Otonomi daerah memberikan wewenang kepada Pemerintah daerah untuk bertanggungjawab dalam
penggunaan dana, baik dana dari Pemerintah pusat maupun dana yang berasal dari Pemerintah daerah
sendiri. Cara mengelola keuangan dengan berhasil guna dan berdaya guna merupakan syarat penting
untuk peningkatan pelayanan publik di daerah. Dalam pelaksanaannya harus tetap berpegang pada
prinsip-prinsip pengelolaan keuangan daerah (anggaran) yang baik. Mardiasmo (2002) menyatakan
bahwa terdapat lima prinsip manajemen keuangan daerah yang diperlukan untuk mengontrol kebijakan
keuangan daerah meliputi :
Akuntabilitas, mensyaratkan bahwa dalam mengambil suatu keputusan hendaknya berperilaku sesuai
dengan mandate yang diterimanya. Kebijakan yang dihasilkan harus dapat diakses dan
dikomunikasikan secara vertikal maupun horizontal dengan baik.
Value for money, prinsip ini diopersionalkan dalam pengelolaan keuangan daerah dan anggaran
daerah dengan ekonomis, efektif, dan efisien.
Kejujuran dalam mengelola keuangan publik (probity), dalam pengelolaan keuangan daerah harus
dipercayakan kepada pegawai yang memiliki integritas dan kejujuran yang tinggi, sehingga potensi
munculnya praktek korupsi dapat diminimalkan.
Transparansi, merupakan keterbukaanpemerintah dalam membuat kebijakan-kebijakan keuangan
daerah sehingga dapat diketahui dan diawasi oleh Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD)
maupun masyarakat.
Pengendalian, dalam pengelolaan keuangan daerah perlu dilakukan monitoring terhadap penerimaan
maupun pengeluaran Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD), sehingga bila terjadi selisih
(varians) dapat dengan segera dicari penyebab timbulnya selisih.
Asas umum dalam mengelola keuangan daerah berdasarkan Pasal 66 Undang-Undang No.33 Tahun
2004 sebagai berikut :
Keuangan daerah dikelola secara tertib, taat pada peraturan perundang-undangan, efisien, ekonomis,
efektif, transparan, dan bertanggungjawab dengan memperhatikan keadilan, kepatuhan, dan manfaat
untuk masyarakat.
Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD), perubahan APBD, dan pertanggungjawaban
pelaksanaan APBD setiap tahun ditetapkan dengan peraturan daerah.
APBD mempunyai fungsi otorisasi, perencanaan, pengawasan, alokasi, distribusi, dan stabilisasi.
Semua penerimaan dan pengeluaran daerah dalam tahun anggaran yang bersangkutan harus
dimasukkan dalam APBD.
Surplus dapat digunakan untuk membiayai pengeluaran daerah tahun anggaran berikutnya.
Penggunaan surplus APBD dimaksudkan untuk membentuk dana cadangan atau penyertaan dalam
perusahaan daerah harus memperoleh persetujuan terlebih dahulu daripada Dewan Perwakilan
Rakyat Daerah (DPRD).
Menurut Peraturan Pemerintah No.58 Tahun 2005 dan Peraturan Menteri Dalam Negeri No.13 Tahun
2006 Pasal 4, terdapat prinsip penting dalam mengelola keuangan daerah meliputi :
Taat pada peraturan perundang-undangan, dengan maksud bahwa pengelolaan keuangan daerah
harus berpedoman pada peraturan perundang-undangan.
Efektif, merupakan pencapaian hasil program dengan target yang telah ditetapkan, yaitu dengan cara
membandingkan keluaran dengan hasil.
Efisien, merupakan pencapaian keluaran yang maksimum dengan masukan tertentu atau
penggunaan masukan terendah untuk mencapai keluaran tertentu.
Ekonomis, merupakan pemerolehan masukan dengan kualitas dan kuantitas tertentu pada tingkat
harga terendah.
Transparan, merupakan prinsip keterbukaan ynag memungkinkan masyarakat untuk mengetahui dan
mendapatkan akses informasi seluas-luasnya tentang keuangan daerah.
Bertanggung jawab, marupakan wujud dari kewajiban seseorang untuk mempertanggungjawabkan
pengelolaan dan pengendalian sumber daya dan pelaksanaan kebijakan yang dipercayakan
kepadanya dalam rangka pencapaian tujuan yang telah ditetapkan.
Keadilan, adalah keseimbangan distribusi kewenangan dan pendanaannya dan/keseimbangan
distribusi hak dan kewajiban berdasarkan pertimbangan yang objektif.
Kepatutan, adalah tindakan atau suatu sikap yang dilakukan dengan wajar dan proporsional.
Manfaat, maksudnya keuangan daerah diutamakan untuk pemenuhan kebutuhan masayarakat.