Anda di halaman 1dari 12

TUGAS MAKALAH KEUANGAN DAERAH

“Memahami Pengelolaaan Keuangan Daerah,


Ruang Fiskal dan Desentralisasi Fiskal”

Disusun Oleh :
Aliffia Izza Putri Nadhilla (2142530019)
Prima Sencly Monica (2142530025)

JURUSAN AKUNTANSI
POLITEKNIK NEGERI MALANG
2023
KATA PENGANTAR

Assalamu’alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh,

Puji syukur kami panjatkan kehadirat Allah Swt. yang sudah melimpahkan rahmat, taufik,
dan hidayah- Nya sehingga kami bisa menyusun tugas Makalah Keuangan Daerah ini
dengan baik serta tepat waktu.

Shalawat serta salam semoga selalu tercurahkan kepada baginda kita Nabi Muhammad
SAW. Yang mambawa ajarannya darizaman Zahiliyah sampai zaman terang benderang
seperti ini.

Kami mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu sehingga
makalah ini dapat diselesaikan tepat pada waktunya. Makalah ini masih jauh dari
sempurna, karena status kami yang masih dalam tahap belajar, oleh karena itu kami
mengharapkan kritik dan saran yang bersifat membangun demikesempurnaan makalah ini.

Semoga makalah ini memberikan informasi dan bermanfaat untuk pengembangan wawasan
dan peningkatan ilmu pengetahuan bagi kita semua.

Wassalamu’alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh


BAB 1

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Manajemen keuangan daerah merupakan alat untuk mengelola rumah tangga
pemerintah daerah. Salah satu bagian dari manajemen keuangan daerah adalah
akuntansi keuangan daerah. Akuntansi keuangan daerah merupakan salah satu bentuk
tata usaha dalam manajemen keunagan daerah selain tata umum atau administrasi.
Keuangan daerah didefinisikan sebagai semua hak dan kewajiban daerah
dalam rangka penyelenggaraan pemerintah daerah yang dapat dinilai dengan uang
termasuk didalamnya segala ebntuk kekayaan yang berhubungan dengan hak dan
kewajiban daerah tersebut.
Kebijakan fiskal merupakan salah satu kebijakan ekonomi untuk
mengendalikan keseimbangan makroekonomi dan mengarahkan kondisi
perekonomian ke arah yang lebih baik (Kementerian Keuangan RI, 2018).
Desentralisasi fiskal merupakan kewenangan yang diberikan pemerintah pusat
kepada daerah yang bertujuan untuk meningkatkan kapasitas pelayanannya untuk
dapat memenuhi kebutuhan masyarakat dari tingkat provinsi sampai desa.
Pemerintahan Indonesia yang semula bersifat sentralistik diubah sistemnya menjadi
desentralistik karena pada prinsipnya pemerintah daerahlah yang lebih mengerti
kondisi masyarakat yang ada di daerahnya ( Huda, 2012).
Menurut Undang-Undang No 32 tahun 2004, adanya desentralisasi fiskal
dapat meningkatkan efisiensi dan efektifitas. Oates dalam Lev Freinkman (2010)
mengatakan bahwa pemerintah lokal lebih mengetahui preferensi dan kebutuhan
masyarakat, sehingga apabila biaya penyediaan barang dan jasa publik adalah sama
untuk pemerintahan lokal (kabupaten/kota) dan tingkat pemerintahan yang lebih
tinggi, maka akan lebih efektif dan efisien apabila penyediaan tersebut diserahkan
kepada pemerintah lokal.
BAB II

PEMBAHASAN

1. Ruang Lingkup Keuangan Daerah


1.1 Pengertian Keuangan Daerah
Keuangan daerah adalah suatu kekayaan daerah atau asset yang dimiliki oleh
suatu daerah yang dapat dinilai dengan uang ataupun barang untuk menyelenggarakan
fungsi pemerintah daerah dengan efektif dan efisien. Adapun menurut UU Nomor 23
tahun 2014, keuangan daerah adalah semua hak dan kewajiban daerah yang dapat
dinilai dengan uang dan segala sesuatu berupa uang dan barang yang dapat dijadikan
milik daerah yang berhubungan dengan pelaksanaan dan kewajiban tersebut.
Berdasarkan PP Nomor 58 Tahun 2005, "Keuangan Daerah adalah semua hak
dan kewajiban daerah dalam rangka penyelenggaraan Pemerintah Daerah yang dapat
dinilai dengan uang termasuk didalamnya segala bentuk kekayaan yang berhubungan
dengan hak dan kewajiban tersebut"
Diaturnya keuangan daerah ini bertujuan untuk mengoptimalisasikan efisiensi
dan efektivitas penggunaan keuangan suatu daerah, membiayai kegiatan
penyelenggaraan pemerintah daerah agar terwujudnya kesejahteraan suatu daerah dan
demi meningkatkan pelayanan kepada Masyarakat daerah itu sendiri.

