Anda di halaman 1dari 20

PENERIMAAN PEMERINTAH DAERAH NON-PAD

(PENDAPATAN ASLI DAERAH)


Disusun untuk Memenuhi Ujian Tengah Semester
Administrasi Keuangan Daerah

Disusun Oleh :

Salsabila Fatikhahsari 195030100111073


Nadia Nur Diana 195030100111080
Tyrtiani Lutfi’ah 195030101111046
Shella Kustanti 195030101111048
Afinda Evick Exsistiya 195030101111096

Dosen Pengampu:
Dr. Drs. Fadillah Amin, M.AP., Ph.D.

PROGRAM STUDI ILMU ADMINISTRASI PUBLIK

FAKULTAS ILMU ADMINISTRASI

UNIVERSITAS BRAWIJAYA

MALANG

2022
KATA PENGANTAR

Puji syukur tiada henti saya panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa,
karena telah melimpahkan rahmat-Nya berupa kesempatan dan pengetahuan
sehingga makalah ini dapat selesai pada waktunya. Saya juga mengucapkan
banyak terima kasih kepada dosen mata kuliah Administrasi Keuangan Daerah,
yaitu Bapak Dr. Drs. Fadillah Amin, M.AP., Ph.D., yang telah membimbing
proses penyusunan makalah ini sehingga dapat tersusun menjadi makalah yang
baik dan bermanfaat.

Makalah berjudul ‘Penerimaan Pemerintah Daerah Non-PAD’ ini dibuat


untuk memenuhi penugasan kelompok Ujian Tengah Semeseter mata kuliah
Administrasi Keuangan Daerah, serta sebagai media untuk mempelajari lebih
dalam terkait materi pada mata kuliah ini.

Semoga makalah ini dapat memberikan wawasan yang lebih luas kepada
pembaca maupun saya sebagai penulis. Saya menyadari makalah ini memiliki
banyak kekurangan, oleh karena itu segala kritik dan saran akan saya terima
dengan lapang dada untuk memperbaiki makalah ini.

Malang, 24 April 2022

Penulis

ii
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR ............................................................................................ ii
BAB I ...................................................................................................................... 1
PENDAHULUAN .................................................................................................. 1
1.1 Latar Belakang .............................................................................................. 1
1.2 Rumusan Masalah ......................................................................................... 2
1.3 Tujuan Penulisan ........................................................................................... 2
BAB II ..................................................................................................................... 3
PEMBAHASAN ..................................................................................................... 3
2.1 Sumber Sumber Penerimaan Pemerintah Daerah dalam Perspektif Teoritis
(Fokus Non-PAD) ............................................................................................... 3
2.2 Sumber-sumber Penerimaan Daerah Non-PAD ............................................ 9
2.3 Pembiayaan Daerah ..................................................................................... 11
2.4 Permasalahan dan Strategi apa saja yang digunakan untuk Optimalisasi
Pendapatan Daerah (Non-PAD) ........................................................................ 12
BAB III ................................................................................................................. 15
PENUTUP ............................................................................................................. 15
3.1 Kesimpulan .................................................................................................. 15
3.2 Saran ............................................................................................................ 15
DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................... 16

iii
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Otonomi daerah adalah untuk mengurangi ketergantungan pemerintah daerah
terhadap pemerintah pusat terutama dalam masalah keuangan, sehingga daerah
diharapkan mampu membiayai keuangannya secara mandiri. Salah satu yang
menjadi perhatian pemerintah daerah adalah dalam pegelolaan penerimaan yang
berasal dari daerah sendiri (Davey, 1988). Fokus otonomi daerah terdiri dari 3
(tiga) hal, yakni pertama adalah otonomi yang berfokus pada kewenangan
administrasi pemerintah daerah, seperti pengurusan pegawai, pengeluaran dan
pendapatan daerah; kedua adalah otonomi yang difokuskan kepada alokasi
kekuasaan daerah yang disertai oleh kontrol pemerintah pusat dan partisipasi
rakyat daerah; ketiga adalah penekanan pada pelaksanaan fungsi-fungsi
pemerintah daerah yang dioperasikan lewat kewenangan daerah dalam mengelola
urusan yang diberikan kepadanya (Sanit, 1991). Salah satu faktor yang
mempengaruhi dalam pelaksanaan otonomi daerah adalah faktor keuangan yang
baik. Istilah keuangan disini mengandung arti bahwa setiap hak yang
berhubungan dengan masalah uang, antara lain berupa sumber pendapatan, jumlah
uang yang cukup, dan pengelolaan keuangan yang sesuai dengan tujuan dan
peraturan yang berlaku (Riwo Kaho, 2001 ).

