5AKB3
i
BAB I
PENDAHULUAN
Sistem Keuangan Islam merupakan bagian dari konsep yang lebih luas tentangekonomi
Islam. Sistem keuangan Islam bukan sekedar transaksi komersial, tetapi harus sudahsampai
kepada lembaga keuangan untuk dapat mengimbangi tuntutan zaman. Bentuk
sistemkeuangan atau lembaga keuangan yang sesuai dengan prinsip Islam ádalah terbebas
dari unsurriba. Kontrak keuangan yang dapat dikembangkan dan dapat menggantikan sistem
riba adalahmekanisme syirkah yaitu : musyarakah dan mudharabah (bagi
hasil).Perkembangan industri perbankan dan keuangan syariah dalam satu
dasawarsabelakangan ini mengalami kemajuan yang sangat pesat, seperti perbankan syariah,
asuransisyariah, pasar modalsyariah, reksadana syariah, obligasi syariah, pegadaian syariah,
BaitulMal wat Tamwil (BMT). Demikian pula di sektor riil, seperti Hotel Syariah,Multi
LevelMarketing Syariah, dsb.Maka seiring berkembangnya entitas syariah di Indonesia, maka
muncul jugapermintaan akan standar akuntansi syariah yang relevan di terapkan dalam suatu
entitassyariah. pada dasarnya standar akuntansi merupakan pengumuman atau ketentuan
resmi yangdikeluarkan badan berwenang di lingkungan tertentu tentang pedoman umum yang
dapatdigunakan manajemen untuk menghasilkan laporan keuangan. Dengan adanya
standarakuntansi syariah, laporan keuangan diharapkan dapat menyajikan informasi yang
relevandan dapat dipercaya kebenarannya. Standar akuntansi juga digunakan oleh pemakai
laporankeuangan seperti investor, kreditor, pemerintah, dan masyarakat umum sebagai acuan
untukmemahami dan menganalisis laporan keuangan sehingga memungkinkan mereka
untukmengambil keputusan yang benar. Dengan demikian, standar akuntansi memiliki
perananpenting bagi pihak penyusun dan pemakai laporan keuangan sehingga timbul
keseragamanatau kesamaan interpretasi atas informasi yang terdapat dalam laporan
keuangan.
1
BAB II
PEMBAHASAN
2
yang menimbulkan kewajiban hukum yaitu konsekuensi hak dan kewajiban yang mengikat
pihak tertentu.
1. Akad Tabarru
Akad Tabarru adalah perjanjian yang merupakan transaksi yang tidak ditujukan untuk laba,
atau bisa disebut transaksi nirlaba. Dimana tujuan ini memang untuk tolong menolong karena
ingin berbuat kebaikan. Dalam akad tabarru siapa yang berbuat kebaikan tersebut tidak
berhak memberikan imbalan akan mengharapkan imbalan dari Allah SWT.
Bentuk akad tabarru terbagi menjadi tiga, yakni :
meminjamkan uang : Ketika meminjamkan uang anda tidak boleh melebihkan
pembayaran atas pinjaman yang diberikan karena kelebihan itu masuknya menjadi
riba.
meminjamkan jasa merupakan memberikan keahlian atau keterampilan
Memberikan sesuatu, sedangkan ada juga akad yang bisa dimanfaatkan dengan
memberikan sesuatu misalnya ilmu baik umum maupun agama, dan juga memberikan
sesuatu secara sukarela.
2. Akad Tijarah
Akad tijarah adalah akad yang dilakukan dengan tujuan memperoleh keuntungan, dimana
keuntungan ini memang harus ada rukun dan syaratnya. Dalam transaksi untuk mendapat
keuntungan ada aturan tertentu yang dimiliki, seperti adanya ijab qabul atau kesepakatan
antara dua pihak baik transaksi maupun keuntungannya, melakukan transaksi yang
menguntungkan namun tidak memaksa pihak lain atau membohongi pihal lainnya.
3
ganda dipertentangkan dengan shadaqah yang dinyatakan sebagai pinjaman kepada Allah
yang pasti akan di ganti secara berlipat ganda. Riba sendiri terbagi menjadi beberapa jenis,
diantaranya adalah :
Riba Nasi’ah
Riba ini merupakan riba yang muncul karena utang piutang. Seperti layaknya kartu kredit
yang mengenai bunga besar kepada peminjamnya. Selain itu atas kelebihannya ada yang
menyebut riba jahiliyah dimana pengenaan bunga pada kartu kredit yang tidak dibayar penuh
tagihannya pada waktu yang sudah ditetapkan sebelumnya.
