Anda di halaman 1dari 8

BAB II

Tinjauan Pustaka
2.1.Kinerja Keuangan Pemerintah
1.Kinerja Keuangan
a.Pengertian Kinerja Keuangan
Kinerja keuangan pemerintah Daerah adalah keluaran/ hasil dari
kegiatan/program yang akan atau telah dicapai sehubungan dengan penggunaan
anggaran daerah dengan kuantitas dan kualitas terukur, kemampuan daerah dapat
diukur dengan menilai efisiensi atas pelayanan yang diberikan kepada masyarakat
(Hendri Sumarjo,2010)
Menurut Bastian (2006:273) kinerja adalah gambaran pencapaian
pelaksanaan suatu kegiatan/program/kebijaksanaan dalam mewujudkan sasaran,
tujuan, misi, dan visi organisasi. Secara umum dapat juga dikatakan bahwa kinerja
merupakan prestasi yang dapat dicapai oleh organisasi dalam periode tertentu.
Kinerja Keuangan Pemerintah Daerah adalah kemampuan suatu daerah untuk
menggali dan mengelola sumber-sumber keuangan asli daerah dalam memenuhi
kebutuhannya guna mendukung berjalannya sistem pemerintahan, pelayanan
kepada masyarakat dan pembangunan daerahnya dengan tidak tergantung
sepenuhnya kepada pemerintah pusat dan mempunyai keleluasaan di dalam
menggunakan dana-dana untuk kepentingan masyarakat daerah dalam batas-batas
yang ditentukan Peraturan Perundang-Undangan
Salah satu alat untuk menganalisis kinerja pemerintah daerah dalam
mengelola keuangan daerahnya adalah dengan melaksanakan analisis rasio
terhadap APBD yang telah ditetapkan dan dilaksanakannya. Hasil analisis rasio
keuangan ini selanjutnya digunakan untuk tolak ukur dalam: 1) Menilai
kemandirian keuangan daerah dalam membiayai penyelenggaraan otonomi
daerah, 2) Mengukur efektivitas dan efisiensi dalam merealisasikan pendapatan
daerah, 3) Mengukur sejauh mana aktivitas pemerintah daerah dalam
membelanjakan pendapatan daerahnya,4) Mengukur kontribusi masing- masing
sumber pendapatan dalam pembentukan pendapatan daerah.
Melihat pertumbuhan atau perkembangan perolehan pendapatan dan
pengeluaran yang dilakukan selama periode waktu tertentu. Selanjutnya dalam
kaitannya dengan pemerintah daerah, Kinerja Keuangan Pemerintah Daerah
adalah keluaran atau hasil dari kegiatan atau program yang akan atau telah dicapai
sehubungan dengan penggunaan anggaran daerah dengan kualitas dan kuantitas
yang terukur, kemampuan daerah dapat diukur dengan menilai efisiensi atas
pelayanan yang diberikan kepada masyarakat (Sumarjo,2010). Keuangan daerah
merupakan bagian integral dari keuangan negara dalam pengalokasian sumber-
sumber ekonomi, pemerataan hasil-hasil pembangunan dan menciptakan stabilitas
ekonomi guna stabilitas sosial politik. Peranan keuangan daerah akan dapat
meningkatkan kesiapan daerah untuk mendorong terwujudnya otonomi daerah
yang lebih nyata dan bertanggungjawab. Pemerintah dalam melaksanakan
otonomi daerah yang luas, nyata dan bertanggungjawab memerlukan dana yang
cukup dan terus meningkat sesuai dengan meningkatnya tuntutan masyarakat,
kegiatan pemerintahan dan pembangunan.
2.2 Pengertian Manajemen keuangan daerah
Pengertian Manajemen keuangan daerah Di bawah ini akan di kemukakan
pendapat dari Abdul halim (2009:2) mengatakan bahwa. Ketika membicarakan
pengelolaan keuangan daerah, tidak dapat di lepaskan dari pembahasan mengenai
APBD. Oleh karena itu, pembahasan manajemen keuangan daerah bertolak dari
pembahasan APBD yang merupakan program kerja pemerintah daerah dalam
satuan angka. Sedangkan pendapat ahli lainnya tentang manajemen keuangan
daerah menurut Achmad Mahsum (2009:68) mengatakan bahwa manajemen
keuangan daerah adalah langkah-langkah yang di tempuh pemerintah untuk
mencari sumber-sumber keuangan berupa pajak daerah, pungutan, retribusi, dan
pajak pendapatan dari hasil transaksi.selanjutnya bilamana APBD kurang
mencukupi dari sumber dana yang dikemukakan di atas maka pemerintah daerah
biasanya bermohon kepada pemerintah Pusat dan pemerintah tingkat I,
Selanjutnya bilamana pemerintah ingin membiayai proyek-proyek investasi
berupa pembangunan infrastruktur ataukah pengairan atau pembangunan proyek
listrik, dan pengadaan air bersih, maka pemerintah mencari sumber keuangan dari
investor dalam negeri maupun investor dari luar negeri.