Dalam undang – undang No. 9 Tahun 2015 tentang Pemerintah Daerah dan
Undang- Undang No. 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan antara
pemerintah pusat dan pemerintah daerah telah diatur bahwa pendapatan
pemerintah terdiri atas Pendapatan Asli Daerah, Dana Perimbangan dan lain – lain
yang sah. Pendapatan Asli Daerah (PAD) merupakan akumulasi dari Pos
Penerimaan Pajak yang terdiri atas Pajak Daerah dan Retribusi Daerah, Pos
Penerimaan Non Pajak berupa penerimaan hasil Perusahaan Milik Daerah, serta
pos penerimaan investasi serta pengelolaan sumber daya alam (Bastian, 2002).
Menurut Halim (2007) PAD adalah penerimaan daerah yang diperoleh dari
sumber-sumber dalam wilayahnya sendiri yang dipungut berdasarkan peraturan
daerah sesuai dengan peraturan perundanganundangan yang berlaku. Pada konteks

1
yang demikian, otonomi daerah dapat diandalkan sebagai konsep pembangunan
dengan memberikan wewenang secara luas bagi pemerintah daerah dari pusat
untuk meningkatkan PAD nya.

Menurut Wahyudi (2010), tuntutan peningkatan PAD semakin meningkat


seiring dengan banyaknya kewenangan yang dilimpahkan pada pemerintah daerah
disertai pengalihan personil, peralatan, pembiayaan dan dokumen ke daerah dalam
jumlah yang tidak sedikit. Dana perimbangan dari pemerintah pusat ke
pemerintah daerah dalam mendukung otonomi daerah meskipun jumlahnya cukup
memadai namun pemerintah daerah harus dituntut lebih kreatif dan inovatif dalam
meningkatkan PAD dan memberikan keleluasaan dalam membelanjakan APBD-
nya. Pengelolaan keuangan daerah ini dilaksanakan untuk mengelola berbagai
pengeluaran maupun penerimaan daerah baik yang merupakan pendapatan asli
daerah (PAD) maupun non-PAD. Halim (2002) dalam (Ramadhani, 2016)
menyatakan bahwa pemerintah daerah yang mampu membiayai kegiatan
pemerintahan, pelayanan kepada masyarakat dan perencanaan pembangunan
dengan hasil pendapatan hasil daerah sendiri disebut sebagai daerah yang mandiri.

1.2 Rumusan Masalah


Berdasarkan uraian latar belakang tersebut, didapatkan rumusan masalah
sebagai berikut:

1. Bagaimanakah penerimaan daerah Non-PAD dalam perspektif teoritis?


2. Apa sajakah sumber-sumber penerimaan daerah Non-PAD?
3. Apa yang dimaksud dengan pembiayaan daerah itu?
4. Bagaimanakah Permasalahan dan Strategi untuk Optimalisasi Pendapatan
Daerah Non-PAD?

1.3 Tujuan Penulisan


1. Untuk memahami penerimaan daerah Non-PAD dalam perspektif teoritis.
2. Untuk memahami sumber-sumber penerimaan daerah Non-PAD.
3. Untuk memahami terkait pembiayaan daerah.
4. Untuk mengetahui Permasalahan dan Strategi untuk Optimalisasi
Pendapatan Daerah Non-PAD.

2
BAB II

PEMBAHASAN

2.1 Sumber Sumber Penerimaan Pemerintah Daerah dalam Perspektif


Teoritis (Fokus Non-PAD)
Sumber sumber penerimaan pemerintah daerah ini terdiri dari Pendapatan
Asli Daerah (PAD), Dana Perimbangan dan Lain lain Pendapatan yang sah.
Dimulai dari Pendapatan Asli Daerah (PAD) menurut Undang Undang Nomor 34
Tahun 2000 adalah semua penerimaan daerah yang berasal dari sumber ekonomi
asli daerah. PAD juga merupakan usaha daerah guna memperkecil
ketergantungan dalam mendapatkan dana dari pemerintah pusat (subsidi). PAD
terdiri dari Pajak, Retribusi daerah, Pengelolaan Kekayaan Daerah yang
dipisahkan dan lain lain penerimaan yang sah. Sehingga keberhasilan penggunaan
dana tersebut ditentukan oleh pemerintah daerah. Sedangkan dana perimbangan
menurut Peraturan Pemerintah Nomor 04 Tahun 2000 merupakan dana yang
bersumber dari penerimaan APBN yang dialokasikan pada daerah untuk
membiayai kebutuhan daerah dalam rangka pelaksanaan desentralisasi.

Menurut Widjaja (1988), Dana Perimbangan adalah suatu sistem


pembiayaan penyelenggaraan pemerintah dalam kerangka negara kesatuan yang
mencakup pembagian kekuasaan antara pemerintah pusat dan daerah serta
pemerataan antar daerah secara proporsional, demokratis, kondisi dan kebutuhan
daerah yang sejalan dengan kewajiban dan pembagian kewenangan serta tata cara
penyelenggaraan kewenangan tersebut termasuk pengelolaan dan pengawasan
keuangan. Menurut Bratakusumah (2003) dana merupakan sumber pendapatan
daerah yang berasal dari APBN yang mendukung pelaksanaan kewenangan
pemerintah daerah dalam mencapai tujuan pemberian otonomi kepada daerah,
terutama untuk peningkatan pelayanan dan kesejahteraan masyarakat. Dilanjut
menurut Mardiasmo (2006), perimbangan keuangan antara pemerintah pusat dan
daerah ini mencakup pembagian keuangan antara pemerintah pusat dengan daerah
secara proporsional, adil dan transparan dengan memperhatikan potensi, kondisi,
dan kebutuhan daerah. Hal ini dapat terjadi sebagai konsekuensi dari adanya
pembagian tugas antara pemerintah pusat dan pemerintah daerah. Dengan

3
demikian perimbangan keuangan antara pemerintah pusat dan daerah adalah suatu
sistem yang menyeluruh dalam rangka penyelenggaraan asas desentralisasi,
dekonsentrasi, maupun tugas pembantuan.

