KELAS A
UNIVERSITAS DIPONEGORO
DAFTAR ISI.............................................................................................................................. 2
BAB I ......................................................................................................................................... 3
PENDAHULUAN ..................................................................................................................... 3
A. LATAR BELAKANG .................................................................................................... 3
B. RUMUSAN MASALAH .............................................................................................. 3
C. TUJUAN......................................................................................................................... 3
BAB II........................................................................................................................................ 4
1. SISI KEUANGAN DAERAH ...................................................................................... 4
APBN.................................................................................................................................. 4
2. SISI PENDAPATAN DAERAH ....................................................................................... 5
Pendapatan Asli Daerah...................................................................................................... 5
B. Pendapatan Transfer....................................................................................................... 6
Lain-lain Pendapatan Daerah Yang Sah ............................................................................. 7
3. SISI BELANJA DAERAH ................................................................................................ 7
A. Pengertian Belanja Daerah ............................................................................................ 7
B. UU Belanja Daerah ........................................................................................................ 8
C. Jenis Jenis Belanja Daerah ............................................................................................. 9
D. Perbedaan Belanja dan Pendapatan Daerah ................................................................... 9
4. PEMBIAYAAN DAERAH.............................................................................................. 10
Penerimaan ....................................................................................................................... 10
Pengeluaran ...................................................................................................................... 10
Pengakuan ......................................................................................................................... 10
5. UNDANG UNDANG OTONOMI DAERAH ............................................................. 11
6. UNDANG UNDANG YANG MENGATUR PAJAK RETRIBUSI............................ 12
KESIMPULAN ........................................................................................................................ 15
DAFTAR PUSTAKA .............................................................................................................. 16
2
BAB I
PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
B. RUMUSAN MASALAH
Untuk membahas labih lanjut mengenai pajak daerah, kami merumuskan masalah
sebagai berikut :
C. TUJUAN
Maka dari rumusan masalah yang telah kami buat, kami harap dapat memberikan tujuan
dari pada pembahasan ini, yaitu :
3
BAB II
Pemerintahan nasional maupun daerah dapat berjalan dengan adanya sumber daya
yang mendukung. Salah satunya faktor keuangan, sebuah pemerintahan daerah dapat
berjalan dengan maksimal apabila memiliki kapasitas anggaran keuangan yang mendukung
dan memadai. Faktor keuangan disebut paling penting sebab setiap kegiatan baik
operasional maupun non-operasional pemerintahan membutuhkan biaya atau anggaran.
Keuangan daerah sendiri diartikan seluruh kewajiban dan juga hak yang akan daerah dapat
dilihat nilainya dengan uanng dan seluruh uang serta barang yang dapat dijadikan sebagai
milik daerah yang dengan hubungan kegiatan kewajiban dan hak dari daerah tersebut.
Pengelolaan keuangan daerah yang baik dapat meningkatkan kinerja pemerintah daerah
dalam membangun infrastruktur, diberikannya pelayanan publik berkualitas, serta
meningkatnya kesejahteraan dari masyarakat.
Pemerintah daerah yang masih bagian dari Negara Indonesia dalam sumber
pendapatannya mendapat sumber pendapatannya dari APBN (Anggaran Pendapatan dan
Belanja Negara). Namun, selain bersumber APBN pemerintah daerah juga secara mandiri
menghasilkan pendapatannya dari daerah masing masing.
• APBN
1
Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2022 mengenai Anggaran Pendapatan dan Belanja.
2
Undang-Undang Nomor 01 Tahun 2022 mengenai Hubungan Keuangan Antara Pemerintah
Pusat dan Pemerintah Daerah.
4
1. Pendapatan Negara
Pendapatan negara yang terkumpul diestimasi pada saat penyusunan APBN dan
menjadi dasar untuk menentukan jumlah belanja yang akan dilakukan oleh pemerintah.
2. Belanja Negara
3. Pembiayaan
Pembiayaan merupakan selisih dari pendapatan dan belanja negara.
2. Retribusi Daerah
Retribusi daaerah sudah diatur dalam Perda. Retribusi Daerah adalah iuran
daerah yang digunakan untuk pembayaran izin atau jasa tertentu. Sama seperti pajak
daerah, retribusi ini sebagai pendapatan yang digunakan untuk kesejahteraan daerah.
Retribusi daerah dibagi 3 macam, sebagai berikut:
a. Jasa Umum.
b. Jasa Usaha.
c. Perizinan Tertentu.
