Anda di halaman 1dari 30

ANALISIS KINERJA ANGGARAN BELANJA PADA SEKRETARIAT

DAERAH

KOTA BANDA ACEH

BAB I

PENDAHULUAN

Di era otonomi sekarang ini, daerah diberikan kewenangan yang lebih


besar untuk mengatur dan mengurus rumah tangganya sendiri. Tujuan
implementasi otonomi daerah antara lain untuk lebih mendekatkan pelayanan
pemerintah kepada masyarakat, memudahkan masyarakat untuk memantau dan
mengontrol penggunaan dana yang bersumber dari Anggaran Pendapatan dan
Belanja Daerah (APBD), selain untuk menciptakan persaingan yang sehat antar
daerah dan mendorong timbulnya inovasi.

Anggaran berbasis kinerja secara struktur meliputi anggaran pendapatan,


anggaran belanja dan pembiayaan. Penekanan pada belanja daerah menjadi titik
perhatian terutama sisi belanja membutuhkan kinerja yang lebih baik, transparan
dan tepat sasaran. Belanja dalam Laporan Realisasi Anggaran merupakan
komponen penting yang mengundang perhatian publik. Hal itu disebabkan karena
masyarakat sebagai pemberi dana publik (publik fund) melalui pajak daerah yang
mereka bayarkan berkepentingan untuk mengetahui apakah dana tersebut telah
digunakan dengan semestinya, efisien, efektif, dan berorientasi pada kepentingan
publik. Belanja daerah tersebut juga mencerminkan kebijakan menghasilkan
pendapatan merupakan suatu hal yang lebih sulit dibandingkan membelanjakan.
Kaeran sifat belanja yang relatif mudah dilakukan dan rentan akan terjadinya
inefisiensi dan kebocoran, maka perencanaan, pengendalian dan pengewasan
terhadap belanja sangat penting dilakukan. Setelah dibelanjakan dan dilaporkan
dalam Laporan Realisasi Anggaran, analisis terhadap belanja ini pun mutlak harus
dilakukan untuk dijadikan dasar evaluasi, koreksi dan perbaikan ke depan.

Kinerja secara umum merupakan gambaran mengenai tingkat pencapaian


suatu kegiatan dalam mewujudkan suatu tujuan.Untuk mengetahui kinerja
anggaran pada suatu pemerintah daerah khususnya pada sebuah intansi
pemerintah tentunya membutuhkan suatu alat ukur, salah satunya dapat dilakukan
dengan menggunakan teknik analisis rasio. Penggunaan analisis rasio pada sektor
publik khususnya pada sebuah intansi pemerintah belum banyak dilakukan,
sehingga secara teori belum adanya kesepakatan secara bulat mengenai nama dan
kaidah pengukurannya.Meskipun demikian, dalam rangka pengelolaan keuangan
daerah yang transparan, jujur, dan demokratis, penggunaan analisis rasio terhadap
keuangan daerah perlu dilaksanakan. Keberhasilan suatu pemerintahan di era
otonomi daerah dapat dilihat dari berbagai ukuran kinerja yang telah dicapainya.

Pengelolaan anggaran berdasarkan kinerja ini memberikan gambaran yang


lebih khusus terkait dengan kemampuan suatu daerah untuk selalu menggali
potensi daerah guna meningkatkan anggaran pendapatan, yang akan berdampak
pada kemampuan pembiayaan penyelenggaraan pemerintahan dan kegiatan
pembangunan daerah……( masukkan data keuangan kota banda aceh).

Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang yang telah dipaparkan, maka yang menjadi


rumusan masalah

Dalam penelitian ini adalah sebagai berikut ;

1. Bagaimana kinerja anggaran belanja pada sekretariat daerah kota Banda


Aceh ?
2. Bagaimana efektivitas anggaran belanja pada sekretariat daerah kota
Banda Aceh ditinjau dari keserasiaan belanja ?

Tujuan Penelitian
1. Untuk Menganalisis kinerja anggaran belanja pada sekretariat daerah kota
Banda Aceh ?

2. Untuk Menganalisis efektivitas anggaran belanja pada sekretariat daerah


kota Banda Aceh

Dari ditinjau keserasiaan belanja ?

Manfaat Penelitian

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat antara lain, yaitu:

1. Manfaat Praktis
Hasil penelitian ini diharapkan dapat meningkatkan kinerja keuangan
pada sekretariat Kota Banda Aceh, khususnya dalam hal optimalisasi
anggaran belanja daerah selain itu penelitian ini juga diharapkan
memberi manfaat bagi peneliti dan masyarakat sebagai tambahan
pengetahuan dan wawasan mengenai realisasi anggaran belanja daerah
pada sekretariat kota Banda Aceh .

