Anda di halaman 1dari 6

Prinsip Pengelolaan Keuangan Daerah

Mar 14, 2016 9:44 am3 Comments


Prinsip keuangan daerah dikelola secara tertib, taat pada peraturan perundang-undangan, efisien, ekonomis, efektif,
transparan, dan bertanggung jawab dengan memperhatikan, asas keadilan, kepatutan, dan manfaat untuk
masyarakat. Pengelolaan keuangan daerah dilaksanakan dalam suatu sistem yang terintegrasi yang diwujudkan
dalam anggaran pendapatan dan belanja daerah yang setiap tahun ditetapkan dengan peraturan daerah. Menurut
Jaya (1999) keuangan daerah adalah seluruh tatanan, perangkat kelembagaan dan kebijaksanaan anggaran daerah
yang meliputi pendapatan dan belanja daerah.
Menurut Mamesah (1995) keuangan daerah adalah semua hak dan kewajiban yang dapat dinilai dengan uang,
demikian pula segala sesuatu baik berupa uang maupun barang yang dapat dijadikan kekayaan daerah sepanjang
belum dimilikiatau dikuasai oleh negara atau daerah yang lebih tinggi, serta pihak lain sesuai dengan ketentuan
peraturan yang berlaku.
Tujuan utama dari pengelolaan keuangan daerah dan organisasi
Pemerintah Daerah adalah memberikan pelayanan yang prima bagi masyarakat di daerah yang merupakan klient
dari pemerintah daerah. Dalam hal ini, semua unit pemerintah yang ada secara pokok difungsikan untuk melayani
dengan sebaik-baiknya masyarakat yang bersangkutan. Untuk dapat berfungsi sebagai public service maka persepsi
aparatur pemerintah daerah tentang pelayanan terhadap masyarakat merupakan suatu kunci dalam memberikan
kejelasan arah, semakin baik persepsi aparatur pemerintah akan semakin baik pula penyelenggaraan pemerintahan
begitu juga sebaliknya.
Menurut Devas (1989) Pengelolaan keuangan daerah berarti mengurus dan mengatur keuangan daerah itu sendiri
berdasarkan pada prinsip-prinsip sebagai berikut :
a. Tanggung jawab
Pemerintah daerah harus mempertanggungjawabkan keuangannya kepada lembaga, Pemerintah Pusat, DPRD,
Kepala Daerah dan masyarakat umum.
b. Mampu memenuhi kewajiban keuangan
Keuangan daerah harus ditata dan dikelola sedemikian rupa sehingga mampu melunasi semua kewajiban atau
ikatan keuangan baik jangka pendek, jangka panjang maupun pinjaman jangka panjang pada waktu yang telah
ditentukan.
c. Kejujuran
Hal-hal yang menyangkut pengelolaan keuangan daerah pada prinsipnya harus diserahkan kepada pegawai yang
benar-benar jujur dan dapat dipercaya.
d. Hasil guna dan daya guna
Merupakan tata cara mengurus keuangan daerah harus sedemikian rupa sehingga memungkinkan program dapat
direncanakan dan dilaksanakan untuk mencapai tujuan pemerintah daerah dengan biaya yang serendah-rendahnya
dan dalam waktu yang secepat-cepatnya.
e. Pengendalian
Aparat pengelola keuangan daerah, DPRD dan petugas pengawasan harus melakukan pengendalian agar semua
tujuan tersebut dapat tercapai
Konsep dan Pegertian Efisiensi
Sesuai dengan Permendagri Nomor 13 Tahun 2006, efisiensi adalah hubungan antara masukan dan keluaran,
efisiensi merupakan ukuran apakah penggunaan barang dan jasa yang dibeli dan digunakan oleh organisasi
perangkat pemerintahan untuk mencapai tujuan organisasi perangkat pemerintahan dapat mencapai manfaat
tertentu.
Efisiensi juga mengandung beberapa pengertian antara lain :
1. Efisiensi pada sektor hasil dijelaskan dengan konsep masukan- keluaran (input-output)
2. Efisiensi pada sektor pelayanan masyarakat adalah suatu kegiatan yang dilakukan dengan pengorbanan seminimal
mungkin; atau dengan kata lain suatu kegiatan telah dikerjakan secara efisien jika pelaksanaan pekerjaan tersebut
telah mencapai sasaran dengan biaya yang terendah atau dengan biaya minimal diperoleh hasil yang diinginkan.