Pada Era UU No.32/2004, aturan dan ketentuan mengenai manajemen
keuangan daerah yaitu perkembangan manajemen keuangan daerah beserta
seluruh perangkat peraturan perundangan yang terkait lebih titik beratkan pada
hal-hal yang bersifat teknis. Perubahan mengenai siklus, mekanisme, fungsi, dan
struktur APBD dilaksanakan dalam rangka menciptakan suatu sistem
perundangan yang terintegrasi antara keuangan negara (pusat) dengan. keuangan
daerah. Perubahan yang terjadi dalam pengelolaan keuangan daerah berhubunga
dengan: 1) Siklus anggaran pendapatan dan belanja daerah Perubahan yang
dilakukan merupakan pengembangan dari proses/tahapan pada siklus APBD era
sebelumnya, seperti proses penyusunan, perubahan, dan perhitungan APBD.
Perubahan penting dalam tahapan siklus APBD yaitu :
a. Asas akuntabilitas dan transparansi dalam pengelolaan keuangan daerah
lebih mendapatkan perhatian;
b. Penyusunan APBD menggunakan pendekatan prestasi kerjadan melibatkan
partisipasi semua bagian dalam organisasi/satuan kerja perangkat
daerah(partisipatif budgeting);
c. Penyusunan sistem akuntansi keuangan pemerintah daerah berdasarkan
standar akuntansi pemerintah(SAP);
d. Laporan pertanggungjawaban keuangan terdiri dari laporan realisasi
anggaran, laporan arus kas, Neraca, dan catatan atas laporan keuangan;
e. Pengawasan pelaksanaan APBD dilaksanakan oleh DPRD dengan
melaksanakan sistem pengendalian intern;
f. Laporan pertanggungjawaban yang diterbitkan pemerintah daerah diperiksa
oleh Badan Pemeriksa Keuangan(BPK); serta
g. Prinsip anggaran yang harus diterapkan adalah transparansi, disiplin
anggaran, keadilan dan kepatuhan, ekonomis, efisiensi dan efektivitas.
2) Mekanisme Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah 11 Mekanisme APBD
dapat dilihat dari :
a. Pendapatan, Rencana Pendapatan yang telah ditetapkan dibagi
berdasarkan kemungkinan realisasinya dalam bentuk anggaran kas(cash budget).
Realisasi dari pendapatan daerah masuk ke kas dalam kas daerah. Anggaran kas
menjadi pedoman dalam melakukan pengeluaran dikarenakan dalam realisasi
penerimaan.
b. Belanja, Belanja dalam APBD dibedakan menjadi belanja rutin dan
belanja pembangunan. Atas dasar DIKDA/DIPDA, diterbitkan SKO dan
selanjutnya SPMU yang dituangkan ke kas daerah.
3) Fungsi dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah Berdasarkan aturan
dan ketentuan pengelolaan keuangan daerahdi era UU No. 32/2004, fungsi
pengelolaan keuangan daerah juga relatif tidak berubah. Kewenangan otorisator,
ordonator dan kebendaharawan masih berada pada kepala daerah (tentunya
dengan pelimpahan sesuai dengan peraturan perundangan yang berlaku).
4) Struktur Anggaran Pendapatan Dan Belanja Daerah Berdasarkan UU No.