1.2 Ruang Lingkup Keuangan Daerah


Menurut Halim (2004:20), "Ruang lingkup keuangan daerah terdiri dari
keuangan daerah yang dikelola langsung dan kekayaan daerah yang dipisahkan. Yang
termasuk dalam keuangan yang dikelola langsung adalah 10 APBD dan barang-
barang inventaris milik daerah. Sedangkan keuangan daerah yang dipisahkan meliputi
Badan Usaha Milik (BUMD)".
Ruang Lingkup Keuangan Daerah beradarkan pasal 2 peraturan pemerintah
nomor 58 tahun 2005 tentang pengelolaan keuangan daerah meliputi:
1. Hak daerah untuk memungut pajak daerah dan retribusi daerah serta
melakukan pinjaman
2. Kewajiban daerah untuk menyelenggarakan urusan pemerintahan daerah dan
membayar tagihan pihak ketiga
3. Penerimaan daerah
4. Pengeluaran daerah
5. Kekayaan daerah yang dikelola sendiri atau oleh pihak lain berupa uang, surat
berharga, piutang, barang, serta hak-hak lain yang dapat dinilai dengan uang,
termasuk kekayaan yang dipisahkan pada perusahaan daerah
6. Kekayaan pihak lain yang dikuasai oleh pemerintah daerah dalam rangka
penyelenggaraan tugas pemerintahan daerah dan/atau kepentingan umum.

1.3 Pengelolaan Keuangan Daerah


Berdasarkan ketentuan umum pada PP Nomor 58 Tahun 2005, "Pengelolaan
keuangan daerah adalah keseluruhan kegiatan yang meliputi perencanaan,
pelaksanaan, penatausahaan, pelaporan dan pertanggungjawaban, pengawasan
daerah".
Di dalam pengelolaan keuangan daerah harus mengacu pada prinsip pokok
anggaran sektor publik. Adapun Pedoman Penyusunan APBD Pada Permendagri
No.27 Tahun 2013 mengatakan bahwa “APBD harus disusun dengan memperhatikan
prinsip pokok anggaran sektor publik, yaitu :
1. Sesuai kebutuhan penyelenggaraan Pemerintah Daerah
2. Tepat waktu sesuai yang direncanakan
3. Transparansi
4. Partisipatif
5. Memperhatikan asa keadilan dan kepatuhan
6. Tidak bertentangan dengan kepentingan umum
Pada Undang-undang Nomor 33 Tahun 2004 dengan jelas menetapkan
landasan penataan pengelolaan serta pertanggung jawaban keuangan daerah yaitu
dengan :
1. Ketentuan tentang pokok-pokok pengelolaan keuangan daerah diatur dengan
peraturan daerah.
2. Sistem dan proses pengelolaan keuangan daerah diatur dengan Surat Keputusan
Kepala Daerah sesuai dengan Peraturan Daerah tersebut.
3. Kepala daerah menyampaikan laporan pertanggung jawaban kepada DPRD
mengenai pengelolaan keuangan daerah dan kinerja keuangan daerah dari segi
efisiensi dan efektifitas keuangan.
4. Laporan pertanggung jawaban keuangan daerah tersebut merupakan dokumen
daerah sehingga dapat diketahui oleh Masyarakat.
Proses penyusunan anggaran ini berdasarkan besarnya realisasi anggaran yang
ada pada tahun sebelumnya. Sistem penyusunan dan pengelolaan anggaran daerah
pada saat ini berorientasi pada pencapaian hasil kinerja yang mencerminkan
kepentingan publik.

