Anda di halaman 1dari 16

BAB 1

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Masalah


Otonomi daerah diberlakukan di Indonesia melalui UU No. 32 Tahun 2004
tentang Pemerintahan Daerah. Tujuan pemberian otonomi daerah adalah
Pemerataan wilayah daerah dengan memanfaatkan sumber daya dan potensi
yang tersedia di masing-masing daerah., dan Pemeliharaan hubungan yang
serasi antara pusat dan daerah serta antar daerah dalam rangka keutuhan
NKRI. Pemerintah Daerah selama ini memiliki keterbatasan pembiayaan dari
potensi sendiri (PAD). Selama ini Daerah lebih mengutamakan Transfer ke
Daerah sebagai sumber pendanaan pembangunan infrastruktur daerah.
komponen pembiayaan terbesar berasal dari dana transfer pusat yaitu Dana
Alokasi Umum dan hanya sebagian kecil dari PAD, potensi pembiayaan lain
yang belum dikelola yaitu dari pinjaman daerah (Rokhedi P. Santosa, 2003:
148). Kegiatan-kegiatan yang dibiayai melalui pinjaman daerah merupakan
investasi di bidang public berupa perbaikan dan penambahan infrastruktur
social ekonomi.
Maka dari itu diperlukan alternatif sumber pembiayaan dalam rangka
mendorong percepatan pembangunan infrastruktur daerah. Keberhasilan
otonomi daerah tidak terlepas dari kemampuan suatu daerah dalam bidang
keuangan. Kemampuan daerah yang dimaksud adalah sampai sejauh mana
daerah dapat menggali sumber-sumber keuangan sendiri guna membiayai
kebutuhan keuangan daerahnya tanpa harus menggantungkan diri pada
bantuan dana dari pemerintah pusat/pemerintah daerah yang lebih tinggi.
Untuk itulah, peranan data keuangan daerah sangat dibutuhkan guna
mengidentifikasi sumber-sumber pembiayaan daerah serta jenis dan besar
belanja yang harus dikeluarkan agar perencanaan keuangan dapat
dilaksanakan secara efektif dan efisien.

1
2

1.2 Rumusan Masalah


1.2.1 Apakah pemerintah daerah mampu dan mandiri dalam pembiayaan
pembangunan daerah?
1.2.2 Apakah pemerintah daerah telah memenuhi syarat untuk memperoleh
pinjaman daerah yang dihitung dengan Debt Service Coverage Ratio?

1.3 Tujuan dan Manfaat


1.3.1 Tujuan
1.3.1.1 Untuk mengetahui dan menganalisa kemandirian keuangan
pemerintah daerah dalam pembiayaan pembangunan daerah
1.3.1.2 Untuk mengetahui dan menganalisa pinjaman daerah pemerintah
kab. MUBA yang dihitung dengan Debt Service Coverage Ratio
1.3.2 Manfaat
1.3.2.1 Untuk mengetahui seberapa besar tingkat kemandirian keuangan
pemerintah daerah dalam pembiayaan pembangunan daerah
1.3.2.2 Untuk mengetahui apakah pemerintah daerah telah memenuhi
syarat untuk memperoleh pinjaman daerah?

1.4 Ruang Lingkup


Agar pembahasan masalah ini terarah dan tidak menyimpang dari
permasalahan yang ada, maka perlu adanya batasan ruang lingkup,
pembahasan masalah ini adalah kemandirian keuangan dan kemampuan
keuangan pemerintah Kabupaten Musi Banyuasin Tahun 2016-2018.
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Pinjaman Daerah


Pinjaman Daerah adalah semua transaksi yang mengakibatkan Daerah
menerima sejumlah uang atau menerima manfaat yang bernilai uang dari
pihak lain sehingga Daerah tersebut dibebani kewajiban untuk membayar
kembali. (Perda Kab. MUBA No.1 Th. 2018 Tentang Pinjaman Daerah)
Kemudian Prinsip, Sumber dan Jenis Pinjaman diatur dalam PP No. 30
Tahun 2011 Tentang Pinjaman Daerah.
2.2 Prinsip Umum Pinjaman Daerah
1. Pinjaman daerah harus merupakan inisiatif pemerintah daerah dalam
rangka melaksanakan kewenangan pemerintah daerah.
2. Kegiatan yang akan dibiayai dari pinjaman daerah harus sesuai
dengan dokumen perencanaan daerah

3. Pinjaman daerah merupakan alternatif pendanaan APBD yang


digunakan untuk menutup:

a) Defisit APBD;
b) Pengeluaran pembiayaan
c) Kekurangan arus kas

4. Pemerintah daerah dapat meneruskan pinjaman daerah sebagai


pinjaman, hibah, dan/atau penyertaan modal kepada BUMD dalam
kerangka hubungan keuangan antara pemda dan BUMD.