2. Manfaat Akademis
Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi referensi untuk
mendorong para peneliti lainnya dalam melakukan penelitian sejenis
yang lebih baik di masa yang akan datang. Selain itu, hasil penelitian ini
juga dapat memperkaya rujukan ilmu pengetahuan bidang akuntansi,
khususnya menyangkut dengan anggaran keuangan daerah.
BAB II

KAJIAN KEPUSTAKAAN

2.1 Uraian Teori


2.1.1 Keuangan Daerah
Menurut Peraturan Menteri Dalam Negeri (Permendagri)
Nomor 13 Tahun 2006 tentang Pengelolaan Keuangan Daerah
sebagaimana telah diubah beberapa kali terakhir dengan Permendagri
No. 21 Tahun 2011, menyebutkan bahwa keuangan daerah adalah
semua hak dan kewajiban daerah dalam rangka
penyelenggaraanpemerintahan daerah yang dapat dinilai dengan uang
termasuk didalamnya segala bentukkekayaan yang berhubungan
dengan hak dan kewajiban daerah tersebut. Pasal 23 Peraturan tersebut
menyatakan pendapatan daerah meliputi semuapenerimaan uang
melalui rekening kas umum daerah, yang menambah ekuitas dana,
merupakanhak daerah dalam satu tahun anggaran dan tidak perlu
dibayar kembali oleh daerah. Pada ayat berikutnya disebutkan belanja
daerah meliputi semuapengeluaran dari rekening kas umum daerah
yang mengurangi ekuitas dana, merupakankewajiban daerah dalam
satu tahun anggaran dan tidak akan diperoleh pembayarannya
kembalioleh daerah. Dengan demikian, pendapatan daerah dan belanja
daerah merupakan perwujudan dari hak dan kewajiban daerah dalam
hal pengelolaan keuangan daerah.
Halim dan Kusufi (2017:23) mendefinisikan keuangan daerah
adalah semua hak dan kewajiban daerah yang dapat dinilai dengan
uang, demikian pula segala sesuatu baik yang berupa uang maupun
barang yang dapat dijadikan milik daerah sehubungan dengan
pelaksanaan hak dan kewajiban yang dimaksud. Sementara itu, Pekei
(2016:60) mengemukakan keuangan daerah adalah semua hak dan
kewajiban yang dapat dinilai dengan uang, demikian pula segala
sesuatu baik berupa uang maupun barang yang dapat dijadikan
kekayaan daerah sepanjang belum dimiliki/dikuasai oleh negara atau
daerah yang lebih tinggi, serta pihak lain sesuai dengan ketentuan
peraturan yang berlaku.

Berdasarkan uraian di atas dapat disimpulkan bahwa keuangan


daerah merupakan hak dan kewajiban daerah yang dapat dinilai dengan
segala satuan, baik satuan uang maupun barang dalam rangka
penyelenggaraan pemerintahan daerah

A. Kinerja Keuangan

a. Definisi kinerja keuangan

Menurut Fahmi (2018: 142) kinerja keuangan adalah suatu analisis yang
dilakukan untuk melihat sejauh mana suatu perusahaan telah melaksanakan
dengan menggunakan aturan-aturan pelaksanaan keuangan secara baik dan benar.
Kinerja keuagan perusahaan yang baik adalah pelaksanaan aturan-aturan yang
berlaku sudah dilakukan secara baik dan benar.

Isna dan Ayu (2015:78) kinerja keuangan merupakan salah satu isu yang
sangat penting dikaji dalam organisasi sektor publik termasuk pemerintahan,
sejak diterapkannya penganggaran berbasis kinerja, semua pemerintah dituntut
untuk mampu menghasilkan kinerja keuangan pemerintah secara baik agar dapat
memperhatikan efektivitas, efesiensi dan ekonomis.Kesimpulan yang dapat ditarik
dari beberapa kinerja merupakan hasil kerja atau perbandingan secara kualitas dan
kuantitas baik yang bersifat fisik atau mental, fisik atau non mental, gambaran
kondisi keuangan perusahaan baik menyangkut penghimpunan dan penyaluran
dana, yang biasanya diukur dengan indikator kecukupan modallikuiditas, dan
profitabilitas, dalam mewujudkan sasaran, tujuan, visi dan misi dalam
meningkatkan perusahaanMenurut situs web Badan Pengelolaan Keuangan dan
Aset Daerah kabupaten Banjar, kinerja Keuangan Pemerintah Daerah adalah
tingkat pencapaian dari suatu hasil kinerja Keuangan Pemerintah Daerah, yang
meliputi anggaran dan realisasi Pemerintah Daerah dengan menggunakan
indikator keuangan yang ditetapkan melalui suatu kebijakan atau ketentuan
perundang-undangan selama satu periode anggaran.Menurut Syamsi (1986) dalam
Giftovel Rondonuwu (2016), kinerja keuangan pemerintah daerah adalah
kemampuan suatu daerah untuk menggali dan mengelola sumber-sumber
keuangan asli daerah dalam memenuhi kebutuhannya guna mendukung
berjalannya sistem pemerintah, pelayanan kepada masyarakat dan pembangunan
daerah dengan tidak tergantung sepenuhnya kepada pemerintah pusat dan
mempunyai keleluasan di dalam menggunakan dana-dana untuk kepentingan
masyarakat daerah dalam batas-batas yang ditentukan peraturan perundang-
undangan.

B.Pengukuran kinerja

Menurut Mahmudi (2019: 45) penetapan ukuran kinerja adalah untuk


menilai kesuksesan atau kegagalan dalam mencapai target kinerja dan tujuan
organisasi yang ditetapkan. Selain itu, ukuran kinerja tersebut juga dimaksudkan
untuk memberikan arah atau tonggak-tonggak (milestone) sejauh mana tujuan
organisasi tercapai. Muhmudi (2019: 60) pengukuran kinerja merupakan bagian
dari fungsi pengendalian manajemen karena pengukuran kinerja dapat digunakan
untuk melakukan pengendalian aktivitas. Setiap aktivitas harus terukur kinerjanya
agar dapat diketahui tingkat efisiensi dan efektivitasnya. Dalam organisasi sektor
publik pengukuran kinerja terutama dilakukan untuk mengukur tingkat 3E, yaitu:
ekonomis, efisiensi dan efektivitas (value for money).