Dari pengertian pengertian tersebut perimbangan memiliki cakupan


pengertian yang luas antara lain: 1) Bahwa pelaksanaan otonomi daerah ingin
diwujukan dalam suatu bentuk keadilan horisontal maupun vertikal dan 2)
Berusaha mewujudkan tatanan penyelenggaraan pemerintahan (dari sisi
keuangan) yang lebih baik menuju terwujudnya Clean Government dan Good
Governance. Dapat disimpulkan bahwa dana perimbangan merupakan satu
sumber dana pembiayaan pemerintah daerah yang berasal dari alokasi pemerintah.
Dalam mengalokasikan pembiayaan ini agar sesuai dengan kebutuhan maka
pemerintah pusat harus memperhatikan kondisi keuangan masing masing daerah,
sehingga alokasi pembiayaan sesuai dengan kebutuhan pembangunan daerah.

Dalam UU No.3 Tahun 2004 tentang perimbangan keuangan antara


pemerintah pusat dan daerah dan Peraturan Pemerintah Nomor 55 Tahun 2005
tentang dana perimbangan menjelaskan bahwa dana perimbangan ini terdiri dari
Dana Bagi Hasil (DBH), Dana Alokasi Umum (DAU) dan Dana Alokasi Khusus
(DAK). Setiap komponen dalam dana perimbangan ini saling berkaitan dengan
komponen lainnya, seperti kita tidak bisa melihat DAU terlepas dari DBH.
Mengingat tujuan masing masing jenis penerimaan ini saling mengisi dan
melengkapi. Menurut Machfud, dkk (2002) tujuan umum dari dana perimbangan
adalah untuk meniadakan dan meminimumkan ketimpangan fiskal secara vertikal,
untuk meniadakan dan mengurangi ketimpangan fiskal horizontal dan
memperhitungkan sebagian atau seluruh limpahan manfaat (yang menimbulkan
biaya). Berikut klasifikasi Dana Perimbangan :

a. Dana Alokasi Umum (DAU)

Menurut peraturan pemerintah Nomor 104 Tahun 2000 Dana Alokasi Umum
adalah dana yang berasal dari APBN, yang dialokasikan dengan tujuan
pemerataan kemampuan keuangan antar daerah untuk membiayai kebutuhan
pengeluarannya dalam rangka pelaksanaan desentralisasi. Definisi dari Dana
Alokasi Umum (DAU) menurut Machfud, 2003 adalah

4
 Salah satu komponen dari dana perimbangan pada APBN yang
pengalokasiannya didasarkan atas konsep kesenjangan fiskal atau celah
fiskal, yaitu selisih antara kebutuhan fiskal dengan kapasitas fiskal.
 Instrumen untuk mengatasi horizontal imbalance yang dialokasikan
dengan tujuan pemerataan kemampuan keuangan antar daerah dimana
penggunaannya ditetapkan sepenuhnya oleh daerah
 Equalization Grant, berfungsi untuk menetralisasi ketimpangan
kemampuan keuangan dengan adanya PAD, Bagi hasil pajak dan bagi
hasil SDA yang diperoleh daerah.

DAU merupakan sumber penerimaan kedua daerah dari dana


perimbangan. Berdasarkan aturan yang ada DAU ditetapkan minimal 26% dari
penerimaan dalam negeri. Distribusinya 10% untuk daerah provinsi dan 90%
untuk daerah kabupaten/kota. DAU juga merupakan komponen besar dalam dana
perimbangan dan peranannya sangat strategis dalam menciptakan pemerataan dan
keadilan antar daerah. DAU dialokasikan dengan tujuan pemerataan dengan
memperhatikan potensi daerah, keadaan geografis, jumlah penduduk dan tingkat
pendapatan masyarakat di daerah sehingga perbedaan antara daerah yang maju
dengan daerah yang belum berkembang masih dapat diperkecil. Dalam
pembagiannya terdapat proporsi, komponen dan rumusan perhitungan untuk
DAU. Dalam implikasinya komponen DAU terdapat perubahan antara lain setelah
diberlakukannya UU 32/2004 antara lain:

 Alokasi dasar adalah pos anggaran untuk membayar gaji pegawai negeri
sipil di daerah
 Celah fiskal adalah kebutuhan fiskal daerah dikurangi oleh kapasitas fiskal
daerah.

Perhitungan DAU dilakukan dengan cara :

1. DAU atas dasar celah fiskal untuk suatu provinsi dihitung berdasarkan
perkalian bobot provinsi yang bersangkuyan dengan jumlah DAU seluruh
provinsi
2. Bobot provinsi merupakan perbandingan antar celah fiskal provinsi yang
bersangkutan dan total celah fiskal seluruh provinsi.