2. Ruang Lingkup Fiskal Daerah


2.1 Pengertian Kapasitas Fiskal Daerah
Kapasitas Fiskal Daerah adalah kemampuan keuangan masing-masing daerah
yang dicerminkan melalui pendapatan daerah dikurangi dengan pendapatan yang
penggunaannya sudah ditentukan dan belanja tertentu. Penghitungan Kapasitas Fiskal
Daerah provinsi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (1) huruf a didasarkan pada
formula sebagai berikut:
KFD provinsi-i = pendapatan – (pendapatan yang penggunaannya sudah ditentukan +
belanja tertentu)
Pendapatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) merupakan total pendapatan pada
realisasi APBD provinsi Tahun Anggaran.
Pendapatan yang penggunaannya sudah ditentukan sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
meliputi:
a. Pajak Rokok;
b. Dana Bagi Hasil Cukai Hasil Tembakau;
c. Dana Bagi Hasil Dana Reboisasi;
d. Dana Alokasi Khusus Fisik;
e. Dana Alokasi Khusus Nonfisik;
f. Dana Otonomi Khusus;
g. Dana Tambahan Infrastruktur

Berdasarkan indeks Kapasitas Fiskal Daerah provinsi dikelompokkan dalam 5 (lima)


kategori Kapasitas Fiskal Daerah sebagai berikut:
Rentang Indeks Kapasitas Fiskal Kategori Kapasitas Fiskal
Daerah (IKFD) Daerah
IKFD < 0,351 sangat rendah
0,351 < IKFD < 0,530 rendah
0,530 < IKFD < 0,823 sedang
0,823 < IKFD < 1,531 tinggi
IKFD > 1,531 sangat tinggi
2.2 Peta Kapasitas Fiskal Daerah
Peta Kapasitas Fiskal Daerah adalah gambaran kemampuan keuangan daerah
yang dikelompokkan berdasarkan indeks kapasitas fiskal daerah. Peta Kapasitas Fiskal
Daerah dapat digunakan untuk:
a. pertimbangan dalam penetapan daerah penerima hibah;
b. penilaian atas usulan pinjaman daerah;
c. penentuan besaran dana pendamping oleh pemerintah daerah, jika dipersyaratkan;
dan/atau
d. penggunaan lain sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

Peta Kapasitas Fiskal Daerah terdiri atas:


a. Peta Kapasitas Fiskal Daerah provinsi;dan
b. Peta Kapasitas Fiskal Daerah kabupaten/kota.

Penyusunan Peta Kapasitas Fiskal Daerah provinsi dilakukan melalui 2 (dua) tahap, yaitu:
a. tahap I, penghitungan Kapasitas Fiskal Daerah provinsi; dan
b. tahap II, penghitungan indeks Kapasitas Fiskal Daerah provinsi.

Penyusunan Peta Kapasitas Fiskal Daerah kabupaten/kota dilakukan melalui 2 (dua)


tahap, yaitu:
a. tahap I, penghitungan Kapasitas Fiskal Daerah kabupaten/kota;dan
b. tahap II, penghitungan indeks Kapasitas Fiskal Daerah kabupaten/kota.

3. Desentralisasi Fiskal

Desentralisasi keuangan atau bisa disebut dengan desentralisasi fiskal telah muncul
sebagai wawasan baru di dalam kebijakan negara pada tahun 1970. Tumbuhnya perhatian
terhadap desentralisasi fiskal disebabkan oleh dua hal :

- Dikaitkan dengan gagalnya perencanaan terpusat yang populernya adalah strategi


pertumbuhan dengan pemerataan
- Adanya kesadaran bahwa Pembangunan adalah suatu proses yang kompleks dan
penuh ketidakpastian yang tidak dapat dengan mudah dikendalikan dan direncanakan
dari pusat.

3.1 Pengertian Desentralisasi Fiskal

Setelah Gerakan reformasi 1998, Indonesia memulai era baru dalam system
ketatanegaraannya. Pada tahun 2001 sistem pemerintahan berubah dari pemerintahan yang
sentralistik ke sistem otonomi daerah. Sehingga, Pelaksanaan otonomi daerah dan
desentralisasi fiskal ibarat dua sisi mata uang yang tidak bisa dipisahkan.

Desentralisasi Fiskal adalah pelimpahan kewenangan serta tanggung jawab pemerintah


(fungsi publik) dari pemerintah kepada daerah (bawahan) atau organisasi semi-mandiri
(instansi vertical) atau kepada pihak swasta. Pasal 3 Peraturan Pemerintah Nomor 25 Tahun
2000 disebutkan kewenangan provinsi sebagai daerah otonom mencakup kewenangan dalam
bidang pemerintahan yang bersifat lintas kabupaten/kota serta kewenangan dalam bidang
pemerintahan tertentu lainnya. Atau sederhananya Desentralisasi fiscal adalah pelimpahan
kewenangan dan tanggung jawab fungsi-fungsi publik dari pemerintah pusat kepada
pemerintah atau organisasi yang levelnya lebih rendah di daerah.

