BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Adanya perkembangan teknologi dan otonomi daerah menuntut pemerintah
daerah melakukan tugasnya dengan baik dan transparan. Otonomi daerah
merupakan pemberdayaan daerah dalam pengambilan keputusan daerah secara
lebih baik, leluasa untuk mengelola sumber daya yang dimiliki sesuai dengan
kepentingan, prioritas dan potensi daerah itu sendiri. Adanya otonomi daerah
tersebut pemerintah diberi keleluasaan untuk mengelola sumber daya dan
mempertanggungjawabkan kepada masyarakat sejalan dengan pelaksanaan
otonomi daerah diperlukan adanya sistem desentralisasi secara transparan, efektif
dan efisien dan dapat dipertanggungjawabkan kepada masyarakat luas.
Pertanggung jawaban pemerintah kepada publik yang bersih merupakan
tuntutan yang harus dipenuhi oleh pemerintah, dimana untuk mewujudkannya
memerlukan media tertentu. Salah satu alat untuk memfasilitasi tercapainya
laporan keuangan pemerintah daerah yang kompetitif yaitu laporan keuangan
pemerintah daerah tersebut digunakan untuk membandingkan kinerja keuangan
akurat dengan anggaran menilai kondisi dan hasil operasional, membantu
menentukan tingkat kepatuhan terhadap peraturan perundangan yang terkait
dengan masalah keuangan dan ketentuan lainnya serta membantu mengevaluasi
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang diatas, maka masalah yang dihadapi adalah
Bagaimana kinerja keuangan pemerintah daerah Kabupaten Blitar ditinjau dari
rasio keuangan pada Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah?
C. Batasan Masalah
Agar dalam pembahasan pokok permasalahan lebih terfokus, maka penulis
memberi batasan pada perumusan masalah yang telah dibuat yaitu:
Kinerja keuangan pemerintah daerah untuk tahun anggaran 2003, 2004, dan
2005 dengan mempergunakan rasio keuangan pada Anggaran Pendapatan Belanja
Daerah (APBD) tahun 2003, 2004,2005 dan metode tolok ukur yang digunakan
adalah lintas waktu (time series) dan lintas industri (cross section).
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
periode 2000
bahwa
Penelitian
terdahulu
melakukan
penelitian
di
Kabupaten
B. Landasan Teori
1. Pengukuran Kinerja
Pengukuran ialah suatu proses atau sistem yang digunakan untuk
menentukan nilai kuantitatif sesuatu benda/objek, perkara, atau keadaan. Nilai
kuantitatif ini biasanya dinyatakan dalam suatu unit angka yang tetap dengan
menggunakan alat pengukuran yang berkaitan.
Kinerja
merupakan
gambaran
mengenai
tingkat
pencapaian
tercatat dalam misi dan sejalan dengan tujuan organisasi, dimana kegiatan
tersebut dikatakan sukses apabila hasilnya dapat dinikmati oleh masyarakat
luas. Pengukuran kinerja merupakan suatu alat untuk meningkatkan kualitas
pengambilan keputusan dan akuntabilitas (James B. Whittaker dalam Bastian,
2001:121).
2. Tujuan Pengukuran Kinerja
Tujuan pokok pengukuran kinerja adalah untuk memotivasi karyawan
dalam mencapai tujuan organisasi dan dalam memenuhi standar perilaku yang
telah ditetapkan sebelumnya agar dapat mencapai hasil yang diinginkan
(Nogi, 2003:108).
Secara umum, tujuan pengukuran kinerja adalah :
a. Untuk mengkomunikasikan strategi secara lebih baik
b. Untuk mengukur kinerja finansial dan non finansial secara tertimbang
sehingga dapat ditelusuri perkembangan pencapaian strateginya.
c. Sebagai alat untuk mencapai kepuasan berdasarkan individual dan
kemampuan kolektif yang rasional (Ulum, 2004:277).
