Anda di halaman 1dari 20

BIAYA BAHAN BAKU

MAKALAH

Untuk memenuhi salah satu tugas mata kuliah Akuntansi Biaya

Dosen pembimbing Diah Andari , S.E., M.Acc., Ak.

Oleh Kelompok 6:

Dian Hermansyah 0215103012


Syadzwina Sugandi 0215103063

Cucu Suryani 0215103135


Anwar Saepudin 0215104068

PROGRAM STUDI MANAJEMEN


FAKULTAS BISNIS DAN MANAJEMEN
UNIVERSITAS WIDYATAMA
KOTA BANDUNG
2016
PENGERTIAN BAHAN BAKU
Bahan baku merupakan bahan yang membentuk bagian menyeluruh pruduk jadi. Bahan
baku yang diolah perusahaan manufaktur dapat diproleh dari pembelian local, impor,
atau dari pengelolaan sendiri. Di dalam memperoleh bahan baku, perusahaan tidak hanya
mengeluarkan biaya sejumlah harga beli bahan baku saja, tetapi juga mengeluarkan
biaya-biaya pembelian, pergudangan, dan biaya-biaya perolehan lain. Timbul masalah
mengenai unsur biaya apa saja yang diperhitungkan sebagai harga pokok bahan baku
yang dibeli.

Biaya bahan baku merupakan komponen biaya yang terbesar dalam pembuatan produk
jadi. Dalam perusahaan manufaktur, bahan baku diolah menjadi produk jadi dengan
mengeluarkan biaya konversi. Bahan yang digunakan untuk produksi diklasifikasikan
menjadi bahan baku (bahan langsung) dan bahan pembantu (bahan tidak langsung).
Bahan langsung yaitu bahan yang digunakan untuk produksi yang dapat diidentifikasikan
ke produk. Biaya bahan baku dan biaya tenaga kerja langsung merupakan biaya utama
(prime cost) yang dibebankan kepada persediaan produk dalam proses. Bahan tidak
langsung meliputi semua bahan yang bukan merupakan bahan baku. Biaya bahan tidak
langsung dibebankan pada biaya overhead pabrik saat bahan tersebut digunakan untuk
produksi.

PENGADAAN DAN PENGGUNAAN BAHAN


BAKU
Proses produksi dan kebutuhan bahan baku bervariasi sesuai dengan ukuran dan jenis
industry dari perusahaan, pembelian dan penggunaan bahan baku biasanya meliputi
langkah-langkah :

1. Untuk setiap produk atau variasi produk, insinyur menentukan rute (routing) untuk
setiap produk, yang merupakan urutan orprai yang dilakukan, dan sekaligus
menetapkan daftar bahan baku yang diperlukan, yang merupakan daftar
kebutuhan bahan baku untuk setiap langkah dalam urutan operasi tersebut.
2. Anggaran produksi (production budget) menyedikan rencana utama, darimana
rincian mengenai bahan baku dikembangkan.
3. Bukti permintaan pembelian atau (purchase requisition) menginformasikan agen
pembelian mengenai jumlah dan jenis bahan baku yang dibutuhkan.
4. Pesanan pembelian (purchase order) merupakan kontrak atas jumlah yang harus
dikirimkan.
5. Laporan penerimaan (receiving report) mengesahkan jumlah yang diterima, dan
mungkin juga melaporkan hasil pemeriksaan dan pengujian mutu.
6. Bukti permintaan bahan baku (material requisition) memberiakan wewenang bagi
gudang untuk mengirimkan jenis dan jumlah tertentu dari bahan baku ke
department tertentu pada waktu tertentu.
7. Kartu catatan bahan baku (material record card) mencatat setiap penerimaan dan
pengeluarandari setiap jenis bahan baku dan berguna sebagai catatan persediaan
perpetual.

Pembelian Bahan Baku

Dalam oraganisasi besar, pembelian bahan baku biasanya dilakukan oleh departemen
pembelian, yang dikealai oleh agen pembelian. Adapun tugas dari departemen
pembelian adalah :

a. menerima bukti permintaan pembelian atas bahan baku, perlengkapan dan


peralatan.
b. menyimpan informasi mengenai sumber pasokan harga dan jadwal pengapalan
serta penghantaran.
c. membuat dan menempatkan pesanan pembelian.
d. mengatur pelaporan diantara departemen pembelian, penerimaan dan akuntansi.

Dibeberapa perusahaan, departemen pembelian memiliki fungsi tambahan yaitu


menyetujui pembayaran atas setiap faktur yang diterima dari pemasok.