5
Dalam menciptakan objektivitas dan keadilan dalam pembagian DAU
kepada daerah Provinsi dan Kabupaten/kota maka penetapan formula
distribusinya ditetapkan oleh Dewan Pertimbangan Otonomi Daerah (DPOP).
Adanya DAU yang banyak tersedot untuk belanja pegawai ini dikarenakan
kurangnya perhatian dari pemerintah daerah untuk mendorong pertumbuhan
ekonomi daerahnya, sebab proposi belanja modal yang dianggarkan masih rendah.
Ketika anggaran yang tersedia sebagian besar terserap untuk kebutuhan belanja
pegawai maka hal ini akan berdampak pula pada pengalokasian belanja yang tidak
efektif. Hal ini berarti pula bahwa belanja pemerintah masih belum mencerminkan
kepentingan publik, sebab pengalokasian belanja tidak dialokasikan untuk belanja
yang produktif yang dapat meningkatkan pelayanan publik. Dan untuk mengatasi
hal ini diharapkan pemerintahan daerah untuk mengkaji kembali kebutuhan
pegawai dan kebutuhan lainnya agar nantinya tidak menjadi beban dalam
penganggaran. Serta perlu adanya peningkatan dalam hal monitoring dan evaluasi
terhadap pelaksanaan urusan pemerintah daerah terkait dengan pengalokasian
pendapatan daerah.

Contoh permasalahan DAU, Daerah yang memiliki permasalahan


pendapatan daerah salah satunya ada pada Kota Bima dimana pengalokasian DAU
ini masih diperuntukkan untuk belanja pegawai pada tahun 2012-2016 yang
menunjukkan pemerintah daerah Kota Bima masih berkonsentrasi pada masalah
administrasi, sehingga belum maksimal untuk meningkatkan pelayanan publik.
Hal ini diatasi dengan cukup baik pada pemerintahan setelahnya dengan
meningkatkan monitoring dan evaluasi terhadap pelaksanaan urusan pemerintah
daerah terkait dengan pengalokasian pendapatan daerah.

Adapun permasalahan yang terjadi di Kabupaten Nganjuk, dimana terdapat


ketimpangan dalam penggunaan DAU yang penggunaannya lebih besar untuk
belanja pegawai dibandingkan untuk belanja kebutuhan publik. Dan upaya yang
telah diberikan antara lain Mendorong peningkatan kapasitas fiskal di daerah dan
adaya peningkatan kontrol terhadap DAU serta sanksi terhadap kinerja daerah
yang buruk berdampak pada pengurangan DAU.

b. Dana Alokasi Khusus (DAK)

6
Dana Alokasi Khusus (DAK) merupakan dana yang bersumber dari
pendapatan APBN yang dialokasikan kepada daerah tertentu dengan tujuan untuk
membantu kegiatan khusus yang merupakan urusan daerah yang disesuaikan
dengan prioritas nasional. Khususnya untuk membiayai sarana dan prasarana
pelayanan dasar masyarakat yang belum mencapai standar tertentu untuk
mendorong percepatan pembangunan daerah. Dalam pembagiannya DAK
termasuk dalam 40% dari dana reboisasi. Berbeda dengan DBH dan DAU,
kewenangan dalam pengelolaan DAK relatif terbatas karena dana tersebut
berkaitan dengan pembiayaan kegiatan tertentu termasuk kegiatan reboisasi.

Dana ini dimaksudkan untuk membiayai kebutuhan yang tidak dapat


diperkirakan sebelumnya dengan menggunakan rumus DAU, serta pembiayaan
proyek yang merupakan komitmen atau prioritas nasional. Alokasi DAK
perdaerah ini ditetapkan dengan Peraturan Menteri Keuangan paling lambat 2
minggu setelah Undang Undang APBN ditetapkan. Adapun petunjuk teknis
penggunaan DAK juga ditetapkan paling lambat 2 minggu setelah ditetapkannya
alokasi DAK oleh Menteri Keuangan. Daerah penerimaan DAK wajib
mencantumkan alokasi dan penggunaan DAK di dalam APBD, pengunaan DAK
dilakukan sesuai dengan petunjuk teknis penggunaan DAK. Namun perlu diingat
bahwa DAK ini tidak dapat digunakan untuk mendanai kegiatan administrasi,
penyiapan kegiatan fisik, penelitian, pelatihan perjalanan dinas.

c. Dana Bagi Hasil (DBH)

Menurut Undang Undang Nomor 33b Tahun 2004 tentang perimbangan


keuangan pemerintah pusat dan daerah, dana bagi hasil adalah dana yang
bersumber dari pendapatan APBN yang dialokasikan kepada daerah dalam rangka
pelaksanaan desentralisasi. DBH dialokasikan kepada daerah dalam rangka
pelaksanaan desentralisasi. DBH dilaksanakan dengan prinsip menurut sumbernya
dalam arti bahwa bagian daerah atas penerimaan yang dibagi hasilka didasarkan
atas daerah penghasil, prinsip ini berlaku untuk semua komponen DBH, kecuai
DBH Perikanan yang dibagi sama rata ke seluruh kabupaten/kota. Selain itu
penyaluran DBH baik pajak maupun SDA dilakukan berdasarkan realisasi
tahunan yang berjalan terdiri dari:

7
1. Dana Bagi Hasil yang bersumber dari pajak terdiri dari,
a. Pajak Bumi dan Bangunan (PBB), DBH dari penerimaan PBB
sebesar 90% untuk daerah dan 10% bagian pemerintah
darienerimaan PBB dibagikan kepada seluruh daerah
kabupaten/kota yang didasarkan atas realisasi penerimaan PB
tahun anggaran yang berjalan.
b. Bea Perolehan Hak Atas Tanah dan Bangunan (BPHTB), DBH
dari penerimaan ini sebesar 80% untuk pemerintahan daerah, 20%
bagi pemerintahan pusat dari penerimaan BPHTB dibagikan
dengan porsi yang sama besar untuk seluruh kabupaten/kota.
c. Pajak Penghasilan (PPh) Pasal 25 dan Pasal 29 Wajib Pajak Orang
Pribadi dalam negeri dan PPh pasal 21. DBH dari penerimaan PPh
ini dibagi antara pemerintah daerah provinsi dan kabupaten/kota.
Penyaluran DBH ini dilaksanakan secara triwulan yang merupakan
bagian daerah adalah sebesar 20%. Dan kemudian dibagi dengan
imbangan 60% untuk kabupaten/kota dan 40% untuk provinsi.
2. Dana Bagi Hasil yang bersumber dari Sumber Daya Alam, antara lain:
a. Kehutanan, penerimaan kehutanan yang berasal dari penerimaan
iuran pengusaha hutan dan provinsi Sumber Daya Hutan yang
dihasilkan dari wilayah daerah yang bersangkutan dibagi dengan
imbangan: 20% untuk pemerintah pusat, 80% untuk pemerintah
daerah.dan penerimaan kehutanan yang bersal dari dana reboisasi
dibagi dengan imbangan 60% untuk pemerintah pusat dan 40%
untuk pemerintah daerah.
b. Pertambangan Umum, dihasilkan dari daerah yang bersangkutan,
dibagi dengan imbangan: 20% untuk pemerintah pusat, 80% untuk
pemerintah daerah
c. Perikanan, dibagi dengan imbangan 20% untuk pemerintah pusat
dan 80% untuk pemerintah daerah
d. Pertambangan Minyak Bumi, Dihasilkan dari wilayah daerah yang
bersangkutan setelah dikurangi komponen pajak dan pungutan
lainnya sesuai dengan peraturan perundang undangan, dibagi

8
dengan imbangan: 84% untuk pemerintah pusat dan 15,5% untuk
pemerintah daerah.
e. Pertambangan Gas Bumi, Berasal dari daerah yang bersangkutan
setelah dikurangi komponen pajak dan pungutan lainnya, dibagi
dengan imbangan: 69% untuk pemerintah pusat, 30,5% untuk
pemerintah daerah
f. Pertambangan Panas Bumi, dihasilkan dari wilayah daerah yang
bersangkutan dengan penerimaan negara bukan pajak, dibagi
dengan imbangan: 20% untuk pemerintah pusat dan 80% untuk
pemerintah daerah.

2.2 Sumber-sumber Penerimaan Daerah Non-PAD


Berdasarkan Pasal 5 Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2004 tentang
Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintahan Daerah,
adalah penerimaan daerah dalam pelaksanaan desentralisasi terdiri atas
pendapatan daerah dan pembiayaan. Pendapatan daerah bersumber
dari Pendapatan Asli Daerah (PAD), Dana Perimbangan, dan Pendapatan lain-
lain. Di dalam lain-lain pendapatan itulah terdapat Dana Darurat dan Hibah
kepada daerah. Peraturan Menteri Dalam Negeri No. 13 Tahun 2006 Tentang
Pedoman Pengelolaan Keuangan Daerah (dengan perubahan Permendagri
59/2007 dan Permendagri 21/2011): Struktur APBD terdiri dari:

1. Pendapatan daerah yang meliputi: Pendapatan Asli Daerah, Dana


Perimbangan, dan Pendapatan Lain yang Sah.
2. Belanja Daerah meliputi: Belanja Langsung dan Belanja Tidak
Langsung.
3. Pembiayaan Daerah meliputi: Pembiayaan Penerimaan dan
Pembiayaan Pengeluaran.

Berdasarkan uraian tersebut, dijelaskan lebih lanjut bahwa sumber


pendapatan daerah Non-PAD meliputi:

A. Dana Hibah
Dana Hibah adalah pemberian uang/barang atau jasa dari pemerintah
daerah kepada pemerintah atau pemerintah daerah lainnya, perusahaan

9
daerah, masyarakat dan organisasi kemasyarakatan, yang secara
spesifik telah ditetapkan peruntukannya, bersifat tidak wajib dan tidak
mengikat, serta tidak secara terus menerus yang bertujuan untuk
menunjang penyelenggaraan urusan pemerintah daerah.
B. Dana Darurat
Dana Darurat adalah dana yang berasal dari Anggaran Pendapatan dan
Belanja Negara yang dialokasikan kepada daerah yang mengalami
bencana nasional, peristiwa luar biasa, dan/atau krisis
solvabilitas. Berikut beberapa aturan perundang-undangan yang
mengatur dana darurat:
- Pasal 46 Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2004, Pemerintah
mengalokasikan Dana Darurat yang berasal dari APBN untuk
keperluan mendesak yang diakibatkan oleh bencana nasional
dan/atau peristiwa luar biasa yang tidak dapat ditanggulangi oleh
Daerah dengan menggunakan sumber APBD. Keadaan yang dapat
digolongkan sebagai bencana nasional dan/atau peristiwa luar biasa
ditetapkan oleh Presiden.