Pada dasarnya pengukuran kinerja sektor publik dilakukan untuk
memenuhi tiga tujuan yaitu:
1)
2)
1. Varian Pendapatan
Varian pendapatan adalah semua penerimaan daerah dalam bentuk
peningkatan aktiva atau penurunan utang dari berbagai sumber dalam
periode tahun anggaran yang bersangkutan. Berdasarkan UU no.23 tahun
2004 sumber pendapatan daerah ada 3 yaitu:
1) Pendapatan Asli Daerah (PAD), yang bersumber dari :
a) Pajak daerah
Pajak daerah adalah semua pendapatan daerah yang berasal dari
sumber ekonomi asli daerah atau pajak. Jenis pajak kabupaten /
kota terdiri dari pajak hotel, pajak restoran, pajak hiburan, pajak
reklame, pajak penerangan jalan,
pajak parkir (Halim, 2004:64).
b) Restribusi daerah
Restribusi daerah adalah pendapatan yang berasal dari restribusi
dari daerah, yang meliputi restribusi pelayanan kesehatan,
restribusi air, restribusi pertokoan, restribusi kelebihan muatan
dan sebagainya (Halim, 2004:64).
c) Bagian laba usaha daerah
Bagian laba usaha daerah adalah pendapatan daerah yang berasal
dari hasil perusahaan milik daerah dan pengelolaan kekayaan
daerah yang dipisahkan.
10
11
12
2. Varian pengeluaran
Varian pengeluaran dalam anggaran pendapatan dan belanja daerah
terdiri dari :
a)
untuk
mengelolah
daerah,
maka
belanja
rutin
13
14
yang
menjadi
dasar
penetapan
anggaran
dan
yang
15
16
Maha
kependudukan
Esa,
dan
pemerintah
daerah
keluarga
sejahtera,
olah
raga,
sektor
sektor
kesehatan,
17
menjadi empat yaitu sisa lebih perhitungan tahun lalu Pendapatan Asli
Daerah, bagi hasil pajak / bukan pajak dan sumbangan / bantuan menjadi
satu bagian. Bagian tersebut bernama pendapatan yang berasal dari
penerimaan pemerintah atau instansi yang lebih tinggi (Halim, 2004:16).
Bentuk APBD terbaru berdasarkan keputusan mentri dalam negri
no.29 tahun 2002 adalah:
1) Pendapatan, yang dibagi menjadi 3 kategori:
a. Pendapatan asli daerah, merupakan semua penerimaan yang
berasal dari sumber ekonomi asli daerah.
b. Dana perimbangan, merupakan dana yang bersumber dari
penerimaan anggaran pendapatan belanja negara yang di
alokasikan pada daerah untuk membiyai kebutuhan dananya.
c. Lain-lain pendapatan yang sah, meliputi pendapatan daerah,
belanja daerah, pinjaman, ekuitas dana dan cadangan, aset, dan
sisa anggaran.
2) Belanja, yang digolongkan menjadi 3, yaitu :
a. Belanja aparatur daerah, merupakan belanja yang manfaatnya
tidak secara langsung dinikmati oleh masyarakat tetapi dirasakan
secara langsung oleh aparatur, contohnya pembelian kendaraan
dinas, pembelian bangunan gedung dan lain sebagainya.
18
19
pemerintah
daerah
dalam
membiayai
sendiri
kegiatan
pelayanan
kepada masyarakat yang telah membayar pajak dan restribusi sebagai sumber
pendapatan yang diperlukan daerah. Kemandirian keuangan daerah
ditunjukkan oleh besar kecilnya pendapatan asli daerah dibandingkan dengan
pendapatan daerah yang berasal dari sumber lain, misalnya bantuan
pemerintah pusat ataupun dari pinjaman. Semakin tinggi rasio kemandirian
maka tingkat ketergantungan daerah terhadap bantuan pihak ekstern semakin
rendah, dan demikian pula sebaliknya.
Pendapatan Asli Daerah
20
c. Rasio Aktivitas
21
Rasio
memprioritaskan
ini
menggambarkan
alokasi
dananya
bagaimana
pada
belanja
pemerintah
daerah
rutin
belanja
dan
e. Rasio Pertumbuhan
22
RpXn Xn 1
x100%
RpXn 1
23
C. Hipotesis
Berdasarkan latar belakang, perumusan masalah, tujuan penelitian, dan
tinjauan pustaka, maka diambil suatu hipotesis sebagai berikut : Kinerja keuangan
pemerintah daerah Kabupaten Blitar selama periode (tahun 2003 sampai dengan
2005) kinerja keuangannya adalah baik.