Formulir Pembelian
Formulir utama yang diperlukan dalam pembelian adalah bukti permintaan pembelian
dan pesanan pembelian :

Bukti permintaan pembelian, Bukti permintaan pembelian berasal dari:

a. karyawan bagian gudang yang mengeahui jumlah persediaan telah mencapai titik
pemesanan kembali
b. klerek catatan bahan baku atau karyawan maupun penyelia departemen lain yang
bertanggung jawab untuk memberitahukan kepada agen pembelian kapan harus
dilakukan pembelian
c. Karyawan bagian riset, insinyur, ataupun penyelia maupun karyawan departemen
lain yang memerlukan bahan baku khusus.
d. program computer yang dirancang untuk meningkatkan department pembeian
kapan diperlukan pengisian kembali persediaan. Setiap kopi dari bukti permintaan
embelian tetap dpegang oleh si pembuat, dan aslinya dikirimkan ke department
pembelian untuk dieksekusi. Catatan-catatan ini dapat berada dalam bentuk
elektronik atau ketras.

Pesanan pembelian, Pesanan pembelian yang ditandatangani oleh agen pembelian atau
pihak yang berwenang lainnya, memberikan wewenang kepada pemasok untuk
mengirimkan barang yang telah ditentukan dalam jumlah yang juga telah ditentukan
sesuai dengan persyaratan yang disepakati, pada waktu dan tempat terntu. Untuk
mempermudahkan, formulir pemesanan milik pemasok dapat digunakan. Namun pada
prakteknya, formulir pesanan pembelian dibuat oleh perusahaan pembeli , dan formulir
terebut dibuat sesuai dengan kebutuhan terentu si pembeli.

Electronic data interchange. electronic data interchange adalah pertukaran informasi


transaksi antara computer uatu peruahaan dengan computer perusahaan lain. Hal ini
merupakan langkah untuk mencapai lingkungan bisnis tanpa batas (paperless) dengan
cara menghilangkan sebanyak mungkin dokumen kertas.

Penerimaan

Departement penerimaan berfungsi :


a. membongkar bahan baku yang rusak.
b. membandingkan jumlah yang diterima dengan daftar perusahaan perkapalan
( shippers packing list)
c. mencocokan bahan baku yang diterima dengan deskripsi dalam pesanan
pembelian.
d. membuat laporan penerimaan.
e. memberitaukan kepada department pembelian mengenai perbeaan yang
ditemukan
f. mengatur pemeriksaan apabila diperlukan.
g. memberitahukan kepada department pengantaran dan department pembelian
mengenai kerusakan yang terjadi selama bahan baku tersebut dalam perjalanan.
h. mengirimkan bahan baku yag diterima kelokasi yang sesuai.

Laporan penerimaan menunjukan nomor pesanan pembelian, nomor akun yang akan
dibebankan, nama pemasok, rincian mngenai transportasi, serta jumlah dan jenis barang
yang diterima. Laporan tersebut juga menyediakan ruang bagi department pemeriksaan
untuk menuliskan persetujuaannya atas kiriman tersebut maupun jumlah yang ditolak dan
alasan penolakan.

Persetujuan Faktur dan Pemrosesan Data

Persetujuan faktur adalah penting bagi pengendalian bahan baku, karena proses tersebut
memverivikasi bahwa barang telah diterima sesuai engan pesanan dan pembelian dapat
dilakukan. Pada saat bahan baku sama di department penerimaan, perusahaan biasanya
juga menerima faktur dari pemasok. Faktur dan satu salinan pesanan pembelian disimpan
di department akuntansi. Saat laporan penerimaan dan pemeriksaan diterima, laporan
penerimaan, pesanan pembelian dan faktur dibandingkan dalam hal jenis bahan baku,
jumlah, harga, diskon, persyaratan kredit, instruksi pengiriman, dan persyaratan lainnya.
jika faktur sesuai (atau disesuaikan dengan memo debit atau kredit untuk barang yang
ditolak, untuk barang yang kekurangan atau kelebihan jumlahnya, dan seterusnya), klerek
faktur memberikan persetujua dan melampirkannya ke pesanan pembelian dan laporan
penerimaan untuk pembuatan vocucher. Data voucher dijurnal, diposting ke buku
pembantu, dan dimasukan kejurnal pembayaran kas sesuai dengan tanggal jatuh tempo
pembayaran. Transaksi pembelian memengaruhi akun pengendalian dan akun buku
pembantu.

Biaya Perolehan Bahan Baku

Harga yang tercantum dalam faktur pemasok dan bahan transportasi adalah biaya
pembelian barang yang paling jelas terlihat. Sementara, biaya yang tidak terlalu jelas
keliatan adalah biaya yang dapat disebut biaya akuisisi, yaitu biaya untuk, melakukan
fungsi pembelian, penerimaan, pembongkaran, pemeriksaan, asuransi, penyimpanan, dan
akuntansi.