3. Efisiensi penyelenggaraan pemerintahan daerah dapat dicapai dengan memperhatikan aspek hubungan dan
tatakerja antar instansi pemerintah daerah dengan memanfaatkan potensi dan keanekaragaman suatu daerah.
Faktor penentu efisiensi adalah :.
1. Faktor teknologi pelaksanaan pekerjaan.
2. Faktor struktur organisasi yaitu susunan yang stabil dari jabatan-jabatan baik itu struktural maupun fungsional.
3. Faktor sumber daya manusia seperti tenaga kerja, kemampuan kerja, maupun sumber daya fisik seperti peralatan
kerja, tempat bekerja serta dana keuangan.
4. Faktor dukungan kepada aparatur dan pelaksanaanya baik pimpinan maupun masyarakat.
5. Faktor pimpinan dalam arti kemampuan untuk mengkombinasikan keempat faktor tersebut kedalam suatu usaha
yang berdaya guna dan berhasil guna untuk mencapai sasaran yang dimaksud.
Konsep dan Pegertian Efektivitas
Pengertian efektivitas yang umum menunjukkan pada taraf tercapainya hasil, dalam bahasa sederhana hal tersebut
dapat dijelaskan bahwa : efektifitas dari pemerintah daerah adalah bila tujuan pemerintah daerah tersebut dapat
dicapai sesuai dengan kebutuhan yang direncanakan. Sesuai dengan Permendagri Nomor 13 Tahun 2006,
efektivitas adalah pencapaian hasil program dengan target yang telah ditetapkan, yaitu dengan cara membandingkan
keluaran dengan hasil.
Pengaruh Kebijakan Fiskal Terhadap Keuangan Daerah
Realitas hubungan fiskal antara pusat-daerah ditandai dengan tingginya kontrol pusat terhadap proses
pembangunan daerah. Ini jelas terlihat dari rendahnya proporsi PAD (Pendapatan Asli Daerah) terhadap total
pendapatan daerah dibanding besarnya subsidi (grants) yang ditransfer dari pusat. Indikator desentralisasi fiskal
adalah rasio antara PAD dengan total pendapatan daerah. PAD terdiri atas pajak-pajak daerah, retribusi daerah dan
penerimaan lain-lain yang sah. Kebijakan fiskal pada dasarnya merupakan kebijakan yang mengatur tentang
penerimaan dan pengeluaran negara.
Subsidi atau transfer dari pusat kepada daerah selama ini melalui tiga jalur :
1. Subsidi Daerah Otonom (SDO) atau Dana Alikasi Umum (DAU) yaitu transfer kepada daerah untuk membiayai
pengeluaran rutin
2. Program Inpres atau Dana Alokasi Khusus (DAK) yaitu untuk membiayai pengeluaran pembangunan sekaligus
upaya untuk mengatasi ketikseimbangan struktur keuangan antar daerah seperti inpres Sekolah Dasar, Kesehatan,
Pasar, Penghijauan dan jalan. Dan
3. Dana Bagi Hasil merupakan pengembalian dari hasil pemanfaatan kekayaan daerah seperti gas bumi, perikanan dan
lain-lain yang dialokasi untuk dimanfaatkan Pemerintah Daerah dalam mebiayai pembangunan.
Penerimaan dan Pengeluaran Daerah
Dalam menjalankan organisasi pemerintahan, pemerintah daerah memerlukan sumber pendapatan yang akan
digunakan untuk membiayai kegiatannyan, penerimaan tersebut berasal dari tranfer pemerintah pusat maupun
pendapatan asli daerah. Pengeluaran pemerintah daerah dapat terdiri dari belanja rutin dan belanja pembangunan.
