBD, sehingga APBD menjadi dasar bagi kegiatan
pengendalian, pemeriksaan dan pengawasan keuangan daerah.

Semua penerimaan daerah dan pengeluaran daerah dalam rangka


desentralisasi dicatat dan dikelola dalam APBD. Semua penerimaan daerah
dan pengeluaran daerah yang tidak berkaitan dengan pelaksanaan
dekosentrasi atau tugas pembantuan merupakan penerimaan dan pengeluaran
dalam rangka pelaksanaan desentralisasi. APBD, Perubahan APBD, dan
Perhitungan APBD ditetapkan dengan peraturan daerah dan merupakan
dokumen daerah.

2.7. Tuntutan Perbendaharaan dan Tuntutan Ganti Rugi

Ketentuan mengenai penyelesaian maupun pengenaan ganti kerugian


negara/daerah diatur dalam Bab IX Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2004
tentang Keuangan Negara, Bab XI Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2004
tentang Perbendaharaan Negara, serta dalam Bab V Undang- Undang Nomor
15 Tahun 2004 tentang Pemeriksaan Pengelolaan dan Tanggung Jawab
Keuangan Negara.
2.7.1. Penyelesaian Kerugian Daerah

Penyelesaian kerugian daerah adalah sebagai berikut :


a. Setiap kerugian negara/daerah yang disebabkan oleh tindakan
melanggar hukum atau kelalaian seseorang harus segera diselesaikan
sesuai ketentuan perundang-undangan yang berlaku.
b. Bendahara, pegawai negeri bukan bendahara, atau pejabat lain yang
karena perbuatannya melanggar hukum atau melalaikan kewajiban yang
dibebankan kepadanya secara langsung merugikan negara, wajib
menggantikan kerugian tersebut.
c. Setiap pimpinan kementrian negara/lembaga/kepala Satuan Kerja
Perangkat Daerah (SKPD) dapat segera melakukan tuntutan ganti rugi
setelah mengetahui bahwa dalam kementrian negara/lembaga/SKPD
yang bersangkutan terjadi kerugian akibat perbuatan dari pihak
manapun.
d. Setiap kerugian daerah wajib dilaporkan oleh atasan langsung atau oleh
kepala SKPD kepada gubernur/bupati/walikota dan diberitahukan
kepada BPK selambat-lambatnya 7 (tujuh) hari kerja setelah kerugian
daerah itu diketahui.
e. Segera setelah kerugian daerah diketahui, kepada bendahara, pegawai
negeri bukan bendahara, atau pejabat lain yang nyatanyata melanggar
hukum dapat segera dimintakan surat pernyataan kesanggupan
dan/atau pengakuan bahwa kerugian tersebut menjadi tanggung
jawabnya dan bersedia mengganti kerugian daerah dimaksud.
f. Jika surat keterangan tanggung jawab mutlak (SKTJM) tidak mungkin
diperoleh atau tidak dapat menjamin pengembalian kerugian daerah,
maka gubernur/bupati/walikota yang bersangkutan segera mengeluarkan
surat keputusan pembebanan penggantian kerugian sementara kepada
yang bersangkutan.
g. Pengenaan ganti kerugian daerah terhadap bendahara ditetapkan oleh
BPK. Apabila dalam pemeriksaan kerugian daerah ditemukan unsur
pidana, maka BPK menindaklanjutinya sesuai dengan peraturan
perundang-undangan yang berlaku.
h. Pengenaan ganti kerugian negara/daerah terhadap pegawai negeri
bukan bendahara, atau pejabat lain ditetapkan oleh menteri/pimpinan
lembaga/gubernur/bupati/walikota. Tatacara tuntutan ganti kerugian
negara/daerah diatur dengan peraturan pemerintah.
i. Bendahara, pegawai negeri bukan bendahara, atau pejabat lain yang
telah ditetapkan untuk mengganti kerugian negara/daerah dapat
dikenakan sanksi administratif dan/atau sanksi pidana.
j. Putusan pidana tidak membebaskan dari tuntutan ganti rugi.