2.3 Sumber Pinjaman Daerah

1 Pemerintah Pusat, berasal dari APBN termasuk dana investasi


Pemerintah, penerusan Pinjaman Dalam Negeri, dan/atau penerusan
Pinjaman Luar Negeri;
2 Pemerintah Daerah lain;
3 Lembaga Keuangan Bank, yang berbadan hukum Indonesia dan
mempunyai tempat kedudukan dalam wilayah Negara Kesatuan
Republik Indonesia;

3
4

4 Lembaga Keuangan Bukan Bank, yaitu lembaga pembiayaan yang


berbadan hukum Indonesia dan mempunyai tempat kedudukan dalam
wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia; dan
5 Masyarakat, berupa Obligasi Daerah yang diterbitkan melalui
penawaran umum kepada masyarakat di pasar modal dalam negeri.

2.4 Jenis Pinjaman Daerah

1. Pinjaman Jangka Pendek. Pinjaman Daerah dalam jangka waktu


paling lama 1 (satu) tahun anggaran, di mana kewajiban pembayaran
kembali (pokok pinjaman, bunga, dan/atau kewajiban lainnya)
seluruhnya harus dilunasi dalam tahun anggaran yang berkenaan.
Pinjaman Jangka Pendek digunakan hanya untuk menutup
kekurangan arus kas.

2. Pinjaman Jangka Menengah. Pinjaman Daerah dalam jangka waktu


lebih dari 1 (satu) tahun anggaran, di mana kewajiban pembayaran
kembali (pokok pinjaman, bunga, dan/atau kewajiban lainnya)
seluruhnya harus dilunasi dalam kurun waktu yang tidak melebihi sisa
masa jabatan gubernur, bupati, atau walikota yang bersangkutan.
Pinjaman Jangka Menengah digunakan untuk membiayai pelayanan
publik yang tidak menghasilkan penerimaan.

3. Pinjaman Jangka Panjang. Pinjaman Daerah dalam jangka waktu


lebih dari 1 (satu) tahun anggaran, di mana kewajiban pembayaran
kembali (pokok pinjaman, bunga, dan/atau kewajiban lainnya) harus
dilunasi sesuai dengan persyaratan perjanjian.Pinjaman Jangka
Panjang digunakan untuk membiayai kegiatan investasi prasarana
dan/atau sarana dalam rangka penyediaan pelayanan publik dengan
kriteria sebagai berikut:

a) Menghasilkan penerimaan langsung berupa pendapatan bagi


APBD yang berkaitan dengan pembangunan prasarana dan
sarana tersebut;
5

b) Menghasilkan penerimaan tidak langsung berupa penghematan


terhadap belanja APBD yang seharusnya dikeluarkan apabila
kegiatan tersebut tidak dilaksanakan;
c) Memberikan manfaat ekonomi dan sosial.

2.5 Syarat Pinjaman Daerah

1. Jumlah sisa pinjaman daerah ditambah jumlah pinjaman yang akan

ditarik tidak melebihi 75% dari jumlah penerimaan umum APBD

tahun sebelumnya

2. Memenuhi rasio kemampuan keuangan daerah untuk mengembalikan

pinjaman (DSCR) yang ditetapkan oleh Pemerintah Pusat

(PAD+DBH+DAU)-BW
DSCR =
Angsuran Pokok Pinjaman + Bunga + Biaya Lain

3. Persyaratan lain yang ditetapkan oleh calon pemberi pinjaman

4. Tidak mempunyai tunggakan Pinjaman kepada Pemerintah Pusat,

apabila Pinjaman Daerah yang akan diajukan bersumber dari

Pemerintah Pusat

5. Mendapat persetujuan DPRD untuk pinjaman Jangka Menengah dan

Panjang.

2.6 Prosedur Pengajuan Pinjaman Daerah ke LKBB/SMI

1. Mengajukan Surat Permohonan Pinjaman yang dilampiri dengan:

a) Pertimbangan dan Rekomendasi dari Kemendagri*.


b) Izin Pelampauan Batas maksimal defisit (jika pinjaman
akan mengakibatkan pelampauan batas makimal defisit
APBD dalam suatu tahun anggaran)**.

2. Mengisi Formulir Inisiasi Pinjaman Daerah (format dapat di


download disini)
6

3. Menyerahkan APBD tahun berjalan.

4. Menyerahkan Studi Kelayakan atas usulan proyek yang akan


dibiayai yang didasarkan atas Standar Biaya Umum terakhir.