Penerimaan Daerah
Penerimaan daerah adalah semua penerimaan kas daerah dalam tahun tertentu. Menurut Jones (1996) anggaran
daerah merupakan rencana kerja pemerintah daerah yang diwujudkan dalam bentuk uang selama periode tertentu
(satu tahun). Anggaran ini digunakan sebagai alat untuk menentukan besarnya pengeluaran, membantu
pengambilan keputusan dan perencanaan pembangunan, otorisasi pengeluaran di masa-masa yang akan datang,
sumber pengembangan ukuran-ukuran standar untuk evaluasi kinerja dan sebagai alat untuk memotivasi para
pegawai dan alat koordinasi bagi semua aktivitas dari berbagai unit kerja. Fenomena yang terdapat pada struktur
anggaran daerah kabupaten/kota di Indonesia yaitu pada sisi penerimaan terdapat ketergantungan yang cukup tinggi
terhadap transfer pemerintah pusat, hal ini ditunjukkan oleh besarnya proporsi sumber-sumber pendanaan dari
pemerintah pusat.
Undang-undang Nomor 34 tahun 2004 menegaskan penerimaan daerah dalam rangka membiayai kegiatan daerah
terdiri dari Pendapatan Daerah dan Pembiayaan, yaitu:
Pendapatan Daerah terdiri dari;
Pendapatan Asli Daerah (PAD)
1. Pajak Daerah
2. Retribusi Daerah
3. Hasil pengelolaan kekayaan daerah yang dipisahkan
4. Lain-lain PAD yang sah terdiri dari
Hasil penjualan kekayaan daerah yang tidak dipisahkan seperti penjualan asset kendaraan dinas dan lain-lain;
Jasa giro;
Pendapatan bunga;
Keuntungan selisih nilai tukar rupiah dengan mata uang asing;
Komisi, potongan ataupun bentuk lain sebagai akibat dari penjualan dan atau pengadaan barang dan atau jasa oleh
daerah.
Dana Perimbangan
Dana Perimbangan terdiri dari :
Dana bagi hasil pajak dan sumber daya alam
1. Pajak Bumi dan Bangunan (PBB);
2. Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan (BPHTB);
3. Pajak Penghasilan (PPh) pasal 25 dan pasal 29 wajib pajak orang pribadi dalam negeri dan PPh pasal 21;
4. Sumber daya alam kehutanan;
5. Pertambangan umum;
6. Perikanan;
7. Pertambangan minyak bumi;
8. Pertambangan gas bumi;
9. Pertambangan panas bumi;
Dana alokasi umum (DAU)
Dana alokasi khusus (DAK)
Lain-lain Pendapatan terdiri dari:
1. Pendapatan hibah; dan
2. Pendapatan Dana Darurat seperti bencana alam.
Pengeluaran Daerah
Kebijakan yang dituangkan dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah memerlukan perhatian terutama dalam
hal pendistribusian anggaran, sehingga dapat merangsang terciptanya sumber-sumber pendapatan baru bagi
daerah, salah satu sudut pandang kebijakan yang dapat dilakukan melalui kebijakan pengeluaran pemerintah daerah
dalam hal pengelolaan keuangan yang efesien dan efektif adalah pendistribusian pengeluaran yang merata.
Pengeluaran konsumsi pemerintah meliputi seluruh pengeluaran yang dilakukan oleh pemerintah dalam hal ini
adalah pemerintah Kabupaten Aceh Singkil dalam rangka penyelenggaraan kegiatan administrasi pemerintahan.
Nilai output akhir pemerintah yang terdiri dari pembelian barang dan jasa yang bersifat rutin seperti pembayaran gaji
pegawai dan perkiraan penyusutan barang modal pemerintah. Besarnya proporsi tersebut memberikan suatu
petunjuk bahwa pembangunan perekonomian daerah sangat dipengaruhi oleh posisi anggaran pemerintah pusat.
Permasalahan yang dihadapi oleh pemerintah pusat terkait dengan anggarannya, akan langsung berpengaruh
terhadap perekonomian daerah. Pengaruh pemerintah pusat terhadap daerah berjalan melalui mekanisme
perimbangan keuangan antara pemerintah pusat dan daerah yaitu melalui dana perimbangan dan transfer
pemerintah pusat kepada daerah.