Selain itu, desentralisasi juga memiliki arti pembentukan wilayah-wilayah yang lebih
kecil dari wilayah yang lebih kecil dari wilayah negara dan penciptaan lembaga-lembaga,
baik bersifat otonom maupun administratif di wilayah-wilayah tersebut. Sedangkan Suwandi
(2003:3) menyatakan bahwa kapasitas kuangan pemerintah daerah menentukan kemampuan
pemerintah daerah dalam menjalankan fungsi pelayanan masyarakat pembangunan
(development function). fungsi-fungsinya seperti melaksanakan (public service function),
melaksanakan Pembangunan (development fuction), dan perlindungan (protective function).

Pelaksanaan otonomi daerah dan desentralisasi fiskal tidak bisa dipisahkan. Pelimpahan
kekuasaan administrasi dan politik dalam rangka penyediaan layanan publik didukung
dengan pemberian bantuan keuangan kepada pemerintah daerah. Hal ini diatur didalam
peraturan perundang-undangan tentang pemerintah daerah dan perimbangan keuangan antara
pusat dan daerah.

Namun pada keadaan yang sesungguhnya, desentralisasi fiskal dianggap sebagai


kebebasan untuk membelanjakan dana sesuai prioritas dan kebutuhan masing-masing daerah.
Karena dapat tergambar melalui besarnya porsi belanja pegawai yang direalisasikan dalam
pembayaran gaji, tunjangan dan honor pejabat dan aparatur sipil daerah. Sementara porsi
belanja modal pada APBD relatif kecil yang mengakibatkan pembangunan infrastruktur di
suatu daerah lebih mengandalkan dana transfer dari pemerintah pusat. Sehingga, selain
pelaksanaan belanja daerah yang belum berkualitas, kemampuan keuangan daerah didalam
memenuhi pelayanan publik juga masih belum maksimal.

Cara pemerintah menjaga struktur transparan untuk system fiskal antar pemerintah :

a. Menetapkan jenis komisi hibah yang mengkaji alokasi transfer antar


pemerintah setiap beberapa tahun, dan merekomendasikan perubahan dalam
sistem lokal.
b. Memungkinkan untuk perubahan dalam struktur pajak daerah untuk
menangkap perubahan dalam struktur ekonomi
c. Menyediakan eksplisit “lulus” ketentuan bagi pemerintah daerah.

3.2 Redesign Desentralisasi Fiskal

Terdapat berbagai isu krusial Desentralisasi Fiskal yaitu :

1) Ketimpangan keuangan vertikal maupun horizontal


2) Tingginya gap pelayanan publik antara daerah maju dan daerah tertinggal
3) Besarnya ketergantungan pemerintah daerah kepada dana transfer karena belum
optimalnya pendapatan asli daerah
4) Pelaksanaan anggaran daerah yang belum berkualitas (quality spending).

Upaya pemerintah dalam mengurai permasalahan krusial tersebut, dengan melahirkan


UU Nomor 1 tahun 2022 tentang Hubungan Keuangan antara Pemerintahan Pusat dan
Daerah. UU HKPD bertujuan untuk memperkuat pelaksanaan desentralisasi fiskal melalui
beberapa kebijakan dan pengaturan.

Pemerintah berupaya meningkatkan kapasitas fiskal daerah melalui penguatan pajak


daerah dan retribusi daerah. Peningkatan kemampuan keuangan daerah dilakukan melalui
penajaman peran pemda dalam menambah sumber-sumber pendapatan asli daerah.
Optimalisasi penerimaan daerah penting untuk menambah kemampuan keuangan daerah
dalam membiayai program penyediaan layanan dasar publik sesuai dengan kebutuhan
masyarakat setempat.

Pemerintah melakukan reformulasi dana perimbangan agar penyaluran TKD


dilakukan berbasis kinerja dan outcome kepada masyarakat. Penggunaan DAU dilaksanakan
sesuai kinerja daerah dalam pencapaian layanan publik. Sehingga pemerintah daerah yang
memiliki kinerja baik dalam penyediaan layanan publik akan mendapat insentif fiskal sebagai
upaya untuk mendorong pemerintah daerah untuk berkompetisi dalam meningkatkan kualitas
layanan publik di daerah tersebut.