24
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
.
A. Lokasi Penelitian
Penelitian ini dilakukan pada Pemerintah Daerah Kabupaten Blitar yang
terletak di jalan Sudanco Supriyadi no.17 Blitar.
B. Jenis Penelitian
Penelitian ini merupakan penelitian studi kasus yang menggunakan dan
menganalisis data-data yang diperoleh dan menarik kesimpulan dari hasil analisis.
Studi kasus ini bertujuan untuk memberikan gambaran secara mendetail tentang
latar belakang, sifat karakter khas dari suatu kasus maupun status dari suatu
organisasi dari suatu hal yang akan dijadikan sesuatu hal yang bersifat umum.
25
pengdapatan
asli
daerah
dibandingkan
dengan
realisasi
26
F. Teknik Data
Sesuai dengan penelitian yang dilakukan maka teknik analisa data yang
digunakan adalah analisa kuantitatif, yaitu data atau informasi berbentuk angkaangka yang kemudian ditarik kesimpulan dengan jelas membandingkan satu
dengan yang lain dengan perhitungan yang bersifat kuantitatif.
27
Rasio
Belanja
Rutin
terhadap
APBD
2)
RP Xn Xn 1
x100%
RP Xn 1
Keterangan :
RPXn-Xn-1 = Realisasi tahun yang dihitung dikurangi tahun sebelumnya.
RPPAD Xn-1 = Realisasi penerimaan pendapatan asli daerah tahun
sebelumnya.
2. Untuk mengetahui kinerja keuangan pemerintah daerah menggunakan lintas
seksi/Industri (cross section) adalah :
a. Rasio Efektivitas dan Efisiensi Pendapatan Asli Daerah
28
G. Uji Hipotesis
1. Uji hipotesis dengan menggunakan metode lintas waktu (time series)
a. Rasio Kemandirian Keuangan Daerah (RKKD)
Jika RKKDt > RKKDt-1, maka kinerja keuangan pemerintah daerah dapat
dinyatakan baik.
b. Rasio Aktivitas (RA)
1) Rasio Belanja Rutin (RBR)
Jika RBRt > RBRt-1 , maka kinerja keuangan pemerintah daerah dapat
dinyatakan baik.
2) Rasio Belanja Pembangunan (RBP)
29
Jika RBPt > RBPt-1, maka kinerja keuangan pemerintah daerah dapat
dinyatakan baik.
c. Rasio Pertumbuhan(RP)
Jika RPt > RPt-1, maka kinerja keuangan pemerintah daerah dapat
dinyatakan baik.
2. Uji hipotesis dengan menggunakan lintas Seksi/Industri (Cross Section)
a. Rasio Efektivitas dan Efisiensi Pendapatan Asli Daerah
1) Rasio Efektivitas
Jika RE >1 atau 100%, maka kinerja keuangan pemerintah daerah
dapat dinyatakan baik.
2) Rasio Efisiensi
Jika RE <1 atau dibawah 100%, maka kinerja keuangan pemerintah
daerah dapat dinyatakan baik.
b. Rasio DSCR (Debt Service Coverage Ratio)
Jika DSCR > 2,5 atau 250% maka kinerja keuangan pemerintah daerah
dapat dinyatakan baik.