Belanja Daerah, dirinci menurut organisasi, fungsi dan jenis belanja terdiri dari :
A. Belanja Rutin :
Administrasi Umum;
1. Belanja Pegawai;
2. Belanja Barang;
3. Belanja Pemeliharaan;
4. Belanja Perjalanan Dinas.
Operasi dan Pemeliharaan Sarana dan Prasarana.
B. Belanja Pembangunan :
1. Publik;
2. Aparatur;
3. Modal.
C. Pengeluaran Transfer :
1. Angsuran dan Bunga;
2. Bantuan;
3. Dana Perimbangan;
4. Dana Cadangan.
D. Pengeluaran Tidak Terduga.
Prinsip Penyusunan Keuangan Daerah
Sesuai dengan Keputusan Menteri Dalam Negeri Nomor 13 Tahun 2006, tentang Pedoman Penyusunan dan
Pelaksanaan APBD, penyusunan Keuangan Dearah mengacu pada norma dan prinsip-prinsip anggaran sebagai
berikut :
a. Partisipasi Masyarakat
Hal ini mengandung makna bahwa pengambilan keputusan dalam proses penyusunan dan penetapan APBD
sedapat mungkin melibatkan partisipasi masyarakat, sehingga masyarakat mengetahui akan hak dan kewajibannya
dalam pelaksanaan APBD.
b. Transparansi dan Akuntabilitas Anggaran
APBD yang disusun harus dapat menyajikan informasi secara terbuka dan mudah diakses oleh masyarakat meliputi
tujuan, sasaran, sumber pendanaan pada setiap jenis/objek belanja serta korelasi antara besaran anggaran dengan
manfaat dan hasil yang ingin dicapai dari suatu kegiatan yang dianggarkan. Oleh karena itu, setiap penggunaan
anggaran harus bertanggung jawab terhadap penggunaan sumber daya yang dikelola untuk mencapai hasil yang
ditetapkan.
c. Disiplin Anggaran
Beberapa prinsip dalam disiplin anggaran yang perlu diperhatikan antara lain bahwa (1) Pendapatan yang
direncanakan merupakan perkiraan yang terukur secara rasional yang dapat dicapai untuk setiap sumber
pendapatan, sedangkan belanja yang dianggarkan merupakan batas tertinggi pengeluaran belanja; (2)
Penganggaran pengeluaran harus didukung dengan adanya kepastian tersedianya penerimaan dalam jumlah yang
cukup dan tidak dibenarkan melaksanakan kegiatan yang belum tersedia atau tidak mencukupi anggarannya dalam
APBD/Perubahan APBD; (3) Semua penerimaan dan pengeluaran daerah dalam tahun anggaran yang bersangkutan
harus dianggarkan dalam APBD dan dilakukan melalui rekening kas umum daerah.
d. Keadilan Anggaran
Pajak daerah, retribusi daerah, dan pungutan daerah lainnya yang dibebankan kepada masyarakat harus
mempertimbangkan kemampuan untuk membayar. Masyarakat yang memiliki kemampuan pendapatan rendah
secara proporsional diberi beban yang sama, sedangkan masyarakat yang mempunyai kemampuan untuk
membayar tinggi diberikan beban yang tinggi pula. Untuk menyeimbangkan kedua kebijakan tersebut pemerintah
daerah dapat melakukan diskriminasi tarif secara rasional guna menghilangkan rasa ketidakadilan. Selain itu dalam
mengalokasikan belanja daerah, harus mempertimbangkan keadilan dan pemerataan agar dapat dinikmati oleh
seluruh lapisan masyarakat tanpa diskriminasi pemberian pelayanan.
e. Efisiensi dan Efektivitas Anggaran
Dana yang tersedia harus dimanfaatkan dengan sebaik mungkin untuk dapat menghasilkan peningkatan pelayanan
dan kesejahteraan yang maksimal guna kepentingan masyarakat. Oleh karena itu, untuk dapat mengendalikan
tingkat efisiensi dan efektivitas anggaran, maka dalam perencanaan anggaran perlu diperhatikan (1) penetapan
secara jelas tujuan dan sasaran, hasil dan manfaat, serta indikator kinerja yang ingin dicapai; (2) penetapan prioritas
kegiatan dan penghitungan beban kerja, serta penetapan harga satuan yang rasional.
f. Taat Azas
APBD sebagai kebijakan daerah yang ditetapkan dengan Peraturan Daerah didalam penyusunannya harus tidak
boleh bertentangan dengan peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi, kepentingan umum dan peraturan
daerah lainnya.
