Anda di halaman 1dari 17

AKUNTANSI SEKTOR PUBLIK

”NEGARA DAN PEMERINTAH SEBAGAI SASARAN AKUNTANSI SEKTOR PUBLIK”


Dosen pengampu : Muhammad Ahyaruddin, SE.,M.Sc.,AK

DISUSUN OLEH KELOMPOK 1:


1. NELLI NOFITA
2. SITI FATIMAH
3. WULANDARI INDRA

5AKB3

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH RIAU


BAB I
PENDAHULUAN

Semakin meningkatnya tuntutan masyarakat untuk dilakukan transparasi dan


akuntabilitas public oleh lembaga-lembaga sector public semakin meningkatkan perkembangan
akunatansi sector public di Indonesia. Akuntansi sector public memiliki kaitan yang erat dengan
penerapan dan perlakuan akuntansi pada domain public . domain memiliki wilayah yang lebih
luas dan kompleks dibandingkan dengan sector swasta, yaitu baik dalam hal bentuk organisasi
yang berada didalamnya maupun lingkungan yang memengaruhinya. Secara kelembagaan,
domain public antara lain meliputi badan-badan pemerintahan (pemerintah pusat dan daerah
secara unit kerja pemerintah), perusahaan milik Negara (BUMN dan BUMD), yayasan,
organisasi politik dan organisasi massa, lembaga swadaya masyarakat (LSM), Universitas, dan
organisasi nirlaba lainnya. Entitas pemerintah merupakan entitas sector public yang memilik
cakupan dan dimain paling luas di antara entitas sector public lainnya.

Makalah ini akan membahas mengenai Negara dan pemerintah sebagai sasaran
akuntansi sector public terutama kaitannya dengan pengelolaan keuangan Negara yang diatur
dalamUU Nomor 17 tahun 2003 tentang keuangan Negara. Undang-undang tersebut mengatur
tentang prinsip-prinsip pengelolaan keuangan Negara sebagai dasar pelaksanaan reformasi
manajemen keuangan pemerintah. Prinsip-prinsip tersebut sekaligus memperkokoh landasan
pelaksanaan desentralisasi dan otonomi daerah yang telah dimuat dalam UU Nomor 22 tahun
1999 tentang pemerintah daerah yang telah disempurnakan dalam UU Nomor 32 tahun 2004
dan UU Nomor 25 tahun 1999 yang disempurnakan dalam UU nomor 33 tahun 2004, yang
mengatur kewenangan dan system perimbangan keuangan pemerintah pusat dan pemerintah
daerah. Dengan dikeluarkannya ketiga undang-undang tersebut diharapkan tuntutan
transparansi dan akuntabilitas kepada pemerintahaan baik pusat maupun daerah oleh public
dapat dipenuhi dengan didukung oleh rencana dan program kerja yang jelas sesuai dengan
kondisi dan prioritas masing-masing.
BAB II

PEMBAHASAN

A. Pengertian Negara dan Pemerintah

Menurut KBBI , kata Negara organisasi dalam suatu wilayah yang mempunyai kekuasaan
tertinggi yang sah dan ditaati oleh rakyat. Pengertian negara lainnya yang didefinisikan dalam
KBBI adalah kelompok sosial yang menduduki wilayah atau daerah tertentu yang diorganisasi di
bawah lembaga politik dan pemerintah yang efektif, mempunyai kesatuan politik, berdaulat
sehingga berhak menentukan tujuan nasionalnya. Sedangkan kata pemerintah didefenisikan
sebagai system menjalankan wewenang dan kekuasaan mengatur kehidupan sosial, ekonomi,
dan politik suatu Negara atau bagian-bagiannya atau sekelompok orang yang secara bersama-
sama memikul tanggung jawab terbatas untuk menggunak kekuasan. Sehingga dari definisi jelas
bahwa pemerintah Negara Indonesia dibentuk dalam rangka pencapain tujuan bernegara
sebagaimana tercantum dalam alenia IV pembukaan Undang-undang dasar 1945 dan
menjalankan berbagai fungsi pemerintah dalam berbagai bidang. Pembentukan pemerintah
Negara tersebut menimbulkan hak dan kewajiban Negara yang dapat dinilai dengan uang yang
perlu dikelola dalam suatu system pengelolahan keuangan Negara.