Jika suatu aktivitas tidak memiliki ukuran kinerja, maka akan sulit bagi
organisasi untuk menentukan apakah aktivitas tersebut sukses atau gagal

kinerja tersebut juga dimaksudkan untuk memberikan arah atau tonggak-tonggak


(milestone) sejauh mana tujuan organisasi tercapai. Muhmudi (2019: 60)
pengukuran kinerja merupakan bagian dari fungsi pengendalian manajemen
karena pengukuran kinerja dapat digunakan untuk melakukan pengendalian
aktivitas. Setiap aktivitas harus terukur kinerjanya agar dapat diketahui tingkat
efisiensi dan efektivitasnya. Dalam organisasi sektor publik pengukuran kinerja
terutama dilakukan untuk mengukur tingkat 3E, yaitu: ekonomis, efisiensi dan
efektivitas (value for money). Jika suatu aktivitas tidak memiliki ukuran kinerja,
maka akan sulit bagi organisasi untuk menentukan apakah aktivitas tersebut
sukses atau gagal. kinerja tersebut juga dimaksudkan untuk memberikan arah atau
tonggak-tonggak (milestone) sejauh mana tujuan organisasi tercapai. Muhmudi
(2019: 60) pengukuran kinerja merupakan bagian dari fungsi pengendalian
manajemen karena pengukuran kinerja dapat digunakan untuk melakukan
pengendalian aktivitas. Setiap aktivitas harus terukur kinerjanya agar dapat
diketahui tingkat efisiensi dan efektivitasnya. Dalam organisasi sektor publik
pengukuran kinerja terutama dilakukan untuk mengukur tingkat 3E, yaitu:
ekonomis, efisiensi dan efektivitas (value for money). Jika suatu aktivitas tidak
memiliki ukuran kinerja, maka akan sulit bagi organisasi untuk menentukan
apakah aktivitas tersebut sukses atau gagal.

Kesimpulan yang dapat ditarik dari beberapa ahli pengukuran kinerja merupakan
gambaran mengenai sejauh mana keberhasilan atau kegagalan organisasi dalam
menjalankan tugas dan fungsi pokoknya dalam rangka mewujutkan sasaran, visi
dan misi, baik deskripsi gambaran tentang kekuatan dan kelemahan dari seorang
atau kelompok untuk ekonomis dan efisiensi serta efektivitas perusahaan.

Menurut Mardiasmo (2009: 121) pengukuran kinerja sektor publik dilakukan


untuk memenuhi tiga maksud, yaitu:Untuk membantu memperbaiki kinerja
pemerintah,Untuk mengalokasikan sumber daya dan pembuatan keputusan,Untuk
mewujudkan pertanggungjawaban publik dan memperbaiki komunikasi
kelembagaan.
Menurut Sujarweni (2015:107-108) tujuan dilakukannya pengukuran kinerja sektor

publik antara lain:

a. Akan dapat memperbaiki kinerja masa yang akan datang agar lebih baik dalam mencapai

tujuan organisasi sektor publik.

b. Pengukuran dapat digunakan sebagai pengambilan keputusan minsalnya mengganti

kebijakan, mempertahankan pimpinan.

c. Mewujudkan tanggung jawab publik.

d. Untuk mengkomunikasikan strategi menjadi lebih baik antara atasan dan bawahan.

e. Mengalokasikan sumber daya.

f. Untuk mengukur kinerja finansial dan non finansial secara berimbang sehingga dapat

ditelusuri perkembangan pencapaian strategis.

g. Pengukuran kinerja pendorong terciptanya akuntabilitas publik.

Setelah tujuan pengukuran kinerja dicapai maka organisasi sektor publik akan mendapat

manfaat langsung yaitu:

a. Memberikan pemahaman mengenai ukuran yang digunakan untuk menilai kinerja

manajemen.

b. Memberikan arah untuk mencapai target kinerja yang ditetapkan.

c. Untuk memonitor dan mengevaluasi pencapaian kinerja dan membandingkannya dengan

target kinerja serta melakukan tindakan korektif untuk memperbaiki kinerja.


Sebagai dasar untuk memberikan penghargaan dan hukuman secara objektif atas pencapaian yang diukur
sesuai dengan sistem pengukuran kinerja yang telah disepakati.

Sebagai alat komunikasi antara bawahan dan pimpinan dalam rangkah memperbaiki kinerja organisasi.

Membantu mengidentifikasikan apakah kepuasan publik atau masyarakat telah terpenuhi.