32/2004 serta aturan pelaksanaanya, struktur APBD dibagi menjadi pendapatan,
belanja, transfer dan pembiayaan, yang masing-masing secara tegas harus
dicantumkan sebelumnya. Pendapatan dibagi atas kelompok-kelompok pendapatn
dan kelompok pendapatan dibagi atas jenis-jenis. Belanja dibagi menjadi belanja
operasi, belanja modal barang, subsidi, bunga, hibah, dan bantuan sosial. Tansfer
pendapatan/bagi hasil ke desa terdiri dari bagi hasil pajak, bagi hasil retribusi dan
bagi hasil 12 lainnya. Pembiayaan dibagi menjadi penerimaan pembiayaan dan
pengeluaran pembiayaan. selisih antara surplus/defisit dengan pembiayaan dicatat
sebagai selisih lebih/kurang pembiayaan anggaran (SILPA). C. Konsep Laporan
Keuangan Pemerintah Daerah Menurut Standar Akuntansi Keuangan (SAK)
2015, laporan keuangan merupakan bagian dari proses pelaporan keuangan .
laporan keuangan daerah yang lengkap biasanya meliputi neraca, laporan realisasi
anggaran, laporan operasional, laporan perubahan modal atau ekuitas, dan laporan
arus kas. Maka, secara umum laporan keuangan daerah adalah catatan informasi
keuangan daerah pada satu periode akuntansi yang dapat digunakan untuk
menggambarkan kinerja suatu instansi pemerintah dengan menggunakan analisis
rasio keuangan. Laporan keuangan adalah produk akhir dari proses akuntansi yang
telah dilakukan. Laporan keuangan yang disusun harus memenuhi prinsip-prinsip
yang dinyatakan dalam Peraturan Pemerintah Nomor 71 Tahun 2010 tentang
Standar Akuntansi Pemerintahan. Laporan Keuangan yang dihasilkan dari
masing-masing Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD) yang kemudian dijadikan
dasar dalam membuat Laporan Keuangan Pemerintah Provinsi/ Kabupaten/ Kota.
Menurut Erlina (2013:20)
laporan keuangan daerah suatu hasil dari proses pengidentifikasian,
pengukuran, pencatatan, dari transaksi ekonomi (keuangan) dari entitas
pemerintah daerah yang dijadikan sebagai informasi dalam rangka
pertanggungjawaban pengelolaan keuangan daerah dan 13 pengambilan keputusan
ekonomi oleh pihak-pihak eksternal entitas pemerintah daerah yang
memerlukannya. Laporan keuangan pemerintah daerah yang merupakan gabungan
dari laporan keuangan SKPD yang ada dalam pemerintahan daerah itu disusun
untuk menyediakan informasi yang relevan mengenai posisi keuangan dan seluruh
transaksi yang dilakukan oleh suatu entitas pemerintah daerah selama satu periode
pelaporan. Laporan keuangan daerah yang telah di uji dan dianalisis
tersebutkemudian digunakan oleh pihak-pihak yang berkepentingan seperti
Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPR), Badan Pemeriksa Keuangan (BPK),
Kreditor, Donatur, Analis Ekonomi dan Pemerintah Daerah lainnya dan
Pemerintah Pusat. D. Good Governance dalam keuangan publik Good
Governance adalah tata kelola organisasi secara baik dengan prinsip-prinsip
keterbukaan, keadilan, dan dapat dipertanggungjawabkan dalam rangka mencapai
tujuan organisasi.
Menurut Halim (2009:18) menyatakan bahwa Good Governance
merupakan isu relevan dalam pengelolaan administrasi publik. Pola-pola lama
penyelenggaraan pemerintah tidak sesuai lagi bagi tatanan masyarakat yang telah
berubah. Oleh karena, tuntutan itu merupakan hal yang wajar dan sudah
seharusnya direspon oleh pemerintah dengan melakukan perubahan- perubahan
yang terarah pada terwujudnya penyelenggaraan pemerintahan yang baik. Good
Governance diarahkan pada pencapaian tujuan nasional , 14 serta pemerintah yang
berfungsi secara ideal, yaitu secara efektif dan efisien dalam melakukan upaya
untuk mencapai tujuan nasional.
Adapun prinsip dasar good governance adalah sebagai berikut :
a. Public participation, yaitu Setiap warga negara mempunyai suara dalam
pembuatan keputusan, baik secara langsung maupun melalui intermediasi yang
mewakili kepentingan.
b. Rule of Law, yaitu Kerangka hukum harus adil dan dilaksanakan tanpa
pandang bulu, terutama hukum untuk hak asasi manusia.
c. Transparancy, yaitu Transparansi dibangun atas dasar kebebasan arus
informasi. Proses, lembaga, dan informasi secara langsung dapat diterima oleh
pihak-pihak yang membutuhkan.