- Pasal 47 Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2004, Pemerintah juga


dapat mengalokasikan Dana Darurat pada Daerah yang dinyatakan
mengalami krisis solvabilitas. Daerah dinyatakan mengalami krisis
solvabilitas berdasarkan evaluasi Pemerintah sesuai dengan
peraturan perundang-undangan. Krisis solvabilitas ditetapkan oleh
Pemerintah setelah berkonsultasi denganDewan Perwakilan
Rakyat.

- Peraturan Pemerintah Nomor 44 Tahun 2012 tentang Dana


Darurat, Dana Darurat hanya digunakan untuk keperluan
mendesak. Dana Darurat harus dikelola secara tertib, taat pada
ketentuan peraturan perundang-undangan, efisien, ekonomis,
efektif, transparan, dan bertanggung jawab dengan memperhatikan
aspek keadilan dan kepatutan.

10
2.3 Pembiayaan Daerah
Pembiayaan Daerah adalah transaksi keuangan atas semua penerimaan
yang perlu dibayar kembali dan/atau pengeluaran yang akan diterima kembali,
baik pada tahun anggaran yang bersangkutan maupun pada tahun-tahun anggaran
berikutnya. Pembiayaan daerah digunakan untuk menutup defisit atau untuk
memanfaatkan surplus anggaran dalam APBD. Pembiayaan daerah terdiri dari
penerimaan pembiayaan dan pengeluaran pembiayaan.

a) Penerimaan Pembiayaan: Penerimaan pembiayaan daerah adalah semua


penerimaan yang perlu dibayar kembali baik pada tahun anggaran yang
bersangkutan maupun pada tahun-tahun anggaran berikutnya dan
dianggarkan secara bruto dalam APBD, meliputi:
 Sisa Lebih Perhitungan Anggaran Tahun Anggaran Sebelumnya (SiLPA);
selisih lebih/kurang antara realisasi penerimaan dan pengeluaran anggaran.
Lalu mengapa SILPA dapat terjadi, SILPA dapat terjadi karena adanya
serapan anggaran di organisasi perangkat daerah (OPD) yang masih
minim. Sehingga terdapat realisasi pendapatan yang lebih dari yang
dianggarkan. Selain itu, SILPA juga dapat terjadi karena adanya kegiatan
atau program pemerintah daerah yang belum terselesaikan serta adanya
pembatalan proyek yang hendak dilaksanakan.
 Pencairan Dana Cadangan;
 Hasil Penjualan Kekayaan Daerah Yang Dipisahkan;
 Penerimaan Pinjaman Daerah;
 Penerimaan Kembali Pemberian Pinjaman;
 Penerimaan Piutang Daerah.
b) Pengeluaran Pembiayaan: Pengeluaran pembiayaan daerah adalah semua
pengeluaran yang perlu diterimakan kembali baik pada tahun anggaran
yang bersangkutan maupun pada tahun-tahun anggaran berikutnya dan
dianggarkan secara bruto dalam APBD, meliputi:
 Pembentukan Dana Cadangan;
 Penyeretaan Modal (Investasi)
 Pemerintah Daerah;
 Pembayaran PokokUtang;

11
 Pemberian Pinjaman Daerah

2.4 Permasalahan dan Strategi apa saja yang digunakan untuk Optimalisasi
Pendapatan Daerah (Non-PAD)
Dalam Pelaksanaan penerimaan dan pendapatan daerah masih kerap
terjadi beberapa permasalahan diantaranya:

1. Distribusi DAU yang belum Optimal,dimana daerah yang cukup


mempu memenuhi kebutuhannya ternyata masih mendapat alokasi
DAU,sementara daerah yang memerlukan DAU justru mendapatkan
alokasi yang kurang dari yang dibutuhkan. Hal ini sering terjadi pada
kondiri provinsi dan kekurangan ada pada kabupaten/kota.
2. Kemampuan mengelola keuangan pemerintah daerah yang kurang,
pembangunan daerah tidak terlepas dari pengelolaan keuangan yang
baik namun pada kenyataannya pengelolaan keuangan masih menjadi
masalah di daerah. Adapun alasan pengelolaan anggaran yang tidak
efisien karena jumlah belanja pegawai yang jauh lebih besar
dibandingkan belanja modal. Yang menyebabkan alokasi DAU banyak
tersedot oleh belanja pegawai.
3. Kurang efektifnya tata kelola implementasi DAK, hal ini berdampak
pada kesenjangan antar daerah yang berkelanjutan serta menghambat
adanya pembangunan infrastruktur dan pelayanan publik bagi
masyarakat.
4. Kerjasama dan sinergi antar instansi pusat dan daerah belum optimal
5. Sistem informasi dan teknologi yang belum optimal
6. Adanya Standart Operasional Prosedur (SOP) kurang memadai
7. Monitoring dan evaluasi yang kurang optimal, dibuktikan dengan masih
banyaknya anggaran yang dipakai untuk belanja pegawai.