B. Ruang Lingkup Keuangan Negara

Salah satu ruang lingkup dari keuangan Negara adalah anggaran pendapatan dan
belanja Negara (APBN) di samping barang-barang invenstasi kekayaan Negara dan badan usaha
milik Negara (BUMN). Baik APBN maupun barang-barang investasi kekayaan Negara dikelola
secara langsung oleh Negara, sehingga keduanya merupakan unsure penting dalam keuangan
Negara. Sedangkan, pada tingkat pemerintah daerah terdapat ruang lingkup yang serupa
dengan keuangan Negara, yaitu anggaran pendapatan dan belanja daerah (APBD), seperti
halnya dengan, APBD dan barang-barang investasi kekayaan daerah juga dikelola secara
langsung oleh daerah. Keduanya merupakan unsure penting keuangan daerah.
Dalam penjelasan Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara
dinyatakan bahwa pendekatan yang digunakan dalam merumuskan Keuangan Negara adalah
dari sisi objek, subjek, proses, dan tujuan.
1. Dari sisi objek, yang dimaksud dengan Keuangan Negara meliputi semua hak dan kewajiban
negara yang dapat dinilai dengan uang, termasuk kebijakan dan kegiatan dalam bidang
fiskal, moneter dan pengelolaan kekayaan negara yang dipisahkan, serta segala sesuatu
baik berupa uang, maupun berupa barang yang dapat dijadikan milik negara berhubung
dengan pelaksanaan hak dan kewajiban tersebut.

2. Dari sisi subjek, yang dimaksud dengan Keuangan Negara meliputi seluruh subjek yang
memiliki/menguasai objek sebagaimana tersebut di atas, yaitu: pemerintah pusat,
pemerintah daerah, perusahaan negara/daerah, dan badan lain yang ada kaitannya dengan
keuangan negara.

3. Dari sisi proses, Keuangan Negara mencakup seluruh rangkaian kegiatan yang berkaitan
dengan pengelolaan objek sebagaimana tersebut di atas mulai dari perumusan kebijakan
danpengambilan keputusan sampai dengan pertanggunggjawaban.

4. Dari sisi tujuan, Keuangan Negara meliputi seluruh kebijakan, kegiatan dan hubungan
hukum yang berkaitan dengan pemilikan dan/atau penguasaan objek sebagaimana
tersebut di atas dalam rangka penyelenggaraan pemerintahan negara.

Pengelolaan keuangan negara subbidang pengelolaan fiskal meliputi kebijakan dan


kegiatan yang berkaitan dengan pengelolaan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN)
mulai dari penetapan Arah dan Kebijakan Umum (AKU), penetapan strategi dan prioritas
pengelolaan APBN, penyusunan anggaran oleh pemerintah, pengesahan anggaran oleh DPR,
pelaksanaan anggaran, pengawasan anggaran, penyusunan perhitungan anggaran negara (PAN)
sampai dengan pengesahan PAN menjadi undang-undang.

C. Asas-Asas Umum Pengelolaan Keuangan Negara


Untuk mendukung terwujudnya Good governance dalam penyelenggaraan Negara,
pengelolahan keungan Negara perlu diselenggarakan sesuai dengan asas-asas umum
pengelolahaan keungan Negara, yaitu azas tahunan, asas universalitas, asas kesatuan, asas
spesialitas, akuntabilitas berorientasi pada hasil, profesionalitas, keterbukaaan dalam
pengelolaan keungan Negara, dan pemeriksaan keungan oleh badan pemeriksa yang bebas dan
mandiri. Penjelasan dari masing-masing asas tersebut adalah sebagaiberikut.