d. Responsiveness, yaitu embaga-lembaga dan proses-proses harus
mencoba untuk melayani setiap stakeholders.
e. Consensus Orientation, yaitu Good Governance menjadi perantara
kepentingan yang berbeda untuk memperoleh pilihan terbaik bagi kepentingan
yang lebih luas dalam hal kebijakan-kebijakan maupun prosedur-prosedur.
f. Equity, yaitu Semua warga negara mempunyai kesempatan untuk
meningkatkan atau menjaga kesejahteraan mereka.
g. Effectiveness and Efficiency, yaitu Proses dan lembaga menghasilkan
public goods dan services sesuai dengan apa digariskan dengan menggunakan
sumber-sumber yang tersedia sebaik mungkin.
2.3 Konsep Kinerja Keuangan Pemerintah Daerah
Hasil kegiatan yang dicapai oleh pemerintah daerah dalam bentuk
kuantitas dan kualitas terukur terkait penggunaan anggaran daerah menjadi
pengukuran kinerja keuangan pemerintah daerah tersebut (Pangkey, Saerang &
Tulung, 2017).Penggunaan dana dalam hal ini ditujukkan untuk kebutuhan
masyarakat setempat dalam batas-batas yang ditentukan oleh undang-undang
(Satria & Sari,2018) Menurut Peraturan Pemerintah Nomor 8 Tahun 2006 tentang
Pelaporan Keuangan dan Kinerja Instansi Pemerintah menyebutkan bahwa kinerja
adalah suatu keluaran atau hasil dari kegiatan atau program yang hendak atau
telah dicapai sehubungan dengan penggunaan anggaran dengan kuantitas dan
kualitas terukur. Ukuran kinerja menjadi dua, yaitu ukuran kinerja keuangan dan
ukuran kinerja non-keuangan. Kinerja keuangan biasanya diukur berdasarkan
anggaran yang telah dibuat, yaitu dengan menganalisis varians (selisih atau
perbedaan) antara kinerja aktual dengan yang dianggarkan. Di pihak lain, kinerja
non-keuangan dapat dilihat dari kualitas pelayanan, kedisiplinan, kepuasan
pelanggan dan sebagainya.
Dalam jurnal Dewi SPA dan Fajar Harimurti (2017), kinerja
keuangan daerah memiliki peran dalam mengelola asset, dalam hal ini termasuk
keuangan daerah, sehingga masing-masing daerah perlu mengelola keuangan yang
dimilikinya. Untuk dapat mencapai tata kelola pemerintahan yang baik (Good
Corporate Governance) maka sudah menjadi tanggung jawab pemerintah daerah
untuk dapat mewujudkannya. Pemerintah dikatakan mempunyai kinerja baik
apabila pemerintah tersebut mampu mengelola pemerintahan sehingga dapat
memberikan kesejahteraan kepada masyarakatnya secara keseluruhan.
Kinerja Keuangan Daerah adalah wujud dari bentuk penilaian terhadap
pencapaian kegiatan atau serangkaian program suatu organisasi dalam satu
periode tertentu di bidang keuangan dalam mewujudkan tujuan, visi dan misi yang
telah ditetapkan, yang nantinya akan dibandingkan dengan berbagai kemungkinan
seperti standar hasil kerja, target dan sasaran yang sebelumnya telah disepakati
bersama.