Untuk mengatasi Permasalahan permasalahan tersebut maka,


Pemerintah berupaya dengan melakukan beberapa strategi yang sejalan pula
dengan rencana kerja DJPK serta Kebijakan Pengelolaan Dana Perimbangan
antara lain:

12
1. Peningkatan kualitas dana perimbangan yang diperlukan dengan
melakukan peningkatan kualitas dan efektivitas pemanfaatan dana
perimbangan. Strategi ini dapat dilakukan dengan :
a. Penyempurnaan formula DBH untuk mengurangi ketimpangan
fiskal antara pemerintah pusat dan pemerintah daerah, sehingga
diperlukan untuk merumuskan kembali formula atau persentase
perhitungan DBH.
b. Penyempurnaan formula DAU untuk mengurangi ketimpangan
fiskal dalam rangka meningkatkan pemerataan kemampuan
keuangan antar daerah.
c. Penyempurnaan formula DAK untukmendorong pencapaian
pelayanan dasar di daerah. Alokasi DAK ini alangkah baiknya
agar memprioritaskan daerah yang tertinggal untuk pemenuhan
pelayanan dasar bagi masyarakatnya.
2. Penyelarasan kebijakan dan peraturan pelaksanaan
3. Peningkatan koordinasi dan kerja sama antar instansi pemerintah pusat
dan antar pemerintah daerah.
4. Peningkatan efektivitas penyusunan anggaran dana perimbangan
melalui peningkatan peran aktif pemerintah daerah. Upaya peningkatan
kompetensi SDM untuk pengelolaan di daerah dapat dilakukan dengan:
a. Peningkatan kerjasama pelaksanaan pelatihan pengelolaan dana
perimbangan melalui cost sharing APBN dan APBD.
b. Mewajibkan pemerintah daerah untuk melaksanakan program
peningkatan kapasitas SDM secara mandiri di daerah.
5. Peningkatan efektivitas pemanfaatan dana perimbangan untuk belanja
yang mendukung peningkatan pelayanan publik dan pertumbuhan
ekonomi di daerah
6. Peningkatan efektivitas pelaksanaan monitoring dan evaluasi dana
perimbangan.
Dalam pelaksanaannya strategi dan upaya yang dilakukan memiliki
kelebihan dan kekurangannya antara lain:

13
Kelebihan, Kelebihan adanya penyempurnaan program ini untuk
meningkatkan kemampuan keuangan daerah terutama bagi daerah dalam
mengurangi ketimpangan, pemenuhan pelayanan dasar bagi masyarakat,
Koordinasi dan kerjasama antar berbagai pihak ini digunakan agar mudah
dalam merespon segala perkembangan yang terjadi dalam pengelolaan
Pendapatan Daerah (Non-PAD), dan Adanya peningkatan pelaksanaan
monitoring dan evaluasi ini agar pelaksanaan program dapat berjalan
dengan semestinya dan untuk menghindari permasalahan yang ada
Kelemahan, Penyempurnaan ini akan sulit dilakukan jika masih ada
oknum yang enggan bekerjasama untuk memprioritaskan kepentingan
publik dan mungkin memerlukan waktu yang lebih lama dalam
pengoordinasiaan antar lembaga terkait, Koordinasi dan kerjasama ini cukup
sulit jika pemerintahan pusat dan daerah mempunyai tujuan yang berbeda
dalam pembangunan daerah dan Kurangnya kesadaran oknum yang
berkaitan dengan monitoring dan evaluasi sehingga masih banyaknya
masalah yang berkaitan dengan ini serta kurangnya personil pemerintahan
yang bertugas untuk melakukan monitoring dan evaluasi.

14
BAB III

PENUTUP

3.1 Kesimpulan

Adanya otonomi daerah adalah bentuk demokrasi sebagai wujud


pemenuhan pemerintah terhadap hak-hak warga negaranya. Kebebasan untuk
berkembang maupun pemberdayaan masyarakat lokal menjadi salah satu dampak
majunya suatu bangsa. Kebebasan ini juga tetap memiliki keterbatasan baik dari
segi fungsi organ, dan kewenangan yang diatur dalam perundang-undangan agar
tidak mengancam kedaulatan NKRI. Pemerintah Pusat telah melakukan
kewajibannya dalam pemberian anggaran terhadap Pemerintah Daerah sebagai
bentuk Pendapatan Asli Daerah (PAD) dan Pendapatan Non-PAD yang diperoleh
selain dari APBN Pemerintah Pusat. Kedua penerimaan tersebut harus tetap
ditujukan sebagai belanja modal untuk program pembangunan sehingga
diperlukan manajemen dan inovasi dalam pengelolaan keuangan daerah. Fokus
penulisan ini pada Non-PAD dimana terdapat dana perimbangan dan lain lain
yang sah. Dana perimbangan sendiri bertujuan untuk mengurangi kesenjangan
fiskal antara pemerintah pusat dan pemerintah daerah. Pengelolaan dana
perimbangan sendiri telah dilaksanakan sesuai dengan ketentuan. Namun
pengelolaan tersebut belum mampu menciptakan pemerataan kemampuan
keuangan daerah secara optimal, terutama bagi wilayah kabupaten/kota.