a. Asas Tahunan, memberikan persyaratan bahwa anggaran Negara dibuat secara


tahunan yang harus mendapat persetujuan daribadan legislatif (DPR).
b. Asas Universalitas (kelengkapan), memberikan batasan bahwatidak diperkenankan
terjadinya percampuran antara penerimaannegara dengan pengeluaran negara.
c. Asas Kesatuan, mempertahankan hak budget dari dewan secaralengkap,
berartisemua pengeluaran harus tercantum dalamanggaran. Oleh karena itu,
anggaranmerupakan anggaran bruto,dimana yang dibukukan dalam anggaran
adalah jumlahbrutonya.
d. Asas Spesialitas mensyaratkan bahwa jenis pengeluaran dimuatdalam mata
anggaran tertentu/tersendiri dan diselenggarakansecara konsisten baik secara
kualitatif maupun kuantitatif. Secarakuantitatif artinya jumlah yang telah
ditetapkan dalam mataanggaran tertentu merupakan batas tertinggi dan tidak
bolehdilampaui.Secara kualitatif berarti penggunaan anggaran hanyadibenarkan
untuk mata anggaran yang telah ditentukan.
e. Asas Akuntabilitas berorientasi pada hasil, mengandung makna bahwa setiap
pengguna anggaran wajib menjawab danmenerangkan kinerja organisasi atas
keberhasilan atau kegagalan suatu program yang menjadi tanggung jawabnya.
f. Asas Profesionalitas mengharuskan pengelolaan keuangannegara ditangani oleh
tenaga yang profesional.
g. Asas Proporsionalitas, pengalokasian anggaran dilaksanakansecara proporsional
pada fungsi-fungsi kementerian/lembagasesuai dengan tingkat prioritas dan tujuan
yang ingin dicapai.
h. Asas Keterbukaan dalam pengelolaan keuangan negara,mewajibkan adanya
keterbukaan dalam pembahasan, penetapan,dan perhitungan anggaran serta atas
hasil pengawasan olehlembaga audit yang independen.
i. Asas Pemeriksaan Keuangan oleh badan pemeriksa yang bebas dan mandiri,
memberi kewenangan lebih besar pada BadanPemeriksa Keuangan untuk
melaksanakan pemeriksaan ataspengelolaan keuangan negara secara objektif dan
independen.
Asas-asas umum tersebut diperlukan pula guna menjaminterselenggaranya prinsip-
prinsip pemerintahan daerah.Dengan dianutnya asas-asas umum tersebut di dalam undang-
undang tentangKeuangan Negara, pelaksanaan undang-undang ini selain menjadiacuan dalam
reformasi manajemen keuangan negara, sekaligusdimaksudkan untuk memperkokohlandasan
pelaksanaandesentralisasi dan otonomidaerahdi Negara Kesatuan RepublikIndonesia.

D. Kekuasaan Atas Keuangan Negara

a. Presiden

Presiden selaku Kepala pemerintahan, memegang kekuasaan pengelolaan keuangan


negara, sebagai bagian dari kekuasaan pemerintahan. Kekuasaan pengelolaan keuangan negara
meliputi :

a) Kewenangan yang bersifat umum, meliputi : Penetapan Arah, Kebijakan umum,


Strategi, Prioritas dalam pengelolaan APBN, antara lain penetapan pedoman
pelaksanaan dan pertanggungjawaban APBN, penetapan pedoman penyusunan
rencana kerja K/L, penetapan gaji dan tunjangan, pedoman pengelolaan
penerimaan negara.
b) Kewenangan khusus, meliputi: Kebijakan teknis yang berkaitan dengan
pengelolaan APBN, antara lain: keputusan sidang kabinet di bidang pengelolaan
APBN, keputusan rincian APBN, keputusan dana perimbangan, dan penghapusan
aset dan piutang negara.

Berdasarkan UU Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara, Presiden adalah


pemegang kekuasaan umum pengelolaan keuangan negara sebagai bagian dari kekuasaan
pemerintahan. Dalam melaksanakan mandat Undang-Undang Keuangan Negara, fungsi
pemegang kekuasaan umum atas pengelolaan keuangan negara tersebut dijalankan dalam
bentuk:

a) Selaku Pengelola Fiskal dan Wakil Pemerintah dalam kepemilikan kekayaan Negara
yang dipisahkan dikuasakan kepada Menteri Keuangan;
b) Selaku Pengguna Anggaran/Pengguna Barang kementerian negara/lembaga negara
dikuasakan kepada masing-masing menteri/pimpinan lembaga;
c) Penyerahan kepada gubernur/bupati/walikota selaku kepala pemerintahan daerah
untuk mengelola keuangan daerah dan mewakili pemerintah daerah dalam
kepemilikan kekayaan daerah yang dipisahkan; dan Tidak termasuk kewenangan di
bidang moneter.