Diskon pembelian, diskon perdagangan dan diskon pembelian dalam jumlah besar
biasanya tidak dicatat oleh catatan akuntansi mana pun. Melainkan, keduanya diperlukan
sebagai pengurangan harga. Yaitu, harga yang dibayar ke pemasok dicatat pada harga
sesudah diskon.

Beban Angkut Pembelian (Freight-In). Beban angkut pembelian jelas merupakan biaya
bahan baku, tetapi dapat muncul beberapa kesulitan praktis dalam akuntansi untuk biaya
ini.

Biaya akuisisi dibebankan. Jika biaya bahan baku akan memasukan biaya akuisisi, maka
suatu tarif pembebanan tertentu dapat dikenakan ke setiap faktur dan setiap item,
daripada membedakan biaya ini ke overhead pabrik.

Perhitungan biaya persediaan untuk pajak penghasilan. Tax Reform Act tahun 1986
memasukan persyaratan perhitungan biaya persediaan yang baru. Aturan kapitalisasi
yang seragam mengharuskan dikapitalisasinya beberapa biaya tertentu kedalam nilai
persediaan. Padahal tadinya, biaya-biaya tersebut dapat dibedakan. Banyak kategori
biaya, seperti tenaga kerja yang melakukan pengerjaan kembali, bahan baku sisa dan
barang rusak, pembelian bahan baku, pergudangan, administrasi pabrik, gaji karyawan
kantor yang berhubungan dengan jasa prosuksi, serta kelebihan biaya penyusutan diluar
nilai yang dihitung untuk pelaporan keuangan, sekarang harus dikapitalisasi kedalam nilai
persediaan untuk tujuan tersebut.
METODE PENENTUAN HARGA POKOK
BAHAN BAKU
Karena dalam satu periode akuntansi seringkali terjadi fluktuasi harga, maka harga beli
bahan baku juga berbeda dari pembelian yang satu dengan pembelian yang lain. Oleh
karena itu persediaan bahan baku yang ada digudang mempunyai harga pokok
persatuan yang berbeda- beda, meskipun jenisnya sama. Hal ini menimbulkan masalah
dalam penentuan harga pokok bahan baku yang dipakai dalam produksi.

Untuk mengatasi masalah ini diperlukan berbagai macam metode harga pokok bahan
baku yang dipakai dalam produksi (materials costing method), diantaranya adalah:

a. Metode identifikasi khusus.


b. Metode masuk pertama keluar pertama.
c. Metode masuk terakhir keluar pertama.
d. Metode rata-rata bergerak
e. Metode biaya standar.

Metode rata rata harga pokok bahan baku pada akhir bulan.

METODE IDENTIFIKASI KHUSUS

Dalam metode ini, setiap jenis bahan baku yang ada di gudang harus diberi tanda pada
harga pokok per satuan berapa bahan baku tersebut dibeli. Setiap pembelian bahan baku
yang harga per satuannya berbeda dengan harga per satuan bahan baku yang sudah
ada di gudang harus dipisahkan penyimpanannya dan diberi tanda pada harga berapa
bahan tersebut dibeli. Dalam metode ini, tiap-tiap jenis bahan baku yang ada di gudang
jelas identitas harga pokoknya, sehingga setiap pemakaian bahan baku dapat diketahui
harga pokok per satuannya secara tepat.

Kesulitan yang timbul dari pemakaian metode ini adalah terletak dalam penyimpanan
bahan baku di gudang. Meskipun jenis bahan bakunya sama, namun jikaharga pokok per
satuannya berbeda, bahan baku tersebut harus disimpan secara terpisah,agar mudah
identifikasi pada saat pemakaiannya nanti. Metode ini merupakan metode yang paling
teliti dalam penentuan harga pokok bahan baku yang dipakai dalam produksi, namun
sering kali tidak praktis. Metode ini sangat efektif dipakai apabila bahan baku yang yang
dibeli bukan merupakan barang standard an dibeli untuk memenuhi pesanan tertentu.
Perusahaan yang memakai metode harga pokok pesanan seringkali memakai metode
identifikasi khusus untuk bahan baku yang tidak disediakan dalam persediaan gudang
(yang hanya secara incidental dibeli untuk memenuhi spesifikasi pemesan) dan memakai
metode penentuan harga pokok yang lain untuk bahan baku yang biasa dipakai dalam
produksi.