5
3. Hasil Pengelolaan Kekayaan Daerah yang Dipisahkan
Suatu keuntungan laba dari BUMD ditambah dengan kerjasama pihak lain.
Hasil dari sumber asset daerah sudah diatur didalam Perda. Kepala daerah akan
meminta iuran diluar dari perundang-undangan akan dikenai sanksi. Jika sudah
terkumpul, lalu iuran tersebut akan disetorkan oleh kepala daerah.
4. Lain-lain Pendapatan Asli Daerah yang Sah
Yaitu pendapatan selain dari pajak daerah dan retribusi daerah, contohnya yaitu
penjualan asset daerah dan juga giro.
B. Pendapatan Transfer
1. Transfer Pemerintah Pusat
• Dana Perimbangan, terdiri atas:
1) Dana Bagi Hasil (DBH);
Yaitu uang yang berasal dari pendapatan yang disumbangkan untuk
membayarkan kebutuhan suatu daerah. Menurut PP No. 55 Tahun 2005, DBH
yaitu uang yang berasal dari pendapatan APBN lalu dibagikan unruk daerah
dengan mempertimbangkan alasan tertentu. DBH berasal:
a) Pajak
DBH yang bersumber dari pajak terdiri atas:
❖ Pajak Bumi dan Bangunan (PBB);
Penerimaan PBB tersebut dibagi dengan imbangan sebagai berikut:
(a) 10% untuk Pemerintah Pusat;
(b) 90% untuk daerah.
Bagian daerah sebesar 90% tertulis dengan sebagai berikut:
(a) 16,2% untuk daerah provinsi yang bersangkutan
(b) 64,8% untuk Daerah Kabupaten/Kota yang bersangkutan
(c) 9% untuk Biaya Pemungutan (BP).
Untuk DKI Jakarta, bagian daerah sebesar 90% seperti:
(a) 81% untuk daerah provinsi
(b) 9% untuk Biaya Pemungutan (BP).
❖ PPh Pasal 25 dan Pasal 29 wajib pajak orang pribadi dalam negeri dan
PPh Pasal 21.
6
b) Cukai
Yaitu cukai dari penghasilan penjualan tembakau.
c) Sumber Daya Alam.
SDA berasal dari:
❖ Kehutanan yang terdapat dari anggaran usaha pemanfaatan hutan
(IIUPH), provisi sumber daya hutan (PSDH) dan dana reboisasi yang
dihasilkan dari wilayah Daerah yang bersangkutan.
❖ Pertamvangan mineral dan batubara yang terdapat dari anggaran
landremt dam eksploitasi yang dilakukan oleh daerah yang
bersangkutan.
❖ Pertambangangan Minyak bumi yang dieksploitasi oleh daerah yang
bersangkutan.
2) Dana Alokasi Umum (DAU)
Yaitu dana yang bersumber dari APBN lalu digunakan agar terjadinya
pemerataan dalam pendanaan di daerah ini.
3) Dana Alokasi Khusus (DAK).
Yaitu berasal dari APBN diberikan kepada daerah agar dapat mendanai
khusus yang merupakan urusan pemerintahan yang menjadi kewenangan
daerah. Kebijakan DAK dirundingkan oleh dewan pertimbangan otonomi
daerah sebelum penetapan rencana kerja Pemerintah Pusat.
3
Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2022 mengenai Anggaran Pendapatan dan Belanja.
4
Undang-Undang Nomor 71 Tahun 2010 mengenai Pernyataan Standar Akuntansi Pemerintah.
7
B. UU Belanja Daerah
Pemerintah Daerah dalam mengeluarkan saldo anggarannya untuk belanja
daerah tidak bisa sembarangan sebab ada peraturan berupa Undang-Undang yang
mengaturnya, yaitu UU Belanja Daerah. Undang-Undang Belanja Daerah adalah aturan
hukum yang mengatur tentang manajemen atau penyelenggaran anggaran belanja
daerah oleh pemerintah daerah di Indonesia. Undang-undang ini dikeluarkan oleh
Pemerintah Indonesia melalui DPR (Dewan Perwakilan Rakyat) dan ditetapkan
menjadi UU setelah mendapatkan persetujuan dari Presiden.5
5Undang-Undang Nomor 01 Tahun 2022 mengenai Hubungan Keuangan Antara Pemerintah Pusat
dan Pemerintah Daerah.