b. Menteri Keuangan

Dalam penyelenggaraan kekuasaan pengelolaan keuangan negara oleh Presiden


tersebut, sebagian dikuasakan kepada : Menteri Keuangan, sebagai pengelola fiskal dan wakil
pemerintah pusat dalam hal kepemilikan kekayaan negara yang dipisahkan. Menteri Keuangan
sebagai pembantu Presiden dalam bidang keuangan bertindak selaku Chief Financial Officer
(CFO), mempunyai tugas :

a) Menyusun kebijakan fiskal dan kerangka ekonomi makro;


b) Menyusun RAPBN dan Rancangan Perubahan APBN
c) Mengesahkan dokumen pelaksanaan anggaran,
d) Melakukan perjanjian internasional dibidang keuangan,
e) Melaksanakan pemungutan pendapatan negara yang telah ditetapkan dalam UU;
f) Melaksanakan fungsi bendahara umum negara
g) Menyusun laporan keuangan yang merupakan pertanggunganjawaban
pelaksanaan APBN;
h) Melaksanakan tugas-tugas lain dibidang pengelolaan fiskal berdasarkan UU.
Sebagian kekuasaan itu diserahkan kepada Menteri Keuangan yang kemudian berperan
sebagai pengelola fiskal dan wakil pemerintah dalam kepemilikan negara dalam kekayaan
negara yang dipisahkan. Sebagian kekuasaan lainnya diberikan kepada menteri/pimpinan
lembaga sebagai pengguna anggaran/pengguna barang lembaga/kementrian yang dipimpinnya.
Jika Presiden memiliki fungsi sebagai Chief Executive Officer (CEO) maka Menteri Keuangan
berperan dan berfungsi sebagai Chief Financial Officer (CFO) sedangkan menteri/pimpinan
lembaga berperan sebagai Chief Operating Officers (COOs).

c. Menteri/Pimpinan Lembaga

Menteri/Pimpinan Lembaga, sebagai pengguna anggaran/ barang, berkedudukan


sebagai Chief Operasional Officer (COO) mempunyai tugas :

a) Menyusun rancangan anggaraan kementerian/lembaga yang dipimpinannya;


b) Menyusun dokumen pelaksanaan anggaran,
c) Melaksanakan anggaran kememterian/lembaga;
d) Melaksanakan pemungutan ONBP dan menyetorkannya ke kas negara,
e) Mengelola piutang dan utang yang menjadi tanggungjawab kementerian
negara/lembaga,
f) Mengelola barang milik negara
g) Menyusun dan menyampaikan laporan keuangan kementerian negasra/lembagala,
h) Melaksanakan tugas-tugas lain yang menjadi tanggunggjawabnya berdasarkan UU.

d. Gubernur/Bupati/Walikota

Sesuai dengan azas desentralisasi dalam penyelenggaraan pemerintahan, Presiden


dalam pengelolaan keuangan negara menyerahkan kepada Gubernur, Bupati/Walikota, selaku
pengelola keuangan daerah, yang dilaksanakan oleh Kepala Satuan Kerja Pengelola Keuangan
Daerah (KSKPKD), selaku pejabat pengelola APBD. KSKPKD mempunyai tugas:

a) Menyusun dan melaksanakan kebijakan pengelolaan APBD,


b) Menyusun RAPBD dan Rancangan Perubahan APBD,
c) Melaksanakan pemungutan pendapatan daerah yang telah ditetapkan dengan
Perda;
d) Melaksanakan fungsi Bendahara umum daerah,
e) Menyusun laporan keuangan yang merupakan pertanggungjawaban pelaksanaan
APBD.

E. APBN

Anggaran adalah alat akuntabilitas, manajemen, dan kebijakan ekonomi. Sebagai


instrument kebijakan ekonomi, anggaran berfungi untuk mewujudkan pertumbuhan dan
stabilitas perekonomian serta pemerataan pendapatan dalam rangka mencapai tujuan
bernegara. APBN merupakan inti pengurusan umum dan anggaran Negara. Anggaran Negara
adalah rencana pengeluaran/belanja dan penerimaan/pembiyaaan belanja suatu Negara
selama periode tertentu. Pengertian anggaran Negara selalu menyebutkan pengeluaran
terlebih dahulu, baru penerimaan. Dalam arti luas, anggaran Negara berarti jangka waktu
perencanaan, pelaksanaan, dan pertanggungjawaban anggaran (suatu daur anggaran).
Sedangkan dalam arti sempit, anggaran Negara berarti rencana pengeluaran dan penerimaan
hanya dalam kurun waktu satu tahun. Anggaran Negara memiliki beberapa fungsi, yaitu :

a) Sebagai pedoman bagi pemerintah dalam mengelola Negara selama periode


mendatang.
b) Sebagai alat pengawas bagi masyarakat terhadap kebijaksanaan yang telah dipilih
pemerintah karena sebelum anggaran dijalankan harus mendapat persetujuan DPR
terlebih dahulu.
c) Sebagai alat pengawas bagi masyarakat terhadap kemampuan pemerintah dalam
melaksanakan kebijaksanaan yang telah dipilihnya karena pada akhirnya anggaran harus
dipertanggungjawabkan pelaksanaannya oleh pemerintah kepada DPR.