METODE MASUK PERTAMA KELUAR PERTAMA (FIFO)

Metode masuk pertama, keluar pertama menentukan biaya bahan baku dengan
anggapan bahwa harga pokok per satuan bahan baku yang pertama masuk dalam
gudang dipergunakan untuk menentukan harga bahan baku yang pertama kali dipakai.
Perlu ditekanakan disini bahwa untuk menentukan biaya bahan baku, anggapan aliran
biaya tidak harus sesuai dengan aliran fisik bahan baku dalam produksi.

METODE MASUK TERAKHIR KELUAR PERTAMA (LIFO)

Metode masuk terakhir, keluar pertama menentukan harga pokok bahan baku yang
dipakai dalam produksi dengan anggapan bahwa harga pokok per satuan bahan baku
yang terakhir masuk dalam persediaan gudang, dipakai untuk menentukan harga pokok
bahan baku yang pertama kali dipakai dalam produksi.

METODE RATA RATA BERGERAK (MOVING AVERAGE METHOD)

Dalam metode ini, persediaan bahan baku yang ada di gudang dihitung harga pokok rata
ratanya, dengan cara membagi total harga pokok dengan jumlah satuannya. Setiap kali
terjadi pembelian yang harga pokok per satuannya berbeda dengan harga pokok rata
rata persediaan yang ada di gudang, harus dilakukan perhitungan harga pokok rata rata
per satuan yang baru. Bahan baku yang dipakai dalam proses produksi dihitung harga
pokoknya dengan mengalikan jumlah satuan bahn baku yang dipakai dengan harga
pokok rata rata per satuan bahan baku yang ada di gudang. Metode ini disebut juga
dengan metode rata rata tertimbang, karena dalam menghitung rata rata harga
pokok persediaan bahan baku, metode ini menggunakan kuantitas bahan baku sebagai
angka penimbangnya.

METODE BIAYA STANDAR

Dalam metode ini, bahan baku yang dibeli dicatat dalam kartu persediaan sebagai harga
standar yaitu harga taksiran yang mencerminkan harga yang diharapkan akan terjadi di
masa yang akan datang. Harga standar merupakan harga yang diperkirakan untuk tahun
anggaran tertentu. Pada saat dipakai, bahan baku dibebankan kepada produk pada harga
standar tersebut. Jurnal yang dibuat pada saat pembelian bahan baku adalah sebagai
berikut:

Persediaan bahan baku xx

Selisih harga xx

Untuk mencatat bahan baku yang dibeli sebesar harga standar

Selisih harga xx

Utang dagang xx

Untuk mencatat harga sesungguhnya bahan baku yang dibeli.

Selisih harga standar dengan harga sesungguhnya tampak dalam rekening selisih harga
setiap akhir bulan saldo rekening selisih harga dibiarkan tetap terbuka, dan disajikan
dalam laporan keuangan bulanan. Hal ini dilakukan karena saldo rekening selisih harga
setiap akhir bulan mungkin saling mengkompensasi, sehingga hanya pada akhir tahun
saja saldo rekening selisih harga perlu ditutup ke rekening lain.

Pemakaian bahan baku dalam produksi dicatat sebesar hasil kali kuantitas bahan baku
sesungguhnya yang dipakai dengan harga standarnya dan dijurnal sebagai berikut:

Bahan dalam proses biaya bahan baku xx

Persediaan bahan baku xx


Perlakuan terhadap saldo rekening selisih harga pada akhir tahun tergantung pada
mataerial tidaknya saldo tersebut. Jika material , saldo rekening selisih harga ditutup ke
rekening rekening persediaan bahan baku, persediaan barang dalam proses, persediaan
produk jadi, dan harga pokok penjualan, atas dasar perbandingan unsure biaya bahan
baku yang terkandung di dalam tiap rekening tersebut, atau atas dasar perbandingan
satuan ekuivalensinya. Jika saldo tekening selisih harga tidak material, saldo tersebut
langsung ditutup ke rekening hatga pokok penjualan.

Jurnal yang dibuat pada saat pemakaian bahan baku adalah sebagai berikut:

Barang dalam proses biaya bahan baku xx

Persediaan bahan baku xx

METODE RATA RATA HARGA POKOK BAHAN BAKU PADA AKHIR BULAN.

Dalam metode ini, pada setiap akhir bulan dilakukan perhitungan harga pokok rata rata
per satuan tiap jenis persediaan bahan baku yang ada di gudang. Harga pokok rata rata
satuan ini kemudian digunakan untuk menghitung harga pokok bahan baku yang dipakai
dalam produksi dalam bulan berikutnya.