8
C. Jenis Jenis Belanja Daerah
Belanja daerah sangat penting karena menunjukkan seberapa besar komitmen
pemerintah daerah dalam menyediakan pelayanan kepada masyarakat serta
membangun infrastruktur dan memajukan daerah. 6Untuk itu ada beberapa jenis belanja
daerah berdasarkan kebermanfaatannya, antara lain:
1. Belanja operasional adalah belanja yang diperuntukkan untuk membiayai aktivitas
operasional pemerintah daerah, seperti gaji pegawai, bahan bakar, pemeliharaan
gedung, dan lain sebagainya.
2. Belanja modal adalah belanja yang diperuntukkan untuk pembelian atau penyediaan
aset tetap, seperti bangunan, kendaraan, jalan, jembatan, dan lain sebagainya.
3. Belanja subsidi adalah belanja yang diberikan oleh pemerintah daerah kepada
masyarakat atau sektor tertentu untuk membiayai aktivitas atau memenuhi
kebutuhan masyarakat, seperti subsidi bahan bakar, subsidi pupuk, dan lain
sebagainya.
4. Belanja bantuan sosial adalah belanja yang diberikan oleh pemerintah daerah
kepada masyarakat yang membutuhkan, seperti program bantuan miskin, beasiswa,
dan lain sebagainya.
5. Belanja tak terduga adalah belanja yang diperuntukkan untuk aktivitas yang tidak
terduga, seperti bencana alam, pemilihan umum, dan lain sebagainya
9
4. PEMBIAYAAN DAERAH
Pembiayaan merupakan segala transaksi keuangan yang dilakukan oleh daerah, yang
meliputi penerimaan dan juga pengeluaran di mana transaksi tersebut wajib dibayar serta akan
dibayar kembali. Transaksi ini terutama digunakan oleh pemerintah dalam penganggaran yang
berguna untuk menutupi defisit ataupun menggunakan surplus anggaran. Pinjaman dan hasil
divestasi adalah dua contoh sumber pembiayaan. Sementara itu, beban pembiayaan digunakan
untuk hal-hal seperti pelunasan penyertaan modal pemerintah, pokok pinjaman, serta pinjaman
kepada orang lain.
Transaksi keuangan yang melibatkan segala pengeluaran yang kemudian akan diganti
ketika tahun anggaran berjalan ataupun tahun berikutnya dikenal dengan pembiayaan daerah.
Dalam APBD, pembiayaan daerah sebagai alat untuk memanfaatkan surplus anggaran atau
menutupi defisit. Sumber dana untuk pembiayaan daerah berasal dari DBH (Dana Bagi Hasil).
Pembiayaan daerah berisikan dua bagian, yaitu penerimaan dan pengeluaran pembiayaan.
A. Penerimaan
B. Pengeluaran
APBD menganggarkan secara bruto semua pengeluaran pembiayaan daerah yang wajib
diganti dalam tahun anggaran berjalan ataupun tahun berikutnya. Pelunasan penyertaan
modal pemerintah, pokok pinjaman, serta pinjaman kepada orang lain merupakan contoh
pengeluaran pembiayaan.
Meskipun tidak selalu merupakan biaya, setiap transfer tunai dari Rekening KUD dapat
menjadi beban pembiayaan. Tujuan pos pengeluaran dalam struktur APBD adalah untuk
memanfaatkan surplus anggaran yang dihasilkan.
Meskipun dilakukan dengan dana kas daerah, biaya pembiayaan tidak dapat
dimasukkan dalam kategori belanja karena tujuan dan tata cara penyaluran dana dari
rekening kas umum daerah berbeda. Proses pencairan pembiayaan dilakukan berbeda
dengan pengeluaran. Pengeluaran pembiayaan dilakukan atas persetujuan DPRD.
C. Pengakuan
Kecuali SiLPA, penerimaan dana dicatat setiap kali kas diterima di Rekening KUD.
Rekening KUD tidak menerima kas apapun dari penerimaan pembiayan dari SiLPA.
Kecuali jumlah kas yang berasal dari utang PFK, SiLPA sendiri adalah kas pada Rekening
KUD. Prinsip kotor mengatur bagaimana penerimaan pembiayaan dicatat, dengan
10
penerimaan kotor dicatat bukan jumlah bersih (setelah biaya dikompensasi). Pada saat
dana ditransfer dari Rekening KUD, diperhitungkan beban pembiayaan.
Dalam membahas pajak daerah dan retribusi daerah pasti akan berhubungan dengan
pembahasan mengenai otonomi daerah sebab pajak daerah dan retribusi daerah adalah hak
daerah untuk memungut pajak di daerahnya dalam mengadakan otonomi daerah. Otonomi
daerah sendiri pada UU No. 23 tahun 2014 pasal 1 ayat 6 bermakna hak, wewenang, dan
kewajiban daerah otonom untuk mengatur dan mengurus sendiri kepentingan pemerintahan
dan masyarakatnya dalam sistem NKRI. Di bawah ini perkembangan UU otonomi daerah.