3.2 Saran

Optimalisasi Pendapatan Non-PAD harus terus dilakukan oleh seluruh


daerah di Indonesia, meskipun bukan hal mudah namun kemandirian daerah
dalam mengelola dan memperoleh pendapatan selain dari APBN Pemerintah
Pusat menjadi pr tersendiri bagi Kepala Daerah. Dibuktikan dengan terjadinya
pandemi Covid-19 jumlah Pendapatan Asli Daerah menurun, oleh karena itu
diharapkan Pemerintah Daerah dapat berupaya untuk memperoleh Pendapatan
Non-PAD yang disesuaikan dengan kondisi masing-masing daerah dengan
melakukan berbagai inovasi, penyederhanaan kebijakan, dan lain sebagainya
sehingga kesejahteraan meningkat dan kesenjangan antar daerah dapat berkurang.

15
DAFTAR PUSTAKA

Abdulaziz, Nuzulul Siswo. (2021). Analisis Kontribusi Dan Efektivitas Pendapatan Asli
Daerah Terhadap Pendapatan Daerah Kota Surabaya. Dalam Jurnal: Inovasi
Penelitian, Vol.1 No.8. Universitas Islam Negeri Sunan Ampel Surabaya

Aristanto, Eko. (2019). Analisis Kemampuan Dan Kemandirian Keuangan Daerah Calon
Penerima Pinjaman Dan Hibah Luar Negeri Program Air Bersih Dan Sanitasi Pada
Kegiatan Green Book 2018 Dan Indikasi Kegiatan Blue Book 2019. Universitas
Merdeka Malang

Ferdian, Yuriko. (2005). Pengaruh Pendapatan Asli Daerah, Dana Perimbangan, dan Lain
lain Pendapatan yang Sah Terhadap Belanja Daerah. Skripsi Universitas Negeri
Padang.

Hesda, Andar Ristabet. (2017). Meningkatkan Kualitas Belanja Pemerintah. Dalam: Artikel
DJKN. Melalui: Kemenkeu.go.id

Jayabuana, Nuriman. (2016). Mendorong Kemandirian Daerah. Melalui: Media Indonesia

Jogloabang.com. (2020). Kebijakan Akutansi Pembiayaan. Diakses Online pada 23 Maret


2022 di https://www.jogloabang.com/ekbis/kebijakan-akuntansi-pembiayaan

Mega Ersita, Inggriani Elim. (2016). Analisis Efektivitas Penerimaan Retribusi Daerah Dan
Kontribusinya Terhadap Peningkatan Pendapatan Asli Daerah (Pad) Di Provinsi
Sulawesi Utara. Dalam Jurnal: Riset, Ekonomi, Manajemen, Bisnis dan Akuntansi, Vol
4 No.1. Universitas Sam Ratulangi Manado

Nasir, M.S. (2019). Analisis Sumber Sumber Pendapatan Asli Daerah setelah Satu Dekade
Otonomi Daerah. Jurnal Dinamika Ekonomi Pembangunan. Vol.2, No.1

Ndraha & Dedy. (2018). Strategi Pengalokasian Dana Alokasi Umum dalam Urusan
Otonomi Daerah di Kabupaten Nganjuk Provinsi Jawa Timur. Vo.5, No.2

Nurkhayat. Firdaus. Mulatsih. (2018). Strategi Optimalisasi Pengelolaan Dana Perimbangan


di Indonesia. Jurnal Manajemen Pembangunan Daerah. Vol. 1, No.10

Okta & Kaluge. (2011). Analisis Peluang Penerbitan Obligasi Daerah sebagai Alternatif
Pembiayan Daerah. Jurnal Ekonomi Terapan. Vol.5, No.2

16
Pelealu, Andreas Marzel. (2013). Pengaruh Dana Alokasi Khusus (Dak), Dan Pendapatan
Asli Daerah (Pad) Terhadap Belanja Modal Pemerintah Kota Manado Tahun 2003-
2012. Dalam Jurnal: Riset, Ekonomi, Manajemen, Bisnis dan Akuntansi, Vol.1 No.4.
Universitas Sam Ratulangi Manado

Santoso, Yusuf Imam. (2021). Kemendagri: Pemda Diharapkan Tak Asal Terima Hibah
Asing. Melalui: Kontan ID

Sianturi, Holmes. (2017). Kedudukan Keuangan Daerah Dalam Pengelolaan Dana Hibah
Dan Bantuan Sosial Berdasarkan Perspektif Keuangan Negara. Dalam Jurnal:
Wawasan Yurisdika, Vol.1 No.1. Universitas Katolik Parahyangan Bandung

Yaqin & Herwanti. (2018). Analisis Permasalahan Pengelolaan Dana Alokasi Umum dan
Alokasi Khusus pada Pemerintah Daerah. Jurnal Studi Akutansi dan Keuangan. Vo.1
No.2

17

Anda mungkin juga menyukai