Keterangan :
RKKDt = Rasio Kemandirian Keuangan Daerah pada periode tahun ke-t
RKKDt-1 = Rasio Kemandirian Keuangan Daerah pada periode tahun ke-t-1
REt
REt-1
30
REt
REt-1
RBR t
RBPt-1
31
BAB IV
Hasil Analisis dan Pembahasan
32
33
perusahaan,
dimana
dengan
struktur
organisasi,
tugas
dan
34
Kepala Dinas
Bagian Keuangan
Kasubbag
Anggaran
Ka Bag TU
Kasubbag
Perbendaharaan
Kasubbag
Verifikasi
Kasubbag
Pembukuan
B. Analisa Data
1. Analisis rasio keuangan pemerintah daerah Kabupaten Blitar dengan metode
lintas waktu (time series) pada :
1.1
21.761.008.786
x 100%
23.713.839.600 17.363.574.595
= 529,76%
35
Tahun 2004 =
22.222.398.703
x 100%
98.990.784
= 22450%
Tahun 2005 =
28.136.998.757
x 100%
21.918.624.952
= 128,37%
Untuk
dapat
melihat
dan
membandingkan
antara
rasio
Ini
berarti
kemampuan
penerintah
daerah
dalam
36
x 100%
314.409.620.616
x 100%
394.124.113 .236
= 79,77%
383.477.214.029
x 100%
Tahun 2004 = 405.266.704.138
= 94,62%
414.724.100.354
x 100%
Tahun 2005 = 438.126.159.406
= 94,65%
b. Rasio Belanja Pembangunan terhadap Anggaran Pendapatan dan
Belanja Daerah (RBP).
RBP terhadap APBD =
x 100%
37
Tahun 2003 =
77.009.074.073
x 100%
394.124.113 .236
= 19,54%
Tahun 2004 =
305.629.716.124
x 100%
405.266.704.138
= 75,41%
Tahun 2005 =
334.451.050.496
x 100%
438.126.159.406
= 76,34%
Untuk dapat lebih memahami tingkat rasio aktivitas keuangan
pemerintah Kabupaten Blitar dapat dilihat pada tabel 2.
Tabel 2. Rasio Aktivitas Pemerintah Daerah Kabupaten Blitar.
Tahun
2003
2004
2005
Rata-rata pertahun
79,77%
94,62%
94,65%
89,68%
Rasio Belanja
Pembangunan
19,54%
75,41 %
76,34%
57,09%
38
39
RP Xn Xn 1
x100%
RP Xn 1
Keterangan :
RP Xn-Xn-1 = Realisasi tahun yang dihitung dikurangi tahun
sebelumnya.
RP Xn-1
Tahun 2003
21.761.786 18.877.490.572
x 100%
18.877.490.572
= 15,3%
Tahun 2004
22.222.398.703 21.761.008.786
x 100%
21.761.008.786
= 2,11%
Tahun 2005
28.136.998.757 22.222.398.703
x 100%
22.222.398.703
= 26,6%
Untuk dapat memahami tingkat rasio pertumbuhan pemerintah daerah
Kabupaten Blitar dapat dilihat pada tabel 3.
40
sebesar
113,99%
ini
menunjukkan
bahwa
rasio
kenaikan
pemerintah
daerah
sebesar
dalam
24,49%,
ini
mempertahankan
berarti
dan
kemampuan
meningkatkan
Rasio Pertumbuhan
15,3%
2,11%
26,6%
113,99%
41
21.761.008.786
x 100%
18.877.490.572
= 115,27%
Tahun 2004 =
22.222.398.703
x 100%
20.674.787.400
=107,49%
Tahun 2005 =
28.136.998.757
x 100%
23.598.139.360
= 119,23%.
b. Rasio Efisiensi
Biaya yang dikeluarkan untuk Memungut PAD
394.124.113 .236
x 100%
21.761.008.786
= 1.811,1%
Tahun 2004 =
4.266.704.138
x 100%
22.222.398.703
= 18,35%
Tahun 2005 =
414.724.100.354
x 100%
28.136.998.757
= 1.473,95%
42
Rasio Efektivitas
Rasio Efisiensi
2003
115,27%
1.811,1%
2004
2005
Rata-rata
107,49%
119,23%
113,99%
18,35%
1.473,95%
1.101,1%
pemerintah
daerah
adalah
kurang
baik.
Untuk
43
daerah
1.101,1%.
itu
menunjukkan
bahwa
kinerja
keuangan
Tahun 2003 = DSCR pada tahun ini tidak ada karena pemerintah
Kabupaten Blitar tidak mempunyai hutang sehingga
total angsuran pinjaman atau hutang dan bunganya tidak
ada.
Tahun 2004
44
Tahun 2005
x10
0%
= 493.280%.