Membantu memahami proses kegiatan instansi pemerintah.Memastikan bahwa pengambilan keputusan


dilakukan secara objeltif.Menurut Sujarweni (2015: 109-114) informasi yang digunakan untuk pengukuran
kinerja, yaitu:Informasi finansial Penilaian laporan kinerja finansial diukur berdasarkan pada anggaran
yang telah dibuat. Penilaian tersebut dilakukan dengan menganalisis varians (selisi atau perbedaan) antara
kinerja actual dengan anggaran yang dianggarkan.Analisis varians secara garis besar berfokus
pada:Varians pendapatan (revenue varians)Varians pengeluaran (expenditure variance)Varians belanja
rutinVarians belanja investasi/modal (recurrent expenditure variance)
Setelah dilakukan analisis varians maka tahap selankutnya dilakukan identifikasi sumber penyebab
terjadinya varians dengan menelusur varians tersebut hingga level manajemen paling bawah. Informasi
non finansial dapat menambah keyakinan terhadap kualitas proses pengendalian manajemen. Teknik
pengukuran kinerja yang komprehensif dan banyak dikembangkan oleh berbagai organisasi dewasa ini
adalah Balanced Scorecard. Metode Balanced Scorecard merupakan pengukuran kinerja organisasi
berdasarkan aspek finansial dan juga aspek nonfinansial. Balanced Scorecard dinilai cocok untuk
organisasi sektor publik karena Balanced Scorecard tidak hanya menekankan pada aspek kuantitatif-
finansial, tetapi juga aspek kualitatif dan nonfinansial. Anggaran Sektor PublikPengertian Anggaran
Sektor publik adalah pertanggungjawaban dari pemegang manajemen organisasi untuk memberikan
informasi tentang segala aktivitas dan kegiatan organisasi kepada pihak pemilik organisasi atas
pengelolaan dana publik dan pelaksanaan berupa rencana-rencana program yang dibiayai dengan uang
publik (Sujarweni, 2015:28).

Menurut Halim dan Kusufi (2016:48) Anggaran adalah dokumen yang berisi estimasi kinerja, baik
berupa penerimaan dan pengeluaran, yang disajikan dalam ukuran moneter yang akan dicapai pada
periode waktu tertentu dan menyertakan data masa lalu sebagai bentuk pengendalian dan penilaian
kinerja. Menurut Mahsun, et.all (2015:65) anggaran merupakan pernyataan mengenai estimasi kinerja
yang akan dicapai oleh suatu organisasi dalam periode tertentu yang dinyatakan dalam ukuran moneter.
Dalam organisasi sektor publik anggaran merupakan instrument akuntabilitas atas pengelolaan dana
public dan pelaksanaan program-program yang dibiayai dengan uang publik.

10
Menurut Ratnasari dan Munawaroh (2019) anggaran dalam pemerintahan merupakan rencana yang
dibuat dalam penyelenggaraan pemerintahan dan pembangunan daerah. Anggaran dalam sebuah
organisasi memiliki peran yang sangat penting dalam proses penilian kinerja yaitu sebagai alat,
stabilisasi, distribusi, alokasi sumber daya publik, perencanaan dan pengendalian.

Menurut Sujarweni (2015:29) secara singkat anggaran publik merupakan rencana finansial yang
menyatakan: Berapa biaya-biaya atas rencana yang telah dibuat. Berapa banyak dan bagaimana cara
memperoleh uang untuk mendanai rencana-rencana tersebut. Fungsi Anggaran Sektor Publik Bagi
pemerintah daerah, anggaran merupakan suatu rencana operasional keuangan yang menggambarkan
pengeluaran dan penerimaan dalam satu tahun anggaran.

Menurut Halim dan Kusufi (2016:48) anggaran sektor publik mempunyai beberapa fungsi utama, yaitu:

1.Anggaran Sebagai Alat Perencanaan (Planning Tool) Anggaran merupakan alat pengendali manajemen
dalam rangka mencapai tujuan. Anggaran sektor publik digunakan untuk merencanakan kegiatan apa
saja yang akan dilakukan oleh organisasi sektor publik beserta rincian biaya yang dibutuhkan dan
rencana sumber pendapatan yang akan diperoleh organisasi sektor publik.
Anggaran Sebagai Alat Pengendalian (Control Tool)

Anggaran sebagai alat pengendali manajerial, anggaran ini berfungsi untuk meyakinkan organisasi
sektor publik bahwa organisasi mempunyai sumber dana untuk membiayai rencana program-program
organisasi. Anggaran sebagai pengendali manajemen organisasi untuk tidak melakukan pemborosan dan
bekerja secara efisien tanpa ada korupsi.

Angaran Sebagai Alat Kebijakan Fiskal (Fiscal Tool)

Anggaran sebagai alat kebijakan fiskal digunakan untuk mengetahui bagaimana kebijakan fiskal yang
akan dijalankan organisasi sektor publik, dengan demikian akan mudah untuk memprediksi dan
mengestimasi ekonomi dan organisasi. Anggaran dapat digunakan untuk mendorong, mengkordinasi dan
memfasilitasi kegiatan ekonomi masyarakat untuk mempercepat pertumbuhan ekonomi.

Anggaran Sebagai Alat Politik (Political Tool)