KOMPONEN BIAYA TAMBAHAN HARGA


POKOK BAHAN BAKU YANG DIBELI
Harga pokok bahan baku terdiri dari harga beli (harga yang tercantum dalam faktur
pembelian) ditambah dengan biaya-biaya pembelian dan biaya-biaya yang dikeluarkan
untuk menyiapkan bahan baku tersebut dalam keadaan siap diolah. Harga beli dan biaya
angkutan merupakan unsur yang mudah diperhitungkan sebagai harga pokok bahan
baku, sedangkan biaya-biaya pesan, biaya penerimaan, pembongkaran, pemeriksaan,
asuransi, pergudangan dan biaya akuntansi bahan baku, merupakan unsur-unsur biaya
yang sulit diperhitungkan kepada harga pokok bahan baku yang dibeli. Pada umumnya
harga pokok bahan baku dicatat sebesar harga beli menurut faktur dari pemasok. Hal ini
dilakukan karena pembagian biaya pembelian kepada masing-masing jenis bahan baku
dalam faktur seringkali memerlukan biaya akuntansi yang mungkin lebih besar
dibandingkan dengan manfaat ketelitian perhitungan harga pokok yang diperoleh.

Seringkali di dalam pembelian bahan baku, perusahaan membayar biaya angkutan untuk
berbagai macam bahan baku yang dibeli. Perlakuan terhadap biaya angkutan ini dapat
dibedakan sebagai berikut :

a. biaya angkutan diperlakukan sebagai tambahan harga pokok bahan baku yang
dibeli
b. biaya angkutan tidak diperlakukan sebagai tambahan harga pokok bahan baku
yang dibeli, namun diperlakukan sebagai unsur biaya overhead pabrik.

Biaya Angkutan Diperlakukan Sebagai Tambahan Harga Pokok Bahan Baku yang Dibeli.
Apabila biaya angkutan diperlakukan sebagai tambahan harga pokok bahan baku yang
dibeli, maka alokasi biaya angkutan kepada masing-masing jenis bahan baku yang dibeli
dapat didasarkan pada:

Perbandingan kuantitas tiap jenis bahan baku yang dibeli

Pembagian biaya angkutan atas dasar perbandingan kuantitas tiap jenis bahan baku yang
dibeli hanya dapat dilakukan jika bahan baku tersebut mempunyai satuan ukuran yang
sama atau satuan ukurannya dapat disamakan.

Perbandingan harga faktur tiap jenis bahan baku yang dibeli

Biaya angkutan diperhitungkan dalam harga pokok bahan baku yang dibeli berdasarkan
tariff yang ditentukan di muka.

Biaya angkutan tidak diperhitungkan sebagai tambahan harga pokok bahan baku
yang dibeli, tetapi diperlakukan sebagai unsure biaya overhead pabrik. Pada awal tahun
anggaran, jumlah biaya angkutan yang akan dikeluarkan selama satu tahun ditaksir.
Jumlah taksiran biaya angkutan ini diperhitungkan sebagai unsure biaya overhead pabrik
dalam penentuan tariff biaya overhead pebrik. Biaya yang sesungguhnya dikeluarkan lalu
dicatat dalam sebelah debet rekening biaya overhead pabrik sesungguhnya.

Biaya Unit Organisasi yang Terkait dalam Perolehan Bahan Baku

Dalam pembelian bahan baku, unit orgsnisasi yang terkait dalam pembelian baha baku
adalah bagian pembelian, bagian penerimaan, bagian gudang dan bagian akuntansi
persediaan. Dengan demikian akan timbul kesulitan dalam memperhitungkan biaya
pembelian sesungguhnya yang harus dibebankan kepada harga pokok bahan baku yang
dibeli. Untuk mengatasi hal ini perlu dibuat tarif pembebanan biaya pembelian kepada
setiap jenis bahan baku yang dibeli. Jika biaya pembelian dibebankan kepada bahan baku
yang dibeli atas dasar tarif, maka perhitungan tarif biaya pembelian dilakukan sebagai
berikut:

1. jumlah biaya tiap bagian yang terkait dalam transaksi pembelian bahan baku
tersebut diperkirakan selama satu tahun anggaran.
2. ditentukan dasar pembebanan biaya tiap-tiap bagian tersebut dan ditaksir berapa
jumlahnya dalam satu tahun anggaran.

3. ditentukan tarif pembebanan biaya tiap-tiap bagian tersebut dengan cara


membagi biaya tiap bagian dengan dasar pembebanan.

Unsur Biaya yang Diperhitungkan dalam Harga Pokok Bahan Baku yang Diimpor

Apabila bahan baku diimpor, unsure harga pokoknya akan berbeda dengan bahan baku
yang dibeli dari dalam negeri. Dalam perdagangan luar negeri, harga barang yang
disetujui bersama akan mempengaruhi biaya-biaya yang menjadi tanggungan pembeli.