11
kewenangan daerah, seperti pada Bab IV pasal 10 ayat 1 menjelaskan bahwa daerah
berwenang untuk mengatur sumber daya yang ada di areanya dan memegang
tanggung jawab untuk menjaga dan melestarikannya sesuai UU. UU ini sudah
dicabut oleh UU No.32 tahun 2004.
Pada UU ini menjelaskan bahwa wilayah Indonesia terbagi menjadi daerah provinsi
serta kabupaten atau kota yang dapat mengatur daerahnya masing-masing (pasal 2
bab I). Selain itu pada pasal 2 Bab I juga menjelaskan jika otonomi yang digunakan
ialah sistem otonomi seluas-luasnya kecuali kepentingan pemerintahan pusat.
Adapun penjelasan terkait kepentingan yang termasuk kepentingan pemerintah
pusat, yakni politik luar negeri, pertahanan, keamanan, yustisi, moneter dan fiskal
nasional, serta agama. Selain itu, pada UU ini juga dijelaskan bahwa otonomi
daerah juga menggunakan prinsip yang nyata dan bertanggung jawab. UU ini sudah
tidak digunakan lagi karena UU no 23 tahun 2014 sudah mencabut.
UU ini membahas lebih detail mengenai kekuasaan dan pembagian wilayah serta
membahas tentang koordinasi antar pemimpin daerah. Pada UU ini, daerah
Indonesia terdiri dari provinsi, kabupaten dan kota, kecamatan, desa.(Bab II pasal
2). UU ini juga menjelaskan prinsip otonomi daerah yang dianut yakni otonomi
yang seluas-luasnya berdasarkan negara kesatuan. Terkait kepentingan
pemerintahan pada UU ini dijelaskan bahwa terdapat tiga jenis kepentingan
pemerintahan, yakni kepentingan pemerintahan absolut (kepentingan yang semua
menjadi wewenang pemerintah pusat), kepentingan pemerintahan konkuren
(kepentingan yang dibagi antara pemerintah pusat dan daerah), serta kepentingan
pemerintahan umum (kepentingan yang jadi wewenang presiden). UU no 23 tahun
2014 memaparkan pendapatan asli daerah meliputi pajak daerah, retribusi daerah,
hasil pengelolaan sumber daya daerah yang dipisahkan, serta pendapatan asli daerah
yang resmi. UU No. 23 tahun 2014 acap kali mengalami perubahan yakni,
perubahan pertama dan kedua pada tahun 2015 dengan UU No. 2 Tahun 2015 dan
UU No. 9 Tahun 2015, sedangkan perubahan ketiga tahun 2020 yaitu dengan UU
No. 11 Tahun 2020. Pada perubahan perubahan yang terjadi susunan daerah di
Indonesia dan kepentingan-kepentingan pemerintahan tidak mengalami perubahan.
Selain itu, UU ini juga dicabut sebagian oleh UU no.1 tahun 2022.
Pada UU ini, prinsip otonomi daerah yang dianut yakni otonomi yang seluas-
luasnya berdasarkan negara kesatuan (Bab I pasal 1 ayat 4). Pada UU ini juga
dibahas pendapatan asli daerah, yaitu terdiri dari pajak retribusi, pajak daerah, hasil
pengelolaan sumber daya daerah yang dipisahkan, serta pendapatan asli daerah
yang resmi.
Undang-undang ini berisi tentang PDRD dengan rahmat Tuhan yang Maha Esa
Presiden Republik Indonesia. Undang-undang ini menimbang tentang:
a. NKRI adalah negara hukum yang didasarkan oleh Pancasila dan UUD RI
tahun 1945 yang memiliki tujuan untuk dapat mewujudkan kehidupan bangsa
Indonesia yang aman, tertib, adil, dan sejahtera.
b. Dan juga telah validnya UU No. 32 tahun 2004 yang berisi tentang
Pemerintahan Daerah yang beberapa kali telah alihkan menjadi UU No. 12 tahun
2008, bahwa pengelolaan pemerintah daerah dikerjakan melalui diberikannya
kewenangan yang sangat lapang yang diikuti oleh diberikannya kewajiban serta hak
untuk mengelola otonomi daerah dalam aspek sistem pengelolaan pemerintah suatu
negara.