2.7.2. Pengenaan Ganti Kerugian Negara/Daerah

Tatacara tuntutan ganti kerugian negara/daerah maupun pengenaan


ganti kerugian negara/daerah terhadap pegawai negeri bukan bendahara, atau
pejabat lain diatur dengan peraturan pemerintah yang merupakan petunjuk
pelaksanaan ketiga paket undang-undang di atas. Ketentuan tersebut
diharapkan dapat digunakan oleh pihakpihak yang terkait dalam menangani
dan menyelesaikan kerugian negara/daerah yang semakin hari semakin
bertambah besar, sehingga dapat diantisipasi terjadinya kerugian daerah,
dicegah penyelesaian kerugian daerah yang berlarut-larut, serta dipercepat
proses pemulihan kerugian daerah maupun diperkecil terjadinya kerugian
daerah.

2.8. Tata Cara Penyelesaian Kerugian Keuangan Daerah

Penyelesaian kerugian keuangan daerah melalui upaya damai dilakukan


apabila penggantian kerugian keuangan daerah dilakukan secara tunai
sekaligus dan angsuran dalam jangka waktu selambatlambatnya 2 (dua) tahun
dengan menandatangani Surat Keterangan Tanggung jawab Mutlak (SKTJM).

Penyelesaian kerugian keuangan daerah melalui proses Tuntutan


Perbendaharaan dilakukan apabila upaya damai yang dilakukan secara tunai
sekaligus atau angsuran tidak berhasil. Proses penuntutannya merupakan
kewenangan kepala daerah melalui Majelis Pertimbangan Tuntutan
Perbendaharaan dan Tuntutan Ganti Rugi Keuangan dan Barang Daerah
(Majelis Pertimbangan). Apabila pembebanan perbendaharaan telah
diterbitkan, kepala daerah melakukan eksekusi keputusan dimaksud dan
membantu proses pelaksanaan penyelesaiannya.

Penyelesaian kerugian keuangan daerah melalui proses Tuntutan Ganti


Rugi dilakukan apabila upaya damai yang dilakukan secara tunai sekaligus atau
angsuran tidak berhasil.
BAB III
KESIMPULAN

Keuangan daerah adalah semua hak dan kewajiban daerah dalam


rangka penyelenggaraan pemerintahan daerah yang dapat dinilai dengan uang,
termasuk segala bentuk kekayaan yang berhubungan dengan hak dan
kewajiban daerah tersebut. Pengelolaan Keuangan Daerah kemudian adalah
seluruh kegiatan yang meliputi perencanaan, pelaksanaan, penatausahaan,
pelaporan, pertanggungjawaban, dan pengawasan keuangan daerah.

Pengelolaan Administrasi Keuangan daerah merupakan salah satu


perhatian utama para pengambil keputusan di pemerintahan, baik di tingkat
pusat maupun daerah. Sejalan dengan hal tersebut, berbagai perundang-
undangan dan produk hukum telah ditetapkan dan mengalami perbaikan atau
penyempurnaan untuk menciptakan sistem pengelolaan anggaran yang mampu
memenuhi berbagai tuntutan dan kebutuhan masyarakat, yaitu terbentuknya
semangat desentralisasi, demokratisasi, transparansi, dan akuntabilitas dalam
proses penyelenggaraan pemerintahan pada umumnya dan proses
pengelolaan keuangan daerah.

Secara garis besar, pengelolaan keuangan daerah dapat dibagi menjadi


dua bagian, yaitu manajemen penerimaan daerah dan manajemen pengeluaran
daerah. Kedua komponen tersebut akan sangat menentukan kedudukan suatu
pemerintah daerah dalam rangka melaksanakan otonomi daerah.

Anda mungkin juga menyukai