SISA BAHAN DAN PENCATATAN SISA BAHAN


Sisa bahan merupakan bahan baku yang rusak dalam proses produksi, sehingga tidak
dapat menjadi bagian produk jadi. Jika sisa bahan tidak mempunyai nilai jual, akibat yang
ditimbulkan adalah harga pokok persatuan produk jadi lebih tinggi. Jika bahan masih
mempunyai nilai jual, masalah yang timbul adalah bagaimana memperlakukan hasil
penjualan sisa bahan tersebut. Hasil penjualan sisa bahan dapat diperlakukan sebagai
pengurang biaya bahan baku pesanan yang menghasilkan sisa bahan tersebut, sebagai
pengurangan biaya overhead pabrik yang sesungguhnya terjadi, atau sebagai penghasil
di luar usaha.

Hasil Penjualan Sisa Bahan Diperlakukan Sebagai Pengurang Biaya Bahan Baku Yang
Dipakai Dalam Pesanan Yang Menghasilkan Sisa Bahan Tersebut.

Jika sisa bahan terjadi karena karakteristik proses pengolahan pesanan tertentu, maka
hasil penjualan sisa bahan dapat diidentifikasikan dengan pesanan tersebut.

Jurnal saat penjualan sisa bahan :

Kas / Piutang dagang XX

Barang Dlm Proses-Biaya Bahan Baku XX

Hasil penjualan sisa bahan ini juga dicatat dlm kartu hargapokok pesanan yang
bersangkutan dalam kolom biaya bahan baku sebagai pengurang biaya bahan baku
pesanan tersebut.

Hasil Penjualan Sisa Bahan Diperlakukan Sebagai Pengurangan Terhadap Biaya Overhead
Pabrik yang Sesungguhnya Terjadi.

Jika sisa bahan tidak dapat diidentifikasikan dengan pesanan tertentu, dan sisa bahan
merupakan hal yang biasa terjadi dalam roses pengerjaan produk, maka hasil
penjualannya dapat diperlakukan sebagai pengurangan biaya Overhead pabrik
sesungguhnnya.

Jurnal pada saat penjualan sisa bahan bku adalah :

Kas/ Piutang Dagang XX

Biaya Overhead pabrik sesungguhnnya XX


Hasil Penjualan Sisa Bahan Diperlakukan Sebagai Penghasilan Di Luar Usaha .

Hasil penjualan sisa bahan dapat pula diperlakukan sebagai penghasilan di luar usaha dan
tidak sebagai pengurang biaya produksi .

Jurnal saat penjualan sisa bahan adalah :

Kas / Piutang dagang XX

Hasil Penjualan Sisa Bahan XX

PRODUK RUSAK
Produk rusak merupakan produk yang tidak memenuhi standar kualitas yang telah
ditetapkan. Produk rusak merupakan produk yang telah menyerap biaya produksi dan
secara ekonomis tidak dapat diperbaiki menjadi produk baik. Perlakuan terhadap produk
rusak sangat tergantung dari sifat dan penyebab terjadinya produk rusak, yaitu:

1. Apabila penyebab terjadinya produk rusak adalah hal yang bersifat luar biasa, misalnya
sulitnya proses produksi, maka harga pokok produk rusak akan dibebankan sebagai
tambahan harga pokok produk yang baik dalam pesanan yang bersangkutan. Apabila
produk rusak laku dijual, maka hasil penjualan produk rusak akan diperlakukan sebagai
pengurang biaya produksi pesanan yang bersangkutan. Contoh: PT khalida pada bulan
Desember 1997 menerima pesanan pembuatan 100 unit produk kalender. Untuk
memenuhi pesanan tersebut PT Kholida memproduksi 110 unit kalender, dengan biaya
produksi:

Biaya bahan baku Rp 100.000

Biaya tenaga kerja langsung Rp 200.000

BOP yang dibebankan atas dasar tariff 150% dari BTK Rp 300.000

Pada saat pesanan tersebut selesai terdapat 10 unit produk rusak, produk rusak
diperkirakan laku dijual per unit Rp500. Jurnal untuk mencatat biaya produksi 110 unit
adalah:
Produk dalam proses biaya bahan baku Rp 100.000