5. Menyerahkan Detail Engineering Design (DED).

6. Menyerahkan Rencana Kerja Pinjaman Daerah (format dapat di


download disini)

7. Menyerahkan Nota Perencanaan (format dapat di download disini)

8. Menyerahkan Laporan Hasil Pemeriksaan (LHP) BPK atas laporan


keuangan daerah (beserta catatan/penjelasan atas LHP) selama 5 (lima)
tahun terakhir dengan 3 (tiga) tahun terakhir mendapatkan opini minimal
Wajar Dengan Pengecualian (WDP) dari BPK.

9. Rencana Pembangunan Jangka Menengah (RPJMD) Daerah yang


masih berlaku yang sekurang-kurangnya memuat informasi bahwa
proyek yang diusulkan telah masuk dalam program prioritas
pembangunan daerah.

2.7 Obligasi Daerah

Obligasi Daerah merupakan pinjaman yang bersumber dari masyarakat.

2.8 Prinsip Obligasi Daerah

1 Penerbitan Obligasi Daerah hanya dapat dilakukan di pasar modal


domestik dan dalam mata uang Rupiah.
2 Obligasi Daerah merupakan efek berupa surat utang yang
diterbitkan oleh pemerintah daerah dan tidak dijamin oleh
pemerintah pusat.
3 Nilai obligasi daerah pada saat jatuh tempo sama dengan nilai
nominal obligasi daerah pada saat diterbitkan.
4 Hasil penerbitan Obligasi Daerah hanya dapat digunakan untuk
membiayai kegiatan investasi prasarana dan/atau sarana publik yang
menghasilkan penerimaan bagi APBD dan memberikan manfaat
bagi masyarakat.
7

2.9 Tata cara penerbitan obligasi daerah

Terdapat 3 tahapan yang harus dilalui oleh pemerintah daerah dalam


penerbitan obligasi:

2.9.1 Persiapan Penerbitan

1. Persiapan di daerah

Kepala Daerah membentuk sebuah Tim Persiapan yang bertugas


untuk menyiapkan proses penerbitan obligasi daerah

2. Pertimbangan oleh Mendagri dan pengajuan usulan ke Menkeu

Kepala Daerah meminta pertimbangan kepada Menteri Dalam


Negeri dan menyampaikan surat usulan rencana penerbitan obligasi
daerah kepada Menteri Keuangan, Direktur Jenderal Perimbangan
Keuangan

3. Penyusunan peraturan daerah

Kepala Daerah wajib menyampaikan Peraturan Daerah mengenai


penerbitan obligasi daerah kepada otoritas di bidang pasar modal
dengan tembusan kepada Direktur Jenderal Perimbangan Keuangan,
sebelum pernyataan efektif Obligasi Daerah 3 Tahapan

2.9.2 Tahapan Penerbitan

1. Pra registrasi

Penunjukan profesi atau lembaga penunjang pasar modal,


melakukan due diligence, pemeringkatan efek, persiapan pernyataan
pendaftaran, pembuatan perjanjian-perjanjian terkait dan penetapan
struktur obligasi daerah

2. Registrasi

Penelaahan disclosure oleh OJK, pengkajian persyaratan pencatatan


oleh bursa efek, pemasaran Obligasi Daerah, penentuan tingkat
bunga final, dan pembentukan sindikasi.
8

3. Penawaran dan pencatatan

Masa penawaran umum (1-5 harikerja), penjatahan efek, refund /


distribusi efek, pencatatan di BEI, penyampaian laporan hasil
penawaran umum dan penyampaian laporan hasil pemeriksaan
Akuntan

2.9.3 Kewajiban Pasca Penerbitan

1. Penatausahaan keuangan

Penatausahaan atas penerimaan dan penggunaan dana atas


penerbitan obligasi daerah dan atas kegiatan yang dibiayai dari
penerbitan obligasi daerah; pembayaran kewajiban atas penerbitan
obligasi daerah, dan pembelian kembali dan penjualan kembali
Obligasi Daerah

2. Pertanggungjawaban

Pertanggungjawaban atas pengelolaan obligasi daerah dan


pertanggungjawaban atas dana obligasi daerah

3. Publikasi Informasi

Penyampaian laporan pelaksanaan pengelolaan obligasi daerah


kepada Menteri Keuangan serta penyampaian LKPD yang telah
diaudit oleh BPK RI, Laporan Realisasi Penggunaan Dana Obligasi
Daerah, dan informasi atau fakta material kepada OJK.
BAB 3