Tidak bertentangan dengan peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi mengandung arti bahwa apabila
pendapatan, belanja dan pembiayaan yang dicantumkan dalam rancangan peraturan daerah tersebut telah sesuai
dengan ketentuan undang-undang. peraturan pemerintah, peraturan presiden, keputusan presiden, atau peraturan
menteri/keputusan menteri/surat edaran menteri yang diakui keberadaannya dan mempunyai kekuatan hukum yang
mengikat sepanjang diperintahkan oleh peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi. Peraturan perundang-
undangan yang lebih tinggi dimaksud mencakup kebijakan yang berkaitan dengan keuangan daerah. Tidak
bertentangan dengan kepentingan umum mengandung arti bahwa rancangan peraturan daerah tentang APBD lebih
diarahkan agar mencerminkan keberpihakan kepada kebutuhan dan kepentingan masyarakat dan bukan membebani
masyarakat.
Peraturan daerah tidak boleh menimbulkan diskriminasi yang dapat mengakibatkan ketidak adilan, menghambat
kelancaran arus barang dan pertumbuhan ekonomi masyarakat, pemborosan keuangan negara/daerah, memicu
ketidak percayaan masyarakat kepada pemerintah, dan mengganggu stabilitas keamanan serta ketertiban
masyarakat yang secara keseluruhan mengganggu jalannya penyelenggaraan pemerintahan di daerah. Tidak
bertentangan dengan peraturan daerah lainnya mengandung arti bahwa apabila kebijakan yang dituangkan dalam
peraturan daerah tentang APBD tersebut telah sesuai dengan ketentuan peraturan daerah sebagai penjabaran lebih
lanjut dari peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi dengan memperhatikan ciri khas masing-masing daerah.
Sebagai konsekuensinya bahwa rancangan peraturan daerah tersebut harus sejalan dengan pengaturannya tentang
pokok-pokok pengelolaan keuangan daerah dan menghindari adanya tumpang tindih dengan peraturan daerah
lainnya, seperti: Peraturan Daerah mengenai Pajak Daerah, Retribusi Daerah dan sebagainya.
Proses Penyusunan Keuangan Daerah
Hal-hal pokok yang diperlukan untuk proses awal penyusunan anggaran yang baik adalah kemampuan manajemen
dalam menetapkan visi, misi, tujuan dan sasaran. Visi dan misi merupakan arahan yang harus dipertimbangkan
dalam rangka menyusun anggaran agar sesuai dan seiring dengan apa yang menjadi harapan sebagian besar
masyarakat dan daerah. Tujuan dan sasaran merupakan pernyataan tentang posisi target yang ingin dicapai oleh
unit kerja di pemerintahan daerah atau petunjuk tentang variable-variabel penting yang seharusnya digunakan dalam
menentukan arah unit kerja dimasa datang.
Proses penyusunan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah Kabupaten Aceh Singkil yang diawali dengan proses
penentuan rencana pagu APBD sesuai siklus anggaran dimulai dari :
1. Proses penentuan penerimaan daerah;
2. Proses penentuan belanja rutin;
3. Proses penentuan belanja pembangunan atau Belanja Modal.
Selanjutnya hasil rencana anggaran yang telah disusun secara terpadu diajukan kepada kepala daerah untuk
mendapat persetujuan dan kemudian Rancangan Anggaran Pendapatan Daerah tersebut diserahkan kepada DPRD.
Dalam pembahasan diharapkan pihak legislatif memberikan komentar, tanggapan dan masukan yang sifatnya hanya
mengklarifikasi dan meratifikasi draft anggaran yang diusulkan oleh pihak eksekutif dengan dokumen kebijakan
pembangunan tahunan dan kebijakan anggaran tahunan yang telah disepakati sebelumnya.