Dalam arti luas, anggaran Negara dapat berarti suatu daur anggaran. Menurut UU Nomor 17
Tahun 2003 tentang Keuangan Negara, proses daur anggaran tersebut dikemukakan sebagai
berikut :
a) Penyampaian pokok-pokok kebijakan fiscal dan kerangka ekonomi makro oleh
pemerintah.
b) Pembahasan kerangka ekonomi makro dan kebijakan fiscal oleh DPR dan pemerintah.
c) Penepatan kebijakan umum dan prioritas anggaran sebagai pedoman bagi
departemen/lembaga.
d) Menteri/pemimpin lembaga menyusun rancangan serta perkiraan anggaran tahun
berikutnya berdasarkan target prestasi yang hendak dicapai.
e) Menteri/pemimpin lembaga melakukan pembahasan dengan komisi DPR mengenai
rancangann anggaran, sesuai dengan pedoman dari Menteri Keuangan, dan hasilnya
juga disampaikan kepada menteri keuangan.
f) Presiden menyampaikan RAPBN pada pertengahan Agustus.
g) Penetapan RAPBN dilakukan dua bulan sebelum awal tahun anggaran yang
bersangkutan agar dokumen pelaksanaan anggaran dapat diterbitkan tepat waktu dan
pemerintah daerah mempunyai waktu yang cukup untuk menysun dan menetapkan
APBD.
h) Dalam membahas dan menetapkan anggaran, Undang-Undang Susunan dan Kedudukan
mengatur kewenangan panitia anggaran dan komisi-komisi sektoral pada lembaga
legislative.

F. APBD

Pengurusan keuangan di pemerintah daerah diatur dengan membagi menjadi pengurusan


umum dan pengurusan khusus. Pemerintah daerah memiliki APBD dalam pengurusan umum
dan kekayaan milik daerah yang dipisahkan pada pengurusan khusus. APBD dapat didefenisikan
sebagai rencana operasional keuangan pemda, di mana satu pihak menggambarkan perkiraan
pengeluaran setinggi-tingginya guna membiayai kegiatan-kegiatan dan proyek-proyek daerah
selama satu tahun anggaran tertentu, dan di pihak lain menggambarkan perkiraan dan sumber-
sumber penerimaan daerah guna menutupi pengeluaran-pengeluaran yang dimaksud
(Mamesah, 1995;20; dalam Halim dan Kusufi, 2012). Sedangkan definisi APBD pada orde lama
adalah kegiatan badan legislative (DPRD) memberikan kredit kepada badan ekdekutif (kepala
daerah) untuk melakukan pembiayaan guna kebutuhan rumah tangga daerah sesuai dengan
rancangan yang menjadi dasar (grondslag) penetapan anggaran, dan yang menunjukkan semua
penghasilan untuk menutup pengeluaran tadii (Wajong, 1962:81; dalam Halim dan Kusufi,
2012).

Dari kedua defines tersebut, menunjukkan bahwa APBD sebagai anggaran daerah
memiliki unsure-unsur sebagai berikut :

a) Rencana kegiatan suatu daerah, beserta uraiannya secara terperinci


b) Adanya sumber penerimaan yang merupakan target minimal untuk menutupi biaya
terkait aktivitas tersebut, dan adanya biaya yang merupakan batas maksimal
pengeluaran yang akan dilaksanakn.
c) Jenis kegiatan dan proyek yang dituangkan dalam bentuk angka.
d) Periode anggaran, biasanya satu tahun.