DATA DAN INFORMASI

3.1 APBD Kab. MUBA TAHUN 2016-2018

Sumber : Anggaran Pendapatan Belanja Daerah Kabupaten Muba Tahun 2016-2018

9
BAB 4

ANALISA DAN PEMBAHASAN

Berdasarkan data dan informasi pada bab sebelumnya, berikut ini yang dapat
penulis analisa dan bahas:

4.1 Analisa rasio keuangan pada APBD

4.1.1 Analisis rasio kemandirian daerah

Tabel 4.1 Rasio Kemandirian Daerah

Kabupaten Musi Banyuasin diketahui dalam kategori sedang untuk


menjalankan atau melaksanakan otonomi daerah secara finansial. Tingkat
kemampuan Kabupaten Musi Banyuasin sudah berada di antara 50%-75%
yaitu dengan rata-rata 58,10% termasuk dalam pola hubunga partisipatif.
Tingkat ketergantungan pemerintah Kabupaten Musi Banyuasin terhadap
Pemerintah Pusat atau Propinsi sudah tidak ada. Dengan kata lain Pemerintah
Kabupaten Musi Banyuasin telah benar-benar mandiri dalam melaksanakan
otonomi daerah.

4.1.2 Analisis Debt Service Coverage Ratio

Pokok Pinjaman Rp 450.000.000.000

Bunga 0,75%

Tenor Pinjaman 4 Tahun

Cicilan Pokok Rp 450.000.000.000/48 Th = Rp 9.375.000.000

Bunga Pinjaman = (Rp450.000.000.000-((1-1)*Rp9.375.000.000))*0.75%/12)

= Rp281.250.000

10
11

Tabel 4.2 Bunga Pinjaman

Angsuran Pokok Pinjaman = Rp 9.375.000.000 + Rp281.250.000

= Rp 9.656.250.000

Tabel 4.3 Angsuran Pokok Pinjaman


12

Tabel 4.4 Rasio Pinjaman Daerah DSCR

(Rp141.410.035+Rp1.804.442.011+Rp305.121.405)-Rp953.219.600
DSCR =
Rp456.890.625+6.890.625

DSCR = 2,80

Berdasarkan perhitungan diatas dapat dilihat setiap tahun DSCR pada


tahun 2018 sebesar 2,80%. Dari hasil rasio tersebut dapat diketahui bahwa
pemerintah daerah Kabupaten Musi Banyuasin mempunyai kemampuan
untuk melakukan pinjaman karena rasio yang dicapai lebih dari 250%.

Menurut Halim (2012) ketentuan yang menyangkut persyaratan suatu


daerah dapat melakukan pinjaman yaitu memiliki DSCR minimal sebesar
2,5 atau 250%. Kinerja Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah
Kabupaten Musi Banyuasin dilihat dari rasio DSCR tahun 2018-2021
sudah sejalan dengan teori menurut Halim karena pada periode tersebut
DSCR Pemkab Labuhan Batu mencapai diatas 2,5%.

4.2 Pembahasan rasio keuangan pada APBD

4.2.1 Pembahasan rasio kemandirian daerah

Rasio kemampuan menggambarkan ketergantungan daerah terhadap


sumber dana ekstern. Semakin tinggi rasio kemandirian mengandung arti bahwa
tingkat ketergantungan daerah terhadap bantuan pihak ekstern (terutama
pemerintah pusat dan propinsi) semakin rendah, dan demikian pula sebaliknya.
Rasio kemampuan juga menggambarkan tingkat pertisipasi masyarakat dalam
13

membayar pajak dan retribusi daerah yang merupakan komponen utama


pendapatan asli daerah. Semakin tinggi masyarakat membayar pajak dan retribusi
daerah akan menggambarkan tingkat kesejahteraan masyarakat yang semakin
tinggi (Halim, 2004:284).

Melalui perhitungan rasio kemandirian menunjukkan bahwa rasio


kemandirian Kabupaten Musi Banyuasin selama periode 2016 sampai dengan
2018 sudah cukup baik yaitu dengan pola hubungan partisipatif. Pola hubungan
partisipatif artinya peran pemerintah pusat semakin berkurang (tingkat
kemandirianya mendekati mampu melaksanakan otonomi daerah).

4.2.2 Pembahasan Debt Service Coverage Ratio

Kemampuan daerah untuk mendapatkan pinjaman daerah jangka


panjang menurut penjelasan pasal 54 huruf (b) UU No.33 Tahun 2004 tentang
Perimbangan Keuangan Antara Pusat dan Daerah dapat diukur dengan cara
menghitung Debt Service Coverage Ratio (DSCR). Dalam PP No. 107 tahun 2000
disebutkan bahwa batasan DSCR adalah minimal 2,5 (dua setengah). DSCR
menunjukan kemampuan Keuangan Daerah untuk membayar pokok pinjaman dan
bunganya.