Anggaran dapat digunakan sebagai alat politik yaitu bentuk dokumen politik yang dapat dijadikan
komitmen kesepakatan eksekutif dan legislative atas penggunaan dana publik untuk kepentingan
tertentu.Anggaran Sebagai Alat Koordinasi dan Komunikasi (Coordination and Communication
Tool)Proses penyusunan anggaran dilakukan komunikasi dan koordinasi antar unit kerja. Perencanaan
dan pelaksanaan anggaran harus dikomunikasikan keseluruh bagian organisasi
Anggaran publik yang disusun dengan baik dan mampu mendeteksi terjadinya inkonsistensi suatu unit
kerja di dalam pencapaian tujuan organisasi. Anggaran Sebagai Alat Penilaian Kinerja (Performance
Measurement Tool)Perencanaan anggaran dan pelaksanaannya akan menjadi penilaian kinerja
manajemen organisasi publik. Kinerja manajemen dan pimpinan akan dinilai berdasarkan pencapaian
target anggaran serta pelaksanaan efisiensi anggaran. Anggaran merupakan alat yang efektif untuk
melakukan pengendalian dan penilalian kinerja. Anggaran Sebagai Alat Motivasi (Motivation Tool)
Anggaran dapat digunakan untuk memberi motivasi bagi pimpinan dan karyawan dalam bekerja secara
efektif dan efisien. Membuat anggaran yang tepat dan dapat melaksanakannya sesuai target dan tujuan
organisasi, maka manajemen dikatakan mempunyai kinerja yang baik. Anggaran Sebagai Alat untuk
Menciptakan Ruang Publik (Public Sphere) Anggaran publik dapat digunakan sebagai alat untuk
menciptakan ruang publik, dimana keberadaan anggaran tidak boleh diabaikan oleh berbagai organisasi
sektor publik seperti kabinet, birokrat dan DPR/MPR, maupun masyarakat, LSM, perguruan tinggi dan
organisasi kemasyarakatan lalinnya.
1.1. Jenis-jenis Anggaran Sektor Publik
Menurut Mahmudi (2016:69) ada beberapa jenis anggaran, yaitu:Line Item Budget Sistem anggaran ini
menyajikan belanja berdasarkan input atau sumber daya yang digunakan, tetapi tidak mengukur efisiensi
dan efektivitas program karena tidak dilakukan pengkaitan antara input dengan output. Incremental
Budget Incremental budget merupakan sistem penganggaran yang hanya menambah atau mengurangi
jumlah anggaran dengan menggunakan data anggaran tahun lalu sebagai dasar anggaran tahun depan.
Dalam praktiknya incremental budget seringkali diikuti dengan sistem line item budget.

Planning, Programming, Budgeting System (PPBS)PPBS merupakan sistem penganggaran yang


penyusunan anggarannya berdasarkan program.Setiap unit kerja memiliki visi, misi, tujuan, dan strategi
organisasi yang dituangkan dalam renstra unit kerja. Renstra unit kerja kemudian dijabarkan dalam
rencana operasional yang berisi program kerja beserta target kinerjanya.

Zero Based Budget (ZBB) Zero Based Budget merupakan sistem penganggaran yang berbasis nol atau
mulai dari nol. ZBB menjadikan setiap anggaran merupakan anggaran yang baru sehingga dimulai dari
nol.
Performance Budget

Performance Budget merupakan sistem penganggaran yang dilakukan dengan memperhatikan


keterkaitan antara anggaran (input) dengan keluaran (output) dan hasil (outcome) yang diharapkan dari
kegiatan dan program termasuk efisiensi dalam pencapaian keluaran dan hasil tersebut.

Laporan Realisasi Anggaran Pengertian Laporan Realisasi Anggaran Laporan Realisasi Anggaran (LRA)
merupakan salah satu komponen laporan keuangan pemerintah yang menyajikan laporan mengenai
perbandingan antara anggaran pendapatan dan belanja dengan realisasi dalam satu tahun anggaran.
Laporan Relisasi Anggaran (LRA) terdiri dari anggaran pendapatan, belanja, transfer, dan pembiayaan.
Laporan Realisasi Anggaran (LRA) menyediakan informasi mengenai realisasi pendapatan- LRA,
belanja, transfer, surplus/defisit-LRA, dan pembiayaan dari suatu entitas pelaporan yang masing-masing
diperbandingkan dengan anggarannya (Ratmono dan Sholihin, 2017:25).

Periode Pelaporan Realisasi Anggaran MenurutPeraturan Pemerintah Nomor 71 Tahun 2010 tentang
Standar Akuntansi Pemerintah, PSAP 03 mengenai Laporan Realisasi Anggaran paragraf 10,
PeriodePelaporan Realisasi Anggaran disajikan sekurang-kurangnya sekali dalam setahun. Dalam situasi
tertentu tanggal laporan suatu entitas berubah dan Laporan Realisasi Anggaran tahunan disajikan
dengan suatu periode yang lebih panjang atau pendek dari satu tahun, entitas mengungkapkan informasi
sebagai berikut:

Alasan penggunaan periode pelaporan tidak satu tahun; Fakta bahwa jumlah-jumlah komparatif dalam
Laporan Realisasi Anggaran dan catatan-catatan terkait tidak dapat diperbandingkan.

Komponen Laporan Realisasi Anggaran Menurut Mahmudi (2019:73) Laporan Realisasi Anggaran
terdiri atas enam elemen yaitu:Pertama, pendapatanterdiri atas tiga komponen yaitu: Pendapatan Asli
Daerah (PAD), pendapatan transfer, dan lain-lain pendapatan yang sah.Kedua, belanja, pos belanja
diklasifikasikan menjadi tiga yaitu: belanja operasi, belanja modal, dan belanja tak terduga.Ketiga,
Transfer pada dasarnya juga merupakan bagian dari belanja pemerintah. Untuk pemerintah provinsi
pengeluaran transfer berupa Transfer/Bagi Hasil pendapatan ke Kabupaten/Kota.Keempat,
surplus/defisit selisih antara pendapatan dan belanja dicatat dalam pos surplus/defisit.Surplus adalah
selisih lebih antara pendapatan dan belanja selama satu periode anggaran, sedangkan defisit merupakan
selisih kurang antara pendapatan dengan belanja selama satu periode anggaran.Kelima, pembiayaan
dikategorikan menjadi dua, yaitu: penerimaan pembiayaan, dan pengeluaraan. Selisih antara penerimaan
pembiayaan dengan pengeluaran pembiayaan dalam periode tahun anggran dicatat dalam pos
pembiayaan
neto.Keenam, SiLPA/AiKPA(Sisa Lebih/Kurang Pembiayaan Anggaran) adalah selisih lebih/kurang
antara realisasi penerimaan dan pengeluaran daerah selama periode anggaran.SiLPA/SiKPA dapat
dihitung dari nilai pada pos Surplus/Defisit ditambah dengan pos Pembiayaan Neto.