Pada era roformasi keuangan daerah, mengisyaratkan agar laporan keuangan semakin
informative. Bentuk APBD mengalami perubahan yang cukup mendasar, yaitu didasari oleh
Keputusan Menteri Dalam Negeri (Kepmendagri) Nomor 29 Tahun 2002 tentang Pedoman
Pengurusan, pertanggungjawaban, dan Pengawasan Keuangan Daerah, serta Tata Cara
Penyusunan Anggaran dan Pendapatan dan Belanja Daerah. Saat ini APBD yang digunakan
berdasarkan Peraturan Menteri Dalam Negeri (Permendagri) Nomor 13 Tahun 2006 tentang
Pedoman Pengelolaan Daerah jo. Permendagri Nomor 59 Tahun 2007 berdasarkan
Permendagri Nomor 13 Tahun 2006 tentang Pedoman Pengelolaan Keuangan Daerah jo.
Permendagri Nomor 59 Tahun 2007 jo. Permendagri Nomor 21 Tahun 2011. Bentuk APBD
terbaru terdiri atas tiga bagian, yaitu pendapatan, belanja, dan pembiayaan (kategori baru). Pos
Pembiayaan merupakan usaha agar APBD semakin informative, yaitu memisahakan pinjaman
dan pendapatan daerah. Selain itu pos Pembiayaan Juga merupakan alokasi surplus atau
sumber penutupan deficit anggaran. Dalam APBD yang baru, pendapatan, belanja dan
pembiayaan tersebut dikelompokkan kembali menjadi berikut ini.

1. Pendapatan, dibagai menjadi tiga kategori, yaitu pendapatan asli daerah (PAD), dana
perimbangan, dan pendapatan lain-lain daerah yang sah.
2. Belanja, dibagi dua bagian, yaitu sebagai berikut :
a. Belanja tidak langsung, yaitu belanja tidak terkait langsung dengan program dan
kegiatan pemerintah daerah. Belanja tidak langsung diklasifikasikan menjadi belanja
pegawai yang berisi gaji dan tunjangan pejabat dan PNS daerah, belanja subsisdi,
belanja bunga, belanja hibah, belanja bagi hasil, belanja bantuan sosial, belanja
bantuan keuangan,dan belanja tidak terduga.
b. Belanja langsung, yaitu belanja yang terkait langsung dengan program dan kegiatan
pemerintah daerah. Belanja langsung dikelompokkan menjadi belanja pegawai yang
berisi honorarium dan penghasilan terkait langsung dengan pelaksanaan kegiatan,
belanja barang dan jasa, dan belanja modal.
3. Pembiayaan, yang dikelompokkan menurut sumber-sumber pembiayaan,yaitu sumber
penerimaan dan pengeluaran daerah.sumber pembiayaan berupa penerimaan daerah
merupakan sisa lebih anggaran tahun sebelumnya, penerimaan pinjaman dan obligasi,
hasil penjualan aset daerah yang dipisahkan, dan transfer dari dana cadangan.
sedangkan sumber pembiayaan berupa pengeluaran daerah terdiri atas pembayaran
utang pokok yang telah jatuh tempo, penyertaan modal, transfer ke dana cadangan, dan
sisa lebih anggaran tahun yang sedang berlangsung.

G. Pengawasan Pelaksanaan APBD

Pengawasan pelaksanaan APBD secara prinsip sama dengan APBN, yaitu terdapat
pelaksanaan secara eksternal dan internal. Pengawasan eksternal dilakukan oleh DPRD dan
BPK; sedangkan pengawasan internal dilakukan oleh Pemerintah Daerah sendiri melalui
instansi-instansi dalam jajarannya.

H. Pertanggungjawaban APBD

Setiap tahun anggaran berakhir, pemerintah daerah mempertanggungjawabkan


pelaksanaan APBD kepada DPRD, di samping itu ada pula laporan pelaksanaan APBD
triwulan yang disampaikan tiap tiga bulan.
I. Revolusi System Perencanaan Penganggaran di Indonesia

Melalui UU nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara, Pemerintah Republik


Indonesia berupaya mendesain system perencanaan anggaran realtif lebih efektif dalam
pengalokasiaanya, efisien dalam pelaksanaannya, akuntabel, transparan, dan lebih
mengedepankan pencapaian target kebijakan yang terukur dalam melakukan pengeluaran
anggaran. Selanjutnya undang-undang tersebut dijabarkan dalam PP Nomor 21 Tahun 2004
tentang Penyusunan Rencana Kerja Anggaran Kementrian Negara/Lembaga mengamanatkan
tiga pendekatan yang harus menjadi referensi pemerintah dalam memformulasikan
perencanaan dan mengimplementasikan kebijakan anggarannya, yaitu sebagai berikut