Riba Fadhl
Sedangkan kedua adalah Riba Fadhl dimana riba muncul saat melakukan pertukaran atau
barter. Hal ini terjadi misalnya anda menukarkan perhiasan perak seberat 50 gram dengan
uang perak senilai 10 gram saja.
Dalam hal ini yang dimasud riba tentu barang yang secara kasat mata tidak dapat dibedakan
satu sama lainnya. Pertukaran barang yang sejenis memang mengandung ketidak jelasan bagi
kedua belah piha sehingga ketentuan syariah mengatur kalaupun pertukaran harus dalam
jumlah yang sama.
2. Penipuan
Penipuan terdiri atas 4 yakni penipuan dalam kualitas mencampur barang baik dan juga
buruk, penipuan mengurangi timbangan atau kuantitas. Penipuan yang memberikan harga
terlalu tinggi dan juga penipuan dalam waktu misalnya menyediakan barang yang seharusnya
200 maka anda hanya bisa menyediakan 100 dan tidak sesuai jani.
3. Perjudian
Judi merupakan salah satu kegiatan yang sudah tertera dalam Alquran dan diharamkan,
dimana permainan ini melibatkan dua orang atau lebih dengan menggunakan undian untuk
bisa menang. Judi diharamkan karena timbulnya kerugian besar dan menyebabkan
perpecahan. Permainan ini berjalan, dimana mereka menyerahkan uang atau harta kekayaan
lainnya, kemudian mengadakan permainan tertentu baik dengan kartu ataupun adu
ketangkasan. Jika anda memenangkan undian maka anda mendapat hadiahnya sedangkan jika
anda kalah maka anda harus merugikan apa yang anda taruhkan baik uang atau barang.
4. Gharar
Jika anda melakukan transaksi yang tidak pasti maka anda termasuk bertransaksi yang
dilarang. Ketidakjelasan ini dapat menimbulkan pertikaian antara pihak dan ada yang merasa
4
dirugikan. Selain itu anda juga akan mengalami hal yang mengurangi kepercayaan dan
lainnya.
5. Penimbunan Barang
Penimbunan sering dilakukan oleh para pedagang jika mengalami kelangkaan barang atau
kesulitan barang. Jika anda adalah pedagang, maka jika anda memiliki banyak barang yang
bisa dijual maka penimbunan merupakan transaksi yang dilarang.
Karena akan banyak orang yang mengalami kesulitan karena mencari kebutuhan barang
tersebut. Di Indonesia sempat mengalami penimbunan barang diantaranya ketika gas elpiji
mengalami kesulitan untuk dicari, padi yang harus menunggu impor dan harga beras mahal
dan lainya.
6. Suap
Suap merupakan hal yang paling sering dilakukan oleh banyak masyarakat tanpa sadar.
Padahal suap adalah hal yang dilarang, mereka melakukan berbagai hal dengan
mengharapkan imbalan. Selain itu, mereka yang melakukan suap terbiasa mensingkirkan
keadilan untuk melakukan sesuatu dan hal tersebut menimbulkan bahaya. Seperti hilangnya
hukum dan peraturan, serta tidak adanya lagi orang melakukan berbagai hal dengan jujur.
E. Prinsip dan nilai dasar keuangan syariah adalah (antara lain) sebagai berikut:
1. Beretika (Ethical)
Sistem keuangan syariah dijalankan dengan memperhatikan nilai dan etika dalam kegiatan
ekonomi, sebagaimana aspek utama agama Islam yang juga selalu menekankan kepada
pentingnya akhlak mulia dalam segala aktifitasnya. Untuk itu sustem keuangan syariah
melarang berbagai kegiatan ekonomi yang tidak beretika dan tak berkeadilan. Seperti maysir
(judi/spekulasi) yang menyebabkan satu pihak mengambil untung dari pihak lain yang
mengalami kerugian, atau riba (usury) karena dampak negatifnya terhadap sistem sosial dan
perekonomian masyarakat, baik secara mikro maupun makro.