Pengukuran Kinerja Sektor Publik

Pengertian Pengukuran Kinerja

Kinerja (performance) adalah gambaran mengenai tingkat pencapaian pelaksanaan suatu


kegiatan/program/kebijakan dalam mewujudkan sasaran, tujuan, misi dan visi organisasi yang tertuang
dalam strategic planning suatu organisasi.Istilah kinerja sering digunakan untuk menyebut prestasi atau
tingkat keberhasilan individu maupun kelompok individu.Kinerja bisa diketahui hanya jika individu atau
kelompok individu tersebut mempunyai kriteria keberhasilan yang telah ditetapkan (Mahsun, 2016:25).

Menurut Sujarweni (2015:107) Kinerja merupakan hasil kerja yang dicapai dari pelaksanaan suatu
kegiatan dengan tujuan untuk mencapai sasaran, tujuan, misi dan visi organisasi.

Menurut Mahmudi (2015:21), kinerja organisasi tidak semata-mata dipengaruhi oleh kinerja individual
atau kinerja tim saja, namun dipengaruhi oleh faktor yang lebih luas dan kompleks, misalnya faktor
lingkungan baik internal maupun eksternal. Faktor lingkungan meliputi faktor ekonomi, sosial, politik,
keamanan dan hukum yang didalamnya organisasi beroperasi. Selain faktor
lingkungan eksternal, faktor lain yang mempengaruhi kinerja organisasi adalah kepemimpinan, struktur
organisasi, strategi pilihan, dukungan teknologi, kultur organisasi dan proses organisasi.

Pengukuran kinerja sektor publik dilakukan untuk memenuhi tiga maksud.Pertama, pengukuran kinerja
sektorpublik dimaksudkan untuk membantu memperbaiki kinerja pemerintah.Ukuran kinerja
dimaksudkan untuk dapat membantu pemerintah berfokus pada tujuan dan sasaran program unit kerja.
Hal ini pada akhirnya akan meningkatkan efisiensi dan efektivitas organisasi sektor publik dalam
pemberian pelayanan publik. Kedua, ukuran kinerja sektor publik digunakan untuk pengalokasian
sumber daya dan pembuatan keputusan.Ketiga, ukuran kinerja sektor publik dimaksudkan untuk
mewujudkan pertanggungjawaban publik dan memperbaiki komunikasi kelembagaan (Ulum, 2012:20).

Pengertian Belanja Daerah

Menurut Mahmudi (2019, 153) Belanja daerah dapat didefinisikan sebagai semua pengeluaran dari
Rekening Kas Umum Daerah yang mengurangi ekuitas dalam periode tahun anggaran bersangkutan
yang tidak akan diperoleh pembayarannya kembali oleh pemerintah daerah.
Belanja adalah kewajiban pemerintah daerah yang mengurangi kekayaan bersih yang terjadi akibat
transaksi masa lalu.Namun dalam hal ini perlu dipahami bahwa belanja daerah berbeda dengan
pengeluaran daerah.Tidak semua pengeluaran yang dilakukan pemerintah daerah yang menyebabkan
berkurangnya kas di rekening Kas Umum Daerah dikategorikan sebagai belanja.Namun setiap belanja
merupakan pengeluaran pemerintah daerah (Mahmudi, 2019:153).

Jenis-jenis Analisis Kinerja Belanja Daerah

Analisis Varians Belanja

Analisis varians merupakan analisis terhadap perbedaan atau selisih antara realisasi belanja dengan
anggaran.Analisis varians cukup sederhana namun dapat memberikan informasi yang sangat
berarti.Berdasarkan laporan Realisasi Anggaran yang disajikan, pembaca laporan dapat mengetahui
secara langsung besarnya varians anggaran belanja dengan realisasinya yang bisa dinyatakan dalam
bentuk nilai nominalnya atau persentasenya. Selisih anggaran belanja dikategorikan menjadi dua jenis,
yaitu: selisih disukai (fafourable variance) dan selisih tidak disukai (unfavourable variance). Dalam hal
realisasi belanja lebih kecil dari anggarannya maka disebut favourable variance, sedangkan jika realisasi
belanja lebih besar dari anggarannya maka dikategorikan unfavourable variance (Mahmudi, 2019:155).
Analisis ini dirumuskan sebagai berukut:

𝐴𝑛𝑎𝑙𝑖𝑠𝑖𝑠𝑉𝑎𝑟𝑖𝑎𝑛𝑠𝐵𝑒𝑙𝑎𝑛𝑗𝑎 = 𝑅𝑒𝑎𝑙𝑖𝑠𝑎𝑠𝑖𝐵𝑒𝑙𝑎𝑛𝑗𝑎 − 𝐴𝑛𝑔𝑔𝑎𝑟𝑎𝑛𝐵𝑒𝑙𝑎𝑛𝑗𝑎

Selisih relisasi belanja dengan yang dianggarakan yang cukup signifikan bisa memberikan dua
kemungkinan, pertama hal itu menunjukkan adanya efisiensi anggaran.Kedua justru sebaliknya, jika
terjadi selisih kurang maka sangat mungkin telah terjadi kelemahan dalam perencanaan anggaran
sehingga estimasi belanjanya kurang tepat, atau tidak terserapnya anggaran tersebut bisa jadi disebabkan
karena ada program dan kegiatan yang tidak dilaksanakan eksekutif padahal sudah diamanatkan dalam
anggaran. (Mahmudi, 2019:155).

Ketika melakukan analisis varians anggaran, hendaknya tidak terpaku pada persentase penghematan
yang berhasil dilakukan, tetapi juga jumlah nominalnya.Meskipun secara persentase kecil, tetapi jika
secara nominal cukup signifikan, maka dapat dikatakan kinerjanya baik. Penyerapan anggaran yang
terlalu rendah, misalnya dibawah 90% justru bisa jadi dinilai kurang baik, karena mengesankan adanya
kelemahan dalam perencanaan anggaran misalnya adanya penggelembungan (mark up)
belanja dari belanja wajarnya atau mungkin banyak program yang tidak dijalankan. Oleh karenanya
untuk menghindari kejadian tersebut pemerintah
perlu melakukan anallisis standar belanja yang akurat (Mahmudi, 2019:157).

Secara normatif, anggaran belanja merupakan batas tertinggi pengeluaran yang boleh
dilakukan.Kinerja pemerintah dinilai baik apabila pemerintah daerah mampu melakukan
efesiensi belanja.Sebaliknya jika realisasi belanja lebih besar dari jumlah yang dianggarakan
maka hal itu mengindikasikan adanya kinerja anggaran yang kurang baik.Namun harus dikaji
lebih lanjut apakah realisasi anggaran yang lebih kecil dari anggaran disebabkan karena
kinerja yang baik (goog performance) ataukah justru sebaliknya kinerja yang buruk (bad
performance).Jika hal itu karena pengendalian anggaran yang ketat yang dilakukan
pemerintah daerah, maka hal itu memang benar-benar merupakan prestasi. Tetapi jika tidak
terserapnya anggaran belanja tersebut disebabkan kerena adanya program dan kegiatan yang
tidak dilaksanakan atau karena penetapan harga satuan yang jauh melebihi nilai pasar, maka
hal itu bukan menunjukkan kinerja anggaran yang baik, sehingga penghematan belanja yang
ditampilkan merupakan prestasi yang semu. Namun itupun masih lebih baik daripada terjadi
pemborosan anggaran, sebab penghematan anggaran tahun sekarang dapat digunakan untuk
pembiayaan tahun berikutnya (Mahmudi, 2019:158)

PENELITIAN TERDAHULU
BAB III

METODE PENELITIAN

3.1 Tempat dan Waktu penelitian


Penelitian dilakukan pada Sekretariat Daerah Kota Banda Aceh, yaitu
salah satu unsur pembantu pimpinan daerah Kabupaten/kota yang beralamat di
Jalan Abu Lam U no 8 kecamatan Baiturrahman kota Banda Aceh. Penelitian ini
dilakukan pada bulan Desember 2021.

3.2 Rancangan Penelitian


Rancangan penelitian merupakan kerangka kerja yang akan digunakan
sehingga memudahkan peneliti dalam melakukan penelitiannya dikarenakan
semua yang akan dilakukan telah terencana berdasarkan urutan penelitiannya.
Terdapat 6 (enam) aspek dasar rancangan penelitian yaitu tujuan studi, jenis
investigasi, tingkat intervensi penelitian, situasi studi, unit analisis, dan horizon
waktu. Keenam aspek tersebut yaitu (Sekaran dan Bougie, 2017:62):
1) Tujuan studi yang dilakukan adalah studi deskriptif, yaitu mendeskripsikan
atau memberi gambaran tentang fenomena dari data-data yang
dikumpulkan dengan tujuan untuk menganalisis dan mengevaluasi kinerja
anggaran Belanja Sekretariat Daerah Kota Banda Aceh
2) Jenis investigasi dalam penelitian ini adalah melalui pengumpulan data
dan mencatat atas semua informasi-informasi atau fakta di lapangan
dengan tujuan untuk menganalisis data sesuai dengan objek penelitian.
3) Tingkat intervensi atau tingkat keterlibatan peneliti dalam penelitian ini
adalah minimal, yaitu hanya mengumpulkan data dan kemudian
menganalisisnya dengan menggunakan alat ukur analisis rasio.
4) Situasi studi dalam penelitian ini adalah situasi tidak diatur (lingkungan
alamiah), tanpa intervensi peneliti terhadap sumber data di lapangan.
5) Unit analisis atau tingkat agregasi data yang dianalisis adalah pada tingkat
organisasional, yaitu Sekretariat Daerah Kota Banda Aceh.

6) Horizon waktu yang digunakan adalah time series study, yaitu


datadikumpulkan pada dua atau lebih titik waktu namun pada satu subjek
(longitudinal study), dengan rentang waktunya terhitung sejak tahun 2017
hingga tahun 2019.