Produk dalam proses biaya tenaga kerja langsung 200.000

Produk dalam proses biaya overhead pabrik 300.000

Persediaan bahan baku Rp 100.000

Gaji dan upah 200.000

Biaya overhead pabrik yang dibebankan 300.000

Apabila tidak terdapat produk rusak, maka harga pokok per unit adalah Rp600.000 / 110
unit = Rp5.454,54. Dengan adanya produk rusak 10 unit akan mengakibatkan harga
pokok perunitnya menjadi lebih besar karena harga pokok produk rusak dibebankan
pada pesanan tersebut, yaitu: Rp600.000/100 unit = Rp6000,-. Harga jual produk rusak
senilai 10 unit x Rp500 = Rp5.000,- akan mengurangi harga pokok pesanan tersebut,
sehingga jurnal yang dibuat adalah:

Persediaan produk rusak Rp 5.000,-

Produk dalam proses- BBB Rp 833,33

Produk dalam proses- BTK 1.666,67

Produk dalam proses- BOP 2.500,00

Elemen biaya produksi Total biaya (Rp) Biaya / unit (110) HP produk rusak

BBB 100.000 909,09 9.090,90

BTK 200.000 1.818,18 18.181,80

BOP 300.000 2.727,27 27.272,70

600.000 5.454,54 54.545,40

Pencatatan produk jadi:

Persediaan produk jadi Rp 595.000


Produk dalam proses BBB Rp 99.167,72

Produk dalam proses BTK 198.332,28

Produk dalam proses BOP 297.500,00

2. Apabila penyebab terjadinya produk rusak adalah hal yang bersifat normal dalam
proses pengolahan produk, maka harga pokok produk rusak akan dibebankan kepada
produksi secara keseluruhan. Contoh: PT Amalia bulan Januari 1999 mendapat pesanan
sebanyak 1000 unit produk dengan biaya produksi sebagai berikut:

Biaya bahan baku Rp100.000,-

Biaya tenaga kerja langsung Rp150.000,-

BOP yang dibebankan atas dasar tarif 150% dari BTK Rp150.000,-

Pada saat pesanan tersebut selesai terdapat 100 unit produk rusak, produk rusak
diperkirakan laku dijual per unit Rp 10.000,-

Jurnal untuk mencatat biaya produksi 1000 unit produk:

Produk dalam proses biaya bahan baku Rp 100.000,-

Produk dalam proses biaya tenaga kerja langsung 150.000,-

Produk dalam proses biaya overhead pabrik 150.000,-

Persediaan bahan baku Rp 100.000,-

Gaji dan upah 150.000,-

Biaya overhead pabrik yang dibebankan 150.000,-

Jurnal untuk mencatat 100 unit produk rusak:

Persediaan produk rusak Rp 30.000,-

BOP sesungguhnya 10.000,-

PDP BBB Rp 10.000,-


PDP BTK 15.000,-

PDP BOP 15.000,-

Keterangan:

1. HPP per unit sebelum produk rusak adalah:

Rp.400.000/100=Rp 400,-

2. HPP produk rusak:

BBB =100 x Rp 100,- = Rp 10.000,-

BTK =100 x Rp 150,- = Rp 15.000,-

BOP =100 x Rp 150,- = Rp 15.000,-

Rp 40.000,-

3. HPP setelah produk rusak:

Keterangan Unit Jumlah

Biaya Produksi 1000 Rp 400.000,-

Produk rusak (100) (40.000)

Produk normal 900 360.000

HPP per unit produk normal = Rp 360.000/900=Rp 400,-

PRODUK CACAT
Defective goods adalah produk yang tidak memenuhi standar kualitas yang telah
ditetapkan, produk cacat secara ekonomis dapat diperbaiki menjadi produk baik dengan
mengeluarkan biaya pengerjaan kembali untuk memperbaikinya. Perlakuan biaya
pengerjaan kembali produk cacat sangat tergantung pada penyebab terjadinya produk
cacat tersebut, yaitu:
1. Apabila disebabkan oleh hal-hal yang bersifat tidak normal seperti sulitnya proses
produksi, maka biaya pengerjaan kembali produk cacat akan dibebankan pada
pesanan yang bersangkutan.
2. Apabila disebabkan oleh hal yang bersifat normal, maka biaya pengerjaan kembali
produk cacat akan dibebankan pada seluruh produksi dengan cara
memperhitungkan biaya pengerjaan kembali kedalam tarif biaya overhead pabrik.