Pada sistem pengelolaan keuangan daerah, perubahan yang terjadi adalah dengan dilakukannya reformasi
anggaran, sistem pembiayaan, sistem akuntansi, sistem pemeriksaan laporan keuangan pemerintah daerah serta
sistem manajemen keuangan daerah. Dalam sistem keuangan tuntutan pembaharuan yang dilakukan adalah
dikelolanya uang rakyat secara transparan dengan didasarkan pada nilai uang agar terciptanya akuntabilitas publik.
Nilai uang merupakan tiga elemen dasar yaitu : Ekonomis, efisien dan efektif, untuk itu pengelolaan keuangan
daerah merupakan prioritas utama dalam pencapaian tujuan pemerintahan daerah.
Dasar Hukum Pengelolaan Keuangan Daerah
Dasar hukum yang digunakan dalam pengelolaan keuangan daerah di mana merupakan perwujudan dari rencana
kerja keuangan tahunan pemerintah daerah, selain berdasarkan ketentuan-ketentuan umum yang berlaku juga
berdasarkan pada :
1. Undang-undang Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara;
2. Undang-undang Nomor 1 Tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara;
3. Undang-undang Nomor 32 Tahun 2004 perubahan atas Undang-undang Nomor 22 Tahun 1999 tentang
Pemerintahan Daerah;
4. Undang-undang Nomor Nomor 33 Tahun 2004 perubahan atas Undang-undang Nomor 25 Tahun 1999 tentang
Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah;
5. Peraturan Pemerintah Nomor 11 Thn 2000 tentang Informasi Keuangan Daerah.
6. Peraturan Pemerintah Nomor 58 Tahun 2005 perubahan atas Peraturan Pemerintah Nomor 105 Tahun 2000 tentang
Pengelolaan dan Pertanggungjawaban Keuangan Daerah;
7. Peraturan Pemerintah Nomor 25 Tahun 2000 tentang Kewenangan Pemerintah dan Kewenangan Propinsi Sebagai
Daerah Otonom;
8. Peraturan Pemerintah Nomor 106 Tahun 2000 tentang Pengelolaan dan Pertanggungjawaban Keuangan dalam
Pelaksanaan Dekonsentrasi dan Tugas Perbantuan;
9. Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 13 Tahun 2006 tentang Pedoman Pengelolaan Keuangan Daerah
Konsep dan Pengertian Otonomi Daerah
Otonomi daerah adalah kewenangan penuh yang diberikan kepada daerah otonom, seperti provinsi, kabupaten dan
kota untuk mengelola dan mengurus rumah tangganya sendiri, baik pengelolaan sumber daya alam, manusia
maupun pemerintahan kecuali bidang-bidang yang masih menjadi kewenangan pemerintah pusat seperti :
pertahanan keamanan, agama, moneter dan fiskal.
Perubahan yang fundamental dalam sistem tata pemerintahan dan sistem keuangan pemerintah pusat dan daerah
dengan berlakunya Undang-undang Nomor 22 dan 25 tahun 1999 serta Undang-undang Nomor 32 dan 33 tahun
2004 adalah pada sistem pemerintahan. Perubahan yang terjadi adalah berupa pelaksanaan otonomi daerah dan
desentralisasi yang luas dan nyata dan bertanggungjawab kepada pemerintah daerah, dimana pemerintah daerah
dituntut untuk menyiapkan diri secara kelembagaan, sumber daya manusia dan tehnologi dalam mewujudkan
otonomi dan desentralisasi secara nyata, bertanggungjawab dan dinamis.
Sumber :
http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/19735/4/Chapter%20II.pdf

Pengelolaan Keuangan Daerah


08JUN
oleh: Shofia Azahra

Otonomi daerah memberikan wewenang kepada Pemerintah daerah untuk bertanggungjawab dalam
penggunaan dana, baik dana dari Pemerintah pusat maupun dana yang berasal dari Pemerintah daerah
sendiri. Cara mengelola keuangan dengan berhasil guna dan berdaya guna merupakan syarat penting
untuk peningkatan pelayanan publik di daerah. Dalam pelaksanaannya harus tetap berpegang pada
prinsip-prinsip pengelolaan keuangan daerah (anggaran) yang baik. Mardiasmo (2002) menyatakan
bahwa terdapat lima prinsip manajemen keuangan daerah yang diperlukan untuk mengontrol kebijakan
keuangan daerah meliputi :
Akuntabilitas, mensyaratkan bahwa dalam mengambil suatu keputusan hendaknya berperilaku sesuai
dengan mandate yang diterimanya. Kebijakan yang dihasilkan harus dapat diakses dan
dikomunikasikan secara vertikal maupun horizontal dengan baik.