3.3 Subjek dan Objek penelitian


Subjek dalam penelitian ini adalah kinerja anggaran pendapatan dan
belanja pada Dinas Lingkungan Hidup Kebersihan dan Keindahan Kota Banda
Aceh. Sedangkan Objek pada penelitian ini adalah laporan realisasi anggaran
Dinas Lingkungan Hidup Kebersihan dan Keindahan Kota Banda Aceh tahun
2017-2019.

3.4 Teknik Pengumpulan Data dan Pengolahan Data


Menurut Sugiyono (2012:193), terdapat 2 (dua) macam jenis sumber data,
yaitu data primer dan data sekunder. Sumber data primer adalah sumber data yang
langsung memberikan data kepada pengumpul data (perlu diolah kembali),
sedangkan sumber data sekunder adalah sumber data yang tidak langsung
memberikan data kepada pengumpul data (data telah jadi). Penelitian ini
menggunakan data sekunder berupa Laporan Realisasi Anggaran (LRA) Dinas
Lingkungan Hidup, Kebersihan dan Keindahan (DLHKK) Kota Banda Aceh
selama tahun anggaran 2017-2019, dan sumber-sumber data lainnya yang
berhubungan seperti ketentuan peraturan perundang-undangan, jurnal-jurnal
penelitian sebelumnya yang sejenis, dan buku-buku yang terkait dengan topik
yang sedang diteliti.
Adapun teknik pengumpulan data yang digunakan untuk mengumpulkan
data-data tersebut yaitu dengan cara dokumentasi.Menurut Sugiyono (2012:410),
pengumpulan data melalui dokumentasi merupakan pencatatan peristiwa yang
sudah berlalu yang dapat berupa tulisan, gambar, atau karya-karya monumental.
Selain itu, penelitian ini juga menggunakan teknik wawancara secara tidak
terstruktur dalam pengumpulan data yang menyangkut dengan kebijakan dan
regulasi serta alasan-alasan dari permasalahan yang dihadapi oleh pihak-pihak
yang terkait pada objek yang diteliti.
3.5 Teknik Analisis Data
Teknik analisis data yang digunakan dalam penelitian ini bersifat analisis
deskriptif, yaitu teknik menganalisis data dengan cara mendeskripsikan atau
menggambarkan data yang telah terkumpul sebagaimana adanya tanpa bermaksud
membuat suatu keputusan yang berlaku umum atau generalisasi. Analisis
deskriptif dalam penelitian ini menggunakan perhitungan rasio keuangan.
Agar penelitian ini dapat dilaksanakan sesuai dengan yang diharapkan,
maka perlu dipahami beberapa analisis rasio, yaitu sebagai berikut :
1. Rasio Pertumbuhan Pendapatan
Rasio pertumbuhan bermanfaat untuk mengetahui apakah pemerintah
daerah dalam tahun anggaran bersangkutan atau beberapa periode anggaran,
kinerja anggarannya mengalami pertumbuhan secara positif atau negatif.
Menurut Ulum (2012:33)analisis rasio pertumbuhan menggambarkan
ukuranseberapa besar kemampuan instansi dalam mempertahankan dan
meningkatkan keberhasilan yang dicapai dari satu periode ke periode
lainnya. Untuk pengukurannya dapat dirumuskan sebagai berikut :
Realisasi Retribusi xn − xn−1
Pertumbuhan Retribusi = x100%
Realisasi Retribusi x
n−
1

Keterangan: xn= Tahun yang dihitung

xn−1= Tahun sebelumnya

Semakin tinggi nilai rasio ini menggambarkan kinerja keuangan yang tinggi,
begitu juga sebaliknya semakin rendah nilai rasio menggambarkan kinerja
keuangan yang rendah.Menurut Tamawiwy dkk (2016), tingkat
pertumbuhan keuangan daerah dapat dikelompokkan seperti pada Tabel 3.1.
Tabel 3.1Kriteria Pertumbuhan
Persentase Nilai Kriteria
Kinerja
>50% Sangat Tinggi
40% - 50% Tinggi
30% - 40% Cukup
20% - 30% Sedang
10% - 20% Rendah
<10% Sangat Rendah
Sumber: Tamawiwy dkk (2016)
2. Rasio Keserasian belanja
Selanjutnya menurut Mahmudi (2010: 162)analisis rasio keserasian
belanja menggambarkan bagaimana pemerintah daerah memprioritaskan
alokasi dananya pada belanja operasi dan belanja modal secara optimal. ada
dua perhitungan dalam rasio keserasian belanja yaitu rasio belanja operasi
dan rasio belanja modal. Rasio belanja operasi merupakan perbandingan
antara realisasibelanja operasi dengan total belanja daerah.Umumnya
proporsi alokasi belanja operasi mendominasi total belanja daerah, yaitu
antara 60-90%. Sedangkan rasio belanja modal merupakan perbandingan
antararealisasi belanja modal dengan total belanja daerah. Pada umumnya
proporsi belanja modal terhadap total belanja daerah adalah antara 5-20%.
Adapun untuk menghitung analisis rasio keserasian belanja dapat
dirumuskan sebagai berikut:
a. Rasio belanja operasi
Realisasi Belanja Operasi
Rasio belanja Operasi = x100%
Total Belanja Instansi

Anda mungkin juga menyukai