Pengukuran Kinerja Keuangan sangat penting untuk menilai akuntabilitas
pemerintah daerah dalam melakukan pengelolaan keuangan daerah. Akuntabilitas
bukan sekedar kemampuan menunjukan bagaimana uang publik dibelanjakan
akan tetapi meliputi kemampuan yang menunjukan bahwa uang publik tersebut
telah dibelanjakan secara efisien, efektif dan ekonomis. Efisien berarti
penggunaan dana masyarakat tersebut menghasilkan outpun yang maksimal,
efektif berarti penggunaan anggaran tersebut harus mencapai targettarget atau
tujuan untuk kepentingan publik, dan ekonomis berkaitan dengan pemilihan dan
penggunaan sumber daya dalam jumlah dan kualitas
Analisis terhadap kinerja keuangan pemerintah daerah dalam pengelolaan
anggaran pendapatan daerah secara umum terlihat dari realisasi pendapatan dan
anggarannya. Apabila realisasi melampaui anggaran (target) maka kinerja dapat
dinilai dengan baik. Penilaian kinerja pendapatan pada dasarnya tidak cukup
hanya melihat apakah realisasi pendapatan daerah telah melampaui target
anggaran, namun perlu dilihat lebih lanjut kompenen pendapatan apa yang paling
berpengaruh
Dalam laporan keuangan rasio adalah suatu angka yang menunjukkan
hubungan antara suatu unsur dengan unsur lainnya. Rasio menggambarkan suatu
hubungan atau perimbangan antara suatu jumlah tertentu dengan jumlah yang
lainnya dan dengan menggunakan alat analisis berupa rasio. Rasio ini dapat
memberikan gambaran tentang baik buruknya keadaan atau posisi keuangan. 10
Untuk mengukur kinerja keuangan daerah dapat diukur dengan
a. Rasio Derajat Desentralisasi
Rasio ini menunjukkan tingkat kewenangan dan tanggung jawab
yang diberikan pemerintah pusat kepada pemerintah daerah untuk
melaksanakan pembangunan. Berikut adalah tabel kategori tingkat
desentralisasi keuangan daerah:
Tabel 2.1
Kategori Tingkat Desentralisasi Keuangan Daerah
Kemampuan Desentralisasi
Keuangan
Sangat rendah 0%-25%
Rendah > 25%-50%
Sedang > 50%-75%
Tinggi (mandiri) > 75%-100%
b. Rasio Ketergantungan
Rasio ketergantungan keuangan daerah yaitu rasio yang mengukur
tingkat kemampuan daerah dalam meningkatkan pendapatan asli daerah.
Semakin tinggi rasio yang dihasilkan maka semakin besar tingkat
ketergantungan pemerintah daerah terhadap pemerintah pusat dan atau
pemerintah provinsi.
Tabel 2.2
Kategori Tingkat Ketergantungan Keuangan Daerah
Kemampuan keuangan Ketergantungan
Sangat rendah 0%-25%
Rendah > 25%-50%
Sedang > 50%-75%
Tinggi (ketergantungan) > 75%-100%
c. Rasio Kemandirian
Rasio kemandirian adalah tingkat kemampuan suatu daerah dalam
membiayai sendiri kegiatan pemerintah, pembangunan dan pelayanan
kepada masyarakat yang telah membayar pajak dan retribusi sebagai
sumber pendapatan yang diperlukan daerah.
Tabel 2. 3.
Kategori Tingkat Kemandirian Keuangan Daerah
Kemampuan Kemandirian (%) Pola Hubungan
keuangan
Sangat rendah 0%-25% Instruktif
Rendah 25%-50% Konsultatif
Sedang 50%-75% Partisipatif
Tinggi 75%-100% Delegatif
Keterangan pola hubungan rasio kemandirian :
1. Pola hubungan instruktif, di mana peranan pemerintah pusat lebih
dominan dari pada kemandirian pemerintah daerah (daerah yang
tidak mampu melaksanakan otonomi daerah).
2. Pola hubungan konsultatif, yaitu campur tangan pemerintah pusat
sudah mulai berkurang karena daerah dianggap sedikit lebih
mampu melaksanakan otonomi daerah.
3. Pola hubungan partisipatif, peranan pemerintah pusat sudah mulai
berkurang, mengingat daerah yang bersangkutan tingkat
kemandiriannya mendekati mampu melaksanakan urusan otonomi
daerah.
4. Pola hubungan delegatif, yaitu campur tangan pemerintah pusat
sudah tidak ada karena daerah telah benar-benar mampu dan
mandiri dalam melaksanakan urusan otonomi daerah

Tabel 2.4
Kategori Tingkat Ketergantungan Keuangan Daerah
Kriteria Efisiensi Efisiensi (%
Tidak efisien > 100%
Kurang efisien 90% - 100%
Cukup efisien 80% - 90%
Efisien 60% - 80%
Sangat efisien < 60%
Jadi kinerja keuangan pemerintah daerah adalah kemampuan suatu daerah
untuk menggali dan mengelola sumber-sumber keuangan asli daerah dalam
memenuhi kebutuhannya guna mendukung berjalannya sistem pemerintahan,
pelayanan kepada masyarakat dan pembangunan daerahnya dengan tidak
tergantung sepenuhnya kepada pemerintah pusat dan mempunyai keleluasaan di
dalam menggunakan dana-dana untuk kepentingan masyarakat daerah dalam
batas-batas yang ditentukan peraturan perundang-undangan

Anda mungkin juga menyukai