1. Pendekatan Penganggaran Terpadu (Unifed Budget ) Hal ini merupakan tahapan yang
diperlukan sebagai bagian upaya jangka panjang untuk membawa penganggaran
menjadi lebih transparan, dan memudahkan penyusunan dan pelaksanaan anggaran
berorientasi kinerja. Memadukan anggaran sangat penting untuk memastikan bahwa
investasi dan biaya operasional yang berulang dipertimbangkan secara simultan pada
saat-saat kunci pengambilan keputusan dalam siklus penganggaran.
2. Penganggaran Berbasis Kerja (performance Based budgeting ), pada dasarnya adalah
memeperjelas tujuan dan indicator kinerja sebagai bagian dari pengembagan system
penganggaran berdasarkan kinerja. Halmini akan mendukung perbaikan efisiensi dann
efektivitas dalam pemanfaatan sumber daya dan memperkuat proses pengambilan
keputusan tentang kebijakan dalam kerangka jangka menengah.
3. Pendapatan Kerangka Pengeluaran jangka Menengah /KPJM ( Medium Term
Expenditure Framework – MTEF), adalah pendekatan dengan perspektif jangka
menengah memberikan kerangka yang menyeluruh, meningkatkan keterkaitan antara
proses perencanaan dan penganggaran, mengembangkan disiplin fisikal, mengarahkan
alokasi sumber daya agar lebih rasioanl dan strategis, dan meningkatkan kepercayaan
masyarakat kepada pemerintah dengan pemberian pelayanan yang optimal dan lebih
efidien.
J. Kondisi Faktual Penerapan Akuntansi Sektor Publik (Pemerintahan) di
Indonesia

Adanya gerakan reformasi pada tahun 1998 di Indonesia yang berhasil mengakhiri masa
Orde Baru, telah mengubah system politik di Indonesia yang lebih demokratis dan system
pemerintahan yang didasarkan pada otonomi daerah menuntut adanya transparansi public dan
akuntabilitas keuangan Negara yang semakin meningkat. Oleh karena itu, pada pemerintahan
era reformasi telah melakukan koreksi secara menyeluruh terhadap system keuangan Negara,
adalah sebagai berikut (Dwi Ratna, 2010 : 8).

a) Koreksi pertama, adalah menyatukan anggaran Negara yang tadinya dibagi dalam dua
kelompok yaitu anggaran rutin dan anggaran pembangunan yang dikendalikan oleh dua
lembaga Negara yang berbeda yaitu Departemen Keuangan mengendalikan belanja
rutin dan Bappenas mengendalikan belanja pembangunan.
b) Koreksi kedua, adalah meniadakan anggaran non-budgeter.
c) Koreksi ketiga, adalah diterbitkannya paket ketiga undang-uandang di bidang keuangan
Negara antara tahun 2003-2004
d) Koreksi keempat, adalah diberlakukannya PP Nomor 24 Tahun 2005 tentang Standar
Akuntansi Pemerintahan (SAP) yyang berdampak pada perubahan kebijakan akuntansi
yaitu dari yang berbasis kas menjadi cash basis toward accrual dan double entry. Saat ini
PP Nomor 24 Tahun 2005 sudah tidak berlaku lagi dan digantikan dengan PP Nomor 71
Tahun 2010 yang memuat SAP Berbasis Akrual

Meskipun telah dilakukan koreksi secara menyeluruh, namun masih terdapat kendala
yang diahadapi di dalam mereformasi pelaksanaan keuangan Negara, terutama pada
pelaksanaan keuangan daerah. Kendala yang dihadapi sampai dengan saat ini bersumber pada
beberapa factor, sebagaimana yang dijelaskan oleh Dwi Ratna (2010:12), antara lain :

a) Kurangnya rasa saling percaya antara pemerintah pusat dan pemerintah daerah;
b) Perubahan yang terlalu drastis dari yang awalnya top down-bottom-up;
c) Perubahan paradigma manajemen keuangan daerah, dari pradigma penganggaran yang
berdasarkan kontrol input menjadi paradigma penganggaran berdasarkan kinerja, yang
memerlukan proses yang cukup sulit;
d) Implementasi APBD masih kurang efisien dan efektif karena kurangnya sinergi antara
Kebijakan Umum APBD (KUA) dengan prioritas pembangunan daerah;
e) Proses perencanaan anggaran yang membutuhkan waktu cukup panjang.