Value for money, prinsip ini diopersionalkan dalam pengelolaan keuangan daerah dan anggaran
daerah dengan ekonomis, efektif, dan efisien.
Kejujuran dalam mengelola keuangan publik (probity), dalam pengelolaan keuangan daerah harus
dipercayakan kepada pegawai yang memiliki integritas dan kejujuran yang tinggi, sehingga potensi
munculnya praktek korupsi dapat diminimalkan.
Transparansi, merupakan keterbukaanpemerintah dalam membuat kebijakan-kebijakan keuangan
daerah sehingga dapat diketahui dan diawasi oleh Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD)
maupun masyarakat.
Pengendalian, dalam pengelolaan keuangan daerah perlu dilakukan monitoring terhadap penerimaan
maupun pengeluaran Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD), sehingga bila terjadi selisih
(varians) dapat dengan segera dicari penyebab timbulnya selisih.
Asas umum dalam mengelola keuangan daerah berdasarkan Pasal 66 Undang-Undang No.33 Tahun
2004 sebagai berikut :
Keuangan daerah dikelola secara tertib, taat pada peraturan perundang-undangan, efisien, ekonomis,
efektif, transparan, dan bertanggungjawab dengan memperhatikan keadilan, kepatuhan, dan manfaat
untuk masyarakat.
Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD), perubahan APBD, dan pertanggungjawaban
pelaksanaan APBD setiap tahun ditetapkan dengan peraturan daerah.
APBD mempunyai fungsi otorisasi, perencanaan, pengawasan, alokasi, distribusi, dan stabilisasi.
Semua penerimaan dan pengeluaran daerah dalam tahun anggaran yang bersangkutan harus
dimasukkan dalam APBD.
Surplus dapat digunakan untuk membiayai pengeluaran daerah tahun anggaran berikutnya.
Penggunaan surplus APBD dimaksudkan untuk membentuk dana cadangan atau penyertaan dalam
perusahaan daerah harus memperoleh persetujuan terlebih dahulu daripada Dewan Perwakilan
Rakyat Daerah (DPRD).
Menurut Peraturan Pemerintah No.58 Tahun 2005 dan Peraturan Menteri Dalam Negeri No.13 Tahun
2006 Pasal 4, terdapat prinsip penting dalam mengelola keuangan daerah meliputi :
Taat pada peraturan perundang-undangan, dengan maksud bahwa pengelolaan keuangan daerah
harus berpedoman pada peraturan perundang-undangan.
Efektif, merupakan pencapaian hasil program dengan target yang telah ditetapkan, yaitu dengan cara
membandingkan keluaran dengan hasil.
Efisien, merupakan pencapaian keluaran yang maksimum dengan masukan tertentu atau
penggunaan masukan terendah untuk mencapai keluaran tertentu.
Ekonomis, merupakan pemerolehan masukan dengan kualitas dan kuantitas tertentu pada tingkat
harga terendah.
Transparan, merupakan prinsip keterbukaan ynag memungkinkan masyarakat untuk mengetahui dan
mendapatkan akses informasi seluas-luasnya tentang keuangan daerah.
Bertanggung jawab, marupakan wujud dari kewajiban seseorang untuk mempertanggungjawabkan
pengelolaan dan pengendalian sumber daya dan pelaksanaan kebijakan yang dipercayakan
kepadanya dalam rangka pencapaian tujuan yang telah ditetapkan.
Keadilan, adalah keseimbangan distribusi kewenangan dan pendanaannya dan/keseimbangan
distribusi hak dan kewajiban berdasarkan pertimbangan yang objektif.
Kepatutan, adalah tindakan atau suatu sikap yang dilakukan dengan wajar dan proporsional.
Manfaat, maksudnya keuangan daerah diutamakan untuk pemenuhan kebutuhan masayarakat.

Anda mungkin juga menyukai