Pada perhitungan diatas menunjukkan bahwa Debt Service Coverage


Ratio Pemerintah Kabupaten Musi Banyuasin sebesar 2,80. Hal ini
mengindikasikan bahwa Pemerintah Kabupaten Musi Banyuasin cukup untuk
menutup beban utang jangka panjang berupa angsuran pokok pinjaman dan bunga
pinjaman setiap tahunnya.

Pemerintah Kabupaten Musi Banyuasin layak untuk memperoleh


pinjaman daerah dan pemerintah Kabupaten Musi Banyuasin mampu membayar
angsuran pokok dan bunga pinjaman yang jatuh tempo setiap tahunnya.
BAB 5

KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan
Berdasarkan analisis dan pembahasan dari bab sebelumnya, penulis
menarik kesimpulan:
1. Pemerintah Kabupaten Banyuasin dianggap cukup mampu mendanai
pembiayaan khususnya di bidang pembangunan infrastruktur untuk
pelayanan kepada masyrakat.
2. Masyarakat Kabupaten Musi Banyuasin telah berpartisipatif dengan
pemerintah karena telah membayar pajak. Sehingga meningkatkan
pendapatan asli daerah.
3. Pemerintah Kabupaten Banyuasin memenuhi persyaratan yang diatur
dalam Perda Kab. MUBA No. 1 Tahun 2018 Tentang Pinjaman Daerah
untuk melakukan pinjaman yang mengindikasikan Pemerintah Kabupaten
Banyuasin layak dan mampu untuk mengadakan pinjaman daerah.
4. Pemerintah Kabupaten Musi Banyuasin dapat melakukan permohonan
pinjaman daerah kembali jika sudah melunasi pembayaran kembali
pinjaman karena rasio DSCR melebihi 2,5.
5.2 Saran
Adapun saran yang ingin kami sampaikan kepada Pemerintah Kabupaten
Musi Banyuasin:
1. Mengurangi ketergantungan terhadap Dana Bagihasil/ transfer pemerintah
pusat dengan melakukan upaya meningkatkan kemampuan penerimaan
daerah, khususnya penerimaan pajak harus diarahkan pada usaha-usaha
yang terus menerus dan berlanjut agar penerimaan pajak tersebut dapat
meningkat.
2. Sistem pengawasan yang baik akan memberikan dampak terhadap upaya
peningkatan penerimaan pajak daerah, karena akan mendorong:
a) Peningkatan jumlah wajib pajak
b) Peningkatan cara penetapan pajak
c) Peningkatan pemingutan pajak dalam jumlah yang benar dan tepat
pada waktunya.
d) Peningkatan dalam sistem pembukuan sehingga memudahkan
dalam hal pencarian data dan tunggakan pajak yang akan

14
15

mempemudah penagihannya serta memperbaiki administrasi


maupun operasional.
3. Pemerintah Kabupaten Kabupaten Musi Banyuasin perlu melakukan
kerjasama dengan swasta dengan mendirikan perusahaan daerah yang baru
sehingga menjadi sumber penerimaan daerah disamping dari penerimaan
daerah lainnya terutama penerimaan dari pemerintah pusat.
4. Dengan meningkatkan sumber daya manusia (SDM) pengelola pajak itu
sendiri, dalam hal ini merupakan usaha yang positif dengan menggerakkan
dan mengerahkan sumberdaya pegawai dalam organisasi agar berhasil
mencapai tujuan yang telah ditetapkan.
DAFTAR PUSTAKA

Halim, Abdul. 2016. Manajemen Keuangan Sektor Publik. Jakarta: Salemba


Empat Sinaga, Edward James., 2016.

UU No. 32 Tahun 2004 Tentang Pemerintahan Daerah

Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 33 Tahun 2004 Tentang Perimbangan


Keuangan Antara Pemerintah Pusat Dan Pemerintahan Daerah

PP No. 30 Tahun 2011 tentang Pinjaman Daerah

PP No. 10 Tahun 2011 tentang Tata Cara Pengadaan Pinjaman Luar Negeri dan
Penerimaan Hibah.

PMK No. 117/PMK.07/2017 Tentang Batas Maksimal Defisit Kumulatif defisit


APBD, Batas Maksimal Defisit APBD, dan Batas Maksimal Kumulatif
Pinjaman Daerah Tahun Anggaran 2018.

Perda Kabupaten Musi Banyuasi No. 1 Tahun 2018 Tentang Pinjaman Daerah

16

Anda mungkin juga menyukai