Keuangan syariah menekankan pentingnya rasa persaudaraan dan keadilan bagi para pihak-
pihak yang berakad. Untuk itu, syariah menyediakan berbagai jenis akad/kontrak yang dapat
digunakan dalam kegiatan investasi yang dapat membagi secara adil risiko dan keuntungan.
Kegiatan berbasis kerjasama melalui akad mudharabah misalnya dilakukan dengan membagi
secara adil risiko dan keuntungan yang diperoleh, baik oleh pihak pemodal (shahibul mal),
5
maupun pengusaha (mudharib), sehingga tidak terjadi eksploitasi oleh salah satu pihak yang
melakukan kerjasama.
Salah satu karakteristik keuangan syariah adalah adanya keterkaitan yang sangat erat antara
sektor ekonomi riil dan sektor financial. Keuangan syariah menanamkan fondasi dasar bahwa
fungsi uang adalah murni sebagai alat tukar dan tidak boleh dijadikan sebagai komoditas.
Atas dasar itulah, setiap transaksi financial diharuskan adanya underlying asset yang jelas dan
terukur. Disamping itu, setiap transaksi juga harus terhindar dari gharar (ketidakjelasan) baik
dalam segi kuantitas maupun kualitas.
Dalam rangka mewujudkan transaksi yang adil dan beretika, keuangan syariah menekankan
pentingnya transparansi dan kejelasan dalam kegiatan ekonomi. Untuk menjamin transparansi
tersebut, syariah menekankan pentingnya suatu akad dalam transaksi. Untuk itu, kewajiban
masing-masing pihak yang berakad harus dituangkan secara jelas dalam setiap transaksi yang
terjadi, begitu juga akuntabilitas yang harus selalu dijaga.
6
BAB III
PENUTUP
A.KESIMPULAN
Pada akhir 1970-an mulailah berdiri bank yang mengadopsi sistem syariah kemudian
berkembang pesat dan saat ini banyak negara telah melakukan kegiatan perdagangan dan
bisnis. sistem keuangan “bebas bunga” (larangan riba) tidak hanya melihat interaksi antara
faktor produksi dan prilaku ekonomi seperti yang dikenal pada sistem keuangan
konvensional, melainkan juga harus menyeimbankan berbagai unsur etika, moral, sosial dan
dimensi keagamaan untuk meningkatkan pemerataan dan keadilan menuju masyarakat yang
sejahtera secara menyeluruh. Melalui sistem kerjasama bagi hasil maka akan ada pembagian
resiko. Resiko yang timbul dalam aktivitas keuangan tidak hanya di tanggung penerima
modal atau pengusaha saja, namun juga resiko diterima oleh pemberi modal.
Jadi, prinsip keuangan syariah mengacuh pada prinsip rela sama rela (antaraddim minkum)
tidak ada pihak disalimi dan mensalimi (la tazhlimuna wa la tuzhlamun), hasil biaya muncul
bersama biaya, dan untung muncul bersama resiko.
7
DAFTAR PUSTAKA
Sri Nurhayati dan Wasilah. Akuntansi Syariah di Indonesia Edisi 2. (Jakarta: Salemba Empat.
2008). hal. 66
Ismail Nawawi. Ekonomi Islam. (Surabaya: CV. Putra Media Nusantara. 2009). hal. 108
Sri Nurhayati dan Wasilah. Akuntansi Syariah di Indonesia Edisi 2. (Jakarta: Salemba Empat.
2008). hal. 66
Ismail Nawawi. Ekonomi Islam. (Surabaya: CV. Putra Media Nusantara. 2009). hal. 122
Sri Nurhayati dan Wasilah. Akuntansi Syariah di Indonesia Edisi 2. (Jakarta: Salemba Empat.
2008). hal. 67
Sofian Syafri Harahap. Akuntansi Islam. (Jakarta: Bumi Aksara. 2001), hal. 121
Muhammad Syafi’i Antonio. Bank Syariah dari Teori ke Praktek. (Jakarta: Gemi Insani.
2001), hal. 43-45
Sri Nurhayati dan Wasilah .Akuntansi Syariah di Indonesia Edisi 2. (Jakarta: Salemba Empat.
2008). hal.. 79-83
ii