Untuk dapat melihat dan membandingkan antar debt service coverage
ratio (DSCR) pemerintah Kabupaten Blitar dapat dilihat pada tabel 5.
berikut.
Tabel 5. RDSCR Pemerintah Daerah Kabupaten Blitar
Tahun
2003
2004
2005
Rata-rata pertahun
493.280%
825.519%
45
C. Uji Hipotesis.
1. Uji hipotesis dengan menggunakan metode lintas waktu (time series).
Berdasarkan tabel 6. dapat diketahui kinerja keuangan Pemerintah
Daerah Kabupaten Blitar selama tahun 2003 sampai 2005 dilakukan dengan
membandingkan hasil perhitungan rasio-rasio keuangan secara time series
sebagai berikut :
a. Rasio Kemandirian Keuangan Daerah (RKKD).
128,37% (2005) < 22450% (2004) > 529,76% (2003)
RKKD pada tahun 2003 dan 2004 menunjukkan kinerja keuangan
pemerintah daerah baik dan RKKD pada tahun 2005 menunjukkan kinerja
keuangan pemerintah daerah kurang baik.
b. Rasio Aktivitas (RA)
1)
2)
46
2003 (%)
529,76
79,77
19,54
15,3
2004 (%)
22450
94,62
75,41
2,11
2005 (%)
128,37
94,65
76,34
26,6
Rata-rata
7.702,7%
89,68%
57,09%
113,99%
Sumber : Data hasil perhitungan rasio keuangan pemerintah daerah Kabupaten Blitar.
47
48
yang dicapai lebih dari 100%, ini menunjukkan bahwa kinerja pemerintah
daerah dalam melakukan pemungutan pendapatan tidak efisien. Untuk rasio
DSCR kinerja keuangan pemerintah daerah adalah baik, ini menunjukkan
bahwa pemerintah daerah mempunyai kemampuan untuk melakukan
pinjaman karena rasio yang dicapainya lebih dari 2,5 atau 250%.
49
BAB V
SIMPULAN DAN SARAN
A.
Kesimpulan
Berdasar hasil analisa dan pembahasan maka dapat diambil kesimpulan
sebagai berikut :
Berdasar rasio keuangan anggaran pendapatan dan belanja daerah maka
kinerja keuangan pemerintah daerah adalah baik jika dilihat dari rasio
pertumbuhan (RP) dan rasio DSCR ( Debt Service Coverage Ratio). Namun dapat
dikatakan kurang baik apabila dilihat dari rasio kemandirian keuangan daerah
(RKKD), rasio aktivitas (RA) dan rasio efektivitas dan efisiensi pendapatan asli
daerah (RE). Secara umum dilihat dari kelima rasio keuangan tersebut,
pemerintah daerah belum dapat menjalankan tugasnya secara efektif dan efisiensi
karena masih banyak rasio-rasio yang menunjukkan kurangnya kinerja kinerja
pemerintah Kabupaten Blitar dalam mengeleloh sumber dana yang dimilikinya .
Hipotesis yang menyatakan bahwa kinerja keuangan pemerintah daerah
Kabupaten Blitar selama periode penelitian (tahun 2003 sampai tahun 2005)
kinerja keuangannya adalah kurang baik.
50
B.
Implikasi
1. Bagi Pemerintah Daerah
a. Pemerintah daerah Kabupaten Blitar harus terus meningkatkan dan meng
optimalkan pendapatan asli daerah dan mengurangi ketergantungan
terhadap sumber dana ekstern atau bantuan pemerintah pusat dan propinsi
dengan cara mengelolah sumber daya daerah yang belum diolah selama
ini.
b. Pemerintah daerah harus dapat memprioritaskan alokasi dananya pada
belanja rutin dan belanja pembangunan secara optimal.
2. Bagi Peneliti Selanjutnya
Bagi peneliti selanjutnya yang akan melakukan penelitian yang sama
diharapkan mampu melakukan penelitian yang lebih mendalam mengenai
kinerja keungan yang didasarkan pada Anggaran Pendapatan Belanja Daerah
(APBD), sehingga hasil analisis dapat menggambarkan pengetahuan yang
bertambah.
51