Adanya koreksi dan kendala terhadap implementasi keuangan Negara, sebagaimana


dijelaskan di atas, menunjukkan bahwa penerapan akuntansi sector public (dalam hal ini
akuntansi pemerintahan) sangat dipengaruhi oleh perubahan kebijakan Negara melalui
perubahan aturan perundang-undangan yang berkaitan dengan pengelolaan keuangan Negara
(termasuk keuangan daerah). Kebijakan Negara tergantung pada perubahan system politik dan
pemerintahan suatu Negara. Oleh karena itu, jelaslah bahwa Negara dan pemerintahan
memengaruhi perkembangan akuntansi sector public, sehingga pantaslah menjadikan Negara
dan pemerintah menjadi sasaran dan pertimbangan utama di dalam menjawab tantangan
akuntansi sector public di masa mendatang.
BAB III

PENUTUP

A. KESIMPULAN

Negara dan pemerintah sebagai sasaran akuntansi sector public merupakan konsekuensi
dari pembentukan pemerintahan Negara Indonesia. Pemerintahan Negara Indonesia dibentuk
dalam rangka pencapaian tujuan bernegara sebagaimana tercantum dalam alinea IV
Pembukaan Undang-Undang Dasar 1945 dan menjalankan berbagai fungsi pemerintahan dalam
berbagai bidang. Pembentukan pemerintahan Negara tersebut menimbulakan hak dan
kewajiban Negara yang dapat dinilai dengan uang yang perlu dikelola dalam suatu system
pengelolaan keuangan Negara. System pengelolaan keuangann Negara diatur dalam UU Nomor
17 Tahun 2003 yang mengatur tentang prinsip-prinsip pengelolaan keuangan Negara sebagai
dasar pelaksanaan reformasi manajemn keuangan pemerintahan.

Pengaturan secara jelas kekuasaan atas pengelolaan keuangan Negara merupakan


prinsip pokok dalam pengelolaan keuangan Negara yang transparan dan akuntabel. Penerapan
prinsip ini diyakini berpengaruh besar bagi upaya pencapaian tujuan bernegara mengingat
manifestasi pengelolaan keuangan Negara dalam penyelenggaraan fungsi pemerintahan adalah
disusun dan dilaksanakannya APBN dan APBD setiap tahun. Anggaran adalah alat akuntabilitas,
manajemn, dan kebijakan ekonomi. Sebagai instrument kebijakan ekonomi, anggaran berfungsi
untuk mewujudkan pertumbuhan dan stabilitas perekonomian serta pemerataan pendapatan
dalam rangka mencapai tujuan bernegara.

Dalam UU Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara, selanjutnya dijabarkan


dalam PP Nomor 21 Tahun 2004 tentang Penyusunan Rencana Kerja Angggaran Kementrian
Negara/lembaga mengamanatkan tiga pendekatan yang harus menjadi referensi pemerintah
dalam memformulasikan perencanaan dan mengimplementasikan kebijakan anggarannya, yaitu
pendekatan penggaran terpadu, penganggaran berbasis kinerja, dan pendekatan Kerangka
Pengeluaran Jangka Menengah / KPJM.
DAFTAR PUSTAKA

Dwi Ratna, S. 2010. “Kondisi Faktual Sistem Akuntansi Pemerintahan”. Diedit oleh Abdul Halim,

Yanuar E. Restianto, dan I Wayan Karma, di dalam Seri Bunga Rampai Akuntansi Sektor

Publik: Sistem Akuntansi Pemerintah Pusat – Sistem Akuntansi Pemerintah Daerah – Kapita

Selekta Sistem Akuntansi Sektor Publik. Yogyakarta: STIM YKPN.

Halim, Abdul dan M. Syam Kusufi. 2012. Akuntansi Sektor Publik: Akuntansi Keuangan

Daerah, edisi ke-4. Jakarta: Salemba Empat.

Mardiasmo. 2009. Akuntansi Sektor Publik. Yogyakarta: CV Andi Offset. Ratnawati, Anny. 2009.

Reformasi Sistem Perencanaan Penganggaran Indonesia. Mempertjam Efektivitas Kebijakan

Pengeluaran Anggaran dalam Era Baru Kebijakan Fiskal. Jakarta : PT Kompas Media

Nusantara.

Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara.

Anda mungkin juga menyukai