c. PDRD adalah sebuah pokok penghasilan suatu daerah yang sangat penting
untuk dapat memodali pelaksanaan kegiatan pemerintahan daerah
d. Suatu kebijakan PDRD dicapai berlandaskan prinsip adil dan merata serta
prinsip demokrasi
e. UU No. 18 Tahun 1997 tentang PDRD telah diubah dengan UU No. 34 tahun
2000 tentang PDRD perlu diharmoniskan dengan kebijakan otonomi daerah
f. Dasar alasan yang ditargetkan dalam poin-poin yang telah tertera, maka
diperlukannya melakukan pembentukan UU tentang PDRD
13
b. bahwa pemerintahan daerah mengatur dan mengurus sendiri urusan
pemerintahan menurut asas otonomi dan tugas pembantuan
c. bahwa untuk menciptakan alokasi sumber daya nasional yang efektif dan
efisien, perlu diatur tata kelola hubungan keuangan antara pemerintah pusat dan
pemerintahan daerah yang adil, selaras, dan akuntabel berdasarkan Pancasila dan
Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945
2. Tujuan Rasionalisasi
14
KESIMPULAN
Pemerintah pusat dan daerah dapat beroperasi dengan baik apabila mendapatkan
sumber daya yang mendukung salah satunya faktor keuangan. Meningkatnya kinerja
pemerintah juga dapat terjadi apabila pengelolaan keuangannya baik. Indonesia dikenal
dengan konsep otonomi daerah, untuk itu pada pemerintahan daerah keuangan/pendapatan
akan memperoleh retribusi daerah, pajak daerah, hasil pengelolaan kekayaan daerah yang
dipisahkan, dan lainnya berupaa pendapatan asli daerah tersebut yang sah. Beberapa
pendapatan tersebut nantinya akan digunakan unruk menjalankan APBD, yang mana
pendanaan terbanyak akan didapatkan dari pemungutan pajak. Adapun UU RI No. 288 Tahun
2009 yang mengatur retribusi daerah dan pajak daerah.
15
DAFTAR PUSTAKA
Asih, Surya dan Irawan. 2018. Pengaruh Kontribusi Pajak Daerah, Pendapatan Asli Daerah
Dengan Pertumbuhan Ekonomi Sebagai Variabel Moderating Pemerintah Kabupaten
dan Kota. Medan: Universitas Panca Budi.
Ismail, Tjip dan Enceng.2019.Pajak dan Restribusi Daerah.Tangerang: Universitas Terbuka.
Kota Semarang. 2016 . Peraturan Daerah Kota Semarang Nomor 2 Tahun 2016 tentang
Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah Kota Semarang. Pemerintah Kota
Semarang: Semarang.
Pemerintah Indonesia. 2022. Undang-Undang Nomor 01 Tahun 2022 mengenai Hubungan
Keuangan Antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah. Lembar RI Tahun 2022,
No. 01. Jakarta.
Pemerintah Indonesia. 2022. Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2022 mengenai Anggaran
Pendapatan dan Belanja. Lembar RI Tahun 2022, No. 28. Jakarta.
Pemerintah Indonesia. 2010 . Peraturan Pemerintah Nomor 71 Tahun 2010 tentang Pernyataan
Standar Akuntansi Pemerintahan. PP No. 71 Tahun 2010. Jakarta
Pemerintah Indonesia. 2004. Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2004 mengenai Perimbangan
Keuangan antara Pemerintah dan Pemerintah Daerah. Lembar RI Tahun 2004, No. 33.
Jakarta.
Pemerintah Indonesia. 1945. Undang-Undang Nomor 01 Tahun 1945 mengenai Peraturan
Kedudukan Komite Nasional Daerah.. Lembar RI Tahun 1945, No. 01. Jakarta.
Pemerintah Indonesia. 1948. Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1948 mengenai Peraturan
Kedudukan Komite Nasional Daerah.. Lembar RI Tahun 1948, No. 22. Jakarta.
Pemerintah Indonesia. 1999. Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1999 mengenai Peraturan
Kedudukan Komite Nasional Daerah.. Lembar RI Tahun 1999, No. 22. Jakarta.
Pemerintah Indonesia. 2004. Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 mengenai Perimbangan
Keuangan antara Pemerintah dan Pemerintah Daerah. Lembar RI Tahun 2004, No. 32.
Jakarta.
Pemerintah Indonesia. 2014. Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 mengenai Perimbangan
Keuangan antara Pemerintah dan Pemerintah Daerah. Lembar RI Tahun 2014, No. 23.
Jakarta.
16