Pemerintah juga mendorong peningkatan kualitas belanja daerah melalui simplifikasi


dan sinkronisasi program daerah. Saat ini pemda memiliki lebih dari 30 ribu program dan 270
ribu kegiatan yang menyulitkan pemerintah untuk mengukur kinerja pelaksanaan anggaran
daera. Karena adanya jenis program dan kegiatan yang berbeda abtar daerah satu dan daerah
lainnya.

Melalui UU HKPD, pemerintah akan menyusun pedoman penyusunan program dan


kegiatan yang akan dilakukan oleh seluruh pemda. UU HKPD juga mengatur sinergi fiskal
nasional. Harmonisasi kebijakan APBD dilakukan dengan tujuan akselerasi pencapaian
tujuan pembangunan nasional. Serta dalam menghadapi ancaman alam dan non-alam yang
mengancam perekonomian nasional, perlu diatur secara jelas sinergi APBD, di mana sinergi
tersebut bertujuan menyelaraskan kebijakan fiskal nasional dengan fiskal regional dalam
terutama kondisi darurat untuk menjaga kesinambungan fiskal.
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Keuangan daerah adalah suatu kekayaan daerah atau asset yang dimiliki oleh
suatu daerah yang dapat dinilai dengan uang ataupun barang untuk
menyelenggarakan fungsi pemerintah daerah dengan efektif dan efisien. Adapun
menurut UU Nomor 23 tahun 2014, keuangan daerah adalah semua hak dan
kewajiban daerah yang dapat dinilai dengan uang dan segala sesuatu berupa uang
dan barang yang dapat dijadikan milik daerah yang berhubungan dengan
pelaksanaan dan kewajiban tersebut.
Ruang lingkup keuangan daerah terdiri dari keuangan daerah yang dikelola
langsung dan kekayaan daerah yang dipisahkan. Yang termasuk dalam keuangan
yang dikelola langsung adalah 10 APBD dan barang-barang inventaris milik daerah.
Sedangkan keuangan daerah yang dipisahkan meliputi Badan Usaha Milik (BUMD
Kapasitas Fiskal Daerah adalah kemampuan keuangan masing-masing daerah
yang dicerminkan melalui pendapatan daerah dikurangi dengan pendapatan yang
penggunaannya sudah ditentukan dan belanja tertentu.
Dethier (2000) mengamati pelajaran dari pengalaman internasional berkaitan
dengan desentralisasi. Pertama, desentralisasi dapat memperburuk suhu politik antar
daerah jika transfer fiskal antar pemerintah ditujukan untuk mengikuti prinsip ‘uang
mengikuti fungsi’, yang membawa tantangan dalam penerjemahan fungsi dan desain
pengaturan pembiayaan yang tepat.
DAFTAR PUSTAKA

Khusnaini, M. 2018. Keuangan Daerah. (Online)


https://www.google.co.id/books/edition/Keuangan_Daerah/VOmIDwAAQBAJ?
hl=id&gbpv=1 diakses pada tgl. 19 September 2023

Pasaribu, M. 2022. UU HKPD Re-Design Desentralisasi Fiskal. (Online)


https://djpb.kemenkeu.go.id/portal/id/berita/lainnya/opini/3890-uu-hkpd-re-design-
desentralisasi-fiskal.html diakses pada tgl. 20 September 2023

Elsye, R. 2013. Desentralisasi Fiskal. (Online)


http://eprints.ipdn.ac.id/125/2/DESENTRALISASI%20FISKAL.pdf diakses pada tgl. 20
September 2023

Christia, M. Ispriyarso, B. 2019. Desentralisasi Fiskal dan Otonomi Daerah di Indonesia.


Jurnal Universitas Diponegoro, 15(1), 149-163. (Online)
https://ejournal.undip.ac.id/index.php/lawreform/article/download/23360/pdf diakses pada
tgl. 23 September 2023

Ade, I. Tuhumena, D. Dewi, N. 2021. Akuntansi Keuangan Daerah Sebagai Bagian Dari
Manajemen Keuangan Daerah. (Online) https://id.scribd.com/embeds/504265718/content?
start_page=1&view_mode=scroll&access_key=key-fFexxf7r1bzEfWu3HKwf diakses pada
tgl. 23 September 2023

Hadi, S. Tomy, M. 2013. Ontologi Desentralisasi Fiskal Dalam Negara Kesatuan. Jurnal
Perspektif, 18(3), 169-179. (Online)
https://jurnal-perspektif.org/index.php/perspektif/article/view/43/35 diakses pada tgl. 25
September 2023

Anda mungkin juga menyukai