Misalnya PT Urfina dalam proses produksinya selalu terjadi produk cacat yang secara
ekonomis masih dapat diperbaiki dengan mengeluarkan biaya pengerjaan kembali, oleh
karena itu dalam menentukan tarif BOP sudah diperhitungkan adanya biaya pengerjaan
kembali produk cacat, misalnya tarif BOP ditetapkan 125% dari BTK. Misalnya pada bulan
Desember 1998 PT Urfina menerima pesanan untuk pembuatan 400 unit produk. Biaya
bahan baku yang dikeluarkan untuk memproses pesanan tersebut adalah Rp 400.000 dan
BTK adalah Rp 200.000 sedangkan BOP 125% dari BTK. Setelah proses produksi selesai
ternyata terdapat 50 unit produk cacat, dan biaya pengerjaan kembali produk cacat terdiri
dari BTK Rp 50.000 dan BOP sesuai dengan tarif (125%). Jurnal pencatatan biaya produksi
400 unit produk adalah:

Produk dalam proses biaya bahan baku Rp 400.000

Produk dalam proses BTK Rp 200.000

Produk dalam proses BOP Rp 250.000

Persediaan bahan baku Rp400.000

Gaji dan upah Rp200.000

Biaya overhead pabrik yang dibebankan Rp250.000

Berikut penjelasan lebih lanjut perlakuan biaya pengerjaan kembali produk cacat:

1. Apabila disebabkan oleh hal-hal yang bersifat tidak normal:

PDP BTK Rp 50.000,-

PDP BOP Rp 62.500,-


Gaji dan Upah Rp 50.000,-

BOP dibebankan Rp 62.500,-

2. Apabila disebabkan oleh hal-hal yang bersifat normal:

Biaya overhead pabrik sesungguhnya Rp 112.500,-

Gaji dan upah Rp 50.000,-

BOP yang dibebankan Rp 62.500,-

Jurnal pencatatan harga pokok produk jadi:

Persediaan produk jadi Rp 850.000,-

Produk dalam proses- BBB Rp400.000,-

Produk dalam proses- BTK Rp200.000,-

Produk dalam proses- BOP Rp250.000,-

KESIMPULAN
Biaya bahan baku merupakan komponen biaya yang terbesar dalam pembuatan produk
jadi. Dalam perusahaan manufaktur, bahan baku diolah menjadi produk jadi dengan
mengeluarkan biaya konversi. Bahan yang digunakan untuk produksi diklasifikasikan
menjadi bahan baku (bahan langsung) dan bahan pembantu (bahan tidak langsung).
Bahan baku yaitu bahan yang digunakan untuk produksi yang dapat diidentifikasikan ke
produk. Biaya bahan baku dan biaya tenaga kerja langsung merupakan biaya utama
(prime cost) yang dibebankan kepada persediaan produk dalam proses. Bahan tidak
langsung meliputi semua bahan yang bukan merupakan bahan baku. Biaya bahan tidak
langsung dibebankan pada biaya overhead pabrik saat bahan tersebut digunakan untuk
produksi.
Akuntansi biaya bahan baku diklasifikasikan menjadi dua kegiatan yaitu akuntansi
pembelian dan pemakaian bahan. Pembelian bahan merupakan tanggungjawab bagian
pembelian untuk pengadaan bahan dengan harga murah, kualitas baik dan tersedia tepat
waktu.

Masalah yang timbul dalam penentuan harga pokok bahan baku yang dipakai dalam
produksi adalah adanya fluktuasi harga pembelian bahan baku. Harga beli bahan baku
antara pembelian satu dengan pembelian yang lain biasanya berbeda, hal ini
mengakibatkan harga pokok bahan baku per satuan yang ada di gudang berbeda-beda,
walaupun jenis bahan bakunya sama. Terdapat beberapa metode penentuan harga
pokok bahan baku yang digunakan dalam produksi, antara lain: metode identifikasi
khusus, metode rata-rata, metode masuk pertama keluar pertama (FIFO) dan metode
masuk terakhir keluar pertama (LIFO).

Terdapat dua sistem akuntansi pemakaian bahan baku, yaitu sistem persediaan periodik
dan sistem persediaan perpetual.

Elemen harga pokok bahan baku menurut standar akuntansi yang lazim adalah semua
biaya yang terjadi untuk memperoleh dan menempatkan bahan baku sampai dengan siap
untuk diolah. Dengan demikian harga pokok bahan baku yang dibeli terdiri dari harga beli
(harga yang tercantum dalam faktur pembelian) ditambah biaya-biaya pembelian dan
biaya-biaya untuk menempatkan bahan baku tersebut dalam keadaan siap diolah.

DAFTAR PUSTAKA
perilaku.htmlMulyadi.2012.Akuntansi Biaya.Edisi 5.Yogyakarta:UPPSTIMYKPN

http://santinovita28.blogspot.co.id/2014/11/artikel-akuntansi-biaya.html

http://dhanydhand.blogspot.co.id/2013/12/materi-akuntansi-biaya-bab-biaya-bahan.html

Anda mungkin juga menyukai